MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;
Transcript of MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;
MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;
KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN
DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA
Teknik Subtantif Bidang
Kerja sama Hak Asasi Manusia
Ruth Marshinta Sarumpaet
Muh. Khamdan
Modul Best Practices
DIREKTORAT KERJA SAMA HAM
DIREKTORAT JENDERAL HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
2020
ii Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;
KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN
DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA
Pengarah: 1. Mualimin Abdi 2. RR. Risma Indriyani
Penanggung Jawab: Bambang Iriana Djajaatmadja
Redaktur: Ruth Marshinta Sarumpaet Muh. Khamdan
Tim Editor: 1. Ratih Ekarini Savitri 2. Septian Asriwanto 3. Ichwan Milono 4. Alvernia Damayanti
Kata Pengantar
Penegakan HAM di Indonesia masih jauh dari harapan. Banyak faktor
yang menyebabkan penegakan HAM di Indonesia terhambat seperti
pemahaman aparat baik itu aparat penegak hukum maupun aparat
pemerintah yang terbatas akan HAM, belum meratanya komitmen akan HAM
dan keterbatasan pemahaman HAM oleh masyarakat.
Disisi lain, Indonesia sebagai anggota Persatuan Bangsa-Bangsa
(PBB) dan salah satu Negara peratifikasi beberapa Kovenan dan Konvensi
HAM Internasional mengemban amanah dalam mewujudkan perlindungan,
pemajuan, penegakan, pengorhormatan dan pemenuhan HAM di Indonesia.
Indonesia memiliki konsekuensi untuk menjamin pelaksanaannya dengan
menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada pada kovenan dan konvensi
yang sudah diratifikasi melalui berbagai peraturan perundang–undangan.
Dalam pelaksanaannya, tentunya Indonesia yang hal ini adalah pemerintah
tidak dapat berjalan sendiri dan harus bekerja sama dan didukung oleh pihak
lain baik dari dalam maupun luar negeri untuk mewujudkan pelaksanaan
HAM di Indonesia, terutama menyangkut Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia (RANHAM) yang merupakan program yang telah dijalankan sejak
1998 dan saat ini menjadi prioritas nasional. Sebagai realisasinya maka dibentuk unit Kerja Sama HAM yang
merupakan bagian Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM.
Unit kerja ini bertugas menjalin kerja sama dengan pihak lain dari dalam dan luar negeri dalam rangka mewujudkan penegakan HAM di Indonesia melalui
berbagai peraturan perundang-undangan yang ada.
Modul ini bertujuan memberikan sedikit gambaran bagaimana kerja
sama di bidang HAM di Direktorat Jenderal HAM dijalankan baik dengan
berbagai pihak di dalam maupun luar negeri, termasuk mekanisme
pelaksanaan kerja sama yang telah dilaksanakan, kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan, termasuk hasil yang telah dicapai selama ini melalui
pendidikan HAM, program RANHAM maupun Kabupaten/Kota Peduli HAM
(KKPHAM).
Penulis berharap, modul sederhana ini dapat bermanfaat dalam
memberikan gambaran dan lebih jauh ikut berperan dalam pendidikan HAM
dalam rangka memajukan pelaksanaan HAM di Indonesia.
Terima kasih.
Jakarta, Agustus 2020
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
iii
iv Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Pengantar Kepala Badan
BPSDM Hukum dan HAM
Agustus 2020
Kepala BPSDM Hukum dan HAM
Asep Kurnia
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan A. Latar Belakang 1
B. Deskripsi Singkat 2
C. Tujuan Pembelajaran 3
D. Materi Pokok 3 E. Petunjuk Belajar 4
Bab 2 Konsep Dasar Kerja Sama HAM 5
A. Konsep Kerja Sama HAM Dalam Negeri 5
1. Kerja Sama HAM antar Kementerian dan Lembaga 6
2. Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah 7
3. Kerja Sama HAM Non-Pemerintah 8
B. Konsep Kerja Sama HAM Luar Negeri 10
C. Hubungan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri 12
Bab 3 Implementasi Kerja Sama HAM Dalam Negeri 16
A. Peran Direktorat Kerja Sama dalam Implementasi
P-5 HAM 16
B. Kerja Sama Implementasi RANHAM 20 C. Kriteria Kabupaten/Kota Pedul HAM 28
Bab 4 Implementasi Kerja Sama HAM Luar Negeri 34
A. Proses Pembentukan Kerja Sama Luar Negeri 34
B. Kerja Sama Indonesia dalam Sidang Majelis Umum
PBB 35
C. Kerja Sama Indonesia dalam Kerangka ECOSOC 36
D. Kerja Sama Indonesia dalam Dewan HAM 37 E. Kerja Sama Indonesia dalam ASEAN 38
F. Kerja Sama Indonesia dalam OKI 40
Bab 5 Kendala dan Solusi Pelaksanaan Kerja Sama 42
A. Strategi Praktis Pelaksanaan Kerja Sama 42
B. Strategi Peningkatan Kerja Sama HAM 44
1. Sosialisasi Capaian Aksi HAM dan KKP HAM 44
2. FGD Aplikasi SIMASHAM 45
3. Seminar Internet Sehat 47
4. Study Visit Implementasi Bisnis dan HAM 47
C. Capaian Kerja Sama HAM 48
D. Tantangan Membangun Kerja Sama ke Depan 59
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
v
ii Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
51
Bab 6 Penutup
A. Simpulan 51
B. Penutup 52
Daftar Pustaka
Biodata Penulis
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
1
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Modul ini disusun untuk memberikan pengetahuan praktis kepada
masyarakat dan pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dalam melaksanakan tugas dan fungsi mengenai proses kerja
sama hak asasi manusia (HAM). Proses kerja sama tersebut dalam rangka
implementasi tanggung jawab negara berupa pemajuan, penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan HAM.
Upaya mendorong terwujudnya kerjasa dilakukan dengan membangun
kemitraan di dalam negeri serta kemitraan luar negeri. Mitra kerja sama
dalam negeri sebagaimana Lembaga Hak Asasi manusia Nasional,
Lembaga Swadaya Masyarakat, Korporasi, dan Lembaga Pendidikan. Untuk
itu dibutuhkan beberapa tahapan guna mencapai output yang diinginkan.
Untuk mitra kerja luar negeri, meliputi bentuk-bentuk kerja sama secara
bilateral, kerja sama regional, kerja sama dengan Organisasi Internasional,
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan organisasi Non-PBB.
Terdapat beberapa fokus kegiatan dengan mitra kerja baik dalam
negeri maupun mitra kerja luar negeri. Pertama, implementasi Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang membutuhkan kesatuan sikap
dan gerak langkah antara Kementerian, Lembaga Negara, dan Pemerintah
Daerah. Kedua, implementasi Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP
HAM) berkaitan keberhasilan target indikator KKP HAM untuk mendukung P-
5 HAM (Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Pemajuan, dan
Penegakan HAM). Ketiga, hubungan antara bisnis dan HAM. Keempat, kerja
2 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
sama dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kelima, kerja
sama untuk menjamin implementasi Anti penyiksaan. Keenam, kerja sama
untuk mengikuti sidang HAM terkait isu-isu HAM Internasional dan
penyampaian perkembangan pelaksanaan RANHAM di Indonesia.
Beberapa mitra kerja sama yang sudah terjalin antara lain dengan
UNDP, UNHCR, UNESCO, RWI, FNF, UN WOMEN, AICHR, ASEAN,
Organisasi Internasional lainnya, serta kerja sama dengan beberapa negara
terkait pelaksanaan Dialog HAM. Untuk mengawal perkembangan di dunia
internasional, pertemuan kerja sama luar negeri memerlukan perjalanan
dinas luar negeri. Pertemuan tersebut antara lain dilaksanakan di Swiss,
Amerika Serikat, Thailand, Norwegia, Vietnam, Korea Selatan dan Belgia.
Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan kerja sama HAM merupakan
hal yang sangat penting didorong untuk mencapai implementasi HAM yang
optimal dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
B. Deskripsi Singkat
Modul ini berisi uraian tentang prinsip-prinsip dasar kerja sama HAM
yang meliputi konsep-konsep tentang kerja sama HAM dalam negeri dan
kerja sama HAM luar negeri serta hubungan kerja sama HAM dalam dan luar
negeri. Dengan memahami konsep tersebut, akan dapat menjelaskan
tentang konsep-konsep yang paling mendasar dari kerja sama HAM.
Kerja sama HAM penyelanggaraanya didasarkan pada konsep-konsep
kerja sama HAM dalam negeri dan kerja sama luar negeri. Kerja sama dalam
negeri melibatkan Kementerian/Lembaga Negara, pemerintah daerah, dan
kerja sama non pemerintah (LSM, Akademisi, Korporasi). Pada posisi lain,
kerja sama HAM luar negeri sebagaimana kerja sama bilateral, regional, dan
Badan Khusus PBB, serta Organisasi Internasional (OI) Non-PBB. Konsep-
konsep ini demikian pentingnya dan merupakan elemen dasar dalam suatu
kerja sama HAM. Untuk itu, bagi penyelenggara tugas-tugas kerja sama
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
3
HAM seyogianya memahami secara mendalam konsep-konsep tersebut.
Perlu untuk dipahami bahwa konsep tersebut menjadi landasan mekanisme
dalam penyelenggaraan kerja sama dalam bidang ham.
C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, para pembelajar diharapkan memahami
aspek-aspek yang mendasar dalam proses kerja sama HAM, yaitu:
1. Memahami kerja sama HAM dalam negeri
2. Memahami kerja sama HAM luar negeri
3. Mengimplementasikan hubungan kerja sama HAM dalam dan luar negeri
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
1. Konsep Kerja sama Dalam Negeri
Kerja Sama HAM Antar Kementerian dan Lembaga Negara
Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah
Kerja Sama HAM Non-Pemerintah
2. Konsep Kerja sama Luar Negeri
Kerja sama HAM bilateral
Kerja sama HAM regional
(OI) Non-PBB Implementasi Hubungan Kerja sama Dalam dan
Luar Negeri
3. Implementasi Kerja Sama HAM Dalam Negeri
Peran Direktorat Kerja Sama dalam Implementasi P-5 HAM
Kerja Sama Implementasi RANHAM
Kriteria Kabupaten/Kota Pedul HAM
4. Implementasi Kerja Sama HAM Luar Negeri
Proses Pembentukan Kerja Sama Luar Negeri
4 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Kerja Sama Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB
Kerja Sama Indonesia dalam Kerangka ECOSOC
Kerja Sama Indonesia dalam Dewan HAM
Kerja Sama Indonesia dalam ASEAN
Kerja Sama Indonesia dalam OKI
5. Kendala dan Solusi Pelaksanaan Kerja Sama
Strategi Praktis Pelaksanaan Kerja Sama
Strategi Peningkatan Kerja Sama HAM
Capaian Kerja Sama HAM
Tantangan Membangun Kerja Sama ke Depan
E. Petunjuk Belajar
Modul ini merupakan modul yang bersifat dasar-dasar teori yang
memberikan bekal dalam proses membangun hubungan kerja sama HAM di
dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk menambah wawasan peserta di
dalam mempelajari modul ini, peserta diharapkan juga menambah wawasan
dengan mempelajari bahan-bahan lain yang terkait dengan substansi hak
asasi manusia, komunikasi publik, serta membangun koordinasi dan kerja
sama untuk melengkapi pengetahuan mengenai pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Para Pembelajar diharapkan mempelajari dan memahami materi ini
dengan:
1. mempelajari materi yang terdapat dalam modul secara urut;
2. memahami isi dari materi yang terdapat dalam modul;
3. melakukan diskusi dengan pihak yang melaksanakan tugas dan fungsi di
bidang kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri
4. mempraktekkan modul ini jika ditempatkan pada tugas dan fungsi di
bidang kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri.
Bab 2 Konsep Dasar Kerja Sama HAM
Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan pengertian kerja sama HAM, bentuk-bentuk kerja sama HAM, serta hubungan kerja sama dalam
negeri dan luar negeri
Salam Para Pembelajar.
Pembahasan pertama kita awali dengan pemahaman tentang dasar-
dasar kerja sama HAM sebagai kerangka utama memahami bahasan pada
bab-bab berikutnya.
A. Konsep Kerja Sama HAM Dalam Negeri
Kerja sama hak asasi manusia dalam negeri adalah suatu kesepakatan
untuk menghormati, memenuhi, memajukan, dan melindungi HAM dengan
mitra kerja sama dalam negeri. Kerja sama dalam negeri harus dilakukan
formal institusional, yang dituangkan ke dalam dokumen bersifat kontraktual
berupa Memorandum of Understanding (MoU) dan kontrak kerja sama.
Penandatanganan dilakukan oleh para pihak dan bersifat non-kontraktual
yang dituangkan ke dalam surat kesepakatan para pihak. Proses
penandatanganan dokumen kerja sama harus juga mempertimbangkan
kesetaraan jabatan para pihak yang mengikat kerja sama.
Kerja sama juga dapat mendorong percepatan penyelesaian kasus
HAM di kawasan, yang berdampak pada perlindungan warga negara
Indonesia. Forum dialog yang dilakukan terus menerus pada akhirnya
mampu membangun kesamaan pemahaman dan kesamaan tujuan tentang
P-5 HAM. Berbagai isu HAM di dalam negeri seperti konflik kebebasan
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
5
6 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
beragama, konflik pertanahan, konflik kemanusiaan, maupun akses
informasi tentu membutuhkan peran kerja sama yang baik dari banyak pihak.
1. Kerja Sama HAM Antar Kementerian dan Lembaga Negara
Direktorat Jenderal HAM melalui Direktorat Kerja sama mempunyai
tugas dan fungsi untuk melakukan kerja sama, baik antar Kementerian dan
Lembaga Negara. Kerja sama dilakukan sesuai dengan kebutuhan antara
kedua belah pihak. Dalam melakukan kerja sama dengan Kementerian dan
Lembaga ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:
a. Menentukan topik yang akan menjadi bahan kerja sama
b. Mencari mitra yang akan diajak untuk membuat kerja sama
c. Mengadakan rapat pembahasan dengan K/L sebagai mitra
d. Menyusun untuk merumuskan bahan kerja sama
e. Melaksanakan kerja sama dengan fungsi dan tanggung jawab masing-
masing
f. Evaluasi dari kerja sama, dengan indikator apakah perlu diteruskan, perlu
diperbaiki, perlu adanya usulan kerja sama baru atau kerja sama berakhir.
Kerja sama yang dilakukan dengan kementerian dan lembaga, di
dalamnya harus terkait dengan pemajuan HAM serta pelaksanaan
penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM.
Kerja sama antar kementerian terutama berkaitan dengan Aksi HAM
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
7
Kementerian dan Lembaga melalui Sekretariat Bersama RANHAM, yang
dapat mempertajam muatan aksi HAM.
2. Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah
Kerja sama antar pemerintah daerah (Pemda) merupakan suatu isu
yang perlu diperhatikan pemerintah. Peran kerja sama dapat memengaruhi
ketahanan negara, dan kemampuan untuk mengatasi banyak masalah serta
memetakan kebutuhan masyarakat di daerah yang melewati batas-batas
wilayah administratif.
Untuk menyukseskan kerja sama Pemda, maka diperlukan identifikasi
isu-isu strategis, bentuk atau model kerja sama yang tepat, dan prinsip-
prinsip yang menuntun keberhasilan kerja sama tersebut. Peran strategis
yang dimainkan Pemda dalam sistem negara kesatuan membutuhkan
8 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
kemampuan sekaligus mekanisme kerja sama, dengan adanya penyesuaian
struktur dan fungsi kelembagaan. Bentuk program kerjasama dengan
Pemda dapat dalam implementasi RANHAM maupun pencapaian Kriteria
Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM).
3. Kerja Sama HAM Non-Pemerintah
Pemerintah perlu mencari solusi atas kendala dalam pemenuhan HAM
dengan melibatkan berbagaistakeholder. Aktivitas pelibatan lembaga Non-
pemerintah, baik dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi,
dan korporasi, sangat terkait dalam pelaksanaan pembangunan.
Keterlibatan berbagai pihak ini memiliki peran penting untuk membantu
pemerintah, mengingat tidak semua aktivitas pemenuhan HAM mampu
dikerjakan oleh pemerintah sendiri terutama dalam hal ketersediaan skill
SDM dan finansial. Bentuk kerja sama yang melibatkan pihak swasta ini
dikenal juga dengan istilah public private partnership (PPP).
Menurut William J. Parente dari lembaga USAID Environmental
Services Program dengan pernyataan sebagai berikut:
PPP is an agreement or contract, between a public entity and a private
party, under which : (a) private party undertakes government function
for specified period of time, (b) the private party receives compensation
for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is
liable for the risks arising from performing the function and, (d) the
public facilities, land or other resources may be transferred or made
available to the private party.
PPP ini merupakan hubungan kerja sama pemerintah dengan publik
dalam pelaksanaan pembangunan dan pemenuhan ham melalui
investasi dengan melibatkan pemerintah, pihak swasta, masyarakat,
dan NGO. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi dalam
pelaksanaan tersebut. Peran dan fungsi permerintah sebagai suatu
institusi resmi dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, responsif,
efektif dan efisien dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam
hal ini tidak terlepas dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap
sektor swasta yang terlibat dalam pelaksanaan.
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
9
Kiprah LSM di Indonesia yang selama ini sering melakukan program-
program pendampingan masyarakat merupakan potensi besar bagi
berkembangnya sinergi kerjasama HAM tersebut. LSM memiliki bekal
kedekatan dengan masyarakat dan diharapkan dapat bergerak bersama
pemerintah dan swasta untuk memunculkan daya ungkit kesejahteraan
warga negara.
Pengelolaan danaCorporate Social Responsibility(CSR) menjadi
salah satu alternatif kerjasama untuk berbagai program yang sejalan dengan
agenda pembangunan nasional, termasuk pemajuan HAM. Peran para
profesional yang bekerja di sejumlah LSM, diharapkan pengelolaan dana
CSR tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Sinergi kerjasama
multipihak antara pemerintah, swasta, dan masyarakat yang diwakili oleh
LSM tentu akan mempercepat implementasi P-5 HAM.
Alur Kerja Sama HAM Dalam Negeri
Kesepakatan terkait jumlah, jenis kegiatan,
substansi kegiatan, hasil, jangka waktu
maupun anggaran, yang akan di
dicantumkan pada Nota Kesepahaman dan
Perjanjian Kerja Sama
Penjajakan kerja sama melalui dialog
dengan KL Pemerintah Daerah, dan
Organisasi Non Pemerintah (LSM
dalam Negeri, Akademisi, Korporasi)
Pertemuan lebih rinci yang membahas Nota
Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama dengan KL
terkait, Pemerintah Daerah, dan Organisasi Non
Pemerintah (LSM dalam Negeri, Akademisi,
Korporasi) yang melibatkan Biro Humas, Hukum,
da Ke j S Dal Ne i
Penandatanganan Nota Kesepahaman
dan Perjanjian Kerja Sama
Pelaksanaan kegiatan kerja sama sesuai
Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja
Sama
Evaluasi hasil kegiatan kerja sama
untuk kelanjutan Nota
10 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
B. Konsep Kerja Sama HAM Luar Negeri
Kerja sama luar negeri adalah suatu kesepakatan untuk melakukan
menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi manusia dengan mitra
kerja sama luar negeri melalui proses perbuatan atau hal yang dilakukan
bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Proses kerja sama luar
negeri harus memperhatikan prinsip-prinsip hubungan luar negeri yang
mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Kerja sama
Luar Negeri. Peraturan ini menegaskan bahwa sebagai Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan
hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling
menghormati, saling menguntungkan, dan tidak saling mencampuri urusan
dalam negeri masing-masing, seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kerja sama luar negeri dimaksudkan untuk mewujudkan kerja sama
dalam bidang hak asasi manusia yang selaras dengan prinsip-prinsip
kerjasama luar negeri dan politik luar negeri Pemerintah Indonesia dalam
bidang hak asasi manusia. Sedangkan sasarannya adalah memaksimalkan
kerja sama Luar Negeri dalam bidang hak asasi manusia khususnya
mendukung pelaksanaan RANHAM sebagai agenda nasional pemerintah.
Berdasarkan mitra kerjanya, terdapat 3 jenis kerja sama luar negeri di
Direktorat Jenderal HAM yaitu:
1. Bilateral
Kerja sama bilateral merupakan kerja sama yang melibatkan Government
to Government atau sesama pemerintah dua negara. Biasanya, kerja
sama ini didahului dengan kesepakatan antara perwakilan kedua pejabat
pemerintahan terkait misalnya antara kepala negara atau antara menteri.
Sebagai gambaran, kerjasama Indonesia dan Malaysia sebagai negeri
serumpun Melayu dapat menjadi contoh bentuk kerjasama bilateral.
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
11
2. Regional
Kerja sama regional dilakukan kerja sama yang dilakukan dengan
persatuan negara-negara yang berada di suatu kawasan tertentu yang
biasanya berdekatan. Kerja sama regional seperti dengan ASEAN atau
Uni Eropa. Kerja sama ini bisa melibatkan satu atau dua negara, namun
pada intinya mengatasnamakan persatuan tersebut dibanding atasnama
negara individu. Hal tersebut sebagaimana kerja sama dengan Spanyol
dan Italia, namun tetap mengatas namakan Uni Eropa.
3. Badan Khusus PBB dan Organisasi Internasional (OI) Non-PBB
Kerja sama yang dilakukan meliputi kerja sama dengan organisasi
internasional yang menjadi badan PBB, seperti WHO, UNESCO, UNICEF,
dan UNDP. Kerjasama internasional yang melibatkan organisasi
internasional bersifat non-governmental, misalnya USAID dari Amerika,
JICA dari Jepang, dan FNF dari Jerman. Kerja sama yang dilakukan
dengan organisasi internasional non-PBB, biasanya didahului dengan
adanya kesepakatan kerja sama (MoU, Memorandum of Understanding).
Ditjen HAM dalam mendukung implementasi UU Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bekerjasama dengan
UNICEF dalam perumusan desain pelatihan, sekaligus melibatkan lintas
instansi aparat penegak hukum dalam penyusunan kurikulum pelatihan.
Kerja sama dengan negara lain (bilateral/regional) maupun organisasi
internasional PBB mekanismenya lebih sederhana. Dalam kasus antar
negara, biasanya didahului oleh dialog G to G yang kemudian menyepakati
bidang kerja sama. Apabila disepakati, selanjutnya akan disusun teknis kerja
sama (jenis kegiatan, tempat, anggaran). Kerja sama ini tidak memerlukan
adanya suatu MoU. Namun dalam kasus kerja sama antar negara, biasanya
diperlukan adanya pihak ketiga (biasanya NGO) yang akan menjadi
12 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
eksekutor di lapangan, karena tidak dibenarkan adanya transfer uang
langsung dari negara donor ke negara penerima (Indonesia).
Alur Kerja Sama HAM Luar Negeri - Antar Negara Dan Organisasi
Internasional PBB
C. Hubungan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri
Dalam dunia yang semakin maju sebagai akibat pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global, serta
meningkatnya interaksi dan interdependensi antarnegara dan antarbangsa,
maka makin meningkat pula hubungan internasional yang diwarnai dengan
kerja sama dalam berbagai bidang. Kemajuan dalam pembangunan yang
dicapai Indonesia di berbagai bidang telah menyebabkan meningkatnya
kegiatan Indonesia di dunia internasional, baik pemerintah maupun swasta
Kesepakatan terkait jumlah, jenis
kegiatan, substansi kegiatan, hasil,
jangka waktu, maupun bantuan
anggaran yang dialokasikan. Biasanya
disepakati juga penujukan pihak ketiga
yang akan menjadi
eksekutor/pelaksana teknis lapangan
(kerja sama antar negara)
Penjajakan kerja sama melalui
dialog Government to Government
(G to G)/ badan khusus PBB
(Kepala Negara/Menlu)
Pertemuan lebih rinci yang
mengikutsertakan institusi pemangku
kepentingan di Indonesia
Pelaksanaan kegiatan kerja sama
sesuai dengan kesepakatan
Evaluasi hasil kegiatan kerja sama
untuk kelanjutan kerja sama berikutnya
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
13
dan perseorangan. Hal demikian berimplikasi pada perlunya peningkatan
perlindungan terhadap kepentingan negara dan warga negara Indonesia.
Kerja sama Indonesia di dalam negeri sesungguhnya mendukung
posisi Indonesia di level internasional dalam aspek P-5 HAM. Indonesia yang
telah meratifikasi sejumlah instrumen hukum HAM internasional, memiliki
peranan penting dalam memformulasikan dan melaksanakan kebijakan
HAM internasional di Indonesia. Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota
Dewan HAM PBB periode 2020-2022 dapat dikatakan sebagai bukti
kepercayaan internasional terhadap Indonesia, sebagai dampak atas rekam
jejak dan kontribusi yang tinggi dalam pemajuan HAM melalui kerja sama
internasional. Bagi Indonesia, keanggotaan ini juga merupakan bentuk
pemenuhan mandat konstitusi dan penegasan komitmen Indonesia dalam
penerapan norma HAM global tidak hanya di tingkat global, melainkan juga
di tingkat regional dan nasional.
Oleh karena itu, hubungan kerja sama dalam dan luar negeri di bidang
HAM merupakan suatu langkah yang strategis bagi Direktorat Kerja Sama
HAM yang memiliki tugas dan fungsi untuk memformulasikan kebijakan kerja
sama hak asasi manusia di Indonesia. Meningkatnya kerja sama dalam dan
luar negeri di bidang HAM dapat pula meningkatkan peran Indonesia dalam
memajukan norma dan standar hak asasi manusia nasional dan
internasional.
14 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
15
Dalam hal kerja sama dilaksanakan dengan organisasi internasional non
PBB, maka mekanisme nya akan menjadi lebih kompleks karena harus
melibatkan Tim Perijinan Orang Asing (TPOA), yang merupakan perwakilan
lintas K/L dan diketuai oleh Kementerian Luar Negeri. TPOA akan
memeriksa proposal kerja sama terkait, termasuk menyelidiki latar belakang
dan apakah organisasi terkait berpotensi menimbulkan kerugian/masalah di
dalam negeri. Apabila organisasi tersebut lolos dari seleksi TPOA, maka
selanjutnya diperlukan penandatanganan suatu MoU sebagai bentuk tertulis
perjanjian kerja sama tersebut.
Bab 3 Implementasi Kerja Sama HAM Dalam Negeri
Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan substansi kerjasama dalam negeri berdasarkan implementasi Rencana Aksi Nasional HAM
(RANHAM), Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM, dan bentuk kerja sama lain menyangkut P-5 HAM di Indonesia.
A. Peran Direktorat Kerjasama dalam Implementasi P-5 HAM
Kementerian Hukum dan HAM sebagai institusi negara, memiliki peran
untuk turut serta melaksanakan penghormatan, pemenuhan, dan
perlindungan HAM sebagaimana dalam UUD NKRI Tahun 1945 dan UU
Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Tiga Kewajiban tersebut
berlaku secara internasional.
Kewajiban menghormati (To
Respect), merupakan bentuk
kewajiban yang menghindari
tindakan-tindakan intervensi
atau campur tangan untuk
mengurangi atau bahkan
menghilangkan hak individu
untuk melaksanakan atau
menikmati haknya. Contoh dari
kewajiban ini adalah negara
tidak ikut campur untuk
mengatur pelaksanaan ibadah
menurut agama tertentu, tidak
melakukan penangkapan dan penahanan secara semena-mena, dan
memberi kebebasan berkumpul dan berserikat (hak untuk berkumpul dan
berserikat).
16 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
17
Kewajiban memenuhi (To Fullfil) memiliki maksud agar negara
mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, peradilan, dan tindakan-
tindakan yang diperlukan untuk merealisasikan secara penuh hak-hak asasi
manusia semua warganya. Sifat kewajiban ini membutuhkan keaktifan
negara beserta aparaturnya, dengan membuat kebijakan yang menjamin
setiap orang memperoleh haknya. Peran ini sebagaimana memenuhi sistem
perawatan kesehatan dasar, memberikan jaminan pendidikan gratis ke
seluruh warga negara, serta memberikan akses informasi ke semua warga.
Kewajiban melindungi (To Protect) ditujukan agar negara mengambil
tindakan aktif dalam mencegah pelanggaran HAM bagi semua warganya.
Hal ini menuntut negara dan seluruh institusi beserta aparaturnya untuk
membuat kebijakan dan melindungi hak-hak individu maupun kelompok dari
pelanggaran. Sebagai gambaran, negara menindak suatu kelompok atau
sebagian anggota masyarakat yang menyerang kelompok lain atas dasar
suku, etnis, agama, dan antar-golongan.
Ada tanggung jawab negara yang tidak tercantum dalam instrumen
internasional HAM namun termaktub dalam instrumen nasional yaitu
tanggung jawab menegakkan dan tanggung jawab memajukan hak asasi
manusia.
- Kewajiban Menegakkan, menuntut negara mengeluarkan kebijakan dan
tindakan agar tidak tejadi pelanggaran HAM.
- Kewajiban Memajukan, menuntut negara mengeluarkan kebijakan dan
tindakan peningkatan secara terus menerus dalam hal penghormatan,
pemenuhan, perlindungan, dan penegakan HAM
Tanggung jawab negara bersifat melekat pada negara. Artinya, suatu
negara memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi jika sebuah negara
menimbulkan atau menyebabkan kerugian kepada negara lain atau korban
18 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
pelanggaran HAM yang harus mendapatkan pemulihan, meskipun
pelanggaran tersebut dilakukan oleh pejabat resmi negara.
Tujuan nasional dalam menegakkan HAM tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi, “Melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dalam tujuan nasional tersebut
terkandung misi dan visi bangsa Indonesia di bidang hak asasi manusia yang
akan mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera, hak asasinya
terjunjung tinggi, terpenuhi dan terlindungi.
Guna menjamin implementasi atas tanggung jawab negara terhadap
HAM, pada tanggal 29 September 2015 diterbitkan Peraturan Menteri
Hukum dan HAM RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, yang memandatkan
Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia dengan 6 (enam) Eselon II, yaitu :
- Sekretariat Ditjen HAM
- Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat
- Direktorat Kerja Sama HAM
- Direktorat Diseminasi dan Penguatan HAM
- Direktorat Instrumen HAM
- Direktorat Informasi HAM.
Dalam pelaksanaan tugas, Ditjen HAM mempunyai fungsi sesuai
Permenkumham Nomor 29 tahun 2015 pasal 835, yaitu perumusan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan
supervisi, serta pelaksanaan pemantauan dan pelaporan di bidang
pemajuan HAM, pelayanan komunikasi masyarakat, kerjasama HAM,
diseminasi HAM, dan informasi HAM. Termasuk pelaksanaan peran dan
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
19
fungsi Ditjen HAM adalah koordinasi penyusunan koordinasi penyusunan
indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia.
Kerja sama HAM sendiri dibedakan menjadi 2 (dua) hal, yaitu
kerjasama dalam negeri terutama menyangkut pelaksanaan Rencana Aksi
Nasional HAM (RANHAM) dan kerjasama luar negeri. Terkait luar negeri
maka terbangun kerjasama bilateral, regional, dan kerjasama dengan badan-
badan khusus PBB dan organisasi internasional no-PBB.
20 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
B. Kerja Sama Implementasi RANHAM
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) adalah
dokumen yang memuat sasaran, strategi dan fokus kegiatan prioritas
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia dalam pelaksanaan
penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM
bagi masyarakat Indonesia. Panduan dan rencana umum serta arah bagi
penyelenggara negara yang pelaksanaannya bersifat dinamis (living
document) serta dapat diselaraskan dengan potensi dan permasalahan di
setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
Pelaksanaan RANHAM merupakan amanat dari sejumlah regulasi
yang mengatur tentang HAM. Regulasi tersebut meliputi UUD 1945 Pasal 28
huruf a sampai j, Deklarasi Wina 1993, dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan RANHAM semuanya mempunyai sasaran
pada meningkatnya penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan,
dan pemajuan HAM (P-5 HAM) bagi semua lapisan masyarakat Indonesia
baik di pusat maupun daerah. Tentunya, peran pelaksanaan P-5 HAM
tersebut berdasarkan pelaksanaan oleh negara melalui lembaga serta
aparaturnya dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, moral, adat
istiadat, budaya, keamanan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
RANHAM secara khusus mempunyai sasaran yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaannya, yaitu:
a. Meningkatnya pemahaman HAM bagi aparatur negara dan masyarakat;
b. Terlaksananya instrumen HAM dalam kebijakan pemerintah;
c. Percepatan penyelesaian hambatan-hambatan pemenuhan HAM pada 4
fokus kelompok sasaran (hak perempuan, anak, masyarakat hukum adat
dan penyandang disabilitas sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2015 junto
Perpres No. 33 Tahun 2018)
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
21
d. Meningkatnya partisipasi Indonesia dalam forum kerja sama
penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan
HAM;
e. Meningkatnya penanganan pelanggaran HAM;
f. Meningkatnya aksesbilitas penyandang disabilitas dan kelompok rentan
lainnya.
Dalam perkembangannnya, penyusunan dan implementasi RANHAM
tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, tetapi melibatkan
peran Pemerintah Daerah. Pada masing-masing tingkatan, implementasi
RANHAM dibentuk ikatan kerjasama lintas instansi dalam wadah Sekretariat
Bersama RANHAM untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi Aksi
HAM RI.
Sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi dan Program Aksi HAM
Wina 1993/Vienna Declaration and Program of Action on Human
Rights (VDPA), Pemerintah telah mengesahkan dan mengimplementasikan
empat Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), yang kemudian identik
dengan penyebutan 4 generasi RANHAM, yaitu:
1) RANHAM 1998 - 2003 dengan diterbitkan Kepres No.129 Tahun 1998
2) RANHAM 2004 - 2009 dengan diterbitkan Kepres No. 40 Tahun 2004
3) RANHAM 2011 - 2014 dengan diterbitkan Perpres No. 23 Tahun 2011
4) RANHAM 2015 - 2019 dengan diterbitkan Perpres No. 75 Tahun 2015 jo
Perpres No. 33 Tahun 2018
RANHAM generasi Kelima untuk Perpres serta Aksi HAM-nya masih
dalam pembahasan. Dengan demikian, pelaksanaan aksi HAM tahun 2020
masih mengacu pada Perpres yang lama, yaitu Perpres No.75 Tahun 2015
22 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
jo Perpres No.33 Tahun 2018 atau masih dengan RANHAM generasi
keempat.
Fokus RANHAM Generasi Keempat
Fokus RANHAM
2015 2016 2017 2018/2019
• Hak Penyandang
Disabilitas
• Lanjut Usia
• ODGJ
• Hak Anak
• Hak Perempuan
• Lingkungan Hidup
• Toleransi Umat
Beragama
• Hak Anak
• Lingkungan
Hidup
• Bisnis dan HAM
• Hak Penyandang
Disabilitas
• Hak atas Pendidikan
• Hak atas Kesehatan
• Ketenagakerjaan
• Hak atas Pangan
• Lingkungan Hidup
• Hak Penyandang
Disabilitas
• Pembangunan Desa
• Toleransi
• Hak Perempuan
• Hak Anak
• Hak Penyandang
Disabilitas
• Hak Masyarakat
Hukum Adat
Dalam pelaksanaan RANHAM ini mencakup laporan aksi ham baik
kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah, dimana setiap
kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah akan melakukan
pelaporan aksi HAM di bulan keempat (B.04), bulan kedelapan (B.08), dan
bulan kedua belas (B.12). Setiap kementerian dan lembaga serta pemerintah
daerah telah mempunyai aksinya masing-masing.
Adapun alur pelaporan aksi HAM, yaitu:
1. Menyusun dan melakukan penajaman aksi HAM;
2. Melakukan menginputan matrik ke dalam sistem pemantauan
(serambi.ksp.go.id);
3. Kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah melakukan
penginputan pelaporan aksi ham melalui sispan (serambi.ksp.go.id)
sesuai dengan waktu yang diberikan;
4. Setelah kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah menginput
pelaporan aksi hamnya selanjutnya tim verifikasi melakukan verifikasi
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
23
terhadap data-data pelaporan yang telah diinput oleh kementerian dan
lembaga serta pemerintah daerah, setelah verifikasi selesai, tim merekap
hasil verifikasi tersebut;
5. Hasil verifikasi yang sudah direkap tadi kemudian dijadikan bahan untuk
melakukan pemantauan aksi ham masing-masing daerah;
6. Pemantauan aksi HAM ini selanjutnya akan dijadikan bahan laporan
evaluasi terhadap pelaksanaan aksi HAM.
Alur Pelaksanaan Laporan Aksi HAM
Pelaporan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan
informasi yang cepat, tepat, dan akurat kepada pemangku kepentingan
sebagai bahan pengambilan keputusan sesuai dengan kondisi yang terjadi
serta penentuan kebijakan yang relevan. Dalam konteks implementasi
pemenuhan HAM, maka Pelaporan implementasi pemenuhan HAM
merupakan realisasi kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah untuk
24 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
memberikan informasi yang cepat, tepat, dan akurat tentang pelaksanaan
atau implementasi pemenuhan HAM di kementerian atau lembaga maupun
pemerintah daerah.
Dalam laporan disampaikan capaian yang dihasilkan. Dilanjutkan
penjelasan tentang faktor-faktor yang menghambat program/pelaksanaan
implementasi pemenuhan HAM belum tercapai sesuai dengan yang
diinginkan/diprogramkan, kemudian dijelaskan pula langkah-langkah
antisipasi yang dilakukan oleh K/L/P dalam mengatasi faktor penghambat
disertai dengan analisis. Umumnya, disertai dengan berbagai rekomendasi
yang perlu dijalankan para pihak.
Sebelum dipublikasikan atau diterbitkan, sebaiknya dilakukan proses
pengujian terhadap laporan tersebut yaitu, meminta tanggapan akhir dari
semua yang terlibat. Kemudian tanggapan dari pihak lain yang independen
dan ahli dan jika perlu tanggapan publik terbatas. pengujian itu dimaksudkan
semata-mata untuk menjamin kredibilitas laporan tersebut. Pada posisi ini
maka penting kemampuan pengelola laporan HAM untuk dapat bekerja
sama lintas instansi dan pemerintah.
Pelaporan dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Kementerian Hukum dan HAM c.q. Direktorat Jenderal HAM wajib
menyampaikan laporan tahunan kepada Presiden.
b. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi wajib menyampaikan
laporan kepada Menteri Hukum dan HAM c.q Direktur Jenderal HAM.
c. Satuan Kerja Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota wajib
menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Kemkumham
Provinsi.
Pengorganisasian data sebagai bagian dari evaluasi implementasi
pemenuhan HAM, dapat dilaksanakan melalui metode sebagai berikut:
1. Menyandingkan data.
Data yang disandingkan adalah:
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
25
a. Data tahun sebelumnya (misalnya data 2016) disandingkan dengan
data tahun berjalan (misalnya data 2017); (Evaluasi progres tahunan).
b. Data semester awal (Ganjil) tahun berjalan (misal tahun 2017)
disandingkan dengan data semester akhir tahun berjalan (Genap);
(Evaluasi progres semesteran);
c. Data target program kegiatan tahun berjalan disandingkan
capaian/realisasi program tahun berjalan. (Evaluasi target)
Alur Pengorganisasian Pelaporan Aksi HAM
1 (s t ) Tah
Pesiden RI
Menteri Hukum
dan HAM RI
Publikasi :
-cetak - Elektronik
Ditjen HAM (verifikasi)
Kan
tor Staf P
residen
(KSP
)
seramb
i.ksp.go
.id
Kementerian/ Lembaga (K/L)
Seti Cat rw lan (4 bul n)
Setia Caturwulan (4 bulan)
Provinsi
Setia Caturwulan (4 bulan
Kabupaten/Kota
26 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
2. Dari data yang telah disandingkan, dapat diketahui seberapa besar
program implementasi pemenuhan HAM di kementerian/lembaga
maupun pemerintahan daerah berjalan, atau apakah target telah tercapai,
jika program tidak berjalan atau tercapai maka dijelaskan penyebab
program tidak berjalan, apa faktor penyebab, atau kenapa target tidak
tercapai, dan langkah-langkah apa yang telah dilakukan dalam
mengantisipasi faktor penyebab.
3. Setelah capaian program dan kendala dari program implementasi
pemenuhan tersebut diketahui maka diambil kesimpulan pelaksanaan
implementasi pemenuhan HAM di kementerian/lembaga maupun
pemerintahan daerah apakah sudah berjalan dengan baik apa tidak,
kemudian dari hal tersebut akan dibuat suatu rekomendasi yang
diperlukan untuk perbaikan dan atau peningkatan tahun berikutnya
kepada stakeholder (kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah).
Setelah adanya data-data dan sumber informasi pemantauan telah
didapatkan, maka perlu dilanjutkan dengan membuat hasil analisis menjadi
sebuah laporan naratif yang mudah dibaca dan difahami. Oleh karena itu
perlu difahami komponen-komponen utama suatu laporan.
Komponen Laporan HAM
Komponen Laporan Jenis Informasi
Latar Belakang Kerangka pemantauan dan proses
pelaksanaannya
Catatan Peristiwa
Penting
Menyusun seluruh rangkaian peristiwa
berdasarkan urutan kronolis waktu
Fakta-Fakta Lapangan Bukti atau fakta pelanggaran atau
permasalahan HAM yang ditemukan di lapangan
Analisis Fakta - Hasil ana lisis tentang tindak pelanggaran
HAM, korban dominan, dan pelaku berdasarkan bukti-bukti lapangan
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
27
- Alasan-alasan pembenar dari para pelaku
terhadap tindakan pelanggaran yang ia
perbuat
- Respon dan tindakan penanganan dari negara
Kesimpulan dan Rekomendasi
Ringkasan bagian catatan peristiwa pnting; kumpulan kasus pelangaran, analisa fakta, dan rekomendasi untuk tindak lanjut
Organisasi data dan pelaporan merupakan bagian yang melekat dalam
proses evaluasi. Dalam konteks implementasi pemenuhan HAM, maka
evaluasi merupakan rangkaian membandingkan program, dengan realisasi
masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) dari program yang
ditetapkan. Tujuan utama dari evaluasi atau penilaian HAM adalah
mengukur upaya yang dilakukan oleh pengemban tugas dalam
melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik dalam hal pemajuan atau
perlindungan HAM.
Masa Pelaporan RANHAM Generasi Keempat (2015-2019)
Pelaporan tahun 2015-2019
NO Jadwal
Pelaporan Tanggal Verifikasi
1. B.03 28 April s/d 11 Mei
Tahun berjalan
12 Mei s/d 17 Mei
Tahun berjalan
2. B.06 28 Juni s/d 11 Juli
Tahun berjalan
12 Juli s/d 17 Juli
Tahun berjalan
3. B.09 28 September s/d 11 Oktober
Tahun berjalan
12 Oktober s/d 17 Oktober
Tahun berjalan
4. B.12 28 Desember s/d 11 Januari
Tahun berikutnya
12 Januari s/d 17 Januari
Tahun berikutnya
28 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Masa Pelaporan RANHAM Generasi Kelima (2020-2024)
Pelaporan tahun 2020-2024
NO Jadwal
Pelaporan Tanggal Verifikasi
1. B.04 28 Mei s/d 5 Juni
Tahun berjalan
12 Juni s/d 17 Juni
Tahun berjalan
2. B.08 28 Agustus s/d 5 September
Tahun berjalan
12 September s/d 17 September
Tahun berjalan
3. B.12 28 November s/d 5 Desember
Tahun berjalan
12 Desember s/d 17 Desember
Tahun berjalan
Capaian RANHAM Generasi Keempat (2015-2019)
No.
Pelaksana RANHAM
Capaian Aksi HAM Yang Memenuhi Target
(Dalam %)
2015 2016 2017 2018 2019
1 K/L 88 98,44 92,21 73,24 100
2 Provinsi 19,60 72,06 70,59 85,88 88,82
3 Kab/Kota 6,13 37,81 52,59 63,57 72,23
CAPAIAN (rata2) 37,91 69,44 71,80 74,23 87,02
C. Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM)
Wujud kepedulian Negara terhadap penghormatan, pemajuan,
pemenuhan, penegakan dan perlindungan HAM (P-5 HAM) salah satunya
adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor
34 Tahun 2016 tentang Kriteria Penilaian Kabupaten Kota Peduli HAM.
Tabel Jumlah Kabupaten/Kota Peduli HAM
No Tahun Peduli Cukup Peduli
Mulai Peduli Penerima
Penghargaan
1 2019 243 0 0 243
2 2018 270 73 0 343
3 2017 232 83 0 315
4 2016 228 0 0 228
5 2015 132 0 0 132 Sumber: http://ham.go.id/data-kabupaten-kota-peduli-ham/
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
29
Peduli HAM adalah upaya pemerintah daerah kabupaten/kota untuk
meningkatkan peran dan tanggung jawabnya dalam penghormatan,
pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.
Berbagai isu HAM secara substansi melekat dalam urusan pemerintahan
daerah (pemda) yang bersifat wajib. Norma dan standar peran negara
terhadap HAM juga dibuat untuk mencerminkan bahwa kewajiban negara
terhadap HAM akan terlaksana dan menguat jika daerah turut berperan.
Pemerintah pusat telah beberapa periode menjalankan RANHAM yang
dikuatkan kembali dengan adanya penilaian Kab/Kota peduli HAM. Penilaian
KKP HAM dilaksanakan setiap tahun dan hasilnya ditetapkan tiap bulan
Desember oleh Direktorat Jenderal HAM melalui Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM.
Permenkumham Nomor 34 Tahun 2016 tentang Kriteria Daerah
Kabupaten/Kota Peduli HAM, memberikan motivasi kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota dan mengembangkan sinergitas satuan kerja
perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah dalam rangka
penghormatan, pemenuhan, perlindungan, penegakkan, dan pemajuan
HAM di wilayahnya. Langkah kerja bersama itu berguna untuk mengetahui
hasil kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota dalam mewujudkan
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.
30 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Mekanisme Pelaksanaan Pelaporan KKP HAM
Indikator penilaian KKP HAM sebagaimana diatur Permenkumham
Nomor 34 tahun 2016 pasal 3, yaitu terpenuhinya 7 kelompok hak dengan
83 indikator, yaitu
a. Hak atas kesehatan
b. Hak atas pendidikan
c. Hak perempuan dan anak
d. Hak atas kependudukan
e. Hak atas pekerjaan
f. Hak atas perumahan yang layak
g. Hak atas lingkungan yang berkelanjutan
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
31
Proses Pelaksanaan Pelaporan dan Penilaian KKP HAM
(Permenkumham 34/2016)
• Pengisian data penilaian
Pemerintah Kab/Kota • Koordinasi oleh Biro
Hukum
Kantor Wilayah
Pemerintah Kab/Kota
• Pengesahan dokumen pendukung oleh Kepala Satuan Unit Kerja Perangkat Daerah, Sekda Kabupaten/Kota, dan Sekda Provinsi
• Menyampaikan dokumen pendukung kepada Kanwil Kumham
Pemerintah Kab/Kota
• Pemeriksaan: aritmatika, keabsahan data dan pengesahan, dan relevansi data penilaian
Kantor Wilayah menyampaikan laporan kepada
Direktorat Jenderal HAM melalui Aplikasi
Proses Verifikasi oleh
Ditjen. HAM / Tim Verifikasi
Masukan Tim Penilai
Pelaksanaan pelaporan KKP HAM di sejumlah wilayah seringkali
diiringi kegiatan rapat koordinasi Kabupaten/Kota Peduli Hak Asasi Manusia
(HAM) dalam tingkat Provinsi. Gubernur selaku pemimpin daerah yang
mengkoordinir beberapa kota, memiliki kepentingan untuk menjadikan
wilayah yang dipimpinnya sudah masuk kategori peduli HAM. Oleh karena
itu, para pimpinan daerah mesti mengetahui indikator struktur, indikator
proses, dan indikator hasil.
32 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Lapor Peduli Cukup Mulai Kurang/ Tidak Lapor
STATUS LAPOR KABUPATEN KOTA DAN CAPAIAN 2012 - 2019
Sumber: http://ham.go.id/data-kabupaten-kota-peduli-ham/
Capaian Kabupaten/Kota Peduli HAM berdasarkan penilaian indikator
pada Permenkumham 34/2016:
2 0 1 2 - 2 0 1 3 - 2 0 1 4 - 2 0 1 5 - 2 0 1 6 - 2 0 1 7 - 2 0 1 8 -
2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9
Jumlah Kabupaten/Kota Peduli dan Mulai Peduli 2015 - 2018
300
200
100
0
2015 2016 2017 2018
Peduli Cukup Peduli
89
19 3
7 9 24
143
56
27
0 0
24
2 13
2 43
68
3
33
5 2
28
24
1 8
2
35
2 2
32
83
37
162
40
9
27
1 75
53
11
5
43
2 2
72
96
10
2
44
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
33
Bab 4 Implementasi Kerja Sama HAM Luar Negeri
Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan proses kerja
sama HAM luar negeri berdasarkan implementasi instrumen-instrumen internasional, dan bentuk kerja sama HAM antara Indonesia dengan entitas internasional.
A. Proses Pembentukan Kerja Sama Luar Negeri
Proses penyusunan kerja sama HAM di lingkungan Kementerian
Hukum dan HAM perlu memperhatikan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
(Permenkumham) Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Penataan Kerja Sama Di
Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Mengenai tata cara pembuatan
dan penyusunan perjanjian kerja sama sesuai dengan Permenkumham
Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kedua regulasi tersebut
sebagai acuan dalam membuat suatu perjanjian kerja sama pada umumnya,
dan kerja sama di bidang HAM pada khususnya.
Upaya pemajuan dan perlindungan HAM merupakan mandat UUD
1945, yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan seluruh pemangku
kepentingan di Indonesia. Diplomasi Indonesia di bidang HAM pada dunia
internasional, harus didedikasikan sepenuhnya pada kepentingan nasional
Indonesia. Diplomasi HAM mesti berdampak untuk membangun reputasi
Indonesia sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi HAM, serta
memberikan sumbangan Indonesia dalam upaya global bagi pemajuan dan
perlindungan HAM.
Kontribusi dan kepemimpinan Indonesia di kancah forum multilateral
tercermin dari partisipasi aktif Indonesia sebagai negara anggota PBB di
34 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
35
pembahasan agenda HAM Majelis Umum PBB, khususnya di Komite III dan
di Dewan HAM. Hal ini tentunya disinergikan dengan peran aktif Indonesia
di berbagai forum multilateral lain yang membahas isu HAM, seperti
ECOSOC, ESCAP bahkan DK-PBB, serta di forum lain seperti GNB,
Kelompok 77+China, OKI, ASEAN, ASEM, dan lain sebagainya.
B. Kerja Sama Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB
Pada Komite III Majelis Umum PBB, Indonesia terus memainkan peran
konstruktif dan kontributif-nya yang telah mendapatkan pengakuan. Hal
demikian sebagaimana Indonesia yang terus menjadi bagian penting dalam
berbagai prakarsa isu-isu HAM tematik, antara lain mengenai isu kebebasan
beragama, kebebasan berekspresi dan berkumpul, upaya menuju ratifikasi
universal Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture Initiatives),
perlindungan hak pekerja migran, penghapusan kekerasan seksual dalam
konflik, serta pemajuan berbagai hak ekonomi, sosial dan budaya; dan
dalam penyusunan standar dan norma baru di bidang HAM misalnya
mengenai Bisnis dan HAM; HAM dan Korupsi; serta HAM dan Internet.
Salah satu contoh peran aktif Indonesia dalam Komite III adalah
Indonesia menjadi inisiator dan ko-fasilitator bersama dengan Filipina bagi
Resolusi dua tahunan mengenai Violence against Women Migrant
Workers sejak tahun 2001.
Diplomasi RI terus berusaha mengelola berbagai tantangan HAM di
Indonesia yang menjadi perhatian dan keprihatinan di forum-forum
multilateral, antara lain penanganan masalah HAM di masa lalu; dan isu-isu
kontemporer seperti kebebasan berekspresi terkait aspirasi separatisme;
kekerasan di Papua; kebebasan beragama dan berkeyakinan; hukuman
36 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
mati; kekerasan oleh aparat keamanan dan penegak hukum; dan pemajuan
hak kelompok rentan.
C. Kerja Sama Indonesia dalam Kerangka ECOSOC
Dalam kerangka Economic and Social (ECOSOC), Indonesia juga terus
berupaya untuk memainkan peran aktif dalam berbagai pembahasan isu
HAM, khususnya di bidang hak ekonomi dan sosial, baik dalam komisi
fungsional, seperti Commission on the Status of Women (CSW),
Commission on Population and Development (CPD), dan Commission on
Social Development (CSocD), maupun dalam berbagai badan dan lembaga
di bawah ECOSOC, seperti: United Nation Children's Fund (UNICEF),
International Labour Organisation (ILO) dan United Nation High
Commissiner for Refugees (UNHCR).
Salah satu contoh peran Indonesia dalam ECOSOC terefleksikan
dalam terpilihnya Indonesia menjadi anggota CSW dalam beberapa periode
maupun partisipasi aktif dalam persidangan tahunan CSW. Selain itu,
Indonesia juga aktif dalam berbagai pertemuan Commission on Population
and Development (CPD), yang banyak membahas isu kesehatan dan hak
reproduksi dalam konteks kependudukan dan pembangunan.
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
37
D. Kerja Sama Indonesia dalam Dewan HAM
Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat upaya pemajuan dan
perlindungan HAM secara global, Sidang Majelis Umum PBB ke-60 melalui
resolusi 60/251 tanggal 15 Maret 2006 telah membentuk Dewan HAM
(DHAM) yang beranggotakan 47 negara. Badan subsider Majelis Umum
PBB tersebut telah menggantikan Komisi HAM yang dianggap penuh
dengan politisasi dan standar ganda.
Selama ini, Indonesia sudah 3 (tiga) kali terpilih sebagai anggota
Dewan HAM yaitu untuk periode 2007-2010, 2011-2014 (perolehan suara
184), dan 2015-2017 (perolehan suara 152), setelah sebelumnya menjadi
anggota awal Dewan HAM (founding member) pada periode 2006-2007.
Sebagai anggota Dewan HAM, Indonesia telah menunjukkan peran
dan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya pemajuan dan
perlindungan HAM di tingkat global. Indonesia bersama kelompok negara-
negara sehaluan telah berupaya menegakkan kiprah DHAM yang selaras
dengan resolusi MU-PBB 60/251, khususnya prinsip-prinsip DHAM sebagai
forum antar-pemerintah; keseimbangan hak sipol dan ekososbud; dialog dan
kerja sama internasional; universalitas, objektivitas, non-selectivity; serta
penghilangan standar ganda dan politisasi.
Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam mekanisme Universal
Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB sebanyak dua kali pada tahun
2008 dan 2012 di Jenewa. Dari kedua dialog tersebut, Indonesia telah
menerima sejumlah rekomendasi.
Di sesi UPR tahun 2012, dari 180 rekomendasi yang disampaikan oleh
berbagai negara, Indonesia memutuskan untuk menerima 150 rekomendasi.
Sementara 30 rekomendasi yang tersisa tidak dapat diterima Pemerintah
Indonesia karena tidak mencerminkan situasi aktual, tantangan faktual yang
38 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
dihadapi Indonesia, maupun rekomendasi yang dianggap tidak relevan
karena telah dilaksanakan.
Kemajuan RI dalam mekanisme UPR menjadi salah satu elemen utama
kontribusi Indonesia dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM di
kawasan dengan melakukan capacity building dan berbagi pengalaman
dalam penyusunan UPR. Bentuk kegiatan yang telah dilakukan adalah
bekerja sama dengan Kantor KTHAM dan Myanmar dalamsharing of
experience penyusunan UPR di Myanmar. Dalam kerangka ini, RI telah pula
berbagi pengalaman dengan negara-negara lain di kawasan, seperti dengan
Thailand, Kamboja, dan Viet Nam.
E. Kerja Sama Indonesia dalam ASEAN
Pemerintah Indonesia telah terlibat aktif dalam perkembangan Komisi
HAM ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights-
AICHR) yang terbentuk pada 23 Oktober 2009, termasuk dalam pemilihan
wakil Indonesia dalam AICHR. Demikian juga dengan mekanisme ASEAN
Committee on Women and Children dan ASEAN Committee on the
Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Peran penting
Indonesia lainnya adalah dalam penyusunan Deklarasi HAM ASEAN dan
penyelenggaraan UPR versi ASEAN.
Pembentukan AICHR merupakan capaian penting dari upaya
pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan ASEAN sebagai komitmen
negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk ASEAN Human Rights
Body sebagaimana dimandatkan dalam Piagam ASEAN (ASEAN Charter)
oleh Kepala Negara dan Pemerintahan ASEAN pada 20 November 2007.
Perwujudan mekanisme HAM di ASEAN menjadi sebuah terobosan
besar di abad ini, mengingat dari empat kawasan besar dunia hanya Asia
yang belum benar-benar memiliki sebuah mekanisme penegakan dan
perlindungan HAM regional.
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
39
Indonesia juga terlibat aktif dalam pembahasan suatu draft instrumen
perlindungan tenaga kerja migran dalam kerangka ASEAN
(ASEAN Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers). Upaya ini merupakan kerja sama yang membutuhkan peran
komunikasi dan kerja sama lintas kementerian di dalam negeri.
Pembentukan legally binding instrument dimaksud merupakan hal esensial
tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga ASEAN dengan pertimbangan:
sebagai acuan untuk menetapkan minimum standard of treatment terhadap
pekerja migran di kawasan;
Standar instrumen perlindungan bagi pekerja migran merupakan
landasan normatif perlindungan 6,5 juta pekerja migran di kawasan beserta
keluarganya, regardless status keimigrasian; dan sebagai pilar penting
dalam mewujudkan ASEAN Rule-based Community. Posisi dasar Indonesia
dalam penyusunan draft dimaksud antara lain dengan mengupayakan legally
binding instrument perlindungan pekerja migran; perlindungan documented
and undocumented pekerja migran, dan perlindungan bagi anggota keluarga
pekerja migran.
Indonesia mengambil inisiatif untuk menginisiasi dialog HAM
(semacam UPR di bawah Dewan HAM) sebagai upaya untuk memperkuat
mandat proteksi dari AICHR. Dalam kaitan ini, Indonesia secara suka rela
menempatkan diri sebagai negara untuk dilakukan review oleh AICHR
melalui dialog dan terjadi pada tahun 2012. Indonesia mengharapkan dialog
ini menjadi standing practice (praktek reguler) di AICHR dan mendorong
negara lain untuk mengikuti jejak. Dua negara ASEAN telah menyatakan
kesediaan mengikuti jejak Indonesia, yaitu Thailand dan Filipina, dimana
Thailand telah melaksanakannya paruh kedua tahun 2014. Prakarsa
40 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Indonesia ini mendapat apresiasi dari banyak pihak termasuk negara-negara
mitra dari Eropa.
F. Kerja Sama Indonesia dalam OKI
Pada 20-24 Pebruari 2012, di Jakarta, Indonesia telah berhasil
menyelenggarakan sesi inaugural Komisi HAM OKI. Pertemuan ini telah
memainkan peran penting dalam proses pembentukan serta pelaksanaan
kinerja dari Independent Permanent Human Rights Commission/IPHRC
(Komisi HAM OKI). Selama pertemuan, Indonesia telah berperan penting
dalam pemilihan Komisioner dari Indonesia DR. Siti Ruhaini Dzuhayatin
sebagai Ketua Komisi.
Pemerintah Indonesia juga berperan aktif dalam pemilihan kembali DR.
Siti Ruhaini Dzuhayatin sebagai chairperson pada Pertemuan ke-3 Komisi
HAM OKI, tanggal 26-31 Oktober 2013 di Jeddah, Arab Saudi. Selain itu,
juga terpilih menjadi koordinator Working Group on the Rights of Women and
of the Child pada Pertemuan ke-4 Komisi HAM OKI pada tanggal 2-6
Februari 2014 di Jeddah, Arab Saudi.
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
41
Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk terus mendorong
peningkatan peran perempuan di negara-negara OKI. Dalam kaitan itu,
Indonesia telah menyelenggarakan the 4th Ministerial Conference on the
Role of Women in Development of OIC Member States (Konferensi Tingkat
Menteri ke-4 mengenai Peran Perempuan dalam Pembangunan OKI) di
Jakarta pada tanggal 4-6 Desember 2012. Konferensi difokuskan pada
pembahasan peran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan
ekonomi di negara-negara OKI.
Konferensi tersebut menghasilkan Jakarta Declaration yang pada
pokoknya memuat seperangkat langkah untuk memperkuat implementasi
berbagai komitmen dan rencana aksi yang telah dihasilkan di berbagai KTM
OKI untuk Perempuan sebelumnya, misalnya dengan menetapkan indikator
untuk pengawasan dan evaluasi implementasi OIC Plan of Action for the
Advancement of Women (OPAAW).
Indonesia terus berupaya memperkuat diplomasi HAM internasional,
sebagaimana peran aktif dalam menyelenggarakan International Seminar
on Human Rights Education. Kegiatan tersebut diadakan dengan kerja sama
melalui Independent and Permanent Human Rights Commission of the
Organisation of Islamic Cooperation (Komisi HAM OKI) pada 12-13 Oktober
2015. Pertemuan telah mengadopsi IPHRC Jakarta Declaration on Human
Rights Education yang pada pokoknya memuat sejumlah rekomendasi
terkait upaya pemajuan pendidikan HAM di negara-negara anggota OKI.
Bab 5 Kendala dan Solusi dalam Pelaksanaan Kerja Sama Hak Asasi Manusia
Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat mengetahui kendala dan solusi dalam pelaksanaan kerja sama HAM baik di dalam negeri maupun luar negeri
A. Strategi Praktis Pelaksanaan Kerja Sama
Untuk mengidentifikasi kendala pelaksanaan kerja sama HAM,
dilakukan identifikasi faktor internal dan eksternal dengan menggunakan
teknik analisis SWOT yang terdiri dari Strength, Weaknesses, Opportunity
dan Threats. Keempat faktor di atas dapat dibagi menjadi faktor internal dan
eksternal.
1. Strength, merupakan faktor kekuatan, misalnya dapat dilihat dari jumlah
SDM yang tersedia maupun regulasi yang mendukung,
2. Weakness bisa merupakan kebalikan dari faktor Strength,
mengidentifikasi apa yang menjadi kelemahan.
3. Opportunity, biasanya merupakan faktor eksternal, yaitu adanya
kesempatan dan tawaran kerja sama dari luar
4. Threat, biasanya juga merupakan faktor eksternal (misalnya frekuensi
kerja sama yang meningkat sementara SDM tidak bertambah), namun hal
ini lebih baik disikapi sebagai tantangan daripada ancaman.
Kerja sama dalam dan luar negeri dilakukan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip hubungan dalam dan luar negeri yang mengacu pada Undang-
undang Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Kerja Sama Luar
Negeri. Regulasi ini menegaskan bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan hubungan
42 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
43
luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling menghormati,
saling menguntungkan dan saling tidak mencampuri urusan dalam negeri
masing-masing.
Dengan demikian, kerja sama yang dilakukan dengan pihak asing
dilakukan dalam rangka kepentingan nasional.
Contoh kasus:
Salah satu organisasi internasional yang menjalin kerja sama adalah
Friedrich Naumann Foundation for Freedom (FNF) dari Jerman.
Pada Maret 2015 FNF Indonesia serta Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia telah menandatangani
Memorandum Saling Pengertian (MSP), yang meresmikan
kerjasama antara FNF Indonesia serta Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia hingga tahun 2017.
Dalam Memorandum Saling Pengertian (MSP) antara FNF Indonesia
serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, lingkup program banyak terkait dengan mempromosikan
Demokrasi, Rule of Law dan Hak Asasi Manusia.
Penandatangan MSP tersebut memiliki arti penting dan menjadi
tonggak baru dalam sejarah keterlibatan FNF di Indonesia.
Sebelumnya pada tahun 1971, FNF Indonesia menandatangani MoU
dengan Kementerian Perdagangan, dan pada tahun 1998, FNF
Indonesia menandatangani MoU dengan Sekretariat Negara.
Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan
memiliki populasi muslim terbesar. FNF telah bekerja di Indonesia
sejak tahun 1969, menobatkan Jakarta sebagai kantor terlama FNF
di luar negeri.
44 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Adapun ruang lingkup program dalam Memorandum Saling
Pengertian (MSP) terkait HAM meliputi:
1) Penguatan Pemahaman Masyarakat terkait Pelayanan Publik di
Bidang Hukum dan HAM
2) Penguatan Institusi Pelaksana Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia Pemerintah Republik Indonesia (RANHAM), untuk
memperbaiki efektivitas pelaksanaannya dan untuk meningkatkan
pemahaman aparatur negara dan warga negara terhadap hak asasi
manusia.
Dengan lingkup program yang ada serta tujuan dari program,
kelompok sasaran atau penerima manfaat dari program adalah:
1) Untuk penguatan pemahaman masyarakat terkait pelayanan publik
di bidang Hukum dan HAM penerima manfaatnya adalah petugas
penyuluh hukum dan masyarakat di lokasi kegiatan.
2) Penguatan Institusi Pelaksana Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia Pemerintah Republik Indonesia penerima manfaatnya
adalah pemerintah daerah dan Kanwil Kemenkumham.
B. Strategi Peningkatan Kerja Sama HAM
Beberapa langkah strategis yang telah dilaksanakan sebagai tindak
lanjut hasil kerja sama, sebagaimana gambaran yang dilakukan bersama
FNF (Friedrich Naumann Foundation for Freedom) antara lain:
1. Sosialisasi Capaian Daerah dalam Pelaksanaan Aksi HAM dan
Penilaian Kabupaten/Kota Peduli HAM di 14 provinsi
Kegiatan dilaksanakan dengan mengundang perwakilan Kabupaten
dan Kota di provinsi terkait, dengan tujuan menyampaikan status pelaporan
Aksi HAM dan capaian Kabupaten/Kota di provinsi tersebut. Langkah ini
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
45
dimaksudkan untuk menjaring masukan dan bersama-sama mencari solusi
terkait pencapaian yang lebih baik di masa mendatang.
Gambaran hasil yang dicapai dalam beberapa langkah sosialisasi
yaitu:
a. Peningkatan pelaporan triwulan aksi HAM maupun partisipasi
Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan penilaian Kabupaten/Kota Peduli
HAM dibanding tahun sebelumnya
b. Teridentifikasinya kendala-kendala terkait pelaporan aksi HAM maupun
penilaian Kabupaten/Kota Peduli HAM
c. Saran-saran untuk perbaikan pelaporan aksi HAM dan indikator
penilaian Kabupaten/Kota Peduli HAM
d. Meningkatnya keinginan daerah untuk berlomba-lomba melakukan
inovasi program pemenuhan HAM di daerah.
2. Focus Group Discussion Penggunaan Aplikasi SIMASHAM
Kegiatan FGD mengundang Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai
Pelaksana Yankomas UPT di Kanwil Kemenkumham guna meningkatkan
46 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
pemahaman penggunaan aplikasi Sistem Informasi Pelayanan Komunikasi
Masyarakat HAM (SIMASHAM) sebagai sarana pengaduan masyarakat.
Manfaat dari kegiatan tersebut antara lain:
a. Meningkatnya pemahaman Pelaksana Yankomas UPT terhadap
penggunaan aplikasi SIMASHAM.
b. Terbentuknya Pos Yankomas baru di 5 (lima) provinsi yang mengikuti
kegiatan Focus Group Discussion Penggunaan Aplikasi SIMASHAM
sejumlah 31 (tiga puluh satu) Unit Pelaksana Teknis.
c. Sebelum dilaksanakannya, dari permasalahan yang telah ditindaklanjuti
oleh Pelaksana Yankomas terdapat 26 kasus yang telah ditanggapi oleh
instansi terkait. Kemudian, setelah dilaksanakannya kegiatan tersebut
terdapat peningkatan jumlah tanggapan instansi terkait sebanyak 37
kasus yang ditanggapi. Dalam hal ini telah terjadi peningkatan
persentase jumlah tanggapan instansi terkait sebesar 58,73%.
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
47
3. Seminar dan Focused Group Discussion terkait Internet Sehat dan
Pencegahan Ujaran Kebencian di 6 provinsi
Kegiatan ini mengundang audisi dari kalangan tokoh masyarakat,
pemuka agama, mahasiswa, tenaga pendidik, maupun penegak hukum.
Tujuan kegiatan ini adalah memberikan pencerahan kepada masyarakat
terkait ujaran kebencian sebagai sesuatu yang melanggar HAM yang banyak
sekali ditemui akhir-akhir ini terutama bertepatan dengan tahun politik. Lebih
khususnya, bertepatan dengan maraknya internet dan media sosial yang
menyebarkan informasi ini sangat mudah dan cepat menyebar.
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan ini antara lain:
a. Peningkatan pemahaman di kalangan masyarakat tentang apa itu ujaran
kebencian dan hoax
b. Terjaringnya banyak masukan dari kalangan masyarakat tentang
mengapa ujaran kebencian masih marak dan malah disukai masyarakat.
c. Meningkatnya kesadaran terkait ujaran kebencian.
4. Study Visit (Kunjungan Belajar) terkait Implementasi Bisnis dan
HAM di Berlin, Republik Federal Jerman
Dalam rangka mengimplementasikan prinsip-prinsip Bisnis dan HAM di
Indonesia dan mendukung upaya perumusan kebijakan di atas,, Direktorat
Jenderal HAM bekerja sama dengan Friedrich Naumann Foundation for
Freedom (FNF) untuk melakukan kunjungan belajar dalam rangka
mempelajari proses Bisnis dan HAM di Jerman. Kegiatan yang dilakukan di
antaranya dengan melakukan kunjungan-kunjungan ke sejumlah
perusahaan besar di Jerman dan juga mempelajari peraturan terkait di
instansi pemerintah di Jerman. Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 22-
29 Februari 2020.
48 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
masalah dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip UNGP sebagai
bentuk pemenuhan Bisnis dan HAM, sebagai negara maju dalam industri
maupun penegakan HAM, Jerman sudah memiliki dasar-dasar hukum yang
cukup baik terkait persiapan Bisnis dan HAM dan RAN Bisnis dan HAM yang
sudah lebih dahulu diluncurkan.
C. Capaian Kerja Sama HAM
Beberapa hasil yang telah dicapai dalam kerja sama dalam dan luar
negeri, antara lain:
1. RANHAM Indonesia telah menjadi role model penerapan kebijakan
nasional berbasis HAM di negara lain.
2. Terselenggaranya dialog HAM bilateral baik di dalam maupun luar negeri
3. Diundangnya peraih penghargaan Kabupaten/Kota Peduli HAM untuk
berbicara di forum Dewan HAM di markas PBB di Jenewa Swiss selama
2 tahun berturut-turut
4. Dikirimnya pejabat Ditjen HAM dan instansi lain yang berkecimpung di
bidang HAM dalam berbagai pelatihan HAM di luar negeri
Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa Jerman masih memiliki
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
49
Secara khusu pada kerja sama HAM dalam negeri, beberapa hasil
capaian yang diperoleh yaitu:
1. Partisipasi K/L dan pemerintah Daerah dalam pelaporan Aksi HAM yang
terus menigkat dalam hal capaian aksi setiap tahunnya.
2. Partisipasi dan meningkatnya Pemerintah Daerah kab/kota yang
mendapat Predikat sebagai Kabupaten/Kota Peduli HAM.
3. Diundangnya Kabupaten Pakpak Barat pada tahun 2017 dalam forum
UPR di Dewan HAM PBB Jenewa, Swiss untuk mepresentasikan
capaian terkait dengan upaya peningkatan SDM melalui pendidikan.
4. Diundangnya Kota Binjai dan Kabupaten Banggai pada tahun 2019 di
Dewan HAM PBB sebagai pelopor smart city di Indonesia dan juga
capain Kabupaten/Kota Peduli HAM sebagai contoh bagi negara-negara
anggota di Dewan HAM PBB.
D. Tantangan Dalam Membangun Kerja Sama ke Depan
Tantangan dalam pelaksanaan kerja sama luar negeri sebagaimana
diuraikan di bawah ini, diantaranya:
1. Program prioritas mitra kerja sama asing ada kalanya tidak sesuai
dengan program prioritas Pemajuan HAM pada Direktorat Jenderal
HAM, begitu juga sebaliknya;
2. Adanya kebijakan dari negara mitra kerja sama asing yang tidak dapat
memberikan bantuan dana secara langsung kepada pemerintah;
3. Mitra kerja sama asing tidak dapat memberikan full-funding, sehingga
harus ada dukungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/APBN (skema co-funding);
4. Beberapa mitra asing menganggap Indonesia sudah masuk ke dalam
kategori negara masuk, sehingga tidak lagi memberikan bantuan atau
funding kepada Indonesia.
50 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
51
Bab 6 Penutup
A. Simpulan
Kegiatan kerja sama HAM sesungguhnya suatu upaya untuk
penyebarluasan dan peningkatan partisipasi publik yang dilakukan dalam
proses implementasi P-5 HAM. Oleh karena itu, kerja sama HAM tidak hanya
untuk memenuhi persyaratan formal prosedural saja, namun harus dilakukan
secara benar, tepat sasaran, serta melibatkan pihak-pihak yang secara
memadai merepresentasikan dukungan dalam perwujudan tanggung jawab
negara atas HAM.
Ketentuan mengenai tata cara kerja sama telah diatur dalam
Permenkumham Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Penataan Kerja Sama Di
Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Mengenai tata cara pembuatan
dan penyusunan perjanjian kerja sama, mengacu pada Permenkumham
Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kedua regulasi tersebut
sebagai acuan dalam membuat suatu perjanjian kerja sama pada umumnya,
dan kerja sama di bidang HAM pada khususnya.
Upaya pemajuan dan perlindungan HAM merupakan mandat UUD
1945, yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan seluruh pemangku
kepentingan di Indonesia. Diplomasi Indonesia di bidang HAM pada dunia
internasional, harus didedikasikan sepenuhnya pada kepentingan nasional
Indonesia. Diplomasi HAM mesti berdampak untuk membangun reputasi
Indonesia sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi HAM, serta
52 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
memberikan sumbangan Indonesia dalam upaya global bagi pemajuan dan
perlindungan HAM.
B. Penutup
Setelah melakukan pembahasan dan analisis terhadap permasalahan
sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya dalam modul ini, sejumlah
saran telah disampaikan penulis atas pelaksanaan fungsi kerja sama HAM
sebagai strategi implementasi tanggung jawab negara atas HAM.
Dalam melakukan diplomasi di bidang HAM, Indonesia selalu
mengedepankan prinsip-prinsip kerjasama dan dialog sebagai upaya untuk
meningkatkan kapasitas negara dalam pemajuan dan perlindungan HAM
serta mewujudkan komitmen global di bidang HAM. Kerjasama dalam bentuk
dialog tersebut telah mencakup berbagai isu pembahasan termasuk yang
terkait hukum humaniter, hak anak, hak perempuan, hak penyandang
disabilitas, mekanisme HAM regional, transitional justice, dan isu-isu
multilateral.
Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum Indonesia sebagai
anggota PBB dalam penghormatan dan pelaksanaan Deklarasi Universal
HAM/Universal Declaration on Human Rights (UDHR) tahun 1948 serta
berbagai instrumen HAM lainnya mengenai HAM yang telah diterima
Indonesia. Jauh sebelumnya, HAM sebagai nilai universal telah dimuat
dalam Konstitusi RI, baik dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 maupun
dalam batang tubuh UUD 1945 dan dipertegas dalam amandemen UUD
1945.
Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan
53
DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN
Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Kerja Sama Luar Negeri
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak
Asasi Manusia Tahun 2015-2019
Permenkumham Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Naskah Dinas di
Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Permenkumham Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Penataan Kerja Sama Di
Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 34 Tahun
2016 tentang Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Peduli HAM
Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak
Asasi Manusia Tahun 2015-2019
BUKU
Azhary, Tahir. Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara
Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Kencana, 2004)
Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice (Ithaca and
London: Cornell University Press, 2003)
54 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM
Kemitraan Partnership. Modul Pelatihan Bagi Petugas Pemasyarakatan
Implementasi Sistem Pemasyarakatan dan Standard Minimum Rules
for Treatment of Prisoners (Jakarta: Kemitraan, 2008)
Khamdan, Muh. Islam dan HAM Bagi Narapidana atau tahanan (Kudus:
Parist, 2012)
Melander, Goran. Kompilasi Instrumen Hak Asasi Manusia Raoul
Wallenberg Institute (Jakarta: SIDA-Departemen Hukum dan HAM,
2004)
Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana (Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002)
Smith, Rhona K. M. Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM-UII, 2008)