Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang...

64
#MiskonsepsiLiterasi 1 Guru Belajar Menularkan Kegemaran Belajar Edisi ke 1 Tahun Ke empat, 31 Januari 2019 MISKONSEPSI LITERASI

Transcript of Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang...

Page 1: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 1

Guru Belajar

Menularkan Kegemaran Belajar

Edisi ke 1 Tahun Ke empat, 31 Januari 2019

MISKONSEPSILITERASI

Page 2: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 192

BERANDA

Surat Kabar

Guru BelajarInfo Surat Kabar Guru Belajar

Terbit setiap dua bulan sekali, surat kabar ini menampilkan praktik cerdas pengajaran dan pendidikan untuk menularkan kegemaran belajar pada Komunitas Guru. Isi tidak sepe-nuhnya mewakili pandangan redaksi.

Dewan Redaksi

Najelaa ShihabBukik SetiawanRizqy Rahmat HaniM. Abdurrahman

Alamat Surat Elektronik dan Media Sosial

Alamat kantor

Jalan Ciater Rawa Mekar Jaya, SerpongTangerang Selatan, 15310

Kontributor

Rizky SatriaKGB Tangerang SelatanSekolah Cikal

Panji IrfanSMP Tunas Argo SeruyanIG :@panji26irfanFB : Panji Irfan

Iwan AprianaKGB BandungSMPN 1 NagregFB : Iwan Apriana

Penyunting

Tika AwaliniIG :@tika_awalinFB : Tika Awalin

Desainer Grafis

Lukman HakimSMA Islam PekalonganIG :@uklukhakimFB : Lukman Hakim

Ina LinaPaud Hidayah SurabayaIG :@veenuz027FB : Lina Ina

Anggayudha A.R.SMA Daarut TauhiidIG :@ayesajaFB : AnggayudhaAnanda Rasa

Suhud RoisKGB CimahiSD Peradaban nsan Mulia IG : @suhudroisFB : Suhud Rois

Virandy PutraSMAN 1 SijukIG : @virandyP

Page 3: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 3

Literasi adalah salah satu istilah dalam pen-didikan yang beberapa tahun ini sering menjadi bagian dari percakapan berbagai

pemangku kepentingan. Pengambil kebija-kan, penggerak komunitas dan guru di lapa-ngan, semua sepakat bahwa literasi penting diimplementasikan.

Namun, sebagaimana kita ketahui, kesepa-katan cita tidak menjamin setiap dan semua anak mencapainya. Selama bertahun-tahun ini, kita sibuk mempercakapkan sesuatu yang konsepnya ternyata belum sepenuhnya kita pahami bersama. Begitu banyak miskonsepsi yang kemudian memunculkan lebih banyak lagi program-program yang salah kaprah. Kita banyak terpaku melihat kegiatan hanya dari nama di permukaan, tetapi perencanaan dan prosesnya dijalankan belum sesuai dengan prinsip pengembangan literasi. Padahal, cara mendesainnyalah yang akan membedakan manfaat yang didapat.

Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan saat mendengar cerita, anak memulai dengan menjawab pertanyaan,

kemudian berhenti ditengah dan mengkait-kan karakter cerita dengan peristiwa yang terjadi pada dirinya, sesudahnya anak bisa diajak menampilkan cerita dalam bentuk yang berbeda misalnya lewat drama. Literasi yang dilatihkan dengan cara komprehensif seperti ini, memastikan bahwa setiap kegiatan akan berhubungan dengan high order thinking. Literasi adalah kemampuan menalar yang berkait dengan kemampuan analisa, sintesa dan evaluasi informasi yang bisa ditumbuhkan dengan terintegrasi dalam pelajaran.

Manfaat literasi meliputi berbagai aspek perkembangan. Bukan hanya kognitif, namun mencakup juga sosial, bahasa dan emosi karena literasi berkait dengan keterampilan belajar dan mengambil keputusan, juga penyesuaian diri dengan lingkungan. Salah satu ciri masyarakat di masa kini dan nantinya di masa depan adalah jumlah informasi yang sangat banyak, kehidupan yang makin terdig-italisasi, jenis pekerjaan yang menuntut pe-nalaran tingkat tinggi - semua membutuhkan literasi.

Anak juga akan memahami pentingnya literasi

Memahami KembaliArti Literasi

Semua MuridSemua Guru

Page 4: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 194

dan termotivasi mengembangkan kompeten-sinya, saat kita meneladankan praktik literasi di kelas sehari-hari. Seringkali kita sibuk mem-berikan instruksi atau menjalankan program literasi seperti resep yang bisa direplikasi teta-pi lupa pentingnya contoh dari guru sendiri. Literasi bukan mata pelajaran atau tujuan yang berdiri sendiri. Literasi perlu dilatih, tapi caranya bukan sekadar dengan menasihati.

Indikator capaian literasi mencakup banyak aspek dari pemahaman bacaan, kemampuan mengevaluasi, kemampuan menyimpulkan dan mengkaitkan informasi dengan informasi lain atau hasil observasi, refleksi yang diek-spresikan setelah terpapar pada informasi, dan seterusnya. Cukup banyak skala dan kon-tinum yang sudah teruji yang bisa digunakan di sekolah untuk menilai ini. Sekali lagi, pe-nilaiannya tidak diisolasi, tetapi diintegrasikan dengan berbagai disiplin ilmu.

Interaksi dengan literasi memang sangat tergantung pada tingkat perkembangan dan kemampuan siswa. Kuncinya relevansi, sayangnya seringkali, kompetensi ini yang tidak dimiliki guru. Banyak kemampuan seder-hana yang sebenarnya sangat memengaruhi efektifitas cara kita - misalnya, memilih bahan bacaan bagi murid yang masuk usia remaja. Naskah dan genre harus sesuai topik yang akan dipelajari, tetapi tingkat kesulitannya juga sesuai dengan tingkat penalarannya

sehingga tidak terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu sulit bagi murid. Dalam pengalaman saya, siswa yang tingkat literasinya rendah di awal sekolah menengah, sebetulnya mulai ketinggalan di masa-masa kritis kelas 4-6 SD. Jadi tidak ada lompatan dari literasi dasar belajar membaca ke kemampuan membaca untuk belajar di usia 8 tahun keatas. Latihan berkelanjutan harus dilakukan - kuncinya lintas mata pelajaran, semua guru memandu perkembangan anak dalam membaca dan menulis sepanjang usianya. Lewat aktivitas dongeng yang tidak monoton, anak bisa terus dapat tantangan untuk meningkatkan kemam-puannya. Anak bisa mengambil peran bergan-tian, bukan hanya mendengar tapi menceri-takan dongeng versinya. Topik dongeng bisa diganti-ganti, perkenalkan berbagai “genre” lewat dongeng - misteri, hikayat, petualan-gan, rima dan pantun.

Keterampilan literasi bermakna juga bisa dipraktikkan di kelas non bahasa. Anak den-gan minat tinggi pada sains, memberi kes-empatan menuliskan laporan observasi yang lebih baik untuk dilatihkan, hal yang nantinya akan ditransfer ke kelas IPS yang mungkin kurang menarik baginya. Anak dengan mi-nat sepakbola, dapat menganalisa informasi dari ulasan pertandingan, membuat diagram pengolahan informasi setelah menonton gol-gol tertentu dll bisa menjadi keterampilan yang kemudian dikuasai dan dipraktikkan ke

Selama bertahun-tahun ini, kita sibuk mempercakapkan sesuatu yang konsepnya ternyata belum sepenuhnya kita pahami bersama. Begitu banyak miskonsepsi yang kemudian memunculkan lebihbanyak lagi program-program yang salah kaprah.

Page 5: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 5

matematika atau disiplin ilmu lainnya. Kekuatan murid- apa modalnya - selalu harus jadi cara utama-nya mengatasi tantangannya.

Literasi yang tidak berkait teks juga bisa dikem-bangkan dari mulai media yang beragam saat terpapar pada seni, memahami karakter cerita atau tujuan pembuat film, membuat cerita lanjutan (se-quel) atau pendahuluan (prequel) dengan bermain pura-pura bersama guru, membuat musik atau lagu dari hasil observasi keliling sekolah. Berbagai teknik membuat proses berpikir jadi nyata saat berhada-pan dengan informasi yang sangat esensial bagi perkembangan literasi. Mengajarkan mind map, menandai kata kunci, mencatat informasi setelah mendengarkan uraian, membuat jurnal hasil diskusi, menskimming isi buku lewat daftar isi, membuat trailer dari film yang ditonton - berbagai teknik “ce-pat” yang diperkenalkan pada anak - akan sangat membantunya untuk lebih termotivasi

Saya paham beban guru untuk “menghabiskan” materi. Tetapi, kita perlu sadari, kalau literasinya tidak diperbaiki, maka anak tidak akan punya ke-mampuan belajar dan menalar mandiri. Sehing-ga, walaupun seolah-olah tanggung jawab kita menyampaikan cakupan sudah selesai, anak tidak memahami, dan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh tidak akan bisa dikaitkannya dengan informasi di jenjang selanjutnya. Jangan sampai sebagai guru, kita sifatnya hanya mencekoki, yang pada akhirnya membuat murid makin frustasi.

Saya lebih memilih “mengorbankan” materi, yang seringkali memang perlu di tahap ini dan fokus pada konteks yang lebih beragam di sekitar ke-hidupan anak bukan hanya topik bahasan yang dipaksakan di standar dokumen kurikulum. Kalau pemahaman bacaan, kemampuan mengajukan pertanyaan, menarik kesimpulan, dan lainnya men-ingkat, maka kemampuan anak menguasai materi lanjutan akan lebih cepat dan ia mampu mengejar ketertinggalannya secara mandiri tanpa tergantung berlebihan pada guru.

Di sisi lain, saya mengajak kita mendefinisikan ulang apa yang kita maksud dengan “mengorbankan materi“. Panduan kurikulum itu bukan hanya stan-dar isi, tetapi ada juga standar kompetensi, proses, penilaian. Selama kita berfokus pada tujuan kompe-tensi literasi, menggunakan cara yang meningkat-kan pemahaman anak dan memberikan penilaian

KETERAMPILANLITERASI BERMAKNADI KELAS NON BAHASA

Page 6: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 196

yang merangsang penalaran - jangan berkecil hati. Sesungguhnya sebagai guru kita sudah mencapai sangat banyak dalam menjalankan peran - menang di banyak aspek dan hanya “kalah” di aspek materi/isi.

Saya sering juga mengajak guru untuk meli-hat materi ataupun keterampilan bukan hanya sebagai tujuan satu semester atau tahun ajaran, apalagi tujuan satu RPP atau jam pelajaran. Materi ini justru sesuatu yang paling mudah “dikejar” anak secara mandiri bahkan di luar jam sekolah kalau ia sudah memiliki keteram-pilan literasi. Ada banyak situasi dimana guru merasa sudah berhasil mengajar, tetapi murid tidak berhasil belajar. Jangan sampai kita mera-sa kita sedang berjuang untuk anak dengan menolak “mengorbankan materi”, tetapi yang kita korbankan justru anak yang bersangkutan dan yang kita perjuangkan “ketenangan” guru karena sudah menjalankan kewajiban yang sebenarnya semu.

Selain kolaborasi antarguru, kerjasama juga harus terjadi dengan orangtua di rumah. Se-tiap kali kita hanya melakukan kegiatan rutin sebagai “program literasi” tambahan, misaln-ya anak wajib membaca 15 menit, anak yang tertinggal kemampuannya menjadi 30 menit dan lain-lainnya- maka akan dianggap semata

sebagai beban dan menurunkan motivasi yang bersangkutan. Literasi akan diasosiasikan se-bagai kegiatan membosankan.

Saya selalu khawatir dengan jam khusus, karena seringkali ini jadi struktur waktu yang kemudian tidak bisa diganggugugat, dan terus dijalan-kan walaupun mungkin sudah tidak diperlukan atau tidak mencapai tujuan - tapi hanya karena sudah jadi ketentuan atau kebiasaan. Sekian menit bercerita atau membaca atau mendon-geng atau berdiskusi dalam lingkaran - semua kegiatan yang bisa jadi pengantar baik untuk mencapai tujuan literasi, tetapi belum tentu sesuai untuk setiap anak dan setiap tingkatan kelas. Sesuaikan dengan kondisi tertentu, ka-pan kegiatan akan dilakukan. Di kelas, strategi utama guru adalah mengamati apa kegiatan atau topik favorit anak yang dijalankannya dengan penuh kesungguhan, bahkan sampai harus dihentikan walau sudah jam pulang, apa yang dilakukan di jam istirahat. Kegiatan ini yang “dibawa” kedalam pembelajaran, dengan tujuan literasi. Di satu sekolah bentuknya bisa rutinitas bekerja bakti, di sekolah lain jalan kaki di sekitar lingkungan, pertunjukan seni atau berbagai program lainnya yang kalau secara kasat mata kita lihat berbeda - tetapi citanya sama. Tidak semua sekolah harus memiliki 15 menit mendongeng atau membaca sebelum

Page 7: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 7

pelajaran, kalau memang tidak relevan.

Banyak sekolah yang merasa terhambat ka-rena ketidaktersediaan sumber bacaan dan koneksi internet. Tentu kedua sumber daya ini, akan sangat membantu menumbuhkan kompetensi literasi karena jumlah informasi yang bisa didapat lewat media ini sangat ban-yak. Namun, ketidaktersediannya tidak meng-hambat murid maupun guru mengeksplorasi bentuk informasi lisan maupun tertulis lainn-ya, ataupun langsung mencari informasi dari berbagai sumber di lingkungan. Pengamatan, wawancara, cerita dan lain-lain bisa menjadi sumber informasi yang kemudian diproses dan didiskusikan bersama dalam program literasi yang beragam. Terbiasa kritis, melihat sudut pandang yang berbeda, memahami makna pesan dengan mendalam, secara krea-tif membuat informasi baru atau berimajinasi setelah mendapat informasi - semua berkait literasi sekaligus karakter yang ingin kita tum-buhkan pada anak sejak dini.

Identifikasi dan refleksi bersama teman seja-wat di sekolah - apa masalah kita, agar prak-tik kita pelan-pelan lebih konsisten dengan cita-cita. Banyak cara sederhana yang bisa di-coba, kalau saja kita berhenti sejenak mencar-inya dan bukan hanya terus melihat masalah dengan putus asa. Guru yang punya harapan tinggi dan yakin akan keberhasilan muridnya akan membantu murid jadi lebih percaya diri walaupun ia harus mundur atau memutar arah sedikit dalam perjalanan menuju kompetensi. Belajar seringkali lebih seperti “monkey bar” yang bisa dilalui dari berbagai rute, bukan hanya tangga satu arah.

Literasi bukan saja bisa, tetapi wajib masuk dalam kurikulum dan pelajaran sekolah. Baik sebagai cita-cita (kompetensi lulusan), cara (proses belajar-mengajar), cakupan (program intra kurikuler maupun ekstra). Kesempatan ini, ada dalam rangkaian regulasi pendidikan indonesia, tetapi mungkin kurang kita pa-hami. Saran saya, adakan sesi diskusi dengan seluruh guru di sekolah, untuk memonitor dan mengevaluasi berbagai program yang sela-ma ini dijalani - yang walau namanya bukan

literasi sebenarnya sudah mengajarkan hal ini, atau kalau belum, punya potensi untuk diinte-grasikan dengan kegiatan literasi. Jadi jangan menambah program baru yang dianggap membebani anak, dan biasanya memang han-ya bertahan beberapa saat, tetapi memperha-tikan program yang sudah berjalan konsisten dan bisa diperkaya dengan perencanaan yang lebih baik agar mencapai tujuan yang lebih utuh berkait literasi.

Buat kebanyakan kita saat ini, literasi sekadar cakupan program yang ditambahkan seperti tempelan, menjadi syarat kelengkapan penye-lenggaraan kegiatan di kelas atau di sekolah. Semoga, dalam waktu segera, kompetensi lit-erasi menjadi bagian dari cita-cita semua guru dan proses pendidikan untuk setiap anak. Menjadi keterampilan yang diteladankan oleh kita dan dipraktikkan secara nyata selama proses belajar-mengajar di semua mata pela-jaran dan beragam kesempatan

Najelaa ShihabPendiri Sekolah Cikal, Kampus Guru

Cikal, IniBudi.Org, Keluarga Kita,Islamedu dan penggagasSemua Murid Semua GuruBisa ditemui di instagram

@NajelaaShihab

Page 8: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 198

Dari Redaksi

Mengapa Indonesia dan sebagian besar bangsa yang baru merdeka lainnya mengembangkan program pember-antasan buta huruf atau pengajaran

calistung?

Bayangkan Anda menjadi pimpinan sebuah negara yang 100% warganya masih buta huruf. Bagaimana Anda menyampaikan pesan Anda pada jutaan warga negara yang berada di berb-agai daerah? Tidak ada jalan, Anda harus bicara kepada semua warga negara. Bila hanya pada sebagian warga negara, pesan Anda akan menye-bar seperti gosip.

Jangankan sebuah negara. Dalam pelatihan, pesan yang disampaikan pada orang paling de-pan lalu orang tersebut menyampaikan ke orang di belakangnya hingga orang terakhir di suatu barisan. Apa pesan yang dipahami oleh orang di barisan paling belakang? Sama sekali berbeda dengan pesan yang disampaikan di awal. Ada dis-torsi, ada generalisasi, ada hiperbola, ada dram-atisasi. Kalai rantai informasi pada satu baris bisa kacau seperti itu, lalu bagaimana bila terjadi pada suatu negara? Kekacauan!

Itulah mengapa calistung menjadi program priori-tas pada kebanyakan bangsa yang baru merdeka. Calistung pada masanya adalah mesin penggerak kehidupan sebuah bangsa, mesin konsumsi dan produksi pengetahuan. Kemampuan calistung membuat orang per orang tidak tergantung sepenuhnya pada komunikasi lisan. Calistung membuat orang bisa membaca panduan, brosur, petunjuk dan buku untuk menjalankan mesin, mengoperasikan birokrasi, atau menjalani kehidu-

pan. Calistung membuat orang bisa menuliskan pikirannya, menuangkan pengalamannya dan menggambarkan impiannya untuk disampaikan pada banyak orang. Calistung membuat orang berpikir sistematis, pasar bekerja, pengerjaan bangunan menjadi simetris, penataan kebun men-jadi rapi dan desain peralatan menjadi presisi.

Calistung adalah bentuk awal literasi yang meng-gerakkan kehidupan negeri!

Tapi kehidupan tidak semudah dan seindah cerita pengantar tidur. Belajar calistung bergerak ce-pat tapi dihentikan ketika akan memasuki tahap calistung untuk belajar, calistung untuk mengubah kehidupan. Sistem pendidikan mempersempit calistung sebatas sebagai aktivitas konsumsi belaka, calistung untuk mengkonsumsi pengeta-huan, tapi tidak bergerak menjadi calistung untuk memproduksi pengetahuan. Orang kehilangan arti penting calistung. Belajar calistung jadi ke-giatan di sekolah, lebih tepatnya kegiatan anak pada kelas kecil. Calistung menjadi kegiatan wajib yang membosankan dan kering makna. Pada ting-kat global, pendidikan membaca kritis ala Paulo Freire diubah menjadi pengajaran membaca yang mekanis.

Sampai sekitar 2 dekade yang lalu, kita mulai memasuki suatu zaman yang memperkenalkan istilah literasi. Lahir kesadaran arti penting literasi dalam kehidupan berbangsa. Kita telah berjalan sebagai negara merdeka lebih dari 70 tahun, tapi tantangan yang kita hadapi tetaplah sama: mi-skonsepsi literasi. Literasi sebagai tujuan, cara dan kegiatan direduksi sebagai kegiatan membaca. Murid diminta aktif membaca di awal pelajaran,

Nanti Kita Cerita tentang Literasi Bukik Setiawan

Dewan Redaksi

Page 9: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 9

tapi tidak mendapat tantangan yang memadai untuk menggali, memikirkan dan mengemuka-kan pendapat. Literasi menjadi calistung yang penting pada kelas kecil, sembari lupa bahwa literasi penting dan berguna pada semua tahap-an belajar, bahkan bagi pendidikan doktor.

Inilah ajakan bagi guru yang merdeka belajar untuk melek literasi tentang makna literasi itu sendiri.

Pada Temu Pendidik Nusantara 2018 dideklar-asikan topik untuk TPN tahun mendatang yaitu Literasi untuk Menggerakkan Negeri. Bukan hanya paham atau mempraktikkan literasi, tapi menggagas literasi yang bisa menggerakkan perubahan di negeri ini. Kita akan membahas literasi mulai Januari ini hingga puncaknya pada Oktober 2019 pada saat Temu Pendidik Nusan-tara 2019. Sebuah undangan yang menantang bagi guru belajar kan?

Saya mengundang segenap penggerak dan anggota Komunitas Guru Belajar untuk bercerita tentang literasi. Pada Temu Pendidik Mingguan, Temu Pendidik Sekolah, Temu Pendidik Daerah, dan Temu Pendidik Regional. Pastikan Anda ter-libat percakapan mengenai literasi pada lingkup terdekat sebagai bekal yang akan kita ceritakan pada perjumpaan kita di Temu Pendidik Nusan-tara 2019. Nanti kita cerita tentang literasi dari berbagai penjuru nusantara.

Pada Surat Kabar Guru Belajar edisi ini, kita akan bercerita mengenai miskonsepsi literasi sebagai upaya refleksi kolektif terhadap perjalanan kita menghidupkan literasi di ruang kelas, aktivitas sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Guru yang merdeka belajar adalah guru yang berani mengakui kekeliruan, keberanian yang akan mengantar pada keberanian yang lain, ke-beranian memperbaiki, keberanian untuk gagal terus hingga mencapai keberhasilan.

Apakah Anda sudah membicarakan miskonsepsi literasi bersama murid Anda? Bersama rekan guru di sekolah dan di Komunitas Guru Belajar? Bersama kepala sekolah atau dinas pendidikan? Bila belum, bergegaslah karena literasi bermak-na akan segera menggerakkan negeri.

Literasi sebagai tujuan, cara dan kegiatan direduksi sebagai kegiatan membaca. Murid diminta aktif membaca di awal pelajaran, tapi tidak mendapat tantangan yang memadai untuk menggali, memikirkan dan mengemukakan pendapat.

Bukik Setiawan

Page 10: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1910

Page 11: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 11

“Membaca buku, membaca buku, membaca buku!” Itu yang awalnya sering saya tekankan kepada mahasiswa. Mahasiswa tak membaca buku, mau jadi apa? Bagaimana bisa menulis dengan benar jika tak pernah membaca buku yang berkualitas baik? Bagaimana mengerjakan peneli-tian dengan betul, jika membaca jurnal saja malas? Mau mempertahankan argumen ketika presentasi bagaimana mungkin, jika yang dibaca dan ditulis ternyata tidak dipahami? Dan seterusnya. Saya terjebak pada pemahaman bahwa pendidikan tak pernah jauh dari perkara buku. Membaca dan menulis.

Kemudian di akhir semester, saya mendapati diri yang mengeluh soal mahasiswa dengan segudang masalahnya. Saat-saat koreksi hasil ujian adalah masa di mana saya menggerutu tak henti men-gapa bisa jawaban mereka begini dan begitu. Tak sesuai dengan perintah soal lah, tak paham maksud lah, mencomot sumber informasi dari internet yang tidak valid lah, hingga tak mampu menganalisis persoalan secara mendalam. Saya menimbang-nimbang, sebetulnya letak masalahn-ya di mana.

Saya menjadi teringat sepuluhan tahun yang lalu, ketika pertama kali mendengar istilah literasi. “Literate” (terpelajar) dan “illaterate” (buta aksara). Justru dua kata berbahasa Inggris ini dulu yang lebih sering saya dengar daripada dibahasaindo-

nesiakan menjadi “literasi”. Literate dan illaterate tentu waktu itu saya asosiasikan sebagai baca-tulis. Apa lagi? Lalu tahun 2014, seiring mengenal lebih banyak teman pemilik Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang bergerak di bidang literasi, biasa dise-but pegiat literasi, saya baru memahami bahwa literasi bukanlah sekadar aktivitas membaca dan menulis. Jauh lebih luas maknanya daripada itu.Sulit membayangkan ketika mereka mengatakan bahwa menonton film, bermusik, berteater, menari, mendesain bangunan, dan berpuisi adalah sebuah aktivitas literasi.

“Jadi, Hmmm ... Dimana letak literasinya?” tanya saya polos. “Proses menerima informasi, mencerna, membuat gagasan, hingga mencipta karya nyata, itulah liter-asi,” ujar teman.“Tapi menari, main teater, main musik, kan nggak pakai buku?” sanggah saya.“Siapa bilang literasi melulu soal buku?” pung-kasnya.

Puncaknya pada tahun 2018, saya mendapati bahwa istilah literasi seolah bisa dilekatkan pada apapun. Saya mulai mengenal yang disebut dengan literasi numerasi, literasi finansial, liter-asi digital, literasi sains, literasi budaya. Bahkan terakhir saya mengikuti seminar umum bertajuk literasi politik yang dibawakan oleh pakarnya, Pak Gun Gun Heryanto, di kampus. Wow, sebegitu

Literasi Itu PerkaraIsi Kepala Bukan Isi Buku

Penulis :Fatma Puri SayektiKGB Kediri RayaIAIN [email protected]

Desain GrafisAnggayudha AnandarasaKGB BandungDarut Tauhid

Praktik Baik Pengajaran

Page 12: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1912

luasnya perkembangan cakupan literasi saat ini. Dan saya semakin yakin bahwa literasi itu ternyata soal bagaimana mendayagunakan pikiran dalam menghadapi hal-hal di sekitar. Tentang bagaimana manusia berpikir soal angka-angka, membaca tanda alam akan terjadinya fenomena, melestarikan kebudayaan nenek moyang, menggunakan teknologi informasi, merencanakan keuangan, hingga menyikapi politik bangsa. Tentu literasi tidak bisa diterapkan secara serampangan, melainkan tetap butuh pijakan berpikir yang kuat. Darimana pijakan itu? Di sinilah letak pentingnya buku dan sumber bacaan lain yang relevan.

Nah, jika sampai di sini kita telah bersepakat bahwa inti dari literasi adalah keterampilan menggu-nakan daya pikir untuk merespon lingkungan, lalu sebenarnya apa yang ingin dicapai dari literasi itu sendiri? Saya mendapatkan jawabannya ketika mengikuti Residensi Literasi selama empat hari di Jambi, yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan mengapa setiap individu perlu menjadi literat atau menguasai literasi adalah untuk menjadi cakap dan meningkatkan taraf hidupnya, dalam konteks beragam sesuai kebutuhan individu tersebut. Pedagang perlu literasi agar tidak tertipu dan bisa menaikkan laba bisnis. Petani perlu literasi agar hasil panennya melim-pah dengan biaya efisien. Remaja perlu literasi dalam bermedia sosial, agar mampu memilah dan menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi orang lain. Orangtua perlu literasi agar bisa memu-tuskan apakah lebih menguntungkan membeli rumah dan sepeda motor secara tunai atau kredit. Dosen perlu literasi untuk lebih sistematis dalam membuat rencana pembelajaran, aksi, hingga evaluasi belajar. Mahasiswa perlu literasi untuk mengembangkan daya nalar, berpikir kritis, membuat penelitian yang valid dan reliabel, serta mengambil keputusan hidup dengan benar. Dan seterusnya.

Sebagai dosen Psikologi, saya memiliki cerita soal bagaimana menerapkan literasi ketika pembelaja-ran di kelas. Setelah mengetahui bahwa literasi adalah soal apa yang ada di kepala, saya mengubah ajakan kepada mahasiswa dari sekadar “Ayo membaca buku!” menjadi “Ayo berpikir!”

Tantangan yang saya hadapi adalah harus mengalokasikan lebih banyak waktu ketika berproses di kelas. Lebih banyak daripada hanya ceramah di depan mahasiswa. Mata kuliahnya adalah Psikologi Industri dan Organisasi dengan tema “Rekrutmen dan Seleksi Tenaga Kerja”. Bertahun-tahun saya dan rekan kerja kerap mendapatkan pertanyaan serupa: “Bagaimana sih agar lolos seleksi kerja? Kira-kira, apa saja yang akan ditanyakan saat wawancara kerja? Psikotes itu untuk mengetahui apa sih? Bagaimana trik dan tipsnya agar lolos psikotes? Kenapa saya selalu gagal ketika sudah sampai tahap wawancara? dll”

Page 13: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 13

Lelah sekali menjawab setiap pertanyaan tersebut dengan jawaban yang sebetulnya begitu-begitu saja. Hehehe. Saya berpikir, ya sudah, sekalian saja mahasiswa Psikologi dibekali dengan bagaimana proses terjadinya sebuah keputusan dalam mana-jemen sumber daya manusia. Agar ketika ada pertanyaan seputar rekrutmen dan seleksi tenaga kerja, mereka mampu menjawabnya dengan baik dan benar.

Langkah pertama, masing-masing mahasiswa saya minta untuk mencari contoh lowongan kerja dari perusahaan apapun, posisi apapun, dan dari me-dia manapun. Boleh dari koran, majalah, facebook, instagram, twitter, atau laman perusahaan.

Kedua, dengan duduk melingkar per kelompok empat orang, kami membedah masing-masing isi lowongan tersebut di kelas. Mulai dari di mana saja mereka menemukan lowongan itu, unsur lowongan kerja (apa saja yang harus dicantumkan), mencer-mati perbedaan antar lowongan, hingga mengana-lisis kalimat per kalimat yang tercantum di dalamn-ya. Kami mendiskusikan beberapa hal berikut:

• Mengapa perusahaan A memasang lowongan kerja di koran, sedangkan perusahaan B di Instagram?

• Mengapa perusahaan A dan B yang sama-sa-ma mencari Staff Marketing, tetapi syarat yang diberikan berbeda?

• Mengapa perusahaan swasta membuka low-ongan secara lebih dinamis, sewaktu-waktu, dengan bahasa lebih fleksibel; sedangkan

lowongan CPNS dibuka secara terpusat oleh kementerian, serentak seluruh Indonesia, dan sifatnya formal?

• Mengapa ada lowongan yang isinya panjang, ada yang sangat pendek?

• Mengapa antara bentuk usaha CV, PT, dan BUMN memiliki kekhasan dalam bahasa tulis? Dan lain-lain.

Ketiga, setelah mahasiswa melalui proses meneri-ma informasi-memahami-mengolah-dan menyam-paikan gagasan atas jawaban-jawaban tersebut, saya meminta mereka untuk membuat lowongan kerja fiktif berdasarkan perusahaan idaman mereka sendiri. Seru sekali, karena ternyata mereka ada yang ingin membuka usaha cafe, penitipan he-wan ternak, toko baju daring, restoran, sekolah, dan yang lain. Mereka mencoba menerapkan dari pengetahuan yang didapat dari analisis sebelumn-ya ke sebuah produk baru sesuai kebutuhan.

Keempat, saya jabarkan pula bagaimana proses membuat syarat atau kualifikasi calon pelamar yang dibutuhkan dari sebuah jabatan dan perusa-haan tertentu. Caranya adalah dengan membedah itu perusahaan apa, visi-misi-tujuannya apa, struk-tur organisasinya bagaimana, lalu letak posisi yang dibuka lowongannya itu di mana. Perlu dibuat job description atau uraian jabatan terlebih dahulu, sehingga kita tahu apa yang diharapkan dilakukan dari jabatan tersebut. Dengan job desc yang jelas, maka akan lebih mudah membuat job specification atau spesifikasi jabatan seperti apa yang tepat. Se-lanjutnya, job spec yang jelas akan memudahkan

Page 14: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1914

seorang HRD atau bagian manajemen perusahaan menentukan cara seleksi seperti apa yang paling tepat untuk mencari orang yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Apakah seleksinya menggunakan metode wawancara, atau psikotes tertulis, presentasi, diskusi kelompok, observasi ker-ja, tes bidang, atau tes fisik dan kesehatan.Meskipun dengan proses yang panjang, yaitu 2x3 SKS atau dua kali pertemuan yang membutuhkan banyak tenaga dan stok kesabaran yang melimpah, tetapi saya puas karena telah memberikan gam-baran yang lebih lengkap mengenai suatu proses rekrutmen dan seleksi tenaga kerja. Pertanyaan sesederhana, “Apa sih yang dicari perusahaan dari seorang pelamar?” bisa membutuhkan jawaban yang panjang dan serba tergantung. Tergantung itu perusahaan apa, jabatannya apa, job desc-nya apa, dan budaya organisasinya bagaimana.

Perubahan yang saya rasakan dalam pembelajaran ada dua sudut pandang. Pertama dari diri sendiri, ke dua dari mahasiswa. Saya pribadi yang awalnya berpikiran bahwa literasi adalah soal membaca, menulis, dan buku saja, ternyata merupakan salah satu miskonsepsi. Konsep literasi berkembang lebih jauh daripada itu. Literasi adalah soal bagaimana mendekatkan anak didik pada konteks sekitarnya, lalu mengajak mereka memahami, berpikir kritis, dan menuangkan gagasan sesuai kebutuhan. Den-gan pemahaman yang benar, saya berharap mereka mampu menggunakan cara pikir demikian pada sit-uasi apapun di kehidupan sehari-hari. Ke dua, ump-an balik dari mahasiswa meskipun sangat beragam, tapi sebagian besar menyatakan lebih memahami materi itu setelahnya. Lebih terbayang bagaimana

proses yang dilalui oleh seorang HRD mulai dari membuat analisis jabatan hingga mengambil kepu-tusan dalam bidang sumber daya manusia.

Terakhir, setelah saya menulis panjang lebar di atas dan hasil mengobrol dengan rekan-rekan guru lain, saya mulai menemukan titik terang tentang inti dari segala inti literasi. Yaitu BE-LA-JAR. Ya, belajar. Sebuah proses perubahan pengetahuan, keter-ampilan, sikap, dan perilaku yang relatif menetap, sebagai akibat dari latihan dan pengulangan ter-us-menerus. Berliterasi adalah belajar. Belajar untuk menjadi cakap. Cakap untuk meningkatkan taraf ke-hidupan manusia sesuai kebutuhan masing-masing.

Page 15: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 15

Saya menyadari betapa memprihatinkannya literasi di Indonesia. Berdasarkan data dari PISA (Programme for International Student Assesment), Indonesia berada di peringkat

62 dari 72 negara. Peneliatian terbaru dari Lant Pritchett, seorang professor dari Harvard Kennedy School of Government, mendapatkan hasil bahwa anak-anak di Jakarta usia 15 tahun ternyata tertinggal 128 tahun dibandingkan negara-negara lain. Indonesia butuh 128 tahun untuk bisa sejajar dengan rata-rata negara berkembang dan maju dalam sistem pendidikan. Kualitas Pendidikan Indonesia ternyata masih jauh tertinggal terutama di bidang Matematika, Sains, dan Membaca. Data 58 persen anak-anak Indonesia memiliki kemampuan membaca level 1 dan tidak ada yang mencapai di atas level 4. Ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia belum memadai.

Tersadar terhadap fakta tersebut, saya sebagai guru, justru semakin semangat untuk memacu murid-murid saya untuk mengejar ketertinggalan. Salah satunya adalah mewajibkan para murid gemar membaca banyak buku. Awalnya saya berusaha untuk merancang program literasi seperti sekolah-sekolah lainnya. Misalnya, mewajibkan para murid untuk ke perpustakaan, wajib meminjam minimal dua buku untuk satu pekan, wajib membaca buku selama 15 menit sebelum

kegiatan belajar dimulai, serta wajib menuliskan resensi buku, lalu disetorkan ke wali kelas setiap bulannya. Saya pikir dengan program literasi sekolah seperti itu bisa membuat murid menyukai buku, sehingga wawasannya pun bisa bertambah.Namun hasilnya mengecewakan. Program literasi sekolah seperti itu tidak berlangsung lama. Para murid justru menjadi bosan karena tidak ada variasi kegiatan literasi. Justru mereka menjadi tidak menyukai buku. Mereka lebih memilih menghindari buku, karena bagi mereka, kegiatan membaca tidak menarik dan terlalu monoton. Sehingga program literasi sekolah sempat terhenti beberapa bulan.

Saya mulai berkontemplasi. Sebenarnya, seberapa penting pengembangan program literasi sekolah untuk generasi penerus bangsa ini? Saya menginginkan program literasi sekolah yang bisa mengasah kemampuan berpikir kritis, mampu melihat sudut pandang yang berbeda, memahami makna pesan dengan mendalam, serta secara kreatif membuat informasi baru. Karena literasi perlu dilatih, tapi caranya bukan sekadar dengan menasihati (Najeela Shihab, 2019). Lalu, bagaimana caranya mengembangkan program literasi sekolah yang menyenangkan untuk murid?

Saya mencoba mencari ide tentang makna literasi.

Asah Kemampuan Literasi dengan Program Literasi Sekolah Berbasis ProjectBased Learning

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Gia GhaliyahKGB PandeglangIbad ArRahman Islamic Boarding [email protected]

Page 16: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1916

Ternyata literasi berkait kompetensi berpikir dan memproses informasi bukan hanya soal keterampilan membaca. Literasi sangat berhubungan dengan high order thingking karena literasi adalah kemampuan menalar yang berkait dengan kemampuan analisa, sintesa, dan evaluasi informasi. Untuk melatih murid memiliki tingkat literasi tinggi, maka mereka harus mempunyai kemampuan berpikir kritis, penalaran, dan pemecahan masalah dalam berbagai bidang, misalnya sains, numerasi, finansial, digital, budaya, kewarganegaraan, dan sebagainya. Literasi adalah hak asasi manusia, alat pemberdayaan pribadi dan sarana bagi pembangunan sosial dan manusia (UNESCO, 2016).

Sejak saya memahami makna literasi sesungguhnya, saya berusaha untuk merancang kembali program literasi sekolah yang menyenangkan dan penuh tantangan untuk murid. Program literasi yang saya rancang berbasis project based learning. Jujur, menginisiasi program literasi yang berbeda daripada lainnya tidaklah mudah. Karena tidak semua guru memahami bahwa literasi tidak sekadar program mewajibkan murid membaca banyak buku. Kunci dari program literasi adalah mengintegrasikan berbagai disiplin mata pelajaran.

Beberapa hal yang saya lakukan dalam merancang program literasi sekolah berbasis project based learning, diantaranya:

1. Menyadari pentingnya makna literasi untuk kualitas pendidikan. Bahwa literasi bukan sekadar program mewajibkan murid membaca banyak buku.

2. Memahami karakter murid yang menyukai kegiatan-kegiatan menyenangkan, penuh tantangan, dan tentunya tidak monoton. Lalu, membuat daftar aktivitas yang paling disukai murid-murid.

3. Merancang program literasi sekolah bersama para guru-guru dengan menyesuaikan tingkat perkembangan dan kemampuan murid.

4. Menentukan objektivitas dan merumuskan manfaat dari program literasi sekolah berbasis project based learning. Selain itu, menentukan bidang literasi yang ingin dilatih dan dikembangkan dengan cara mengintegrasikan beberapa mata pelajaran sesuai dengan tingkat kesulitan dan tingkat penalaran murid tiap jenjang.

5. Merancang kegiatan-kegiatan dan produk yang dihasilkan dari objektivitas dan manfaat program literasi sekolah.

Saya menginginkan program literasisekolah yang bisa mengasahkemampuan berpikir kritis, mampu melihat sudutpandang yang berbeda, memahami makna pesandengan mendalam, serta secara kreatif membuat informasi baru.

GIA GHALIYAH

Page 17: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 17

Saya dan para guru lainnya mencoba mengintegrasikan beberapa mata pelajaran menjadi sebuah program literasi sekolah berbasis project based learning. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif para murid, serta melatih kemampuan literasi bidang tertentu. Beberapa proyek yang telah dilakukan para murid saya di Ibad ArRahman Islamic Boarding School diantaranya, Literacy Adventure Journey, Proyek Santri Punya Buku, Proyek Santri Tangguh Bencana, dan Market Day.

Literacy Adventure Journey (LAJ) adalah kegiatan awal program literasi sekolah. Pada kegiatan ini, para santri akan belajar memahami makna, tujuan, dan manfaat dari literasi untuk diri mereka. Tujuan dari kegiatan ini untuk menumbuhkan minat literasi dan menyadarkan pentingnya meliterasikan diri selama menuntut ilmu sepanjang hayat. Ada tiga sesi pada kegiatan LAJ ini, yaitu pra kegiatan, pas kegiatan, dan refleksi.

Pada pra kegiatan ada sesi Hujan Tanda Tanya. Pada sesi ini, seluruh murid diminta untuk menuliskan satu pertanyaan tentang Literasi di selembar sticky notes, lalu menempelkannya di atas banner yang telah disediakan. Dengan adanya sesi ini, diharapkan santri dapat terangsang keingintahuannya tentang literasi. Selanjutnya adalah diskusi hujan tanda tanya. Mereka mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan

yang telah muncul di benak mereka. Jadi, pertanyaan mereka akan dijawab oleh mereka juga. Pada pas kegiatan, ada diskusi Misi DUDE (Dukung Ide), Pos Kata Kunci, Pos Corat Coret, Pos Rembuk Ide. Nah, serunya dari Literacy Adventure Journey, seluruh murid per kelompok akan menjelajahi sebuah desa dengan mengikuti peta yang telah dibuat oleh panitia. Misi mereka adalah mendapatkan tanda tangan warga desa sebagai bentuk dukungan program yang ditelah dibuat murid, serta mengunjungi tiga pos literasi yang telah disediakan.

Pada sesi Misi DUDE, masing-masing kelompok membuat sebuah misi berupa misi dukung ide yang ditulis pada kertas karton. Lalu, para murid harus mendapatkan dukungan warga sekitar. Pada misi ini, murid diajak untuk melahirkan ide-ide kreatif nan solutif dengan tema “Solusi untuk Permasalahan Masyarakat” dari berbagai bidang, misalnya bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, murid juga harus belajar mempresentasikan ide program mereka dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh warga desa.

Selanjutnya adalah pos-pos literasi. Pos Kata Kunci adalah pos membaca. Para murid akan diuji speed reading-nya, dengan cara diberikan sebuah artikel. Awalnya mereka akan diminta menulis

Page 18: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1918

satu paragraf tentang sebuah tema. Lalu, mereka akan diminta untuk membaca sebuah artikel yang kontradiktif dengan tema pertama. Dengan begitu mereka akan mendapatkan pemahaman yang baru karena telah membaca. Pos Coret-coret adalah pos menulis. Masing-masing anggota kelompok menuliskan konten proposal ide kelompok mereka, seperti latar belakang, tujuan, manfaat, sampai deskripsi program. Tujuannya adalah mereka mampu mengolah pemahaman ide mereka menjadi serangkaian kalimat yang dikemas dalam bentuk proposal ide. Pos Rembuk Ide adalah pos berdiskusi. Kelompok diminta untuk mematangkan Misi DUDE mereka dengan cara berdiskusi. Diskusi pada pos Rembuk Ide akan dituntun menggunakan konten rumusan masalah. Kelompok mereka harus mampu menunjuk moderator/ pemimpin jalannya diskusi. Produk yang dihasilkan dari kegiatan literasi LAJ ini adalah proposal ide kegiatan yang sudah didiskusikan dan dituliskan oleh murid selama penjelajahan berlangsung.

Program literasi sekolah selanjutnya adalah Proyek Santri Punya Buku. Pada proyek ini, murid akan mendapatkan pembekalan awal tentang kiat-kiat menulis buku dari penulis terkenal. Pada proyek ini, murid akan diminta untuk menikmati proses selama mereka menulis, dimuali dari mencari ide inspirasi, membuat outline, merancang cerita, mengetik, mengedit tulisan, sampai mencetak buku. Saat wisuda santri di akhir tahun pelajaran, buku para murid siap untuk diluncurkan.

Proyek Santri Tangguh Bencana (PSTB) adalah program literasi sekolah yang ketiga berbasis project based learning. Tanggal 22 Desember 2019, pukul 21.17 WIB, Indonesia kembali dilanda bencana Tsunami. Kali ini, tsunami menerjang sejumlah kawasan di pesisir pantai Banten dan Lampung Selatan. Salah satu wilayah yang terkena dampaknya adalah Kabupaten Pandeglang. Disanalah lokasi pondok pesantren Ibad ArRahman Islamic Boarding School. Alhamdulillah, pondok pesantren kami terletak di daerah Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, sekitar 51 km dari bibir pantai yang terkena Tsunami.

Proyek Santri Tangguh Bencana adalah sebuah tugas terintegrasi yang dapat mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta mengembangkan kemampuan literasi digital para santri. Proyek Santri Tangguh Bencana ini dikerjakan selama masa perpanjangan liburan berlangsung, yaitu dari tanggal 29 Desember 2018-4 Januari 2019.

Adanya momen perpanjangan liburan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para guru memberikan tugas proyek terintegrasi yang mengharuskan para murid menggunakan gawai, komputer, dan internet. Pada tugas proyek tersebut, para guru mengintegrasikan literasi sains, literasi finansial, literasi data, literasi kritikal, literasi visual, literasi teknologi, dan juga beberapa

Page 19: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 19

mata pelajaran terkait, seperti PKn, Khot, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan juga Al-Quran dan Hadist. Karena kami menyadari betul betapa pentingnya membaca, berpikir, dan memproses sebuah informasi.Misalnya PSTB untuk santri kelas XI. Mereka diminta untuk mencari tahu tentang asal-usul Anak Gunung Krakatau, seperti apa benar ada spesies tanaman dan hewan baru di Pulau Anak Krakatau, ada berapa macam letusan, elemen partikelnnya apa saja pada saat erupsi, serta mengitung berapa ketinggian, volume, luas permukaan Anak Gunung Krakatau pada tahun 2050 jika tidak terjadi erupsi. Semua informasi yang dicari oleh santri, dikemas dalam bentuk infografis menggunakan aplikasi Canva. Tak hanya itu, mereka juga harus berpikir kritis dengan menulis esai tentang apa saja inovasi kebijakan untuk menghadapi bencana alam terutama bencana tsunami jika mereka adalah seorang Bupati, Menteri Sosial, dan Presiden. Maka, produk yang dihasilkan dari kegiatan literasi PSTB ini adalah infografis dan esai ilmiah yang dibagikan di sosial media masing-masing murid.

Program literasi yang keempat adalah Market Day. Tema kegiatan Market Day adalah “Asyiknya Belajar, Sambil Berdagang”. Para murid akan belajar untuk berpikir kreatif serta melatih kemampuan literasi finansialnya. Secara berkelompok, para murid akan mempersiapkan makanan dan minuman yang akan dijual kepada orangtua murid dan tamu undangan. Mereka juga harus belajar adab-adab berjualan dan menghadapi konsumen.Para murid diminta untuk membuat proposal

mini, dimana mereka diharuskan untuk membuat anggaran, menghitung modal dan untung yang akan didapatkan, sampai menggambar tata letak makanan dan minuman yang dijual. Usai kegiatan, mereka juga akan diminta untuk membuat laporan pertanggungjawaban yang juga berisi laporan keungan penjualan makanan dan minuman. Tak hanya melatih literasi finansial para murid, mereka juga ditantang untuk melakukan strategi promosi seperti membuat flyer menarik menggunakan bahasa Inggris. Akan ada penilaian kelompok terkratif dan terlaris dari kegiatan Market Day ini.

Dengan program literasi sekolah berbasis project based learning akan membuat murid untuk mampu melatih berpikir kritis, penalaran, pemecahan masalah dalam berbagai bidang, mampu melihat sudut pandang yang berbeda, memahami makna pesan dengan mendalam, kreatif membuat informasi baru, serta menghasilkan sebuah produk. Saya menyadari bahwa literasi bukan hanya tentang kemampuan membaca saja, melainkan menjadi keterampilan yang harus dipraktikkan secara nyata dan kebutuhan relevan untuk masa kini dan masa depan. Tugas kita sebagai guru adalah merancang program literasi sekolah yang menyenangkan untuk murid selama proses kegiatan pembelajaran dan juga di berbagai kesempatan.

Page 20: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1920

“Anak-anak, seperti biasa kita baca buku dulu sebelum memulai pelajaran. Ibu kasih waktu lima belas menit. Dibaca benar-benar, ya …” kata-kata itu yang biasa saya ucapkan setiap pagi sebelum mengawali belajar.

“Baca buku lagi, Bu?” jawab mereka dengan wajah yang terlihat malas.

“Lho, kok malas begitu? Kan sudah Ibu sam-paikan, setiap pagi sebelum belajar kita baca buku dulu selama lima belas menit.” Ucapan saya menjawab pertanyaan mereka. Kalau saya perhatikan sebenarnya bukan pertanyaan, tapi protes atau pemberitahuan kalau mereka bosan.

Melaksanakan gerakan literasi, membaca buku setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, itu yang selama ini saya laksanakan dan informasi seperti ini yang saya dapatkan. Literasi sama artinya dengan membaca buku. Dan pagi itu saya lihat anak-anak terlihat tidak semangat. Tidak seperti waktu awal-awal pelaksanaan literasi. Saya perhatikan mereka ada yang mengobrol, ada yang hanya melihat gambar di buku, dan malah ada yang membaringkan kepalanya di atas buku. Yah, hanya menunggu menghabiskan waktu lima belas menit.

Apa yang harus saya lakukan? Saya tidak mau waktu lima belas menit terbuang sia-sia. Saya ingin lima belas menit yang bermakna, yang punya arti. Karena menurut saya, tujuan gera-kan membaca buku adalah untuk meningkat-kan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman anak terhadap informasi. Tapi kalau seperti ini prosesnya, rutinitas membaca malah membuat bosan. Saya perhatikan juga, kemampuan mereka bercerita atau kalau disuruh mencerita-kan kembali suatu bacaan sebagian besar dari mereka tidak mengerti.

Lalu saya cari informasi apakah literasi itu. Dari internet, kemudian saya cari dan saya ikuti diskusi online di group KGB tentang literasi. Apakah literasi hanya membaca buku? Tern-yata tidak. Banyak ragam literasi yang bisa dilakukan. Ternyata bercerita juga merupa-kan salah satu bagian dari literasi. Bukankah anak-anak paling suka berbincang-bincang saat di kelas? Walaupun ada beberapa anak yang tidak suka berbincang malah cenderung pendiam. Akhirnya, literasi pagi saya putuskan diganti dengan bercerita, di mana setiap anak mendapat giliran.

“Anak-anak, bagaimana kalau mulai besok pagi kegiatan baca bukunya kita ganti dengan

Bu, Besok Sayayang Cerita

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Windiyati Nurhasanah KGB SintangSDN 12 SKPD SP 4 [email protected]

Page 21: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 21

bercerita?” Tanya saya pada mereka. “Cerita apa, Bu?” Jawab mereka.“Bagaimana kalau cerita tentang benda yang kalian sukai atau kalian sayangi? Benda itu boleh kalian bawa. Dengan syarat bukan benda yang berbahaya, ya …”“Iya, Bu! Iya, Bu!” Jawab mereka dengan senang-nya. Bahkan ada beberapa anak yang langsung meminta untuk mendapat giliran pertama.

Setiap pagi saya minta tiga orang anak untuk ber-cerita. Sebagai langkah awal, saya minta mereka untuk bercerita tentang benda-benda kesayan-gannya di rumah, dan benda kesayangannya itu harus dibawa. Ada boneka, mobil-mobilan, gam-bar kesukaan, dan juga buku komik. Dari kegiatan bercerita inilah, saya jadi lebih mengetahui dan memahami bagaimana kemam-puan dan keadaan anak tersebut. Yang tidak saya sangka, ada anak yang selama ini saya lihat pendiam, ternyata saat dia mendapatkan giliran bercerita malah membuat kami satu kelas tertawa terpingkal-pingkal melihat gaya dia bercerita. Dan yang membuat saya senang, dia tidak merasa ren-dah diri dan malah dia terlihat begitu percaya diri. Dia senang melihat teman dan gurunya tertawa.

Kemudian secara perlahan, topik kegiatan ber-cerita saya alihkan. Yang tadinya tentang benda kesayangan, saya minta mereka untuk menceri-takan informasi apa yang mereka dapatkan dari buku yang pernah mereka baca, apa yang akan mereka lakukan jika mereka menghadapi masalah, dan bagaimana cara mereka keluar atau menyele-saikan suatu masalah yang mereka hadapi.

Setelah peristiwa itu, saya akhirnya memutuskan untuk melaksanakan literasi tidak hanya mem-baca buku, tapi saya meminta mereka untuk bisa mencari sendiri informasi tentang suatu topik masalah yang saya berikan dengan mengguna-kan buku, peta, koran, atau internet. Saya juga mengenalkan tentang literasi numerisasi. Tentang uang. Apa saja yang bisa mereka lakukan dengan uang. Bagaimana cara mendapatkannya. Dengan tujuan agar mereka bisa menghargai kerja keras orangtua untuk mendapatkan uang tersebut. Dan nantinya mereka bisa dengan bijak memandang dan menggunakan uang dalam kehidupan se-hari-hari.

Page 22: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1922

Mereka juga antusias saat saya ajak untuk membuat sendiri perpustakaan kecil dalam kelas, mereka yang mengaturnya, bahkan mereka berinisiatif untuk menambah buku cer-ita dengan cara iuran dan meminta saya untuk mencarikan buku bacaan yang sesuai untuk mereka.

Untuk membaca sudah tidak lagi disuruh terus, mereka melakukannya sendiri pada saat jam istirahat atau saat mengalami jam pelajaran kosong. Kemampuan untuk memahami bacaan dan menceritakan kembali isi cerita tersebut juga mengalami peningkatan, menjadi lebih bermakna dan sebagian besar sudah sesuai sasaran.

Walaupun hasil yang diharapkan belum sepe-nuhnya tercapai, tapi saya senang melihat anak-anak yang selalu semangat setiap pagi. Sekarang mereka tidak lagi merasa takut atau bingung jika diminta untuk bercerita. Malah, ada beberapa anak yang minta untuk sela-lu mendapat giliran bercerita, dan siap jika disuruh menggantikan kawannya yang berh-alangan hadir saat mendapat giliran.

Saya akan terus mencari referensi tentang literasi ini. Agar tujuan dari dilakukannya liter-asi bisa tercapai walaupun tidak mudah dan hasilnya belum maksimal. Tapi saya yakin, jika kita terus lakukan dan kita juga selalu berusa-ha untuk terus mencari tahu tentang apa dan bagaimana literasi itu, maka tujuan itu akan tercapai. Dan pastinya saya merasa senang ka-rena anak-anak menjadi lebih semangat. Ma-lah sekarang saat kegiatan belajar mengajar di kelas, saya suka agak kewalahan pada saat sesi tanya jawab atau saat giliran mempresentasi-kan hasil belajar kelompok, karena anak-anak yang kerap begitu aktif.

Page 23: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 23

AwalPada awalnya saya memahami arti “membaca” seperti pengertian pada umumnya: Melafalkan atau mengerti arti dari sederetan huruf yang tersusun menjadi sebuah rangkaian kata. Ya, membaca tak lain tak bukan hanya berkaitan dengan sebuah tulisan. Kemudian pemahaman saya tentang “membaca” berkembang di perguruan tinggi setelah saya berkenalan dengan ilmu semiotika. Bahwa, bukan hanya huruf, sebuah simbol atau gambar pun sebetulnya bisa dilihat sebagai sebuah teks yang menyimpan banyak makna untuk dibaca. Persis seperti saat kita membaca arti dari beragam rambu-rambu lalu lintas atau gambar-gambar baliho iklan di jalan raya.

Lebih dari itu, saya sangat tertarik ketika menjumpai sebuah penjelasan dalam ilmu budaya kontemporer yang menyampaikan bahwa sebuah teks bukan hanya mewujud dalam rangkaian huruf atau simbol semata, tapi juga dalam realitas sosial yang tampak sehari-hari. Jadi sederhananya: Segala hal yang bisa kita cerap di lingkungan sekitar adalah sebuah “teks” yang bisa kita baca.

Akhirnya, saya semakin memahami pengertian ini ketika membaca novel Sang Alkemis karya Paulo Coelho yang menceritakan tentang bagaimana seorang manusia bisa memiliki keberuntungan dengan membaca tanda-tanda alam sebagai bentuk kebesaran Tuhan.

TantanganSebagai guru, ingin sekali rasanya mengajak murid-murid memahami hal yang sama, bahwa membaca bukan hanya terkait dengan membaca buku atau simbol saja, tapi juga membaca realitas sosial yang ada di sekitar mereka. Namun, di tahun-tahun pertama mengajar saya masih kesulitan untuk menemukan bagaimana menerapkannya dalam metode mengajar di kelas. Terlebih keraguan terbesar saya adalah: Apakah pemahaman saya itu adalah sesuatu yang benar? Jika ya, apakah juga relevan untuk diajarkan pada murid-murid di sekolah?

Bagai mendapat jawaban, keraguan saya kemudian terhapuskan saat sekolah tempat saya mengajar di kala itu (Rumah Belajar Semi Palar Bandung) menggulirkan semangat “Iqra!” (Membaca sekitar untuk memahami realitas

Memaknai KembaliArti Membaca

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Rizqy SatriaKGB Tangerang SelatanSekolah [email protected]

“Membaca adalah dasar literasi. Memperkaya arti membaca bisa membuat literasi menjadi lebih bermakna.”

Page 24: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1924

keseharian). Tujuannya: Setiap murid dapat belajar secara mendalam (deeper learning) terhadap apa yang sedang mereka pelajari. Caranya: Mengasah kemampuan dalam menerima, mengolah, dan merefleksikan berbagai hal yang mampu kita cerap melalui indera yang kita miliki.

AksiBelajar “membaca fenomena” kemudian menjadi metode belajar favorit yang mengasyikkan dan selalu saya bawakan saat mengajar beragam materi, baik dalam satu pelajaran maupun terintegrasi dengan pelajaran lainnya. Misalnya di semester yang lalu saat mempelajari materi tentang Kondisi Alam Indonesia yang berkait dengan Dinamika Kependudukan, Perkembangan Wilayah, dan Kehidupan Masyarakat pada Masa Kuno dalam pelajaran IPS. Berikut ceritanya …

Sebagai langkah awal, saya mengajak murid untuk mengasah kemampuan daya cerapnya terhadap lingkungan dengan memberikan pertanyaan mendasar “Bagaimana kondisi lingkungan di sekitar kita?” Saya meminta mereka untuk menuliskan apa yang bisa mereka lihat, dengar, dan rasakan selama tinggal di sekitar kota Tangerang Selatan. Kemudian saya tanyakan hal yang lebih spesifik, “Apa saja permasalahan yang ada di kota ini?” Untuk mengeksplorasi hal tersebut, saya mengajak mereka untuk membaca beragam artikel berita dan, lebih jauh, membaca pertanda alam yang bisa mereka amati. Beragam hal yang mereka temukan kemudian adalah soal jumlah penduduk yang semakin padat, kemacetan, pengelolaan sampah, banjir, dan lain sebagainya. Selanjutnya saya ajak mereka untuk mendiskusikan permasalahan yang paling “urgent” untuk ditangani saat ini. Akhirnya mereka bersepakat bahwa permasalahan banjir lah yang perlu segera menjadi perhatian bersama. Banjir dalam bentuk genangan air di jalan raya (termasuk di jalan tol) berdampak langsung pada keselamatan warga. Setidaknya kebanyakan dari mereka juga ikut dirugikan dengan kerap terjadinya kemacetan karena banjir.

Langkah selanjutnya saya ajak mereka untuk mengasah daya olah terhadap permasalahan yang sedang dihadapi dengan: Pertama, melakukan wawancara di komunitas sekolah untuk mengetahui pendapat orang-orang tentang banjir, terutama tentang penyebab dan dampaknya; kedua, mendiskusikan solusi yang bisa dilakukan.

Di tahap yang kedua, untuk membuat kegiatan menjadi lebih seru, saya mengajak murid melakukan sebuah misi untuk menemukan pesan leluhur yang terkait dengan kondisi alam saat ini. Misi ini bisa dituntaskan dengan memecahkan sebuah kode untuk menemukan

Gambar 1 Kepingan kertas yang berisi pepatah leluhur dengan Aksara Sunda.

Gambar 2 Keseruan menemukan kepingan kertas.

Gambar 3 Kegiatan enkoding aksara dan menerjemahkan bahasa.

Page 25: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 25

kepingan kertas yang berisi pepatah leluhur (berbahasa Sunda), di mana pepatah itu sendiri ditulis dengan huruf yang berasal dari aksara kuno. Pepatahnya berbunyi seperti berikut: “Amun wadahna dikurangan, jalanna dipengpetan, ulah nyalahkeun cai saumpama ngamuara di pakarangan imah urang” (Kalau tempatnya dikurangi, jalannya dibuat mampet, jangan salahkan air jika bermuara di halaman rumah kita.)

Setelah berhasil menemukan pepatah tentang lingkungan alam dari leluhur tersebut, mereka mendiskusikan makna yang bisa mereka pelajari, bahwa banjir diakibatkan karena kelalaian manusia saat ini dalam mengelola aliran air, terutama akibat timbunan sampah dan saluran irigasi yang kurang baik.

Kegiatan berlanjut dengan mengajak murid ke sebuah tempat penampungan air yang sengaja dibuat oleh pemerintah kota untuk menanggulangi banjir. Di sebuah tempat yang bernama “Tandon Ciater” tersebut, mereka saya tantang untuk membuat sebuah korespondensi dalam bentuk video tentang penyebab banjir dan solusi yang bisa dilakukan bersama sebagai masyarakat. Video tersebut kemudian diposting di internet agar bisa diakses oleh semua orang. Akhirnya, rangkaian kegiatan ini ditutup dengan menulis refleksi dan merumuskan tindakan yang bisa dilakukan untuk sama-sama menjaga lingkungan sebagai aksi nyata.

PelajaranMembaca adalah dasar literasi. Memperkaya arti membaca bisa membuat literasi menjadi lebih bermakna. Membaca juga bukan sekadar mencerap sesuatu, tetapi juga mengolah (mengurai dan menghasilkan ide baru), serta merefleksikannya. Jika kegiatan membaca bisa dimaknai kembali menjadi seperti itu, maka membekali kemampuan membaca kepada murid-murid sama dengan membantu mereka menjadi manusia yang cakap memahami kehidupan. Wallahualam bishawab.---

Page 26: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1926

Jauh sebelum gerakan literasi menjadi viral, di awal menjadi guru (awal dekade 2000-an), untuk kelas yang saya pegang,

saya sudah punya program membaca setiap pagi. Persis seperti sekarang yang banyak dipraktikkan, yakni membaca buku sebelum mulai jam reguler. Waktu itu saya sangat yakin akan pentingnya kebiasaan membaca. Ten-tu saja sampai saat ini saya pun masih tetap yakin. Begitu bersemangatnya, saya sampai memba-wa beberap koleksi pribadi ke kelas dan selalu menyempatkan berburu koleksi bacaan yang cocok bagi anak-anak. Tak ketinggalan, saya mengerahkan orang tua–lewat anak-anak tentu saja― untuk merelakan sebagian buku bacaan-nya disimpan di kelas.

Mendapat beragam bacaan, anak-anak tentu saja antusias. Menceritakan hal-hal asyik dari sebuah buku menjadi sarana efektif memantik rasa penasaran anak-anak, yang mendorong mereka membaca dan membaca lagi. Tentu saja hati saya berbunga-bunga. Keinginan saya menyebarkan kegemaran membaca tercapai sudah. Wow!

Sama sekali tidak ada yang salah dengan kegiatan membaca. Namun apa yang saya lakukan, seiring berjalannya waktu, memuncul-

kan titik-titik jenuh. Semakin lama, titik-titik itu semakin banyak dan membesar. Awalnya saya berpikir itu sebuah kejenuhan yang wajar. Un-tungnya, saya cepat sadar. Ada sesuatu yang salah. Bukan semua, bukan kegiatan mem-bacanya yang salah. Sesuatu yang lain. Tapi ada, saya belum tahu.

Fenomena itu membuat saya harus berhenti sejanak. Saya perlu jeda untuk melangkah leb-ih jauh. Jeda yang saya maksud tidak dengan menghentikan kegiatan membaca. Alih-alih menghentikan, saya justru mencari kegiatan lagi yang dilakuakan setelah membaca.

Ide-ide beterbangan. Muncul sangat banyak dan dari berbagai sumber. Saya sangat ber-gairah kalau sudah begini. Maka, kegiatan membaca bertambah. Bukan sekadar mem-baca, ada kegiatan setelahnya. Menuliskan kembali isi buku tidak saya masukkan sebagai alternatif kegiatan. Itu sudah sangat main-stream dan punya potensi besar membuat kebosanan. Saya cari ide-ide yang lebih “gila”.

Menurut saya, hal terpenting membaca bu-kan mengerti apa yang dibaca. Saya ulangi: hal terpenting membaca bukan mengerti apa yang dibaca. Kok?

Metode MemahamiIsi CeritaBagi Murid Disleksia

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Suhud RoisKGB CimahiSD Peradaban Insan [email protected]

Desain GrafisLukman HakimKGB PekalonganSMA Islam Kota Pekalongan

Page 27: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 27

Ada yang lebih penting dari mengerti apa yang dibaca, yaitu mendapatkan ide baru. Ini bukan lagi penting, tapi sangat penting. Setidaknya menurut saya. Ide adalah barang mahal. Tidak semua kelas dan sekolah bisa menghadirkan ide-ide baru dalam proses belajarnya.

Nah, membaca harus menghasilkan ide. Itu yang saya pikirkan. Bahkan membaca cerita fiksi pun harus membuat anak berkembang kreativitasnya. Ternyata, ketika satu pintu terbuka, maka pintu-pintu yang lain akan terlihat dan terbuka. Kita tinggal memasukinya. Ketika saya mencoba sebuah kegiatan setelah membaca, maka saya menemukan alternatif kegiatan yang semakin beragam.

Dimulai dengan meneruskan cerita versi anak-anak, saya punya ide-ide lain. Misalnya, dibalik ceritanya. Misalnya bagaimana jika tokoh antagonis menjadi tokoh protagonis, dan sebaliknya. Mendapat sesuatu yang baru, anak tertantang. Mereka antusias dan bebas mengembangkan imajinasinya. Satu hal lagi yang saya pelajari, yakni tantangan. Anak-anak perlu tantangan.

Sadar bahwa anak-anak selalu butuh tantangan dan hal baru, maka kegiatan setelah membaca pun beragam. Beberapa yang saya ingat adalah:1. Merancang kaus sesuai dengan karakter tokoh.2. Membuat menu makan siang kesukaan tokoh.3. Menulis surat kepada penerbit tentang buku yang dibaca.4. Membuat cover baru.5. Kalau ceritanya difilmkan, siapa aktor dan aktris yang cocok memerankan tokohnya?6. Kalau kamu jadi tokohnya, apa yang kamu lakukan? Mengapa?7. Kalau kamu jadi penulisnya, bagaimana membuat akhir ceritanya lebih dramatis?8. Membuat boneka.9. Membuat buku pintar.10. Tidak mungkin saya sebutkan semuanya.:)

Page 28: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1928

Semua kegiatan itu ada benang merahnya. Benang merahnya adalah tidak akan dapat dilakukan kalau anak sekadar mengerti apa yang dibacanya. Anak harus pu-nya ide baru, seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Ini saya sebut mengikat makna. Sesuatu ada maknanya kalau mempunyai daya guna. Sebuah bacaan akan ber-makna kalau mempunyai daya menggerakkan pembacan-ya. Membaca akan bermakna bila setelahnya muncul kekuatan untuk bergerak dan produktif.

Ketika di usia sekolah dasar mereka mendapatkan stim-ulasi seperti di atas, perubahan besarnya tidak akan tampak dalam waktu singkat. Yang jelas kelihatan paling kegembiraan dan antusiasme saja. Namun, dampaknya akan terlihat beberapa tahun ke depan. Saya yakin.So, kegiatan literasi tidak boleh berhenti pada titik mem-baca dan melaporkan isi bacaan. Membangun generasi literat harus dimulai dari dini, dengan kegiatan yang lebih terstruktur. Jadikan membaca sebagai kegiatan literasi yang menumbuhkan, bukan sekadar prestise yang diukur dengan kuantitas semata tapi miskin kualitas.

Itu baru dalam tataran membaca. Keterampilan literasi yang lain juga harus dikembangkan. Literasi bukan seka-dar membaca tulisan, tetapi juga membaca tanda-tanda. Tanda yang dimaksud bisa berupa papan petunjuk atau peringatan, bahasa tubuh, mimik muka, gejala-gejala sosial, sampai tanda-tanda (gejala-gejala) alam.

Pendeknya, usaha membuat masyarakat yang literat ada-lah usaha membangun kepekaan terhadap apa yang ada di sekelilingnya, sehingga mempunyai cukup alasan untuk memutuskan dan memilih sebuah aksi yang realistik, bu-kan karena ikut-ikutan.

Generasi literat seperti inilah yang harusnya menjadi kon-sern dunia pendidikan untuk diwujudkan. Praktik pendidi-kan harus bergerak semakin cerdas, sebab kalau tidak, kita hanya akan menjadi bangsa yang tergusur dalam lipatan sejarah.

Menurut saya, hal terpenting membaca bukan mengerti apa yang dibaca, melainkan mendapatkan ide baru

SUHUD ROIS

Page 29: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 29

Sekolah saya mempunyai jam khusus untuk berkunjung ke Library yang saya beri nama Reading/Writing Time. Setiap jenjang memi-

liki waktu khusus untuk membaca di Library dan menulis selama 30 menit dalam seminggu. Ke-giatan ini dicanangkan sekolah sejak tahun 2014 dan bertujuan meningkatkan minat baca juga kosakata murid. Setiap sesi pertemuan dengan or-angtua, saya menyampaikan bahwa kegiatan silent reading selama 15 menit yang saya lakukan adalah untuk meningkatkan literasi murid. Literasi yang saya pahami pada saat itu adalah literasi untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis.

Masalah timbul ketika saya sudah memiliki kelas 9 yang diwajibkan membuat Karya Ilmiah. Ke-mampuan murid dalam memahami dan mengin-terpretasikan bacaan ilmiah masih sangat rendah. Kemampuan mereka dalam membaca grafik dan menginterpretasi data juga rendah. Fakta ini membuat saya memikirkan ulang target kegiatan membaca dan menulis. Saya berpikir ulang apakah kegiatan membaca selama 30 menit cukup untuk meningkatkan literasi murid? Dan yang lebih pent-ing lagi apakah pemahaman saya akan pengertian literasi sudah tepat?

Saya mulai mencari sumber pengertian literasi dari UNESCO dan kegiatan literasi yang dilakukan di sekolah-sekolah lain. Yang saya dapatkan di se-kolah lain pun melakukan kegiatan silent reading selama 15 menit. Tidak jauh berbeda dengan yang saya lakukan. Kemudian saya mencari referensi literasi menurut UNESCO. Mereka merumuskan bahwa literasi merupakan proses pembelajaran

seumur hidup dan menekankan pada bagaimana seseorang mengolah informasi dan mengambil keputusan dalam suatu disiplin ilmu. Saya menya-dari bahwa ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pemahaman saya terhadap literasi.

Tahun 2017 pemerintah Indonesia mencanangkan Gerakan Literasi Nasional. Disebutkan bahwa lit-erasi tidak hanya fokus ke keterampilan membaca dan menulis. Literasi juga menitikberatkan pada literasi numerasi, budaya dan kewargaan, digital, dan finansial sebagai kemampuan dasar.

Tim guru kemudian berkumpul dan merumuskan kegiatan yang berkaitan dengan Gerakan Literasi Nasional. Dengan mengambil sumber dari Deklar-asi UNESCO dan pemerintah, sekolah berupaya menempatkan literasi dalam bentuk kemampuan yang diasah melalui pengalaman belajar untuk meningkatkan kecintaan terhadap ilmu, eksplora-si belajar dari lingkungan sekitar di mana murid mendapatkan ilmu, membuat asosiasi antar bidang ilmu, dan menggunakannya untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan.

Setelah berdiskusi tim guru menyimpulkan bah-wa literasi sebaiknya menyentuh seluruh sisi ke-hidupan murid dalam bentuk yang holistik, tidak tersekat-sekat dalam satu kegiatan spesifik yang didekati dari satu bidang studi. Realita pada masa kini sudah menggambarkan suatu pekerjaan yang membutuhkan kemampuan literasi budaya, baca tulis, numerasi, sains sekaligus. Kemampuan lit-erasi seseorang dapat membantunya mengasah rasa ingin tahu, cinta terhadap ilmu, dan dapat

Literasi sebagai ProsesPembelajaran Seumur Hidup

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Irma Nurul FatimahKGB JakartaSMP Lazuardi Al-Falah [email protected]

Page 30: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1930

membuatnya bertahan dalam persaingan pada abad ke-21. Sekolah berupaya memperluas lingkungan belajar dari lingkungan sekolah berkembang ke lingkungan sekitar. Kolaborasi antar sekolah dan berbagai komunitas menjadi sangat penting untuk dapat menghadirkan pengalaman belajar yang kontekstual.

Saya mengembangkan pengalaman belajar melalui ke-giatan belajar mengajar dan kegiatan kunjungan tema-tik. Pada rapat awal tahun ajaran setiap guru melakukan curah ide tentang pembelajaran masing-masing. Lalu bersama-sama guru akan membuat satu tema yang dapat didekati dari beberapa pelajaran. Guru membuat daftar kemampuan dan keterampilan apa saja yang dapat ter-cakup dari kegiatan tersebut. Setelah itu tim guru akan menentukan tempat yang sesuai dengan tema. Kunjungan tematik dilakukan setiap 2-3 bulan sekali dengan pilihan tempat yang dekat atau terjangkau transportasi massal seperti stasiun kereta api, museum, pusat budaya, perpus-takaan, kantor pemerintahan, sampai bioskop.

Salah satu contoh kegiatan implementasi literasi bu-daya, baca tulis, dan numerasi, adalah dengan kegiatan kunjungan ke sebuah museum. Pada pelajaran Bahasa Inggris, guru bidang studi mengambil topik tour guide. Guru menjelaskan bahwa mereka akan pergi ke Museum Ciputra di Jakarta. Moda transportasi tercepat apa yang bisa digunakan? Murid belajar untuk memahami peta dan menggunakan aplikasi Trafi. Murid dibagi menjadi beber-apa kelompok dan setiap kelompok di kelas 7 akan meng-atur perjalanan dan pembiayaan yang paling efisien untuk mencapai lokasi. Mereka akan menghitung jumlah guru, murid dan staf yang akan ikut, membaginya dalam kelom-pok kendaraan dan menghitung keseluruhan biaya yang dibutuhkan hingga sampai ke museum Ciputra. Murid be-lajar mengasah literasi visual spatialnya ketika memahami peta di Google Maps dan literasi numerasi ketika memper-hitungkan biaya dan moda transportasi tercepat.

Setelah sampai di museum, murid dipandu untuk mema-hami lukisan Hendra Gunawan dari lukisan naturalis ke luk-isan modern. Murid diberikan pertanyaan apakah perbe-daan lukisan Hendra ketika melukis naturalis dan modern? Murid diminta mengamati lebih dekat tentang elemen garis, bentuk, dan warna. Murid kemudian melihat bagian lukisan kontemporer pada era masa kini. Murid mengama-ti lukisan dan diperbolehkan bertanya. Murid membaca keterangan tentang lukisan dan mengamati kembali. Apa yang mereka rasakan ketika melihat lukisan? Elemen apa dalam lukisan yang membuat murid dapat merasa seperti itu? Apakah interpretasi mereka sama atau berbeda den-gan temannya? Murid membaca teks mengenai periode dimana lukisan itu dibuat, suasana yang melatarbelakangi pelukis menghasilkan karya, dan mengaitkannya ke dalam sejarah pasca kemerdekaan Indonesia. Murid dapat mel-akukan tanya jawab dengan pemandu museum. Kemam-

Page 31: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 31

puan ini mengasah literasi visual dan budaya murid. Pen-galaman melihat langsung lukisan dan berbicara langsung dengan ahlinya membuat murid mendapatkan pengalaman belajar yang lebih kaya.

Pada pertemuan setelah murid melakukan kunjungan, murid membuat tulisan tentang lukisan yang paling disukainya dan penjelasan yang membekas di ingatan mereka. Tahapan selanjutnya pada pelajaran Bahasa Indonesia murid akan membuat teks deskriptif terkait kunjungan mereka dan di pelajaran Seni Budaya murid membuat lukisan kontemporer versi mereka sendiri. Dalam kegiatan ini literasi baca tulis dan visualnya berkembang.

Contoh literasi budaya lainnya adalah ketika mempelajari Batik di Unit Aktivitas. Murid diminta melakukan riset mel-alui media internet dan buku mengenai Batik yang ada di dunia. Murid menjawab pertanyaan, “Apakah Batik juga menjadi kekayaan khas dari negara tertentu? Apa yang membedakan Batik di Indonesia dan tempat lain?” Murid kemudian melakukan riset terhadap Batik-batik di Indonesia dan membandingkan pola Batik Indonesia dengan pola di negara lain. Murid menarik kesimpulan tentang kekhasan Batik Indonesia. Murid memperoleh dua pengalaman belajar untuk membuat Batik Tulis khas Indonesia dan Shibori khas Jepang. Dalam pengalamannya, murid membandingkan proses pembuatan kedua kain, kemudian membuat kesim-pulan akan perbandingan proses tersebut. Di satu sisi murid akan memiliki apresiasi terhadap kain nusantara, di sisi lain mereka melihat persamaan antara kain tersebut dengan jenis kain lain di Asia. Dalam kegiatan ini murid akan menga-sah literasi visual dan budaya sekaligus numerasinya. Men-gapa literasi numerasi tercakup dalam kegiatan ini? Proses membuat shibori menggunakan lipatan dan ikatan yang diperhitungkan sehingga menghasilkan bentuk geometris yang indah dan proporsional.

Dari dua kegiatan di atas dapat disimpulkan bahwa menga-sah kemampuan literasi tidak harus terfokus ke satu kemam-puan literasi secara spesifik seperti baca tulis. Literasi bukan merupakan hasil akhir namun merupakan pembelajaran seumur hidup. Peningkatan literasi di berbagai bidang dapat meningkatkan kemampuan murid dalam menghargai kear-ifan lokal, bekerja sama dan berkolaborasi dengan banyak pihak untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Page 32: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1932

Saat menjadi guru Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas pernah ber-piir bahwa literasi adalah kemampuan

murid dalam membaca. Parahnya lagi, saya mengetes kemampuan murid ini dengan cara membaca cepat.

“Aldi tolong bagikan bacaan yang bapak bawa ini ke semua murid” pinta saya kepada salah satu murid di kelas XI.

“Sudah menerima bacaan yang Aldi bagikan semua?”“Sudaaaah Pak”“Baiklah, hari ini Bapak akan mencoba mengetes kemampuan Kalian dalam mem-baca. Tapi syaratnya Kalian harus duduk ber-pasangan”

Saya meminta murid duduk berpasangan ka-rena keduanya akan saling membantu. Murid A dan murid B. Murid A bertugas membaca terlebih dahulu, saat murid A membaca, mu-rid B yang akan menghitung waktu bacanya. Setelah itu bergantian.

“Sudah siap semua?”“Sudah Pak”“Dalam hitungan ketiga, silakan murid A mem-baca terlebih dahulu”

Akhirnya murid-murid membaca. Ada yang diam. Ada yang bersuara. Ada pula yang menuding-nudingkan jarinya untuk mem-baca. Tapi semuanya terlihat mengejar jumlah bacaan. Setelah giliran murid B membaca, akhirnya kami hitung kecepatan membaca per murid.

“Rumus kecepatan membaca seperti ini ya, jumlah kata per menit dibagi jumlah detik membaca dikali 60”

Semua asyik berhitung.

“Berapa kecepatan membacamu?”“Aku 125 kata per menit Pak”“Aku 130 dong”“200 Pak”“173” “265 Pak”

Saya langsung mengernyitkan dahi menden-gar jumlah kata per menit yang murid-murid baca. Dari 30 murid yang membaca siang itu, hanya ada 3 murid yang kecepatan mem-bacanya lebih dari 250 kata per menit. Karena setauku waktu itu, tingkat SMA harus mem-baca setidaknya 250 kata per menit. Jika tidak, saya menyimpulkan kalau literasinya parah dan sulit untuk ditumbuhkan.

Literasi Bisa KokDitumbuhkan

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Rizqy Rahmat HaniKGB PekalonganKampus Guru [email protected]

Desain GrafisLukman HakimKGB PekalonganSMA Islam Kota Pekalongan

Page 33: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 33

Miskonsepsi yang saya lakukan waktu itu ada tiga, yaitu mengartikan kemampuan literasi sekadar membaca, mengartikan kemampuan literasi yang baik adalah den-gan aktif membaca yaitu dengan banyaknya kata yang dibaca per menit, serta menge-cap murid yang lambat dalam membaca tidak bisa ditumbuhkan.

“Kalian ya yang membaca di bawah 250 kata per menit selama ini ngapain aja? Sulit ke depan kalau di tingkat SMA saja tingkat membaca Kalian parah.” Saya melampias-kan kekecewaan saya di depan kelas.

Video praktik literasi yang saya lakukan di kelas : https://youtu.be/5Nlvwzm2j48

--Seiring berjalannya waktu saya berpikir, apa literasi seperti apa yang saya pahami terse-but.

“Apa benar literasi itu sekadar membaca? Literasi itu banyak-banyakan bacaan? Dan literasi itu tidak bisa ditumbuhkan?” saya mencoba melakukan refleksi dari pemaha-man saya tentang literasi waktu itu.

Dalam sebuah kompetensi dasar menu-lis paragraf argumentasi, saya mencoba

sebuah metode yaitu membuat video re-portase. Setiap kelompok saya minta untuk membuat sebuah video tentang fenomena yang ada di sekitar mereka, dan diselipkan argumentasi mereka terhadap yang mereka liput.

Setiap kelompok saya bagi menjadi be-berapa peran berdasarkan minat murid, ada yang bertugas sebagai juru kamera, reporter, editor video, dan penulis skenario. Fenomena yang murid liput beragam ada yang meliput jembatan yang roboh, sawah yang kering, pembangunan jalan tol hingga aktivitas yang negatif di sebuah pantai.

Murid-murid tersebut mulai melakukan wawancara ke lokasi, melakukan observasi, mencatat hasil observasi, membaca beber-apa buku pendukung, dan diakhiri dengan menyimpulkan serta dikemas dalam sebuah video.

Saya melihat keantusiasan murid dalam melakukan itu. Proses mencapai simpulan dan berpendapat tidaklah mudah. Meng-hubungkan informasi yang mereka dapat dari narasumber, dari observasi hingga dari bacaan relevan yang mereka baca.

“Menurut kelompok kami jembatan yang

Page 34: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1934

lama tidak diperbaiki ini memang ada dual-isme kepentingan antara pabrik gula dan dua desa yang memang letaknya di kecamatan yang berbeda. Harus ada pertemuan untuk itu antara ketiga pihak, karena jembatan ini adalah salah satu akses yang vital bagi mas-yarakat”

“Kalau Kami melihat fenomena kegiatan negatif di pantai karena beberapa faktor, dari penerangan yang kurang, pembiaran oleh pedagang dan penjaga pantai. Ke depan jika kegiatan tersebut tidak berlanjut, pemerintah harus turun untuk membuat pantai ini menja-di lokasi yang ramah keluarga”Pendapat-pendapat dari murid tersebut membuka pemahamanku tentang literasi. Proses menganalisa sebuah informasi, di-hubungkan dengan informasi lain dengan berbagai kegiatan yang tidak sekadar mem-baca kemudian disimpulkan, ini literasi!

Saya percaya bahwa literasi bukan potensi dari lahir, namun bisa ditumbuhkan.

Gambar 1 Tim Investigasi akan mencari informasi ke berbagai sumber

Gambar 2 Hasil investigasi dan analisis informasi disajikan dalam video

Gambar 3 Tim investigasi sedang mencari informasi di pabrik tebu

Page 35: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 35

Awal tahun 2015, saya mendampingi seo-rang murid kelas 5 SD belajar di rumah. Ini merupakan kali pertama bagi saya

mengajar murid SD. Sebelumya saya selalu mengajar murid pra sekolah. Berdasarkan pen-galaman pribadi dulu saat masih SD, biasanya kegiatan les berupa mengulas pelajaran dan yang paling sering adalah mengerjakan pek-erjaan rumah atau latihan soal. Akhirnya ke-giatan serupa saya terapkan kepada murid les saya. Yang agak berbeda adalah sesi khusus untuk bercerita bebas di tiap awal pertemuan. Tujuannya untuk membuat kami lebih akrab dan membuat suasana belajar menjadi santai.

Kegiatan berjalan lancar. Murid mampu mengerjakan PR dan latihan soal secara man-diri. Hanya sesekali saja dia bertanya. Tidak jarang kami mengulas materi pelajaran di sekolah dengan diskusi maupun dengan permainan. Sampai setelah sekitar 1 bulan, saya iseng membaca salah satu LKS murid saya. Dari halaman pertama hingga halaman terakhir yang dikerjakan. Saya merasa agak aneh dengan jawaban-jawaban yang dituliskan pada soal esai di LKS tersebut. Kalimat yang digunakan cenderung kaku dan sama persis dengan kalimat penjabaran materi pada buku. Saya coba mengamati jawaban-jawaban dari LKS lain maupun buku tugas. Ternyata benar, apabila jawaban soal berupa kalimat yang panjang, murid saya cenderung menyalin kali-mat yang ada di buku teks.

Sebenarnya fenomena menyalin kalimat dari buku teks ke lembar jawaban sudah tidak

asing. Ketika diingat-ingat, saya dulu juga seperti itu. Bahkan sampai di bangku kuliah. Tidak hanya untuk menjawab soal, untuk tugas merangkum pun sering menggunakan kalimat yang sama. Biasanya diambil dari kalimat di awal atau di akhir paragraf. Dan saya sadar bahwa kebiasaan ini menunjukkan ketidak-mampuan saya mencerna informasi dari suatu bacaan secara utuh.

Sejak saat itu, metode belajar coba saya ubah. Untuk latihan soal saya berikan secara lisan. Harapannya adalah untuk menganalisa apa-kah murid mampu menjawab dengan susunan kalimatnya sendiri yang berarti dia memang memahami inti materi atau tetap meniru kali-mat seperti pada buku yang artinya itu adalah hasil dari menghafal. Pada beberapa pertan-yaan, murid saya mampu menjelaskan dengan luwes, bahkan bisa diperdalam dengan diskusi dua arah. Namun tidak sedikit yang cenderung menggunakan kalimat pada buku teks untuk menjawab. Untuk meyakinkan level pemaha-mannya, saya meminta dia untuk menjelaskan maksud dari yang diucapkan tadi. Ternyata ada dua kondisi yang membuatnya memilih untuk menjawab dengan meniru isi buku. Yang pertama karena ia memang hafal dan peng-etahuannya hanya sebatas itu. Artinya murid tidak memahami isi materi secara mendalam. Dan kondisi yang kedua adalah murid sebe-narnya paham dengan isi materi, tapi tidak mampu mengungkapkannya kembali dengan bahasa Indonesia yang tersusun baik. Murid saya selalu izin untuk menjelaskan dengan ba-hasa Jawa (bahasa hariannya) apabila berada

Kemampuan Membaca danMengolah Isi Bacaan

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Umi Nur FaridaKGB SurabayaIndependent [email protected]

Desain GrafisIna LinaKGB SurabayaPaud Hidayah Surabaya

Page 36: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1936

pada kondisi kedua. Nah, menjelaskan dengan bahasa Indonesia secara lisan saja kesulitan, apalagi jika harus mengubahnya dalam bahasa tulisan.

Selain dengan lisan, akhirnya saya memberi kebebasan kepada murid les saya untuk men-gulas materi dengan cara apapun. Kadang dengan gambar atau sekadar coret-coretan, yang mampu membuatnya lebih percaya diri untuk mengeluarkan apa yang ada di dalam kepalanya. Atau dengan berbahasa Jawa seperti obrolan sehari-hari. Saya membantu untuk mencatat poin dan kata kunci penting dari yang disampaikan. Kata kunci tersebut untuk mempermudah murid menyusun kalimat dengan bahasa Indonesia nantinya. Proses belajar seperti ini memang butuh waktu lebih lama, tapi lebih memberikan makna. Murid tidak bisa langsung menguasai banyak materi, tetapi mampu menguasai satu materi dengan lebih mendalam. Sayangnya kami belajar ber-sama hanya untuk beberapa bulan saja sampai pergantian tahun ajaran baru. Meskipun hanya sebentar, harapannya adalah ia sudah punya bekal bagaimana cara mengenali kebutuhan belajarnya.

Dari pengalaman beberapa bulan tersebut membuat saya berefleksi pada diri sendi-ri. Dulu saya sudah bisa membaca sejak di bangku TK, dan itu seperti jadi kebanggaan.

Selama SD pun selalu mendapat nilai pelaja-ran sekolah cukup tinggi. Saya sanggup hafal ini dan itu. Tapi ternyata ada kemampuan lain yaitu kemampuan memahami dan menganali-sa yang saya belum punya. Saya belum mam-pu menyerap dan menggabungkan berbagai informasi, mengolah, dan apalagi menyampai-kannya.

Melihat fenomena yang terjadi di lingkungan sekolah TK tempat saya mengajar tidak jauh berbeda dengan zaman saya dulu, yaitu ke-mampuan membaca merupakan target utama, rasanya ada yang perlu diubah. Murid juga perlu ditumbuhkan keberanian dan keper-cayaan dirinya agar bisa mengeluarkan, men-yampaikan, dan mengekspresikan apa yang mereka rasa atau pikirkan. Kemampuan ini merupakan bekal penting untuk melatih ke-mampuan berpikir kritis terhadap segala infor-masi yang kelak akan mereka terima. Sehingga selain mampu menyerap informasi, mereka juga bisa mengolahnya untuk menyusun rang-kaian ide yang baru.

Page 37: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 37

Saya mengajar di kelas dua sekolah dasar sebagai guru kelas. Saya menga-mpu hampir semua mata pelajaran kecuali PAI dan Penjas. Di kelas rendah

masih menjadi sarana pengembangan calis-tung. Kebetulan juga di kelas dua, terdapat beberapa murid yang belum bisa membaca, malas menulis, dan berhitung. Hal ini menja-di tantangan tersendiri bagi saya selaku guru kelas.

Setiap hari ketika selesai menerangkan pe-lajaran sebelumnya, saya selalu menyuruh murid-murid menulis. Tidak lupa saya pun memberikan soal-soal latihan untuk mengeta-hui sejauh mana tingkat pemahaman murid pada materi tersebut. Beberapa murid ada yang protes, karena nulisnya banyak. Kalimat-nya panjang-panjang. Padahal saya sering memberikan hanya lima soal. Tetapi tetap saja kena protes. Dan terkadang malah beru-jung tidak menulis. Menghadapi murid-murid yang demikian, sering kali pula saya mencoba menggiring mereka agar belajar membaca di depan sebagai ganti karena tidak ingin menu-lis. Sesekali mereka mau menuruti perintah, namun semakin hari berubah lagi, kembali

ke awal yaitu tidak mau. Duh! Saya menepuk jidat. Selain tidak mau menulis, lalu ditambah lagi tidak mau membaca. Saya sempat ma-rah-marah kepada murid-murid yang memiliki sikap seperti itu. Terkadang pula merasa sedih sendiri. Bagaimana tidak, mereka tidak beru-saha mengubah sikapnya, padahal kegiatan menulis dan membaca adalah hal yang wajib mereka tekuni di sekolah.

Saya anggap ini tantangan terbesar sebagai guru. Tidak lupa, saya selalu berkomunikasi kepada para orang tua terkait perkembangan anak-anaknya di sekolah. Sampai-sampai ada yang memohon dengan saya untuk memberi-kan waktu tambahan supaya anaknya dapat rajin menulis dan membaca. Tanpa berpikir panjang, saya pun menyetujuinya. Setiap sore hari, saya datang ke rumah anak tersebut. Sebagai tahap awal, saya memberikan mo-tivasi dan wejangan untuk membuat si anak bersemangat dalam belajar. Ketika saya beri tambahan, anak itu mau-mau saja. Menulis, membaca, ia lakukan dengan baik. Namun, ketika kembali ke sekolah penyakit malas pun menyerangnya. Haduh, saya mulai kebingun-gan.

Menulispun Perlu Membaca

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Nazilatul Khusna KGB PekalonganSD Islam Baitussalam [email protected]

Desain GrafisVirandy PSMAN 1 Sijuk

Page 38: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1938

Page 39: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 39

Selain ada murid-murid yang malas menulis dan membaca, ada pula dua hingga empat murid yang rajin menulis dan sudah cukup mampu membaca lancar. Di sekolah juga sering menghimbau agar menerapkan literasi untuk menumbuhkan minat baca. Dengan adanya himbauan tersebut, saya pun berusaha untuk merealisasikan gerakan lit-erasi, yaitu melalui kegiatan membaca bersama. Setelah menyuruhnya membaca, saya pun men-coba memberikan tanya jawab. Segelintir anak, bisa menjawab dengan baik. Tetapi, sebagiannya lagi mereka tidak bisa menjawab. Ada yang hanya tersenyum, ada yang hanya diam, ada yang bilang tidak tahu. Padahal ketika dites, proses membaca mereka sudah cukup baik. Mereka bisa membaca. Namun, memang daya ingat sekaligus penalaran mereka saya lihat masih minim. Yah, menerapkan gerakan literasi di sekolah nyatanya gampang-gam-pang susah.

Kemudian selain menyuruh mereka membaca, saya pun mengimbangi dengan menulis. Kebetu-lan pada mata pelajaran bahasa Indonesia banyak membahas mengenai membaca sebuah cerita, lalu mereka disuruh untuk menuliskan kembali isi pokok dalam cerita atau meringkas cerita tersebut meng-gunakan bahasa mereka sendiri. Ketika itu, mereka terlihat begitu serius dalam menuliskannya. Setelah semua terkumpul, saya pun memeriksa satu per satu. Beberapa anak dapat menuliskan dengan benar, sesuai arahan dari saya. Tetapi, sebagiannya lagi membuat saya geleng-geleng kepala. Tulisan tidak jelas, huruf-huruf tidak dirangkai dengan benar, ada yang hilang sehingga mengakibatkan tidak berbunyi kalimatnya. Parahnya lagi, ada yang belum hafal huruf abjad. Selalu ketukar, misal huruf b dengan huruf d, huruf m dengan huruf n. Haduh, pikiran saya semakin tidak karuan. Menghafal huruf saja belum bisa, bagaimana ia membaca? Dan bagaimana pula jika disuruh menuliskan kalimat? Otomatis ia akan kesulitan untuk mencapai keduan-ya. Saya sudah berusaha mencari cara, tapi masih tetap saja nihil, gagal. Lalu, apa yang harus saya lakukan?

Adanya permasalahan di atas membuat saya merefleksikan diri. Jangan-jangan ada yang sa-lah tentang pemahaman saya terhadap literasi. Jangan-jangan gerakan literasi itu tidak hanya membaca saja. Apakah kemampuan menulis dan

Page 40: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1940

kemampuan membaca juga termasuk proses literasi? Apakah keduanya juga saling berhubungan? Yah, saya pun mencoba mencari tau apa sebenarnya literasi, dan bagaimana konsep menerapkan-nya.

Saya mencari tahu itu semua dengan mengikuti kegiatan temu pendidik online, sharing dengan guru-guru saya, serta baca-baca di internet. Dan ternyata selama ini saya mengalami miskonsepsi literasi. Saya salah kaprah dalam memahami arti literasi. Saya kira literasi hanya terpaku pada buku saja alias harus ‘membaca buku’. Namun, ternyata salah. Karena sejatinya makna literasi itu adalah belajar dari sumber yang bervariasi, bisa melalui film, internet, lingkungan atau pun lainnya.

Kemampuan literasi diantaranya meliputi kemampuan membaca dan kemampuan menulis. Kedua kemampuan tersebut ternyata saling berkaitan. Apabila membaca tidak disertai menulis, maka apa yang ia baca bisa lupa karena tidak dicatat. Sedangkan jika menulis tidak disertai membaca, maka kemampuan menulisnya tidak berkembang, serta wawasan pengetahuannya pun belum luas. Nyatanya penting sekali bagi guru untuk memperhatikan kedua kemampuan itu.

Terkait makna literasi yaitu belajar, maka yang saya lakukan adalah membiarkan murid untuk lelua-sa berpendapat tetapi sesuai dengan apa yang mereka pelajari. Lalu melatih mereka untuk berbic-ara di depan, menyampaikan materinya. Dan saya pun mengajak mereka menuliskan rangkuman atau point-point penting dalam materi tersebut. Karena ini diterapkan di kelas rendah, tidak mu-dah melakukan aksi-aksi demikian, hanya 50% saja yang sudah mengikuti dengan baik. Selebihnya harus dilatih pelan-pelan dan sabar.

Adanya refleksi membuat saya ingin terus belajar. Memetik pelajaran berharga dari makna literasi. Guru saya pernah menyebutkan bahwa ―seseorang dikatakan memiliki kemampuan literasi jika dia mampu membaca (yang tertulis, tersembunyi, terpampang, tergambar, bahkan yang tidak tertulis maupun tidak terpampang), mampu menguraikan, menganalisa, membandingkan berbagai sum-ber, mencari hubungannya, mempertanyakan, membuat dugaan, serta dapat menyimpulkan―.

Menulis membuat kita tertantang. Tertantang untuk mencurahkan segenap pikiran terkait peng-etahuan atau pengalaman yang kita dapatkan. Semakin sering menulis akan terdorong diri untuk memperluas wawasan, memperbanyak referensi, meningkatkan gaya penulisan, memperkaya isi supaya lebih bermanfaat. Sedangkan melalui membaca kita pun dapat mengetahui informasi-in-formasi yang ada, memperluas wawasan, serta memetik banyak pelajaran. Mempelajari tentang menulis dan membaca butuh yang namanya kemampuan literasi. Jadi sekali lagi, kemampuan membaca dan kemampuan menulis sangatlah erat berhubungan. Dan makna literasi pun ternyata sangat luas.

Page 41: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 41

LITERASI BUKAN SEKADARBANYAK MEMBACA

Praktik Baik Pengajaran

Penulis :Lilik Nur Indah SariKGB [email protected]

Pertama kali saya mengenal istilah literasi adalah tahun 2009. Tahun tersebut adalah tahun terakhir saya bersekolah SMA, artinya sebentar lagi saya akan melanjutkan jenjang

pendidikan di tingkat perkuliahan. Anak-anak yang sudah mengenyam bangku perkuliahan dengan bangga menunjukkan kepada saya tentang literasi. Saya yang ketika itu sangat awam, mulai menga-mati perilaku mereka (anak-anak mahamurid), ketika mereka luang saya mencoba menanyakan dan mendiskusikan makna literasi yang mereka maksudkan. Dari beberapa kali diskusi yang kami lakukan saya memahami bahwa literasi adalah membaca buku sebanyak-banyaknya. Masih sangat membekas dalam ingatan saya, kalimat yang dilon-tarkan oleh salah satu mahamurid tersebut adalah, “Selama belum masuk skripsi, minat baca/literasi saya buruk. Namun setelah masuk skripsi, hampir semua buku saya baca. Buku apa saja. Dari situlah literasi saya tumbuh.” Sehingga saya menangkap pada saat itu, bentuk penerapan literasi yang di-maksud adalah membaca buku sebanyak-banyakn-ya, buku apapun itu.

Memasuki masa-masa awal perkuliahan, meskipun saya sudah memiliki pola belajar yang membuat saya nyaman, tetap saja saya ingin menerapkan membaca sebanyak-banyaknya seperti pemaha-man banyak orang. Karena pandangan di mas-yarakat, orang yang akrab dengan banyak buku

adalah orang yang pintar. Saya ingin dipandang sebagai orang berilmu, maka saya akan berlagak sama seperti mereka. Dalam perjalanan, semangat literasi itu membuat saya bertanya ke dalam diri saya, “Kenapa saya harus bertingkah seperti orang lain?” “Apa tu-juan saya membaca, kalau hanya untuk seperti orang lain apa yang akan saya dapatkan?” Per-tanyaan-pertanyaan itu yang membuat saya maju mundur untuk mengikuti anggapan tentang literasi yang sempat booming saat itu. Saya tetap nyaman dengan pola belajar saya yaitu mengamati-ber-tanya-menghubungkan data-membaca. Membaca selalu menjadi pilihan terakhir bagi saya bila data yang saya miliki kurang sehingga menyebabkan tidak bisa dirangkai/dihubungkan untuk kebutuhan penyelesaian masalah. Ya, menurut pemahaman saya menyelesaikan masalah adalah menghubu-ngkan data atau variabel agar bisa dianalisis sehingga menghasilkan sebuah konsep penyele-saian terhadap masalah yang ada. Pada akhirnya, buku yang akhirnya saya pilih adalah buku yang saya butuhkan untuk menyelesaikan masalah yang saya hadapi, entah itu keresahan pribadi maupun keresahan sosial di lingkungan sekitar. “Bagi saya literasi adalah proses belajar untuk menyelesaikan masalah, sehingga saya tetap nyaman dengan pola belajar saya meskipun ramai anggapan bahwa lit-erasi adalah membaca buku sebanyak-banyaknya.”Pola saya ini terbawa sampai sekarang, bahkan

Desain GrafisSuhud RoisKGB CimahiSD Peradaban Insan Mulia

Page 42: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1942

Page 43: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 43

ketika berhadapan langsung dengan anak-anak, saya tidak ngotot memaksa anak-anak untuk banyak membaca buku. Berbicara soal literasi dan pener-apannya, bagi saya hal yang tidak boleh dilupakan tentang literasi adalah proses belajar yang diter-apkan untuk menyelesaikan masalah murid. Maka yang perlu diperhatikan agar bisa menerapkan liter-asi dengan benar adalah masalah apa yang hendak diselesaikan oleh murid dan sampai sejauh mana kemampuan murid terhadap masalah yang hendak diselesaikan tersebut. Sehingga proses belajar itu tidak harus dimulai dari awal, melainkan dengan melanjutkan pemahaman murid untuk menuju penyelesaian masalah berdasarkan level belajarnya dan disesuaikan dengan level pemahamannya.

Kunci dalam menerapkan membaca aktif adalah dengan menerapkan 5W + 1H. Penerapannya untuk anak-anak bisa dimulai dari pertanyaan yang pal-ing simpel. Apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana. Sementara anak-anak dibiasakan dengan pertanyaan itu dulu. Saya pernah mener-apkan dalam kegiatan after school (les), kebetulan anak kelas 6 yang saya ampu menggunakan model pembelajaran tematik dan masuk ke dalam pem-bahasan sejarah Indonesia. Saya ingat waktu itu sejarah Perang 10 November di Surabaya. Setelah meembaca, anak-anak saya minta untuk menjelas-kan cerita tersebut dengan pertanyaan sederhana yang sudah saya jelaskan di awal.

1. Apa peristiwanya ? 2. Di mana kejadiannya ? 3. Kapan terjadi ? 4. Siapa saja yang terlibat ? 5. Mengapa bisa terjadi ? 6. Bagaimana kronologis kejadiannya ?

Sekali praktik anak-anak merasa kesulitan karena belum terbiasa. Tidak mengapa, memang begitu tantangannya. Jika permasalahannya hanya soal kebiasaan, berarti solusi yang harus kita berikan adalah membiasakan. Akhirnya saya mencoba menerapkan pertanyaan-pertanyaan kritis 5W + 1H setiap kali menemui bacaan. Hasilnya luar biasa. Sepuluh kali praktik, anak-anak memiliki reflek untuk menerapkan pertanyaan kritis tersebut setiap kali menemui bacaan.

Hal yang membuat saya merasa bangga, yang sebenarnya belum saya targetkan dalam proses belajar adalah anak-anak juga menerapkan 5W + 1H tersebut untuk menganalisis berita-berita yang muncul dalam sosial media mereka. Pelaksanaannya memang membutuhkan bimbingan, tapi realitas anak-anak mulai memiliki reflek menerapkan per-tanyaan kritis tersebut ketika menemui berita di sosial media adalah efek luar biasa dari pembiasaan membaca aktif dalam proses belajar.Sesekali saya ingin berkata, saya bangga bisa men-jadi bagian dari proses belajar mereka.

Kunci menerapkan membaca aktif adalah sebagai berikut

Kunci dalam menerapkan membaca aktif adalah dengan menerapkan 5W + 1H :

1. Apa peristiwanya ? 2. Di mana kejadiannya ? 3. Kapan terjadi ? 4. Siapa saja yang terlibat ? 5. Mengapa bisa terjadi ? 6. Bagaimana kronologis kejadiannya ?

Page 44: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1944

Buku

Merchandise Guru Belajar

Diferensiasi Memanusiakan HubunganMerdeka Belajar

Setiap pembelian dua produkmendapat 1 buah tas boardgames

Page 45: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 45

Merchandise Guru Belajar

Kaos

Pelajar Sepanjang Hayat Disiplin Positif Merdeka Belajar

Guru Belajar Memahami Murid

Lebar PanjangSize

XSSML

XL2XL3XL

43 CM46 CM49 CM52 CM55 CM58 CM61 CM

62 CM66 CM70 CM73 CM75 CM77 CM79 CM

https://www.facebook.com/groups/ProdukGuruBelajar/

Produk bisa didapatkan di :

Page 46: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1946

Bukik SetiawanNKCTL Nanti Kita Cerita tentang Literasi

Literasi telah lama kita kenal. Tanpa menyebut literasi, kita sudah melakukan pemberantasan buta huruf sejak Indonesia Merdeka. Sementara kegiatan dan gerakan dengan menggunakan nama literasi sudah mulai sejak awal 2000-an atau bahkan lebih awal lagi. Artinya, sudah panjang perjalanan kita bersama literasi.

Pada Temu Pendidik Nusantara 2018 dideklarasikan topik untuk TPN tahun mendatang yaitu Literasi untuk Menggerakkan Negeri. Bukan hanya paham atau mempraktikkan literasi, tapi menggagas literasi yang bisa menggerakkan perubahan di negeri ini. Kita akan membahas literasi mulai Januari ini hingga puncaknya pada Oktober 2019 pada saat Temu Pendidik Nusantara 2019. Sebuah undangan yang menantang bagi guru belajar kan?

Bagaimana bisa mewujudkan literasi yang menggerakkan negeri? Tentu berpijak pada dua isu yang sudah kita usung pada TPN sebelumnya yaitu merdeka belajar dan memanusiakan hubungan. Mengapa demikian? Kami di Kampus Guru Cikal terbiasa dengan cara berpikir: Cita - Cara - Cakupan. Cita adalah gambaran ideal yang ingin diwujudkan. Cara: strategi esensial yang digunakan untuk mencapai cita. Cakupan: program, isu dan praktik yang dilakukan menggunakan cara untuk mewujudkan cita. Merdeka belajar adalah salah satu cita. Memanusiakan hubungan adalah 1 dari 5 cara pengajaran Cikal.

Sebagaimana prinsip di buku panduan 2.0, Komunitas Guru Belajar bercita-cita mewujudkan pelajar merdeka (pelajar: orang yang belajar), guru dan murid yang mempraktikkan merdeka belajar. Jadi bagaimana kita merdeka belajar literasi? Bagaimana kita mempraktikkan siklus merdeka belajar (tujuan - cara - refleksi) pada cakupan literasi?

Kami mengundang segenap penggerak dan anggota Komunitas Guru Belajar untuk bercerita segala hal mengenai literasi. Awalnya kita mengundang rekan-rekan untuk bercerita tentang refleksi terkait dengan literasi di Temu Pendidik Mingguan ini, dilanjutkan di Surat Kabar Guru Belajar, yang

Temu Pendidik Mingguan

Page 47: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 47

kemudian kita sebarkan di Temu Pendidik Daerah (refleksi). Selanjutnya, kita akan bercerita mengenai pelibatan murid dan pemangku kepentingan terhadap praktik dan gerakan literasi (tujuan). Dilanjutkan dengan cerita berkaitan dengan strategi penerapan literasi (cara). Dan diakhiri dengan cara melakukan asesmen dan refleksi dalam praktik literasi (refleksi). Itulah gambaran Nanti Kita Cerita tentang Literasi dalam setahun ini menuju Temu Pendidik Nusantara 2019.

Sesi 1

Bukik Setiawan : Kapan pertama kali mengenal istilah literasi? Bagaimana cara Anda mengenal dan mendapatkan pemahaman tentang literasi?

Adelia Octoryta : Sejak kuliah sudah pernah kenal istilah ini. Tapi tak mendalami. Tahun tahun belakangan baru mendengar dan penasaran dengan istilah ini.Saya banyak mencari referensi lewat buku, literasi dari segi pendidikan sekolah dan dari segi pendidikan keluarga.Buku diantaranya, dari KGB dan keluarga kita ―

Bukik Setiawan : Sejak kuliah itu tahun berapa ya ? ―Kalau kenal sejak kuliah, berarti termasuk yang awal terimbas dengan literasi. Dan kalau dari upayanya, termasuk guru merdeka belajar ya. Mencari tahu, mempelajari buku, mendapatkan pemahaman tentang literasi. Saya tunggu cerita untuk pertanyaan selanjutnya

Adelia Octoryta : Kuliah di tahun 2000an. Pernah juga mencari artikel lewat Om Serba Tahu (google) tapi informasinya sepenggal-sepenggal dan acak malah bingung menyusun jadi informasi yg runut dalam pikiran saya ―Lebih suka menelusuri informasi dari buku.

Bukik Setiawan : Berarti masih muda *ehSetuju, kelebihan mempelajari dari buku adalah pengetahuan yang terstruktur.

Andriani Lestari : Kalau mendengar istilahnya memang sudah lama, sejak kuliah sudah. Tapi belum paham dan berlalu begitu saja. Satu dua tahun kebelakang baru agak engeuh, karena gencarnya program literasi. Tapi masih belum paham betul keluasan dan cakupannya.

Bukik Setiawan : Berarti termasuk guru yang terimbas literasi ketika digaungkan oleh kementerian. Bila belum paham, apakah boleh tahu upaya untuk mendapatkan pemahaman literasi yang sudah dilakukan sebelumnya?

Andriani Lestari : Pernah sharing dengan teman dari sekolah di bawah Dinas Pendidikan, karena di sekolah tersebut sudah berjalan program literasi untuk siswanya.

Bukik Setiawan : Apa pemahaman tentang literasi yang didapatkan dari sharing dengan teman guru yang sudah mempraktikkannya?

Andriani Lestari : Literasi tidak hanya membaca dalam arti sempit (membaca buku) tapi mereview / menceritakan isi lagu juga salah satu kegiatan literasi, termasuk juga memahami suatu fenomena kejadian / keadaan dan meresponnya.Entah benar atau tidak pemahaman saya.

Helda Ramadhani : Baru beberapa tahun ini setelah di gaung-gaungkan di Kurikulum 2013,Dan saya mencari tahu pemahaman tentang literasi melalui browsing internet yang ternyata selama ini saya telah melakukan Literasi meski belum seutuhnya memahami Literasi.―

Bukik Setiawan : Yeay! Meski baru menyadari literasi sejak Kurikulum 2013, tapi sudah berusaha mencari tahu dan merefleksikannya dengan praktik pengajaran yang dilakukan. Saya tunggu jawabannya di pertanyaan selanjutnya

Sesi 2Bukik Setiawan : Sejak pertama kali mengenal literasi hingga saat ini, apakah ada perubahan pemahaman mengenai literasi? Bagaimana cerita perubahannya?

Fatma Puri SayektiAda perubahan pemahaman literasi. Lebih banyak dari sharing dengan para pegiat taman baca di kediri (pemilik TBM). Dari ngobrol itu juga sempat ikut program residensi literasi oleh Kemendikbud.

Dan saya baru tahu bahwa ada 6 cakupan literasi dasar yg dicanangkan oleh kemendikbud: literasi baca tulis, finansial, numerasi, digital, budaya dan kewargaan, dan sains.

Page 48: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1948

Awalnya agak-agak kurang paham, tapi setelah baca buku-buku panduan yg bisa diunduh gratis di laman kemendikbud, sedikit lebih paham. Buku-buku itu masuk dalam kategori buku dalam rangka GLN (Gerakan Literasi Nasional)

Bukik Setiawan : Perubahan pemahaman dari awalnya apa menjadi bagaimana?Kalau cakupan 6 literasi sebenarnya bersifat tidak esensial. Artinya berkembang seiring perubahan zaman dan konteks penggunaannya. Semisal, ada ahli yang menyebut literasi budaya. Ada juga yang menilai orang asing yang masuk di wilayah baru dan tidak paham bahasanya disebut juga tidak melek literasi. Jadi, apa perubahan pemahaman tentang literasi yang dialami?

Fatma Puri Sayekti : Dulu saya menganggap literasi melulu soal buku. Semua aktifitas harus dikembalikan ujung-ujungnya pada kesukaan membaca buku. Anak-anak harus baca sekian buku agar pintar. Mahasiswa harus baca sekian jurnal dan buku teks agar pemahamannya benar.Seiring waktu, pemahaman saya beralih bahwa literasi tidak selalu tentang buku dan membaca buku. Proses pencarian informasi, pengolahan informasi di otak, pembuatan kesimpulan, pengambilan keputusan, dan akhirnya bisa menambah kecakapan hidup (sesuai kebutuhan belajarnya).

Bukik Setiawan : Asyik. Terang benderang proses perubahan pemahaman terhadap literasi. Proses perubahan yang menarik. Semoga bisa dilengkapi

dengan pengalaman terkait untuk dituliskan di Surat Kabar Guru Belajar.

Helda Ramadhani : Ada. Pemahaman tentang literasi tidak hanya sebatas membaca dan menulis saja tapi juga pemahaman tentang bahasa seperti berbicara, mendengar, menyimak dan memahami yang semuanya di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari literasi

Bukik Setiawan : Wajar bila mengalami perubahan pemahaman. Karena konsep literasi bersifat dinamis, ada sejumlah perubahan termasuk perluasan makna literasi yang sudah berbeda dari makna kata dasarnya.

Helda Ramadhani : Jadi literasi itu dinamis dan cakupannya sangat luas ya pak, dan esensi nya dalam kehidupan kita literasi sangat penting untuk menjawab semua persoalan yg kita hadapi..mulai mengerti saya ―

Suprapti Prapti : Kalau dulu pemahaman literasi hanya sebatas pengertian membaca dan menulis saja termasuk sampai hari ini di sebagian besar sekolah hanya membuat program membaca senyap dan sejenisnya namun lambat laun dengan semakin gencarnya istilah literasi semakin membuka cakrawala berpikir selangkah lebih maju tentang literasi jadi tidak hanya membaca dan menulis saja termasuk berhitung, berbicara dan memecahkan masalah contohnya keberanian anak anak dalam berdiskusi dan melaksanakan kegiatan debat termasuk kegiatan literasi begitu juga membuat film atau menonton film termasuk literasi nggak ya?

Page 49: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 49

Page 50: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1950

Kata dasar literasi bermakna akrab dengan literatur atau terdidik. Pada zaman dulu, terdidik dimaknai sebagai mampu calistung karena dinilai sebagai 3 kemampuan dasar yang menjadi pembeda. Tapi seiiring zaman cakupannya meluas sehingga mulai didiskusikan apa yang menjadi esensi literasi.

Ada banyak pengertian dari esensi literasi, tapi benang merahnya adalah kemampuan mendapatkan dan mengelola informasi untuk menyelesaikan persoalan atau mencapai suatu tujuan. Informasi tersebut bisa beragam: kata, angka, finansial, media, teknologi dll.

Membaca masih bisa dimaknai sebagai literasi ketika kita memfasilitasi murid untuk mendapatkan dan mengelola informasi dari bacaannya untuk suatu tujuan tertentu. Bila sekedar membaca, maka ya hanya jadi membaca ―

Bukik Setiawan : Sejauh yang saya baca, kurikulum australia membagi literasi menjadi dua elemen yaitu “mendapatkan” dengan “menyampaikan” informasi. Jadi keberanian menyampaikan pendapat pada saat berdiskusi bisa disebut sebagai literasi.Sumber: https://www.australiancurriculum.edu.au/f-10-curriculum/general-capabilities/literacy/

Suprapti Prapti : Saya setuju jika proses mendapatkan informasi maupun menyampaikan kembali informasi termasuk kegiatan literasi sehingga esensi dari pemecahan masalah dalam literasi sangat nampak

Bukik Setiawan : Pada ujung pangkalnya: belajar dan literasi menjadi serupa *eh Literasi menjadi semacam pengingat pada kita bahwa tujuan belajar adalah mendapatkan dan mengelola informasi untuk menyelesaikan persoalan, bukan sekedar mendapatkan nilai ujian *eh

Sesi 3Bukik Setiawan : Apa kaitan pelajaran yang Anda ampu/ajarkan dengan literasi? Bagaimana ceritanya Anda menerapkan literasi pada pelajaran Anda? (Ingat, tidak sebatas pelajaran bahasa, semua pelajaran)

Muh Dahyar : Jadi kami di sekolah itu gencar mendalami literasi ketika TP 2017/2018 semester gasal. Pada awal tahun pelajaran akan diadakan supervisi oleh pengawas sekolah nah guru diminta untuk memuat literasi dalam perangkat

pembelajaran terutama RPP, sejalan dengan sosialisasi kemendik bahwa UN nantinya mulai dari SMP, SMA hingga SBMPTN akan menerapkan HOTS dimana ini bagian dari literasi tersebut makanya semua mapel itu dalam kegiatan PBM harus memuat literasi misalnya diawal kegiatan inti, nah cara saya lakukan adalah di awal kegiatan inti itu adalah memberikan contoh kasus yg bersifat fakta dan kontekstual. Misalnya mau belajar tentang konflik sosial (maklum guru sosiologi) nah diberikanlah kasus konflik yng terjadi diindonesia nah setelah itu kita bedah bersama kasus tersebut mulai dri apa itu konflik, penyebab, macam, dan penyelesaian berdasarkan contoh kasus yg diberikan. Nah setelah itu baru masuk ke belajar mengajar seperti biasa, di kegiatan literasi ini durasinya 10-15 menit diawal PBM. Nah evaluasinya harus menggunakan HOTS (High Order Thinking Skill). Dan tidak terbatas pada teks, bisa video, internet dll.

Bukik Setiawan : Menarik kegiatannya. Saya justru penasaran hal lain. Apakah memang berbeda antara pengajaran literasi dengan pengajaran biasa? Bila iya, apa bedanya? Apakah pengajaran literasi fokus pada HOTS sementara pengajaran biasa tidak fokus pada HOTS? Atau bagaimana?

Muh Dahyar : Jadi berdasarkan pengalaman saya berbeda pak, kalau pengajaran biasa kan biasanya setelah kegiatan awal (apersepsi) masuk kegiatan inti (tujuan pembelajaran, materi) ini berdasarkan model pembelajaran lanjut kegiatan penutup (evaluasi, refleksi, kata-kata mutiara heheh) nah sedangkan di literasi ada part tersendirinya Pak diawal kegiatan ini berdasarkan yang saya lakukan.Iya spengetahuan saya literasi fokus di HOTS di jenjang tertentu.

Bukik Setiawan : Oh berbeda berarti dengan sekolah kami. Kegiatan awal - kegiatan inti - kegiatan penutup kan tidak bersifat resep. Kalau dipisahkan, saya khawatir gerakan literasi tidak melakukan perubahan nyata terhadap praktik pengajaran. Justru jadi tambahan tugas bagi guru dan murid. Apa yang menghalangi integrasi antara pengajaran literasi dengan pengajaran biasa?

Muh Dahyar : Literasi ini pak cara dan metodenya berbeda di tiap-tiap materi. ada kemudian materi yg literasi ini masuk secara full di semua pendekatan saintifik. Tetapi ini kemudian dikondisikan dengan sarana dan prasarana yang ada. Misalnya kelas XII kan belum ada buku paketnya nah untuk memudahkan makanya saya

Page 51: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 51

pisahkan part literasinya.

Bukik Setiawan : Iya. Prosedural sekali ya heheKetergantungan pada buku teks merupakan salah satu miskonsepsi literasi. Ketergantungan yang membuat sekolah di daerah jauh tertinggal dengan sekolah di kota.

Tantangan esensialnya justru apa sumber informasi di sekitar lingkungan sekolah yang bisa diakses para murid. Sekolah kami tidak menggunakan buku teks. Sumber informasi dianalisis oleh guru berdasarkan ketersediaan dan kemampuan murid mengaksesnya

Muh Dahyar : Iya pak prosedural dan seolah menambah beban di tengah hiruk pikuk kesulitan memahami Kurikulum 2013 itulah mungkin yg dinamakan miskonsepsi literasi, syukron katsiran Pak.

Martino Panjaitan : Wah kaitan dengan pelajaran di sekolah dasar banyak banget, terlebih lagi pada kurikulum 2013 terdapat Kompetensi Keterampilan, hasil diskusi, proyek, peta pikiran, survei, dari berbagai mata pelajaran dan juga mesti disampaikan karena berkaitan keterampilan mengkomunikasikan

Bukik Setiawan : Literasi berkembang bukan lagi menjadi gagasan, bukan lagi menjadi praktik, juga menjadi gerakan. Bila mempunyai pengalaman menggerakkan gerakan literasi, apa tantangan tersulit yang berhasil Anda atasi? Bagaimana ceritanya?Saya tidak menanyakan kaitan literasi dengan pelajaran di SD sih. Saya menanyakan kaitan literasi dengan pelajaran yang Anda ampu ―

Fatma Puri Sayekti : Di mata kuliah Psikologi Industri dan Organisasi (akronimnya PIO), saat membahas tema “rekrutmen dan seleksi tenaga kerja”.Awalnya saya gundah dan gemes dengan banyaknya pertanyaan orang tentang: apa sih trik lolos wawancara? Cara lolos psikotes gimana? Perlu belajar apa sebelum seleksi kerja? Dll.

Tantangannya adalah saya tidak selalu sebaran untuk menjelaskan satu per satu jawabannya. Ya sudah, sekalian saya “latih” mahasiswa untuk ngerti sedikit seluk beluk rekrutmen dan seleksi itu bagaimana. Kali aja mereka bisa bantu jawab ketika ada serangan pertanyaan serupa ke teman2 psikologi.

Yang saya lakukan ada beberapa tahap (memakan

PraktikLiterasidi BerbagaiJenjang Pendidikan

Page 52: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1952

waktu 2 x 3 SKS).1. Mahasiswa saya minta mencari contoh lowongan pekerjaan di manapun. Posisi apapun dan perusahaan apapun. Dari Koran, majalah, mading, website, fb, ig, wa grup, dll.2. Di kelas, kami bedah masing2 lowongan itu. Kenapa A bunyi lowongannya begitu, tapi B bunyinya beda. Padahal posisi yang dicari sama2 Staf Admin.Kenapa posisi A butuh kriteria pelamar A, kenapa posisi B butuh kriteria B. Dst.Kenapa perusahaan besar butuh kualifikasi A, perusahaan kecil cukup kualifikasi B saja. Dst.Apa perbedaan masing2 lowongan, ada yg panjang dan pendek. Dst.3. Lalu setelah mencermati lowongan yg dibawa masing-masing (proses membaca, mengamati, menganalisis, mencari perbedaan, mengetahui alasan setiap perbedaan), mhswa saya minta roleplay membuat lowongan sendiri dg perusahaan impiannya. Dg menerapkan prinsip-prinsip dasar yg sudah kami bahas sebelumnya.4. Kami bedah pula bagaimana sistematika menjabarkan dari job description yang dibutuhkan, diturunkan menjadi kriteria apa saja yang dicari dari seorang pelamar, lalu memilih cara seleksi yang tepat (wawancara kah, psikotes kah, tes fisik kah, tes praktik kerja kah, dst).

Perubahan yg terjadi, mahasiswa menjadi paham apa hubungan satu bagian dengan bagian lainnya. Dengan merunut cara berpikir, membuat kesimpulan, mengambil keputusan, sehingga lebih

bijak dalam bertindak. #halahAlhamdulillah evaluasi yang saya dapatkan dengan pembelajaran seperti itu positif dari mahasiwa.

Bukik Setiawan : Runtut! Saya coba paparkan poin-poin pentingnya ya.1. Menggunakan bahan bacaan di dunia nyata yang relevan dengan topik dan tujuan belajar 2. Meminta murid untuk aktif mencari dan menganalisis informasi 3. Memberi peran di dunia nyata pada murid sehingga mencari solusinya berada pada suatu konteks, tidak semata teoritis. Tantangan lebih lanjut: bisa memilih kemampuan menerapkan atau kemampuan mengevaluasi. Kemampuan menerapkan: tugas membuatkan solusi untuk UKM Kemampuan evaluasi: melakukan kritik terhadap lowongan yang tersedia berdasarkan kajian teoritis tentunya.

Fatma Puri Sayekti : Oo yaya.. Terima kasih tantangan lanjutannya pak. Boleh bertanya sedikit lagi ya pak? UKM itu Unit Kegiatan Mahasiswa atau Usaha Kecil Menengah pak? Ini semacam contoh praktik lanjutan dari mata kuliah itu, begitu ya pak? (Maaf untuk memastikan)

Bukik Setiawan : Usaha kecil menengah. Sudah, ceburin saja mahasiswa ke tantangan nyata. Biar bermakna

Fatma Puri Sayekti : Nah, ini juga rencana saya

Page 53: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 53

di semester berikutnya. Terima kasih pak. Jadi tambahan ide gratis (plus di highlight) buat nulis di SKGB #ehNURUL KIPTIYAH : Saya di TK di desa, yg mana justru para orangtua nya yg semangat agar anaknya BISA MEMBACA... Tapi bukan suka membaca.. Jadilah para orangtua memasukkan anak anak ke bimbel khusus membaca... Alhasil anak anak memang lancar membaca buku bacaan tapi dengan motivasi agar bisa segera kebut habis bukunya... Kalo direfleksi kan isi bukunya tadi apa, mereka ga tahu, diajak bercerita tentang isi bukunya mereka juga ga ngerti. Intinya seolah kegiatan bacanya hanya karena ingin segera buku nya habis dan dapat nilai bagus. Belum lagi buku2 yg mereka baca memang tampak kurang menarik bagi anak usia 4-5 th..

Nah, melihat itu saya coba sampaikan ke para orangtua lewat paguyuban agar ada kegiatan membaca bersama orang tua dirumah, kemudian anak membawa buku yang dibaca ke sekolah untuk di ceritakan pada temannya

Buku-bukunya nya saya minta diselesaikan yang buku itu menarik sehingga anak anak tidak hanya bisa membaca tapi juga memahami isi cerita. Pada saat anak anak bercerita tentang isi buku yang mereka baca.. Saya mengapresiasinya... Nah, sejak itu mereka menjadikan kegiatan membaca sebagai kegiatan yg menarikDan pada orangtua saya sampaikan yg terpenting bukan lah anak bisa membaca tapi menyukai kegiatan membaca

Bukik Setiawan : Wah Bu Bunda menghadapi salah satu miskonsepsi literasi. Aktif membaca tapi tidak membaca aktif. Miskonsepsi yang banyak sekali kita temui. Kita suka sekali melihat anak2 membaca buku tanpa memastikan apakah mereka membaca aktif atau sekedar membaca. Yuk tulis dan kirim ke SKGB ke-19 ―Lanjutkan perjuangan!

Andi Olle Mashurah : Tantangan terbesar berdasar pengalaman adalah hubungannya dengan pemerintah yang cenderung menyukai aktivitas yang ramai-ramai, selesai dalam beberapanhari, lalu vakum lagi. Kerjasama dg dinas perpustakaan dlm.penyelenggaraan pameran misalnya, memilih dilakukan di mall, pdhl.tujuan org ke.mall.bukan untuk kepentingan itu.Harapannya sih bisa lebih menggerakkan mulai dari tingkat terkecil, rumah atau sekolah, namun terus menerus.

Bukik Setiawan : Hehehe kita mengalami hal yang sama. Jadi beda antara literasi sebagai kegiatan dengan literasi sebagai gerakan. Literasi sebagai kegiatan ya hanya bersifat insidentil. Selesai kegiatannya, selesai pula literasinya. Kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi tantangan tersebut?

Andi Olle Mashurah : Saya saat ini gencar menyasar langsung ke orangtua, terutama ibu-ibu untuk membuat mereka mengambil peran penting dalam urusan membaca dan mengenalkan literasi untuk anaknya sendiri.

Saya membuat kelompok2 belajar maksimal 20 ibu, lalu mengedukasi mereka bagaimana membuat anak2 mereka suka membaca, dan memperlihatkan contoh langsung caranya, juga memberikan banyak contoh apa benefit yang mereka peroleh bila anak2 mereka menggemari aktivitas literasi ini.

Bukik Setiawan : Wah asyik. #KembaliKeKeluarga ya. Saya masih punya pertanyaan tapi karena keterbatasan waktu, saya japri ya hehe.

Syafi’ Maulida : Cerita. Tantangan tersulit adalah diri sendiri. Fokus dan konsistensi dalam menggerakkan diri sendiri dan menjadi konsisten apapun keadaan dan posisinya. Memiliki buku dan taman baca di rumah, tidak lantas saya bisa juga menerapkan gerakan literasi di sekolah. Perkembangan gerakan literasi di sekitar rumah dengan menghadirkan taman baca perlahan tapi signifikan meningkat. Tidak hanya jumlah pengunjung dan pembaca, tapi guyub rukun warga ketika mencari solusi permasalahan bersama juga bagian dari literasi.Dilain sisi, kaku nya pemahaman bahwa literasi sekedar membaca, sekedar menulis, tanpa menjabarkan bahwa literasi juga membaca aktif, mengelola informasi dan mengkomunikasikan kepada orang lain lewat beberapa media adalah nyata sebuah tantangan dan kepayahan

Benar yang di katakan bu Elaa, bahwa perubahan harus secara komunal. Menjadi paham bersama masalah literasi di sekolah adalah juga permasalahan bersama.

Bukik Setiawan : Asyik nih. Pengalaman yang menunjukkan bahwa berbeda konteks, berbeda pula tantangannya dalam melawan miskonsepsi literasi. Masyarakat yang seringkali dinilai kurang terdidik justru lebih mudah menerima pemahaman esensial dari literasi. Sementara kalangan yang

Page 54: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1954

lebih “akademis” justru asyik dengan literasi sebatas calistung.

Pertanyaan, bagaimana kedua konteks tersebut bisa saling belajar? ―

Syafi’ Maulida : Saya sependapat dengan pak @bukik. Ada seorang pendidik katakanlah, bicara literasi adalah 15 menit sebelum pelajaran membaca buku, tapi tidak ada tindak lanjut, buku apa yang mereka baca, apa manfaatnya, apa yg di dapat dr membaca, dan mereka mengungkapkan nya dengan cara bagaimana. Di sisi lain, warga lulusan SD pekerjaannya borg sayur (pengepul sayur) saat dihadapkan kondisi sulit, mampu menjangkau dan menyelesaikan masalah dan membantu orang lain menyelesaikan masalahnya.

Jadi ingat Wright bersaudara (penemu pesawat, semoga tulisan nya benar). Keduanya hanya pekerja bengkel sekaligus pemilik bengkel, di saat bersamaan ada profesor yang meneliti pembuatan mesin pesawat, tapi nyatanya pekerja bengkel yang konsisten dan belajar dari kesalahan lah yang kita kenal sebagai penemu dasar mesin pesawat. Ini secara tdk langsung membuktikan, bahwa literasi tidak harus sekedar membaca, tapi juga bergerak dan bertindak nyata.

Bagaimana menemukan keduanya? Dipertemukan dalam forum hore hore yang gembira. Salah satunya bu dosen @fatma yang hadir dan berbicara di depan warga. Keduanya akan saling belajar. Bukan menggurui

Baja Seto : Wow...tidak terasa sudah habis waktunya, saya ijin tambah waktu dan melanjutkan ke pertanyaan terakhir ya.Bukik Setiawan : Apabila Anda mendapat sebuah tongkat ajaib yang bisa memenuhi semua permintaan Anda, apa 3 permintaan yang Anda ajukan agar praktik dan gerakan literasi yang Anda lakukan berjalan lebih efektif?

Andriani Lestari :1. Semua orang paham tentang literasi secara kaffah ―2. Lengkapnya sarpras pendukung literasi3. Berliterasi ke finlandia ― #eh

Bukik Setiawan : Nomor satu esensial. Nomor dua dan tiga buat bersenang-senang saja Percayalah, literasi tidak butuh perlengkapan apa-apa. Tidak percaya? Coba ajak anak membaca

batang pohon, membaca komposisi sampah di sebuah tempat sampah atau membaca susunan dan bentuk gedung (ketiganya pernah saya praktikan). Percayalah belajar jadi lebih seru Finlandia? Finlandia tidak bisa menjawab bagaimana mengajar 30-40 murid satu kelas. Tidak bisa menjawab bagaimana mengajar murid dari berbagai latar belakang ekonomi. Lebih baik di sini, di rumah kita sendiri. #NyanyiGodBless

Andriani Lestari : Mantul pak bukik...Jadi lebih terbuka ttg pemahaman literasi..Saking penasarannya krn finlandia disebut-sebut memiliki sistem pendidikan yg bagus. Padahal bagus buat orang blm tentu cocok buat kita.Tapi untuk bahan literasi kita bisa juga, selama prakteknya sesuai dgn kondisi yg ada.Think Globally Act Locally

Mahayu : Keren Pak! Ternyata bisa banget ya. Kalau dari film yg saya tonton, anak-anak bisa mengeja ABC karena meminum sirup ABC. Tanpa perlu mengeja. Thank ya Pak :)

Umi : 1. Ya Allah.. tolong mudahkan saya dalam mencari kasus2 yang dekat dg anak2, sekaligus dapat sesuai dg materi pembelajaran, dan tolong mudahkan saya dalam merumuskan pertanyaannya, hal ini saya lakukan sebagai cara saya untuk menstimulasi anak2 melakukan literasi,2. Ya Allah.. semoga siswa-siswa pun dapat merasakan praktik yg saya lakukan dg rasa senang.

3. Ya Allah.. tolong mudahkan saya untuk menstimulasi guru2 di sekitar saya, agar guru2 yg lain juga mendapatkan pencerahan dalam melakukan praktik literasi, yg terpikir saat ini, caranya mengajak guru2 berpikir tentang makna literasi

Bukik Setiawan : Tiga permintaan esensial. Studi kasus yang dekat dengan anak dan pertanyaan efektif adalah perangkat yang ampuh untuk membangun literasi.

Semoga kita di kuatkan dalam menjalani perjalanan memperjuangkan literasi yang menggerakan negeri.

Umi : Bandung Amin

Fatma Puri Sayekti : 1. Mengumpulkan dosen sekampus untuk menyelaraskan konsep literasi dan bagaimana praktik terbaik yang dapat

Page 55: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 55

dilakukan ke anak didik.2. Ada forum offline yg mempertemukan guru mulai jenjang playgroup sampai kuliah untuk memahamkan bahwa budaya literasi yg dibangun sejak kanak2 akan berujung di mahasiswa, lalu lanjut di kehidupan setelah kuliah. Jadi agar saya tidak merasa “ya ampun ni anak zaman sekolah gimana sih belajarnya? Udah gede kok begini pemahamannya.” (jumat curcol).3. Bisa lebih encer isi kepala untuk mikir konsep-cara-evaluasi literasi secara kontinyu sampai kapanpun. #ea

Bukik Setiawan : Terima kasih teman-teman sudah nimbrung di TPM. Inilah awal obrolan kita mengenai literasi hingga berpuncak pada Temu Pendidik Nusantara 2019. Mari kita saling mengingatkan dan saling menguatkan agar bisa barengan sampai di puncak.

Teman-teman bisa menggunakan 3 dari 4 pertanyaan ini untuk merefleksikan pengalaman menerapkan literasi. Pengalaman refleksi, bukan pengalaman menerapkan literasi. Kita awali percakapan dengan seruan untuk melakukan refleksi bersama, perbaikan bersama, pengembangan bersama.

1. Kapan pertama kali mengenal istilah literasi? Bagaimana cara Anda mengenal dan mendapatkan pemahaman tentang literasi? 2.Sejak pertama kali mengenal literasi hingga saat ini, apakah ada perubahan pemahaman mengenai literasi? Bagaimana cerita perubahannya? 3A. Apa kaitan pelajaran yang Anda ampu/ajarkan dengan literasi? Bagaimana ceritanya Anda menerapkan literasi pada pelajaran Anda? (Ingat, tidak sebatas pelajaran bahasa, semua pelajaran)

3B.Literasi berkembang bukan lagi menjadi gagasan, bukan lagi menjadi praktik, juga menjadi gerakan. Bila mempunyai pengalaman menggerakkan gerakan literasi, apa tantangan tersulit yang berhasil Anda atasi? Bagaimana ceritanya?

4.Apabila Anda mendapat sebuah tongkat ajaib yang bisa memenuhi semua permintaan Anda, apa 3 permintaan yang Anda ajukan agar praktik dan gerakan literasi yang Anda lakukan berjalan lebih efektif?

Salam NKCTL Nanti Kita Cerita tentang Literasi

Baja Seto : Terimakasih Pak Bukik dan semua teman-teman atas waktu, semangat dan partisipasinya. Saya mohon maaf jika ada kesalahan. Sebelum menutup diskusi ini ada tantangan nih, silakan posting di media sosial Anda (twiter, fb, atau Instagram) mengenai hal menarik dari diskusi kita malam ini dan tag media sosial

Kapan pertama kali mengenal istilah literasi? Bagaimana cara Anda mengenal dan

mendapatkan pemahaman tentang literasi?

Sejak pertama kali mengenal literasi hingga saat ini, apakah ada perubahan pemahaman

mengenai literasi? Bagaimana cerita perubahannya?

Apa kaitan pelajaran yang Anda ampu/ajarkan dengan literasi? Bagaimana ceritanya Anda me-nerapkan literasi pada pelajaran

Anda?

Apabila Anda mendapat sebuah tongkat ajaib yang bisa memenuhi semua permintaan Anda, apa 3 permintaan yang Anda ajukan agar praktik dan

gerakan literasi yang Anda laku-kan berjalan lebih efektif?

PertanyaanRefleksiuntuk

Literasi

Page 56: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1956

Temu Pendidik Mingguan

Ternyata Literasi Tak Cuma Soal Baca Tulis

Selama ini banyak sekali kekeliruan dalam menafsirkan dan memaknai konsep dari literasi. Padahal konsep literasi itu bersifat dinamis. Di masa kini, ada banyak perubahan dan perluasan makna literasi yang sudah berbeda dari makna kata dasarnya.

Merdeka Belajar, Merdeka dari Miskonsepsi LiterasiMembaca adalah memahami rangkaian makna, bukan sekadar mengeja bahan pustaka. Artinya, pandai membaca adalah proses yang terus dipelajari, jauh sesudah kita bisa menggabungkan suku kata yang berarti. Karenanya, pembaca jagoan adalah yang terus mengusahakan pengenalan lingkungan, bukan sekadar melafalkan tulisan.

Belajar membaca tidak sederhana. Dimulai dari bayi yang membaca emosi diri dan mengobservasi apa yang terjadi. Anak yang membedakan kanan dan kiri, mengeksplorasi bunyi dan pengalaman lain yang kadang tidak disadari, tapi sebenarnya bagian dari persiapan literasi dini.

Berada di lingkungan yang kaya tulisan, seperti papan pengumuman atau koran di meja makan cukup untuk menunjukkan ke anak tentang pentingnya peraturan dan membuatnya mengenal pesan.

Namun tidak ada yang lebih berkesan daripada orang dewasa dan teman sebaya yang meneladankan kegemaran bertukaran pikiran setelah menikmati bacaan. Karena dengan terlibat percakapan, anak belajar mendengarkan dan membuktikan kekuatan gagasan.

Cita-cita agar literasi bisa membumi di negeri ini terasa hanya sekadar janji. Selama ini proses pendidikan menumbuhkan kegemaran membaca dengan sangat terbatas, menghafal lagu tentang vokal dan konsonan, kadang kala ditakuti ujian masuk sekolah dasar.

Saat anak belum menguasai mekanik membaca, semua pemangku kepentingan “bekerjasama” membuatnya cepat bisa menamatkan buku.

Guru PAUD khawatir dilabel tidak kompeten, orangtua ingin pamer anak pintar pada tetangga, toko buku bahkan tempat les membaca menyediakan sebanyak-banyaknya pilihan untuk anak usia dini. “Konspirasi” bertolak belakang terjadi saat anak sudah “bisa” membaca.

Tugas bacaan di buku pegangan makin tidak relevan, semangat orang tua membacakan cerita tidak lagi jadi prioritas, bahkan penerbit dan pengarang buku pun tidak tertarik berusaha karena anggaran membeli bacaan terkalahkan biaya jajan

Page 57: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 57

atau permainan.

Tidak heran hasil tes internasional menunjukkan walau anak Indonesia cukup mampu bersaing di pengukuran kemampuan dasar membaca usia dini, saat diukur beberapa tahun kemudian kita terus turun peringkat karena gagal memahami bacaan atau mengevaluasi informasi berkualitas.

Tidak perlu tercengang, saat rasio antara warga dan perpustakaan kita cukup tinggi, pengunjung rutin bangunannya sering bisa dihitung jari. Dalam literasi kita seringkali mudah puas dengan pencapaian tujuan jangka pendek.

Sulit untuk bisa mengharapkan ada perubahan signifikan bila propaganda pemerintah 72 tahun setelah kemerdekaan masih sekadar kesuksesan pemberantasan buta huruf.

Tantangan masyarakat masa kini dan masa depan sudah banyak disuarakan, satu hal yang perlu reformasi segera adalah melek literasi. Reformasi tersebut adalah perjuangan melawan miskonsepsi literasi agar upaya menuju melek literasi mengarah pada tujuan esensial, bukan hanya untuk memenuhi kepentingan jangka pendek.

Inilah lima miskonsepsi literasi

1.Bukan hanya kemampuan membaca tapi juga kemampuan menalarLiterasi berkait kompetensi berpikir dan memproses informasi, karenanya bukan hanya soal keterampilan membaca apalagi mengeja.

Seseorang dengan tingkat literasi tinggi, mempunyaikemampuan penalaran dan pemecahan masalah dalam berbagai bidang, berkait sains dan numerasi juga finansial.

2. Belajar untuk membaca tapi tidak membaca untuk belajarBelajar untuk membaca berkait dengan kemampuan bahasa dalam mengenal huruf, mengeja dan instruksi yang cendrung lebih sederhana, bisa dikuasai di tingkat dasar dalam waktu singkat. Membaca untuk belajar adalah kemampuan lintas disiplin yang menempatkan membaca sebagai alat untuk memahami dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan. Membaca bukan tujuan akhir, tapi alat untuk tujuan belajar yang lebih besar.

3. Aktif membaca tapi tidak membaca aktifMembaca banyak tulisan, tidak otomatis meningkatkan kemampuan, malah terkadang menurunkan minat atau menghasilkan pengetahuan yang tidak tepat. Kunci keberhasilan dari setiap aktivitas membaca adalah membaca aktif. Memprediksi isi bacaan atau berempati dengan latar belakang penulis sebelum membaca, mempertanyakan argumen dan beridentifikasi dengan karakter selama membaca, menyimpulkan dan mengaplikasikan dengan hal yang relevan dalam kehidupan sesudah membaca. Jangan bangga pada jumlah buku atau lama waktu membaca, belajar terjadi dari interaksi dengan literasi.

Page 58: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1958

4. Tidak menghubungkan kemampuan menulis dengan kemampuan membacaSalah satu cara paling efektif meningkatkan kemampuan sebagai penulis adalah pelajaran dari bacaan berkualitas. Semakin beragam bacaan, dari sudut genre, format ataupun penulis yang dipaparkan pada seseorang, eksplorasi dan pendalamannya pada akhirnya akan mengantarkan pada kemahiran dalam dua kemampuan sekaligus, membaca dan menulis.

5. Bukan bawaan lahir tapi potensi yang bisa dikembangkanTidak ada anak yang terlahir dengan kecenderungan tidak suka membaca, atau seseorang yang tidak bisa meningkatkan kompetensinya dalam literasi. Literasi berkaitan dengan banyak dimensi yang bisa ditumbuhkan sepanjang hayat, misalnya yang berkaitan dengan latihan untuk kreatif dan kritis serta memahami perspektif. Sebagaimana semua proses belajar, keberhasilan seseorang bukan hanya tergantung individu yang bersangkutan, tetapi ditentukan oleh dukungan lingkungan.

Sesi Diskusi@mahayu31, @anyqutsiyati. @ayu_fatmaell, @fatimzzah :Banyak persepsi tentang Literasi, Apakah mendengar cerita dan membaca alquran juga literasi? Dan Apakah literasi berhubungan juga dengan high order thinking?

Najelaa Shihab :Mendengar cerita atau membaca alquran bisa saja menjadi salah satu kegiatan dengan tujuan literasi, selama memang direncanakan, dan prosesnya dijalankan dengan prinsip yang sesuai konsep literasi. Misalnya saat mendengar cerita, anak memulai dengan menjawab pertanyaan, kemudian disaat mendengarkan ia berhenti dan mengkaitkan karakter cerita dengan peristiwa yang terjadi pada dirinya, sesudahnya anak bisa diajak menampilkan cerita dalam bentuk yang berbeda misalnya drama. Demikian juga dengan membaca alquran, banyak kegiatan pemahaman yang bukan hanya sekadar melafalkan yang akan mampu meningkatkan literasi anak. Pada intinya, jangan terpaku melihat kegiatan hanya dari nama program di permukaan, tetapi cara mendesainnya akan membedakan manfaat yang didapat. Literasi sangat berhubungan dengan high order thinking karena literasi adalah kemampuan menalar – yang berkait dengan kemampuan analisa, sintesa dan evaluasi informasi

Andriani (KGB-sukabumi), @imam_rumahpipit, @ramaistiqlal :Bagaimana bentuk paling sederhana dari kegiatan literasi di sekolah yang minim sekali sumber bacaan maupun koneksi internet, namun kegiatan tersebut dapat kontinyu dilakukan sehingga menjadi karakter baik pada siswa? Dan Bagaimana membangun literasi untuk anak berkebutuhan khusus?

Najelaa Shihab :Sumber bacaan dan koneksi internet akan sangat membantu menumbuhkan kompetensi literasi karena jumlah informasi

Page 59: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 59

yang bisa didapat lewat media ini sangat banyak. Namun, ketidaktersediaannya tidak menghambat murid maupun guru mengeksplorasi bentuk informasi lisan maupun tertulis lainnya, ataupun langsung mencari informasi dari berbagai sumber di lingkungan. Pengamatan, wawancara, cerita dan lain-lain bisa menjadi sumber informasi yang kemudian diproses dan didiskusikan bersama dalam program literasi yang beragam. Terbiasa kritis, melihat sudut pandang yang berbeda, memahami makna pesan dengan mendalam, secara kreatif membuat informasi baru atau berimajinasi setelah mendapat informasi – semua berkait literasisekaligus karakter yang ingin kita tumbuhkan pada anak sejak dini.

Mengenai literasi untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) akan sangat tergantung kondisi dan gangguan perkembangannya. Karena karakteristik ABK berbeda, anak dengan tingkat intelegensi terbatas mungkin memang hanya bisa sampai tingkat literasi dasar. Anak dengan gangguan sosial-emosional akan memahami informasi faktual namun sulit mengolah informasi berkait emosi atau detail yang tersirat. Jadi sebelum mengembangkan programnya, perlu dipahami secara detail kebutuhan anaknya.

@faizulwijayanto, @bajaseto, @mrsshofiays :Apa manfaat literasi dalam diri seseorang? Dan Apa yang harus kita sampaikan ke anak supaya anak menyadari bahwa literasi itu penting?

Najelaa Shihab :Manfaat literasi itu untuk berbagai aspek perkembangan, kognitif- sosial-bahasa-emosi

karena literasi berkait dengan keterampilan belajar dan mengambil keputusan juga penyesuaian diri dengan lingkungan. Salah satu ciri masyarakat di masa kini dan nantinya di masa depan adalah jumlah informasi yang sangat banyak, kehidupan yang makin terdigitalisasi, jenis pekerjaan yang menuntut penalaran tingkat tinggi – semua membutuhkan literasi. Yang harus kita sampaikan pada anak, disesuaikan dengan apa yang dialaminya di kehidupan. Anak akan paham pentingnya saat kita meneladankan praktik literasi di kelas sehari-hari. Seringkali kita sibuk memberikan instruksi atau menjalankan program literasi seperti resep yang bisa direplikasi tetapi lupa pentingnya contoh dari guru sendiri. Jadi literasi bukan mata pelajaran atau tujuan yang berdiri sendiri. Memberikan tugas yang meminta anak membandingkan informasi tentang topik yang sama dari sumber yang berbeda – menunjukkan pada anak bukan hanya pentingnya membaca tetapi kritis mengevaluasi siapa pengirim pesannya. Literasi perlu dilatih, tapi caranya bukan sekadar dengan menasihati.

Andri, KGB Depok :a. Menurut Ibu, apa indikator seorang anak sudah bisa disebut memiliki kemampuan menalar dari literasi?b. Saya tertarik dengan saran ibu untuk bisa “interaksi dengan literasi”. Bisakah ibu jabarkan lebih detail beserta contoh-contohnya terutama untuk siswa middle school (SMP) yang tingkatan literasinya masih rendah?

Najelaa Shihab :a. Indikatornya mencakup banyak aspek dari pemahaman bacaan, kemampuan mengevaluasi,

Page 60: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1960

kemampuan menyimpulkan dan mengkaitkan informasi dengan informasi lain atau hasil observasi, refleksi yang diekspresikan setelah terpapar pada informasi, dan seterusnya. Cukup banyak skala dan kontinum yang sudah teruji yang bisa digunakan di sekolah untuk menilai ini. Sekali lagi, penilaiannya tidak diisolasi, tetapidiintegrasikan dengan berbagai disiplin ilmu/mata pelajaran.b. Interaksi dengan literasi memang sangat tergantung pada tingkat perkembangan dan kemampuan siswa. Kuncinya relevansi. Dan seringkali, kompetensi ini yang kita sebagai guru tidak miliki. Misalnya dalam memilih bahan bacaan yang sesuai topiknya dengan apa yang sedang dialami anak SMP. Tetapi tingkat kesulitannya juga sesuai dengan tingkat penalarannya sehingga tidak terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu sulit baginya.

Dalam pengalaman saya, siswa yang di SMP tingkat literasinya rendah sebetulnya mulai ketinggalan di masa-masa kritis kelas 4-6 SD. Jadi tidak ada lompatan dari literasi dasar belajar membaca ke kemampuan penalaran atau membaca untuk belajar di usia 8 tahun keatas.

Lilik Nur Indah Sari :Asumsi siswa : normalMasalah : susah memahami soal dalam bentuk cerita jd permasalahan ini saya terpikirkan kembali setelah teman saya td melemparkan diskusi tentang ini, saya juga pernah menghadapi, jadi anak-anak sulit sekali memahami soal cerita, misal kalau mengerjakan soal cerita matematika, anak-anak susah sekali untuk menjabarkan variabel apa saja yang diketahui dari soal cerita tersebut, bahkan ketika ditanya, apa ygditanyakan dari soal tersebut juga tidak paham.

Kami sempat berpikir ini substansi masalahnya krn anak2 tdk terbiasa memahami bacaan ato simpelnya ada masalah di sisi literasinya..Pertanyaannya :a. Apakah ini masalah literasi ?b. Bagaimana membimbing anak-anak agar bisa pelan-pelan mulai memahami isi cerita dan bisa menjelaskan dengan bahasanya sendiri shg bs menjawab apa yang ditanyakan

Najelaa Shihab :a. Perlu beberapa kali observasi untuk melihat masalah utamanya apa. Dalam kaitan dengan soal cerita matematika memang ada beberapa kemungkinan sebagaimana ibu sampaikan. Keterampilan operasi hitungnya yang kurang, atau pemilihan informasi atau aspek literasi lainnya. Cara

mengetahui dengan pasti memang memberikan beragam soal dalam berbagai bentuk, saya senang sekali ibu sudah berdiskusi juga dengan rekan-rekan guru mengenai inib. Agar bisa memahami isu cerita dan menjelaskan dengan bahasa sendiri, ada beberapa teknik yang biasa saya pakai. Yang pertama mengajarkan berbagai kata kunci. Dalam soal cerita matematika, ada kata-kata yang menggambarkan operasi aritmatika, hubungan antar angka dsb-nya. Ini sebetulnya pola yang harus dikenali anak agar ia bisa segera menangkap apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah (soal) yang diajukan. Untuk anak-anak yang lebih kecil, visualisasi juga sangat penting. Minta anak menggambarkan hubungan dari soal cerita dalam bentuk diagram, flow chart, gambar sederhana atau apapun yang nyaman untuknya. Ini bisa jadi transisi dari matematika dengan benda kongkrit ke level abstraksi yang lebih tinggi yang seringkali memang sulit untuk sebagian anak

Yunita Elizabeth :Bagaimana cara lebih mengembangkan literasi anak usia 3th yg notabenenya sudah suka dengan dongeng tapi belum bisa membaca? Terima kasih bu Elaa

Najelaa Shihab :Halo bu Yunita lewat dongeng banyak sekali yang bisa dilakukan selama anak terus dapat tantangan untuk meningkatkan kemampuannya. Jadi aktivitas dongengnya jangan monoton. Anak bisa mengambil peran bergantian, bukan hanya mendengar tapi menceritakan dongeng versinya. Topik dongeng bisa diganti-ganti, perkenalkan berbagai “genre” lewat dongeng – misteri, hikayat, petualangan, rima dan pantun. Literasi yang tidak berkait teks juga bisa dikembangkan dari mulai media yang beragam saat terpapar pada film atau tontonan, memahami karakter cerita atau tujuan pembuat film, membuat cerita lanjutan (sequel) atau prequel dengan bermain pura-pura bersama guru, membuat musik atau lagu dari hasil observasi keliling sekolah dll – semuanya bisa berkait dengan kemampuan literasi.

Chadziqoh :Terkait pembahasan tadi tentang ketertinggalan lompatan kompetensi yang menumpuk, bagaimana solusinya bu Elaa? saya guru kelas 5 yang punya problem murid-murid yang mengalami itu sejak kelas-kelas sebelumnya. Jadi, naik kelas dengan terpaksa. Bagaimana menyikapinya?

Najelaa Shihab :

Page 61: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 61

Butuh latihan ekstra untuk akselerasi kompetensinya, karena itu yang paling esensial kolaborasi antar guru mata pelajaran dan orangtua di rumah. Kalau hanya jadi “program literasi” tambahan, misalnya anak lain wajib membaca 15 menit, anak yang tertinggal 30 menit dll – maka akan dianggap semata sebagai beban dan malah menurunkan motivasi anak karena mengasosiasikan literasi sebagai kegiatan membosankan. Jadi identifikasi bersama masalahnya di aspek mana – misalnya memang minat bacanya tidak bertahan di usia ini, maka fokus ke topik yang diminatinya walau di media yang tidak biasa – misalnya komik atau film pendek.

Keterampilan literasi bermakna juga bisa dipraktikkan di kelas non bahasa misalnya ia berminat IPA maka laporan observasi sederhana yang lebih baik dan panjang dilatihkan disini, bukan di kelas IPS yang mungkin kurang menarik baginya. Atau kalau ia berminat sepakbola, analisa informasi dari ulasan pertandingan, membuat diagram pengolahan informasi setelah menonton gol-gol tertentu dll bisa menjadi keterampilan yang kemudian dikuasai dan dipraktikkan lintas mata pelajaran. Jadi kekuatan anak – apa modalnya untuk menutup kekurangannya – selalu harus jadi modal utamanya.

Chadziqoh : Tapi apa dengan minat anak yg pastinya melenceng dari bahasan utama pelajaran bisa mengejar materi yg seharusnya dia terima di kelas 5?

Najelaa Shihab :Saya paham beban guru untuk “menghabiskan”

materi. Tetapi, kita perlu sadari, kalau literasinya tidak diperbaiki, maka anak tidak akan punya kemampuan belajar dan menalar mandiri. Sehingga walaupun seolah-olah tanggung jawab kita menyampaikan materi sudah selesai, anak tidak memahami, dan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh tidak akan bisa dikaitkannya dengan informasi di jenjang selanjutnya. Karena kita sifatnya hanya mencekoki, yang pada akhirnya membuat ia makin frustasi. Jadi “mengorbankan” materi seringkali memang perlu di tahap ini dan fokus pada konteks yang lebih beragam di sekitar kehidupan anak bukan hanya topik bahasan yang dipaksakan di standard dokumen kurikulum. Kalau pemahaman bacaan, kemampuan mengajukan pertanyaan, menarik kesimpulan, dll meningkat, maka kemampuannya menguasai materi lanjutan akan lebih cepat dan ia mampu mengejar ketertinggalannyasecara mandiri tanpa tergantung berlebihan pada guru.

Choifah Zamzam :Assalamualaikum,. Bu Elaa saya mau bertanya, sebagai guru tingkat madrasah tingkat atas, seringkali menemui anak-anak yang sudah ketertinggalan dari tingkat sebelumnya yang akhirnya memang membuat anak menjadi down, bagaimana caranya agar mereka bisa mengikuti ketertinggalan itu ditambah lagi motivasi dan semangat literasi itu nyaristidak ada. terimakasih

Najelaa Shihab :Waalaikum salam Bu Choifah sebagian jawabannya mirip dengan jawaban untuk Bu Chadziqoh tetapi saya mau tambahkan untuk murid sekolah

Page 62: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1962

menengah memang tantangannya agak lebih butuh kesabaran dari kita sebagai pendidiknya karena masalahnya agak lebih panjang. Di usia ini, mengingat materi pelajaran juga sudah sangat banyak, teknik membuatproses berpikir jadi nyata saat berhadapan dengan informasi yang banyak sangat esensial. Mengajarkan mind map, menandai kata kunci (dengan stabilo), mencatat informasi setelah mendengarkan uraian, membuat jurnal hasil diskusi, menskimming isi buku lewat daftar isi, membuat trailer dari film yang ditonton – berbagai teknik “cepat” yang diperkenalkan pada anak – akan sangat membantu ia untuk lebih termotivasi

Choifah Zamzam :Terimakasih Mbak Elaa,namun mapel yg saya ampu adalah matematika dimana di matematika itu memang pembelajarannya harus runtut,setiap pelajarannya.

Najelaa Shihab :Matematika memang banyak yang harus runut, tetapi tidak semua. Coba dibedakan berdasarkan materi, agar anak tidak merasa ketinggalan di semua aspek dan jadi frustasi. Buat yang ada urutannya, berarti harus mengulang dari bawah, walau berarti “turun” beberapa tingkat kelas, tapi jangan khawatir terlalu lama karena kematangan kognitif anak akan membantu pemahamannya menjadi cepat dibanding anak yang lebih muda. Asal, ada motivasinya. Guru yang punya harapan tinggi dan yakin akan keberhasilan muridnya akan membantu murid jadi lebih percaya diri walaupun ia harus mundur atau memutar arah sedikit dalam perjalanan menuju kompetensi. Belajar seringkali lebih seperti “monkey bar” yang bisa dilalui dari berbagai rute, bukan hanya tangga satu arah.Hana Pratiwi :Selamat malam Bu Elaa. Sebagai guru anak usia 5-6th, apa perlu setiap hari ada jam khusus untuk story telling agar anak-anak terbiasa membaca aktif?

Najelaa Shihab :Hai Ibu Hana saya selalu khawatir dengan jam khusus, karena seringkali ini jadi struktur waktu yang kemudian tidak bisa diganggu gugat, dan terus dijalankan walaupun mungkin sudah tidak diperlukan atau tidak mencapai tujuan – tapi hanya karena sudah jadi ketentuan atau kebiasaan.

Sebagaimana saya uraikan tadi, storytelling kegiatan yang bisa jadi pengantar baik untuk mencapai tujuan literasi, tetapi belum tentu sesuai untuk setiap anak dan setiap tingkatan kelas. Jadi

disesuaikan saja dengan kondisi saat tertentu, kapan kegiatan mendongeng akan dilakukan. Kalau di kelas, strategi utamanya adalah diri kita sendiri yang mengamati apa kegiatan atau topik favorit anak yang dijalankannya dengan penuh kesungguhan, bahkan sampai harus dihentikan walau sudah jam pulang. Atau apa yang dilakukan di jam istirahat. Kegiatan ini yang “dibawa” kedalam kelas dengan tujuan literasi. Jadi di satu sekolah bentuknya bisa rutinitas bekerja bakti, jalan kaki di sekitar lingkungan, pertunjukan seni atau berbagai program lainnya yang kalau secara kasat mata kita lihat berbeda – tetapi citanya sama. Tidak semua sekolah harus ada 15 menitmendongeng atau membaca sebelum pelajaran, kalau memang tidak relevan.

Anggi Indra Gumilar :Perlu strategi dalam “mengorbankan” materinya ya Bu Ela..biar tidak terlalu “mengorbankan” ada tips tidak Bu?

Najelaa Shihab :Pak @anggi_indragumilar definisi kita tentang mengorbankan materi perlu ditinjau ulang. Panduan kurikulum itu bukan hanya standar isi, tetapi ada juga standar kompetensi, proses, penilaian. Jadi kalau kita berfokus pada tujuan kompetensi literasi, menggunakan cara yang meningkatkan pemahaman anak dan memberikan penilaian yang merangsang penalaran – sebetulnya sebagai guru kita sudah mencapai sangat banyak dalam menjalankan peran – menang di banyak aspek dan hanya “kalah” di aspek materi/isi. Saya sering juga mengajak guru untuk melihat materi ataupun keterampilan bukan hanya sebagai tujuan satu semester atau tahun ajaran, apalagi tujuan satu rpp atau jam pelajaran. Materi ini justru sesuatu yang paling mudah “dikejar” anak secara mandiri bahkan di luar jam sekolah kalau ia sudah memiliki keterampilan literasi. Ada banyak situasi dimana guru merasa sudah berhasil mengajar, tetapi murid tidak berhasil belajar. Jangan sampai kita merasa kita sedang berjuang untuk anak dengan menolak mengorbankan materi, tetapi yang kita korbankan justru anak yang bersangkutan dan yang kita perjuangkan “ketenangan” guru karena sudah menjalankan kewajiban yang sebenarnya semu.

Mery Yumiati :Tanya Bu Ela, saya sebagai kesiswaan sudah berusaha membentuk ekstra berkaitan literasi dengan melibatkan guru Bahasa Indonesia. Tahap awal siswa yang ikut banyak, hanya saja selanjutnya mulai saya lihat ada penurunan aktifitas. Alasan dari pembina katanya anggota literasi banyak tugas

Page 63: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

#MiskonsepsiLiterasi 63

belajar jadi beban ditambah untuk menulis. Yang saya tanyakan apakah literasi ini bisa dimasukkan dalam pelajaran wajib kurikulum sekolah tidak?

Najelaa Shihab :Literasi bukan saja bisa, tetapi wajib masuk dalam kurikulum dan pelajaran sekolah. Baik sebagai cita-cita (kompetensi lulusan), cara (proses belajar-mengajar), cakupan (program intra kurikuler maupun ekstra). Ini sudah ada dalam rangkaian regulasi pendidikan indonesia, tetapi mungkin kurang kita pahami. Saran saya, adakan sesi diskusi dengan seluruh guru di sekolah, untuk mengidentifikasi berbagai program yang selama ini dijalani – yang walau namanya bukan literasi sebenarnya sudah mengajarkan hal ini, atau kalau belum, punya potensi untuk diintegrasikan dengan kegiatan literasi.

Jadi jangan menambah program baru yang dianggap membebani anak, dan biasanya memang hanya bertahan beberapa saat, tetapi lihat program yang sudah berjalan konsisten dan bisa diperkaya dengan perencanaan yang lebih baik agar mencapai tujuan yang lebih utuh berkait literasi.

Fahrunnisa Atmaja :Assalamualaikum Ibu Elaa, saya mau bertanya, saya sbagai guru TK, Bagaimana mengoptimalkan literasi pada anak berkebutuhan khusus di usia 3 tahun yang sudah pandai membaca tetapi belum mampu memahami isi bacaan? Dan apa peran yg harus saya lakukan di kelas untuk mengembangkan literasi pada anak tersebut? Terimakasih ibu.

Najelaa Shihab :Waalaikumsalam @nisa_atmaja untuk setiap pertanyaan mengenai anak berkebutuhan khusus saya selalu ingin tahu spesifik diagnosanya. Bukan untuk melabel anak atau memperkuat stigma, tetapi untuk mencoba memahami tantangan dan kebutuhannya.

Dari cerita singkat ini saya menduga anak 3 tahun ini punya gangguan perkembangan pervasive developmental disorder. Sehingga kemampuan membacanya cepat – karena kemampuan visual spatialnya memadai dan intelegensinya baik, tetapi sebenarnya fokusnya pada mekanik membaca bukan pada pemahamannya pada makna. Intervensi yang tepat justru interaksi literasi yang lebih melipatkan aspek sosial-emosional, cerita dengan beragam intonasi, kegiatan observasi atau seni yang melatih sensori, bisa dicoba dilatihkan sejak usia dini. Mengajak anak banyak bergerak memperagakan apa yang dibaca, juga bisa membantunya. Tetapi sekali lagi, intervensinya perlu koordinasi dengan intervensi yang dibutuhkannya untuk stimulasi aspek perkembangan lainnya bukan hanya literasi.

Simpulan dan Penutup“Terima kasih ya teman-teman pertanyaannya. Literasi ini istilah yang sudah sangat sering kita dengar saat ini, tetapi memang masih sarat miskonsepsi. Seharusnya kompetensi literasi menjadi bagian dari cita-

Page 64: Menularkan Kegemaran Belajar Guru Belajar fileSMAN 1 Sijuk IG : @virandyP. ... Mendengar cerita yang dilakukan di kelas setiap harinya, tidak serta merta berguna. Kita perlu memastikan

Surat Kabar Guru Belajar 1964

KGC.

LITERASI UNTUKMENGGERAKKAN

NEGERI

TEMA

JAKARTA, 25 - 27 Oktober 2019