Menang Mas Kes Akibat Banjir

download Menang Mas Kes Akibat Banjir

of 75

Transcript of Menang Mas Kes Akibat Banjir

Menanggulangi Masalah Kesehatan Akibat Banjir

PENGALAMAN MENGHADAPI BENCANA BANJIR DKI JAKARTA AWAL TAHUN 2002

DEPARTEMEN KESEHATAN R.I. JAKARTA 2002

Isi Buku

Sambutan Menteri Kesehatan Sambutan Gubernur DKI Jakarta 1. Pendahuluan 2. Seberapa Parah Banjir Itu? 3. Masalah Kesehatan Masyarakat 4. Apa Yang Telah Kita Lakukan? 5. Liputan, Berita, dan Tanggapan 6. Pelajaran Yang Kita Dapat 7. Antisipasi Masa Mendatang Lampiran Tim Penyusun Buku 1 3 10 16 46 61 64 69

***

Sambutan Menteri Kesehatan

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenanNya maka penulisan buku Menanggulangi Masalah Kesehatan Akibat Banjir ini dapat diselesaikan. Tim penyusun buku telah bekerja selama lebih kurang enam bulan sejak dari surutnya banjir di DKI Jakarta, yaitu sejak bulan Maret 2002. Tujuan utama dari penulisan buku ini tidak lain adalah untuk mendokumentasikan dan sekaligus melaporkan kepada masyarakat, tentang upaya-upaya yang telah kita lakukan dalam menanggulangi masalah kesehatan akibat banjir. Tentu bukan untuk membela diri, melainkan sekedar mengungkapkan fakta apa adanya sebagaimana kita jumpai bersama. Harus diakui bahwa upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir yang melanda DKI Jakarta tahun 2002 memang dirasa belum memuaskan. Banyak kekurangan yang dijumpai baik oleh masyarakat maupun oleh petugas kesehatan. Karena itulah dokumentasi tentang fakta apa adanya itu menjadi penting. Segala keberhasilan dan, terlebih-lebih kekurangan, yang sudah kita daftar dalam buku ini, dapat kita jadikan modal untuk belajar guna memperbaiki kinerja kita di masa mendatang. Tentu kita tidak mengharap DKI Jakarta akan dilanda banjir besar lagi. Tetapi kita juga tidak boleh meremehkan kuasa Tuhan. Oleh karena itu, berjaga-jaga untuk mengantisipasi datangnya musibah banjir lagi saya pandang sebagai sesuatu yang tepat. Bukan hanya Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Departemen Kesehatan yang telah sibuk menangani masalah kesehatan dari para korban banjir yang lalu. Banyak pihak, yaitu dari sektor-sektor pemerintahan yang lain, TNI-Polri, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan bahkan unsur-unsur masyarakat baik kelompok maupun perorangan, telah bahu-membahu mendukung Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Departemen Kesehatan. Oleh karena itu, kesempatan ini pun saya pergunakan untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan saya yang sebesar-besarnya. Semoga kerjasama yang sangat baik itu dapat terus berlanjut bahkan dalam keadaan di luar saat-saat musibah. Penyusunan buku ini telah melibatkan banyak orang. Namun demikian sebagaimana pepatah tak ada gading yang tak retak, kami sadar bahwa buku ini masih mengandung banyak kekurangan. Untuk itu, tidak lain harapan saya, sudilah kiranya para pembaca membukakan pintu maaf.i

Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan buku ini, termasuk para peserta Seminar tanggal 19 September 2002 yang membahas rancangan buku ini, saya atas nama Tim Penyusun menyampaikan pula terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga. Semoga upaya kecil ini besar manfaatnya bagi masyarakat pada umumnya dan petugas kesehatan pada khususnya.

Jakarta, September 2002 Menteri Kesehatan,

Dr. Achmad Sujudi

ii

Sambutan Gubernur DKI JakartaSaya menyambut baik dan sangat menghargai prakarsa Bapak Menteri Kesehatan menyusun dan menerbitkan buku Menanggulangi Masalah Kesehatan Akibat Banjir ini. Selain mengungkapkan kronologi kejadian banjir besar yang melanda DKI Jakarta dari sudut pandang kesehatan, buku ini juga mengungkap baik keberhasilan maupun kekurangan. Saya katakan buku ini merupakan testamen orang-orang kesehatan yang cukup fair, sehingga sangat bermanfaat sebagai bahan/masukan bagi perencanaan dan antisipasi masa mendatang. Dari buku ini kita dapat membuat analisis SWOT (strength-kemampuan, weakness-kelemahan, opportunity-peluang, dan threat-tantangan) yang selanjutnya dapat kita gunakan dalam penyusunan rencana kerja kita. Kepada Bapak Menteri Kesehatan beserta segenap jajarannya, kesempatan ini saya gunakan pula untuk menyampaikan terima kasih saya atas nama masyarakat DKI Jakarta. Bukan hanya karena terbitnya buku ini, melainkan juga atas upaya-upaya yang tak mengenal lelah dalam menanggulangi masalah kesehatan selama musibah banjir di DKI Jakarta yang lalu. Selain itu, atas nama masyarakat DKI Jakarta, saya juga mohon maaf telah merepotkan kawan-kawan di jajaran kesehatan. Sebenarnya kerepotan itu tidak perlu terjadi seandainya saja kami dapat mengembangkan perilaku-perilaku yang baik untuk mencegah terjadinya banjir. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membimbing kita ke arah yang demikian itu. Kepada berbagai pihak yang juga telah berperanserta, khususnya di bidang kesehatan, juga saya sampaikan rasa terima kasih saya. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah membalas segala kebaikan dan amal ibadah Bapak/Ibu/Saudara sekalian. Kita tidak mengharap banjir besar datang lagi melanda Jakarta. Tetapi seandainya Tuhan berkehendak demikian, atas nama masyarakat DKI Jakarta, saya tetap mengharap kepedulian Bapak/Ibu/Saudara untuk membantu kami. Demikian beberapa hal yang ingin saya sampaikan mengantar terbitnya buku ini. Mudah-mudahan upaya Departemen Kesehatan ini besar manfaatnya bagi kita semua. Jakarta, September 2002 Gubernur DKI Jakarta, Sutiyosoiii

Pendahuluan

Musibah. Siapa pun pasti tak menghendaki kedatangannya. Tetapi, itulah yang dialami masyarakat DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu. Tepatnya antara minggu terakhir bulan Januari sampai sekitar minggu terakhir bulan Februari 2002. Musibah itu bernama banjir. Memang banjir bukan merupakan kejadian aneh bagi Jakarta. Bahkan orang mengatakan bahwa banjir sudah menjadi langganan bagi masyarakat Jakarta. Namun banjir yang datang waktu itu sungguh luar biasa. Sebagian besar wilayah Jakarta, yaitu 168 kelurahan dari 265 kelurahan (63,4%) yang ada terendam air sampai berhari-hari. Genangan air pun termasuk luar biasa. Di beberapa tempat, tinggi air genangan pada tanggal 1 Februari 2002 misalnya, mencapai 1,75 2,5 meter. Banjir yang luar biasa itu membawa dampak berupa rusaknya berbagai sarana, yaitu rumah-rumah penduduk, jalan-jalan, dan fasilitasfasilitas umum. Aliran listrik di beberapa wilayah sempat padam atau dipadamkan sampai beberapa hari. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak dapat menyalurkan air bersih. Sementara itu, sekolahsekolah banyak yang diliburkan karena kebanjiran atau digunakan oleh masyarakat untuk tempat mengungsi. Selain itu, banjir juga telah mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan yang cukup parah. Luapan air dari got-got dan sungai-sungai menyebarkan sampah dan limbah lain ke segala penjuru. Resapan air menyebabkan naiknya isi penampungan tinja (septic tank) sampai meluap dan mengirim tinja ke mana-mana. Pencemaran lingkungan ini jelas cukup besar dampak negatifnya bagi kesehatan masyarakat DKI Jakarta. Namun demikian, walau terkesan kurang siap, Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang didukung oleh Departemen Kesehatan dan dibantu oleh segenap unsur masyarakat (termasuk organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat), segera bertindak. Tindakan ini, betapa pun, telah dapat mencegah terjadinya musibah yang lebih besar lagi. Banyak warga tertolong dari penyakit dan tercegah dari kematian baik selama maupun pasca banjir. Oleh karena itu, kita wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi kekuatan kepada semua pihak dalam menghadapi musibah tersebut.1

Pengalaman adalah guru yang baik. Itulah kata-kata bijak yang melandasi didokumentasikannya musibah banjir di DKI Jakarta itu dan penanganan dampaknya terhadap kesehatan. Buku ini menyajikan ceritera tentang seberapa besar musibah banjir yang terjadi kala itu, dampak kesehatan yang ditimbulkannya, dan langkah-langkah menghadapinya. Bagi masyarakat Jakarta, anggaplah ceritera itu sebagai laporan Pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan DKI Jakatya). Sedangkan bagi masyarakat di luar Jakarta, kiranya ceritera itu dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan. Yaitu untuk dipetik hal-hal positifnya dan dilupakan hal-hal negatifnya dalam menyiagakan diri terhadap musibah serupa.

***

2

Seberapa Parah Banjir Itu?

Sejarah banjir di DKI Jakarta dimulai sejak zaman VOC, yakni pada abad ke-17. Namun demikian, banjir yang benar-benar menjadi persolan besar bagi warga Batavia terjadi pada akhir abad ke-19. Untuk mengatasi musibah itu, berbagai upaya pernah dilakukan. Misalnya dengan membuat sudetan sungai yang ada, atau membuat saluran di bagian barat pintu air Manggarai sampai Muara Angke. Hal yang terakhir itu dilakukan atas gagasan Prof. Ir. Van Breen guna melindungi Jakarta dari banjir akibat luapan kali Ciliwung. Pemerintah Belanda mengambil keputusan itu untuk mengantisipasi perubahan tata lahan kebun teh Bogor (kawasan Puncak) sebagai hulu dari kali Ciliwung. Sesudah kemerdekaan, yaitu pada tahun 1965, Pemerintah membentuk lembaga yang dikenal dengan sebutan Kopro Banjir. Yaitu melalui Keputusan Presiden RI No. 29/1965 tanggal 11 Februari 1965. Namun demikian, karena keterbatasan sumber dana, penanggulangan banjir oleh Kopro Banjir ini hanya dapat dilakukan secara bertahap menurut skala prioritas. Tahap Pertama, membangun Waduk Pluit dan rehabilitasi kali di sekitarnya pada tahun 1966. Upaya ini dimaksudkan untuk menanggulangi banjir di Jakarta Kota (seluas 2.090 ha) akibat luapan kali Cideng Bawah, Krukut Bawah, dan Duri. Selanjutnya pada tahun 1968, untuk menanggulangi banjir di daerah Grogol (seluas 100 ha), dibuatlah kali Grogol. Tahap Kedua, untuk menanggulangi banjir di daerah Setia Budi (seluas 310 ha) akibat luapan kali Cideng, dibangunlah Waduk Setia Budi pada tahun 1969. Pada tahun yang sama juga dibangun Waduk Melati untuk menanggulangi banjir di Jalan Thamrin dan sekitarnya (seluas 185 ha). Sementara itu, untuk menanggulangi banjir di daerah Tomang Barat (seluas 150 ha) akibat luapan kali Sekretaris, dibangun Waduk Tomang. Pada tahun 1972, Kopro Banjir diubah menjadi Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya berdasarkan Keputusan Menteri PUTL No.154/ KPTS/1972 tanggal 25 Mei 1972. Selanjutnya, pada tahun 1985, wilayah kerja Proyek ini diperluas dari semula DKI Jakarta menjadi Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek).3

Selama itu, prinsip dasar pengendalian banjir yang dilakukan di Jakarta adalah dengan mengalirkan air sungai yang masuk ke Jakarta. Air sungai itu ditampung dan dikendalikan debit serta arahnya supaya tidak masuk ke wilayah tengah kota. Air yang ada di wilayah tengah dialirkan melalui saluran Banjir Kanal Barat. Yang ada di wilayah barat melalui saluran Cengkareng Drain dan yang ada di wilayah timur melalui Cakung Drain. Di daerah yang mempunyai ketinggian cukup, dibuat drainase untuk mengalirkan air dengan sistem gravitasi (air mengalir dengan sendirinya). Sedangkan di daerah yang rendah, sistem drainasenya menggunakan polder. Yaitu air di tempat rendah itu ditampung, kemudian dipompa ke saluran pengendali di tempat yang lebih tinggi. Untuk mengurangi beban sungai akibat debit air yang besar, dibuat sudetansudetan guna membagi beban yang ada. Sebagaimana kita ketahui, Jakarta dilalui oleh 13 sungai atau kali, yaitu Mookevart, Ciliwung, Angke, Pesanggrahan, Krukut, Kalibaru Barat, Kalibaru Timur, Buaran, Grogol, Cipinang, Jati Kramat, Cakung, dan Sunter. Perhatian kepada faktor yang menimbulkan kejadian banjir di wilayah DKI Jakarta harus dilihat secara utuh dalam satu kesatuan daerah aliran sungai (DAS). Yaitu baik DAS Ciliwung maupun DAS ke 12 sungai di DKI Jakarta lainnya. Aspek geologi dari lapisan tanah yang merupakan media tempat berlalunya air hujan, baik yang masuk ke dalam tanah maupun yang mengalir di permukaan perlu mendapat perhatian yang sama. Hal ini dikarenakan aspek tersebut juga turut berperan dalam menyebabkan kejadian banjir di DKI Jakarta. Menurut sejumlah ahli, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sering terjadinya banjir di DKI Jakarta. Pertama, letak geografis DKI Jakarta yang dilalui aliran 13 sungai atau kali tadi. Kedua, hampir separuh wilayah DKI Jakarta berada di bawah permukaan laut pasang. Ketiga, terhambatnya aliran sungai akibat penyempitan sungai karena bantaran sungai dijadikan tempat hunian liar, pendangkalan sungai, penutupan/ pembetonan/pengecoran saluran air serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan. Keempat, pembangunan yang sangat pesat di sekitar Jakarta mengakibatkan air hujan yang seharusnya merembes ke dalam lapisan tanah melimpah ke sungai sehingga meningkatkan debit air sungai. Hal ini diperparah oleh penggunaan air tanah secara berlebihan yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah. Kelima, curah hujan yang terus-menerus di daerah Bogor dan Jakarta (berkisar antara 47 mm - 250 mm) serta terjadinya pasang laut yang mencapai 190 cm mengakibatkan seluruh kali meluap. Hal ini diperparah oleh adanya kerusakan pada beberapa tanggul sungai/ kanal.4

Bencana banjir di DKI Jakarta pada awal tahun 2002 yang lalu memang luar biasa. Pada tanggal 1 Februari misalnya, tinggi air yang menggenangi kelima wilayah DKI Jakarta mencapai 175 250 cm. Dua minggu kemudian ternyata ketinggian air belum juga surut secara berarti. Di Jakarta Pusat berkisar antara 10 30 cm, di Jakarta Utara antara 20 160 cm, di Jakarta Barat antara 10 210 cm, di Jakarta Selatan antara 20 150 cm, dan di Jakarta Timur antara 10 150 cm. Survei cepat yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden (64%) daerahnya terendam air setinggi di atas 100 cm. Sebagian besar (79%) menyatakan bahwa genangan air terjadi selama lebih dari tujuh hari. Peta berikut menunjukkan situasi banjir di DKI Jakarta pada tanggal 7 dan 15 Februari 2002.

Banjir Tidak banjir

Peta Banjir 7 Feb 2002

Banjir Tidak banjir

Peta Banjir 15 Feb 2002

5

Banjir telah mengubah drastis sebagian besar wajah Jakarta. Jalan berubah menjadi sungai dan rumah terendam hampir sampai ke atap. Foto-foto berikut menunjukkan sebagian kecil dari wajah Jakarta itu.

6

Banjir telah menyebabkan terjadinya pengungsian masyarakat secara besar-besaran. Pada tanggal 2 Februari 2002 tercatat jumlah pengungsi sebanyak 381.296 orang. Memang, jumlah pengungsi ini berangsurangsur menyusut seiring dengan menyusutnya genangan air. Pada tanggal 14 Februari 2002 misalnya, tercatat jumlah pengungsi hanya tinggal 1.401 orang. Namun betapa pun, angka itu bukan merupakan jumlah yang kecil.Jumlah Pengungsi Tanggal 2 Februari dan 14 Februari 2002Wilayah Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Timur 4. Jakarta Utara 5. Jakarta Selatan Jumlah 1. 2. 3. Posko Pengungsi 2 Feb 14 Feb 5 14 17 10 7 Jumlah Pengungsi 2 Feb 14 Feb 0 25.100 360 91.714 1.041 115.887 0 118.738 0 32.857 Pos Kesehatan 2 Feb 14 Feb 6 15 38 5 15

301

53

381.296

1.401

217

79

Pengungsi Korban Banjir di DKI Jakarta Tanggal 7 s.d 14 Februari 200280,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 2/7/2002 2/8/2002 2/9/2002 2/10/2002 2/11/2002 2/12/2002 2/13/2002 2/14/2002

Jumlah

Tanggal

Banjir telah pula mengakibatkan banyak kerugian, baik material maupun jiwa. Sebanyak 300.000 jiwa kehilangan tempat tinggal. Jumlah bangunan sekolah yang rusak mencapai lebih dari 300 buah. Sarana ibadah yang rusak mencapai sekitar 175 buah. Perkantoran yang rusak lebih kurang 50 buah (sebagian besar Kantor Kelurahan). Sedangkan7

sarana kesehatan yang rusak atau terendam air mencapai sekitar 50 buah (sebagian besar Puskesmas). Sementara itu, 75 orang meninggal dunia akibat berbagai sebab. Mulai dari hanyut di sungai, tenggelam, tersengat listrik, terkena penyakit muntaber, diare, dan demam berdarah.

8

Kerugian material lain berupa rusaknya taman-taman, termasuk kebun-kebun bibit berikut peralatannya, yang ditaksir mencapai lebih dari Rp. 4 milyar. PDAM juga menderita kerugian secara langsung maupun tidak langsung hingga sebesar lebih dari Rp. 1 milyar. Ironisnya lagi, musibah banjir ini justru dilengkapi dengan musibah kebakaran. Kebakaran terjadi terutama di tiga tempat, yaitu di Bendungan Jago (Jakarta Pusat), di Kramat Pulo (Jakarta Pusat), dan di Kebon Pisang (Jakarta Utara). Kebakaran ini diduga akibat hubungan pendek (korsluiting) listrik. Sesungguhnya masih banyak kerugian yang diderita masyarakat Jakarta dengan terjadinya banjir besar awal tahun 2002 itu. Kerugian yang tidak kasat mata tetapi terasakan adalah tekanan jiwa akibat berhari-hari berada dalam keadaan tidak menentu. Sedangkan kerugian yang selanjutnya menjadi urusan para petugas kesehatan adalah meningkatnya masalah kesehatan masyarakat.

***9

Masalah Kesehatan Masyarakat

Bencana banjir di DKI Jakarta awal tahun 2002 telah menyebabkan timbulnya masalah kesehatan masyarakat di kalangan penduduk. Data menunjukkan bahwa banyak penduduk yang terserang penyakit. Di antaranya yang menonjol adalah penyakit-penyakit diare, kulit, mata, gastritis, pneumonia, dan infeksi saluran pernafasan akut (sering disingkat dengan ISPA). Data pasien rawat jalan sejak tanggal 1 24 Februari 2002 dari 43 Rumah Sakit menunjukkan gambaran sebagai berikut.Proporsi Pasien Rawat Jalan Korban Banjir di 43 Rumah Sakit Menurut Jenis Penyakit Sejak Tanggal 1 24 Februari 2002DIARE 36.9% LAINNYA 10.7% LUKA-LUKA 1.0% MATA 0.3% KULIT 2.2% PNEUMONIA 2.3% GASTRITIS 1.8% ISPA 44.8%

Sementara itu, menurut data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, jumlah keseluruhan penderita penyakit yang ditolong sejak 28 Januari sampai dengan 3 Maret 2002 mencapai 609.007 orang. Dari jumlah itu, sebagian besar (99%) ditolong dengan rawat jalan dan sisanya (1%) dirujuk atau dirawat di Rumah Sakit. Dari data ini, selain diare, penyakit yang tampak menonjol (dan muncul belakangan) adalah demam berdarah dan leptospirosis. Dari antara dua penyakit terakhir itu, leptospirosislah yang cukup menggemparkan, karena cukup banyaknya penderita yang meninggal. Dari 70 orang penderita leptospirosis, 17 orang di antaranya meninggal. Dari data yang terkumpul diketahui bahwa kasus leptospirosis10

ini dijumpai di seluruh wilayah DKI Jakarta, tersebar di 38 kecamatan. Kasus terbanyak terdapat di Jakarta Barat, yaitu di kecamatan-kecamatan Cengkareng, Pal Merah, dan Grogol Petamburan. Penyakit ini disebarkan oleh tikus, yaitu melalui air kencingnya. Dalam kondisi banjir, tikus-tikus mencari habitat baru dengan cara ikut mengungsi bersama-sama penduduk. Tikus-tikus yang mengandung bibit penyakit leptospirosis (yaitu leptospira) akan menularkan bibit penyakit itu kepada manusia. Masalah kesehatan tampaknya tidak berkurang seiring dengan menyurutnya banjir. Data menunjukkan justru pada saat banjir mulai surut, jumlah penderita penyakit semakin bertambah. Data yang dikumpulkan dari 43 Rumah Sakit dari tanggal 1 28 Februari 2002 misalnya, menunjukkan peningkatan penderita penyakit dari hari ke hari. Hal ini terjadi baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.Perkembangan Jumlah Kumulatif Pasien Rawat Jalan Korban Banjir di 43 Rumah Sakit Tanggal 1 28 Februari 20023,600 3,400 3,200 3,000 2,800 2,600 2,400 2,200 2,000 1,800 1,6001677 1737 2031 1936 2146 2,438 2,632 2,717 2,746 3,003 3,076 3,271 3,385 3,332 3,385

1-14 1-15 1-16 1-17 1-18 1-19 1-20 1-21 1-22 1-23 1-24 1-25 1-26 1-27 1-28 Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb

Bila diperhatikan data yang ada, ternyata sebagian besar yang menderita penyakit adalah anak-anak. Data pasien rawat jalan dan rawat inap dari 43 Rumah Sakit menunjukkan bahwa 17,6% penderita adalah bayi, 25,8 % anak usia di bawah lima tahun (balita), dan 56,7 % berusia lebih dari 5 tahun. Diare merupakan penyakit yang sangat menonjol. Data dari 43 Rumah Sakit pun menunjukkan hal yang demikian. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, baik rawat jalan maupun rawat inap, sebagian besar (sekitar 45%) memang penderita diare. Hal ini dapat dimaklumi mengingat sebagian besar penderita adalah bayi dan anak-anak yang masih sangat rentan terhadap serangan diare. Di samping itu, keadaan11

Proporsi Penderita Menurut Usia di 43 Rumah Sakit>= 5 TAHUN 56% < 1 TAHUN 18%

1 - 4 TAHUN 26%

lingkungan dan kondisi tempat penampungan pengungsi selama dan pasca banjir pun buruk, sehingga sangat mendukung penularan dan mewabahnya diare di kalangan pengungsi. Lumpuhnya pelayanan pengelolaan sampah dan pembuangan kotoran telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang cukup hebat. Terjadinya kerusakan dan pencemaran sarana penyediaan air bersih telah menyebabkan kesulitan untuk memperoleh air bersih bagi keperluan minum dan memasak makanan. Tempat penampungan yang terbatas (sempit) sehingga tidak mungkin dilakukan isolasi penderita, telah memudahkan penularan bibit penyakit. Bila kita simak kecamatan demi kecamatan, tampak bahwa kejadian diare yang disertai terbuangnya cairan tubuh (dehidrasi) cukup tinggi di sepuluh kecamatan, yaitu Cengkareng, Grogol Petamburan, Tambora, Penjaringan, Tanjung Priok, Tanah Abang, Kemayoran, Jatinegara, dan Kebon Jeruk (lihat Gambar di halaman 13 berikut). Dari antara penderita diare dengan dehidrasi yang sebanyak 3.042 orang, yang meninggal dunia sebanyak 24 orang. Bila kita hitung secara proporsional, angka ini memang cukup kecil (yaitu hanya sekitar 8 permil). Hal ini menunjukkan betapa para petugas kesehatan telah berhasil mencegah kejadian kematian secara besar-besaran. Namun, kita harus tetap berupaya bagaimana cara untuk lebih memperkecil lagi angka itu. Betapa pun, nyawa manusia adalah sesuatu yang tak ternilai harganya. Sedangkan data lain yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan bersama mahasiswa FKM-UI langsung dari register rawat jalan dan rawat inap pada 12 Rumah Sakit yang menampung pengungsi terbanyak, menunjukkan gambaran sebagaimana di halaman 14 dan 15 berikut.12

Cengkareng Grogol Petamburan Tambora Penjaringan Tanjung Priok Palmerah Tanah Abang Kemayoran Jatinegara Kebon Jeruk Cilincing Kramat Jati Taman Sari Sawah Besar Pulo Gadung Koja Kali Deres Pademangan Cilandak Kembangan Gambir Senen Kelapa Gading Cakung Johar Baru Tebet Pasar Minggu Kebayoran Lama Kebayoran Baru Cempaka Putih Matraman Makasar Duren Sawit Menteng Pesangrahan Jagakarsa Mampang Prapatan Ciracas Cipayung Pancoran Pasarebo Seta Budhi

290 266 204 171 163 163 137 123 113 111 89 83 79 70 70 62 62 54 48 47 44 39 38 38 37 35 35 34 30 29 28 28 26 24 21 21 18 17 16 13 12 11 0 50 100 150 200 250 300

Kejadian Diare Dengan Dehidrasi Di Setiap Kecamatan13

Jumlah Penderita Korban Banjir Dirawat Menurut Rumah Sakit Dari Tanggal 29 Januari s.d 2 Maret 2002 No. Nama RS 1 RS Penyakit Infeksi 2 RS Sumber Waras 3 RS UKI 4 RS Persahabatan 5 RS Islam 6 RS Cipto Mangunkusumo 7 RS Pasar Rebo 8 RS Fatmawati 9 RS Budiasih 10 RSAB Harapan Kita 11 RS Koja 12 RS Tarakan Jumlah Jumlah Penderita 384 1080 54 202 371 124 179 145 419 600 134 879 4571

Catatan: Rumah Sakit yang merawat korban banjir terbanyak adalah RS Sumber Waras, yang disusul kemudian oleh RS Tarakan dan RSAB Harapan Kita. Jumlah Penderita Korban Banjir Dirawat Menurut Jenis Kelamin Dari Tanggal 29 Januari s.d 2 Maret 2002 No. Status Rawat 1 Laki-laki 2 Perempuan Jumlah Jumlah Penderita 2564 2007 4571

Catatan: Penderita laki-laki tampak sedikit lebih banyak ketimbang perempuan. Jumlah Penderita Korban Banjir Dirawat Menurut Status Rawat Dari Tanggal 29 Januari s.d 2 Maret 2002 No. Status Rawat 1 Rawat Jalan 2 Rawat Inap 3 Dirujuk 4 Meninggal Jumlah Jumlah Penderita 2361 2144 45 21 4571

Catatan: Tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara rawat jalan dan rawat inap.14

Jumlah Penderita Korban Banjir Dirawat Menurut Jenis Penyakit Dari Tanggal 29 Januari s.d 2 Maret 2002 No. Penyakit 1 Diare & Gastroenteritis 2 Leptospirosis 3 Pneumonia 4 ISPA 5 Demam Berdarah Dengue (DBD) 6 Kecelakaan/luka 7 Kulit 8 Mata 9 Lainnya Jumlah Jumlah Penderita 2376 3 4 734 663 14 36 1 740 4571

Catatan: Penyakit terbanyak yang diderita korban banjir adalah Diare & Gastroenteritis, disusul kemudian oleh penyakit saluran nafas (ISPA) dan Demam Berdarah Dengue (DBD).

***

15

Apa Yang Telah Kita Lakukan?

SEBELUM DAN SELAGI BANJIR Dari sudut pandang masyarakat, mungkin memang terkesan bahwa Pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan DKI Jakarta, kurang koordinasi dalam menghadapi bencana banjir di awal tahun 2002 itu. Kesan itu lalu menimbulkan penafsiran bahwa Pemerintah tidak siap menghadapi bencana banjir yang melanda DKI Jakarta. Namun kenyataan sebenarnya tidaklah demikian. Kesan kurang siap itu boleh jadi muncul karena banjir yang datang ternyata jauh lebih dahsyat ketimbang yang diperkirakan. Jauh-jauh hari sebenarnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan persiapan. Pada bulan November 2001 misalnya, di Ruang Pola Gedung Balaikota Provinsi DKI Jakarta, telah dilaksanakan sosialisasi tentang bagaimana masyarakat dapat menyelamatkan diri dari bahaya banjir. Pada bulan November 2001 juga, Dinas Kesehatan DKI Jakarta bersama dengan Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan, menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dalam rangka sosialisasi Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi, termasuk menyusun Rencana Kontinjensi. Sepanjang bulan Januari 2002, setiap hari Kamis Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengadakan rapat koordinasi subsektor Kesehatan. Dari rapat-rapat koordinasi tersebut tersusunlah apa yang dinamakan Sistem Penanganan Banjir Subsektor Kesehatan. Dalam sistem itu tercakup bagaimana sistem pelayanannya, bagaimana sistem komandonya, bagaimana sistem logistik obatnya, dan bagaimana sistem pelaporannya. Untuk keperluan Rencana Kontinjensi telah dibuat pula Peta Data Dasar, Peta Rawan Ancaman, Peta Kerawanan, dan Analisis/Kajian Risiko. Selain itu, telah ditetapkan pula penyatuan tugas bersama antara kesehatan, pemadam kebakaran, dan polisi; disiapkan gedung untuk pusat komunikasi/informasi gawat darurat bencana, serta disiapkan dana, baik dana pemerintah maupun dana dari masyarakat. Rapat-rapat koordinasi juga dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta dengan Kepala-kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Kepala-kepala Sukui Dinas Kesehatan Masyarakat dari kelima wilayah DKI Jakarta. Rapat-rapat koordinasi ini dilengkapi dengan kunjungan16

lapangan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk melihat langsung kesiapan subsektor Kesehatan dalam mengantisipasi bencana banjir yang diperkirakan akan datang. Kesiapan ini meliputi kesiapan tenaga medik (dari segi jumlah dan keterampilannya), kesiapan gudang obat dan alat kesehatan, kesiapan pos ambulans dengan kelengkapannya, dan kesiapan masyarakat menghadapi kegawat-daruratan dan bencana. Jadi sebenarnya segala sesuatunya telah dipersiapkan, sehingga begitu banjir datang prosedur kerja yang telah ditetapkan pun lalu dilaksanakan. Prosedur kerja itu mencakup kegiatan-kegiatan: (1) membuat Pos Kesehatan, (2) menggerakkan ambulans untuk mengevakuasi korban banjir, (3) menyiapkan Unit Gawat Darurat Puskesmas berikut prosedur tetapnya, (4) menyiapkan Unit Gawat Darurat (UGD) dan rawat inap Rumah-rumah Sakit berikut prosedur tetapnya, dan (5) membuat Pos Komando (Posko) Kesehatan di Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Selain dilaksanakannya prosedur kerja tersebut, selama banjir berlangsung telah dilaksanakan pula piket 24 jam bertempat di Ruang Pola Gedung Balaikota Provinsi DKI Jakarta. Piket yang berada di bawah koordinasi Pusat Pengendalian Krisis ini sekaligus merupakan kegiatan untuk menghimpun data dan informasi tentang perkembangan bencana banjir dan penanganannya. Data dan informasi yang terkumpul diolah dan dianalisis guna merumuskan alternatif-alternatif tindakan yang sebaiknya dilaksanakan. Piket juga sekaligus dimanfaatkan sebagai forum koordinasi dengan sektor-sektor lain terkait. Selain piket di Balaikota, piket kesehatan 24 jam juga dilaksanakan di Suku Dinas-Suku Dinas Kesehatan di kelima wilayah. Di Posko-posko Banjir di kelima wilayah, petugas Kesehatan juga ikut dalam kegiatan piket 24 jam. Selain itu, piket 24 jam juga dilaksanakan oleh Puskesmas Kecamatan. Pos Kesehatan Pos Kesehatan dibuka dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi korban banjir yang mengalami gangguan kesehatan. Pos Kesehatan dibentuk guna mendukung pelayanan Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan. Jumlah Pos Kesehatan yang dibentuk di lima wilayah DKI Jakarta sebanyak 217 buah. Setiap Pos Kesehatan diawaki oleh seorang dokter dan seorang perawat. Selain tenaga kesehatan tersebut, untuk menyelenggarakan pelayanan Pos Kesehatan, Departemen Kesehatan

17

telah mengerahkan tenaga bantuan sukarela. Tenaga bantuan sukarela ini adalah para mahasiswa dari Fakultas-fakultas Kedokteran, FakultasPeta Persebaran Pos Kesehatan

Kesehatan Masyarakat, dan Institusi-institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan (Akademi Perawat, Akademi Bidan, Akademi Kesehatan Lingkungan, dan Akademi Gizi) yang ada di DKI Jakarta. Jumlah tenaga bantuan sukarela ini mencapai 669 orang, yang disebar ke seluruh wilayah DKI Jakarta. Selain itu juga terdapat tenaga bantuan dari Brigade Siaga Bencana (BSB) Pusat, TNI/Polri (Kesdam, Disdokkes, Armabar, dan Puskes TNI), Organisasi-organisasi Profesi Kesehatan, Palang Merah Indonesia (PMI), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pelayanan yang diberikan di Pos Kesehatan ini berupa tindakan pengobatan dan pemulihan Kesehatan serta rujukan ke Rumah Sakit. Yaitu meliputi: (1) Pelayanan pengobatan darurat, (2) Penyediaan Penjernih Air Cepat dan Aquatab, (3) Penyediaan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi bayi dan anak usia di bawah dua tahun, (4) Penyediaan tablet penambah darah dan vitamin A bagi ibu hamil dan ibu menyusui, (5) Penyediaan alat kontrasepsi dan pembalut wanita, (6) Vaksinasi, (7) Penyediaan plastik tempat sampah, (8) Penyuluhan Kesehatan, dan (9) Lain-lain.

18

Obat-obatan yang diperlukan selain menggunakan persediaan yang diadakan dengan anggaran Pemerintah Daerah DKI Jakarta, juga berasal dari Departemen Kesehatan, TNI/Polri, PMI, Organisasi Profesi, Pabrik19

Farmasi, Perorangan/Masyarakat, dan LSM. Untuk sarana pengangkut obat-obatan dikerahkan enam buah mobil boks. Selain itu, pengangkutan obat-obatan juga dibantu oleh Dinas PU, Dinas Tramtib, Dinas Kebersihan, Dinas Pemadam Kebakaran, dan PT. Blue Bird.

20

Ambulans Untuk mengevakuasi pasien korban banjir telah dikerahkan 68 ambulans yang berasal dari berbagai pihak. Dari masing-masing wilayah, oleh Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat disediakan sebuah ambulans. Sebanyak 42 ambulans dikirim21

oleh Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan. Ambulans tambahan diperoleh dari AGD 118 (10 ambulans), PMI (5 ambulans), Kesdam/ Disdokkes (2 ambulans), Kepolisian Daerah (2 ambulans), dan Armabar AL (2 ambulans).

22

Selain ambulans yang berupa kendaraan roda empat, evakuasi juga didukung dengan perahu-perahu karet. Departemen Kesehatan memiliki 15 buah perahu karet yang berasal dari pengadaan melalui anggaran tahun 2001 dan sumbangan dari berbagai pihak.

23

Puskesmas Begitu banjir melanda, Dinas Kesehatan DKI Jakarta segera menginstruksikan tidak kurang dari 42 Puskesmas Kecamatan dan 282 Puskesmas Kelurahan untuk siap melayani masyarakat selama 24 jam. Dengan adanya instruksi ini, semua Puskesmas tersebut segera mengaktifkan prosedur penanganan bencana yang memang telah disiagakan.

Peta Persebaran Puskesmas Kecamatan

Peta Persebaran Puskesmas Kelurahan

24

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas untuk para korban banjir meliputi: (1) Pengobatan rawat jalan, (2) Tindakan bedah sederhana, dan (3) Penyuluhan Kesehatan.

25

Rumah Sakit Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan Kesehatan rujukan. Artinya, kasus-kasus atau penderita-penderita yang tidak dapat ditolong di Pos Kesehatan atau Puskesmas karena keterbatasan sarana, akan segera dikirim ke Rumah Sakit. Adapun pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan di Rumah Sakit adalah: (1) Pengobatan rawat jalan rujukan, (2) Tindakan bedah, dan (3) Pelayanan rawat inap. Dalam rangka penanganan korban banjir, tidak kurang dari 77 Rumah Sakit telah berperan-serta sebagai sarana rujukan. Sebanyak empat buah Rumah Sakit Umum Daerah milik Provinsi DKI Jakarta, tujuh buah Rumah Sakit Pusat milik Departemen Kesehatan, dan 66 buah Rumah Sakit Swasta di wilayah DKI Jakarta segera mengaktifkan prosedur penanganan bencana. Sarana rujukan ini masih ditambah lagi dengan Rumah Sakit Lapangan yang dibangun oleh TNI dan Armarbar AL. TNI membangun dua buah di Semanan dan Rawa Buaya, dengan kapasitas masing-masing 15 tempat tidur, sedangkan Armarbar AL membangun satu buah di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

26

27

Apa Yang Dilakukan Departemen Kesehatan? Banjir besar di DKI Jakarta kali ini memang terjadi di era desentralisasi. Yaitu di saat otonomi daerah sudah diberlakukan. Namun demikian bukan berarti bahwa Departemen Kesehatan sebagai aparat Pemerintah Pusat di sektor kesehatan lalu berlepas tangan. Penanggulangan kejadian luar biasa atau sering disingkat KLB selain menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, juga merupakan tugas dari Pemerintah Pusat. Apa lagi bila KLB itu telah dinyatakan sebagai bencana nasional atau diperhitungkan akan menciptakan ancaman skala nasional. Sebagaimana Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Departemen Kesehatan yang mengantisipasi akan datangnya banjir, juga telah melakukan persiapan menjelang banjir. PPMK beberapa kali menyelenggarakan rapat koordinasi yang kemudian ditindaklanjuti oleh unit-unit di lingkungan Departemen Kesehatan yang terkait. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (Ditjen Yanmed) menginstruksikan siaga bencana banjir, khususnya kepada tujuh Rumah Sakit Pusat yang ada di DKI Jakarta. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2M & PL) menyiapkan tenaga, peralatan dan bahan serta pedoman kerja. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat (Ditjen Binkesmas) menyiapkan dukungan untuk Puskesmas. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian & Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar & Alkes) menyiagakan bantuan obat dan bahan habis pakai. Badan Pengembangan & Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan (Badan PPSDMK) menyiapkan bantuan tenaga sukarela mahasiswa Akademi-akademi Kesehatan yang ada di DKI Jakarta. Sementara itu, Sekretariat Jenderal melalui PPMK menyiapkan Brigade Siaga Bencana (BSB) serta memberikan bantuan berupa perahu karet dan tenda lapangan. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mendukung tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Namun demikian diakui bahwa persiapan yang dilakukan memang kurang optimal, oleh sebab Departemen Kesehatan masih sedang sibuk melakukan penataan diri akibat reorganisasi (yaitu dikeluarkannya kembali unsur kesejahteraan sosial menjadi Departemen Sosial). Brigade Siaga Bencana Begitu datang banjir, Departemen Kesehatan segera mengaktifkan Pos Kesehatan Bergerak yang dilaksanakan oleh Brigade Siaga Bencana (BSB) Pusat. BSB Pusat yang anggotanya terdiri dari dokter, dokter yang sedang mengikuti pendidikan spesialisasi (PPDS), paramedik, dan anggota Mapala-UI, terbagi ke dalam 12 Tim Evakuasi, 12 Tim Posko,28

dan 12 Tim Bergerak. Mereka ini dilengkapi dengan ambulans 118 dan perahu karet. Rumah Sakit Sebagaimana disebutkan di atas, Departemen Kesehatan juga segera menginstruksikan tujuh Rumah Sakit Pusat yang ada di DKI Jakarta untuk mengaktifkan prosedur penanganan bencana. Ketujuh Rumah Sakit Pusat tersebut adalah RS Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, RS Sulianti Suroso, RS Fatmawati, RSAB Harapan Kita, RS Jantung Harapan Kita, dan RS Kanker Dharmais. RS Jiwa yang ada di Grogol tidak dapat ikut digerakkan karena Rumah Sakit itu sendiri terlanda banjir. Dengan demikian Departemen Kesehatan bahkan melakukan evakuasi pasien RS Jiwa Grogol dan dipindahkan ke RS Jiwa Bogor. Untuk meningkatkan peranserta Rumah Sakit, khususnya Rumah Sakit Swasta, Menteri Kesehatan kemudian mengeluarkan Surat Edaran. Surat Edaran tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Dirjen Yanmedik yang menyatakan bahwa Departemen Kesehatan akan mengganti semua biaya yang dikeluarkan Rumah Sakit dalam rangka menangani korban banjir. Sehingga dengan demikian diminta agar semua Rumah Sakit memberikan pelayanannya kepada korban banjir secara cuma-cuma. Pada tanggal 5 Februari 2002 diselenggarakan pertemuan koordinasi di Balaikota DKI Jakarta yang dihadiri oleh Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, TNI-Polri, Persi, Irsjam, PPNI dan Swasta. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk dilaksanakannya koordinasi dan integrasi kegiatan pelayanan Rumah Sakit. Sebagai tindak lanjutnya maka TNI-Polri membentuk RS Lapangan dan RS Irsjam menyelenggarakan kerjasama antar-Rumah Sakit, sehingga meliputi 100 Rumah Sakit di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Bantuan Obat Departemen Kesehatan melalui Ditjen Yanfar & Alkes telah memberikan bantuan obat dan alat kesehatan ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Obat-obatan yang diberikan itu meliputi antara lain Paracetamol, Oralit, Vitamin B, Vitamin C, Tetrasiklin, Salep Oksitetrasiklin, Hydrocortisone Cream, Salep Anti Jamur, Cotrimoksazal, Perangkat Infus (untuk anak dan dewasa), dan Antasida (obat kembung). Bantuan obat juga diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM), yaitu berupa Contrimoksazol, Chloramphenicol,29

Ibuprofen, Mebendazol, Salep Oksitetrasiklin, Pyrantel, Thiamin, Hydrocortisone Cream, Sirup Paracetamol, Povidon Yodin, Garam Oralit, Infus Glukosa, RL, Kapas Pembalut, dan Kasa Pembalut Hydrofil. Selain obat dan bahan habis pakai, Departemen Kesehatan juga memberikan bantuan berupa makanan pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi dan anak usia di bawah dua tahun. Pemberantasan Penyakit & Penyehatan Lingkungan Melalui Ditjen P2M&PL, tidak lama setelah banjir datang, Departemen Kesehatan menyelenggarakan suatu kajian cepat (rapid assessment). Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 6 dan 7 Februari 2002 dengan tujuan mengkaji dampak bencana banjir terhadap kesehatan masyarakat, serta kebutuhan dan prioritas upaya untuk penanggulangan dampak tersebut. Namun, di samping melakukan kajian, Tim Pelaksana sekaligus juga membagikan perlengkapan kesehatan kepada masyarakat. Perlengkapan kesehatan itu berupa kantung sampah dari plastik, serbuk Penjernih Air Cepat (PAC), aquatab untuk penyuci-hama, dan alat pengusir lalat (repellent). Sebagai tindak lanjut terhadap hasil-hasil kajian cepat, dilaksanakan kegiatan-kegiatan pengamatan penyakit, penyehatan lingkungan, dan pemberantasan penyakit menular. Pengamatan penyakit oleh Departemen Kesehatan diselenggarakan secara terkoordinasi dengan pengamatan penyakit yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dari kegiatan pengamatan penyakit ini dilaporkan data penyakit dan data kematian di kalangan korban banjir setiap hari. Data diperoleh dari Rumah-rumah Sakit di wilayah DKI Jakarta. Dengan kegiatan pengamatan penyakit inilah antara lain ditemukan kasus dengan gejala-gejala yang mengarah kepada diagnosis leptospirosis. Pemberantasan penyakit menular dilakukan terhadap penyakitpenyakit diare, demam berdarah, leptospirosis, dan lain-lain. Penyakit diare dicegah dengan melakukan pengawasan dan perbaikan kualitas air, pembuangan kotoran, pengelolaan sampah, serta penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat. Demam berdarah dicegah dengan melakukan abatesasi tempat-tempat penampungan air dan pemantauan populasi nyamuk Aedes aegypti. Leptospirosis dicegah dengan mengendalikan populasi tikus. Sedangkan penyakit-penyakit lain dicegah penyebarannya dengan memutus mata rantai penularan dari penyakit bersangkutan. Penyehatan lingkungan dilakukan untuk mengurangi risiko munculnya penyakit-penyakit menular berbasis lingkungan yang memiliki potensi wabah. Upayanya berupa pemberian bantuan logistik penyehatan30

lingkungan. Yaitu antara lain: kaporit dan aquatab sebagai bahan penyucihama untuk air, PAC yaitu serbuk yang dapat digunakan untuk menjernihkan air secara cepat, kantung plastik untuk tempat sampah, lisol untuk penyuci-hama, alat semprot untuk membasmi lalat, dan abate untuk membunuh jentik-jentik nyamuk.

Pemantauan Kegiatan penanggulangan korban banjir berlangsung dalam hitungan jam dan bahkan menit. Oleh karena itu, Menteri Kesehatan dan Pimpinan Departemen Kesehatan menghendaki untuk dapat memantau perkembangannya minimal dari hari ke hari. Untuk itu, Menteri Kesehatan dengan Keputusan Nomor HK.00.SJ.SK.VI.0596 telah membentuk sebuah tim yang diketuai oleh Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) dan Kepala PPMK Departemen Kesehatan untuk melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data. Tim ini beranggotakan sejumlah karyawan dari berbagai unit di lingkungan Departemen Kesehatan. Tim ini mengumpulkan data sekunder dari DKI Jakarta dan data primer langsung dari Rumah-rumah Sakit di wilayah Jabodetabek. Data yang terkumpul, setiap hari diolah dan dikemas dalam berbagai bentuk informasi untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Pimpinan Depkes di pagi hari berikutnya.

31

Selain itu, Departemen Kesehatan juga mengirim utusan dari PPMK dan Pusdatin untuk menghadiri rapat koordinasi yang diadakan di Balaikota DKI oleh Pusat Pengendalian Ketegangan Sosial (Pusdalgangsos) setiap hari mulai pukul 20.00 WIB. Laporan mengikuti rapat ini juga disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Pimpinan Depkes setiap pagi hari berikutnya.

Lain-lain Di luar kegiatan-kegiatan tersebut di atas, Departemen Kesehatan juga melaksanakan kegiatan-kegiatan berikut. Perbaikan gizi, yaitu dengan memberikan Makanan Pelengkap ASI baik secara langsung maupun melalui LSM-LSM. Menyiapkan tenaga relawan yang terdiri atas 156 orang dokter dan 515 orang perawat. Mengadakan dialog dengan masyarakat (atas prakarsa Government Watch). Melakukan penyuluhan Kesehatan kepada warga di 167 kelurahan yang dilanda banjir.

32

Apa Yang Dilakukan TNI/Polri? Dari TNI/Polri yang terlibat langsung dengan penanganan masalah kesehatan akibat banjir di DKI Jakarta adalah Pusat Kesehatan TNI, Kesehatan Kostrad, Kesdam Jaya, Kesehatan TNI-AL (Lantamal II dan Kormar), Kesehatan TNI-AU, serta Disdokkes Desumdaman Polri. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing pihak tersebut adalah sebagai berikut.

Pusat Kesehatan TNI Puskes TNI melaksanakan berbagai kegiatan. Di antaranya yang cukup penting adalah: (1) menggelar Rumah Sakit Lapangan, (2) memberi bantuan obat dan alat kesehatan serta bahan habis pakai, (3) memberi bantuan tenaga baik dokter maupun paramedis berikut ambulan sebagai sarana evakuasi, serta (4) menyediakan tangki penampungan air bersih bagi pengungsi dan keluarganya. Kesehatan Kostrad Kegiatan Kesehatan Kostrad yang terpenting adalah: (1) membuka Pos Kesehatan di Posko Banjir di enam kecamatan (Pesing, Cengkareng, Kapuk, Manggarai, Bukit Duri, dan Cipinang), (2) memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di sekitar Posko Banjir, dan (3) menyediakan dokter dan paramedis jaga setiap hari.33

Kesdam Jaya Selama banjir, Kesdam Jaya menyelenggarakan pengobatan massal secara cuma-cuma dengan melakukan safari ke delapan Kodim, yaitu Kodim 0501/Jakarta Pusat di Kelurahan Kwitang - Senen dan Kelurahan Kampung Bali Tanah Abang; Kodim 0502/Jakarta Utara di Kelurahan Semper Barat, Kelurahan Semper Timur, dan Kelurahan Tugu Selatan; Kodim 0503/Jakarta Barat di Ruko Daan Mogot Cengkareng; Kodim 0504/Jakarta Selatan di Kecamatan Tebet; Kodim 0505/Jakarta Timur di Kelurahan Rorotan Cakung; Kodim 0506/Tangerang di Kelurahan Kosambi; Kodim 0507/Bekasi di Desa Sumbereja Pebayuran dan Desa Kedung Pengawas Babelan; Kodim 0508/Depok di Desa Pasir Putih Sawangan. Kesehatan Lantamal II dan Kormar TNI AL Kedua lembaga ini secara bersama-sama menyelenggarakan kegiatan-kegiatan: (1) menggelar RS Lapangan di Sunter Kelapa Gading; (2) memberikan pengobatan kepada masyarakat sekitar RS Lapangan, khususnya warga TNI AL dan keluarganya; (3) memberikan bantuan perahu karet sebagai sarana evakuasi; (4) memberikan pelayanan kesehatan di masjid Al-Barkah dan gereja St. Yakobus; (5) memberikan pelayanan kesehatan di RW 05 dan 02 di Pedongkelan; (6) memberikan pelayanan kesehatan gratis di Muara Gembong Bekasi. Kesehatan TNI AU Kesehatan TNI AU juga menyelenggarakan berbagai kegiatan di berbagai tempat. Yang terpenting adalah: (1) membuka Pos Kesehatan dengan menggelar tiga tenda keslap di gereja St. Agustinus Halim PK; (2) membuka Pos Kesehatan dengan membuka satu tenda keslap dan mengoperasikan tiga perahu karet di Rawa Buaya, Kalideres, dan Cengkareng; serta (3) membuka RS Lapangan (sembilan tenda keslap) di Gedung CCM, Jalan Cikini Raya 93, Jakarta Pusat. Disdokkes Polri Disdokkes Polri beserta jajaran kesehatannya di kewilayahan telah menyelenggarakan upaya berikut: (1) membuka Pos Kesehatan, (2) membantu evakuasi, (3) memberikan bantuan sembako, (4) memberikan bantuan tenaga kesehatan, (5) memberikan bantuan sarana transportasi, dan (6) membantu memberikan informasi.

34

Apa Yang Dilakukan Masyarakat? Sungguh di luar dugaan bahwa masyarakat DKI Jakarta yang merupakan masyarakat metropolitan dan juga masih berkutat dengan krisis ekonomi, ternyata memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi. Hal ini tecermin dari banyaknya Posko Banjir yang dibentuk secara spontan oleh masyarakat, mengalirnya banyak bantuan, dan terlibatnya unsurunsur masyarakat dalam berbagai kegiatan penanganan korban banjir. Republika terbitan Jumat 1 Februari 2002 misalnya, memberitakan tentang datangnya bantuan dari para selebritis seperti Nurul Arifin, Cornelia Agatha, Lula Kamal, Krisna Mukti, dan lain-lain. Selain masyarakat secara umum, beberapa lembaga masyarakat sangat aktif dalam upaya penanganan korban banjir. Lembaga-lembaga itu misalnya adalah PMI, Organisasi-organisasi Profesi Kesehatan (Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan, Persatuan Ahli Gizi Indonesia, dan lain-lain), serta Lembaga Swadaya Masyarakat (Indonesian Pharmaceutical Watch, Government Watch, Yayasan Bina Anak Bangsa, Yayasan Bina Pembangunan, dan lain-lain). Media Indonesia terbitan Rabu 6 Februari 2002 memberitakan bahwa: (1) para anggota P3 Reformasi melakukan bakti sosial kesehatan; (2) karyawan American Express Bank menyumbang 1.000 paket bahan makanan; (3) LIPI, BPPT memberikan bantuan alat pembersih air tepat guna; (4) BPPT menawarkan kerjasama dengan BMG untuk mendirikan radio internet di delapan stasiun radio, yaitu Trijaya FM, Elshinta, RRI, Sonora, Delta, Prambors, PASS FM dan Ramako FM, untuk memberikan informasi tentang cuaca bagi masyarakat. Kompas terbitan 9 Februari 2002 mengabarkan bahwa komandan armada timur yang bermarkas di Ujung (Tanjung Perak, Surabaya) mengirimkan 9 ton bahan makanan, obat, dan perlengkapan keluarga untuk korban banjir di Jakarta. Jakarta Post 10 Februari 2002 memberitakan bahwa The Singapore Association in Indonesia dan The Singapore Women's Group mendirikan klinik di Jakarta Pusat. Klinik tersebut didirikan bekerjasama dengan Satuan Rumah Sakit Lapangan AURI dan Relawan dari masyarakat Budha.. Peranserta sejumlah perusahaan obat dan farmasi, khususnya dalam memberikan bantuan berupa obat-obatan, dirasakan sangat besar manfaatnya. Perusahaan-perusahaan itu antara lain adalah GP Farmasi DKI Jakarta, Gakeslab DKI Jakarta, PT Widatra, PT Indofarma, PT Friesche Vlag Indonesia, PT Gajah Tunggal, PT Otsuka Indonesia, dan GP Farmasi Pusat. Yang termasuk dalam GP Farmasi Pusat adalah PT Konimex, PT Dexa Medica, PT Combiphar, PT Phyto Kemo Agung35

Farma, PT Bintang Toedjoe, PT Novartis Biochemie, PT Soho Indonesia Pharmaceutical, PT Kalbe Farma, PT Benofarm, PT Pyridam, PT Meprofarm, PT Interbat, PT Sanbe Farma, PT Indofarma, PT Kimia Farma, PT Biofarma, PT Phapros, PT Farenheit, PT Eisai Indonesia, PT Metiska Farma, dan PT Nurafindo. PMI selain mendirikan Pos Kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan, juga memberikan bantuan obat serta bubuk abate. Organisasiorganisasi profesi kesehatan juga mendirikan Pos Kesehatan dan memberikan bantuan obat. Sedangkan LSM seperti Indonesian Pharmaceutical Watch (IPhW) menyelenggarakan Posko dengan mengkoordinasikan bantuan dari berbagai pihak. Pihak-pihak yang membantu IPhW tersebut antara lain adalah Departemen Kesehatan (kaporit, PAC, dll), Departemen Sosial (20 set pompa air tangan, cangkul, sekop, dan dana 20 juta rupiah untuk pemasangannya), PT Biofarma (obat dan dana sebesar 60 juta rupiah), PT APL (obat), PT Blue Bird (mobil untuk Posko Berjalan dan transportasi bagi para dokter yang akan bertugas di Posko), IDI Wilayah DKI dan IDI Online (dokter sukarela untuk bekerja di Posko), Ismafarsi (bantuan meracik obat yang diresepkan dokter di Posko), dan HMI Cabang Depok (tenaga relawan untuk Posko). Posko Berjalan adalah berupa dua buah mobil semi bus Big Bird yang diubah menjadi klinik keliling, yang menggelar pelayanan di 20 titik lokasi (di setiap Posko disediakan dua orang dokter serta 2 - 3 orang relawan mahasiswa kesehatan dan farmasi).

36

PASCA BANJIR Musibah banjir telah mengakibatkan rusak dan atau tercemarnya sarana/fasilitas kesehatan lingkungan seperti misalnya hidran umum dan sumur-sumur penduduk (baik sumur gali maupun sumur pompa). Selain itu, merosotnya kondisi kesehatan lingkungan secara umum dan kepadatan penghunian di tempat-tempat penampungan telah membantu timbul dan berkembangnya berbagai penyakit di kalangan pengungsi. Dalam menghadapi masalah kesehatan masyarakat pasca banjir itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta dengan dukungan dari Departemen Kesehatan dan fihak-fihak lain segera mengambil tindakan yang perlu. Tindakan itu ditujukan untuk mencegah wabah atau kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular. Langkah pemantapan kegiatan kesehatan pasca banjir diawali dengan upacara pencanangan atau apel siaga di lapangan parkir barat Silang Monas pada tanggal 23 Maret 2002, yang dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta. Upacara ini dihadiri oleh seluruh tim yang disiagakan untuk penanggulangan masalah kesehatan pasca banjir yang berjumlah 3.125 orang. Selain petugas kesehatan, yang tergabung dalam tim-tim tersebut juga para mahasiswa dan aparat TNI.

37

Khusus terhadap petugas-petugas kesehatan, Menteri Kesehatan memberikan pengarahan teknisnya pada tanggal 20 Februari 2002 di Aula Dinas Kesehatan DKI Jakarta.38

Sementara itu, mengawali pelaksanaan kegiatan lapangan, Ditjen P2M & PL telah memberikan bantuan teknis. Bantuan teknis ini juga diberikan pada saat pelaksanaan lapangan, termasuk kegiatan tambahan berupa survei jentik nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti). Dalam masa pasca banjir, upaya yang dilakukan adalah mencegah timbulnya KLB penyakit menular. Kegiatan utamanya adalah (1) pemberian kaporit (kaporitisasi) sumur-sumur penduduk, baik sumur gali maupun sumur pompa tangan, (2) pembubuhan serbuk abate (abatisasi) penampungan air, (3) penyiraman lisol (lisolisasi), dan (4) penyuluhan kesehatan. Departemen Kesehatan menambah lagi tenaga Kesehatan sebanyak 45 orang untuk membantu Dinas Kesehatan DKI Jakarta melaksanakan upaya pasca banjir ini. Mereka terdiri atas karyawan Ditjen P2M & PL. Adapun kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka penanggulangan masalah kesehatan pasca banjir tersebut adalah sebagai berikut. Jakarta Utara Di Jakarta Utara kegiatan dilaksanakan di Kecamatan Penjaringan (Kelurahan Pejagalan) dan Kecamatan Tanjung Priok (Kelurahan Sunter Agung). Kaporitisasi yang dilakukan oleh tim hanya dilaksanakan untuk sumur-sumur gali. Untuk sumur pompa tangan, kaporit dibagikan kepada39

pemilik karena para pemilik sanggup membongkar sendiri pompa tangannya. Abatisasi dan lisolisasi di daerah ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena persediaan abate dan lisol tidak mencukupi. Jakarta Selatan Di Jakarta Selatan kegiatan dilaksanakan di Kecamatan Cilandak (Kelurahan Pondok Labu), Kecamatan Setiabudi (Kelurahan Setiabudi), Kecamatan Pasar Minggu (Kelurahan Jati Padang dan Kelurahan Pejaten Timur), Kecamatan Tebet (Kelurahan Bukit Duri), Kecamatan Pesanggrahan (Kelurahan Ulujami). Kaporitisasi dilakukan terhadap sumur-sumur gali dan sumur-sumur pompa tangan bersama dengan masyarakat. Abatisasi dilakukan secara selektif mengikuti hasil survei jentik nyamuk. Lisolisasi juga dilakukan secara selektif karena lisol terbatas. Jakarta Timur Di Jakarta Timur kegiatan dilaksanakan di Kecamatan Makasar (Kelurahan Makasar, Kelurahan Cipinang Melayu, dan Kelurahan Halim Perdana Kusuma), Kecamatan Kramat Jati (Kelurahan Cawang dan Kelurahan Dukuh), Kecamatan Duren Sawit (Kelurahan Pondok Bambu dan Kelurahan Klender), Kecamatan Pulo Gadung (Kelurahan Cipinang), Kecamatan Jatinegara (Kelurahan Cipinang Muara), dan Kecamatan Cakung (Kelurahan Pulo Gebang). Kaporitisasi di semua kelurahan umumnya berjalan dengan baik. Demikian juga abatisasi. Di beberapa tempat seperti di Kecamatan Makasar, abatisasi tidak dilakukan karena hampir seluruh masyarakat tidak memiliki tempat penyimpanan air. Lisolisasi juga berjalan dengan baik, walaupun terdapat kendala karena kurangnya persediaan lisol. Jakarta Barat Di Jakarta Barat kegiatan dilaksanakan di Kecamatan Cengkareng, Kecamatan Grogol Petamburan, Kecamatan Tambora, Kecamatan Tamansari, Kecamatan Kebon Jeruk, Kecamatan Palmerah, Kecamatan Kembangan, dan Kecamatan Kalideres. Kaporitisasi, abatisasi, dan lisolisasi dilaksanakan di semua kecamatan tersebut. Demikian pula pemberian oralit. Di sejumlah tempat bahkan dilakukan kerja bakti massal penanggulangan masalah sampah.

40

Jakarta Pusat Di Jakarta Pusat kegiatan dilaksanakan di RW 01 dan 02 Kelurahan Kenari, Kecamatan Kenari. Kegiatan dilaksanakan oleh Puskesmas setempat bersama dengan mahasiswa, TNI, Toga, dan Toma. Kaporitisasi dilakukan terhadap sumur-sumur yang tercemar. Survei jentik nyamuk dilakukan bersamaan dengan abatisasi. Yaitu manakala ditemukan perindukan positif jentik nyamuk, langsung di tempat tersebut dibubuhkan abate dengan takaran sesuai dengan volume air.

41

42

Leptospirosis Kasus leptospirosis diidentifikasi pertama kali pada tanggal 5 Februari 2002, yaitu pada saat seorang pasien dari Kemayoran masuk ke RS Mitra Keluarga Kemayoran dan pasien lain dari Cengkareng masuk ke RS Sumber Waras. Tidak lama kemudian kasus-kasus lain menyusul, sehingga akhirnya mencapai jumlah penderita sebanyak 70 orang. Dari penderita sebanyak itu, 17 orang di antaranya meninggal dunia. Kematiankematian inilah yang menyebabkan kasus leptospirosis menjadi perhatian banyak pihak. Adapun penanganan kasus-kasus leptospirosis ini adalah dengan merawat penderita dan memberantas binatang penularnya, terutama tikus. Mula-mula disebar perangkap tikus. Tetapi tindakan ini ternyata kurang berhasil, sehingga kemudian dilancarkanlah perburuan tikus secara besarbesaran. Bahkan kemudian disertai dengan pemberian imbalan. Dengan cara ini ternyata peningkatan jumlah kasus leptospirosis dapat ditekan. Peranserta Masyarakat Walaupun banjir telah surut, peranserta masyarakat dan berbagai pihak dalam menanggulangi masalah kesehatan pasca banjir ternyata tidak ikut surut. IPhW dengan Posko Berjalannya terus mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan untuk penanggulangan masalah kesehatan pasca banjir.

43

Media Indonesia tanggal 25 Maret 2002 memberitakan bahwa Relawan Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia melakukan aksi pembersihan dan penyemprotan kuman penyakit di tempat-tempat korban banjir di Kelurahan Kapuk Muara, Penjaringan Jakarta Utara. Relawan dibantu warga Kelurahan Kapuk Muara dan 300 personil TNI-AD dari Briggif 201 dan 202. Kegiatan ini merupakan bagian dari program 5P (Pengeringan, Pembersihan, Penyemprotan, Pengobatan, Perumahan) dari Proyek Pemulihan Pasca Banjir (Post-Flood Relief Project). Masih banyak lagi kegiatan yang merupakan peranserta berbagai pihak yang tidak mungkin disajikan semuanya dalam buku kecil ini. Hal itu menunjukkan bahwa betapa pun masyarakat kita sesungguhnya telah mempraktekkan Panca Sila dalam kehidupan sosialnya.

Temuan dan Masalah Jajaran Departemen Kesehatan melalui Ditjen P2M & PL telah memberikan bantuan teknis di bidang kaporitisasi, abatisasi, dan lisolisasi. Setelah itu lalu dilakukan gerakan pemantapan kesehatan masyarakat sambil melaksanakan survei jentik nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti). Hasil survei jentik nyamuk tersebut menunjukkan angka indeks rumah atau house index >5%. Ini berarti bahwa rumah yang bebas jentik

44

nyamuk sudah di bawah 95%. Keadaan ini dinyatakan sebagai kondisi waspada, oleh sebab memiliki kecenderungan menurun. Selain temuan tersebut, patut dilaporkan pula di sini masalah-masalah yang dijumpai dalam rangka pelaksanaan penanggulangan masalah kesehatan pasca banjir. Masalah-masalah tersebut antara lain adalah: Kegiatan pasca banjir yang berupa pemantapan kesehatan masyarakat mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, khususnya di wilayah yang terkena banjir. Akan tetapi sosialisasi akan dilakukannya gerakan ini tidak disampaikan lebih dini kepada pimpinan setempat (sejak kelurahan sampai RT). Akibatnya, terdapat beberapa tempat yang sewaktu dikunjungi terkejut dan kurang siap. Logistik yang dibutuhkan di lapangan sulit dipenuhi karena ketersediaan logistik di masing-masing wilayah tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal ini disebabkan keterlambatan dalam proses pengadaan barang di tingkat provinsi dan Departemen Kesehatan. Di samping itu, di pasaran pun barang-barang tersebut ternyata sulit diperoleh dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Komando yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan tentang kegiatan yang harus dilakukan di lapangan sering simpang-siur (maklum Dinas Kesehatan DKI baru saja mengalami reorganisasi). Akibatnya koordinasi kurang baik, sehingga tenaga lapangan kadangkala kebingungan. Betapa pun seluruh jajaran Dinas Kesehatan DKI sejak dari Dinas Kesehatan Provinsi sampai ke Puskesmas Kelurahan telah bekerja dengan penuh semangat dan tanggung jawab. Namun karena waktu persiapan terlalu singkat, maka hasilnya belum sesuai dengan harapan.

***

45

Liputan, Berita dan Tanggapan

Musibah banjir tentu tidak luput dari liputan media massa, baik media cetak, media eletronik, maupun media siber. Bagian Humas Departemen Kesehatan sempat mencatat dan membuat klipping dari 26 media cetak. Yaitu Suara Pembaruan, Kompas, Republika, Media Indonesia, Jakarta Post, Suara Karya, Pelita, Suara Merdeka, Surabaya Post, Rakyat Merdeka, Warta Kota, Pos Kota, Berita Buana, Pikiran Rakyat, Bisnis Indonesia, Koran Tempo, Buana Minggu, Sinar Pagi, Terbit, Antara, Wanita Indonesia, Inti Aktual, Sentana, Harian Indonesia, Majalah Tempo, dan Majalah Forum. Sedangkan media siber yang terpantau adalah Mandiri.com, Media Berita Int.Ltd.com, TSI.com, dan Merdeka online. Semua pemancar televisi baik TVRI maupun televisi swasta seakan berlomba menyebarluaskan berita tentang banjir besar di DKI Jakarta. Demikian juga dengan pemancar radio. Pemancar radio yang sangat gencar memantau dan melaporkan perkembangan musibah banjir itu antara lain adalah Trijaya FM, Elshinta, RRI, Sonora, Delta, Prambors, PASS FM, Ramako FM, dan Jakarta News FM. Liputan, berita dan tanggapan dapat ditampung sekaligus oleh media massa. Oleh karena itu, peran media massa dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir sangatlah besar. Tetapi di samping itu, musibah banjir juga menjadi perhatian LSM. Selain IPhW, LSM lain yang cukup besar keterlibatannya dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir, khususnya dalam menyalurkan tanggapan masyarakat, adalah Government Watch (Gowa). Peran Media Massa Menyimak apa yang dilakukan oleh media massa dalam meliput bencana banjir di DKI Jakarta, kiranya dapat disimpulkan adanya lima peran penting yang mereka mainkan. Kelima peran tersebut, yang juga dirasakan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan adalah: Memberi peringatan, baik sebelum, selama, maupun pasca banjir. Memberi penjelasan tentang masalah atau kejadian berikut aspekaspeknya.46

Memberitakan tentang upaya penanggulangan masalah, termasuk kekurangannya. Menyalurkan keluhan, harapan, dan kritikan-kritikan dari masyarakat umum dan LSM. Menggalang kepedulian masyarakat dan memfasilitasi penghimpunan serta penyaluran bantuan untuk korban. Berita dan Tanggapan Dalam Media Massa Peran media massa dan sekaligus liputan serta berita dan tanggapan tentang upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir di DKI Jakarta dapat disimak dari butir-butir klipping sejumlah media cetak berikut ini. Rabu 10 Januari 2002 dan 30 Januari 2002 diberitakan adanya peringatan dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Menteri Negara Lingkungan Hidup, dan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah. Peringatan itu adalah: (1) perlunya diwaspadai curah hujan yang tinggi pada akhir Januari hingga Februari 2002, (2) seluruh warga Jakarta dan sekitarnya dihimbau untuk tidak melakukan kegiatan pada Rabu 30 Januari 2002 karena kemungkinan cuaca makin memburuk pada Rabu siang, dan (3) warga diminta bersiap-siap menghadapi kondisi banjir yang lebih buruk lagi. Kamis 31 Januari 2002 diberitakan bahwa: (1) korban banjir mulai mengeluh, sebab belum menerima bantuan apa pun dari pemerintah; (2) tercatat tujuh orang warga tewas; dan (3) Presiden Megawati meminta Menteri Kesehatan Dr. Achmad Sujudi untuk memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat pasca banjir; Presiden akan meninjau langsung para korban banjir di sekitar Jakarta hari itu. Selain itu, dimuat pula daftar Posko Bantuan Informasi Penanggulangan Banjir lengkap dengan nomor teleponnya, yaitu: Mapala UI (78884872), Pelangi (5735020/5719360), PAN Indonesia (8296545), WALHI (7941671), KEL (7262740), Jari Indonesia (7995971), dan Lemkahi (5204013). Jum'at 1 Februari 2002 diberitakan bahwa: (1) korban banjir mulai frustrasi, sehingga Presiden yang berkunjung disambut unjuk rasa; korban banjir mulai terserang berbagai penyakit; penanganan yang lamban mengakibatkan mereka mengalami frustrasi dan depresi; (2) korban banjir mulai menjerit kekurangan obat-obatan dan tenaga medis; akibatnya tidak sedikit warga yang menderita sakit muntaber dan gatal-gatal; (3) tidak tersedianya perahu karet yang memadai menyebabkan sulitnya mengevakuasi korban banjir; (4) terdapat obat47

untuk korban banjir yang kadaluarsa (pada kemasan obat bantuan dari Departemen Kesehatan, yaitu doxycicline 100 miligram, tertulis masa kadaluarsa Februari 2002); (5) untuk mengantisipasi KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit akibat banjir serta upaya pengadaan air bersih, Ditjen P2M & PL menyiapkan aquatab, tablet kaporit untuk menjernihkan air dan membunuh kuman, serta PAC (Penjernih Air Cepat) dalam kemasan sachet untuk dibagikan ke Pos Kesehatan dan Puskesmas; akan dibagikan pula oralit, cairan infus dan antibiotika, serta disiapkan insektisida.

Sabtu 2 Februari, Minggu 3 Februari, dan Senin 4 Februari 2002 diberitakan bahwa: (1) prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan di Rumah-rumah Sakit menyulitkan (sukar memperoleh surat rujukan dari dokter yang bertugas di Pos Kesehatan/Puskesmas, dan keterbatasan jumlah dokter dan jumlah Pos Kesehatan); (2) Dirjen P2M & PL mengakui bahwa insiden diare meningkat dibandingkan lima tahun lalu; (3) gangguan jiwa (stres), infeksi saluran nafas, dan penyakit kulit di kalangan warga yang terkena banjir juga harus ikut diwaspadai. Selasa 5 Februari 2002 diberitakan bahwa: (1) Gubernur DKI mengingatkan agar warga tetap waspada berkaitan dengan prakiraan BMG; dan (2) Menteri Kesehatan menghimbau RS Pemerintah dan

48

Swasta untuk tidak menolak korban banjir; mereka hendaknya dilayani sebagaimana mestinya dan tidak dikenakan biaya; semua biaya pengobatan menjadi tanggung jawab Pemda (Dinas Kesehatan) DKI Jakarta dan Departemen Kesehatan; (3) bantuan makanan, obat dan pakaian bekas berdatangan, yaitu dari Pemda, Tim SAR, PMI, dan TNI (AL & AD); (4) sejak Senin 4 Februari 2002 sebagian besar pengungsi yang berada di Posko sudah mulai pulang ke rumah dengan dibekali bahan-bahan makanan pokok (beras, minyak, air mineral, obat); (5) Menteri Kesehatan menjelaskan, hingga saat itu (5 Februari 2002) persediaan obat masih cukup untuk mengatasi masalah kesehatan pasca banjir dan sejumlah tenaga medis juga terus disiagakan 24 jam; (6) Menteri Kesehatan telah beberapa kali meninjau langsung lokasi banjir di Jakarta; dan (7) para pengungsi korban banjir sudah dapat menukar resep dari dokter ke tempat pengambilan obat yang diberikan secara cuma-cuma. Rabu 6 Februari 2002 diberitakan bahwa: (1) TNI AD (Mako Kostrad) memberikan layanan kesehatan secara cuma-cuma; (2) para korban banjir di tempat-tempat penampungan yang mendiami wilayah yang sulit dicapai (Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat) kesulitan memperoleh bantuan, sehingga mereka mulai kekurangan bahan makanan serta obat-obatan; (3) menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI, jumlah pengungsi di lima wilayah mencapai 301 ribu orang, dan lebih dari 18 ribu (6%) pengungsi terserang diare; Puskesmas kewalahan49

menangani korban banjir; (4) RS Islam Pondok Kopi Jakarta Timur meminta bantuan veldbed kepada Menteri Kesehatan karena tempat tidur yang ada tidak cukup menampung pasien korban banjir; (5) RSUD Tarakan menampung 150 orang dengan berbagai jenis penyakit, 30% di antaranya diare (padahal kapasitas RSUD Tarakan hanya 106 orang); (6) Dinas Kesehatan DKI Jakarta menarik obat kadaluarsa (doxycyclin dan paracetamol) yang telah terdistribusi melalui ambulans 118; (7) Menteri Kesehatan menghimbau berbagai pihak supaya berusaha optimal dan aktif menangani korban banjir di Jakarta karena seluruh sumber daya telah tersedia; (8) beberapa orang warga menceritakan bahwa mereka membersihkan rumah dengan kaporit yang dibeli sendiri, karena tidak ada sumbangan dari pemerintah.

Kamis 7 Februari 2002 diberitakan bahwa: (1) masyarakat mengeluh karena walaupun pelayanan kesehatan gratis, tetapi sulit untuk memperoleh perawatan bagi penyakit yang serius, antara lain karena kekurangan tenaga dokter dan obat; (2) dokter berada di Pos Kesehatan hanya sekitar 3-4 jam pada sore hari, sehingga pasien terpaksa mencari pelayanan kesehatan ke Rumah Sakit dengan biaya sendiri karena surat rujukan dari dokter Pos Kesehatan tidak bisa diperoleh; (3) walaupun Menteri Kesehatan mengatakan bahwa berbagai obat telah didistribusikan ke 201 Pos Kesehatan dan 286 Puskesmas, tetapi banyak Pos50

Kesehatan yang kekurangan obat, terutama untuk terapi rehidrasi oral; (4) menurut Dirjen P2M & PL, sekitar 900 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Jakarta akan diterjunkan ke Posko-Posko untuk mencari kasus-kasus penyakit infeksi, dan melakukan analisis kebutuhan untuk imunisasi (DPT dan campak); (5) WHO memberikan bantuan berupa delapan unit perahu karet, 18 unit pelampung, sembilan unit mesin motor dan 24 dayung, yang diserahkan kepada Menteri Kesehatan; (6) Departemen Kesehatan memasok air bersih sebanyak 300.000 drum (perkiraan kebutuhan air bersih 20 lt/org/hari), dan bantuan makanan untuk anak balita; (7) Kepala Dinas Kesehatan DKI menyatakan, agar penyebaran leptospirosis tidak makin meluas Pemda DKI Jakarta akan memeriksa darah warga di kawasan yang rawan terjangkit penyakit tersebut (pemeriksaan dilakukan secara acak pada akhir minggu).

Jumat 8 Februari 2002 diberitakan bahwa: (1) menurut data di Dinas Kesehatan DKI selama 2 - 7 Februari 2002 tercatat 567 pasien korban banjir harus dirawat inap, 400.000 orang mendapat perawatan di Pos Kesehatan, dan 567 orang mendapat perawatan intensif di 12 RSU; (2) sebanyak 27 orang telah terinfeksi leptospirosis (tingkat kematian penyakit ini relatif tinggi, yaitu 7% untuk penderita dibawah 50 tahun dan 56% untuk diatas 50 tahun); (3) Gubernur DKI memutuskan untuk memberikan pelayanan kesehatan dan perawatan secara gratis kepada para penderita.51

Sabtu 9 Februari s/d Senin 25 Maret 2002 diberitakan bahwa: (1) menurut Menteri Kesehatan dana kompensasi BBM akan dialokasikan untuk korban banjir; (2) korban penyakit leptospirosis di Jakarta bertambah, dan sebuah Tim Gabungan dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat menyebar perangkap tikus; (3) menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI, penyebaran penyakit leptospirosis cukup luas meliputi Jakarta Utara (Penjaringan), Jakarta Pusat (Tanah Abang, Menteng, Sawah Besar), Jakarta Barat (Cengkareng, Kembangan, Pal Merah, Grogol Petamburan), dan Jakarta Timur (Cipinang Besar Utara); (4) Dinas Kesehatan DKI menjamin pasien leptospirosis yang tidak mampu akan diberikan pengobatan gratis (di luar itu, sejak tanggal 9 Maret 2002 tidak ada lagi pelayanan gratis bagi korban banjir); (5) penyakit leptospirosis baru pertama kali itu ditemukan di Jakarta, penyakit ini dapat ditularkan melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing, dan serangga; (6) akhirnya Dinas Kesehatan DKI Jakarta melaporkan, 44 orang positif terkena bakteri leptospirosis dan 14 orang di antaranya meninggal dunia (oleh karena itu leptospirosis dimasukkan sebagai penyakit menular dengan kategori waspada ketat bersama dengan demam berdarah, infeksi saluran pernafasan akut, malaria, tbc, dan muntaber); (7) menurut Menteri Kesehatan untuk menanggulangi korban banjir sebenarnya dibutuhkan mobil untuk klinik berjalan, karena petugas kesehatan mengalami kesulitan menjangkau daerah-daerah banjir yang terisolir (karena itu Menteri Kesehatan mohon maaf kalau pelayanan yang diberikan Pemerintah kurang maksimal); (8) Dinas Bina Mental dan Sosial Pemda DKI menerjunkan tenaga psikolog dan psikiater untuk penanggulangan masalah kesehatan jiwa pasca banjir; (9) diperkirakan terdapat sekitar 200 varian penyakit leptospirosis di Indonesia (kalangan ilmuwan dunia menjadikan Indonesia sebagai tempat paling ideal untuk meneliti penyakit ini); (10) Genderang perburuan tikus mulai ditabuh sejak cara pembasmian tikus dengan perangkap tidak lagi ampuh (keantusiasan warga tak terlepas dari hadiah yang ditawarkan yaitu Rp. 3.000,-/ekor, walaupun Lurah Bendungan hilir menyatakan bahwa yang tidak memakai alas kaki dan plastik saat menangkap tikus, tidak akan dibayar). Tanggapan Masyarakat Melalui Seminar Tanggapan masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah kesehatan akibat banjir juga disampaikan melalui seminar.

52

Pada tanggal 16 Februari 2002 Menteri Kesehatan bersama dengan Guberbur DKI Jakarta diundang untuk menghadiri suatu seminar sehari yang diprakarsai oleh Government Watch (Gowa). Seminar itu merupakan forum dialog antara wakil pemerintah dengan wakil masyarakat, seperti mahasiswa dan LSM-LSM. Tujuannya adalah untuk mencari solusi jangka pendek dan jangka panjang guna mengatasi bencana banjir di DKI Jakarta. Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan menyajikan makalah yang berjudul Solusi Penanganan Masalah Kesehatan Pasca Banjir Adapun tanggapan-tanggapan dari masyarakat antara lain adalah sebagai berikut. Kesalahan pemerintah dalam penanggulangan masalah akibat banjir adalah (1) tidak dibuatnya Rencana Kontinjensi (Contingency Plan); (2) tidak disiapkannya tenaga kesehatan secara cepat seperti saat menjelang SU MPR; (3) tidak disiapkannya tempat-tempat pengungsian. Ada sejumlah bantuan yang tampaknya tidak sampai ke sasaran. Dana pengganti subsidi BBM sebaiknya segera dibagikan ke Poskoposko agar bisa mereka gunakan. Demikian juga dana penanggulangan KLB. Bantuan pemerintah sepertinya tidak ada. Bantuan untuk korban banjir kok banyak datang dari masyarakat? Apa bentuk bantuan dari pemerintah? Bantuan untuk korban banjir sebaiknya jangan disalurkan lewat Dewan Kelurahan, melainkan langsung saja ke Kelurahan, RW atau RT. Ada pasien korban banjir yang dibawa ke suatu RS swasta. Ternyata birokrasi di RS itu berbelit-belit. Pos Kesehatan di Posko Borobudur ada tetapi obatnya kurang. Di Posko Prumpung tidak ada Pos Kesehatan, padahal pengungsi di sana sangat membutuhkan. Gubernur DKI Jakarta dalam jawabannya terhadap tanggapan-tanggapan tersebut di atas menyampaikan hal-hal sebagai berikut. Bantuan untuk korban banjir memang ada, yaitu 50 juta rupiah untuk setiap kelurahan. Dana ini bisa digunakan untuk apa saja sesuai dengan kebutuhan dalam menolong korban banjir. Menurut aturannya, dana ini memang harus diserahkan melalui Dewan Kelurahan. Dana yang dialokasikan untuk Dinas-dinas di DKI Jakarta di tahun 2002 keseluruhannya ada 120 milyar rupiah. Untuk Dinas Kesehatan, prioritasnya adalah kesehatan masyarakat. Ada pula dana antisipasi sebesar 505 milyar rupiah.

53

Kaporit dan lain-lain untuk keperluan menanggulangi masalah kesehatan pasca banjir telah dibagikan. Pasien yang dirawat di Rumah Sakit mana pun tidak perlu membayar (gratis). Bila ada keluhankeluhan masyarakat, pemerintah akan segera mengeceknya.

54

Sedangkan Menteri Kesehatan dalam merespon tanggapan-tanggapan tersebut di atas, menyampaikan hal-hal sebagai berikut. Mengundang wakil-wakil Posko dan atau LSM-LSM bersama Gowa untuk melakukan dialog lebih lanjut di Departemen Kesehatan (disepakati untuk diselenggarakan tanggal 23 Februari 2002).

55

Akan mengumumkan hal-hal yang perlu diperhatikan Rumah Sakit dalam menolong korban banjir sesegera mungkin melalui media massa. Selanjutnya, dalam Pertemuan di Departemen Kesehatan, terungkap tanggapan-tanggapan tambahan sebagai berikut. Posko-posko sebagian juga memberikan pelayanan kesehatan. Karena soal kesehatan memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus, tidak sembarang orang dapat melakukan pelayanan kesehatan. Jadi, perlu disiapkan sumber daya manusia khusus untuk ini. Daerah-daerah kumuh tampaknya tidak pernah tersentuh oleh program kesehatan. Bagaimana program kesehatan untuk mereka? Di suatu Puskesmas, hanya bayi, anak balita, dan ibu hamil yang dilayani secara cuma-cuma, sedangkan pasien lain harus membayar. Di Koja, pengungsi banyak yang menderita radang tenggorokan, tetapi Pos Kesehatan tidak ada. Dibawa ke Puskesmas, harus membayar. Kalau ternyata cuma-cuma, bagaimana penggantian uang yang sudah telanjur dibayarkan? Banyak Pos Kesehatan yang sudah tutup pada masa pasca banjir. Kalaupun ada yang buka, tidak ada lagi tenaga dokternya, sehingga hanya bisa memberikan surat pengantar ke Rumah Sakit. Perlu dijelaskan secara terbuka tentang kerjasama yang akan datang. Banyak korban banjir yang mengalami depresi. Apa tindakan pemerintah untuk menolong mereka? Untuk merespon tanggapan-tanggapan tersebut, Dinas Kesehatan dan Departemen Kesehatan menyampaikan hal-hal sebagai berikut. Pelayanan kesehatan diupayakan untuk berada sedekat mungkin dengan korban banjir agar tidak terjadi 3-terlambat (terlambat datang, terlambat dilayani, dan terlambat dirujuk). Namun demikian ternyata Dinas Kesehatan DKI, karena keterbatasan sumber daya, belum memiliki kemampuan untuk mencakup seluruh daerah banjir. Pada awal banjir dapat disiapkan 70 Pos Kesehatan. Ini didukung oleh 100 Rumah Sakit, di mana 46 Rumah Sakit di antaranya tidak memungut biaya. Juga disediakan dukungan oleh Puskesmas Kelurahan dan Puskesmas Kecamatan. Puskesmas yang nakal akan ditegur dan diingatkan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menolong korban banjir. Timbulnya penyakit itu dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu tuan rumah (kondisi tubuh manusia), penyebab penyakit (yaitu kuman dan lainlain), serta lingkungan. Program kesehatan dengan demikian berkisar kepada penanganan ketiga hal tersebut. Yaitu menjaga kondisi tubuh56

manusia, memberantas penyebab penyakit, dan menyehatkan lingkungan. Kegiatannya berupa tindakan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan pemulihan (rehabilitasi). Tetapi yang penting diupayakan sebenarnya adalah menggerakkan masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri. Untuk pelaksanaan program-program Kesehatan selalu dilakukan identifikasi lokasi-lokasi prioritas (Kelurahan, RW, RT). Jadi, daerahdaerah kumuh yang ada di lokasi prioritas pasti tersentuh. Untuk masyarakat daerah kumuh (mayarakat miskin) disediakan kartu sehat untuk berobat gratis. Bahkan tanpa kartu sehat pun, masyarakat miskin akan dilayani gratis asal membawa surat keterangan dari kelurahan. Untuk menangani pengungsi yang depresi, Dinas Sosial telah menerjunkan psikolog. Hanya saja, yang diterjunkan itu adalah psikolog sosial, tidak termasuk psikolog klinik (karena jumlah psikolog klinik masih sangat terbatas).

Tanggapan Masyarakat Melalui Unjuk-rasa Walaupun tidak terkait secara langsung dengan sektor kesehatan, perlu kiranya disampaikan juga tanggapan masyarakat melalui unjuk-rasa. Selama bencana banjir, telah terjadi 19 kali unjuk-rasa, antara lain: UPC, Koalisi Perempuan, LBH Jakarta, dan FNPBI dikoordinasikan oleh Wardah Hafidz melakukan unjuk-rasa di Balaikota dan DPRD DKI. Mereka menuntut Gubernur Sutiyoso mundur dari jabatan, dan penanganan korban banjir dilakukan secara serius. Unjuk-rasa ini bahkan ditindaklanjuti dengan mendaftarkan gugatan (class action) ke PN Jakarta Pusat dengan tergugat I Presiden, tergugat II Gubernur DKI, dan turut tergugat Gubernur Jawa Barat. Komite Pimpinan Pusat PRD melakukan unjuk-rasa ke Istana Negara dengan mengusung tuntutan agar pengungsi banjir, khususnya bayi dan anak balita mendapat perhatian dan penampungan yang layak. Konsorsium Peduli Banjir melakukan unjuk-rasa di Bundaran HI dengan tuntutan Gubernur Sutiyoso mundur dari jabatannya, dan pemberian ganti rugi kepada korban banjir. Masyarakat pinggir Kali Ciliwung (Kelurahan Manggarai dan Kelurahan Bidara Cina) melakukan unjuk-rasa di DPRD DKI dengan membawa tuntutan berupa segera direalisasikannya pembangunan jaringan pengaman banjir dengan sistem kanalisasi. Persatuan Korban Banjir se-DKI Jakarta melakukan aksi unjuk-rasa di DPRD DKI dengan tuntutan meminta pertanggungjawaban Gubernur Sutiyoso atas peristiwa banjir yang melanda Jakarta.57

Tanggapan Petugas Tanggapan dari petugas diperoleh terutama melalui survei cepat yang dilaksanakan oleh Badan Litbangkes. Tanggapan itu datang dari petugaspetugas Posko Banjir, Puskesmas Kelurahan, Puskesmas Kecamatan, dan Rumah Sakit. Tanggapan-tanggapan tersebut adalah sebagai berikut. Petugas Posko Banjir Walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan kesehatan, hambatan yang dialami Posko Banjir dalam upaya menangani korban banjir adalah: (1) kurangnya transportasi dan koordinasi, (2) tidak merata dan sangat terlambatnya pendistribusian paket sumbangan/bantuan, dan (3) tidak tersedianya anggaran khusus. Sedangkan khusus untuk kesehatan diuangkapkan keluhan: (1) kurang mencukupinya bantuan obat-obatan, (2) nilai gizi makanan sumbangan/bantuan kurang baik, dan (3) koordinasi Puskesmas dengan Kelurahan kurang. Sehubungan dengan tanggapan/keluhan tersebut, mereka menyampaikan saran-saran, yaitu: (1) dari awal agar diantisipasi datangnya bencana banjir, sehingga sektor kesehatan siap, (2) fasilitas kesehatan perlu ditambah, (3) disediakan dana khusus, (4) transportasi agar diperhatikan, dan (5) koordinasi antara Puskesmas dengan Kelurahan agar ditingkatkan. Petugas Puskesmas Kelurahan Hambatan yang dirasakan oleh petugas kesehatan di Puskemas Kelurahan berkisar pada hal-hal: (1) keterbatasan dana dan transportasi, (2) kekurangan tenaga medis, (3) tidak adanya dana taktis untuk operasional, (4) terbatasnya obat-obatan, (5) tidak adanya lampu penerang di beberapa tempat, (6) rusaknya fasilitas yang dimiliki akibat banjir, dan (7) kurangnya koordinasi. Keluhan mereka umumnya berkisar kepada kurang sigapnya petugas kebersihan dalam membersihkan lingkungan seperti membuang sampah dan membersihkan saluran air. Adapun saran-saran mereka adalah: (1) agar disediakan dana taktis untuk operasional, (2) agar dicukupi pemberian makanan tambahan untuk bayi, anak balita, dan lansia, (3) agar dipenuhi kebutuhan pengungsi akan air bersih, (4) agar dicukupi penyediaan kantung plastik untuk pembuangan sampah, (5) agar disediakan penerangan (minimal lampu petromak untuk tempat-tempat yang tidak ada listrik), (6) agar dicukupi alat transportasi, khususnya perahu karet, (7) agar disiapkan penanggulangan korban banjir yang terencana, dan (8) agar dilakukan penyuluhan kepada masyarakat sebelum kejadian bencana banjir.

58

Petugas Puskesmas Kecamatan Petugas Puskesmas Kecamatan banyak mengalami hambatan karena faktor organisasi, di samping faktor-faktor teknis. Hambatan-hambatan tersebut adalah: (1) belum adanya Seksi Bencana Alam di Puskesmas Kecamatan dan kebijakan untuk mendukungnya, (2) belum adanya standar prosedur operasional baku untuk menangani korban banjir, (3) terbatas dan kurang sigapnya tenaga, (4) kurang siapnya anggaran, (5) kurangnya sarana transportasi untuk menjangkau daerah banjir, dan (6) kurang diperhatikannya bantuan makanan untuk bayi dan anak balita. Adapun saran-saran mereka adalah: (1) perlu dibentuk Seksi Bencana Alam di Puskesmas Kecamatan maupun di Subdinas Kesehatan Kota, (2) perlu segera disusun standar baku prosedur operasional menangani korban banjir, (3) agar disediakan dana khusus KLB untuk Puskesmas, (4) agar tenaga dicukupi dan dilatih kedaruratan sehingga sigap, (5) alat transport, khususnya perahu karet, agar dicukupi, dan (6) agar gizi bayi dan anak balita mendapat perhatian khusus. Petugas Rumah Sakit Hambatan yang dialami petugas-petugas di Rumah Sakit secara umum hampir sama dengan di tempat lain, yaitu: (1) kurangnya ketersediaan dana, (2) keterbatan tenaga baik kuantitas maupun kualitas, (3) terbatasnya kapasitas tempat tidur, (4) penyaluran bantuan yang kurang tepat, (5) kurangnya koordinasi antara pihak-pihak lain dengan RS, misalnya dalam hal pengadaan solar untuk generator RS, (6) informasi yang kurang akurat yang diterima masyarakat tentang masalah kesehatan dan gizi, dan (7) kurang siapnya petugas Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Untuk itu, mereka menyampaikan saran-saran: (1) dibentuk Pusat Penanggulangan Krisis yang lebih informatif dan luwes, (2) agar dibuat standar prosedur operasional penanganan masalah kesehatan akibat bencana (mencakup juga peran yang harus dimainkan pihak-pihak di luar kesehatan dan masyarakat), (3) perlu ditingkatkan kerjasama dengan LSM, media massa, dan swasta dalam menanggulangi masalah kesehatan akibat bencana, (4) perlu adanya koordinator tim kesehatan penanggulangan bencana yang terlatih, (5) perlu disediakannya alat transportasi yang dapat menjangkau daerah banjir (perahu karet), dan (6) perlu diupayakan adanya tempat-tempat pembuangan sampah praktis seperti kantung plastik. Guna melengkapi pengetahuan kita tentang bagaimana tanggapan masyarakat terhadap upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir, berikut ini disajikan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh

59

ACNielsen. Hasil penelitian yang dimuat di harian Media Indonesia tanggal 28 Juni 2002 itu antara lain mengungkap hal-hal berikut. Hampir separuh dari responden korban banjir kategori parah menyatakan bahwa bantuan segera datang pada hari yang sama. Namun lebih dari sepertiga responden korban banjir kategori ringansedang menyatakan bahwa bantuan sama sekali tidak datang. Keterlibatan aparat lokal (RT, RW, Kelurahan), masyarakat peduli banjir, warga setempat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, LSM, dan TNI-Polri dalam menolong korban banjir cukup besar dan tampak berimbang. Namun sebagian besar responden menyatakan bahwa peran lebih besar dimainkan oleh aparat lokal, LSM dan warga setempat. Menjawab pertanyaan tentang siapa yang wajib memberikan bantuan manakala terjadi musibah banjir, sebagian besar responden menunjuk Pemerintah Pusat sebagai yang paling bertanggung jawab. Selebihnya menunjuk aparat lokal. Sebanyak 66 persen responden menyatakan bahwa penanggulangan masalah akibat banjir masih simpang-siur. Bantuan tidak bisa dipantau dan distribusi bantuan banyak mengalami keterlambatan. Para petugas Posko menyatakan bahwa kekurangan sarana transportasi menyebabkan distribusi bantuan menjadi terlambat, walaupun di beberapa lokasi ketersediaan perahu karet cukup membantu pelaksanaan tugas-tugas mereka. Sekitar 64 persen responden menyatakan bahwa pembentukan Pusat Informasi Penanggulangan Krisis sangat penting untuk direalisasikan. Untuk itu prakarsa harus dating dari Pemerintah Pusat (58 persen responden).

***

60

Pelajaran Yang Kita Dapat

Pengalaman adalah guru terbaik. Kata-kata bijak ini sangat tepat kita gunakan dalam merenungi musibah yang telah melanda kita beberapa waktu yang lalu. Kita tidak perlu mencari kambing hitam, kata Farid R. Faqih, Koordinator Government Watch (Gowa). Ya, kita memang tidak akan mencari kambing hitam. Tetapi kita memang perlu merenung: Apa yang salah sehingga kita seolah kurang siap menghadapi musibah banjir yang lalu? Renungan ini akan memberikan kepada kita sejumlah pelajaran, agar kita lebih siap di masa mendatang (tentu sambil dalam hati kita berdoa semoga musibah itu tidak pernah kembali lagi!). PELAJARAN PERTAMA KESIAPAN KITA. Saat sebelum banjir melanda, kita semua merasa telah siap menghadapinya. Jajaran pemerintah, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, dan unsur-unsur masyarakat, umumnya merasa telah memiliki persiapan yang cukup. Namun ternyata persiapan dan kesiapan itu ditujukan hanya untuk menghadapi banjir biasa banjir rutin yang setiap tahun datang mengunjungi kita. Kita tidak menyangka bahwa tamu yang bakal datang itu ternyata begitu besar dan dahsyat. Oleh karena itu, walaupun kita mampu menyambutnya, di sana-sini terasa benar kekurangan kita. PELAJARAN KEDUA KOORDINASI. Para ahli manajemen selalu mengatakan bahwa koordinasi adalah tiang bagi manajemen. Artinya, upaya melakukan sesuatu secara bersama-sama, sangat ditentukan oleh kesatu-paduan. Musibah banjir yang lalu memberi pelajaran kepada kita bahwa koordinasi bukan sesuatu yang mudah. Koordinasi tidak dapat diciptakan secara tiba-tiba atau instan seperti kita membuat supermi. Koordinasi rupanya sangat dipengaruhi oleh kedekatan kita satu sama lain. Kedekatan itu tentu saja harus dibina dalam keseharian kita dalam kehidupan kita selagi tidak ada musibah! PELAJARAN KETIGA HUBUNGAN ANTAR-KITA. Berkait dengan masalah koordinasi, sebagaimana kita sebut di atas, adalah masalah hubungan di antara kita. Selama banjir melanda, kita memang seolah tidak tahu (dan kemudian baru tahu) siapa saja teman kita dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat. Beberapa memang sudah saling kenal, tetapi beberapa yang lain belum. Selain pemerintah, ternyata61

banyak pihak lain, yaitu swasta dan lembaga swadaya masyarakat, yang bergerak di bidang kesehatan. Tetapi namanya belum lama kenal, sikap dan perilaku kita jadi kaku. Beberapa bahkan saling curiga. Hal ini tentu tidak akan terjadi apabila kita telah membina hubungan di antara kita dalam keseharian kita. Hubungan pribadi yang akrab, yang tulus, yang tidak dicemari rasa curiga, akan membawa kita kepada kesatuan geraklangkah. Itu tentu akan memuluskan koordinasi dalam segala upaya kerjasama kita. PELAJARAN KEEMPAT SUMBER DAYA. Ini memang sangat berkait dengan kesiapan kita. Karena kita mengira bahwa banjir yang akan muncul adalah banjir biasa, maka persiapan sumber daya kita terkesan kurang (walaupun kita merasa sudah benar-benar siap). Kita misalnya, tidak pernah mengira bahwa sejumlah sarana kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit justru menjadi korban banjir terendam sampai berhari-hari. Jadi, sarana kesehatan yang tidak terkena banjir, termasuk milik swasta, sangat diharapkan keterlibatannya. Mobil-mobil ambulans yang kita siapkan, ternyata tidak berguna di beberapa tempat, karena tidak mampu menembus genangan air. Perahu-perahu karet yang sesungguhnya lebih bermanfaat sebagai ambulans, tidak banyak kita miliki. Kita pun baru sadar saat itu bahwa ojek ternyata lebih bermanfaat. Untuk daerah-daerah yang tidak terlalu dalam terendam air, mobil ambulans sangat diperlukan. Tetapi jumlah mobil ambulans yang ada sangat terbatas. Pada waktu itu kita baru sadar bahwa mobil ambulans sebenarnya banyak dimiliki oleh berbagai pihak, tetapi Kita pun baru sadar bahwa perusahaan taksi seperti Blue Bird ternyata dapat menyulap beberapa mobilnya menjadi ambulans. Kita juga baru sadar bahwa tanpa bantuan stasiun radio, ORARI, RAPI, bahkan radio taksi, stasiun televisi, dan media massa tercetak, kita tidak mengetahui masyarakat yang memerlukan bantuan segera. Tenaga kesehatan yang dapat bergerak cepat ternyata menjadi sangat penting. Dalam hal ini keberadaan Brigade Siaga Bencana sungguh sangat membantu. Apa lagi dengan adanya kesediaan sejumlah taksi untuk mengantar-jemput tenaga kesehatan yang akan bertugas. Pada saat banjir melanda, sarana penjernih air yang praktis seperti PAC dan Aquatab sungguh sangat membantu. Sarana ini mestinya segera kita bagikan dalam jumlah yang mencukupi. Pada periode pasca banjir, kegiatan lisolisasi dan kaporitisasi sangat membantu manciptakan lingkungan yang sehat. Untuk itu, persediaan lisol dan kaporit seharusnya kita siapkan dalam jumlah yang mencukupi. Demikian pula tenaga ahli dan peralatan yang diperlukan. Kesemuanya itu ternyata menuntut adanya alokasi dana khusus yang jumlahnya memadai,

62

proses pencairannya tidak memakan waktu lama, dan prosedur penggunaannya tidak berbelit-belit. PELAJARAN KELIMA ANTISIPASI MASALAH. Mungkin kita perlu lebih serius mengupas dampak kesehatan dari bencana banjir. Dengan begitu kita jadi mengetahui masalah apa saja yang bakal atau mungkin muncul. Maka kita lalu tidak akan kecolongan dengan munculnya penyakit tidak terduga seperti leptospirosis. Ma