METAB 9 PENENTUAN KADAR NH3 DALAM URIN MENURUT CARA NESSLER.doc

7
PENENTUAN KADAR NH 3 DALAM URIN MENURUT CARA NESSLER Dewi Esti Restiani (G84120010) 1 , Meilina Pudjiani 2 , Syaefuddin 3 Mahasiswa Pa!ti!u" 1 , #sisten Pa!ti!u" 2 , D$sen Pa!ti!u" 3 Meta%$lis"e De&ate"en 'i$!i"ia a!ultas Mate"ati!a dan l"u Pen*etahuan #la" nstitut Petanian '$*$ 2014 ABSTRAK Urin merupakan cairan sisa dari metabolisme tubuh. Urin dikeluarkan berdasarkan hasil fungsi kerja ginjal yang memfilter darah. Urin terdiri komponen urea, garam terlarut, dan bahan organik lainnya. Salah satu komp urin yang berbahaya bagi tubuh adalah amonia karena dapat mengganggu sist tubuh jika tidak dikeluarkan. Kadar amonia dalam tubuh dapat dit menggunakan uji Nessler secara kualitatif dan kuantitatif. Pereaks terdiri atas K 2[g! " #dan Na$. Uji kualitatif peraksi Nessler dapat dilihat da %arna yang dihasilkan pereaksi Nessler, yaitu %arna kuning, sedan kuantitatifnya dapat dilihat menggunakan spektrofotometer dengan me intensitas %arna larutan yang diperoleh pada panjang gelombang "2& nm. a percobaan menunjukkanbah%a konsentrasi urin dari setiap sampel urin probandus berbeda'beda. (erata konsentrasi urin yang diperolah sebesar &.&&)" mg*m+. Semakin tinggi absorbansi, maka semakin tinggi juga kadar amonia ya terkandung dalam urin tersebut. Kata kunci: urin, amonia, pereaksi Nessler PENDAHULUAN +in "eu&a!an hasil dai e!s!esi "anusia yan* dihasil!an dai &enyain*an daah yan* dila!u!an di *injal Ginjal %e&ean dala" &$ses &e"%entu!an uin yan* tejadi "elalui sean*!aian &$ses, yaitu & (filtasi), &enyea&an !e"%ali (ea%s$&si), dan &en**u"&alan (au*"entasi) P$ses &e"%entu!an uin diawali den*an &enyain*an daah yan* te !a&ile *l$"eulus Sel-sel !a&ile *l$"eulus yan* %e&$i (&$d$sit), te dan &e"ea%ilitas yan* tin**i &ada *l$"eulus a!an "e"&e"udah &$ses &enyain*an Selain &enyain*an, di *l$"eulus ju*a tejadi &enyea&an ! sel-sel daah, !e&in* daah, dan se%a*ian %esa &$tein &las"a 'ahan-%ah yan* telaut dala" &las"a daah se&eti *lu!$sa, asa" a"in$, !aliu", !l$ %i!a%$nat, dan uea da&at "elewati sain*an dan "enjadi %a*ian dai end /asil &enyain*an di *l$"eulus dise%ut filtat *l$"eulus atau uin &i"

Transcript of METAB 9 PENENTUAN KADAR NH3 DALAM URIN MENURUT CARA NESSLER.doc

PENENTUAN KADAR NH3 DALAM URIN MENURUT CARA NESSLERDewi Esti Restiani (G84120010)1, Meilina Pudjiani2, Syaefuddin3

Mahasiswa Praktikum1, Asisten Praktikum2, Dosen Praktikum3

Metabolisme

Departemen Biokimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

2014

ABSTRAKUrin merupakan cairan sisa dari metabolisme tubuh. Urin dikeluarkan berdasarkan hasil fungsi kerja ginjal yang memfilter darah. Urin terdiri atas komponen urea, garam terlarut, dan bahan organik lainnya. Salah satu komponen urin yang berbahaya bagi tubuh adalah amonia karena dapat mengganggu sistem tubuh jika tidak dikeluarkan. Kadar amonia dalam tubuh dapat ditentukan menggunakan uji Nessler secara kualitatif dan kuantitatif. Pereaksi Nessler terdiri atas K2[HgI4]dan NaOH. Uji kualitatif peraksi Nessler dapat dilihat dari warna yang dihasilkan pereaksi Nessler, yaitu warna kuning, sedangkan uji kuantitatifnya dapat dilihat menggunakan spektrofotometer dengan mengukur intensitas warna larutan yang diperoleh pada panjang gelombang 420 nm. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi urin dari setiap sampel urin probandus berbeda-beda. Rerata konsentrasi urin yang diperolah sebesar 0.0034 mg/mL. Semakin tinggi absorbansi, maka semakin tinggi juga kadar amonia yang terkandung dalam urin tersebut.Kata kunci: urin, amonia, pereaksi NesslerPENDAHULUANUrin merupakan hasil dari ekskresi manusia yang dihasilkan dari penyaringan darah yang dilakukan di ginjal. Ginjal berperan dalam proses pembentukan urin yang terjadi melalui serangkaian proses, yaitu penyaringan (filtrasi), penyerapan kembali (reabsorpsi), dan penggumpalan (augmentasi). Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan, dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus akan mempermudah proses penyaringan. Selain penyaringan, di glomerulus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut dalam plasma darah seperti glukosa, asam amino, kalium, klorida, bikarbonat, dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerulus atau urin primer yang mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya (Anderson 1996).Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin primer akan diserap kembali di tubulus kontortus prioksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi penambahan zat sisa dan urea. Zat tersebut diserap pada tubulus melalui dua cara, yaitu difusi untuk menyerap gula dan asam amino, dan osmosis untuk menyerap air. Jika reabsorpsi tersebut telah selesai, maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder dan konsentrasi zat - zat sisa metabolisme yang beracun seperti urea akan bertambah. Proses selanjutnya adalah augmentasi. Augmentasi merupakan proses penambahan zat - zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Urin akan menuju ginjal setelah melewati tubulus-tubulus ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui saluran ginjal sehingga urin dapat dikeluarkan melalui utretra (Anderson 1996). Proses pembentukan urin secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Proses pembentukan urin (Anderson 1996)Kadar urin seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi suhu lingkungan, konsumsi garam, jumlah air yang diminum, dan konsumsi alkohol serta kafein, sedangkan faktor internalnya adalah hormon ADH, hormon insulin, dan kondisi psikologis (Isselbacher et al. 2000). Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Kelainan yang dapat disebabkan oleh ekskresi urin adalah Chronic Kidney Disease (CDK) (Rachmadi dan Meilyana 2009). Selain itu, kelainan ekskresi urin juga dapat menimbulkan berbagai penyakit, antara lain penyakit batu ginjal, gagal ginjal, nefritis, sistis, diabetes melitus, albuminaria, diabetes insipidus, dan anuria (Pardede et al. 2003). Praktikum ini bertujuan mengetahui kadar amonia dalam urin menurut cara Nessler.METODE PENELITIANWaktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilakukan pada hari Jumat, tanggal 5 Desember 2014 pukul 13.00 16.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia IPB.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, tabung Nessler, pipet tetes, pipet volumetrik, gelas piala, dan labu takar, sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah urin, akuades standar amonia, dan pereaksi Nessler.Prosedur PercobaanPenentuan Kadar Nh3 dalam Urin Menurut Cara Nessler. Sebanyak 1 mL urin diencerkan menjadi 50 mL dengan akuades dalam labu takar, sementara sebanyak 3 tabung Nessler disiapkan. Ketiga tabung tersebut selanjutnya diisi dengan campuran larutan yang berbeda. Tabung 1 (blanko) berisi 50 mL akuades dan 3 mL pereaksi Nessler. Tabung 2 (standar) berisi 1 mL standar amonia, 49 mL akuades, dan 3 mL pereaksi Nessler, sedangkan Tabung 3 (sampel) berisi 1 mL urin yang diencerkan, 49 mL akuades, dan 3 mL pereaksi Nessler. Nilai absorbansi ketiga tabung tersebut selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.HASIL DAN PEMBAHASANUrin normal berwarna kekuning-kuningan atau terang dan transparan. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misalnya glukosa yang diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis (Putra et al. 2014). Bykov (1960) menyatakan bahwa urin terbentuk dalam ginjal dan dibuang dari tubuh lewat saluran uretra. Urin terdiri dari 98 % air dan yang lainnya terdiri dari pembentukan metabolisme nitrogen. Urin biasanya bersifat kurang asam dengan pH antara 5.0 7.0 (Kimber dan Carolyn 1949). Konsentrasi urin yang sehat berkisar 1.010 1.030 mg/mL, tergantung perbandingan larutan dengan air (Ganong 2001), sedangkan volume urin normal pada manusia adalah 1200 1500 cc per 24 jam (Irawan 2012).Reagen Nessler merupakan campuran senyawa K2[HgI4] dengan NaOH. Keberadaan amonia ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning sebagai hasil reaksi yang terjadi antara amonium dengan pereaksi Nessler. Warna kuning yang terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi amonia, sehingga konsentrasi amonia dapat diukur menggunakan spektrofotometer dengan akurasi antara 0.01 0.05 mg amonia. Semakin banyak gas NH3 yang bereaksi dengan reagen Nessler pada akseptor, maka semakin banyak kompleks berwarna kuning yang terbentuk, dan semakin besar juga nilai absorbansinya (Sulistyarti et al. 2012). Konsentrasi urin dari berbagai sampel probandus dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1 Absorbansi sampel urin

Larutan sampelAbsorbansi (A)Konsentrasi (mg/mL)

Blanko0.000-

Standar0.254-

Sampel 10.0750.0015

Sampel 20.1610.0032

Sampel 30.2730.0054

Sampel 40.1330.0026

Sampel 50.1320.0026

Sampel 60.4230.0083

Sampel 70.0030.000059

Rerata0.0034

Contoh perhitungan:

Kadar amonia

=

=

= 0.0015 mg/mLRerata=

=

= 0.0034 mg/mLKandungan amonia dapat diuji dengan uji kuantitatif menggunakan pereaksi Nessler. Pereaksi Nessler adalah larutan alkalis raksa iodida (HgI42-) dalam kalium iodida (KI) yang menjadi coklat merah. Pereaksi Nessler yang digunakan dalam praktikum ini mengandung kalium iodida, merkuri klorida, dan kalium hidroksida. Warna kuning yang terbentuk mengindikasikan adanya amonia dan pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat terbentuk warna coklat. Tingkat sensitivitasnya mencapai 0.3 g NH3 di dalam 2 L (Pringgodigdo 1973). Reaksi yang terjadi pada uji amonia menggunakan pereaksi Nessler dapat dilihat pada Gambar 2.NH4+ + 2[HgI4]2- + 4OH- HgOHg(NH2)I + 7I + 3 H2OGambar 2 Persamaan reaksi pada uji Nessler (Pringgodigdo 1973)Prinsip dari uji Nessler adalah pembentukan kompleks amonia. Kompleks amonia yang terbentuk akan berwarna kuning. Pereaksi Nessler dapat digunakan dalam uji kuantitatif dan kualitatif. Uji kualitatif dilihat dari kompleks warna yang terbentuk, sedangkan uji kuantitatifnya dilihat menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Perhitungannya dilihat dari panjang gelombang yang diserap oleh sampel. Hubungan antara absorbansi dan konsentrasi berbanding lurus (Syehla 1979) yang berarti semakin besar nilai absorbansi maka semakin besar pula konsentrasi dari amonia yang terkandung dalam urin sampel.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai absorbansi dan konsentrasi urin bersifat fluktuatif. Artinya, konsentrasi amonia dalam urin yang diperoleh dari beberapa probandus berbeda. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kondisi psikologi, dan banyaknya konsumsi air minum (Isselbacher et al. 2000) antara probandus yang satu dengan yang lainnya berbeda. Konsentrasi amonia terbesar diperoleh dari sampel 6 (0.0083 mg/mL), sedangkan konsentrasi terkecil terdapat pada sampel 7 (0.000059 mg/mL). Rerata konsentrasi amonia yang diperoleh dari semua sampel sebesar 0.0034 mg/mL. Jika dibandingkan dengan literatur konsentrasi urin pada orang normal (1.010 1.030 mg/mL) (Ganong 2001), maka rerata konsentrasi urin pada sampel yang diuji jauh lebih rendah (0.0034 mg/mL). Hal tersebut mengindikasikan bahwa probandus yang memberikan sampel urinnya mengalami dehidrasi. Semakin tinggi nilai absorbansi semakin tinggi juga kadar amonia yang ada dalam urin tersebut (Syehla 1979).

Saat tubuh kelebihan protein maka protein tersebut akan diproses melalui siklus urea dan akan menghasilkan amonia dalam urin. Hal ini terjadi karena mamalia tidak mempunyai kemampuan untuk menyimpan protein dalam tubuh sehingga protein lebih banyak digunakan ketika dalam keadaan berlebih. (Lehninger 1982). Selain menggunakan uji Nessler, kadar amonia dalam urin dapat ditentukan menggunakan metode resin penukar anion (Syaifudin 1996), kolorimeter dengan Sequential Injection Flow Reversal Mixing (SI FRM) (Sulistyani et al. 2011), dan Self Cleaning fotokatalisis TiO2 (Mukaromah et al. 2010).SIMPULANKadar amonia dalam urin dapat ditentukan menggunakan uji Nessler. Prinsip uji Nessler adalah pembentukan kompleks warna kuning yang berasal dari reaksi antara pereaksi Nessler (K2[HgI4]dan NaOH) dan amonia. Nilai absorbansi dari warna yang dihasilkan selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Semakin tinggi absorbansi, maka semakin tinggi juga kadar amonia yang terkandung dalam urin tersebut.DAFTAR PUSTAKAAnderson PD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta (ID) : EGC.Bykov KM. 1960. Text Book of Physiology. Moskow : Foreign Language Publishing.Ganong WF. 2001. Fisiologi Kedokteran Edisi 14. Jakarta (ID) : EGC.Irawan P. 2012. Studi kasus asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan : kelebihan volume cairan pada Ny. S dengan Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang Melati I RSUD Dr. Moewardi Surakarta [kaya tulis ilmiah]. Sukarta (ID) : STIK Kusuma Husada.

Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. 2000. Harrison : Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta (ID) : EGC.

Kimber DC. Carolyn GC. 1949. Textbook of Anatomy Phisiology. New York : macmillan Company.

Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia 3. Jakarta (ID) : Erlangga. Mukaromah AH, Amin M, Darmawati S. 2010. Penggunaan Self Cleaning fotokatalisis TiO2 dalam mendegradasi amonium berdasarkan lama waktu penyinaran. Jurnal Kesehatan. 3 (1) 33 42.Pardede SO, Tribono PP, Tambunan T. 2003. Gambaran klinis asidosis tubulus renalis pada anak. Sari Pediatri. 4 (4) : 192 197.Pringgodigdo AG. 1973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta (ID) : Kanisius.

Putra HP, Mursanto BP, Handayani A. 2014. Recovery ammonium dan fosfor pada urin manusia sebagai potensi pemanfaatan menjadi pupuk organik padat. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. 2 (3) : 105 110.Rachmadi D, Meilyana F. 2009. Hemodialisis pada anak dengan Chronic Kidney Disease. Majalah Kedokteran Indonesia. 59 (11) : 555 560.

Sulistyani H, Sabarudin A. Istanti YI, Wulandari ERN. 2011. Penentuan kreatinin dalam urin secara kolorimeter dengan Sequential Injection Flow Reversal Mixing (SI FRM). Sains dan Terapan Kimia. 5 (2) : 158 166.Sulistyarti H, Sugiarto R, Sakti SP, Sulistyo E, Atikah, Wiryawan A. 2012. Metode Pervaporator Flow Injection (PV FI) untuk penentuan nitrogen dalam sampel pupuk secara In Line. Valensi. 2 (4) : 482- 488.

Syaifudin M. 1996. Penentuan kandungan plutonium dalam urin dengan metode resin penukar anion [prosiding pertemuan dan presentasi ilmiah]. Yogyakarta (ID) : PPNY BATAN.

Syehla G. 1979. Vogels Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. London: Longmann.