MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

60
MEMBANGUN KERJA SAMA HAM; KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA Teknik Subtantif Bidang Kerja sama Hak Asasi Manusia Ruth Marshinta Sarumpaet Muh. Khamdan Modul Best Practices DIREKTORAT KERJA SAMA HAM DIREKTORAT JENDERAL HAK ASASI MANUSIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 2020

Transcript of MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Page 1: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN

DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA

Teknik Subtantif Bidang

Kerja sama Hak Asasi Manusia

Ruth Marshinta Sarumpaet

Muh. Khamdan

Modul Best Practices

DIREKTORAT KERJA SAMA HAM

DIREKTORAT JENDERAL HAK ASASI MANUSIA

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

2020

Page 2: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

ii Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN

DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA

Pengarah: 1. Mualimin Abdi 2. RR. Risma Indriyani

Penanggung Jawab: Bambang Iriana Djajaatmadja

Redaktur: Ruth Marshinta Sarumpaet Muh. Khamdan

Tim Editor: 1. Ratih Ekarini Savitri 2. Septian Asriwanto 3. Ichwan Milono 4. Alvernia Damayanti

Page 3: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Kata Pengantar

Penegakan HAM di Indonesia masih jauh dari harapan. Banyak faktor

yang menyebabkan penegakan HAM di Indonesia terhambat seperti

pemahaman aparat baik itu aparat penegak hukum maupun aparat

pemerintah yang terbatas akan HAM, belum meratanya komitmen akan HAM

dan keterbatasan pemahaman HAM oleh masyarakat.

Disisi lain, Indonesia sebagai anggota Persatuan Bangsa-Bangsa

(PBB) dan salah satu Negara peratifikasi beberapa Kovenan dan Konvensi

HAM Internasional mengemban amanah dalam mewujudkan perlindungan,

pemajuan, penegakan, pengorhormatan dan pemenuhan HAM di Indonesia.

Indonesia memiliki konsekuensi untuk menjamin pelaksanaannya dengan

menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada pada kovenan dan konvensi

yang sudah diratifikasi melalui berbagai peraturan perundang–undangan.

Dalam pelaksanaannya, tentunya Indonesia yang hal ini adalah pemerintah

tidak dapat berjalan sendiri dan harus bekerja sama dan didukung oleh pihak

lain baik dari dalam maupun luar negeri untuk mewujudkan pelaksanaan

HAM di Indonesia, terutama menyangkut Rencana Aksi Nasional Hak Asasi

Manusia (RANHAM) yang merupakan program yang telah dijalankan sejak

1998 dan saat ini menjadi prioritas nasional. Sebagai realisasinya maka dibentuk unit Kerja Sama HAM yang

merupakan bagian Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM.

Unit kerja ini bertugas menjalin kerja sama dengan pihak lain dari dalam dan luar negeri dalam rangka mewujudkan penegakan HAM di Indonesia melalui

berbagai peraturan perundang-undangan yang ada.

Modul ini bertujuan memberikan sedikit gambaran bagaimana kerja

sama di bidang HAM di Direktorat Jenderal HAM dijalankan baik dengan

berbagai pihak di dalam maupun luar negeri, termasuk mekanisme

pelaksanaan kerja sama yang telah dilaksanakan, kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan, termasuk hasil yang telah dicapai selama ini melalui

pendidikan HAM, program RANHAM maupun Kabupaten/Kota Peduli HAM

(KKPHAM).

Penulis berharap, modul sederhana ini dapat bermanfaat dalam

memberikan gambaran dan lebih jauh ikut berperan dalam pendidikan HAM

dalam rangka memajukan pelaksanaan HAM di Indonesia.

Terima kasih.

Jakarta, Agustus 2020

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

iii

Page 4: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

iv Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Pengantar Kepala Badan

BPSDM Hukum dan HAM

Agustus 2020

Kepala BPSDM Hukum dan HAM

Asep Kurnia

Page 5: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Daftar Isi

Bab 1 Pendahuluan A. Latar Belakang 1

B. Deskripsi Singkat 2

C. Tujuan Pembelajaran 3

D. Materi Pokok 3 E. Petunjuk Belajar 4

Bab 2 Konsep Dasar Kerja Sama HAM 5

A. Konsep Kerja Sama HAM Dalam Negeri 5

1. Kerja Sama HAM antar Kementerian dan Lembaga 6

2. Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah 7

3. Kerja Sama HAM Non-Pemerintah 8

B. Konsep Kerja Sama HAM Luar Negeri 10

C. Hubungan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri 12

Bab 3 Implementasi Kerja Sama HAM Dalam Negeri 16

A. Peran Direktorat Kerja Sama dalam Implementasi

P-5 HAM 16

B. Kerja Sama Implementasi RANHAM 20 C. Kriteria Kabupaten/Kota Pedul HAM 28

Bab 4 Implementasi Kerja Sama HAM Luar Negeri 34

A. Proses Pembentukan Kerja Sama Luar Negeri 34

B. Kerja Sama Indonesia dalam Sidang Majelis Umum

PBB 35

C. Kerja Sama Indonesia dalam Kerangka ECOSOC 36

D. Kerja Sama Indonesia dalam Dewan HAM 37 E. Kerja Sama Indonesia dalam ASEAN 38

F. Kerja Sama Indonesia dalam OKI 40

Bab 5 Kendala dan Solusi Pelaksanaan Kerja Sama 42

A. Strategi Praktis Pelaksanaan Kerja Sama 42

B. Strategi Peningkatan Kerja Sama HAM 44

1. Sosialisasi Capaian Aksi HAM dan KKP HAM 44

2. FGD Aplikasi SIMASHAM 45

3. Seminar Internet Sehat 47

4. Study Visit Implementasi Bisnis dan HAM 47

C. Capaian Kerja Sama HAM 48

D. Tantangan Membangun Kerja Sama ke Depan 59

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

v

Page 6: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

ii Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

51

Bab 6 Penutup

A. Simpulan 51

B. Penutup 52

Daftar Pustaka

Biodata Penulis

Page 7: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

1

Bab 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Modul ini disusun untuk memberikan pengetahuan praktis kepada

masyarakat dan pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia dalam melaksanakan tugas dan fungsi mengenai proses kerja

sama hak asasi manusia (HAM). Proses kerja sama tersebut dalam rangka

implementasi tanggung jawab negara berupa pemajuan, penghormatan,

perlindungan, dan pemenuhan HAM.

Upaya mendorong terwujudnya kerjasa dilakukan dengan membangun

kemitraan di dalam negeri serta kemitraan luar negeri. Mitra kerja sama

dalam negeri sebagaimana Lembaga Hak Asasi manusia Nasional,

Lembaga Swadaya Masyarakat, Korporasi, dan Lembaga Pendidikan. Untuk

itu dibutuhkan beberapa tahapan guna mencapai output yang diinginkan.

Untuk mitra kerja luar negeri, meliputi bentuk-bentuk kerja sama secara

bilateral, kerja sama regional, kerja sama dengan Organisasi Internasional,

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan organisasi Non-PBB.

Terdapat beberapa fokus kegiatan dengan mitra kerja baik dalam

negeri maupun mitra kerja luar negeri. Pertama, implementasi Rencana Aksi

Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang membutuhkan kesatuan sikap

dan gerak langkah antara Kementerian, Lembaga Negara, dan Pemerintah

Daerah. Kedua, implementasi Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP

HAM) berkaitan keberhasilan target indikator KKP HAM untuk mendukung P-

5 HAM (Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Pemajuan, dan

Penegakan HAM). Ketiga, hubungan antara bisnis dan HAM. Keempat, kerja

Page 8: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

2 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

sama dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kelima, kerja

sama untuk menjamin implementasi Anti penyiksaan. Keenam, kerja sama

untuk mengikuti sidang HAM terkait isu-isu HAM Internasional dan

penyampaian perkembangan pelaksanaan RANHAM di Indonesia.

Beberapa mitra kerja sama yang sudah terjalin antara lain dengan

UNDP, UNHCR, UNESCO, RWI, FNF, UN WOMEN, AICHR, ASEAN,

Organisasi Internasional lainnya, serta kerja sama dengan beberapa negara

terkait pelaksanaan Dialog HAM. Untuk mengawal perkembangan di dunia

internasional, pertemuan kerja sama luar negeri memerlukan perjalanan

dinas luar negeri. Pertemuan tersebut antara lain dilaksanakan di Swiss,

Amerika Serikat, Thailand, Norwegia, Vietnam, Korea Selatan dan Belgia.

Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan kerja sama HAM merupakan

hal yang sangat penting didorong untuk mencapai implementasi HAM yang

optimal dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

B. Deskripsi Singkat

Modul ini berisi uraian tentang prinsip-prinsip dasar kerja sama HAM

yang meliputi konsep-konsep tentang kerja sama HAM dalam negeri dan

kerja sama HAM luar negeri serta hubungan kerja sama HAM dalam dan luar

negeri. Dengan memahami konsep tersebut, akan dapat menjelaskan

tentang konsep-konsep yang paling mendasar dari kerja sama HAM.

Kerja sama HAM penyelanggaraanya didasarkan pada konsep-konsep

kerja sama HAM dalam negeri dan kerja sama luar negeri. Kerja sama dalam

negeri melibatkan Kementerian/Lembaga Negara, pemerintah daerah, dan

kerja sama non pemerintah (LSM, Akademisi, Korporasi). Pada posisi lain,

kerja sama HAM luar negeri sebagaimana kerja sama bilateral, regional, dan

Badan Khusus PBB, serta Organisasi Internasional (OI) Non-PBB. Konsep-

konsep ini demikian pentingnya dan merupakan elemen dasar dalam suatu

kerja sama HAM. Untuk itu, bagi penyelenggara tugas-tugas kerja sama

Page 9: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

3

HAM seyogianya memahami secara mendalam konsep-konsep tersebut.

Perlu untuk dipahami bahwa konsep tersebut menjadi landasan mekanisme

dalam penyelenggaraan kerja sama dalam bidang ham.

C. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, para pembelajar diharapkan memahami

aspek-aspek yang mendasar dalam proses kerja sama HAM, yaitu:

1. Memahami kerja sama HAM dalam negeri

2. Memahami kerja sama HAM luar negeri

3. Mengimplementasikan hubungan kerja sama HAM dalam dan luar negeri

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

1. Konsep Kerja sama Dalam Negeri

Kerja Sama HAM Antar Kementerian dan Lembaga Negara

Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah

Kerja Sama HAM Non-Pemerintah

2. Konsep Kerja sama Luar Negeri

Kerja sama HAM bilateral

Kerja sama HAM regional

(OI) Non-PBB Implementasi Hubungan Kerja sama Dalam dan

Luar Negeri

3. Implementasi Kerja Sama HAM Dalam Negeri

Peran Direktorat Kerja Sama dalam Implementasi P-5 HAM

Kerja Sama Implementasi RANHAM

Kriteria Kabupaten/Kota Pedul HAM

4. Implementasi Kerja Sama HAM Luar Negeri

Proses Pembentukan Kerja Sama Luar Negeri

Page 10: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

4 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Kerja Sama Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB

Kerja Sama Indonesia dalam Kerangka ECOSOC

Kerja Sama Indonesia dalam Dewan HAM

Kerja Sama Indonesia dalam ASEAN

Kerja Sama Indonesia dalam OKI

5. Kendala dan Solusi Pelaksanaan Kerja Sama

Strategi Praktis Pelaksanaan Kerja Sama

Strategi Peningkatan Kerja Sama HAM

Capaian Kerja Sama HAM

Tantangan Membangun Kerja Sama ke Depan

E. Petunjuk Belajar

Modul ini merupakan modul yang bersifat dasar-dasar teori yang

memberikan bekal dalam proses membangun hubungan kerja sama HAM di

dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk menambah wawasan peserta di

dalam mempelajari modul ini, peserta diharapkan juga menambah wawasan

dengan mempelajari bahan-bahan lain yang terkait dengan substansi hak

asasi manusia, komunikasi publik, serta membangun koordinasi dan kerja

sama untuk melengkapi pengetahuan mengenai pembentukan peraturan

perundang-undangan.

Para Pembelajar diharapkan mempelajari dan memahami materi ini

dengan:

1. mempelajari materi yang terdapat dalam modul secara urut;

2. memahami isi dari materi yang terdapat dalam modul;

3. melakukan diskusi dengan pihak yang melaksanakan tugas dan fungsi di

bidang kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri

4. mempraktekkan modul ini jika ditempatkan pada tugas dan fungsi di

bidang kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri.

Page 11: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Bab 2 Konsep Dasar Kerja Sama HAM

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan pengertian kerja sama HAM, bentuk-bentuk kerja sama HAM, serta hubungan kerja sama dalam

negeri dan luar negeri

Salam Para Pembelajar.

Pembahasan pertama kita awali dengan pemahaman tentang dasar-

dasar kerja sama HAM sebagai kerangka utama memahami bahasan pada

bab-bab berikutnya.

A. Konsep Kerja Sama HAM Dalam Negeri

Kerja sama hak asasi manusia dalam negeri adalah suatu kesepakatan

untuk menghormati, memenuhi, memajukan, dan melindungi HAM dengan

mitra kerja sama dalam negeri. Kerja sama dalam negeri harus dilakukan

formal institusional, yang dituangkan ke dalam dokumen bersifat kontraktual

berupa Memorandum of Understanding (MoU) dan kontrak kerja sama.

Penandatanganan dilakukan oleh para pihak dan bersifat non-kontraktual

yang dituangkan ke dalam surat kesepakatan para pihak. Proses

penandatanganan dokumen kerja sama harus juga mempertimbangkan

kesetaraan jabatan para pihak yang mengikat kerja sama.

Kerja sama juga dapat mendorong percepatan penyelesaian kasus

HAM di kawasan, yang berdampak pada perlindungan warga negara

Indonesia. Forum dialog yang dilakukan terus menerus pada akhirnya

mampu membangun kesamaan pemahaman dan kesamaan tujuan tentang

P-5 HAM. Berbagai isu HAM di dalam negeri seperti konflik kebebasan

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

5

Page 12: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

6 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

beragama, konflik pertanahan, konflik kemanusiaan, maupun akses

informasi tentu membutuhkan peran kerja sama yang baik dari banyak pihak.

1. Kerja Sama HAM Antar Kementerian dan Lembaga Negara

Direktorat Jenderal HAM melalui Direktorat Kerja sama mempunyai

tugas dan fungsi untuk melakukan kerja sama, baik antar Kementerian dan

Lembaga Negara. Kerja sama dilakukan sesuai dengan kebutuhan antara

kedua belah pihak. Dalam melakukan kerja sama dengan Kementerian dan

Lembaga ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:

a. Menentukan topik yang akan menjadi bahan kerja sama

b. Mencari mitra yang akan diajak untuk membuat kerja sama

c. Mengadakan rapat pembahasan dengan K/L sebagai mitra

d. Menyusun untuk merumuskan bahan kerja sama

e. Melaksanakan kerja sama dengan fungsi dan tanggung jawab masing-

masing

f. Evaluasi dari kerja sama, dengan indikator apakah perlu diteruskan, perlu

diperbaiki, perlu adanya usulan kerja sama baru atau kerja sama berakhir.

Kerja sama yang dilakukan dengan kementerian dan lembaga, di

dalamnya harus terkait dengan pemajuan HAM serta pelaksanaan

penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM.

Kerja sama antar kementerian terutama berkaitan dengan Aksi HAM

Page 13: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

7

Kementerian dan Lembaga melalui Sekretariat Bersama RANHAM, yang

dapat mempertajam muatan aksi HAM.

2. Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah

Kerja sama antar pemerintah daerah (Pemda) merupakan suatu isu

yang perlu diperhatikan pemerintah. Peran kerja sama dapat memengaruhi

ketahanan negara, dan kemampuan untuk mengatasi banyak masalah serta

memetakan kebutuhan masyarakat di daerah yang melewati batas-batas

wilayah administratif.

Untuk menyukseskan kerja sama Pemda, maka diperlukan identifikasi

isu-isu strategis, bentuk atau model kerja sama yang tepat, dan prinsip-

prinsip yang menuntun keberhasilan kerja sama tersebut. Peran strategis

yang dimainkan Pemda dalam sistem negara kesatuan membutuhkan

Page 14: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

8 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

kemampuan sekaligus mekanisme kerja sama, dengan adanya penyesuaian

struktur dan fungsi kelembagaan. Bentuk program kerjasama dengan

Pemda dapat dalam implementasi RANHAM maupun pencapaian Kriteria

Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM).

3. Kerja Sama HAM Non-Pemerintah

Pemerintah perlu mencari solusi atas kendala dalam pemenuhan HAM

dengan melibatkan berbagaistakeholder. Aktivitas pelibatan lembaga Non-

pemerintah, baik dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi,

dan korporasi, sangat terkait dalam pelaksanaan pembangunan.

Keterlibatan berbagai pihak ini memiliki peran penting untuk membantu

pemerintah, mengingat tidak semua aktivitas pemenuhan HAM mampu

dikerjakan oleh pemerintah sendiri terutama dalam hal ketersediaan skill

SDM dan finansial. Bentuk kerja sama yang melibatkan pihak swasta ini

dikenal juga dengan istilah public private partnership (PPP).

Menurut William J. Parente dari lembaga USAID Environmental

Services Program dengan pernyataan sebagai berikut:

PPP is an agreement or contract, between a public entity and a private

party, under which : (a) private party undertakes government function

for specified period of time, (b) the private party receives compensation

for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is

liable for the risks arising from performing the function and, (d) the

public facilities, land or other resources may be transferred or made

available to the private party.

PPP ini merupakan hubungan kerja sama pemerintah dengan publik

dalam pelaksanaan pembangunan dan pemenuhan ham melalui

investasi dengan melibatkan pemerintah, pihak swasta, masyarakat,

dan NGO. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi dalam

pelaksanaan tersebut. Peran dan fungsi permerintah sebagai suatu

institusi resmi dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, responsif,

efektif dan efisien dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam

hal ini tidak terlepas dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap

sektor swasta yang terlibat dalam pelaksanaan.

Page 15: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

9

Kiprah LSM di Indonesia yang selama ini sering melakukan program-

program pendampingan masyarakat merupakan potensi besar bagi

berkembangnya sinergi kerjasama HAM tersebut. LSM memiliki bekal

kedekatan dengan masyarakat dan diharapkan dapat bergerak bersama

pemerintah dan swasta untuk memunculkan daya ungkit kesejahteraan

warga negara.

Pengelolaan danaCorporate Social Responsibility(CSR) menjadi

salah satu alternatif kerjasama untuk berbagai program yang sejalan dengan

agenda pembangunan nasional, termasuk pemajuan HAM. Peran para

profesional yang bekerja di sejumlah LSM, diharapkan pengelolaan dana

CSR tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Sinergi kerjasama

multipihak antara pemerintah, swasta, dan masyarakat yang diwakili oleh

LSM tentu akan mempercepat implementasi P-5 HAM.

Alur Kerja Sama HAM Dalam Negeri

Kesepakatan terkait jumlah, jenis kegiatan,

substansi kegiatan, hasil, jangka waktu

maupun anggaran, yang akan di

dicantumkan pada Nota Kesepahaman dan

Perjanjian Kerja Sama

Penjajakan kerja sama melalui dialog

dengan KL Pemerintah Daerah, dan

Organisasi Non Pemerintah (LSM

dalam Negeri, Akademisi, Korporasi)

Pertemuan lebih rinci yang membahas Nota

Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama dengan KL

terkait, Pemerintah Daerah, dan Organisasi Non

Pemerintah (LSM dalam Negeri, Akademisi,

Korporasi) yang melibatkan Biro Humas, Hukum,

da Ke j S Dal Ne i

Penandatanganan Nota Kesepahaman

dan Perjanjian Kerja Sama

Pelaksanaan kegiatan kerja sama sesuai

Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja

Sama

Evaluasi hasil kegiatan kerja sama

untuk kelanjutan Nota

Page 16: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

10 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

B. Konsep Kerja Sama HAM Luar Negeri

Kerja sama luar negeri adalah suatu kesepakatan untuk melakukan

menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi manusia dengan mitra

kerja sama luar negeri melalui proses perbuatan atau hal yang dilakukan

bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Proses kerja sama luar

negeri harus memperhatikan prinsip-prinsip hubungan luar negeri yang

mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Kerja sama

Luar Negeri. Peraturan ini menegaskan bahwa sebagai Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan

hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling

menghormati, saling menguntungkan, dan tidak saling mencampuri urusan

dalam negeri masing-masing, seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kerja sama luar negeri dimaksudkan untuk mewujudkan kerja sama

dalam bidang hak asasi manusia yang selaras dengan prinsip-prinsip

kerjasama luar negeri dan politik luar negeri Pemerintah Indonesia dalam

bidang hak asasi manusia. Sedangkan sasarannya adalah memaksimalkan

kerja sama Luar Negeri dalam bidang hak asasi manusia khususnya

mendukung pelaksanaan RANHAM sebagai agenda nasional pemerintah.

Berdasarkan mitra kerjanya, terdapat 3 jenis kerja sama luar negeri di

Direktorat Jenderal HAM yaitu:

1. Bilateral

Kerja sama bilateral merupakan kerja sama yang melibatkan Government

to Government atau sesama pemerintah dua negara. Biasanya, kerja

sama ini didahului dengan kesepakatan antara perwakilan kedua pejabat

pemerintahan terkait misalnya antara kepala negara atau antara menteri.

Sebagai gambaran, kerjasama Indonesia dan Malaysia sebagai negeri

serumpun Melayu dapat menjadi contoh bentuk kerjasama bilateral.

Page 17: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

11

2. Regional

Kerja sama regional dilakukan kerja sama yang dilakukan dengan

persatuan negara-negara yang berada di suatu kawasan tertentu yang

biasanya berdekatan. Kerja sama regional seperti dengan ASEAN atau

Uni Eropa. Kerja sama ini bisa melibatkan satu atau dua negara, namun

pada intinya mengatasnamakan persatuan tersebut dibanding atasnama

negara individu. Hal tersebut sebagaimana kerja sama dengan Spanyol

dan Italia, namun tetap mengatas namakan Uni Eropa.

3. Badan Khusus PBB dan Organisasi Internasional (OI) Non-PBB

Kerja sama yang dilakukan meliputi kerja sama dengan organisasi

internasional yang menjadi badan PBB, seperti WHO, UNESCO, UNICEF,

dan UNDP. Kerjasama internasional yang melibatkan organisasi

internasional bersifat non-governmental, misalnya USAID dari Amerika,

JICA dari Jepang, dan FNF dari Jerman. Kerja sama yang dilakukan

dengan organisasi internasional non-PBB, biasanya didahului dengan

adanya kesepakatan kerja sama (MoU, Memorandum of Understanding).

Ditjen HAM dalam mendukung implementasi UU Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bekerjasama dengan

UNICEF dalam perumusan desain pelatihan, sekaligus melibatkan lintas

instansi aparat penegak hukum dalam penyusunan kurikulum pelatihan.

Kerja sama dengan negara lain (bilateral/regional) maupun organisasi

internasional PBB mekanismenya lebih sederhana. Dalam kasus antar

negara, biasanya didahului oleh dialog G to G yang kemudian menyepakati

bidang kerja sama. Apabila disepakati, selanjutnya akan disusun teknis kerja

sama (jenis kegiatan, tempat, anggaran). Kerja sama ini tidak memerlukan

adanya suatu MoU. Namun dalam kasus kerja sama antar negara, biasanya

diperlukan adanya pihak ketiga (biasanya NGO) yang akan menjadi

Page 18: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

12 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

eksekutor di lapangan, karena tidak dibenarkan adanya transfer uang

langsung dari negara donor ke negara penerima (Indonesia).

Alur Kerja Sama HAM Luar Negeri - Antar Negara Dan Organisasi

Internasional PBB

C. Hubungan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri

Dalam dunia yang semakin maju sebagai akibat pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global, serta

meningkatnya interaksi dan interdependensi antarnegara dan antarbangsa,

maka makin meningkat pula hubungan internasional yang diwarnai dengan

kerja sama dalam berbagai bidang. Kemajuan dalam pembangunan yang

dicapai Indonesia di berbagai bidang telah menyebabkan meningkatnya

kegiatan Indonesia di dunia internasional, baik pemerintah maupun swasta

Kesepakatan terkait jumlah, jenis

kegiatan, substansi kegiatan, hasil,

jangka waktu, maupun bantuan

anggaran yang dialokasikan. Biasanya

disepakati juga penujukan pihak ketiga

yang akan menjadi

eksekutor/pelaksana teknis lapangan

(kerja sama antar negara)

Penjajakan kerja sama melalui

dialog Government to Government

(G to G)/ badan khusus PBB

(Kepala Negara/Menlu)

Pertemuan lebih rinci yang

mengikutsertakan institusi pemangku

kepentingan di Indonesia

Pelaksanaan kegiatan kerja sama

sesuai dengan kesepakatan

Evaluasi hasil kegiatan kerja sama

untuk kelanjutan kerja sama berikutnya

Page 19: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

13

dan perseorangan. Hal demikian berimplikasi pada perlunya peningkatan

perlindungan terhadap kepentingan negara dan warga negara Indonesia.

Kerja sama Indonesia di dalam negeri sesungguhnya mendukung

posisi Indonesia di level internasional dalam aspek P-5 HAM. Indonesia yang

telah meratifikasi sejumlah instrumen hukum HAM internasional, memiliki

peranan penting dalam memformulasikan dan melaksanakan kebijakan

HAM internasional di Indonesia. Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota

Dewan HAM PBB periode 2020-2022 dapat dikatakan sebagai bukti

kepercayaan internasional terhadap Indonesia, sebagai dampak atas rekam

jejak dan kontribusi yang tinggi dalam pemajuan HAM melalui kerja sama

internasional. Bagi Indonesia, keanggotaan ini juga merupakan bentuk

pemenuhan mandat konstitusi dan penegasan komitmen Indonesia dalam

penerapan norma HAM global tidak hanya di tingkat global, melainkan juga

di tingkat regional dan nasional.

Oleh karena itu, hubungan kerja sama dalam dan luar negeri di bidang

HAM merupakan suatu langkah yang strategis bagi Direktorat Kerja Sama

HAM yang memiliki tugas dan fungsi untuk memformulasikan kebijakan kerja

sama hak asasi manusia di Indonesia. Meningkatnya kerja sama dalam dan

luar negeri di bidang HAM dapat pula meningkatkan peran Indonesia dalam

memajukan norma dan standar hak asasi manusia nasional dan

internasional.

Page 20: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

14 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Page 21: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

15

Dalam hal kerja sama dilaksanakan dengan organisasi internasional non

PBB, maka mekanisme nya akan menjadi lebih kompleks karena harus

melibatkan Tim Perijinan Orang Asing (TPOA), yang merupakan perwakilan

lintas K/L dan diketuai oleh Kementerian Luar Negeri. TPOA akan

memeriksa proposal kerja sama terkait, termasuk menyelidiki latar belakang

dan apakah organisasi terkait berpotensi menimbulkan kerugian/masalah di

dalam negeri. Apabila organisasi tersebut lolos dari seleksi TPOA, maka

selanjutnya diperlukan penandatanganan suatu MoU sebagai bentuk tertulis

perjanjian kerja sama tersebut.

Page 22: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Bab 3 Implementasi Kerja Sama HAM Dalam Negeri

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan substansi kerjasama dalam negeri berdasarkan implementasi Rencana Aksi Nasional HAM

(RANHAM), Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM, dan bentuk kerja sama lain menyangkut P-5 HAM di Indonesia.

A. Peran Direktorat Kerjasama dalam Implementasi P-5 HAM

Kementerian Hukum dan HAM sebagai institusi negara, memiliki peran

untuk turut serta melaksanakan penghormatan, pemenuhan, dan

perlindungan HAM sebagaimana dalam UUD NKRI Tahun 1945 dan UU

Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Tiga Kewajiban tersebut

berlaku secara internasional.

Kewajiban menghormati (To

Respect), merupakan bentuk

kewajiban yang menghindari

tindakan-tindakan intervensi

atau campur tangan untuk

mengurangi atau bahkan

menghilangkan hak individu

untuk melaksanakan atau

menikmati haknya. Contoh dari

kewajiban ini adalah negara

tidak ikut campur untuk

mengatur pelaksanaan ibadah

menurut agama tertentu, tidak

melakukan penangkapan dan penahanan secara semena-mena, dan

memberi kebebasan berkumpul dan berserikat (hak untuk berkumpul dan

berserikat).

16 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Page 23: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

17

Kewajiban memenuhi (To Fullfil) memiliki maksud agar negara

mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, peradilan, dan tindakan-

tindakan yang diperlukan untuk merealisasikan secara penuh hak-hak asasi

manusia semua warganya. Sifat kewajiban ini membutuhkan keaktifan

negara beserta aparaturnya, dengan membuat kebijakan yang menjamin

setiap orang memperoleh haknya. Peran ini sebagaimana memenuhi sistem

perawatan kesehatan dasar, memberikan jaminan pendidikan gratis ke

seluruh warga negara, serta memberikan akses informasi ke semua warga.

Kewajiban melindungi (To Protect) ditujukan agar negara mengambil

tindakan aktif dalam mencegah pelanggaran HAM bagi semua warganya.

Hal ini menuntut negara dan seluruh institusi beserta aparaturnya untuk

membuat kebijakan dan melindungi hak-hak individu maupun kelompok dari

pelanggaran. Sebagai gambaran, negara menindak suatu kelompok atau

sebagian anggota masyarakat yang menyerang kelompok lain atas dasar

suku, etnis, agama, dan antar-golongan.

Ada tanggung jawab negara yang tidak tercantum dalam instrumen

internasional HAM namun termaktub dalam instrumen nasional yaitu

tanggung jawab menegakkan dan tanggung jawab memajukan hak asasi

manusia.

- Kewajiban Menegakkan, menuntut negara mengeluarkan kebijakan dan

tindakan agar tidak tejadi pelanggaran HAM.

- Kewajiban Memajukan, menuntut negara mengeluarkan kebijakan dan

tindakan peningkatan secara terus menerus dalam hal penghormatan,

pemenuhan, perlindungan, dan penegakan HAM

Tanggung jawab negara bersifat melekat pada negara. Artinya, suatu

negara memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi jika sebuah negara

menimbulkan atau menyebabkan kerugian kepada negara lain atau korban

Page 24: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

18 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

pelanggaran HAM yang harus mendapatkan pemulihan, meskipun

pelanggaran tersebut dilakukan oleh pejabat resmi negara.

Tujuan nasional dalam menegakkan HAM tercantum dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi, “Melindungi

segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dalam tujuan nasional tersebut

terkandung misi dan visi bangsa Indonesia di bidang hak asasi manusia yang

akan mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera, hak asasinya

terjunjung tinggi, terpenuhi dan terlindungi.

Guna menjamin implementasi atas tanggung jawab negara terhadap

HAM, pada tanggal 29 September 2015 diterbitkan Peraturan Menteri

Hukum dan HAM RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, yang memandatkan

Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia dengan 6 (enam) Eselon II, yaitu :

- Sekretariat Ditjen HAM

- Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat

- Direktorat Kerja Sama HAM

- Direktorat Diseminasi dan Penguatan HAM

- Direktorat Instrumen HAM

- Direktorat Informasi HAM.

Dalam pelaksanaan tugas, Ditjen HAM mempunyai fungsi sesuai

Permenkumham Nomor 29 tahun 2015 pasal 835, yaitu perumusan

kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan

supervisi, serta pelaksanaan pemantauan dan pelaporan di bidang

pemajuan HAM, pelayanan komunikasi masyarakat, kerjasama HAM,

diseminasi HAM, dan informasi HAM. Termasuk pelaksanaan peran dan

Page 25: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

19

fungsi Ditjen HAM adalah koordinasi penyusunan koordinasi penyusunan

indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia.

Kerja sama HAM sendiri dibedakan menjadi 2 (dua) hal, yaitu

kerjasama dalam negeri terutama menyangkut pelaksanaan Rencana Aksi

Nasional HAM (RANHAM) dan kerjasama luar negeri. Terkait luar negeri

maka terbangun kerjasama bilateral, regional, dan kerjasama dengan badan-

badan khusus PBB dan organisasi internasional no-PBB.

Page 26: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

20 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

B. Kerja Sama Implementasi RANHAM

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) adalah

dokumen yang memuat sasaran, strategi dan fokus kegiatan prioritas

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia dalam pelaksanaan

penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM

bagi masyarakat Indonesia. Panduan dan rencana umum serta arah bagi

penyelenggara negara yang pelaksanaannya bersifat dinamis (living

document) serta dapat diselaraskan dengan potensi dan permasalahan di

setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.

Pelaksanaan RANHAM merupakan amanat dari sejumlah regulasi

yang mengatur tentang HAM. Regulasi tersebut meliputi UUD 1945 Pasal 28

huruf a sampai j, Deklarasi Wina 1993, dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan RANHAM semuanya mempunyai sasaran

pada meningkatnya penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan,

dan pemajuan HAM (P-5 HAM) bagi semua lapisan masyarakat Indonesia

baik di pusat maupun daerah. Tentunya, peran pelaksanaan P-5 HAM

tersebut berdasarkan pelaksanaan oleh negara melalui lembaga serta

aparaturnya dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, moral, adat

istiadat, budaya, keamanan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa

Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

RANHAM secara khusus mempunyai sasaran yang harus diperhatikan

dalam pelaksanaannya, yaitu:

a. Meningkatnya pemahaman HAM bagi aparatur negara dan masyarakat;

b. Terlaksananya instrumen HAM dalam kebijakan pemerintah;

c. Percepatan penyelesaian hambatan-hambatan pemenuhan HAM pada 4

fokus kelompok sasaran (hak perempuan, anak, masyarakat hukum adat

dan penyandang disabilitas sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2015 junto

Perpres No. 33 Tahun 2018)

Page 27: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

21

d. Meningkatnya partisipasi Indonesia dalam forum kerja sama

penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan

HAM;

e. Meningkatnya penanganan pelanggaran HAM;

f. Meningkatnya aksesbilitas penyandang disabilitas dan kelompok rentan

lainnya.

Dalam perkembangannnya, penyusunan dan implementasi RANHAM

tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, tetapi melibatkan

peran Pemerintah Daerah. Pada masing-masing tingkatan, implementasi

RANHAM dibentuk ikatan kerjasama lintas instansi dalam wadah Sekretariat

Bersama RANHAM untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi Aksi

HAM RI.

Sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi dan Program Aksi HAM

Wina 1993/Vienna Declaration and Program of Action on Human

Rights (VDPA), Pemerintah telah mengesahkan dan mengimplementasikan

empat Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), yang kemudian identik

dengan penyebutan 4 generasi RANHAM, yaitu:

1) RANHAM 1998 - 2003 dengan diterbitkan Kepres No.129 Tahun 1998

2) RANHAM 2004 - 2009 dengan diterbitkan Kepres No. 40 Tahun 2004

3) RANHAM 2011 - 2014 dengan diterbitkan Perpres No. 23 Tahun 2011

4) RANHAM 2015 - 2019 dengan diterbitkan Perpres No. 75 Tahun 2015 jo

Perpres No. 33 Tahun 2018

RANHAM generasi Kelima untuk Perpres serta Aksi HAM-nya masih

dalam pembahasan. Dengan demikian, pelaksanaan aksi HAM tahun 2020

masih mengacu pada Perpres yang lama, yaitu Perpres No.75 Tahun 2015

Page 28: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

22 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

jo Perpres No.33 Tahun 2018 atau masih dengan RANHAM generasi

keempat.

Fokus RANHAM Generasi Keempat

Fokus RANHAM

2015 2016 2017 2018/2019

• Hak Penyandang

Disabilitas

• Lanjut Usia

• ODGJ

• Hak Anak

• Hak Perempuan

• Lingkungan Hidup

• Toleransi Umat

Beragama

• Hak Anak

• Lingkungan

Hidup

• Bisnis dan HAM

• Hak Penyandang

Disabilitas

• Hak atas Pendidikan

• Hak atas Kesehatan

• Ketenagakerjaan

• Hak atas Pangan

• Lingkungan Hidup

• Hak Penyandang

Disabilitas

• Pembangunan Desa

• Toleransi

• Hak Perempuan

• Hak Anak

• Hak Penyandang

Disabilitas

• Hak Masyarakat

Hukum Adat

Dalam pelaksanaan RANHAM ini mencakup laporan aksi ham baik

kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah, dimana setiap

kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah akan melakukan

pelaporan aksi HAM di bulan keempat (B.04), bulan kedelapan (B.08), dan

bulan kedua belas (B.12). Setiap kementerian dan lembaga serta pemerintah

daerah telah mempunyai aksinya masing-masing.

Adapun alur pelaporan aksi HAM, yaitu:

1. Menyusun dan melakukan penajaman aksi HAM;

2. Melakukan menginputan matrik ke dalam sistem pemantauan

(serambi.ksp.go.id);

3. Kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah melakukan

penginputan pelaporan aksi ham melalui sispan (serambi.ksp.go.id)

sesuai dengan waktu yang diberikan;

4. Setelah kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah menginput

pelaporan aksi hamnya selanjutnya tim verifikasi melakukan verifikasi

Page 29: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

23

terhadap data-data pelaporan yang telah diinput oleh kementerian dan

lembaga serta pemerintah daerah, setelah verifikasi selesai, tim merekap

hasil verifikasi tersebut;

5. Hasil verifikasi yang sudah direkap tadi kemudian dijadikan bahan untuk

melakukan pemantauan aksi ham masing-masing daerah;

6. Pemantauan aksi HAM ini selanjutnya akan dijadikan bahan laporan

evaluasi terhadap pelaksanaan aksi HAM.

Alur Pelaksanaan Laporan Aksi HAM

Pelaporan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan

informasi yang cepat, tepat, dan akurat kepada pemangku kepentingan

sebagai bahan pengambilan keputusan sesuai dengan kondisi yang terjadi

serta penentuan kebijakan yang relevan. Dalam konteks implementasi

pemenuhan HAM, maka Pelaporan implementasi pemenuhan HAM

merupakan realisasi kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah untuk

Page 30: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

24 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

memberikan informasi yang cepat, tepat, dan akurat tentang pelaksanaan

atau implementasi pemenuhan HAM di kementerian atau lembaga maupun

pemerintah daerah.

Dalam laporan disampaikan capaian yang dihasilkan. Dilanjutkan

penjelasan tentang faktor-faktor yang menghambat program/pelaksanaan

implementasi pemenuhan HAM belum tercapai sesuai dengan yang

diinginkan/diprogramkan, kemudian dijelaskan pula langkah-langkah

antisipasi yang dilakukan oleh K/L/P dalam mengatasi faktor penghambat

disertai dengan analisis. Umumnya, disertai dengan berbagai rekomendasi

yang perlu dijalankan para pihak.

Sebelum dipublikasikan atau diterbitkan, sebaiknya dilakukan proses

pengujian terhadap laporan tersebut yaitu, meminta tanggapan akhir dari

semua yang terlibat. Kemudian tanggapan dari pihak lain yang independen

dan ahli dan jika perlu tanggapan publik terbatas. pengujian itu dimaksudkan

semata-mata untuk menjamin kredibilitas laporan tersebut. Pada posisi ini

maka penting kemampuan pengelola laporan HAM untuk dapat bekerja

sama lintas instansi dan pemerintah.

Pelaporan dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:

a. Kementerian Hukum dan HAM c.q. Direktorat Jenderal HAM wajib

menyampaikan laporan tahunan kepada Presiden.

b. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi wajib menyampaikan

laporan kepada Menteri Hukum dan HAM c.q Direktur Jenderal HAM.

c. Satuan Kerja Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota wajib

menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Kemkumham

Provinsi.

Pengorganisasian data sebagai bagian dari evaluasi implementasi

pemenuhan HAM, dapat dilaksanakan melalui metode sebagai berikut:

1. Menyandingkan data.

Data yang disandingkan adalah:

Page 31: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

25

a. Data tahun sebelumnya (misalnya data 2016) disandingkan dengan

data tahun berjalan (misalnya data 2017); (Evaluasi progres tahunan).

b. Data semester awal (Ganjil) tahun berjalan (misal tahun 2017)

disandingkan dengan data semester akhir tahun berjalan (Genap);

(Evaluasi progres semesteran);

c. Data target program kegiatan tahun berjalan disandingkan

capaian/realisasi program tahun berjalan. (Evaluasi target)

Alur Pengorganisasian Pelaporan Aksi HAM

1 (s t ) Tah

Pesiden RI

Menteri Hukum

dan HAM RI

Publikasi :

-cetak - Elektronik

Ditjen HAM (verifikasi)

Kan

tor Staf P

residen

(KSP

)

seramb

i.ksp.go

.id

Kementerian/ Lembaga (K/L)

Seti Cat rw lan (4 bul n)

Setia Caturwulan (4 bulan)

Provinsi

Setia Caturwulan (4 bulan

Kabupaten/Kota

Page 32: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

26 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

2. Dari data yang telah disandingkan, dapat diketahui seberapa besar

program implementasi pemenuhan HAM di kementerian/lembaga

maupun pemerintahan daerah berjalan, atau apakah target telah tercapai,

jika program tidak berjalan atau tercapai maka dijelaskan penyebab

program tidak berjalan, apa faktor penyebab, atau kenapa target tidak

tercapai, dan langkah-langkah apa yang telah dilakukan dalam

mengantisipasi faktor penyebab.

3. Setelah capaian program dan kendala dari program implementasi

pemenuhan tersebut diketahui maka diambil kesimpulan pelaksanaan

implementasi pemenuhan HAM di kementerian/lembaga maupun

pemerintahan daerah apakah sudah berjalan dengan baik apa tidak,

kemudian dari hal tersebut akan dibuat suatu rekomendasi yang

diperlukan untuk perbaikan dan atau peningkatan tahun berikutnya

kepada stakeholder (kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah).

Setelah adanya data-data dan sumber informasi pemantauan telah

didapatkan, maka perlu dilanjutkan dengan membuat hasil analisis menjadi

sebuah laporan naratif yang mudah dibaca dan difahami. Oleh karena itu

perlu difahami komponen-komponen utama suatu laporan.

Komponen Laporan HAM

Komponen Laporan Jenis Informasi

Latar Belakang Kerangka pemantauan dan proses

pelaksanaannya

Catatan Peristiwa

Penting

Menyusun seluruh rangkaian peristiwa

berdasarkan urutan kronolis waktu

Fakta-Fakta Lapangan Bukti atau fakta pelanggaran atau

permasalahan HAM yang ditemukan di lapangan

Analisis Fakta - Hasil ana lisis tentang tindak pelanggaran

HAM, korban dominan, dan pelaku berdasarkan bukti-bukti lapangan

Page 33: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

27

- Alasan-alasan pembenar dari para pelaku

terhadap tindakan pelanggaran yang ia

perbuat

- Respon dan tindakan penanganan dari negara

Kesimpulan dan Rekomendasi

Ringkasan bagian catatan peristiwa pnting; kumpulan kasus pelangaran, analisa fakta, dan rekomendasi untuk tindak lanjut

Organisasi data dan pelaporan merupakan bagian yang melekat dalam

proses evaluasi. Dalam konteks implementasi pemenuhan HAM, maka

evaluasi merupakan rangkaian membandingkan program, dengan realisasi

masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) dari program yang

ditetapkan. Tujuan utama dari evaluasi atau penilaian HAM adalah

mengukur upaya yang dilakukan oleh pengemban tugas dalam

melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik dalam hal pemajuan atau

perlindungan HAM.

Masa Pelaporan RANHAM Generasi Keempat (2015-2019)

Pelaporan tahun 2015-2019

NO Jadwal

Pelaporan Tanggal Verifikasi

1. B.03 28 April s/d 11 Mei

Tahun berjalan

12 Mei s/d 17 Mei

Tahun berjalan

2. B.06 28 Juni s/d 11 Juli

Tahun berjalan

12 Juli s/d 17 Juli

Tahun berjalan

3. B.09 28 September s/d 11 Oktober

Tahun berjalan

12 Oktober s/d 17 Oktober

Tahun berjalan

4. B.12 28 Desember s/d 11 Januari

Tahun berikutnya

12 Januari s/d 17 Januari

Tahun berikutnya

Page 34: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

28 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Masa Pelaporan RANHAM Generasi Kelima (2020-2024)

Pelaporan tahun 2020-2024

NO Jadwal

Pelaporan Tanggal Verifikasi

1. B.04 28 Mei s/d 5 Juni

Tahun berjalan

12 Juni s/d 17 Juni

Tahun berjalan

2. B.08 28 Agustus s/d 5 September

Tahun berjalan

12 September s/d 17 September

Tahun berjalan

3. B.12 28 November s/d 5 Desember

Tahun berjalan

12 Desember s/d 17 Desember

Tahun berjalan

Capaian RANHAM Generasi Keempat (2015-2019)

No.

Pelaksana RANHAM

Capaian Aksi HAM Yang Memenuhi Target

(Dalam %)

2015 2016 2017 2018 2019

1 K/L 88 98,44 92,21 73,24 100

2 Provinsi 19,60 72,06 70,59 85,88 88,82

3 Kab/Kota 6,13 37,81 52,59 63,57 72,23

CAPAIAN (rata2) 37,91 69,44 71,80 74,23 87,02

C. Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM)

Wujud kepedulian Negara terhadap penghormatan, pemajuan,

pemenuhan, penegakan dan perlindungan HAM (P-5 HAM) salah satunya

adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor

34 Tahun 2016 tentang Kriteria Penilaian Kabupaten Kota Peduli HAM.

Tabel Jumlah Kabupaten/Kota Peduli HAM

No Tahun Peduli Cukup Peduli

Mulai Peduli Penerima

Penghargaan

1 2019 243 0 0 243

2 2018 270 73 0 343

3 2017 232 83 0 315

4 2016 228 0 0 228

5 2015 132 0 0 132 Sumber: http://ham.go.id/data-kabupaten-kota-peduli-ham/

Page 35: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

29

Peduli HAM adalah upaya pemerintah daerah kabupaten/kota untuk

meningkatkan peran dan tanggung jawabnya dalam penghormatan,

pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.

Berbagai isu HAM secara substansi melekat dalam urusan pemerintahan

daerah (pemda) yang bersifat wajib. Norma dan standar peran negara

terhadap HAM juga dibuat untuk mencerminkan bahwa kewajiban negara

terhadap HAM akan terlaksana dan menguat jika daerah turut berperan.

Pemerintah pusat telah beberapa periode menjalankan RANHAM yang

dikuatkan kembali dengan adanya penilaian Kab/Kota peduli HAM. Penilaian

KKP HAM dilaksanakan setiap tahun dan hasilnya ditetapkan tiap bulan

Desember oleh Direktorat Jenderal HAM melalui Kantor Wilayah

Kementerian Hukum dan HAM.

Permenkumham Nomor 34 Tahun 2016 tentang Kriteria Daerah

Kabupaten/Kota Peduli HAM, memberikan motivasi kepada pemerintah

daerah kabupaten/kota dan mengembangkan sinergitas satuan kerja

perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah dalam rangka

penghormatan, pemenuhan, perlindungan, penegakkan, dan pemajuan

HAM di wilayahnya. Langkah kerja bersama itu berguna untuk mengetahui

hasil kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota dalam mewujudkan

penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.

Page 36: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

30 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Mekanisme Pelaksanaan Pelaporan KKP HAM

Indikator penilaian KKP HAM sebagaimana diatur Permenkumham

Nomor 34 tahun 2016 pasal 3, yaitu terpenuhinya 7 kelompok hak dengan

83 indikator, yaitu

a. Hak atas kesehatan

b. Hak atas pendidikan

c. Hak perempuan dan anak

d. Hak atas kependudukan

e. Hak atas pekerjaan

f. Hak atas perumahan yang layak

g. Hak atas lingkungan yang berkelanjutan

Page 37: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

31

Proses Pelaksanaan Pelaporan dan Penilaian KKP HAM

(Permenkumham 34/2016)

• Pengisian data penilaian

Pemerintah Kab/Kota • Koordinasi oleh Biro

Hukum

Kantor Wilayah

Pemerintah Kab/Kota

• Pengesahan dokumen pendukung oleh Kepala Satuan Unit Kerja Perangkat Daerah, Sekda Kabupaten/Kota, dan Sekda Provinsi

• Menyampaikan dokumen pendukung kepada Kanwil Kumham

Pemerintah Kab/Kota

• Pemeriksaan: aritmatika, keabsahan data dan pengesahan, dan relevansi data penilaian

Kantor Wilayah menyampaikan laporan kepada

Direktorat Jenderal HAM melalui Aplikasi

Proses Verifikasi oleh

Ditjen. HAM / Tim Verifikasi

Masukan Tim Penilai

Pelaksanaan pelaporan KKP HAM di sejumlah wilayah seringkali

diiringi kegiatan rapat koordinasi Kabupaten/Kota Peduli Hak Asasi Manusia

(HAM) dalam tingkat Provinsi. Gubernur selaku pemimpin daerah yang

mengkoordinir beberapa kota, memiliki kepentingan untuk menjadikan

wilayah yang dipimpinnya sudah masuk kategori peduli HAM. Oleh karena

itu, para pimpinan daerah mesti mengetahui indikator struktur, indikator

proses, dan indikator hasil.

Page 38: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

32 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Lapor Peduli Cukup Mulai Kurang/ Tidak Lapor

STATUS LAPOR KABUPATEN KOTA DAN CAPAIAN 2012 - 2019

Sumber: http://ham.go.id/data-kabupaten-kota-peduli-ham/

Capaian Kabupaten/Kota Peduli HAM berdasarkan penilaian indikator

pada Permenkumham 34/2016:

2 0 1 2 - 2 0 1 3 - 2 0 1 4 - 2 0 1 5 - 2 0 1 6 - 2 0 1 7 - 2 0 1 8 -

2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9

Jumlah Kabupaten/Kota Peduli dan Mulai Peduli 2015 - 2018

300

200

100

0

2015 2016 2017 2018

Peduli Cukup Peduli

89

19 3

7 9 24

143

56

27

0 0

24

2 13

2 43

68

3

33

5 2

28

24

1 8

2

35

2 2

32

83

37

162

40

9

27

1 75

53

11

5

43

2 2

72

96

10

2

44

Page 39: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

33

Page 40: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Bab 4 Implementasi Kerja Sama HAM Luar Negeri

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan proses kerja

sama HAM luar negeri berdasarkan implementasi instrumen-instrumen internasional, dan bentuk kerja sama HAM antara Indonesia dengan entitas internasional.

A. Proses Pembentukan Kerja Sama Luar Negeri

Proses penyusunan kerja sama HAM di lingkungan Kementerian

Hukum dan HAM perlu memperhatikan Peraturan Menteri Hukum dan HAM

(Permenkumham) Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Penataan Kerja Sama Di

Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Mengenai tata cara pembuatan

dan penyusunan perjanjian kerja sama sesuai dengan Permenkumham

Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kedua regulasi tersebut

sebagai acuan dalam membuat suatu perjanjian kerja sama pada umumnya,

dan kerja sama di bidang HAM pada khususnya.

Upaya pemajuan dan perlindungan HAM merupakan mandat UUD

1945, yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan seluruh pemangku

kepentingan di Indonesia. Diplomasi Indonesia di bidang HAM pada dunia

internasional, harus didedikasikan sepenuhnya pada kepentingan nasional

Indonesia. Diplomasi HAM mesti berdampak untuk membangun reputasi

Indonesia sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi HAM, serta

memberikan sumbangan Indonesia dalam upaya global bagi pemajuan dan

perlindungan HAM.

Kontribusi dan kepemimpinan Indonesia di kancah forum multilateral

tercermin dari partisipasi aktif Indonesia sebagai negara anggota PBB di

34 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Page 41: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

35

pembahasan agenda HAM Majelis Umum PBB, khususnya di Komite III dan

di Dewan HAM. Hal ini tentunya disinergikan dengan peran aktif Indonesia

di berbagai forum multilateral lain yang membahas isu HAM, seperti

ECOSOC, ESCAP bahkan DK-PBB, serta di forum lain seperti GNB,

Kelompok 77+China, OKI, ASEAN, ASEM, dan lain sebagainya.

B. Kerja Sama Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB

Pada Komite III Majelis Umum PBB, Indonesia terus memainkan peran

konstruktif dan kontributif-nya yang telah mendapatkan pengakuan. Hal

demikian sebagaimana Indonesia yang terus menjadi bagian penting dalam

berbagai prakarsa isu-isu HAM tematik, antara lain mengenai isu kebebasan

beragama, kebebasan berekspresi dan berkumpul, upaya menuju ratifikasi

universal Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture Initiatives),

perlindungan hak pekerja migran, penghapusan kekerasan seksual dalam

konflik, serta pemajuan berbagai hak ekonomi, sosial dan budaya; dan

dalam penyusunan standar dan norma baru di bidang HAM misalnya

mengenai Bisnis dan HAM; HAM dan Korupsi; serta HAM dan Internet.

Salah satu contoh peran aktif Indonesia dalam Komite III adalah

Indonesia menjadi inisiator dan ko-fasilitator bersama dengan Filipina bagi

Resolusi dua tahunan mengenai Violence against Women Migrant

Workers sejak tahun 2001.

Diplomasi RI terus berusaha mengelola berbagai tantangan HAM di

Indonesia yang menjadi perhatian dan keprihatinan di forum-forum

multilateral, antara lain penanganan masalah HAM di masa lalu; dan isu-isu

kontemporer seperti kebebasan berekspresi terkait aspirasi separatisme;

kekerasan di Papua; kebebasan beragama dan berkeyakinan; hukuman

Page 42: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

36 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

mati; kekerasan oleh aparat keamanan dan penegak hukum; dan pemajuan

hak kelompok rentan.

C. Kerja Sama Indonesia dalam Kerangka ECOSOC

Dalam kerangka Economic and Social (ECOSOC), Indonesia juga terus

berupaya untuk memainkan peran aktif dalam berbagai pembahasan isu

HAM, khususnya di bidang hak ekonomi dan sosial, baik dalam komisi

fungsional, seperti Commission on the Status of Women (CSW),

Commission on Population and Development (CPD), dan Commission on

Social Development (CSocD), maupun dalam berbagai badan dan lembaga

di bawah ECOSOC, seperti: United Nation Children's Fund (UNICEF),

International Labour Organisation (ILO) dan United Nation High

Commissiner for Refugees (UNHCR).

Salah satu contoh peran Indonesia dalam ECOSOC terefleksikan

dalam terpilihnya Indonesia menjadi anggota CSW dalam beberapa periode

maupun partisipasi aktif dalam persidangan tahunan CSW. Selain itu,

Indonesia juga aktif dalam berbagai pertemuan Commission on Population

and Development (CPD), yang banyak membahas isu kesehatan dan hak

reproduksi dalam konteks kependudukan dan pembangunan.

Page 43: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

37

D. Kerja Sama Indonesia dalam Dewan HAM

Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat upaya pemajuan dan

perlindungan HAM secara global, Sidang Majelis Umum PBB ke-60 melalui

resolusi 60/251 tanggal 15 Maret 2006 telah membentuk Dewan HAM

(DHAM) yang beranggotakan 47 negara. Badan subsider Majelis Umum

PBB tersebut telah menggantikan Komisi HAM yang dianggap penuh

dengan politisasi dan standar ganda.

Selama ini, Indonesia sudah 3 (tiga) kali terpilih sebagai anggota

Dewan HAM yaitu untuk periode 2007-2010, 2011-2014 (perolehan suara

184), dan 2015-2017 (perolehan suara 152), setelah sebelumnya menjadi

anggota awal Dewan HAM (founding member) pada periode 2006-2007.

Sebagai anggota Dewan HAM, Indonesia telah menunjukkan peran

dan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya pemajuan dan

perlindungan HAM di tingkat global. Indonesia bersama kelompok negara-

negara sehaluan telah berupaya menegakkan kiprah DHAM yang selaras

dengan resolusi MU-PBB 60/251, khususnya prinsip-prinsip DHAM sebagai

forum antar-pemerintah; keseimbangan hak sipol dan ekososbud; dialog dan

kerja sama internasional; universalitas, objektivitas, non-selectivity; serta

penghilangan standar ganda dan politisasi.

Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam mekanisme Universal

Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB sebanyak dua kali pada tahun

2008 dan 2012 di Jenewa. Dari kedua dialog tersebut, Indonesia telah

menerima sejumlah rekomendasi.

Di sesi UPR tahun 2012, dari 180 rekomendasi yang disampaikan oleh

berbagai negara, Indonesia memutuskan untuk menerima 150 rekomendasi.

Sementara 30 rekomendasi yang tersisa tidak dapat diterima Pemerintah

Indonesia karena tidak mencerminkan situasi aktual, tantangan faktual yang

Page 44: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

38 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

dihadapi Indonesia, maupun rekomendasi yang dianggap tidak relevan

karena telah dilaksanakan.

Kemajuan RI dalam mekanisme UPR menjadi salah satu elemen utama

kontribusi Indonesia dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM di

kawasan dengan melakukan capacity building dan berbagi pengalaman

dalam penyusunan UPR. Bentuk kegiatan yang telah dilakukan adalah

bekerja sama dengan Kantor KTHAM dan Myanmar dalamsharing of

experience penyusunan UPR di Myanmar. Dalam kerangka ini, RI telah pula

berbagi pengalaman dengan negara-negara lain di kawasan, seperti dengan

Thailand, Kamboja, dan Viet Nam.

E. Kerja Sama Indonesia dalam ASEAN

Pemerintah Indonesia telah terlibat aktif dalam perkembangan Komisi

HAM ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights-

AICHR) yang terbentuk pada 23 Oktober 2009, termasuk dalam pemilihan

wakil Indonesia dalam AICHR. Demikian juga dengan mekanisme ASEAN

Committee on Women and Children dan ASEAN Committee on the

Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Peran penting

Indonesia lainnya adalah dalam penyusunan Deklarasi HAM ASEAN dan

penyelenggaraan UPR versi ASEAN.

Pembentukan AICHR merupakan capaian penting dari upaya

pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan ASEAN sebagai komitmen

negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk ASEAN Human Rights

Body sebagaimana dimandatkan dalam Piagam ASEAN (ASEAN Charter)

oleh Kepala Negara dan Pemerintahan ASEAN pada 20 November 2007.

Perwujudan mekanisme HAM di ASEAN menjadi sebuah terobosan

besar di abad ini, mengingat dari empat kawasan besar dunia hanya Asia

yang belum benar-benar memiliki sebuah mekanisme penegakan dan

perlindungan HAM regional.

Page 45: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

39

Indonesia juga terlibat aktif dalam pembahasan suatu draft instrumen

perlindungan tenaga kerja migran dalam kerangka ASEAN

(ASEAN Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant

Workers). Upaya ini merupakan kerja sama yang membutuhkan peran

komunikasi dan kerja sama lintas kementerian di dalam negeri.

Pembentukan legally binding instrument dimaksud merupakan hal esensial

tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga ASEAN dengan pertimbangan:

sebagai acuan untuk menetapkan minimum standard of treatment terhadap

pekerja migran di kawasan;

Standar instrumen perlindungan bagi pekerja migran merupakan

landasan normatif perlindungan 6,5 juta pekerja migran di kawasan beserta

keluarganya, regardless status keimigrasian; dan sebagai pilar penting

dalam mewujudkan ASEAN Rule-based Community. Posisi dasar Indonesia

dalam penyusunan draft dimaksud antara lain dengan mengupayakan legally

binding instrument perlindungan pekerja migran; perlindungan documented

and undocumented pekerja migran, dan perlindungan bagi anggota keluarga

pekerja migran.

Indonesia mengambil inisiatif untuk menginisiasi dialog HAM

(semacam UPR di bawah Dewan HAM) sebagai upaya untuk memperkuat

mandat proteksi dari AICHR. Dalam kaitan ini, Indonesia secara suka rela

menempatkan diri sebagai negara untuk dilakukan review oleh AICHR

melalui dialog dan terjadi pada tahun 2012. Indonesia mengharapkan dialog

ini menjadi standing practice (praktek reguler) di AICHR dan mendorong

negara lain untuk mengikuti jejak. Dua negara ASEAN telah menyatakan

kesediaan mengikuti jejak Indonesia, yaitu Thailand dan Filipina, dimana

Thailand telah melaksanakannya paruh kedua tahun 2014. Prakarsa

Page 46: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

40 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Indonesia ini mendapat apresiasi dari banyak pihak termasuk negara-negara

mitra dari Eropa.

F. Kerja Sama Indonesia dalam OKI

Pada 20-24 Pebruari 2012, di Jakarta, Indonesia telah berhasil

menyelenggarakan sesi inaugural Komisi HAM OKI. Pertemuan ini telah

memainkan peran penting dalam proses pembentukan serta pelaksanaan

kinerja dari Independent Permanent Human Rights Commission/IPHRC

(Komisi HAM OKI). Selama pertemuan, Indonesia telah berperan penting

dalam pemilihan Komisioner dari Indonesia DR. Siti Ruhaini Dzuhayatin

sebagai Ketua Komisi.

Pemerintah Indonesia juga berperan aktif dalam pemilihan kembali DR.

Siti Ruhaini Dzuhayatin sebagai chairperson pada Pertemuan ke-3 Komisi

HAM OKI, tanggal 26-31 Oktober 2013 di Jeddah, Arab Saudi. Selain itu,

juga terpilih menjadi koordinator Working Group on the Rights of Women and

of the Child pada Pertemuan ke-4 Komisi HAM OKI pada tanggal 2-6

Februari 2014 di Jeddah, Arab Saudi.

Page 47: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

41

Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk terus mendorong

peningkatan peran perempuan di negara-negara OKI. Dalam kaitan itu,

Indonesia telah menyelenggarakan the 4th Ministerial Conference on the

Role of Women in Development of OIC Member States (Konferensi Tingkat

Menteri ke-4 mengenai Peran Perempuan dalam Pembangunan OKI) di

Jakarta pada tanggal 4-6 Desember 2012. Konferensi difokuskan pada

pembahasan peran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan

ekonomi di negara-negara OKI.

Konferensi tersebut menghasilkan Jakarta Declaration yang pada

pokoknya memuat seperangkat langkah untuk memperkuat implementasi

berbagai komitmen dan rencana aksi yang telah dihasilkan di berbagai KTM

OKI untuk Perempuan sebelumnya, misalnya dengan menetapkan indikator

untuk pengawasan dan evaluasi implementasi OIC Plan of Action for the

Advancement of Women (OPAAW).

Indonesia terus berupaya memperkuat diplomasi HAM internasional,

sebagaimana peran aktif dalam menyelenggarakan International Seminar

on Human Rights Education. Kegiatan tersebut diadakan dengan kerja sama

melalui Independent and Permanent Human Rights Commission of the

Organisation of Islamic Cooperation (Komisi HAM OKI) pada 12-13 Oktober

2015. Pertemuan telah mengadopsi IPHRC Jakarta Declaration on Human

Rights Education yang pada pokoknya memuat sejumlah rekomendasi

terkait upaya pemajuan pendidikan HAM di negara-negara anggota OKI.

Page 48: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Bab 5 Kendala dan Solusi dalam Pelaksanaan Kerja Sama Hak Asasi Manusia

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat mengetahui kendala dan solusi dalam pelaksanaan kerja sama HAM baik di dalam negeri maupun luar negeri

A. Strategi Praktis Pelaksanaan Kerja Sama

Untuk mengidentifikasi kendala pelaksanaan kerja sama HAM,

dilakukan identifikasi faktor internal dan eksternal dengan menggunakan

teknik analisis SWOT yang terdiri dari Strength, Weaknesses, Opportunity

dan Threats. Keempat faktor di atas dapat dibagi menjadi faktor internal dan

eksternal.

1. Strength, merupakan faktor kekuatan, misalnya dapat dilihat dari jumlah

SDM yang tersedia maupun regulasi yang mendukung,

2. Weakness bisa merupakan kebalikan dari faktor Strength,

mengidentifikasi apa yang menjadi kelemahan.

3. Opportunity, biasanya merupakan faktor eksternal, yaitu adanya

kesempatan dan tawaran kerja sama dari luar

4. Threat, biasanya juga merupakan faktor eksternal (misalnya frekuensi

kerja sama yang meningkat sementara SDM tidak bertambah), namun hal

ini lebih baik disikapi sebagai tantangan daripada ancaman.

Kerja sama dalam dan luar negeri dilakukan dengan memperhatikan

prinsip-prinsip hubungan dalam dan luar negeri yang mengacu pada Undang-

undang Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Kerja Sama Luar

Negeri. Regulasi ini menegaskan bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan hubungan

42 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Page 49: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

43

luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling menghormati,

saling menguntungkan dan saling tidak mencampuri urusan dalam negeri

masing-masing.

Dengan demikian, kerja sama yang dilakukan dengan pihak asing

dilakukan dalam rangka kepentingan nasional.

Contoh kasus:

Salah satu organisasi internasional yang menjalin kerja sama adalah

Friedrich Naumann Foundation for Freedom (FNF) dari Jerman.

Pada Maret 2015 FNF Indonesia serta Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia telah menandatangani

Memorandum Saling Pengertian (MSP), yang meresmikan

kerjasama antara FNF Indonesia serta Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia hingga tahun 2017.

Dalam Memorandum Saling Pengertian (MSP) antara FNF Indonesia

serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia, lingkup program banyak terkait dengan mempromosikan

Demokrasi, Rule of Law dan Hak Asasi Manusia.

Penandatangan MSP tersebut memiliki arti penting dan menjadi

tonggak baru dalam sejarah keterlibatan FNF di Indonesia.

Sebelumnya pada tahun 1971, FNF Indonesia menandatangani MoU

dengan Kementerian Perdagangan, dan pada tahun 1998, FNF

Indonesia menandatangani MoU dengan Sekretariat Negara.

Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan

memiliki populasi muslim terbesar. FNF telah bekerja di Indonesia

sejak tahun 1969, menobatkan Jakarta sebagai kantor terlama FNF

di luar negeri.

Page 50: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

44 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Adapun ruang lingkup program dalam Memorandum Saling

Pengertian (MSP) terkait HAM meliputi:

1) Penguatan Pemahaman Masyarakat terkait Pelayanan Publik di

Bidang Hukum dan HAM

2) Penguatan Institusi Pelaksana Rencana Aksi Nasional Hak Asasi

Manusia Pemerintah Republik Indonesia (RANHAM), untuk

memperbaiki efektivitas pelaksanaannya dan untuk meningkatkan

pemahaman aparatur negara dan warga negara terhadap hak asasi

manusia.

Dengan lingkup program yang ada serta tujuan dari program,

kelompok sasaran atau penerima manfaat dari program adalah:

1) Untuk penguatan pemahaman masyarakat terkait pelayanan publik

di bidang Hukum dan HAM penerima manfaatnya adalah petugas

penyuluh hukum dan masyarakat di lokasi kegiatan.

2) Penguatan Institusi Pelaksana Rencana Aksi Nasional Hak Asasi

Manusia Pemerintah Republik Indonesia penerima manfaatnya

adalah pemerintah daerah dan Kanwil Kemenkumham.

B. Strategi Peningkatan Kerja Sama HAM

Beberapa langkah strategis yang telah dilaksanakan sebagai tindak

lanjut hasil kerja sama, sebagaimana gambaran yang dilakukan bersama

FNF (Friedrich Naumann Foundation for Freedom) antara lain:

1. Sosialisasi Capaian Daerah dalam Pelaksanaan Aksi HAM dan

Penilaian Kabupaten/Kota Peduli HAM di 14 provinsi

Kegiatan dilaksanakan dengan mengundang perwakilan Kabupaten

dan Kota di provinsi terkait, dengan tujuan menyampaikan status pelaporan

Aksi HAM dan capaian Kabupaten/Kota di provinsi tersebut. Langkah ini

Page 51: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

45

dimaksudkan untuk menjaring masukan dan bersama-sama mencari solusi

terkait pencapaian yang lebih baik di masa mendatang.

Gambaran hasil yang dicapai dalam beberapa langkah sosialisasi

yaitu:

a. Peningkatan pelaporan triwulan aksi HAM maupun partisipasi

Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan penilaian Kabupaten/Kota Peduli

HAM dibanding tahun sebelumnya

b. Teridentifikasinya kendala-kendala terkait pelaporan aksi HAM maupun

penilaian Kabupaten/Kota Peduli HAM

c. Saran-saran untuk perbaikan pelaporan aksi HAM dan indikator

penilaian Kabupaten/Kota Peduli HAM

d. Meningkatnya keinginan daerah untuk berlomba-lomba melakukan

inovasi program pemenuhan HAM di daerah.

2. Focus Group Discussion Penggunaan Aplikasi SIMASHAM

Kegiatan FGD mengundang Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai

Pelaksana Yankomas UPT di Kanwil Kemenkumham guna meningkatkan

Page 52: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

46 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

pemahaman penggunaan aplikasi Sistem Informasi Pelayanan Komunikasi

Masyarakat HAM (SIMASHAM) sebagai sarana pengaduan masyarakat.

Manfaat dari kegiatan tersebut antara lain:

a. Meningkatnya pemahaman Pelaksana Yankomas UPT terhadap

penggunaan aplikasi SIMASHAM.

b. Terbentuknya Pos Yankomas baru di 5 (lima) provinsi yang mengikuti

kegiatan Focus Group Discussion Penggunaan Aplikasi SIMASHAM

sejumlah 31 (tiga puluh satu) Unit Pelaksana Teknis.

c. Sebelum dilaksanakannya, dari permasalahan yang telah ditindaklanjuti

oleh Pelaksana Yankomas terdapat 26 kasus yang telah ditanggapi oleh

instansi terkait. Kemudian, setelah dilaksanakannya kegiatan tersebut

terdapat peningkatan jumlah tanggapan instansi terkait sebanyak 37

kasus yang ditanggapi. Dalam hal ini telah terjadi peningkatan

persentase jumlah tanggapan instansi terkait sebesar 58,73%.

Page 53: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

47

3. Seminar dan Focused Group Discussion terkait Internet Sehat dan

Pencegahan Ujaran Kebencian di 6 provinsi

Kegiatan ini mengundang audisi dari kalangan tokoh masyarakat,

pemuka agama, mahasiswa, tenaga pendidik, maupun penegak hukum.

Tujuan kegiatan ini adalah memberikan pencerahan kepada masyarakat

terkait ujaran kebencian sebagai sesuatu yang melanggar HAM yang banyak

sekali ditemui akhir-akhir ini terutama bertepatan dengan tahun politik. Lebih

khususnya, bertepatan dengan maraknya internet dan media sosial yang

menyebarkan informasi ini sangat mudah dan cepat menyebar.

Manfaat yang diperoleh dari kegiatan ini antara lain:

a. Peningkatan pemahaman di kalangan masyarakat tentang apa itu ujaran

kebencian dan hoax

b. Terjaringnya banyak masukan dari kalangan masyarakat tentang

mengapa ujaran kebencian masih marak dan malah disukai masyarakat.

c. Meningkatnya kesadaran terkait ujaran kebencian.

4. Study Visit (Kunjungan Belajar) terkait Implementasi Bisnis dan

HAM di Berlin, Republik Federal Jerman

Dalam rangka mengimplementasikan prinsip-prinsip Bisnis dan HAM di

Indonesia dan mendukung upaya perumusan kebijakan di atas,, Direktorat

Jenderal HAM bekerja sama dengan Friedrich Naumann Foundation for

Freedom (FNF) untuk melakukan kunjungan belajar dalam rangka

mempelajari proses Bisnis dan HAM di Jerman. Kegiatan yang dilakukan di

antaranya dengan melakukan kunjungan-kunjungan ke sejumlah

perusahaan besar di Jerman dan juga mempelajari peraturan terkait di

instansi pemerintah di Jerman. Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 22-

29 Februari 2020.

Page 54: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

48 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

masalah dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip UNGP sebagai

bentuk pemenuhan Bisnis dan HAM, sebagai negara maju dalam industri

maupun penegakan HAM, Jerman sudah memiliki dasar-dasar hukum yang

cukup baik terkait persiapan Bisnis dan HAM dan RAN Bisnis dan HAM yang

sudah lebih dahulu diluncurkan.

C. Capaian Kerja Sama HAM

Beberapa hasil yang telah dicapai dalam kerja sama dalam dan luar

negeri, antara lain:

1. RANHAM Indonesia telah menjadi role model penerapan kebijakan

nasional berbasis HAM di negara lain.

2. Terselenggaranya dialog HAM bilateral baik di dalam maupun luar negeri

3. Diundangnya peraih penghargaan Kabupaten/Kota Peduli HAM untuk

berbicara di forum Dewan HAM di markas PBB di Jenewa Swiss selama

2 tahun berturut-turut

4. Dikirimnya pejabat Ditjen HAM dan instansi lain yang berkecimpung di

bidang HAM dalam berbagai pelatihan HAM di luar negeri

Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa Jerman masih memiliki

Page 55: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

49

Secara khusu pada kerja sama HAM dalam negeri, beberapa hasil

capaian yang diperoleh yaitu:

1. Partisipasi K/L dan pemerintah Daerah dalam pelaporan Aksi HAM yang

terus menigkat dalam hal capaian aksi setiap tahunnya.

2. Partisipasi dan meningkatnya Pemerintah Daerah kab/kota yang

mendapat Predikat sebagai Kabupaten/Kota Peduli HAM.

3. Diundangnya Kabupaten Pakpak Barat pada tahun 2017 dalam forum

UPR di Dewan HAM PBB Jenewa, Swiss untuk mepresentasikan

capaian terkait dengan upaya peningkatan SDM melalui pendidikan.

4. Diundangnya Kota Binjai dan Kabupaten Banggai pada tahun 2019 di

Dewan HAM PBB sebagai pelopor smart city di Indonesia dan juga

capain Kabupaten/Kota Peduli HAM sebagai contoh bagi negara-negara

anggota di Dewan HAM PBB.

D. Tantangan Dalam Membangun Kerja Sama ke Depan

Tantangan dalam pelaksanaan kerja sama luar negeri sebagaimana

diuraikan di bawah ini, diantaranya:

1. Program prioritas mitra kerja sama asing ada kalanya tidak sesuai

dengan program prioritas Pemajuan HAM pada Direktorat Jenderal

HAM, begitu juga sebaliknya;

2. Adanya kebijakan dari negara mitra kerja sama asing yang tidak dapat

memberikan bantuan dana secara langsung kepada pemerintah;

3. Mitra kerja sama asing tidak dapat memberikan full-funding, sehingga

harus ada dukungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara/APBN (skema co-funding);

4. Beberapa mitra asing menganggap Indonesia sudah masuk ke dalam

kategori negara masuk, sehingga tidak lagi memberikan bantuan atau

funding kepada Indonesia.

Page 56: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

50 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Page 57: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

51

Bab 6 Penutup

A. Simpulan

Kegiatan kerja sama HAM sesungguhnya suatu upaya untuk

penyebarluasan dan peningkatan partisipasi publik yang dilakukan dalam

proses implementasi P-5 HAM. Oleh karena itu, kerja sama HAM tidak hanya

untuk memenuhi persyaratan formal prosedural saja, namun harus dilakukan

secara benar, tepat sasaran, serta melibatkan pihak-pihak yang secara

memadai merepresentasikan dukungan dalam perwujudan tanggung jawab

negara atas HAM.

Ketentuan mengenai tata cara kerja sama telah diatur dalam

Permenkumham Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Penataan Kerja Sama Di

Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Mengenai tata cara pembuatan

dan penyusunan perjanjian kerja sama, mengacu pada Permenkumham

Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kedua regulasi tersebut

sebagai acuan dalam membuat suatu perjanjian kerja sama pada umumnya,

dan kerja sama di bidang HAM pada khususnya.

Upaya pemajuan dan perlindungan HAM merupakan mandat UUD

1945, yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan seluruh pemangku

kepentingan di Indonesia. Diplomasi Indonesia di bidang HAM pada dunia

internasional, harus didedikasikan sepenuhnya pada kepentingan nasional

Indonesia. Diplomasi HAM mesti berdampak untuk membangun reputasi

Indonesia sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi HAM, serta

Page 58: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

52 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

memberikan sumbangan Indonesia dalam upaya global bagi pemajuan dan

perlindungan HAM.

B. Penutup

Setelah melakukan pembahasan dan analisis terhadap permasalahan

sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya dalam modul ini, sejumlah

saran telah disampaikan penulis atas pelaksanaan fungsi kerja sama HAM

sebagai strategi implementasi tanggung jawab negara atas HAM.

Dalam melakukan diplomasi di bidang HAM, Indonesia selalu

mengedepankan prinsip-prinsip kerjasama dan dialog sebagai upaya untuk

meningkatkan kapasitas negara dalam pemajuan dan perlindungan HAM

serta mewujudkan komitmen global di bidang HAM. Kerjasama dalam bentuk

dialog tersebut telah mencakup berbagai isu pembahasan termasuk yang

terkait hukum humaniter, hak anak, hak perempuan, hak penyandang

disabilitas, mekanisme HAM regional, transitional justice, dan isu-isu

multilateral.

Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

HAM sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum Indonesia sebagai

anggota PBB dalam penghormatan dan pelaksanaan Deklarasi Universal

HAM/Universal Declaration on Human Rights (UDHR) tahun 1948 serta

berbagai instrumen HAM lainnya mengenai HAM yang telah diterima

Indonesia. Jauh sebelumnya, HAM sebagai nilai universal telah dimuat

dalam Konstitusi RI, baik dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 maupun

dalam batang tubuh UUD 1945 dan dipertegas dalam amandemen UUD

1945.

Page 59: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

Ke wa j i ban I mpl e me nt as i dan Pe me nuhan

53

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN

Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Kerja Sama Luar Negeri

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan

Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak

Asasi Manusia Tahun 2015-2019

Permenkumham Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Naskah Dinas di

Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Permenkumham Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Penataan Kerja Sama Di

Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM

Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 34 Tahun

2016 tentang Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Peduli HAM

Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan

Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak

Asasi Manusia Tahun 2015-2019

BUKU

Azhary, Tahir. Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya

Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara

Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Kencana, 2004)

Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice (Ithaca and

London: Cornell University Press, 2003)

Page 60: MEMBANGUN KERJA SAMA HAM;

54 Me mba ngun Ker j a Sa ma HAM

Kemitraan Partnership. Modul Pelatihan Bagi Petugas Pemasyarakatan

Implementasi Sistem Pemasyarakatan dan Standard Minimum Rules

for Treatment of Prisoners (Jakarta: Kemitraan, 2008)

Khamdan, Muh. Islam dan HAM Bagi Narapidana atau tahanan (Kudus:

Parist, 2012)

Melander, Goran. Kompilasi Instrumen Hak Asasi Manusia Raoul

Wallenberg Institute (Jakarta: SIDA-Departemen Hukum dan HAM,

2004)

Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana (Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002)

Smith, Rhona K. M. Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM-UII, 2008)