Menurunnya Kemotaksis Neutrofil Pada Bayi Dengan Intoleransi Pada Susu Sapi Dan

6
Penurunan Kemotaksis Neutrofil pada Bayi dengan Intoleransi pada Susu Sapi dan/atau protein kedelai. Helen L. Butler, MD, William J. Byrne, MD, Daniel J. Marmer, MT (ASCP), Arthur R. Euler, MD, dan Russel W. Steele, MD ______________________________________________________________ ____________ Abstrak Penelitian pada kemotaksis dan migrasi acak neutrofil dilakukan pada 11 bayi yang sedang mengalami intoleransi pada susu sapi dan/atau protein kedelai serta pada empat bayi yang sedang dalam masa penyembuhan. Hasil yang didapat dibandingkan dengan 15 bayi yang seumuran sebagai kontrol. Hasil pada bayi yang sedang mengalami intoleransi menunjukkan adanya penurunan kemotaksis neutrofil dan peningkatan migrasi acak. Sedangkan bayi yang sedang dalam masa penyembuhan menunjukkan hasil yang sama dengan kontrol. ______________________________________________________________ _____________ Cedera pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh susu sapi dan/atau protein kedelai dapat dihubungkan dengan peningkatan morbiditas, dan seringnya masuk rumah sakit. Umur rata-rata dari sampel adalah 3 bulan dengan keluhan urut menurun sesuai frekuensi, diare, muntah, rewel, dermatitis atopik dan asma. Kedua protein memiliki kemampuan untuk menyebabkan luka pada mukosa dan memancing respon sel radang lokal pada usus halus dan kolon. Kurang lebih pada umur 2 tahun mayoritas dari bayi yang mengalami intoleransi secara klinis mambu mentoleransi kedua protein tersebut. Sampai saat ini mekanisme patofisiologi yang bertanggung jawab terhadap intoleransi susu sapi dan/atau protein kedelai serta penjelasan dari sifat fenomena ini yang hanya sementara masih belum diketahui.

Transcript of Menurunnya Kemotaksis Neutrofil Pada Bayi Dengan Intoleransi Pada Susu Sapi Dan

Page 1: Menurunnya Kemotaksis Neutrofil Pada Bayi Dengan Intoleransi Pada Susu Sapi Dan

Penurunan Kemotaksis Neutrofil pada Bayi dengan Intoleransi pada Susu Sapi dan/atau protein kedelai.

Helen L. Butler, MD, William J. Byrne, MD, Daniel J. Marmer, MT (ASCP), Arthur R. Euler, MD, dan Russel W. Steele, MD

__________________________________________________________________________

Abstrak

Penelitian pada kemotaksis dan migrasi acak neutrofil dilakukan pada 11 bayi yang sedang mengalami intoleransi pada susu sapi dan/atau protein kedelai serta pada empat bayi yang sedang dalam masa penyembuhan. Hasil yang didapat dibandingkan dengan 15 bayi yang seumuran sebagai kontrol. Hasil pada bayi yang sedang mengalami intoleransi menunjukkan adanya penurunan kemotaksis neutrofil dan peningkatan migrasi acak. Sedangkan bayi yang sedang dalam masa penyembuhan menunjukkan hasil yang sama dengan kontrol.

___________________________________________________________________________

Cedera pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh susu sapi dan/atau protein kedelai dapat dihubungkan dengan peningkatan morbiditas, dan seringnya masuk rumah sakit. Umur rata-rata dari sampel adalah 3 bulan dengan keluhan urut menurun sesuai frekuensi, diare, muntah, rewel, dermatitis atopik dan asma. Kedua protein memiliki kemampuan untuk menyebabkan luka pada mukosa dan memancing respon sel radang lokal pada usus halus dan kolon. Kurang lebih pada umur 2 tahun mayoritas dari bayi yang mengalami intoleransi secara klinis mambu mentoleransi kedua protein tersebut. Sampai saat ini mekanisme patofisiologi yang bertanggung jawab terhadap intoleransi susu sapi dan/atau protein kedelai serta penjelasan dari sifat fenomena ini yang hanya sementara masih belum diketahui.

Kesimpulan dari beberapa observasi klinis mengusulkan bahwa proses intoleransi mungkin melalui perantara imunologis baik dari reaksi lokal di saluran pencernaan maupun respon sistemik. Banyak penelitian memfokuskan diri pada imunitas humoral, tapi sampai saat ini fungsi fagosit pada pasien masih belum dapat dijelaskan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti melihat dari berbagai sudut tentang fungsi neutrofil dari bayi-bayi dengan intoleransi susu sapi dan/atau protein kedelai, dengan dua faktor yang ditemukan abnormal, kemotaksis dan migrasi acak. Menindaklanjuti penemuan ini, peneliti membandingkan nilai dari kemotaksis dan migrasi acak pada dua kelompok bayi, bayi yang sedang mengalami intoleransi dan bayi yang sedang dalam masa penyembuhan.

Bahan dan Metode

Populasi Pasien

Populasi penelitian terdiri dari 15 pasien dengan umur antara 2 minggu sampai 21 bulan ( mean = 7,8 bulan ) yang tercatat memiliki intoleransi susu sapi dan/atau protein kedelai. Diagnosis didasarkan pada riwayat penyakit dahulu dengan gejala klinis diare

Page 2: Menurunnya Kemotaksis Neutrofil Pada Bayi Dengan Intoleransi Pada Susu Sapi Dan

dengan atau tanpa muntah, rewel, dermatitis atopik, rinitis, asma dengan jarak 3 bulan dari umur. Tidak ada pasien yang mengalami infeksi kronis, infeksi ulangan maupun infeksi yang tidak biasa. Diikuti dengan eksklusi dari bakteri sebagai etiologi dengan dasar dari tiga kultur tinja yang negatif atau dengan cara pengecekan leukosit polimorfonuklear pada darah dan tinja. Pada delapan bayi, kolitis ditemukan pada proctosigmoidoskopi dan dikonfirmasi dengan biopsi rektal pada saat awal masuk rumah sakit. Formula protein yang menyebabkan luka kemudian dihentikan dan digantikan dengan Pregestimil ( Mead Johnson and Co, Evansville, IN) atau Vivonex ( Norwich-Eaton Pharmaceuticals, Norwich, NY) yang diikuti dengan perbaikan pada semua gejala. Pada tujuh bayi tanpa konfirmasi kolitis dengan proctosigmoidoskopi dan biopsi rektal juga mengalami perbaikan semua gejala setelah diberikan Pregestimil atau Vivonex. Tujuh bayi ini ditambah tiga bayi dari kelompok biopsi kemudian di uji dengan susu sapi dan/atau protein kedelai yang biasa mereka terima. Pasien dianggap protein intoleran jika gejala klinis kembali muncul. Kemotaksis dan migrasi acak neutrofil kemudian diteliti pada sebelas dari 15 bayi setelah dicatat adanya intoleransi. Mereka dimasukkan ke dalam kelompok aktif dengan umur antara 2 minggu sampai 21 bulan ( mean = 6,3 bulan ). Empat bayi lain juga mendapat pemeriksaan neutrofil setelah mendapat uji intoleransi dan secara klinis asimtomatif baik selama maupun setelah uji. Mereka berumur antara 9-15 bulan (mean 11,8 bulan) dan dimasukkan ke dalam kelompok sembuh. Data dari populasi penelitian kemudian dibandingkan dengan 15 bayi seumuran dengan menggunakan uji t berpasangan.

Penelitian ini telah mendapat ijin dari Human Subject Protection Committee of the University of Arkansas for Medical Sciences. Inform konsen didapat dari orang tua pasien.

Prosedur Laboratorium

Kemotaksis dan migrasi acak neutrofil diteliti dengan menggunakan teknik agarose. Metodologi ini dipakai karena memiliki korelasi dengan data bayi pada Boyden chamber, lebih sensitif dan juga lebih mudah untuk dilakukan. Tiga lubang berurutan, diameter 4 mm, jarak per lubang 2mm, di buat pada plat agarose dengan cetakan dari baja anti karat. Neutrofil diambil dari darah dalam sedimentasi 6% dextran dan dikonsentrasikan supaya 1x106 leukosit dapat dimasukkan ke dalam lubang di tengah plat. Faktor kemotaksis dibuat dari serum autologus baru dan diinkubasi dengan zymosan kemudian dimasukkan dengan pipet ke dalam lubang yang di tepi. Lubang di tepi satunya diisi dengan medium kultur jaringan. Plat kemudian diinkubasi selama 4 jam pada suhu 370 C pada atmosfer 5% CO2, sel dikeringkan dan difiksasi dengan metanol dan formaldehida. Agarose dibuang dan neutrofil di warnai dengan cairan Wright. Penghitungan dilakukan dengan 1x1 mm mikroskop lensa kotak. Dilihat dari antara lubang tengah lubang tepi kemudian digerakkan secara vertikal sampai semua sel dihitung. Data kemotaksis diperiksa dengan mengukur hitungan sel absolut dan jarak liner perpindahan. Kedua teknik ini menghasilkan hasil yang serupa, tapi karena hasil hitungan sel absolut lebih jelas, maka data teknik ini yang digunakan untuk presentasi.

Semua percobaan dilakukan tiga kali dan dilaksanakan pada dua hari yang terpisah. Hasil yang didapat dari semua percobaan adalah sama.

Page 3: Menurunnya Kemotaksis Neutrofil Pada Bayi Dengan Intoleransi Pada Susu Sapi Dan

Migrasi acak diukur dengan cara menghitung semua sel di antara lubang tengah yang mengandung neutrofil dengan lubang tepi yang mengandung medium kultur jaringan. Hasilnya dinyatakan dengan total dari leukosit polimorfonuklear yang dihitung.

Setelah semua sel di antara lubang neutrofil dan lubang yang mengandung faktor kemotaksis dihitung, indeks kemotaksis dikalkulasi dengan rumus:

Indeks kemotaksis= jumlah sel pada sisikemotaksisjumlah sel pada sisikontrol

Pada percobaan terpisah untuk menggambarkan apakah mungkin pembuatan kemotaktan yang tidak efektif juga berperan pada intoleransi protein, indek kemotaksis ditentukaan. dengan serum dari bayi dengan intoleransi aktif dan neutrofil kontrol.

Hasil

Hasil pada sebelas pasien dengan intoleransi susu sapi dan/atau protein kedelai menunjukkan adanya penurunan pada kemotaksis dibandingkan dengan subyek kontrol. Indeks kemotaksis pada kelompok protein intoleran adalah 1,33 ± 0,23, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan indeks 5,22 ± 1,89. Sedangkan nilai indeks kemotaksis pada bayi yang telah sembuh dari intoleransi adalah 4,93 ± 1,87.

Migrasi acak neutrofil ditemukan meningkat pada pasien dengan intoleransi protein ketika dibandingkan dengan subyek kontrol. Nilai pada pasien dengan intolerasi protein adalah 270,5 ± 135,9 sedang nilai pada subyek kontrol adalah 150,5 ± 56,3.

Diskusi

Intoleransi susu sapi dan/atau protein kedelai adalah entitas klinis yang hampir secara eksklusif hanya terjadi pada bayi dengan usia di bawah 24 bulan. Gejala biasanya muncul pada usia 3 bulan dan kadang-kadang mengikuti gastroenteritis viral. Umur pasien yang masih muda dan/atau kerusakan mukosa karena infeksi viral dapat dianggap sebagai faktor predisposisi. Salah satu hipotesis mengusulkan bahwa mungkin karena usia pasien yang masih muda maka pasien lebih rentan karena sawar mukosa pada usus halus lebih permeable dan mengakibatkan protein lebih mudah untuk mendapatkan akses sistemik. Penelitian pada bayi tikus dan kera mendukung konsep ini. Teori lain yang mendukung adalah lebih tingginya antibodi terhadap makanan pada bayi dibanding orang dewasa.

Selama masa akut gastroenteritis viral, beberapa mekanisme pertahanan tubuh, menyertai integritas sel mukosa, mungkin berubah. Perubahan pada flora intestinal, perubahan pada mukosa intestinal, dan peristatik yang abnormal bisa menyebabkan paparan protein pada mukosa yang telah rusak atau masih imatur. Semua faktor ini mungkin berkontribusi pada peningkatan insidensi intoleransi protein yang mengikuti akut gastroenteritis.

Berbagai macam pengukuran pada respon imunologis bayi terhadap protein susu sapi telah diteliti. Respon normal sistemik pada susu sapi muncul pada saat serum IgG mencapai

Page 4: Menurunnya Kemotaksis Neutrofil Pada Bayi Dengan Intoleransi Pada Susu Sapi Dan

puncaknya pada usia 3 bulan diikuti dengan peningkatan IgA yang mencapai puncaknya pada usia 7 bulan. Serum IgE dan IgM yang spesifik pada susu juga ditemukan terisolasi pada serum. Pada kenyataannya memang pada usia tiga tahun pertama kehidupan, 95% dari bayi yang mendapat asupan susu sapi akan mempunyai antibodi terhadap susu sapi.

Sifat alami dari respon imun lokal terhadap susu sapi atau protein kedelai masih belum jelas. Savilhati menunjukkan bahwa pada pasien yang bereaksi pada uji susu sapi, selain terjadi respon sistemik, juga ditemukan adanya peningkatan IgA dan IgM di mukosa jejenum. Tetapi perubahan ini juga ditemukan pada pasien yang secara klinis tidak merespon uji susu sapi. Pada penelitian ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa respon diperantarai oleh IgE.

Komplemen mungkin juga berperan penting pada patofisiologi intoleransi susu sapi dan/atau protein kedelai, tapi sampai saat ini, laporan mengenai komplemen masih tumpang tindih.

Peran potensial dari neutrofil pada patogenesis intoleransi susu sapi dan/atau protein kedelai masih mendapat perhatian yang minim. Bellamy dan Neilson meneliti emigrasi neutrofil menuju lumen usus halus pada babi weanling. Mereka menemukan bahwa neutrofil bergerak ke arah usus halus dalam jumlah besar pada binatang yang telah diimunisasi dan di ekspose ke antigen tertentu. Hipotesis mereka menyatakan bahwa jika antigen telah melewati lapisan epitel dari usus, sistemik respon seperti emigrasi neutrofil akan berjalan untuk menghilangkan protein atau bakteri yang menyerang. Jika respon neutrofil terganggu, seperti pada kondisi penurunan respon kemotaksis, maka antigen akan lebih mudah untuk lewat mukosa menuju sirkulasi sitemik