Mg Lengkap

33
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah serta kemudahan yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam memenuhi tugas neurologi, makalah ini kami beri judul ”Miastenia Gravis”. Makalah ini akan menjelaskan mengenai definisi dari penyakit miastenia gravis, gejala klinis, penatalaksanaan serta komplikasi dari penyakit ini . Kami berharap, dengan ditulisnya makalah ini, kami bisa membantu teman-teman mahasiswa kedokteran untuk lebih memperdalam pengetahuan tentang penyakit- penyakit yang menyerang sistem saraf, khususnya miastenia gravis. Selama proses pengerjaan makalah ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Albert Liangtono Tandrawarsito, Sp.S Kritik dan saran yang membangun akan membantu kami agar makalah ini lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami maupun para pembaca.

Transcript of Mg Lengkap

Page 1: Mg Lengkap

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah serta kemudahan yang telah

diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dalam memenuhi tugas neurologi, makalah ini kami beri judul ”Miastenia Gravis”.

Makalah ini akan menjelaskan mengenai definisi dari penyakit miastenia gravis, gejala klinis,

penatalaksanaan serta komplikasi dari penyakit ini .

Kami berharap, dengan ditulisnya makalah ini, kami bisa membantu teman-teman

mahasiswa kedokteran untuk lebih memperdalam pengetahuan tentang penyakit- penyakit yang

menyerang sistem saraf, khususnya miastenia gravis. Selama proses pengerjaan makalah ini,

kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Albert Liangtono Tandrawarsito, Sp.S

Kritik dan saran yang membangun akan membantu kami agar makalah ini lebih

sempurna. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami maupun para pembaca.

Mojokerto, 30 Juni 2012

Penulis

Page 2: Mg Lengkap

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1.1. Latar Belakang 1

1.1.2. Tujuan Penulisan 1

Bab 2 Pembahasan 3

2.1. Penyakit Miastenia Gravis 3

2.1.1. Epidemiologi Miastenia Gravis 4

2.1.2. Etiologi Miastenia Gravis 4

2.1.3 Patofisiologi Miastenia Gravis 5

2.1.3. Manifestasi Klinik Miastenia Gravis 6

2.1.4 Klasifikasi Miastenia Gravis 10

2.1.5 Diferential Diagnosis 11

2.1.6. Penatalaksanaan Miastenia Gravis 12

2.1.7 Prognosa 15

2.2. Neuromuscular Junction 15

2.2.1. Anatomi dan Fisiologi Neuromuscular 15

2.2.2. Mekanisme Neurotransmisi 18

Daftar Pustaka 20

Page 3: Mg Lengkap

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakag (1)

Miastenia gravis atau disebut dengan asthenic bulbar palsy, myasthenia gravis

pseudoparalytica atau Goldflam's disease ialah suatu penyakit kronik dengan dasar imunologik,

ditandai oleh kelemahan otot serat lintang, berpredileksi otot-otot mata dan otot-otot lain yang

disarafi saraf cranial.

Miastenia gravis merupakan penyakit neromuskuler dengan kelainan pada neuromuscular

junction. Gejala klinik akibat kelemahan otot karena penyakit ini, sering timbul atau bertambah

setelah kegiatan yang cenderung membaik atau berkurang sesudah istirahat. Kelemahan otot

tersebut umumnya terjadi pada otot-otot gerak mata, kelopak mata, pengunyah, otot gerakan

menelan, otot-otot mimik. Walaupun jarang, kelemahan otot dapat juga terjadi pada otot-otot

pernapasan leher, badan dan anggota gerak. Sedangkan untuk otot jantung dan otot polos tidak

diserang.

Kelainan primer dari penyakit ini seringkali dihubungkan dengan gangguan transrnisi

pada neuromuscular junction. Penyebab pasti belumdiketahui, tetapi teori terakhir mengatakan

bahwa Miastenia Gravis merupakan kelainan imunologik.

Miastenia gravis lebih sering terdapat pada orang dewasa, tetapi dapat juga terdapat pada anak

dan bisa timbul segera setelah lahir atau sesudah umur 10 tahun. Penyakit ini perlu diobati

meskipun kadang-kadang dapat terjadi remisi spontan.

1.2 Tujuan Penulisan

a. Mengetahui definisi penyakit Miastenia Gravis.

b. Mengetahui penyebab penyakit Miastenia Gravis.

c. Mengetahui epidemologi penyakit Miastenia Gravis.

d. Mengetahui patogenesis/patofisiologi penyakit Miastenia Gravis.

e. Mengetahui tanda dan gejala penyakit Miastenia Gravis.

f. Mengetahui komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh penyakit Miastenia Gravis.

g. Mengetahui pencegahan penyakit Miastenia Gravis.

Page 4: Mg Lengkap

h. Mengetahui penatalaksanaan penyakit Miastenia Gravis.

i. Mengetahui prognosis penyakit Miastenia Gravis.

Page 5: Mg Lengkap

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Miastenia Gravis (2, 3, 4, 5)

Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu sistem

sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan

akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu

neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor

mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf

dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.

Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis merupakan

satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi

kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20

kali lebih lama dari normal).

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan

abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai

dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic

transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi

transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang

(volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi

kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.(Dewabenny,

2008).

Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi neuromuskuler

yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga

dalam hal ini, miasteniagravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi

reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini merupakan

antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan. (Chandrasoma dan Taylor, 2005).

Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskuler

pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang

Page 6: Mg Lengkap

muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot

volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun saaf perifer berupa terbentuknya

antibody terhadap reseptor pascasinaptik asetilkolin (ACH) nikotinik pada myoneural

junction.Diaman penurunan jumlah reseptor ACH ini menyebabkan penurunan kekuatan otot

yang progesif dan terjadi pemulihan setelah istirahat (Dewanto dkk,2009:62).

2.1.1 Epidemiologi Miastenia Gravis

Myastenia gravis memiliki insiden yang hampir sama pada semua ras, grup dan

gender. Insidennya dikatakan 1 dalam 20.000. Pada wanita lebih banyak didapati  pada

usia dibawah 40 tahun, yang terbanyak 20 tahunan. Sedangakan laki-laki lebih banyak

terkena pada usia 40-50 tahun. Perbandingan wanita dan laki-laki adalah 3:2. Sekitar 5%

penyakit ini adalah familial. Faktor resikonya adalah familial, suatu myasthenia gravis

yang dipicu oleh obat-obatan seperti D-penicilamin, terdapat hiperplasia timus dan

adanya penyakit autoimun yang lain.

2.2 Etologi Miastenia Gravis

Kelainan primer pada MiasteniaGravis dihubungkan dengan gangguan transmisi

pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada

ujung akson motor neuron terdapat partikel- partikel globuler yang merupakan

penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel

globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang

kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini

membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation,

terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.

Page 7: Mg Lengkap

Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak

diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau

kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.

2.1.2 Patofisiologi Miastenia Gravis

Dalam kasus Miastenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor

(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline (ACh) yang tetap dilepaskan dalam

jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic.

Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan

mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu.

inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien.

Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun

di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan

merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies

ditemukan pada 80%-90% pasien Miastenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu

penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita Miastenia

Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Miastenic pada mencit tersebut, ini

menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting dalam etiologi

penyakit ini.

Page 8: Mg Lengkap

Alasan mengapa pada penderita Miastenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan

toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini,

Miastenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah

yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel

T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit

Miastenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita Miastenic mengalami

hiperplasia thymic dan thymoma.

2.1.3 Manifestasi Klinik

Gejala miastenia gravis dapat bermacam-macam sehingga kadang sulit untuk

membedakan dengan kelainan neurologis yang lain dan variasi normal. Pasien akan

mengalami mudah lelah, kelemahan yang membaik dengan istirahat dan memburuk

dengan gerakan berulang, dan berkurangnya toleransi terhadap exercise. Pasien jarang

mengeluh ngantuk atau nyeri otot, lebih sering datang dengan keluhan lemah pada grup

otot tertentu ( misalnya saat naik tangga).

Pada 85% kasus kelopak mata dan otot ekstra okular terlibat sehingga terdapat

gejala ptosis dan diplopia.

MG: Limitation of adduction

MG: Ptosis

Page 9: Mg Lengkap

Pada keterlibatan otot wajah akan terjadi gejala perubahan bicara dan ekspresi.

Kelemahan otot faringeal memberi gejala kesulitan mengunyah dan menelan yang

progresif. Kelemahan otot pernafasan dapat menyebabkan kegagalan nafas, kejadiannya

sekitar 1%. Pada 10-15 kasus dapat terjadi kelamahan otot bulbar saja, namun sebagian

besar kelemahan generalisata.

Pasien yang datang pada unit gawat darurat dan didiagnosa miastenia gravis

biasanya sudah memiliki medikamentosa. Penyakit ini memiliki gejala yang berfluktuasi

sehingga butuh penyesuaian dosis. Eksaserbasi dapat terjadi karena infeksi, adanya stress

psikologi, non compliance pada obat, dan penggunaan obat. Obat yang dapat memicu

eksaserbasi adalah antibiotik ( makrolid, fluoroquinolon, aminoglycosides, tetracycline,

and chloroquine), Antiaritmia  – Beta blockers, calcium channel blockers, quinidine,

lidocaine, procainamide, dan trimethaphan, lain-lain diphenylhydantoin, lithium,

chlorpromazine, muscle relaxants, levothyroxine, adrenocorticotropic hormone (ACTH),

dan paradoxically, corticosteroid.

Pemerikasaan fisik secara lengkap dan teliti diperlukan untuk mendiagnosa

miastenia gravis. Pada mata diperiksa keadaan kelopak mata, gerakan bola mata, dan

adanya diplopia. Tes dengan meminta pasien melihat kedepan dan kesamping selama 30

detik akan menimbulkan gejala ptosis dan diplopia. Bisa juga dilakukan dengan pasien

berbaring lalu melihat kaki selama 60 detik. Untuk otot facialis diperiksa dengan

gerakan-gerakan wajah. Pada tenggorokan yang perlu diperiksa adalah tone suara,

kemampuan berbicara dalam periode waktu tertentu, kemampuan menelan, mengunyah,

dan minum. Otot-otot yang lain diperiksa pada semua ekstremitas. Pada bahu diperiksa

dengan merentangkan lengan dan dipertahankan beberapa waktu. Untuk ekstremitas

bawah pasien dapat diminta untuk jongkok berdiri bebrapa kali, jalan dengan tumit dan

tungkak selama 30 langkah. kekuatan otot abdomen diperiksa dengan gerakan sit up

beberapa kali.

Refleks fisiologis dan sensorik normal pada myasthenia gravis. Dan pada penyakit

yang lama dapat ditemukan tanda-tanda atrofi otot. Karena myasthenia gravis berkaitan

dengan penyakit tiroid maka  perlu diperhatikan tekanan darah dan adanya glaucoma.

Tanda-tanda artritis juga perlu dicari antara lain nyeri, pembengkakan sendi, kemerahan,

Page 10: Mg Lengkap

dan hangat pada perabaan. Serta perlunya pemeriksaan untuk mencari penyakit-penyakit

lain yang dapat menyertai myasthenia gravis seperti Diabetes Melitus tipe 1 dan SLE.

Pemeriksaan Ice test dilakukan dengan mengaplikasikan ice pack pada kelopak

mata setelah terjadi kelopak mata yang jatuh. Pada miastenia gravis, pemberian icing

beberapa saat akan tampak perbaikan yang signifikan. Tes yang kedua adalah Tensilon

tes, yaitu dengan memberikan obat tensilon yang bekerja short duration effect. Obat lain

yang bisa digunakan untuk tes adalah mestinon dan neostgmin.

Gb. Tensilon tes

Penting untuk mengetahui terjadinya miastenic krisis yaitu suatu kondisi

mengancam nyawa dimana kelemahan yang terjadi cukup parah sehingga pasien

membutuhkan intubasi atau ekstubasi setelah pembedahan tertunda. Kelemahan bulbar

(orofaringeal) sering terjadi besama kelemahan otot pernafasan. Bila ini sangat berat

sampai menyebabkan obstruksi jalan nafas atas atau aspirasi berat, maka dibutuhkan

ventilator atau intubasi.

Pemeriksaan penunjang

1. Tes darah : untuk mengetahui antibody terhadap reseptor asetilkolin nikotinik,

sensitifitasnya 80-96%. Pada beberapa kasus antibody bisa negatif ( seronegatif ) dan

separuh kasus terdapat antibody terhadap MuSK ( Muscle Specific Tyrosin Kinase),

yaitu protein yang terdapat pada neuromuscular junction.

Tensilon test: Before (left); After (right)

Page 11: Mg Lengkap

2. Electromyografi:

- Repetitive Nerve Stimulation Test (RNS) : mengukur kelelahan otot dengan

memberi stimulasi impulse listrik yang berulang.

Gb. RNS (Repetitive Nerve Stimulation)

Gb. Decremental response to RNS in Myasthenia Gravis

- Single Fiber Electromyography (SFEMG) : paling sensitive myasthenia gravis.

Mengukur potensial aksi dari beberapa serat saraf.

Page 12: Mg Lengkap

3. Thorax x-ray : untuk mencari adanya thymoma

Gb. Thymoma (T) in the anterior mediastinum

4. MRI otak: untuk menyingkirkan penyebab lain dari defisit saraf cranial, namun tidak

rutin dilakukan.

3.1.4 Klasifikasi Miastenia Gravis

Klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory

Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) :

Class I: Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih normal

Class II: Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat kelemahannya

Class IIa: Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal

Class IIb: Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas

Class III: Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya kelemahan pada otot okuler

Normal SFEMG Increased jitter: MG patient

Page 13: Mg Lengkap

Class IIIa: Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal

Class IIIb: Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas

Class IV: Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat pada otot okuler

Class Iva: Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal

Class IVb: Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal, Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas

Class V: Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)

Myastenia gravis yang terjadi pada anak-anak dapat dibagi menjadi:

1. Neonatal : terjadi pada 12 % anak yang ibunya menderita myasthenia gravis.

Antibody akan melewati placenta dan akan ditrasnfer dari ibu ke janin, maka gejala

miastenia gravis akan terlihat pada 2 hari pertama kelahiran. Gejala ini dapat

menghilang beberapa minggu setelah lahir. Wanita dengan miastenia gravis biasanya

akan membaik gejalanya saat hamil namun akan kembali memburuk setelah

melahirkan. Namun beberapa penelitian menunjukkan perbrukan gejala miastenia

gravis pada wanita hamil.

2. Kongenital : miastenia gravis kongenital jarang terjadi pada anak yang lahir dari ibu

yang sehat.  Gejala enyakit ini muncul sejak lahir. Kelainan ini bukan karena

autoimun disease namun timbul karena adanya malformasi sinaps yang berasal dari

mutasi genetic. Congenital Miastenia Syndrome (CMS) ini bersifat herediter.

3. Juvenile Myastenia Gravis : terjadi pada anak-anak  namun setelah peripartum.

3.1.5 Diferential Diagnosis

1. Histeria

2. Multiple sclerosis

3. Symptomatic myasthenia

4. Moebius Syndrome

5. Cholinergic crisis

Page 14: Mg Lengkap

Pada generalized Miastenia Gravis:

6. Lambert-Eaton myasthenic syndrome

7. Botulism

8. Myopathy

Pada ocular miastenia:

9. Progressive external ophthalmoplegia

10. Thyroid disease

11. Oculopharyngeal muscular dystrophy

Pada penderita dengan bulbar predominant Miestenia Gravis:

12. Motor neuron disease

13. Brainstem stroke

14. Diphtheria

2.1.6 Penatalaksanaan Miastenia Gravis

1. Medikamentosa, yang mempengaruhi transmisi neuromuskuler:

Memblokir pemecahan Ach, seperti golongan Acetilcholin Esterase

Inhibitor : Pyridostigmine bromide (Mestinon), Neostigmine bromide,

diberikan sesuai toleransi penderita,biasanya dimulai dosis kecil sampai

dicapai dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan dosis 10 mg

piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg , kelebihan dosis dapat

menyebabkan krisis kolinergik (dispneu, miosis, lakrimasi, hipersalivasi,

emesis, diare).

Neostigmin Bromide (Prostigmin).

Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam

Pyridostigmine bromide

    Dosis: sampai 600 mg/hari dengan dosis disesuikan dengan    

    gejala (misalnya: 60-120 mg PO setiap 4-6 jam).

Kortikosteroid

Page 15: Mg Lengkap

Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek

samping. Dimulai dengan dosis kecil (12-50 mg prednison), dinaikkan

perlahan-lahan sampai dicapai dosis yang diinginkan (maksimal 50-60 mg

prednison). Kerja kortikosteroid untuk mencegah kerusakan jaringan oleh

pengaruh imunologik atau bekerja langsung pada transmisi neromuskuler.

Imunosupresan

Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,

Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin

(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat yang

secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum

memiliki efek samping yang lebih sedikitdibandingkan dengan obat

imunosupresif lainnya. Perbaikan lambatsesudah 3-12 bulan. Kombinasi

azathioprine dan kortikosteroid lebih efektif yang dianjurkan terutama

pada kasus-kasus berat.

Obat azathioprine 1-2,5 mg/minggu biasanya dipakai bersama prednison

Intravenous Imunoglobulin (IVIG )

Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut- turut

Plasmaferesis

Adalah suatu prosedur yang didesain untuk membuang plasma dari

darah dengan melakukan transfusi berulang elemen yang terbentuk ke

dalam donor. Umumnya digunakan albumin atau plasma beku segar jenis

tertentu, untuk menggantikan plasma yang dikeluarkan. Prosedur ini juga

dimaksudkan untuk mengumpulkan komponen-komponen plasma, tujuan

terapeutik, dan digunakan untuk mengeluarkan antibodi berlebihan dari

darah seorang penderita, misalnya: lupus, multipel sklerosis, multipel

mieloma, dsb

Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50

ml/kg BB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu

singkat. Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan pemberian obat

imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun

demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat

Page 16: Mg Lengkap

memberi hasil yang baik sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di

rumah. Plasmaferesis mungkin efektif padakrisi miastenik karena

kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi

tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.

2. Non Medikamentosa

Istirahat

Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akanbertambah

sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang

rangsang dapat berkontraksi.

Thymectomy pada kasus timoma

Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan

signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus

dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari

pasien. Timektomi dianjurkan pada Miastenia Gravis tanpa timoma yang

telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi, setelah 3 tahun ± 25%

penderita akan mengalami remisi klinik dan40-50% mengalami perbaikan.

Terapi fisik dan rehabilitas, meliputi:

Latihan luas gerak sendi, dapat diawali dengan latihan aktif assistif,

kemudaiann bila sudah membaik kekuatannya dilakukan secara aktif.

Penguatan : latihan penguatan penting untuk membuat pasien se

fungsional mungkin. Penelitian oleh Loli dkk, 1997, menyimpulkan

bahwa latihan pada penderita Miastenia gravis meningkatkan kekuatan

otot terutama ekstensor lutut.

Latihan pernafasan: dapat dilakukan latihan otot inspirasi untuk

menguatkan otot-otot pernafasan. Selain itu perlu dilakukan pursed lip

breathing dan pernafasan abdomen.

Latihan ketahanan : latihan ketahanan yang disertai penguatan terbukti

efektif untuk penyakit otot.

Terapi okupasi: melatih bagaimana melakukan gerakan atau aktifitas

secara efektif

Page 17: Mg Lengkap

Terapi bicara : pada pasien yang mengalami kelemahan otot wajah dan

tenggorokan

Vocasional counseling

Intervensi psikologi

2.1.7 Prognosa

Secara umum penderita myasthenia gravis memiliki angka harapan hidup yang

normal, kecuali pada yang disertai timoma maligna dimana penurunan angka harapan

hidup disebabkan karena timomanya. Pada yang tidak diterapi mortality rate nya 25-31%,

sedangkan yang diterapi angkanya menjadi 4%. Dari seluruh pasien yang hanya memiliki

gejala okuler, 16% akan tetap pada okuler saja setelah 2 tahun. Penyakit ini jarang

menjaadi penyakit progresif dan pada beberapa kasus dapat terjadi remisi temporer

dimana kelemahan otot tidak ada.

2.2 Neuromuscular Junction (6, 7)

Adalah tempat dalam tubuh, tempat akson dari saraf motorik bertemu dengan otot

dalam upaya transmisi sinyal dari otak yang memerintahkan otot untuk berkontraksi atau

berelaksasi.

Potensial aksi masuk ke serabut otot  melalui sinapsis antara serabut saraf dan otot

(neuromuscular junction). Di dalam synaptic knob terdapat synaptic vesicles yang

mengandung asetilcolin sebagai neurotransmitter. Pada saat ada sinyal dari otak untuk

berkontraksi, vesicles berisi neurotransmitter melebur ke membran synaptic melepas

asetilcolin.

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Neuromuscular

Daerah antara motor neuron dan sel otot disebut neuromuscular junction.

Membran sel neuron dan serat otot dipisahkan oleh celah sempit (20-nm), belahan sinap.

Pada saat depolarisasi potensial aksi saraf terminal, terjadi influks ion-ion kalsium

melalui gerbang saluran kalsium bervoltasi ke sitoplasma saraf yang menyebabkan

vesikel di membran terminal dan mengeluarkan asetilkolin (Acethylcholine). Molekul

acethylcholine berdifusi sepanjang belahan sinap untuk berikatan dengan reseptor

nikotinik kolinergik pada membran otot, di motor end-plate. Setiap neuromuscular

Page 18: Mg Lengkap

junction berisi 5 juta reseptor, tapi hanya diperlukan 500,000 reseptor untuk kontraksi

normal otot.

Struktur reseptor acethylcholine bervariasi di setiap jaringan dan perkembangannya

juga berbeda. Setiap reseptor acethylcholine pada neuromuskular junction normalnya

mempunyai 5 subunit protein, 2 subunit α dan subunit tunggal β, δ, dan ε. Hanya sub unit α

identik yang bisa mengikat molekul acethylcholine. Bila kedua tempat pengikat diduduki

acethylcholine, terjadi perubahan cepat pada subunit (1milisekon) membuka saluran ion

pada inti reseptor (gambar 2). Saluran ini tidak akan terbuka jika acethylcholine hanya

menduduki satu tempat.

The neuromuscular junction. V, transmitter vesicle; M, mitochondrion; Acethylcholine, acetylcholine; AcethylcholineE, acetylcholinesterase; JF, junctional folds. (Reproduced, with permission, from DrAcethylcholineman DB: Myasthenia

gravis. N Engl J Med 1978;298:135.)

Page 19: Mg Lengkap

Kation keluar melalui saluran acethylcholine yang terbuka (sodium dan kalsium

masuk; potasium keluar), menghasilkan end-plate potential.Jika reseptor-reseptor telah

cukup diduduki oleh acethylcholine, end-plate potential akan cukup kuat mendepolarisasi

membran perijunctional. Saluran-saluran sodium pada bagian ini akan terbuka bila ambang

batas voltase terlewati, berlawanan dengan reseptor-reseptor end-plate yang terbuka jika

ada acethylcholine. Area perijunctional pada membran otot mempunyai densitas yang lebih

tinggi terhadap saluran-saluran sodium dibandingkan bagian-bagian lainnya. Resultan

potensial aksi menyebar sepanjang membran otot dan sistem T-tubule yang membuka

saluran-saluran sodium dan melepaskan kalsium dari sarkoplasma retikulum.

Kalsium intraselular ini membuat actin dan myosin berinteraksi, yang membuat

kontraksi otot. Jumlah acethylcholine yang biasanya terlepas dan jumlah reseptor-reseptor

yang selanjutnya teraktivasi secara normal melebihi kebutuhan minimum untuk memulai

suatu potensial aksi.

Acethylcholine segera dihidrolisis ke dalam bentuk asetat dan kolin oleh enzim

spesifik acetylcholinesterase. Enzim ini (disebut juga specific cholinesterase atau true

cholinesterase) tertanam pada membran motor end-plate dan segera mendekati reseptor-

A: struktur reseptor Acethylcholine. Note 2 subunit yang sama berikatan dengan Acethylcholine dan center channel. B: berikatannya Acethylcholine dengan reseptor

pada mucle end-plate menyebaban terbukanya saluran (channel) dan ion flux.

Page 20: Mg Lengkap

reseptor acethylcholine. Akhirnya reseptor saluran ion menutup, menyebabkan

repolarisasi end-plate. Ketika potensial aksi berhenti, saluran-saluran sodium pada

membran otot juga tertutup. Kalsium memisahkan diri ke sarkoplasmik retikulum, dan sel

otot relaks.

2.2.2 Mekanisme Neurotransmisi

Setiap serabut saraf bermielin yang masuk ke otot rangka membentuk banyak cabang

yang jumlahnya tergantung pada ukuran unit motoriknya. Cabang tersebut akan berakhir pada

otot rangka di tempat yang disebut neuromuscular junction atau motor-end-plate. Sebagian

serabut- serabut otot hanya dipersarafi oleh satu motor-end-plate. Saat mencapai serabut otot,

saraf kehilangan selubung myelin dan pecah menjadi cabang- cabang halus. Masing- masing

saraf berakhir sebagai akson yang terbuka dan membentuk unsur neural motor-end-plate.

Pada motor-end-plate, permukaan serabut otot sedikit meninggi serta membentuk unsur otot

(sole plate). Elevasi terjadi akibat akumulasi sarkoplasma granular di bawah sarkolema serta

banyak inti dan mitokondria.

Akson terbuka yang melebar terletak pada alur permukaan serabut otot yang dibentuk

oleh lipatan sarkolema ke dalam (junctional fold= dasar alur dibentuk oleh sarkolema yang

membentuk lipatan- lipatan). Junctional fold berfungsi memperuluas area permukaan

sarkolema yang terletak di dekat akson yang melebar. Di antara membran plasma akson

(aksolema atau membran prasinaps) dan membran plasma serabut otot (sarkolema atau

membran pasca sinaps) terdapat celah sinaps.

Page 21: Mg Lengkap

Saat potensial aksi mencapai membran prasinaps motor-end-plate, kanal voltage-gated

Ca2+ terbuka dan Ca2+ masuk ke dalam akson. Hal ini menstimulasi penggabungan vesikel

sinaptik dengan membran prasinaps dan menyebabkan pelepasan asetilkolin ke celah

sinaps. Kemudian asetilkolin menyebar dan mencapai reseptor Ach tipe nikotinik di

membran pascasinaps junctional fold. Setelah pintu kanal terbuka, membran pasca sinaps

lebih permeabel terhadap Na+ yang mengalir ke dalam sel- sel otot dan terjadi potensial local

(end-plate-potensial). Pintu kanal Ach permeabel terhadap K+ yang keluar dari sel namun

dalam jumlah yang lebih kecil. Jika end-plate-potensial lebih besar, kanal voltage gated

untuk Na+ terbuka dan timbul potensial aksi yang menyebar sepanjang permukaan

sarkolema. Gelombang depolarisasi diteruskan ke serabut otot oleh sistem tubulus T menuju

myofibril yang kontraktil. Hal ini menyebabkan pelepasan Ca2+ dari reticulum sarkoplasma

yang akan menimbulkan kontraksi otot.

Page 22: Mg Lengkap

DAFTAR PUSTAKA

1. Nara, Dr. P. dan Dr. Endang. D Thamrin, 1986. “Miastenia Gravis” (Online), Cermin

Dunia Kedokteran.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_MiasteniaGravis.pdf/12_MiasteniaGravis.pdf.

23 Juni 2012

2. Judarwanto, dr Widodo, 2012. “Penyakit Autoimun Miastenia Gravis, Manifestasi Klinis

dan Pengobatan” (Online), http://allergyclinic.wordpress.com/2012/03/17/penyakit-

autoimun-miastenia-gravis-manifestasi-klinis-dan-pengobatan/. 23 Juni 2012

3. Santoso, farida, 2011. “Myastenia Gravis” (Online),

http://faridasantoso.wordpress.com/2011/12/22/myastenia-gravis/. 23 Juni 2012

4. http://medlinux.blogspot.com/2009/02/miastenia-gravis.html

5. Anurogo, dr. Dito, 2008. “Tips Praktis Mengenali Myasthenia Gravis” (Online),

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20080503023219, 23 Juni 2012

6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24478/4/Chapter%20II.pdf

7. Anisa, lyriestrata, 2010. “Mekanisme Impuls Saraf” (Online).

http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/neurosains/mekanisme-impuls-saraf/. 23

Juni 2012

8. Sidharta, P., 1999, Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, hal 129,142, 167, 174, 421,

Dian Rakyat, Jakarta

9. Sidharta, P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, hal 139, 280, 317, 366,

390, 421, 576, Dian Rakyat, Jakarta

Dikoreksi oleh

(dr. Albert Liangtono. T, Sp.S)

Page 23: Mg Lengkap

MIASTENIA GRAVIS

Disusun Oleh :

Anggie Parameswari

Tanaya Parahita

Muhammad Zulfa Nizar Anas

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI

RSUD dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO

2012