Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit

3
RAD Journal 2015:07:021 Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 1 Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit Pendahuluan Indikator, standar, dan mutu adalah tiga hal yang berbeda. Suatu pelayanan dikatakan bermutu dalam dimensi tertentu apabila indikator pelayanan mencapai atau melampaui suatu standar tertentu. Mutu, dengan demikian tidak akan tercapai tanpa suatu perencanaan dan wawasan yang terkait dengan mutu tersebut. Dengan kata lain, bila kita menginginkan pelayanan tertentu bermutu di rumah sakit, maka manajemen rumah sakit perlu memperluas wawasan mengenai mutu pelayanan tersebut dan merencanakan serangkaian aksi untuk mencapai suatu tingkat/standar tertentu. Pencapaian atas aksiaksi tersebut diukur dengan indikator. Indikator, dengan demikian, perlu dirancang bersama dengan serangkaian proses yang akan diambil dalam upaya peningkatan mutu. Memimpin serangkaian proses ini, termasuk menyusun indikator, menjadi sangat penting. Memimpin sistem mikro klinik dalam meningkatkan mutu sudah pernah saya bahas dalam tulisan ini. Maksud tulisan ini adalah membahas beberapa hal yang sering ditanyakan para pimpinan sistem mikro klinis dalam menyusun indikator mutu pelayanan. Sebagai tambahan adalah gagasan untuk melakukan analisis lebih lanjut dengan bantuan ilmu statistika. Indikator Mutu Indikator mutu klinis adalah pengukuran manajemen klinis dan/atau luaran pelayanan (Collopy 2000) dan diwujudkan dalam angka (Takaki et al. 2013). Indikator mutu, dengan demikian, selalu merupakan pengukuran kuantitatif atau semikuantitatif yang memiliki numerator (pembilang) dan denominator (penyebut / pembagi). Umumnya, denominator adalah populasi tertentu dan numerator adalah kelompok dalam populasi yang memiliki karakteristik tertentu. Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) di Amerika Serikat mempublikasikan empat kelompok indikator mutu, yaitu prevention quality indicator, inpatient quality indicator, patient safety indicator, dan pediatric quality indicator (dapat diakses di sini). Sementara itu, Joint Commission International juga menerbitkan International Hospital Inpatient Quality Measures yang terdiri dari sepuluh kelompok indikator klinis (dapat diunduh di sini). Contoh dari kedua sumber tersebut sering dipakai bergantian dalam ceramah mengenai akreditasi rumah sakit di Indonesia. Tabel 1. Dimensi mutu (World Health Organization 2006). Dimensi Mutu Maksud Dimensi Mutu Efektif / Effective Pelayanan kesehatan yang erat pada basis bukti dan berhasil dalam meningkatkan luaran kesehatan individu atau komunitas berdasarkan kebutuhan. Efisienc / Efficient Pelayanan kesehatan yang memaksimalkan sumber daya dan menghindari pemborosan. Mudah diakses / Accessible Pelayanan kesehatan yang tepat waktu, wajar secara geografis, dan disediakan dalam kerangka yang tepat dari sisi keterampilan dan sumber daya untuk memeuhi kebutuhan. Diterima / Accepted (Patientcentred) Pelayanan kesehatan yang mempertimbangkan pilihan dan aspirasi individu pengguna layanan dan budaya komunitasnya. Tidak berpihak / Equity Pelayanan kesehatan yang tidak berbeda dalam kualitas karena karakteristik personal seperti gender, ras, etnis, lokasi geografis, dan status sosioekonomi. Aman / Safe Pelayanan kesehatan yang meminimalisasi risiko dan harm. Di Indonesia, penetapan indikator dipandu Peraturan Menteri Kesehatan no. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit. Dalam lampiran permenkes tersebut, diatur 21 jenis pelayanan dan 107 indikator yang telah ditetapkan standar minimalnya dengan nilai tertentu.

Transcript of Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit

Page 1: Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit

RAD Journal 2015:07:021

Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 1

Menyusun  Indikator  Mutu  Rumah  Sakit    Pendahuluan  Indikator,   standar,   dan   mutu   adalah   tiga   hal   yang   berbeda.   Suatu   pelayanan   dikatakan   bermutu  dalam   dimensi   tertentu   apabila   indikator   pelayanan   mencapai   atau   melampaui   suatu   standar  tertentu.  Mutu,  dengan  demikian   tidak  akan   tercapai   tanpa   suatu  perencanaan  dan  wawasan  yang  terkait  dengan  mutu  tersebut.  Dengan  kata  lain,  bila  kita  menginginkan  pelayanan  tertentu  bermutu  di   rumah   sakit,   maka   manajemen   rumah   sakit   perlu   memperluas   wawasan   mengenai   mutu  pelayanan   tersebut   dan   merencanakan   serangkaian   aksi   untuk   mencapai   suatu   tingkat/standar  tertentu.  Pencapaian  atas  aksi-­‐aksi  tersebut  diukur  dengan  indikator.    Indikator,  dengan  demikian,  perlu  dirancang  bersama  dengan  serangkaian  proses  yang  akan  diambil  dalam  upaya  peningkatan  mutu.  Memimpin  serangkaian  proses   ini,   termasuk  menyusun  indikator,  menjadi   sangat   penting.  Memimpin   sistem  mikro   klinik   dalam  meningkatkan  mutu   sudah  pernah  saya   bahas   dalam   tulisan   ini.   Maksud   tulisan   ini   adalah   membahas   beberapa   hal   yang   sering  ditanyakan  para  pimpinan  sistem  mikro  klinis  dalam  menyusun  indikator  mutu  pelayanan.  Sebagai  tambahan  adalah  gagasan  untuk  melakukan  analisis  lebih  lanjut  dengan  bantuan  ilmu  statistika.      Indikator  Mutu  Indikator   mutu   klinis   adalah   pengukuran   manajemen   klinis   dan/atau   luaran   pelayanan   (Collopy  2000)   dan   diwujudkan  dalam   angka   (Takaki   et   al.   2013).   Indikator  mutu,   dengan  demikian,   selalu  merupakan  pengukuran  kuantitatif  atau  semikuantitatif  yang  memiliki  numerator  (pembilang)  dan  denominator   (penyebut   /   pembagi).   Umumnya,   denominator   adalah   populasi   tertentu   dan  numerator  adalah  kelompok  dalam  populasi  yang  memiliki  karakteristik  tertentu.    Agency   for  Healthcare  Research   and  Quality   (AHRQ)  di  Amerika   Serikat  mempublikasikan   empat  kelompok   indikator   mutu,   yaitu   prevention   quality   indicator,   inpatient   quality   indicator,   patient  safety   indicator,   dan   pediatric   quality   indicator   (dapat   diakses   di   sini).   Sementara   itu,   Joint  Commission  International  juga  menerbitkan  International  Hospital  Inpatient  Quality  Measures  yang  terdiri  dari   sepuluh  kelompok   indikator  klinis   (dapat  diunduh  di   sini).  Contoh  dari  kedua   sumber  tersebut  sering  dipakai  bergantian  dalam  ceramah  mengenai  akreditasi  rumah  sakit  di  Indonesia.      

Tabel  1.  Dimensi  mutu  (World  Health  Organization  2006).  

Dimensi  Mutu   Maksud  Dimensi  Mutu  

Efektif  /  Effective   Pelayanan   kesehatan   yang   erat   pada   basis   bukti   dan   berhasil  dalam   meningkatkan   luaran   kesehatan   individu   atau  komunitas  berdasarkan  kebutuhan.    

Efisienc  /  Efficient   Pelayanan   kesehatan   yang   memaksimalkan   sumber   daya   dan  menghindari  pemborosan.    

Mudah  diakses  /  Accessible  

Pelayanan  kesehatan  yang  tepat  waktu,  wajar  secara  geografis,  dan   disediakan   dalam   kerangka   yang   tepat   dari   sisi  keterampilan  dan  sumber  daya  untuk  memeuhi  kebutuhan.    

Diterima  /  Accepted  (Patient-­‐centred)  

Pelayanan   kesehatan   yang   mempertimbangkan   pilihan   dan  aspirasi  individu  pengguna  layanan  dan  budaya  komunitasnya.    

Tidak  berpihak  /  Equity  

Pelayanan  kesehatan  yang  tidak  berbeda  dalam  kualitas  karena  karakteristik   personal   seperti   gender,   ras,   etnis,   lokasi  geografis,  dan  status  sosioekonomi.    

Aman  /  Safe   Pelayanan  kesehatan  yang  meminimalisasi  risiko  dan  harm.    

 Di  Indonesia,  penetapan  indikator  dipandu  Peraturan  Menteri  Kesehatan  no.  129  tahun  2008  tentang  Standar  Pelayanan  Minimal  (SPM)  Rumah  Sakit.  Dalam  lampiran  permenkes  tersebut,  diatur  21  jenis  pelayanan   dan   107   indikator   yang   telah   ditetapkan   standar   minimalnya   dengan   nilai   tertentu.    

Page 2: Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit

RAD Journal 2015:07:021

Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 2

Kementrian   Kesehatan  menetapkan   standar   ini  menjadi   tolok   ukur   pelayanan   rumah   sakit   badan  layanan  umum  daerah.    Terlepas  dari  beberapa  nilai  standar  dalam  SPM  tersebut  yang  tidak  dapat  dilampaui,  acuan  tersebut  memberikan   sistematika   yang   baik   dalam  membuat   indikator.   Setiap   indikator   dijelaskan   dengan  beberapa   aspek   seperti   judul   indikator,   definisi   operasional,   tujuan,   dimensi   mutu,   numerator,  denominator,  frekuensi  pengukuran,  sumber  data,  dan  penanggung  jawab  pengumpulan  data.    Pengukuran   dapat   dilakukan   bila   tahu   apa   yang   diukur.   Dengan   demikian,   judul   dan   definisi  operasional   indikator   telah   jelas.   Definisi   operasional   yang   dimaksud   di   sini   termasuk   definisi  operasional  numerator  dan  denominator.  Dimensi  mutu   sesuai  permenkes  mengacu  pada  dimensi  mutu  World  Health  Organization  (WHO),  yaitu  efektif,  efisien,  mudah  diakses,  diterima  /  berpusat  pada  pasien,  tidak  berpihak,  dan  aman  (World  Health  Organization  2006).  Maksud  masing-­‐masing  dimensi  mutu  disajikan  dalam  tabel  1.          Merancang  Pengumpulan  Data  Indikator  Mengumpulkan  data  adalah  proses  yang  mungkin  paling  melelahkan  dalam  petualangan  menguak  mutu  pelayanan  lewat  indikator  mutu  pelayanan.  Salah  satu  penyebabnya  adalah  pengumpulan  data  kurang   dipertimbangkan   secara   matang   ketika   indikator   mutu   disusun.   Cara   pengumpulan   data  berkaitan  erat  dengan  tujuan  indikator  dan  aspek-­‐aspek  lain  dalam  indikator.  Mari  kita  ambil  contoh  indikator   kejadian   infeksi   pascaoperasi   pada   standar   pelayanan   minimal   rawat   inap   dalam  permenkes  di  atas.  Dalam   permenkes   disebut   bahwa   numerator   adalah   jumlah   pasien   yang  mengalami   infeksi   dalam  satu   bulan.   Selanjutnya,   denominator   dalam   lampiran   tersebut   tidak   jelas   disebutkan   namun  kemungkinan  adalah  jumlah  pasien  yang  dioperasi  dalam  satu  bulan.  Di  sini  jelas,  bahwa  angka  yang  dimaksud   dalam   permenkes   ini   adalah   angka   insidensi.  Menilik   keterangannya,  muncul   beberapa  pertanyaan   misalnya:   Apakah   ini   dihitung   untuk   seluruh   rumah   sakit   atau   untuk   satu   bangsal  tertentu?   Data   ini   menunjukkan   mutu   pelayanan   rawat   inap   atau   menunjukkan   mutu   layanan  sterilisasi  atau  menunjukkan  mutu  layanan  pembedahan?  Infeksi  pascaoperasi  saat   ini   lebih  sering  disebut  sebagai   infeksi  daerah  operasi  (IDO)  atau  surgical  site   infection   (SSI).   Infeksi   ini   lebih   sering   didiagnosis   setelah   pasien   pulang  dan  merupakan  hasil  kontaminasi   pada  daerah   luka   operasi   pada   akhir   pembedahan   (National  Collaborating  Centre   for  Women’s   and   Children’s   Health   2008).   Bila  mengikuti   panduan   permenkes   tersebut,   rumah   sakit  perlu   menyediakan   dua   sarana   pengumpulan   data,   satu   untuk   mengumpulkan   IDO   yang   baru  ditemukan   dan   satu   untuk   mengumpulkan   jumlah   pasien   yang   menjalani   operasi   pada   bulan  tersebut.    Dalam  kerangka  berpikir   indikator  mutu  pelayanan   rawat   inap,   pimpinan   ruang   rawat   inap  bedah  dapat  memodifikasi  indikator  ini  untuk  mendapatkan  manfaat  lebih.  Mari  kita  simak  tabel  berikut.    

Tabel  2.  Contoh  modifikasi  indikator  SPM.  

  Sesuai  Permenkes   Modifikasi  

Numerator   Jumlah  pasien  yang  mengalami   infeksi  dalam  satu  bulan.  

Jumlah  hari  rawat  dengan  IDO.  

Denominator   Jumlah   pasien   yang   dioperasi   dalam  satu  bulan.  

Jumlah  hari  rawat  pasien  pascaoperasi.  

 Dengan  modifikasi   ini,  pimpinan  ruang  rawat   inap  bedah  memudahkan  tim  untuk  mengumpulkan  data  karena  setiap  hari  cukup  mendata  ada  berapa  pasien  pascaoperasi  yang  dirawat  dan  ada  berapa  pasien  yang  mengalami   IDO.   Jumlah   tersebut  ditambahkan  mulai   tanggal   satu  sampai  akhir  bulan  dan  dimasukkan   ke   dalam   rumus.   Sekarang,   rumah   sakit   tahu   prevalensi   IDO  bulan   tersebut   dan  sebagai  bonus,  pimpinan  ruang  rawat  inap  bedah  bisa  menghitung  berapa  banyak  sumber  daya  yang  dipakai   untuk  mengurus   IDO   dan   apakah   prevalensi   ini  menurun   atau   tidak   dari   bulan   ke   bulan  (menunjukkan  mutu  layanan  luka  pascaoperasi  di  ruang  rawat  inap  bedah).    

Page 3: Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit

RAD Journal 2015:07:021

Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 3

 Merancang  Analisis  Data  Indikator  Analisis  yang  diminta  dalam  akreditasi  versi  lama  maupun  baru  seringkali  terbatas  pada  pembuatan  grafik   indikator   berbanding   waktu   dan   penjelasan  mengenai   analisis   penyebab.   Dengan   kerangka  berpikir   seperti   audit  medis   dan   audit   klinis,   sebenarnya   pimpinan   sistem  mikro   klinis   di   rumah  sakit  dapat  memanfaatkan  uji  beda  dalam  statistika  untuk  melihat  peningkatan  mutu  di  unitnya.  Statistika  dapat  membantu  pimpinan   rumah  sakit  untuk  melihat  apakah  ada  beda  bermakna  pada  ruang  perawatan  satu  dengan  yang  lain  pada  indikator  yang  sesuai.  Selain  itu,  pimpinan  rumah  sakit  dapat  mengevaluasi   juga  apakah  benar  ada  perubahan  yang  bermakna  setelah  intervensi  perbaikan  mutu  dilakukan  di  suatu  unit  kerja.  Pengujian  dengan  statistika  lebih  lanjut  dapat  juga  mengungkap  apakah  benar  suatu  perlakukan  meningkatkan  mutu  pelayanan  tertentu.    Namun   sebelum  melakukan   analisis   tersebut,   perlu   dilakukan   pemilihan   uji   statistik   yang   sesuai.  Untuk   itu   pada   saat   merancang   indikator   mutu   perlu   dipikirkan   mengenai   uji   statistik   tersebut.  Mulai   dari   apakah   data   yang   dikumpulkan   menggunakan   sampel   atau   populasi.   Populasi   berarti  semua   dihitung.   Contoh   IDO   di   atas  memanfaatkan   data   populasi.   Semua   pasien   yang  menjalani  operasi   dihitung   sebagai   denominator.   Ada   keuntungan   dan   kerugian   masing-­‐masing   dalam  memakai   populasi   atau   sampel.   Bila   populasinya   tidak   banyak,   menggunakan   sampel   tentu   tidak  bijaksana.  Persiapan   lainnya   adalah   menentukan   tipe   data.   Apakah   data   tersebut   merupakan   data   nominal,  ordinal,  interval,  atau  rasio.  Tipe  data  tertentu  dapat  memerlukan  uji  statistik  yang  berbeda  dengan  tipe  data  lainnya  untuk  melihat  hal  yang  sama.    Dengan  penghitungan  indikator  yang  telah  dirancang  dengan  hati-­‐hati  ditambah  dengan  uji  statistik  yang   sesuai,   pimpinan   rumah   sakit   maupun   pimpinan   unit   kerja   dapat   menarik   kesimpulan  mengenai  mutu  pelayanan.  Tentu  penarikan  kesimpulan   ini  perlu  kehati-­‐hatian.  Penurunan  secara  signifikan  waktu  respon  triase  merah  di  instalasi  gawat  darurat  tidak  lantas  disimpulkan  bahwa  ada  perbaikan   pelayanan   gawat   darurat.   Hasil   ini   dapat   saja   murni   merupakan   hasil   modifikasi   akses  masuk   pasien   saja   dan   tidak   berhubungan   sama   sekali   dengan   mutu   pelayanan   instalasi   gawat  darurat  secara  umum.      Penutup  Indikator  mutu   rumah   sakit   adalah   ukuran   kuantitatif   yang   diukur   untuk   lebih  memahami  mutu  pelayanan  di   rumah   sakit.   Indikator   perlu  dirancang  dengan   seksama  dengan  mempertimbangkan  dimensi  mutu  yang  ingin  diukur,  cara  pengumpulan  data,  dan  strategi  analisisnya.  Dengan  hati-­‐hati  merancang   indikator   mutu   pelayanan,   sumber   daya   bisa   dihemat,   hasil   lebih   akurat,   dan  pengambilan  keputusan  di  tingkat  sistem  mikro  maupun  sistem  makro  bisa  lebih  strategis.      Bahan  Bacaan  Collopy,   BT   2000,   'Clinical   indicators   in   accreditation:   an   effective   stimulus   to   improve   patient   care',  

International  Journal  for  Quality  in  Health  Care,  vol  12,  no.  3,  pp.  211-­‐216.  National  Collaborating  Centre  for  Women’s  and  Children’s  Health  2008,  Surgical  site  infection:  prevention  and  

treatment   of   surgical   site   infection,   RCOG   Press   at   the   Royal   College   of   Obstetricians   and  Gynaecologists,  London.  

Takaki,  O,  Takeuki,  I,  Takahashi,  K,  Izumi,  N,  Murata,  K,  Ikeda,  M  &  Hasida,  K  2013,  'Graphical  representation  of  quality  indicators  based  on  medical  service  ontology',  Springer  Plus,  vol  2,  no.  274,  pp.  1-­‐20.  

World  Health  Organization  2006,  Quality  of   care   :   a  process   for  making   strategic   choices   in  health   systems   ,  World  Health  Organization,  Geneve,  Switzerland.  

 Penulis  Artikel   ini   ditulis   dr.   Robertus   Arian   Datusanantyo,   M.P.H.,   alumni   pascasarjana   Ilmu   Kesehatan  Masyarakat  dengan  minat  Manajemen  Rumah  Sakit  Fakultas  Kedokteran  Universitas  Gadjah  Mada.  Saat  ini  penulis  sedang  melanjutkan  pendidikan  dokter  spesialis  di  Universitas  Airlangga.  Tulisan  ini  merupakan  opini  pribadi  dan  pernah  diterbitkan  di  sini.