Menakar Pemilukada (tidak) Langsung

5

Click here to load reader

Transcript of Menakar Pemilukada (tidak) Langsung

Page 1: Menakar Pemilukada (tidak) Langsung

MENAKAR PEMILUKADA (tidak) LANGSUNG1 Oleh : Muhammad Yunus2

Perhelatan politik mutakhir yang menjadi perhatian banyak pihak saat

ini adalah Pemilihan Kepada Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) secara

langsung. Dalam skema otonomi daerah, desentralisasi dan demokratisasi,

Pemilukada ini memiliki makna strategis, khususnya berkenaan dengan agenda

reformasi tata pemerintahan. Pengalaman politik representasi yang diperankan

DPRD dalam hal Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, nampaknya

tidak memuaskan aspirasi masyarakat, karena kecenderungan lahirnya praktik

manipulasi yang didorong oleh kepentingan politisi di parlemen. Melalui

Pemilukada ini, secara normatif suara rakyat memperoleh keleluasaan dalam

artian yang sebenarnya. Pemilihan secara langsung semacam itu mendasarkan

keyakinan akan berkurangnya peluang keculasan, karena disana rakyat

berkesempatan memilih sesuai kehendaknya, dibandingkan mewakilkannya

kepada anggota parlemen. Lebih dari sekadar prosesi atau ritus politik, Pemilukada

menjadi medan pertarungan antar kekuatan politik di masyarakat. Jika

menggunakan mekanisme demokrasi secara benar maka hal ini menentukan

prospek terbentuknya bangunan kekuasaan lima tahun mendatang.

Berdasarkan evaluasi sejauh ini mengenai proses Pemilukada, kita

saksikan muncul gejala kemerosotan kualitas demokrasi. Misalnya menurunnya

kepercayaan masyarakat pada instrumen-instrumen politik strategis seperti pada

Partai Politik dan parlemen, bahkan juga kepada rezim yang tengah memerintah.

Kendatipun angka partisipasi pemilih tergolong tinggi, namun kualitas partisipasi

masih dipertanyakan. Sejak diterapkan Pemilukada langsung ternyata terjadi trend

penurunan jumlah pemilih di berbagai daerah. Berbagai pelanggaran selama

Pemilukada dan pembelokan arah perubahan pasca Pemilukada adalah sekian

banyak bukti indikasi kemerosotan kualitas demokrasi di era sekarang. Secara

umum, hal ini terjadi karena gagalnya proses transformasi demokrasi prosedural-

formalis menuju demokrasi substantif, menurunkan keyakinan rakyat mengenai

perubahan melalui sistem elektoral itu.

A. Pengawasan Masyarakat

Masyarakat sipil yang kritis dan aktif, bukan saja sekadar berperan

memanfaatkan hak pilih melalui partisipasi di bilik suara saat Pemilukada.

Namun, lebih-lebih kemampuan dirinya untuk mengontrol atau mengawasi

jalannya Pemilukada secara keseluruhan. Tujuannya memastikan agar

Pemilukada benar-benar berkualitas. Pengawasan ini sangat berharga dan

penting artinya, karena beberapa alasan :

1 Digali dari berbagai sumber

2 Penulis adalah Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat

Page 2: Menakar Pemilukada (tidak) Langsung

a. agar masyarakat sebagai pemilih benar-benar menjadi subjek politik yang

menentukan, bukan sebagai objek yang seringkali diperalat secara

manipulatif oleh pihak kontestan dan timnya, atau penyelenggara

Pemilukada;

b. agar jalannya Pemilukada sesuai jalurnya, baik secara prosedural

berdasarkan peraturan maupun nilai-nilai prinsip seperti kejujuran, adil,

tanpa kekerasan, akuntabel, cerdas, dan elegan;

c. agar Pemilukada menjamin proses demokrasi bermakna positif (tidak sia-

sia), jangan sampai hanya sekadar ritual dan mekanis kegiatan rutin-

periodik lima tahunan.

Dalam hal pengawasan Pemilukada, dilakukan oleh empat pihak utama :

a. Pengawas Pemilu yang melekat secara kelembagaan bagian dari skema

penyelenggaraan Pemilu;

b. Masyarakat sipil sebagai pemilih yang memiliki kedaulatan dalam

Pemilukada;

c. Partai Politik sebagai agen institusional yang secara otoritatif formal

berkepentingan pada jalannya Pemilukada; dan

d. Media massa, sebagai pilar dan institusi yang memungkinkan

dilakukannya upaya transparansi dan perluasan informasi kepada

masyarakat.

Beberapa poin penting yang dapat dilakukan masyarakat dalam

melakukan pengawasan Pemilukada :

a. Di level basis atau komunitas, pemilih perlu membentuk kelompok

pengawas yang berfungsi memantau jalannya Pemilukada, di berbagai

tahapan pada lingkungan dimana mereka tinggal. Pada prinsipnya

diperlukan kesadaran kritis masyarakat baik pada tingkat individual

(menjadi pemilih kritis) dan level kolektif (menjadi warga negara dan subjek

politik), yang berperan aktif dan merasa berkepentingan pada jalannya

Pemilukada yang berkualitas;

b. Membangun jaringan antar komunitas untuk keperluan tukar menukar

informasi serta merajut kepentingan bersama sesama pemilih, agar

terwujud derajat relatif otonom sebagai pemilih tidak sekadar dikendalikan

oleh kontestan; dan

c. Menjalankan pendidikan politik untuk warga negara sebagai pemilih.

Meskipun menggunakan suara dalam Pemilukada sebagai hak, akan tetapi

hendaknya pemanfaatan hak didasari kalkulasi dampak atau risiko suatu

pilihan, karenanya pemilih harus diyakinkan bagaimana memilih secara

rasional, cerdas, dan melalui pertimbangan nilai-nilai demokrasi dan

keyakinan diri yang tidak manipulatif.

B. Menuju Pemilukada Berkualitas

Untuk menuju Pemilu Kada berkualitas agar demokrasi bermakna,

berikut ini beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan :

Page 3: Menakar Pemilukada (tidak) Langsung

Pertama, perlunya memperkuat bargaining position rakyat dalam proses

politik di tingkat lokal, untuk menghindari terjadinya distorsi partisipasi.

Kendatipun partisipasi menjadi syarat berdemokrasi secara formal, namun

dalam Pemilukada nanti partisipasi harus berorientasi lebih kritis, progresif

dan terkonsolidasi. Partisipasi bukan hanya berpijak pada kesadaran

individual warga dan tidak pula hanya formalitas, namun hendaknya

ditransformasikan menjadi kekuatan kolektif dengan cara memperkuat

organisasi-organisasi kewargaan (politisasi rakyat) menghadapi arena

Pemilukada. Pilihan aktivitas seperti pengawasan Pemilukada oleh masyarakat,

mendorong dan memperkuat partisipasi kritis pemilih, serta model kontrak

politik barangkali perlu diupayakan lagi dengan kualitas yang lebih maju.

Kedua, mencegah dan mengantisipasi kekerasan antar warga sebagai

pemilih, yakni melalui cara pengelolaan, resolusi dan transformasi segala

potensi dan bentuk aktual konflik agar tidak mengarah menjadi kekerasan.

Berdasarkan pengalaman dalam Pemilukada sejauh ini, potensi kekerasan di

masyarakat justru sebagian besar bersumber dari ulah elit politik dengan cara-

cara mobilisasi dan manipulasi atas partisipasi dengan memanfaatkan

pragmatisme serta ketidakberdayaan warga. Kerentanan warga atas manipulasi

elit politik perlu segera diatasi dengan membangun sejak awal aliansi-aliansi

warga lintas komunitas, atau lintas sektor dengan basis kepentingan dan

program yang sama. Dengan cara ini warga dikondisikan membangun

solidaritas bersama atau bersatu, dibanding sentimen kelompok.

Ketiga, memastikan agar terjadinya perubahan menuju kondisi yang

lebih baik pasca Pemilukada. Selain memikirkan proses Pemilukada, antisipasi

pasca Pemilukada juga harus dilakukan demi mencegah kecenderungan ingkar

para tokoh terpilih kepada rakyatnya. Caranya, masyarakat sipil didorong

untuk aktif melakukan kontrol atas jalannya kekuasaan secara berkelanjutan

melalui model extra-parlementer. Memperkuat kapasitas organisasi sipil sebagai

bagian proses mengawal agenda kontrak politik yang telah dilakukan, bahkan

juga membangun jembatan atau aliansi strategis masyarakat sipil dan

parlemen lokal.

C. Penegakan Hukum

Berbagai macam persoalan Pemilukada selalu terjadi dari waktu

kewaktu, mulai dari daerah yang tidak siap dengan penganggaran, persoalan

DPT, persoalan ketidakjujuran peserta dalam melengkapi persyaratan,

ketidaksiapan penyelenggara, ketidaknetralan penyelenggara, sosialisasi yang

kurang pada pemilih, persoalan logistik, banyaknya pelanggaran yang tidak

ditangani secara profesional dan lain sebagainya yang pada akhirnya berujung

pada kualitas penyelenggaraan Pemilukada, padahal kita semua mengetahui

bahwa proses penyelenggaraan Pemilukada membutuhkan anggaran biaya

yang luar biasa banyak.

Page 4: Menakar Pemilukada (tidak) Langsung

Disisi yang lain Pemilukada yang membutuhkan anggaran yang luar

biasa banyak tersebut, justru menghasilkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah yang dari awal proses pemilihan dengan sadar maupun tidak sadar

telah melakukan investasi korupsi dengan menghalalkan segala cara untuk

mendapat kekuasaan tersebut. Selain cost politic yang harus dikeluarkan

dalam upaya pencapaian kemenangan juga mereka mengeluarkan biaya untuk

money politic yang harus dikeluarkan untuk mempengaruhi dengan cara

memberi/menjanjikan uang atau bentuk lainnya agar pemilih memilih

pasangan calon tertentu, tidak menggunakan hak pilihnya atau menggunakan

hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suara menjadi tidak sah.

Pemilukada adalah proses politik untuk memilih Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah, yang tentu saja memerlukan inspektorasi termasuk di

dalamnya proses penegakan hukum terhadap pelanggaran pidana Pemilukada.

Disisi lain keterbatasan kemampuan dalam membaca, mencermati,

mengkaji pasal-pasal pelanggaran Pemilukada sangat berpengaruh terhadap

kinerja khususnya dalam penanganan pelanggaran tersebut. Inilah proses

mendasar yang seharusnya dipikirkan akan ekpektasi masyarakat yang

memberikan kepercayaan kepada lembaga pengawas dapat dipenuhi oleh

jajaran pengawasan.

Sepatutnya ke depan, Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu

dimana di dalamnya terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan

Pengawas Pemilu perlu dibuatkan payung hukum yang jelas dan tegas

mengatur secara terperinci mengenai tata cara penegakan hukum terpadu

terhadap indikasi pelanggaran pidana Pemilukada. Tentu saja di dalamnya

juga perlu mengatur tentang standar kode etik yang bisa mengikat serta

kemampuan teknis yuridis, teknis administrasi, integritas, serta

profesionalisme ketiga unsur tersebut di atas.

D. Perbaikan Sistem Pemilukada

Adanya usulan agar Pemilukada dikembalikan ke DPRD, oleh banyak

kalangan diakui sebagai sebuah langkah mundur dalam kehidupan demokrasi

berbangsa dan bernegara. Usulan agar Pemilukada dikembalikan ke DPRD

bukanlah solusi mengatasi permasalahan tetapi yang harus dibereskan adalah

bagaimana membuatnya lebih murah, sederhana, lebih sedikit kecurangan,

lebih sedikit politik uang, penyalahgunaan jabatan, dan pelanggaran.

Pemilihan secara langsung sudah tepat dilaksanakan untuk memilih Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah namun ada beberapa kelemahan yang

memang harus diatasi. Memilih secara langsung Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah tidak perlu diutak-atik lagi karena itu merupakan kedaulatan

rakyat untuk memilih para pemimpinnya dan hanya perlu sejumlah perbaikan

dalam sistem Pemilukada agar dapat berjalan lebih baik.

Page 5: Menakar Pemilukada (tidak) Langsung

Rekomendasi menuju sistem Pemilukada yang lebih baik adalah :

a. Undang-undang harus mengatur dengan tegas tentang pembatasan

penggunaan fasilitas terkait jabatan dan penggunaan dana bantuan sosial

oleh Kepala Daerah pada tahun Pemilukada;

b. Perlunya pendidikan politik yang cukup dan dilaksanakan oleh pemerintah

dan Partai Politik secara berkesinambungan sehingga warga masyarakat di

daerah memiliki kesadaran dalam berdemokrasi;

c. Perlunya peningkatan kualitas demokrasi di internal partai politik sehingga

dapat melahirkan calon-calon pemimpin yang tidak berorientasi politik serta

tidak mengandalkan politik uang dan massa yang banyak; dan

d. Perlunya diterapkan prinsip-prinsip demokrasi (partisipasi kritis,

transparansi, kontrol dan akuntabilitas) agar Pemilukada ke depan tidak

sama halnya mengulang keadaan pemilu-pemilu sebelumnya yang hanya

menyedot energi rakyat dengan menghasilkan pemimpin yang “merasa kuat”

karena dipilih rakyat, tetapi produk Pemilukada tidak menjadi garansi

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berpihak pada rakyat.

Rekomendasi lain yang patut dipertimbangkan adalah untuk Partai

Politik ataupun gabungan Partai Politik yang hendak mengusung pasangan

calon dalam Pemilukada, kiranya dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai

berikut :

a. Disarankan agar dilaksanakan fit and proper test yang berbasis pada nilai

kompetensi, intelektual, profesionalisme, integritas, rekam jejak yang baik

(track record), dan leadership terhadap calon Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah;

b. Agar penyelenggaraan rekrutmen calon berpedoman pada mekanisme dan

proses yang objektif, imparsial, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan

transparansi dan tidak hanya berdasar pada hasil survey; dan

c. Agar dalam rekruitmen pasangan calon lebih mengedepankan kapabilitas

dan kualitas pasangan calon yang diusung pada Pemilukada sebagai

persyaratan utama, bukan pada kemampuan finansial dari calon; dan

d. Partai Politik sepatutnya melakukan reformasi internal dengan cara

memperbaiki struktur, program, dan komitmennya dalam menjalankan

demokrasi secara lebih baik.

--- oo000oo ---