UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website...

87

Transcript of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website...

Page 1: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama
Page 2: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama
Page 3: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama
Page 4: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama
Page 5: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

v

ABSTRAK

MUHAMMAD ALJABBAR PUTRA, NIM 11150480000049,

PENERAPAN UJI TUNTAS HAM PADA KORPORASI DALAM SEKTOR

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SUMATERA DAN KALIMANTAN,

Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1441H/2019 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Uji tuntas HAM yang

dilakukan oleh Koporasi dalam Bidang Kelapa Sawit di Sumatera dan

Kalimantan. Penelitian ini berisi analisis dan kritik atas Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 1 Tahun 2015 tentang Indonesian Suistanable Palm Oil yang

dianggap mengalami kegagalan dalam mengatur dan meregulasi prinsip-prinsip

uji tuntas HAM sehingga berdampak terhadap tidak efektifnya pelaksanaan uji

tuntas HAM. Bentuk kelemahan dalam peraturan a quo dibuktikan dengan

adanya kekuatan berlebih dari Komisi ISPO yang menyebabkan tidak adanya

checks and balancesi terkait pelaksaan Uji tuntas.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif, dengan pendekatan

penelitian normatif-doktriner, di mana terdapat unsur pendekatan perundang-

undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach)

yang digunakan untuk mengetahui mekanisme ideal penerapan Uji tuntas HAM

terhadap Korporasi bidang kelapa sawit.

Penelitian ini membuktikan bahwa penerapan uji tuntas HAM saat ini masih

perlu dilakukan berbagai penyempurnaan karena mekanisme saat ini belum

mengakomodir prinsip transparansi, adanya super power kewenangan dari

Komisi ISPO, terciptanya praktik depedensi dalam internal ISPO. Absolutisme

kewenangan oleh komisi ISPO dapat menggangu netralitas dan profesionalitas

penerapan uji tuntas HAM. Hal demikian menyebabkan banyak nya korporasi

yang tidak taat atas Uji tuntas dan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah

pelanggaran HAM oleh korporasi.

Kata Kunci : Uji Tuntas HAM, Korporasi, Indonesian Suistanable Palm Oil.

Pembimbing skripsi : Dr.Alfitra, S.H, M.Hum.

Daftar Pustaka : Tahun 1958 sampai tahun 2018

Page 6: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

vi

KATA PENGANTAR

Allhamdulilahirabbil’aalamin, peneliti menyampaikan segala puji dan syukur

kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq, hidayah dan

Inayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada

baginda Nabi dan Rasul kita Muhammad SAW, kepada segenap keluarganya, sahabat

serta umatnya sepanjang zaman, yang Insya Allah kita ada di dalamnya.

Atas rahmat dan karunia Allah SWT, peneliti beryukur mampu menyelesaikan

penelitian skripsi ini dengan judul “PENERAPAN UJI TUNTAS HAM PADA

KORPORASI DALAM SEKTOR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI

SUMATERA DAN KALIMANTAN”, sebagai salah satu persyaratan yang

diwajibkan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,

dukungan, nasihat, dan motivasi yang peneliti dapatkan dari berbagai pihak di sekitar

peneliti. Oleh karenanya, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H.,M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekeretaris Prodi Studi Ilmu Hukum, Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

vii

4. Dr. Alfitra, S.H, M.Hum. Selaku dosen pembimbing peneliti, yang dengan ramah

hati rela mengorbankan ilmu dan waktunya untuk berdiskusi dan membantu

peneliti guna menyelesaikan skripsi.

5. Pihak Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Pusat Perpustakaan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan berbagai macam fasilitas kepada peneliti dalam rangka melakukan

studi kepustakaannya.

6. Keluarga tercinta, yaitu Alm Yarto (Ayahanda), Umi Yuliati S.H (Ibunda) dan

Adam Dharmawan Putra S.kom (Kakak) yang selalu memberikan kasih sayang

dan dukungannya kepada peneliti serta memberikan kehangatan dalam keluarga

kita sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi dengan baik. Semoga Allah

SWT senantiasa memberikan rahmat dan nikmat-Nya kepada almarhum Ayah,

Bunda, dan Keluarga Besar yang peneliti cintai.

7. Kepada keluarga Besar Moot Court Community yang telah banyak memberikan

ilmu, pengalaman dan kehangatan keluarga dalam dunia akademisi, sehingga

peneliti mampu merasakan atmosfer perlombaan dalam kancah nasional.

8. Kepada senior Moot court community, muh reza baehaki, muh rizki ramadhan,

iqra fadhila ramadhan, muh edi, anggit handoyo, martunis, naufal, hamalatul

qurani, dalilah dan yang lainya terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang

senantiasa diberikan kepada peneliti selama perkuliahan.

9. Kepada Ilmu Hukum kelas A 2015 yang telah menemani masa perkuliahan

peneiti semenjak mahasiswa baru hingga bersama-sama tertatih dalam pergulatan

penelitian pembuatan skripsi.

10. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini,

yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT memberikan

berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka semua.

Page 8: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

viii

Demikianlah yang dapat peneliti sampaikan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi para pihak pembacanya, dan berkontribusi bagi kemajuan hukum ketatanegaraan

di Indonesia agar menuju ke arah yang lebih baik lagi.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Agustus 2019

Peneliti,

Muhammad Aljabbar Putra

Page 9: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... iii

LEMBAR ORISINALITAS ..................................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix

BAB PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................................. 6

C.Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8

D. Metode Penelitian .................................................................................... 9

F. Sistematika Penelitian ............................................................................ 12

BAB II KORPORASI DI INDONESIA

A. Kerangka Konseptual............................................................................. 32

B. Kerangka Teori ...................................................................................... 44

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ..................................................... 48

BAB III TINJAUAN UMUM HUMAN RIGHT DUE DILLIGENCE DALAM

UNITED NATIONS GUIDING PRINCIPLES ON BUSSINES ON

HUMAN RIGHT

A. Esensi Human Right Due Dilligence Dalam United Nations Guiding

Principles On Bussines And Human Right ............................................ 50

B. Aspek-Aspek dalam United Nastionss Guiding Principles .................. 51

C.Indonesian Sustainable Of Palm Oil Sebagai Uji Tuntas HAM............. 63

BAB IV PENERAPAN UJI TUNTAS HAM DALAM KORPORASI

A. Isu Aktual Pelanggaran HAM oleh Korporasi Sektor Kelapa Sawit di

Sumatera dan Kalimantan ...................................................................... 64

B. Isu Aktual Pelanggaran HAM di Sumatera dan Kalimantan ................. 66

Page 10: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

x

C. Kajian Kritis Implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) . 73

D. Hambatan Implementasi Penegakan HAM oleh Indonesian Sustainable

Palm Oil (ISPO) ..................................................................................... 76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 87

B.Rekomendasi ........................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 90

Page 11: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsekuensi yuridis suatu negara menganut prinsip negara hukum baik

secara rule of law ataupun rechtstaat menurut albert van dicey ialah wajib

menjunjung tinggi HAM disamping supremacy of law dan equality before the

law.1 Sehingga secara mutatis mutandis Indonesia berkewajiban untuk

menghormati (to respect), memulihkan (remedy), dan melindungi (to protect)

HAM. Norma regulasi terkait HAM kemudian diterjemahkan dalam narasi

konstitusi Pasal 28 Huruf A s/d 28 Huruf J UUD NRI 1945 dan diatribusikan

dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Implementasi

negara akan nilai HAM termuat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 dengan narasi :

“Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan

kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan

tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan

ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,

kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan.”.

Pengakuan negara terhadap HAM merupakan hal fundamental karena

menjadi dasar bagi kewajiban dan tanggung jawab negara untuk melindungi,

memajukan, menegakkan dan memenuhi HAM warga negara. Proses

perlindungan HAM menjadi penting guna mencegah pemerintah dan pemegang

kekuasan bertindak semena-mena terhadap masyarakat luas. Bahkan secara

historical contecs dalam narasi konstitusi baik UUD NRI 1945 sampai dengan

naskah UUD NRI 1945 pasca perubahan.2

Namun ibarat dua sisi mata uang yang berlainan penghayatan HAM sulit

diwujudkan dalam sektor bisnis. Bisnis merupakan kegiatan berdimensi profit

1 A.V Dicey, An Introducingof To The Study Of Law Of The Constitutions, (London: Mc

Millan, 1982), h. 98 2Soetandyo Wignjosoebroto, Hak Asasi Manusia, Konsep dasar dan Perkembangan

Pengertianya dari Masa ke Masa (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h.76

Page 12: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

2

1

oriented yang memiliki dasar pemikiran bahwa orang yang terjun ke dalam

dunia bisnis maka tidak punya keinginan lain selain mencari keuntungan.3

Meskipun dalam sisi lainya bisnis juga memiliki potensi yang baik bagi

pembangunan ekonomi nasional. Namun dalam upaya menjalankan fungsinya

sebagai roda penggerak perekonomian, merupakan keniscayaan bisnis dan

korporasi untuk cenderung melakukan pengabaian atas HAM.4 Bentuk

pengabaian HAM dapat berupa kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi

kultural ataupun kelalaian pelaku bisnis yang dengan sengaja merusak

lingkungan. Bentuk lainya dapat berupa pengabaian HAM terhadap pekerja

atau karyawan serta pelanggaran HAM terhadap masyarakat sekitar.

Hal tersebut terbukti dalam data Komisi Nasional HAM sepanjang tahun

2015 dan 2016 terdapat sedikitnya 2.261 perkara laporan pengaduan

pelanggaran HAM oleh korporasi dan sekaligus menempatkan korporasi

sebagai institusi kedua pelanggar HAM terbanyak di Indonesia. Data sejumlah

tersebut jika dirincikan secara matematis Komisi Nasional HAM menerima 3-4

laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari.5 Sama

halnya dalam catatan ELSAM korporasi dilaporkan 5.767 kali oleh masyarakat

karena kasus pelanggaran HAM sepanjang tahun 2010-2014.

Disamping data yang dilansir oleh Komisi Nasional HAM, instansi lainya

seperti kepolisian, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, Komisi

Nasional Perempuan ataupun berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang

bergerak dibidang HAM juga menyimpan sejumlah pengaduan pelanggaran

HAM atas korporasi. Namun banyak korban pelanggaran HAM tidak

melaporkan peristiwa yang menimpa mereka dikarenakan ketidaktahuan akan

kemana mereka melapor, terlebih dalam konteks pelanggar HAM adalah

korporasi yang membuat korban merasa enggan untuk melapor.

3 Sony Keraf, Etika Bisnis (Tuntutan dan Relevansinya), (Yogyakarta : Kanisius, 1998), h.48

4 Radu Vranceanu, Corporate Profit, Entrepreneurship Theory and Business Ethics, (Paris:

ESSEC, 2013), h.2 5 Komisi Nasional HAM, Laporan Data Pengaduan Tahun 2016 Subbagian Penerimaan

dan Pemilahan Pengaduan, (Jakarta: Komisi Nasional HAM Press, 2016), h.7

Page 13: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

3

1

Terkait permsalahan tersebut, muncul resolusi dewan PBB mengenai

masalah HAM dan bisnis dengan diwujudkan oleh rumusan the guideline

principles on business and human right, yaitu suatu resolusi Dewan HAM PBB

Nomor 17/4 pada tanggal 16 juni 2011.6 Prinsip tersebut adalah produk dari

suborgan sekretariat PBB yaitu United Nations High Commissioner for

Human Rights (UNHCHR).7 Sebagai aksi nyata dari prinsip tersebut adalah

pengaturan perusahaan untuk mengeluarkan kebijakan dan menerapkan human

right due dilligence (uji tuntas HAM). Uji tuntas aspek perlindungan HAM

dapat berupa pemeriksaan, investigasi maupun kinerja yang harus dilakukan

demi memenuhi suatu “standard of care” tertentu dalam kebijakan atau hukum

tertentu.

Produk resolusi PBB tentang uji tuntas HAM tersebut kemudian dibahas

melalui simposium nasional mengenai bisnis dan HAM yang diprakarsai oleh

Kementrian Luar Negeri RI. Simposium dilakukan guna memperoleh masukan

dan rekomendasi mengenai berbagai hambatan dan tantangan serta upaya

penguatan kebijakan dan mekanisme terkait dengan implementasi un guiding

principles on business and human rights di Indonesia. 8

Uji tuntas HAM dianggap sebagai langkah efektif untuk menekan pihak

korporasi untuk bisa tunduk terhadap penghormatan atas HAM serta mereduksi

kemungkinan penyebab maraknya pelanggaran HAM oleh korporasi. Selama

ini problematika HAM dan bisnis merupakan persoalan yang sulit dipecahkan

karena melibatkan pihak yang tidak sepadan (unequal case) yakni antara

korporasi dengan warga masyarakat biasa. Hal demikian menyebabkan uji

tuntas HAM bagi korporasi dianggap sebagai milestone penting sejarah HAM

dan bisnis di dunia internasional. Tokoh penting dalam dalam penyusunan uji

6 Surya Deva, Guiding Principles on Business and Human Rights: Implications for

Companies, European Company Law Vol 9 Nomor 2, 2012, h. 22 7 UNHCHR, Guiding Principles on Business and Human Rights, Implementing the United

Nations “Protect, Respect, and Remedy” Framework, (New York: United Nations, 2011), h. 4

8 Kementrian Luar Negeri akan mengadakan Simposium mengenai bisnis dan HAM, pikiran

rakyat, 4 September 2015, berita diakses pada 12 Oktober 2019 pukul 21.20 BBWI dari

http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2015/09/04341142/kemlu-akan-gelar-simposium-

nasional-mengenai-bisnis-dan-ham

Page 14: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

4

1

tuntas HAM adalah Jhon Ruggie sehingga lazim dikenal dengan nomenklatur

Ruggie’s Principle.9

Sejatinya regulasi terkait HAM dan bisnis telah banyak dibuat oleh

pemerintah untuk mengatasi permasalahan dalam bidang perkebunan kelapa

sawit.10

Instrumen hukum terkait HAM dan bisnis oleh korporasi telah banyak

di regulasikan atas upaya afeksi negara memberikan perlindungan atas HAM.11

Sebut saja Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014

tentang Perkebunan.

Lebih lanjut, aturan terkait HAM dan bisnis kemudian ditransformasikan

kedalam beberapa peraturan menteri yang terbagi secara sektoral pada tiap-tiap

sektor bisnis. Setidaknya prinsip uji tuntas terdapat dalam sektor perikanan

yakni Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 /PERMEN-KP/2015

tentang Sistem Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan, ISPO

pada industri kelapa sawit, SVLK atau sistem verifikasi legalitas kayu.

Penegakan HAM oleh korporasi yang bersifat sporadis dan atas prinsip

kesukarelaan hal tersebut secara nyata telah membuat penghormatan HAM

gagal dipahami sebagai sesuatu yang vital. Meskipun telah banyak regulasi

terkait hukum bisnis dan korporasi yang menganut prinsip perlindungan HAM

namun secara realitas masih banyak terjadi kasus pelanggaran HAM oleh

korporasi.12

9 Robert C. Blitt, Beyond Ruggie’s Guiding Principles on Business and Human Rights:

Charting an Embracive Approach to Corporate Human Rights Compliance, Texas International

Law Journal No. 48, 2012 , h. 35 10

Organisation for Economic Co-operation and Development, OECD Due Diligence

Guidance for Responsible Supply Chains of Minerals from Conflict-Affected and High-Risk Areas,

(Paris, OECD Publishing, 2013), h. 15 11

Amirullah Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2005), h.2 12

Imam Prihandono dan Rully Sandra, Menuju Implementasi Prinsip-Prinsip Panduan HAM

PBB tentang Bisnis dan HAM di Indonesia, (Jakarta, INFID, 2018), h. 23

Page 15: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

5

1

Namun terkait dengan uji tuntas HAM sektor perkebunan sawit (Indonesian

Sustainable Palm Oil Certification System/ISPO) yang tertuang dalam

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem sertifikasi

Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dianggap belum berjalan secara efektif.

Regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait ISPO masih menimbulkan

persoalan lanjutan seperti lingkungan, HAM, legalitas, dan ketidakadilan

dalam penguasaan sumber daya alam dan ekonomi. Perlu ada pemantauan

independen terhadap sistem sertifikasi ISPO, serta perlindungan hutan dan

gambut. Prinsip ketelusuran dan HAM sangat penting dalam sistem sertifikasi

ISPO mengingat sering terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan

yang mengelola perkebunan kelapa sawit.

Perkebunan kelapa sawit kerap memberikan dampak buruk secara sosial

atau lingkungan. Dari luas areal perkebunan kelapa sawit 11,4 juta hektar

persegi, Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian pada tahun 2012

mencatat terdapat 739 yang disebutnya sebagai gangguan usaha dan konflik

perkebunan, dengan rincian 539 kasus adalah konflik lahan (72,25%) sengketa

non lahan sebanyak 185 kasus (25,05%) dan sengketa dengan kehutanan

sebanyak 15 kasus (2%).13

Selain itu studi dan temuan yang dipublikasikan oleh organisasi-organisasi

internasional menunjukkan keadaan yang kurang mendukung industri kelapa

sawit. Laporan amnesti internasional tahun 2016 misalnya, menemukan adanya

pelanggaran atas peraturan ketenagakerjaan seperti pelanggaran upah lembur,

jam kerja, pekerja paksa, sampai dengan masih berjalannya praktik pekerja

anak-anak.14

Demikian juga studi yang dilakukan oleh Rainforest Action

Network (RAN) pada tahun 2015 menunjukan masih terdapat pembukaan

hutan lindung oleh perusahaan besar perkebunan sawit. Keadaan ini memicu

13

Ditjenbun Kementrian Pertanian merilis data statistik perkebunan Kelapa sawit

https://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2015/SAWIT%202013%202015.

pdf diakses pada 19 oktober 2019 pukul 13.00 BBWI 14

Amnesty International, “The Great Palm Oil Scandal: Labour Abuses Behind Big Brand

Names” 2016 dalam Imam Prihandono, Kertas Kebijakan Menuju Implementasi Prinsip-Prinsip

Panduan PBB tentang Bisnis dan Ham Di Indonesia, h.24

Page 16: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

6

1

konflik lahan dengan masyarakat adat, kebakaran hutan, emisi gas karbon, dan

hilangnya habitat bagi orang utan.15

Atas dasar itulah pemerintah mewajibkan seluruh perusahaan perkebunan

kelapa sawit untuk memiliki sertifikat ISPO demi menerapkan sistem yang

menjamin produksi kelapa sawit yang berkelanjutan. Namun pada kenyataanya

hingga tenggat waktu pendaftaran ini habis, hanya ada 225 dari 2.302

perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah bersertifikat ISPO dengan

total luas 1,5 juta hektare, dan total jumlah produksi CPO 7,4 juta ton.16

Berdasarkan kondisi demikian diperlukan evaluasi kembali perihal sistem

sertifikasi HAM (Uji Tuntas) oleh korporasi di bidang kelapa sawit. Sehingga

dalam upaya memberikan sumbangsih pemikiran dalam kerangka problematika

demikian peneliti hendak berfokus terhadap implementasi uji tuntas HAM oleh

Indonesia Sertification Of Palm Oil (ISPO) dan menganalisis penyebab banyak

nya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi. Dari latar belakang

permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji dan menuangkannya

dalam penelitian ini dengan judul “PENERAPAN UJI TUNTAS HAM PADA

KORPORASI DALAM SEKTOR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI

SUMATERA DAN KALIMANTAN”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada penjabaran yang telah diuraikan dalam latar belakang

masalah, maka identifikasi masalahnya sebagai berikut :

a. Tanggung jawab yang dibebankan kepada perusahaan terkait dengan

permasalahan hak asasi manusia dalam hukum internasional dalam hal

ini adalah United Nations on Guiding Principles on Bussiness and

Human Rights.

15

Rainforest Action Network, “Palm Oil Sustainability Assessment”, 2015, h. 22-31 16

Soelthon Nanggara dkk, 6 Tahun ISPO Kajian Terkait Penguatan Instrumen ISPO Dalam

Merespon Dampak Dampak Negatif Seperti Deforestasi, Kerusakan Ekosistem, Gambut,

Kebakaran Hutan Dan Lahan, Serta Konflik Tenurial, Forest Watch Indonesia, 2017, h. 54

Page 17: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

7

1

b. Regulasi pemerintah terhadap uji tuntas HAM atau human rights due

diligence diatur dalam berbagai segmentasi seperti regulasi uji tuntas

HAM di bidang kelapa sawit diatur dalam Permentan Nomor Tahun 2017

tentang ISPO, SVLK, Perikanan

c. Banyaknya kasus pelanggaran HAM dalam korporasi di Wilayah

Sumatera dan Kalimantan menunjukan adanya problematika dalam

pelaksanaan uji tuntas HAM di bidang Kelapa Sawit sekaligus

menjadikan dua pulau tersebut sebagai daerah tertinggi pelanggaran

HAM.

d. Implementasi Uji Tuntas HAM atau human right due dilligence di

korporasi di Indonesia diwujudkan dalam Indonesian Suistanable Palm

Oil/ISPO

e. Pemutakhiran uji tuntas HAM atau human right due dilligence dalam

sektor perkelapa sawit perlu dilakukan kembali demi terciptanya sistem

yang efektif dan efisien

f. Pelaksanaan uji tuntas ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) belum

berjalan secara maksimal karena masih banyaknya pelanggaran HAM

yang dilakukan oleh korporasi.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahaan yang telah

diungkapkan di atas maka pembahasan ini berfokus pada satu titik

permasalahan, peneliti ingin menganalisis permasalahan uji tuntas HAM

dalam korporasi dalam sektor perkelapasawitan di sumatera dan kalimantan

karena dua daerah tersebut menyimpan pelanggaran HAM paling banyak di

Indonesia. Berdasarkan kondisi demikian hendaknya diberikan pembatasan

masalah yakni sebagai berikut

a. Uji tuntas HAM dibatasi pada sektor perkebunan kelapa sawit karena

fokus pembahasan yang tertuang dalam judul skripsi ialah penerapan

Indonesian suistanable palm oil (ISPO)

b. Korporasi dibatasi pada daerah sumatera selatan dan kalimantan tengah

Page 18: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

8

1

karena luas pertumbuhan luasan perkebunan di dua daerah tersebut

menempati posisi paling tinggi dan hal demikian juga berkaitan dengan

angka pelanggaran HAM yang terjadi di dua daerah tersebut.

c. Data yang diteliti dibatasi pada tahun 2017 karena data termutakhir

paling efisien untuk diakses dan dijadikan sebagai data penelitian terbatas

dalam 5 tahun terkahir.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang

telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah yaitu:

Penerapan Uji Tuntas HAM Pada Korporasi Dalam Sektor Perkebunan

Kelapa Sawit di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan perumusan masalah

di atas maka pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Apa sajakah hambatan pelaksanaan uji Tuntas Hak asasi Manusia pada

sektor kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan ?

b. Bagaimana Mekaniseme Ideal Uji Tuntas Hak asasi Manusia pada sektor

kelapa sawit?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, paling tidak peneliti mendalilkan tujuan penelitian

sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan uji

tuntas Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumatera dan Kalimantan

2. Untuk mendeskripsikan mekaniseme ideal uji tuntas hak asasi manusia

pada sektor kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan

2..Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat berguna sebagai dasar pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu dibidang HAM dan membuktikan secara

Page 19: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

9

1

nyata bahwa kewajiban HAM terhadap korporasi bukan merupakan

suatu kewajiban yang memaksa (mandatory) melainkan hanya sebatas

voluntary. Sehingga dengan adanya human right due diligence

diharapkan akan memperbaiki sistem pengamalan HAM dengan metode

mengevaluasi, menganalisis dan yang paling urgent ialah mencegah

korporasi dalam dunia bisnis melakukan mengabaikan terhadap

perlindungan HAM.

4. Manfaat Praktis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat mampu mengurangi

pengaduan pelaranggaran pengaduan kepada Komisi Nasional HAM

maupun instansi terkait yang dilakukan oleh korporasi di Indonesia. Juga

sebagai sumbangsih pemikiran untuk kemajuan pengaturan HAM oleh

negara dan korporasi.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

normatif yuridis. Pendekatan tersebut mengacu kepada norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta

norma yang ada dalam masyarakat.17

Pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan perundang-undangan (statue approach) yakni pendekatan

dengan menggunakan legislasi dan regulasi, dan pendekatan konsep

(conceptual approach) yang merujuk pada doktrin-doktrin hukum yang

ada.18

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang

menggunakan populasi dan sampel karena jenis penelitian ini menekankan

pada aspek pemahaman suatu norma hukum yang terdapat didalam

17

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang, Bayumedia

Publishing, 2006 ) h.46

18

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana

Prenadamedia, 2005) h. 178

Page 20: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

10

1

perundang-undangan serta norma-norma yang hidup dan berkembang di

masyarakat. Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan yang menjadi

penelitiannya sebagai sumber data. Maksudnya adalah data dan informasi

kepustakaan ditarik maknanya dan konsepnya melalui pemaparan deskriptif

analitik.

3. Data Penelitian

Data penelitian adalah satuan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab

masalah penelitian. Oleh karena itu, data yang peneliti gunakan untuk

menjawab semua permasalahan yang ada dalam penelitian ini ialah sebagai

berikut:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi

perundang-undangan19.

b. Bahan hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas norma hukum yang diberikan atas kepentingan

penelitian.20

c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non hukum berupa

laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai relevansi

dengan topik penelitian. Bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk

memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Dalam hal penelitian ini yang termasuk sebagai data primer ialah

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

19 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1998), h. 11 20

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2001) h. 40

Page 21: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

11

1

Undang-Undang Nomor 39 Tahunn 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

Peraturan menteri pertanian Nomor 1 Tahun 2015 tentang Sertifikasi

Indonesia Suistanable Palm Oil.

b. Data Sekunder

Dalam hal ini berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum dalam

meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas norma hukum dan lain-lain. Data sekunder diperoleh

melalui hasil studi kepustakaan yaitu pengkajian informasi tertulis

mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan

secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Studi

kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu

melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi dengan cara

membaca dan mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier

Berupa sumber-sumber yang digunakan sebagai pelengkap dari bahan

sekunder dan bahan primer dan sumber-sumber sejenis yang diakses

melalui internet.

d. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelusuran bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan

melalui studi pustaka baik berupa informasi ataupun dokumen hukum.

Dalam menyusun dan menganalisis data, peneliti menggunakan

penalaran penulisan secara deduktif dengan metode deskriptif.21

Setelah

proses analisis, dilakukan proses sintesis dengan menarik dan

menghubungkan rumusan masalah, tujuan penelitian untuk kemudian

dielaborasi dalam struktur pembahasan yang analitis. Berikutnya ditarik

simpulan yang bersifat umum kemudian direkomendasikan beberapa hal

21

Moh Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h. 35

Page 22: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

12

1

sebagai upaya transfer gagasan yang diakhiri dengan kesimpulan analisis

pemberian gagasan dalam sebuah rekomendasi.

e. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan bahan hukum yang terdiri dari hukum

primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan

dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penelitian

yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan dengan menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan hukum

diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya

akan diketahui permasalahan penerapan uji tuntas HAM terhadap

korporasi dalam bidang perkelapa sawitan di Indonesia

f. Pedoman Penelitian

Pedoman yang digunakan oleh peneliti dalam menyusun skripsi ini

berpacu dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan buku pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

E. Sistematika Penelitian

Sistematika penelitian skripsi ini terdiri atas lima bab yang masing-masing

bab terdiri dari sub bab guna memperjelas cakupan permasalahan yang menjadi

objek penelitian. Urutan masing-masing bab dijabarkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Membahas mengenai latar belakang penelitian yang

melatarbelakangi penulisan, identifikasi masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KORPORASI DI INDONESIA

Dalam bab ini akan membahas kajian pustaka yang berisi teori-

teori yang digunakan untuk menganalisis dan menginterprestasikan

Page 23: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

13

1

data penelitian. Kajian pustaka diawali dengan pemaparan

kerangka konsep yang kemudian diikuti dengan pemaparan dari

kerangka teori. Kajian pustaka akan membantu peneliti dalam

merumuskan hipotesis dari penelitian tersebut. Selain itu, juga

terdapat review hasil studi terdahulu pada sub bab kedua dari bab

II, di mana peneliti menelusuri dan mendeskripsikan hasil

penelusurannya terhadap penelitian terdahulu yang relevan.

BAB III KETENTUAN HUMAN RIGHT DUE DILLIGENCE

Bab ini berisi data-data yang hendak digunakan, dalam hal ini data

tersebut meliputi substansi dari kesepakatan united nations guiding

principles on business and human rights mengingat segala

ketentuan dalam kewajiban human right due dilligence atau uji

tuntas HAM bermula. Selanjutnya dilakukan penginputan data dari

fakta kasus pelanggaran HAM oleh korporasi sektor kelapa sawit di

Indonesia.

BAB IV ANALISIS YURIDIS PENERAPAN UJI TUNTAS HAM

DALAM KORPORASI

Bab IV adalah analisis tentang skema penerapan uji tuntas HAM

atau human right due dilligence di Indonesia seperti halnya

penerapan uji tuntas di sektor perikanan. Dalam Bab IV juga akan

dilakukan jawaban atas rumusan penelitian yang diajukan sehingga

menemukan konklusi yang solutif dalam sektor HAM dan bisnis.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil penelitian dan

rekomendasi. Bab ini merupakan bab terakhir dari sistematika

penulisan skripsi yang pada akhirnya penelitian ini menarik

beberapa kesimpulan dari penelitian untuk menjawab perumusan

masalah serta memberikan rekomendasi yang membangun skripsi.

Page 24: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

32

BAB II

TINJAUAN UMUM KORPORASI DI INDONESIA

A. Kerangka Konseptual

1. Esensi Perseroan Terbatas (PT) dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan

masyarakat modern, karena merupakan salah satu pusat kegiatan manusia

untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Secara yuridis definisi mutlak dari

perseroan terbatas diatur dalam pasal 1 angka 1 poin ketentuan umum

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan:

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan

perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Dalam perspektif hukum perseroan, perusahaan terbatas dipersepsikan

serupa dengan subjek hukum lainya, yakni memiliki hak dan kewajiban

untuk bertindak atas dasar hukum, memiliki aset kekayaan serta hak hukum

yang dijamin sebagai subjek hukum lainya.1 Begitu pun apabila terjadi

tindakan yang diambil oleh pengurus dalam internal suatu perseroan maka

hal tersebut sejatinya merupakan kehendak perseroan terbatas sehingga

konsekuensi dan tanggung jawab yang ada terletak dalam ranah internal.

Pola ketentuan demikian berdasarkan atas konsep limitative liability yang

terdapat dalam doktrin dan teori hukum perseroan.2

Secara konseptual dalam disiplin ilmu hukum apa yang dimaksud dengan

persoon (orang) meliputi manusia (naturlijk persoon) dan badan hukum

(legal entity, persona moralis, legal persoon, recht persoon). Atas dasar

tersebut maka secara mutatis mutandis keduanya memiliki peran yang sama

1 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014 ), h. 89

2 C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995), h. 23

Page 25: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

33

dalam proses berhukum dan sama-sama memiliki hak dan kewajiban dimata

hukum. Badan hukum atau persona ficta adalah orang yang diciptakan oleh

hukum sebagai persona (orang fiktif). Hal ini seperti pandangan yang dianut

oleh C.W Opzoomer, AN. Houwing, dan Langemeyer yang memandang

bahwa badan hukum itu hanyalah fiksi hukum, yaitu merupakan buatan

hukum yang diciptakan sebagai bayangan manusia yang ditetapkan oleh

hukum negara. Oleh karena itu, dalam berbagai literatur, aliran pandangan

yang demikian ini disebut sebagai teori fiktif atau teori fiksi.3

Teori fiksi4 berpendapat, bahwa badan hukum semata-mata adalah buatan

negara saja. Secara alamiah hanya manusia sebagai subyek hukum yang

dapat bertindak di dalam lalu lintas hukum. Badan hukum sebenarnya

adalah suatu fiksi, sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi diciptakan

sebagai pelaku hukum dan diperlakukan layaknya sama dengan manusia.

Berdasarkan atas hal tersebut maka teori fiksi adalah landasan badan hukum

untuk

Perseroan sebagai badan hukum merupakan konsep dasar pemahaman

subjek hukum yang berbeda dari subjek hukum natural (manusia). Seperti

yang dijelaskan oleh M.S Oliver dan E.A Marshall

“the corporate legal person is very different from natural or human legal

person. It has neither body, mind, nor soul. It was said that it is

ingvisible, immortal and rest only in intendment law and consideration of

the law.5

Lebih lanjut dikatakan:

“they were nor born and so cannot die. They have been created by a

procces of law and can only be destroyed by a procces of law. They will

exist even if all their human members are dead (propertual succesion),

3 C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. kansil, Pokok-Pokok Badan Hukum, (Jakarta, Pustaka

Sinar Harapan, 2002), h. 14 4 R. Ali Ridho, Badan Hukum dan kedudukan Badan Hukum, Perkumpulan, Koperasi,

Yayasan, Wakaf, (Jakarta, Alumni 1977), h.15 5 M.S Oliver dan E.A Marshall, Company Law: Handbook, Twelve Eddition (Singapore

pitman publishing , 1994), h. 11

Page 26: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

34

for every corporation is seperate legal person from those legal persons

who compose it.6

Terbentuknya prinsip badan hukum (rechtspersoonlijkheid) pertama-

tama terdorong dari pemahaman bahwa manusia di dalam hubungan hukum

privat tidak hanya berhubungan dengan sesama manusia saja tetapi juga

dengan kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan, yakni badan

hukum. Badan ini dapat melakukan kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri

seperti manusia. Agar badan hukum itu dapat bertindak seperti halnya orang

alamiah, maka diperlukan organ sebagai alat bagi badan hukum itu untuk

menjalin hubungan hukum dengan pihak ketiga.7

Oleh karena itu perumus naskah undang-undang perseroan terbatas

menempatkan sejumlah organ yang dapat menggerakan perseroan terbatas

berupa RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), direksi, dan dewan

komisaris. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, direksi harus

melandaskan bahwa tugas dan kedudukan yang diperolehnya berdasarkan 2

(dua) prinsip dasar yaitu pertama kepercayaan yang diberikan perseroan

kepadanya (fiduciary duty) dan kedua prinsip yang merujuk pada

kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care).8

Kedua prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan

disertai itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan.9

Badan hukum perseroan di Indonesia adalah badan hukum yang memiliki

kemampuan untuk melakukan tindakan hukum sebagaimana subjek hukum

yang lain. Perbuatan hukum itu, antara lain melakukan penandatanganan

6 M.S Oliver dan E.A Marshall, company law: Handbook, twelve eddition (Singapore

Pitman Publishing ,1994), h. 11 7 Manusia mempunyai kemauan/keinginan, perasaan dan organ tubuh untuk melaksanakan

kemauan/keinginan tersebut. Lain halnya dengan badan hukum yang tidak mempunyai sifat-sifat

tersebut, sehingga badan hukum harus bertindak melalui organ-organnya, karena tidak mungkin

untuk tiap tindakan hukum dilakukan secara bersama-sama. Lihat dalam Jimly Asshiddiqie,

Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta, Sekjen dan

Kepaniteraan MKRI 2004), h. 69 8 Janet Dine, Company Law, (London, Macmillan Press Ltd, 1998), h. 179

9 Kurniawan, “Tanggung Jawab Direksi dalam Kepailitan Perseroan Terbatas”, Mimbar

Hukum, Volume 24, Nomor 2, 2012, h. 217

Page 27: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

35

suatu kontrak perjanjian dengan pihak ketiga dimana perseroan diwakili

oleh direksi. Perbuatan hukum perseroan yang diwakilkan direksi sebagai

pengurus perseroan dapat saja menyimpang dari apa yang telah ditentukan

oleh anggaran dasar perseroan, yang disetujui oleh rapat umum pemegang

saham (RUPS). Dengan catatan, perbuatan itu dilakukan demi kepentingan

dan kebaikan perseroan dan bukan merupakan suatu perbuatan melawan

hukum atau perbuatan lain yang diancam pidana.10

a. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam disiplin ilmu

hukum telah mengenal berbagai macam subjek hukum yang salah

satunya adalah badan hukum (legal entity). Namun terhadap badan

hukum tersebut tidak seluruh perseroan terbatas dalam menyandang

predikat sebagai badan hukum. Karena secara yuridis dalam Pasal 7 ayat

(4) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

menyatakan bahwa suatu perseroan berubah status menjadi badan hukum

manakala telah mendaftarkan perusahaan dan mendapatkan Surat

Keputusan oleh Kementrian Hukum dan HAM. Adapun syarat – syarat

sahnya pendirian suatu perseroan terbatas di Indonesia yang diatur dalam

Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas.

Pertama, terdapatnya Akta Pendirian sebagaimana diatur dalam pasal

7 s/d 14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas. Menurut Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 Tentang Perseroan Terbatas dikatakan bahwa perseroan didirikan

minimal oleh 2 ( dua ) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat

dalam bahasa Indonesia. Menjadi sebuah problematika karena menurut

Pasal 7 Ayat ( 7 ) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, ketentuan

pemegang saham minimal 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi

perseroan yang sahamnya dimiliki oleh negara atau perseroan yang

10

Adrian Sutedi, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta, Raih Asa Sukses 2015),

h. 6

Page 28: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

36

mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga

penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur

dalam ketentuan tentang pasar modal.

Kedua, terkait dengan syarat harus mendapatkan pengesahan oleh

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam mendirikan perseroan

terbatas tidak cukup dengan cara membuat akta pendirian yang dilakukan

dengan akta otentik. Akan tetapi harus diajukan pengesahan kepada

menteri, guna memperoleh status badan hukum. Pengajuan pengesahan

dapat dilakukan oleh direksi atau kuasanya. Jika dikuasakan hanya boleh

kepada seorang notaris dengan hak substitusie. Agar Perseroan diakui

secara resmi sebagai badan hukum, akta pendirian dalam bentuk akta

notaris tersebut harus diajukan oleh para pendiri secara bersama-sama

melalui sebuah permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri

(Menteri Hukum dan HAM ) mengenai pengesahan badan hukum

perseroan.

Ketiga, tentang pendaftaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang melakukan pendaftaran

setelah diperoleh pengesahan dibebankan kepada direksi perseroan maka

di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas ini maka yang menyelenggarakan daftar perseroan setelah

diperoleh pengesahan adalah menteri yang memberikan pengesahan

badan hukum dan memasukkan data perseroan secara langsung.

Daftar perseroan memuat data tentang Perseroan yang meliputi: a.

Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. b.

Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai

pengesahan badan hukum perseroan. c. Nomor dan tanggal akta

perubahan anggaran dasar dan persetujuan menteri. d. Nomor dan tanggal

akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan

oleh menteri. e. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta

Page 29: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

37

pendirian dan akta perubahan anggaran dasar. f. Nama lengkap dan

alamat pemegang saham, anggota direksi dan anggota dewan komisaris

perseroan. g. Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan

tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran perseroan yang telah

diberitahukan kepada menteri. i. Berakhirnya status badan hukum

perseroan. h. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang

bersangkutan bagi perseroan yang wajib diaudit, jangka waktu pendirian,

dan permodalan.

Status hukum perseroan apabila telah didaftarkan dan resmi berstatus

sebagai badan hukum dalam Kementrian Hukum dan HAM maka

selanjutnya perseroan, secara hukum pada prinsipnya harta benda

perseroan terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya, karena itu

tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi

pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum. Dengan demikian,

apabila perseroan melakukan suatu perbuatan dengan pihak lain, maka

tanggung jawabnya berada di pihak perseroan tersebut dan hanya sebatas

harta benda yang dimiliki perseroan dan harta pemilik/pendiri tidak dapat

ikut disita atau dibebankan untuk tanggung jawab peseroan.

2. Perseroan Terbatas Non Badan Hukum

Badan usaha bukan badan hukum adalah bentuk usaha yang didirikan

berdasarkan perjanjian persekutuan antara dua orang atau lebih yang

mengikatkan diri untuk bekerja sama secara terus menerus dengan

memberikan pemasukan berupa uang, barang, tenaga, keahlian dan/atau

klien/pelanggan guna diusahakan bersama. Badan usaha bukan badan

hukum mempunyai nama dan tempat kedudukan tetap dengan tujuan

mencari dan membagi bersama keuntungan yang diperoleh. Lingkup

yang teradapat dalam badan usaha bukan badan hukum mencakup

persekutuan perdata, persekutuan firma dan persekutuan komanditer. 11

11

Ratnawati Prosodjo, RUU tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan

Hukum, disampaikan pada acara sosialisasi RUU Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan

Page 30: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

38

Persekutuan perdata adalah badan usaha bukan hukum yang setiap

sekutunya bertindak atas nama sendiri serta bertanggungjawab sendiri

terhadap pihak ketiga didirikan berdasarkan perjanjian persekutuan

perdata. Persekutuan perdata dibuat dengan akta notaris dalam bahasa

Indonesia dan akan mulai berlaku sejak tanggal akta notaris atau tanggal

yang ditentukan dalam akta notaris tersebut. Dalam substansi akta

perjanjian persekutuan perdata tersebut memuat paling sedikit nama

perskutuan, tempat tinggal, kewarganegaraan, pekerjaan para sekutu

perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan status badan hukum bagi

sekutu yang berbadan hukum, nama persekutuan, tempat kedudukan

persekutuan, jangka waktu perjanjian persekutuan, kegiatan usaha

persekutuan, pemasukan para sekutu, cara pembagian laba dan beban

kerugian persekutuan.12

Pada perusahaan bukan badan hukum, yang bertindak sebagai subjek

hukum adalah orang-orangnya dan bukan perkumpulannya sehingga

yang dituntut adalah orang-orangnya oleh pihak ketiga. Harta kekayaan

dalam perusahaan yang tidak berbadan hukum adalah dicampur, artinya

bila terjadi kerugian/penuntutan yang berujung pembayaran ganti rugi

/pelunasan utang maka harta kekayaan pribadi dapat menjadi

jaminannya. Dengan kata lain, pertanggung jawabannya pribadi untuk

keseluruhan. Harta perusahan bersatu dengan harta pribadi para

pengurus/anggotanya. Akibatnya jika perusahaannya pailit, maka harta

pengurus/anggotanya ikut tersita juga.

Menurut van ophuijsen, seorang notaris di Batavia, didalam buku

abdul kadir muhamad yang berjudul hukum perikatan, tanggung jawab

para sekutu terhadap pihak ketiga tidak dilaksanakan secara langsung.

Artinya segala utang firma dipenuhi lebih dahulu dari uang kas firma.

Badan Hukum diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan

Departemen Hukum dan HAM RI Di Hotel Kartika Chandra- Jakarta, tgl 21 Maret 2007. 12

I.G. Rai Widjaya.. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. (Kesaint Blanc, Jakarta,

2000) h. 7.

Page 31: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

39

Apabila uang kas tidak mencukupi, barulah diberlakukan Pasal 18 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang bahwa kekayaan pribadi masing-

masing sekutu dipertanggung jawabkan sampai utang terpenuhi

semuanya.13

Selain itu dengan perseroan terbatas tidak berbadan hukum memiliki

implikasi yuridis yang berbeda dengan perseroan terbatas berbadan

hukum. Paling tidak aspek yang berbeda diantaranya perihal sarana

perlindungan hukum bagi internal perseroan terbatas itu sendiri.

Perseroan dalam menghadapi permasalahan hukum akan sulit

menyelesaikan secara legal karena kondisi yang tidak berbadan hukum.

Dengan mendirikan badan usaha berarti bisnis pelaku usaha telah

memiliki izin usaha. Dengan izin usaha, seorang pengusaha telah sedini

mungkin menjauhkan kegiatan usahanya dari tindakan pembongkaran

dan penertiban. Hal tersebut berefek memberikan rasa aman dan nyaman

akan keberlangsungan usahanya. Legalisasi merupakan sarana yang

disediakan oleh pemerintah agar kenyamaan dalam melakukan kegiatan

usaha dirasakan oleh para pelakunya.

2. Tanggung Jawab Perseroan Terbatas

a. Tanggung Jawab Direksi dalam Perseroan Terbatas

Proses tanggung jawab anggota direksi dalam perseroan terbatas yang

memiliki status badan hukum apabila ditelisik secara yuridis maka

sejatinya tanggung jawab direksi hanyalah sebatas terkait kepemilikan

modal (separate and distinct from its owner).14

Dalam hal ini apa yang

telah diperbuat oleh direksi dapat diartikulasikan sebagai tindakan resmi

yang dilakukan oleh perseroan terbatas. Oleh karena itu pemahaman

yang berkembang yakni suatu perusahaan yang telah dinyatakan pailit

13

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan (Bandung,: Citra Aditya Bakti, 1992), h. 92 14

Yahya harahap, Hukum Perseroan, Cetakan Ketiga, Edisi Ketujuh, (Jakarta:Sinar

Grafika, 2011), h.157

Page 32: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

40

dan gagal dalam melaksanakan prestasinya terhadap debitur maka dewan

direksi selaku pengelola suatu perseroan terbatas tetap terbebas dari

segala kewajiban yang berkaitan dengan perseroan terbatas.

Namun, meskipun terdapat perlindungan secara hukum terhadap

direksi dalam mengelola perseroan terbatas dewan direksi tetap harus

melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan cara-cara yang baik,

layak dan beritikad baik dan penuh tanggung jawab. Karena jelas direksi

merupakan badan perseroan yang paling tinggi, karena direksi berhak

dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk dan atas

nama perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan) dan

bertanggung jawab atas pengurusan dan jalannya perseroan untuk

kepentingan dan tujuan perseroan.

Namun tidak dalam setiap kondisi dewan direksi dapat terbebas dari

pertanggung jawaban terhadap perseroan terbatas sebagaimana konsep

limited liability. Terdapatnya perlindungan yang dimiliki oleh direksi

akan menghilang manakala dihadapkan dalam prinsip piercing of

corporate veil. Organ perseroan akan dimintai pertanggung jawaban jika

organ tersebut bertindak melebihi kewenangannya atau telah berbuat abai

dan sengaja untuk merugikan keuangan korporasi.15

Dalam paradigma civil law maupun common law memandang tugas

dan fungsi direksi dalam suatu perseroan terbatas yakni sebagai fiduciary

duties dan dutie of skill and test yang artinya dewan anggota direksi

bekerja harus berdasarkan kemampuan dan profesionalitas. Konsepsi

demikian memunculkan perspektif limited liability yang mengharuskan

pemegang saham, direksi, dan komisaris dapat dengan pasti membedakan

mana tindakan sebagai organ perseroan dan mana tindakan yang

perseorangan. Semua tindakan pemegang saham, direksi, atau komisaris

15

Jerat pidana terhadap direksi dan komisaris dalam korporasi (corporate veil) dibatasi atas

adanya pelanggaran duty of care, duty of loyality, Munir Fuady, Perseroan Terbatas- Paradigma

Baru, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003) h. 67

Page 33: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

41

suatu perseroan telah ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan

dan AD/ART perseroan terbatas dan tidak diperbolehkan melakukan

tindakan di luar kewenangan yang telah ditentukan tersebut.16

Adapun

secara umum tanggung jawab perseroan terbatas dalam perspektif hukum

terbagi menjadi dua yakni tanggung pidana dan perdata.

b. Tanggung Jawab Pidana Korporasi

Kewajiban dan tanggung jawab perseroan bukan kewajiban dan

tanggung jawab pemegang saham. Jika seperti itu halnya, perseroan

sebagai badan hukum adalah mahkluk hukum (a creature of the law).

Aktivitas berhukum yang mungkin dilakukan oleh perseroan terbatas

meliputi kekuasaan (power) dan kapasitas yang di berikan hukum

kepadanya dan berwenang berbuat dan bertindak sesuai dengan

kewenangan yang diberikan sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar

(AD). Mempunyai kekuasaan diatur secara tegas (express power) seperti

untuk memiliki kekayaan, menggugat dan digugat atas nama perseroan.17

Tetapi ada juga kekuasaan yang tidak bersifat tegas melainkan hanya

bersifat implisit belaka (implicit power) yakni berwenang melakukan apa

saja asal dilakukan secara beralasan dan penting (reasonably necessary)

untuk perseroan seperti menguasi atau mentransfer barang,

meminjamkan uang, memberi sumbangan dan sebagainya.

Proses demikian menempatkan korporasi sebagai subjek hukum yang

tidak luput dari adanya pertanggung jawaban pidana atas tindakan yang

dilakukan oleh perseroan. Pelanggaran pidana korporasi dapat berbentuk

seperti pelanggaran yang berkaitan dengan lingkungan hidup,

pelanggaran hak asasi manusia akibat dari usaha bisnis korporasi,

pelanggaran terhadap masyarakat sekitar dan pekerja internal dari

16

Siti Hpsah, Tanggung Jawab Direksi Pereroan Terbatas atas Pelanggaran Fiduciary Duty,

Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 Nomor 1 2015, h. 173 17

Bismar Nasution, “Tanggung Jawab Direksi dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas”

diakses dalam https//bismar.wordpress.com/ diakses pada 17 oktober 2019 pukul 18.09 BBWI.

Page 34: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

42

korporasi itu sendiri dan lain sebagainya. Korporasi disini sebagaimana

telah dijelaskan sebelumnya yakni memiliki tanggung jawab atas dirinya

sendiri (dalam hal ini adalah tindakan korporasi) karena terdapatnya

prinsip separate liability.

Adapun dalam konsep teori hukum pidana berlaku asas tiada pidana

tanpa kesalahan dan tiada kesalahan tanpa pertanggung jawaban pidana.

Apabila korporasi terbukti telah melakukan kesalahan sebagaimana yang

diatur dalam regulasi hukum pidana baik secara generalis maupun

spesialis maka harus dibuktikan dan dipertanggung jawabkan secara

hukum dalam lingkup peradilan.

Terdapat tiga (3) teori utama pertanggungjawaban yang dapat

dibebankan terhadap korporasi. Pertama, korporasi merupakan aktor

utama dalam perekonomian dunia, sehingga kehadiran hukum pidana

dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk mempengaruhi

tindakan-tindakan aktor rasional korporasi.18

Kedua, keuntungan yang

diterima oleh korporasi dan kerugian yang diderita oleh rakyat sangat

tidak sebanding, sehingga menjadi tidak efektif apabila korporasi hanya

dijatuhkan sanksi keperdataan.19

Ketiga, kegiatan operasi korporasi

melalui agen-agennya seringkali menimbulkan kerugian yang mendalam

bagi masyarakat, sehingga pembebanan sanksi pidana dapat menjadi

fungsi pencegahan dalam hal pengulangan terhadap tindakannya yang

merugikan.20

Menjadi pertanyaan bagaimana sebuah badan (perseroan) yang

merupakan rechtpersoon, no body to kick, dapat dijerat dengan

pertanggung jawaban pidana? Von Gierke telah menjelaskan dalam teori

18

Pamela H. Bucy, Trends In Corporate Criminal Prosecutions, American Criminal Law

Review, 2007, h.128 19

Beth Stephens, The Amorality of Profit: Transnational Corporations and Human Rights,

Berkeley Journal of International Law, 2002, h. 46 20

Geraldine Szott Moohr, On The Prospects Of Deterring Corporate Crime, Journal of

Business & Technology Law, 2007, h. 27

Page 35: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

43

organ,21

bahwa keberadaan perseoran yang bersifat artifisial dijalankan

oleh organ-organ seperti direksi, komisaris, dan pemegang saham yang

bersifat real sebagai otak yang menentukan dan menjalankan perseoran

lah sebagai pihak yang dapat dibebani tanggungjawab pidana yang

bersifat penjara. Sedangkan untuk perseoran itu sendiri sebagai badan

hukum dapat dikenakan denda yang diambil langsung dari harta

kekayaan perseroan.

Pesan yang coba disampaikan di atas adalah bahwa usaha untuk

menarik pertanggungjawaban korporasi ke ranah pidana sudah

disuarakan demi meningkatkan fungsi pencegahan pelanggaran HAM

yang dilakukan korporasi, karena jika hanya membebankan pada ranah

perdata, dengan modal luar biasa yang dimiliki korporasi, tentu hal itu

tidak akan menjadi peringatan bagi korporasi untuk kembali dan terus

melakukan pelanggaran HAM.

c. Tanggung Jawab Perdata Perseroan Terbatas

Sebagaimana yang dipaparkan diatas terkait dengan tanggung jawab

korporasi atas pelanggaran HAM dalam perspektif pidana (crime

corporation). Korporasi juga dapat dimintai pertanggung jawaban dalam

konteks perdata apabila dianggap telah melakukan pelanggaran atas

HAM yang dilakukan korporasi dan menimbulkan kerugian materiel

terhadap korban.22

Bentuk pertanggung jawaban yang dapat dilakukan oleh korporasi

secara perdata dapat dilakukan secara langsung terhadap korporasi dalam

arti kelembagaan (Perseroan Terbatas). Hal tersebut sesuai dengan

konsep pemisahan pertanggung jawaban antara dewan direksi/ komisaris

dengan pertanggung jawaban korporasi. Bentuk bentuk sanksi perdata

berbeda dengan sanksi pidana yang meliputi ancaman hukuman ataupun

pemberian denda. Dalam sanksi perdata karena berjenis hukum privat

21

Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Ed. 1, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Ikrar

Mandiri, 2011), h. 123 22

Munir Fuady, Perseroan Terbatas- Paradigma Baru, (Bandung, Citra Aditya Bakti,

2003) h. 67

Page 36: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

44

maka bentuk penjatuhan hukuman berkaitan dengan uang ataupun harta.

Secara umum sanksi perdata terhadap korporasi terbagi menjadi dua

yakni sanksi atas tindakan melawan hukum dan sanksi atas tindakan

wanprestasi.

B. Kerangka Teori

1. Bisnis dan Hak Asasi Manusia

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutkan

bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Albert Von

Dicey dalam An Introduction to the Study of The Law of the Constitution

menyebutkan HAM sebagai salah satu unsur fundamental rule of law.23

Hak Asasi Mnusia merupakan sejumlah hak yang melekat secara naluriah

dalam setiap insan manusia dan negara dalam hal ini wajib untuk

menjunjung tinggi HAM. Jika dikontekstualisasikan lagi dengan Indonesia,

Steenbeek memaparkan bahwa jaminan terhadap HAM dan warga negara

merupakan satu dari tiga pokok materi muatan UUD NRI 1945.24

Sementara itu, bisnis merupakan aktivitas dan institusi yang memproduksi

barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari. Bisnis pada dasarnya terikat

dengan prinsip-prinsip HAM atau disebut juga dengan istilah embedded

human rights in business practice.25

Keterkaitan yang erat antara HAM dan

bisnis juga dipengaruhi dengan besarnya tingkat pelanggaran HAM baik

secara aktual maupun potensial pada dunia bisnis. Bisnis yang berorientasi

23

Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2005), h. 24 24

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I, (Jakarta: Rajawali Press,

2006), h. 343 25

UNGC dan OHCHR, Embedding Human Rights into Business Practice II (Geneva: UN

Global Compact dan OHCHR, 2007), h. 32

Page 37: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

45

terhadap profit (profit oriented) acapkali menkhianati prinsip pengamalan

atas HAM. Atas dasar kesadaran tersebut, muncul berbagai pertemuan serta

lahir berbagai instrumen terkait. Salah satunya adalah united nations

guiding principles on business and human rights sebagai sebuah remedy

framework.

2. Prinsip Uji Tuntas HAM sebagai Generasi Keempat Hak Asasi Manusia

Perkembangan pemikiran HAM menunjukkan adanya kesinambungan

gagasan terhadap pentingnya perlindungan dan pemenuhan HAM.

Setidaknya dikenal tiga bahkan empat generasi HAM. Generasi HAM

pertama adalah hak-hak sipil dan politik yang berasal dari teori-teori

reformis abad ketujuh belas dan kedelapan belas yang sangat tajam

menyoroti revolusi-revolusi di Inggris, Amerika dan Perancis. Pada HAM

generasi pertama ideologi politik individualisme liberal dan doktrin

ekonomi dan sosial laissez-faire amat menonjol. HAM pada generasi

pertama lebih diartikan sebagai yang bersifat negatif (freedom from)

ketimbang bersifat positif (right to). Itu artinya, HAM dipahami sebagai

pola abstensi negara dalam pencarian martabat manusia.26

Hal demikian

menggambarkan bahwa pola relasi negara dalam masa itu hanya

mengedepankan prinsip-prinsip minimal HAM.

Generasi HAM kedua menyusul pada keinginan yang kuat masyarakat

global untuk memberikan kepastian terhadap masa depan HAM yang

melebar pada aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya. Melalui resolusi

majelis umum 220 A (XXI) tanggal 16 desember 1966 lahirlah dua buah

kovenan, yakni pertama International Covenant on Civil and Political

Rights/ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan

Politik/Kovenan Sipol). Kovenan ini terdiri atas 6 bagian dan 53 pasal.

Kovenan kedua adalah International Covenant on Economic, Social and

Cultural Rights/ICESCR (Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,

26

Knut D Asplund, Hukum Hak Asasi Manusia,.( Jogjakarta: Pusham UII 2008), h. 87

Page 38: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

46

Sosial dan Budaya/Kovenan Ekosob). Kovenan ini terdiri atas 5 bagian dan

31 pasal.

Perkembangan pemikiran HAM juga mengalami peningkatan ke arah

kesatupaduan antara hak-hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum

dalam “satu keranjang” yang disebut dengan hak untuk pembangunan (the

right to development). Inilah generasi HAM ketiga. Hak untuk

pembangunan mencakup persamaan hak atau kesempatan untuk maju yang

berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup

sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut. Hak ini meliputi hak untuk

berpartisipasi dalam proses pembangunan sekaligus menikmati hasil-hasil

pembangunan tersebut.27

Menurut Prof Jimly Asshidiqie hak asasi manusia dalam perjalanannya

memiliki sejumlah langkah dan tahapan penyempurnaan atau biasa dikenal

dengan generasi HAM. Namun pada pokoknya keseluruhan generasi

tersebut memiliki karakteristik yang sama yaitu dipandang sebagai konteks

relasi kekuasaaan yang vertikal, antara rakyat dan pemerintahan dalam suatu

negara.

Secara aktual jimly meyebutkan bahwa konsep HAM hanya berkaitan

antara perbuatan yang telah dilakukan oleh negara terhadap warga negara.

Hal demikian menjadi sedikit problematika karena berbicara terkait HAM

sejatinya bukan semata persoalan relasi vertikal bawahan dan atasan. Jauh

dari pada itu HAM juga berbicara terkait relasi hubungan secara horizontal.

Antara kelompok masyarakat, golongan rakyat, dan bahkan antar

masyarakat negara dengan masyarakat negara lainya dalam kerangka warga

dunia.

Sebagai sebuah proses dialektika, konsepsi HAM akhirnya memasuki

babakan baru dengan munculnya generasi HAM keempat. Jimly asshiddiqie

menyebutkan ada empat faktor yang fenomenal sekaligus memengaruhi

lahirnya konsepsi generasi HAM keempat, yaitu: (a) konglomerasi raksasa

27

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi...,

h 221

Page 39: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

47

dalam bentuk multi national corporations/MNC atau disebut juga dengan

Transational Corporations/ TNC; (b) fenomena nations without states; (c)

global citizen yang berimplikasi lahirnya kelas sosial tersendiri; dan (d)

pengaturan entitas baru yang bersifat otonom dalam bentuk corporate

federalism.28

Sekalipun demikian, negara tetap bertanggungjawab penuh menghormati,

melindungi dan memenuhi HAM (the duty bearer). Menjadi realitas

kekinian bahwa dalam ranah kehidupan publik, sebagian peran-peran

strategis negara juga diperankan korporasi.29

Regulasi negara merupakan

alat untuk ”menekan” dan memastikan agar korporasi benar-benar

melakukan upaya penghormatan dan perlindungan HAM dalam aktivitas

bisnisnya. In the end, however, the enforcement of standards – and the

working out of sensible compromises between different national practices –

depend on the construction of stable, responsible governments demikian

tegas Mayall dan Lyons.

Negara tetap memikul kewajiban utamanya (primary responsibility)

untuk menentang terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM oleh korporasi.

Manakala ada pelanggaran HAM, maka negara dan korporasi berkewajiban

menyediakan akses yang lebih efektif bagi upaya-upaya perbaikan (more

effective access to remedy) terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM yang

terjadi. Inilah yang dipertegas dalam protect, respect and remedy framework

sebagai bagian dalam sinergi antara negara dan korporasi dalam

pengahayatan atas upaya perlindungan HAM di Indonesia. Perlindungan

dan penegakan hukum dan HAM menjadi skema yang baik manakala

terdapat perpaduan yang konkret antara peran serta negara diimbangi

dengan kehadiran korporasi dalam membuka kesempatan dan melakukan

28

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi (Jakarta: Konstitusi

Press, 2005), h. 223-225. 29

UNGC dan OHCHR, Embedding Human Rights into Business Practice (Geneva: 2006),

h. 15

Page 40: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

48

kegiatan bisnis sesuai dengan standar minimal pelayanan Hak Asasi

Manusia.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Setelah peneliti melakukan peninjauan terhadap kajian terdahulu terdapat

beberapa kajian yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu:

1. Skripsi ini ditulis oleh Muhamad Raziv Barokah mahasiswa Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2016.30

Perbedaan peneliti membahas

lebih mengerucut dari salah satu prinsip United Nations Guiding Principles

on Business and Human Rights berupa adanya kewajiban uji tuntas HAM

yang dilakukan entitas bisnis sebagai wujud pelaksanaan prinsip itu

disandingkan dengan implementasi dalam perseroan terbatas. Persamaan

yang terdapat antara peneliti dan raziv barokah ialah terkait pola

pembahasan yakni membahas mekanisme human right due diligence yang

telah diratifikasi dalam peraturan perundang-undangan nasional.

2. Buku ini ditulis oleh Seriyati Pulu 31

dan diterbitkan oleh Konsil LSM

Indonesia atas dukungan ICCO ini berfokus terhadap prosedur-prosedur

pengimplementasian uji tuntas HAM dalam dunia bisnis. Perbedaan yang

peneliti tekankan terhadap buku tersebut yakni peneliti lebih menekankan

terkait aspek implementasi dan tanggung jawab korporasi dalam bidang

bisnis terbatas terhadap sektor perkebunan kelapa sawit. Persamaannya

yakni sama-sama membahas terkait dengan uji tuntas HAM dalam dunia

bisnis dan korporasi.

30

Muhamad Raziv Barokah, Formulasi Adopsi United Nations Guiding Principles on Bussiness and Human Rgiht dalam Good Corporate Govenrance, Skripi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016

31 Seriyati Pulu, Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia Kerangka PBB

Perlindungan, Penghormatan dan Pemulihan, (Jakarta: Konsil LSM Indonesia dan ICCO, 2017)

Page 41: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

49

3. Jurnal yang ditulis oleh Indah Amaretasari dari Fakultas Hukum Universitas

Negeri Medan ini32

memiliki perbedaan dengan skripsi ini adalah, peneliti

tidak hanya menjelaskan latar belakang lahirnya united nations guiding

principles on business and human rights, tetapi juga menjelaskan lebih

dalam terkait kewajiban uji tuntas HAM atau human rights due diligence

dalam united nations guiding principles on business and human right.

Persamaan yang terkandung dalam penelitian kali ini terdapat dalam

kacamata pembahasan yang sama dalam membahas pola perlindungan

HAM korporasi.

32

Indah Amaretasari Tanggung jawab korporasi terkait HAM: Tinjuan terhadap prinsip PBB mengenai panduan untuk bisnis dan HAM. Artikel ini ditulis oleh Indah Amaretasari dari Fakultas Hukum Universitas Negeri Medan

Page 42: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

50

BAB III

TINJAUAN UMUM HUMAN RIGHT DUE DILLIGENCE DALAM

UNITED NATIONS GUIDING PRINCIPLES ON BUSSINES AND HUMAN

RIGHT

A. Esensi Human Right Due Dilligence dalam United Nations Guiding

Principles on Bussines and Human Right

Pelapor khusus untuk perserikatan bangsa-bangsa, John Ruggie, mengakui

dalam human right due dilligence, bahwa kegiatan usaha dalam bentuk apapun

dapat memengaruhi HAM.1 Prinsip Ketujuhbelas United Nations Guiding

Principle memberikan parameter umum untuk human right due dilligence,

sementara komponen-komponen penting lainnya yang perlu diperhatikan

terdapat pada Prinsip Kedelapanbelas sampai dengan Prinsip Keduapuluh satu.

Penjelasan Prinsip Ketujuhbelas menyatakan bahwa human right due dilligence

seyogyanya dilakukan seawal mungkin dalam suatu kegiatan atau hubungan

bisnis, menilai risiko terhadap HAM dapat saja meningkat atau bahkan dapat

dimitigasikan sedari tahap perancangan kontrak, atau dapat saja diwariskan

melalui penggabungan dan akuisisi korporasi.

Langkah pertama dalam menyusun human right due dilligence adalah

pengidentifikasian dan penilaian dampak penting terhadap HAM yang aktual

dan potensial dari suatu kegiatan usaha korporasi. Tujuan dari tahap ini adalah

untuk mengerti dampak tertentu terhadap orang-orang tertentu, dalam konteks

kegiatan usahanya masing-masing. Adapun faktor yang dipertimbangkan

dalam tahap ini adalah: (1) siapa saja yang terpengaruh, (2) pengkategorian

standar dan isu HAM, (3) proyeksi risiko terkait HAM dalam kegiatan usaha.2

1 United Nations General Assembly, Report of the Special Representative of the Secretary

General on the Issue of Human Rights and Transnational Coporations and Other Business

Enterprises, John Ruggie, (New York, United Nations, 2010), h. 11 2 Wahyu Wagiman (ed), Prinsip-prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi

Manusia:Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa “Perlindungan, Penghormatan, dan Pemulihan,

(ELSAM, Jakarta, 2014), h. vi

Page 43: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

51

Dalam konteks lokal di Indonesia penerapan UNGP pada tahun 2011

bersamaan dengan diadopsinya prinsip-prinsip panduan, dewan HAM PBB

juga membentuk badan khusus untuk mendorong implementasi dan diseminasi

prinsip-prinsip panduan. Indonesia sebagai salah satu negara yang dipenuhi

oleh perusahaan multinasional dan transnasional memiliki beragam

kepentingan untuk sesegera mungkin menerapkan prinsip-prinsip terkait.

Secara aktual hal demikian disadari oleh organisasi masyarakat sipil untuk

menerapkan uji tuntas demikian, walaupun masih bersifat secara voluntary agar

tetap memiliki kerangka hukum yang valid. Inisiatif muncul dari Komisi

Nasional HAM dan ELSAM yang menempatkan Indonesia sebagai negara

pertama di Asia Tenggara yang menetapkan RAN HAM oleh beragam NHRIs

(National human rights Institusion). RAN HAM tersebut kemudian tertuang

dalam Peraturan Komisi Nasional HAM Nomor 1 Tahun 2017 tentang

Pengesahan Aksi Nasional Bisnis dan HAM yang sudah dicatat dalam

lembaran negara Nomor 856.

B. Aspek-Aspek dalam United Nastionss Guiding Principles

Prinsip-prinsip yang tertuang dalam United Nations guiding principles on

business and Human Rights (UNGP) dirumuskan oleh Pelapor Khusus

Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Bisnis dan HAM, John Ruggie.3 Pada

dasarnya, prinsip yang termaktub dalam UNGP dilandasi dari pengakuan

terhadap4

a. States’ existing obligations to respect, protect and fulfil human rights and

fundamental freedoms;

b. The role of business enterprises as specialized organs of society

performing specialized functions, required to comply with all applicable

laws and to respect human rights

3 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, “Terms of Reference (TOR) Konferensi

Nasional Bisnis dan HAM di Indonesia...,” h. 1. 4 United Nations High Commissioner for Human Rights, Guiding Principles on Business

and Human Rights: Implementing the United Nations “Protect, Respect and Remedy”..., h. 1

Page 44: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

52

c. The need for rights and obligations to be matched to appropriate and

effective remedies when breached.

Prinsip-prinsip panduan untuk bisnis dan HAM ini berlaku bagi seluruh

negara dan korporasi tanpa memandang ukuran, sektor, lokasi, kepemilikan

dan struktur dari korporasi tersebut.5 Prinsip-prinsip ini adalah standar global

bagi korporasi tentang bagaimana mereka harus menghormati dan melindungi

HAM yang berlaku di suatu negara dimana korporasi itu beroperasi.6 Rugies

principles mendasari beberapa panduan untuk kegiatan bisnis dan HAM

kedalam beberapa poin rekomendasi tiga pilar yakni perlindungan,

penghormatan serta pemulihan atas Hak Asasi Manusia.

1. Beban Perlindungan atas HAM Terhadap Negara

Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

jelas mengatur bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan

HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Pasal 2 Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM jelas menyatakan bahwa

negara mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar

manusia, dengan rumusan sebagai berikut :

“Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan

kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada

dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan

ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,

kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan.”

Menurut Rahayu, pengakuan negara terhadap HAM adalah penting

karena menjadi dasar bagi kewajiban dan tanggung jawab negara untuk

melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi HAM warganya.

Upaya perlindungan dan penegakkan HAM dapat dilakukan negara dengan

memberlakukan langkah implementatif efektif dan konkrit atas berbagai

instrumen hukum maupun kebijakan di bidang HAM, baik dari segi hukum,

politik, ekonomi, sosial, budaya, dan segi lain yang terkait. Negara

5 United Nations High Commissioner for Human Rights, Guiding Principles on Business

and Human Rights: Implementing the United Nations “Protect, Respect and Remedy”..., h. 2 6 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, “Terms of Reference (TOR) Konferensi

Nasional Bisnis dan HAM di Indonesia,,,,” h. 1

Page 45: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

53

berkewajiban dan bertanggung jawab menjamin agar semua hak dan

kebebasan warga negara dihormati dan dipenuhi sebaik-baiknya.7 Jaminan

perlindungan atas terpenuhinya hak-hak konstitusional tersebut tentu harus

dipahami sebagai hak dari setiap warga negara tanpa ada diskriminasi

apapun.

Prinsip prinsip dasar human right due dilligence menegaskan bahwa

negara harus melindungi dari pelanggaran HAM oleh perusahaan bisnis, di

dalam wilayah dan atau yurisdiksi. Stakeholder terkait harus memiliki

langkah-langkah strategis untuk mencegah, menyelidiki, menghukum dan

memulihkan pelanggaran tersebut melalui kebijakan, legislasi, peraturan,

dan sistem peradilan yang efektif. Kewajiban negara untuk memberikan

perlindungan mencakup tindakan-tindakan pengembangan reformasi hukum

dan penegakan hukum untuk meningkatkan kepatuhan perusahaan terhadap

penghormatan terhadap HAM.

Hal ini berarti reformasi hukum merupakan prasyarat (kondisionalitas)

untuk mengartikulasikan prinsip-prinsip panduan PBB mengenai bisnis dan

HAM. Namun demikian prinsip-prinsip panduan menetapkan bahwa hukum

dan kebijakan yang dikembangkan tersebut tidak menghambat perusahaan

dalam menjalani operasionalnya. Di samping itu, negara juga harus

memberikan panduan yang efektif bagi perusahaan bagaimana cara

menghormati HAM dalam pelaksanaan operasi mereka.

Dengan demikian, negara menjadi faktor determinan penting untuk

menegakan perlindungan HAM terhadap dampak operasional korporasi.

Pilar ini memperlihatkan bahwa negara memiliki peran utama (primary

role) untuk mencegah dan menyasar operasional, baik produk jasa atau

barang maupun jalinannya dengan pihak yang lain yang berpotensi

melanggar HAM.

7 Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia, (Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

2012), h. 150

Page 46: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

54

Langkah reformasi hukum yang dikembangkan untuk mengatur relasi

bisnis dan HAM semestinya juga diarahkan untuk memperkuat dan

menjalani komitmen pemerintah Indonesia terhadap hukum HAM

internasional yang telah diratifikasi. Berdasarkan doktrin hukum

internasional, tindakan ratifikasi perlu ditindak lanjuti dengan transformasi

prinsip dan norma yang ada ke dalam peraturan perundang-undangan untuk

mengefektifkan berlakunya prinsip-prinsip dan norma-norma yang diatur

dalam perjanjian internasional.

Dalam tatanan hukum internasional, resolusi adalah suatu rekomendasi

dari suatu masalah yag telah disetujui melalui konsensus maupun

pemungutan suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditatapkan oleh

organisasi internasional atau badan bersangkutan. Istilah “resolusi’

sebagaimana yang digunakan oleh PBB memiliki arti yang luas, yakni tidak

hanya mencakup akan suatu rekomendasi melainkan juga keputusan.

berbeda dengan deklarasi yang keberlakuanya menuntut adanya proses

ratifikasi oleh negara, resolusi yang dikeluarkan dewan HAM ini bersifat

morally binding yang kekuatannya baru mengikat apabila negara yang

bersangkutan menyatakan diri mendukung resolusi ke dalam sistem hukum

nasional. Sesuai dengan konvensi Wina yang telah diratifikasi oleh

Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982, maka dokumen

internasional yang disepakati oleh negara berlaku mengikat secara moral

menjadi hukum kebiasaan internasionl (Jus Cogen/ Peremptory Norm) dan

keberlakuanya tidak menuntut adanya ratifikasi.8

Upaya transformasi semestinya diorientasikan dan dikonstruksikan

menuju skema dan mekanisme perlindungan warga negara dari operasional

korporasi yang berdampak terhadap HAM yang dilakukan oleh entitas

bisnis karena seluruh kerangka kebijakan ini secarayuridis juga akan

8 Jus cogen meupakan norma hukum yang di dalam hukum internasional telah disepakati,

diterima dan diakui oleh negara-negara dalam masyarakat internasional secara keseluruhan sebagai

sebuah norma yang tidak dapat dilanggar, dikurangi dan upaya perubahannya harus didahului oleh

kesepakatan, negara-negara yang telah menerima, mengakui norma hukum terkait. Lihat dalam

Vienna Convention On The Law and Treatis, 1958, pasal 53

Page 47: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

55

mengikat setiap subyek hukum, baik individu sebagai para warga negara

maupun entitas badan hukum, termasuk korporasi. Langkah reformasi

hukum tersebut semestinya dimanifesatasikan melalui upaya harmonisasi

hukum. Harmonisasi hukum ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa

hukum nasional dan peraturan administrasi yang terkait dengan isu

mengenai bisnis dan HAM secara penuh sesuai instrumen hukum HAM

internasional yang telah diratifikasi.

Oleh karena itu, pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki

kewajiban untuk mengeluarkan kebijakan publik, dalam bentuk peraturan

perundang-undangan, anggaran publik, program maupun perencanaan

pembangunan guna menjamin pemenuhan HAM.Pada titik ini diperlukan

upaya harmonisasi eksternal (external harmonization) melalui penyesuaian

hukum nasional dan regulasi yang masih berlaku (existing) dengan prinsip-

prinsip dan norma-norma hukum HAM internasional, termasuk prinsip-

prinsip panduan. harmonisasi hukum nasional mungkin memerlukan upaya

untuk mengubah (amandemen) ketentuan yang ada atau pengenalan

ketentuan baru. Sementara itu, harmonisasi internal difokuskan untuk

menghilangkan inkonsistensi, kontradiksi atau kesenjangan, baik pada

seluruh ketentuan hukum nasional yang ada maupun peraturan daerah,

ketentuan adat, tradisional atau hukum agama dengan ketentuan hukum

nasional.9

Upaya harmonisasi kebijakan, baik secara horisontal maupun vertikal

juga ditegaskan dalam komentar prinsip-prinsip panduan yang menyatakan

negara perlu untuk mengambil sebuah pendekatan yang luas untuk mengatur

bisnis dan agenda HAM. Pendekatan ini bertujuan untuk lebih memastikan

bahwa kebijakan domestik yang ada koheren secara vertikal dan horizontal

untuk senantiasa memberikan kebijakan-kebijakan yang berdasarkan atas

pengukuhan Hak Asasi Manusia.

9 Jaap E Doek, Harmonisation of National Laws With the Convention on the Rights of the

Child: Some Observations and Suggestions (Addis Ababa: The African ChildPolicy Forum, 2007),

h. 2

Page 48: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

56

Berangkat dari postulat value tersebut negara dalam hal ini merupakan

entitas penting untuk menyelenggarakan perlindungan atas HAM yang

dilakukan oleh korporasi. Negara wajib membentuk aturan hukum yang

melindungi HAM, disamping harus memastikan korporasi bertindak tidak

menciderai adanya pengakuan atas HAM tersebut.

Dalam prinsip utama human rights due dilligence yang digagas oleh

dewan Khusus PBB menetapkan peran negara sebagai pilar utama tegaknya

perlindungan atas HAM dalam dunia bisnis. Negara harus mengambil

langkah- langkah progresif untuk melindungi dari pelanggaran HAM oleh

perusahaan bisnis yang dimiliki atau dikontrol oleh negara atau yang

menerima dukungan substansial dan layanan jasa dari badan-badan negara.

Seperti badan kredit ekspor dan badan penjaminan atau asuransi investasi

resmi, termasuk, ketika pantas, dengan mensyaratkan uji tuntas hak asasi

manusia.

Negara harus melaksanakan pengawasan yang memadai dalam rangka

untuk memenuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum HAM internasional

ketika mereka bekerjasama melalui kontrak dengan, atau mengatur,

perusahaan bisnis untuk menyediakan layanan yang mungkin dapat

memiliki dampak pada penikmatan hak asasi manusia.

Karena resiko pelanggaran berat HAM lebih besar dalam wilayah yang

terkena konflik, negara-negara harus membantu memastikan bahwa

perusahaan bisnis beroperasi dalam konteks tersebut tidak terlibat

pelanggaranpelanggaran tersebut, termasuk dengan cara.10

a. Terlibat sejak awal dengan perusahaan bisnis untuk membantu mereka

mengidentifikasi,

b. Mencegah, dan mengurangi resiko yang terkait dengan HAM dari

aktivitas dan hubungan bisnis mereka;

10

Fitriani Sunarto dan Fahd Riyadi, Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi

Manusia Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa “Perlindungan, Penghormatan¸ dan

Pemulihan”, (Jakarta, Konsil LSM Indonesia, 2018), h, 23

Page 49: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

57

c. Memberikan bantuan secukupnya kepada perusahaan bisnis untuk

menilai dan mengatasi

d. Peningkatan resiko terjadinya pelanggaran, dengan memperhatikan

secara khusus kepada. kekerasan seksual dan berbasis jender;

e. Menolak akses pada dukungan dan layanan publik bagi sebuah

perusahaan bisnis yang terlibat dalam pelanggaran berat HAM dan

menolak untuk bekerjasama mengatasi keadaan;

f. Memastikan bahwa kebijakan, legislasi, peraturan, dan usaha-usaha

penegakan mereka efektif mengatasi resiko keterlibatan bisnis dalam

pelanggaran berat hak asasi manusia.

Selain itu negara juga berkewajiban untuk memastikan adanya

keterpaduan kebijakan yang akan diambil antar lembaga, badan

pemerintahan terkait yang berkaitan langsung dengan mekanisme bisnis.

Seperti memastikan bahwa departemen, badan pemerintah, dan lembaga

lainnya yang berbasis negara yang melakukan aktivitas bisnis menyadari

dan melaksanakan kewajiban HAM. Memenuhi mandat-mandat mereka

masing-masing, termasuk dengan memberikan mereka informasi yang

relevan, pelatihan, dan dukungan negara juga wajib memberikan ruang

kebijakan domestik yang memadai untuk memenuhi kewajiban HAM ketika

mengejar tujuan kebijakan yang terkait dengan bisnis dengan Negara lain

atau perusahaan bisnis sebagai contoh melalui traktat atau kontrak investasi.

2. Penghormatan atas HAM oleh Korporasi

Keberadaan korporasi di Indonesia memiliki peran yang besar dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga mempengaruhi setiap aspek

kehidupan masyarakat sehari-hari. Korporasi menciptakan lapangan

pekerjaan, menghasilkan produk barang maupun jasa, dan meningkatkan

kesejahteraan bagi karyawan dan para pemegang saham. Namun demikian,

di sisi yang lain keberadaan korporasi juga memiliki dampak yang

merugikan masyarakat secara luas maupun individu. Pencemaran dan

Page 50: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

58

kerusakan lingkungan, produksi barang dan layanan jasa yang merugikan

konsumen, penggusuran, konflik sumber daya alam memperlihatkan adanya

konflik antara bisnis dan HAM.

Seiring dengan menguatnya peran korporasi dalam era globalisasi

ekonomi, korporasi juga bertanggung jawab untuk menghormati HAM

karena keberadaannya berpotensi melanggar HAM. Prinsip-prinsip panduan

PBB mengenai bisnis dan HAM yang telah mendapatkan dukungan

sepenuhnya dari dewan HAM PBB pada 2011 merupakan instrumen hukum

internasional yang inovatif yang bertujuan untuk menempatkan korporasi

sebagai aktor baru untuk mengemban peran untuk bertanggung jawab dalam

pemajuan HAM.

Tanggungjawab perusahaan bisnis untuk menghormati HAM mengacu

pada HAM yang diakui secara internasional dengan pengertian, setidaknya,

sebagaimana tercantum dalam Konstitusi Internasional tentang HAM

(International Bill of Human Rights) dan prinsip-prinsip mengenai hak-hak

dasar yang terdapat dalam deklarasi.

Korporasi dilekati tanggung jawab untuk menghormati HAM merujuk

pada norma dasar yang termuat dalam DUHAM (Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia). Deklarasi tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa

setiap organ masyarakat (every organ of society) terikat untuk menaati

ketentuan substantif HAM. Pemaknaan frasa tersebut diperluas sehingga

meliputi entitas yang tidak termasuk dalam individu perorangan atau negara

yakni korporasi.11

Tanggungjawab untuk menghormati HAM mengharuskan perusahaan

bisnis untuk, menghindari terjadinya atau terlibat pada dampak yang

merugikan HAM yang terjadi karena aktivitas mereka sendiri, dan

mengatasi dampak-dampak tersebut ketika muncul. Berusaha untuk

11

Rudi M. Rizki, Tanggung Jawab Korporasi Transnasional dalam Pelanggaran Berat

HAM, (Jakarta: Penerbit Fikahati Aneska, 2012), h. 17-18

Page 51: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

59

mencegah atau menangani dampak HAM yang merugikan yang secara

langsung berkaitan dengan kegiatan, produk, atau jasa mereka oleh

hubungan bisnis mereka, meskipun mereka tidak terlibat pada dampak-

dampak tersebut.

Tanggungjawab perusahaan bisnis untuk menghormati HAM berlaku

pada seluruh perusahaan terlepas dari ukuran, sektor, konteks kegiatan,

kepemilikian, dan struktur yang mereka miliki. Namun demikian, skala dan

kompleksitas dari cara-cara perusahaan tersebut memenuhi

tanggungjawabnya dapat beragam berdasarkan faktor-faktor tersebut dan

dengan tingkat keburukan dari dampak yang merugikan HAM dari

perusahaan.

Dalam rangka memenuhi tanggungjawab mereka untuk menghormati

HAM, perusahaan bisnis harus memiliki kebijakan dan proses yang pantas

sesuai dengan ukuran dan keadaan. Kebijakan yang diambil harus

berkomitmen untuk memenuhi tanggungjawab untuk menghormati hak asasi

manusia,menerapkan uji tuntas hak asasi manusia untuk mengidentifikasi,

mencegah, melakukan mitigasi, dan melakukan pertanggungjawaban atas

cara mereka mengatasi dampak-dampak pada HAM. Terdapatnya proses-

proses untuk melakukan pemulihan atas setiap dampak buruk terhadap hak

asasi manusia yang merugikan yang mereka hasilkan atau ketika mereka

terlibat.

Sekalipun beban perlindungan HAM kepada seluruh masyrakat dalam

UNGP digariskan sebagai pilar utama adalah negara. Namun tanggung

jawab perusahaan tetap dibutuhkan sebagai bentuk pertanggung jawaban

yang dimaksud dalam program human right due dilligence. Bahkan ketika

tidak diundangkannya peraturan yang mewajibkan untuk itu perseroan tetap

wajib menjamin adanya perlindungan atas HAM dan tidak melakukan bisnis

yang melanggar HAM. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan saat ini

telah banyak diterima oleh sektor bisnis dengan alasan-alasan: (1) bisnis

Page 52: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

60

adalah bagian dari masyarakat; (2) perusahaan adalah institusi bisnis dan

juga institusi sosial; (3) selain ada risiko, bisnis mendapat untung dari

masyarakat.

Prinsip-prinsip tanggung jawab sosial perusahaan telah diatur melalui

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perusahaan

seperti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas,

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan mineral, dan

Batubara, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup keseluruhan peraturan

perundang-undangan tersebut menggariskan tentang tanggung jawab

perusahaan secara kelembagaan.12

2. Aspek Restitusi dan pemulihan Korban HAM

Secara umum kewajiban negara untuk melindungi masyarakat atas HAM

yang terlanggar oleh pihak ketiga (korporasi) menyiratkan 3 hal yakni

1. Kewajiban substantif untuk memastikan perlindungan HAM melalui

kebijakan legislasi serta menjamin perlindungan kelompok atau individu

yang rentan, seperti anak-anak, perempuan, masyarakat adat, buruh

migran, penyandang disabilitas, LGBT, orang tua, dan kelompok rentan

lainnya.

2. Kewajiban prosedural untuk menyelidiki, menghukum, dan memulihkan

pelanggaran HAM yang potensial yang terjadi.

3. Kewajiban untuk menginformasikan dan memantau aktivitas korporasi

yang berisiko tinggi. 13

12

Abdul Hakim G. Nusantara, et. al.,Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi

HAM: Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia (Jakarta:

Komisi Nasional HAM Cetakan Kedua, 2013), h. 40 13

Stéphanie Lagoutte, Unpacking Pillar 1 And 3 Of The Un Guiding Principles on Human

Rights and Business, (Copenhagen: The Danish Institute for Human Rights, 2014), h. 13

Page 53: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

61

Selanjutnya menurut Hukum HAM Internasional, negara memiliki

kewajiban internasional untuk menyediakan setiap korban untuk mengakses

pemulihan akibat pelanggaran HAM tersebut. Kewajiban negara ini meliputi

beberapa hal berikut.14

yakni investigasi atas dugaan penyalahgunaan,

kemungkinan untuk menetapkan tanggung jawab hukum, mekanisme yang

efektif dan independen / persidangan yang adil, sanksi, reparasi.

Dengan demikian, setiap terjadi peristiwa pelanggaran dan

penyalahgunaan HAM, hukum internasional menyatakan bahwa pelaku

harus bertanggung jawab sehingga tidak terjadi praktik impunitas.

Sedangkan korban dari peristiwa tersebut memiliki hak untuk mengakses

pemulihan yang efektif.

Elemen kunci agar para korban dapat mengakses keberadaan mekanisme

pemulihan dengan cara meningkatkan kesadaran mereka. Negara

seharusnyamemfasilitasi kesadaran publik dan pemahaman mengenai

mekanisme ini, baik berdasarkan mekanisme berbasis negara dan

mekanisme berbasis non-negaraserta memberikan informasi tentang

bagaimana mekanisme yang tersedia tersebut dapat diakses. Berkaitan

dengan mekanisme pemulihan perhatian khusus harus diberikan kepada

kelompok rentan dan kelompok lain yang mengalami kesulitan untuk

mengakses mekanisme tersebut karena fakror kendala bahasa, keterpencilan

geografis, dan lain-lain.15

Prinsip-prinsip panduan PBB mengenai bisnis dan HAM menegaskan

bahwa negara harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk

memastikan, melalui cara-cara yudisial, administratif, legislatif atau lainnya,

ketika pelanggaran HAM terjadi di dalam wilayah dan/atau yurisdiksi

mereka. Lebih jauh prinsip-prinsip panduan menyatakan bahwa setiap

korban pelanggaran HAM yang terkena dampak operasional perusahaan

14

Stéphanie Lagoutte, Unpacking Pillar 1 And 3 Of The Un Guiding Principles on Human

Rights and Business.., h. 13 15

Stéphanie Lagoutte, Unpacking Pillar 1 And 3 Of The Un Guiding Principles on Human

Rights and Business..., h.34

Page 54: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

62

memiliki akses atas pemulihan yang efektif. Akses pemulihan telah diakui

secara eksplisit melalui berbagai mekanisme di bawah mekanisme badan

PBB, termasuk konteks regional.

Akses pemulihan dapat menjadi efektif, apabila mekanisme yang tersedia

mampu mengarah pada upaya penyelidikan yang secara menyeluruh dan

tidak memihak, penghentian pelanggaran jika sedang berlangsung, dan

perbaikan yang memadai, termasuk restitusi, kompensasi, kepuasan,

rehabilitasi, dan jaminan ketidakberulangan. Jaminan akses pemulihan bagi

korban pelanggaran dan penyalahgunan HAM berasal dari kewajiban negara

di bawah hukum internasional untuk mengatur perilaku pihak swasta atau

individu, termasuk badan usaha, untuk memastikan perbuatan mereka tidak

melanggar HAM. Hukum internasional juga membebankan suatu kewajiban

bagi negara untuk menjamin akses pemulihan yang efektif tersedia bagi

korban. Kewajiban ini juga diberlakukan pada konteks transnasional untuk

mencakup setiap tindakan entitas bisnis yang beroperasional di luar wilayah

negara tersebut.16

Komentar prinsip-prinsip panduan menguraikan terdapat 2 (dua) aspek

untuk mengakses hak atas pemulihan yang efektif, yaitu aspek prosedural

dan aspek substantif. Aspek substantif ditujukan secara umum, akan

meniadakan atau menyelesaikan kerugian HAM yang telah terjadi.

Sedangkan aspek prosedur bagi ketentuan pemulihan harus imparsial,

dilindungi dari korupsi dan bebas dari usaha politik atau apapun untuk

mempengaruhi hasil.17

Pemulihan dapat termasuk permintaan maaf, restitusi, rehabilitasi,

kompensasi finansial atau non-finansial dan sanksi hukuman (baik pidana

16

Gwynne Skinner, Robert McCorquodale, and Olivier De Schutter, The Third Pillar:

Access to Judicial Remedies for Human Rights Violations by Transnational Business, (The

International Corporat Accountability Roundtable (ICAR), CORE, The European Coalition for

Corporate Justice (ECCJ), 2013), h. 25 17

Amnesty International, Incorporated Corporate Abuses and The Human Right To

Remedy, (London: Amnesty International Ltd, 2014), h. 11

Page 55: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

63

atau administratif, seperti denda), serta pencegahan dari kerugian melalui,

misalnya, penjaminan untuk tidak diulangi. Prosedur bagi ketentuan

pemulihan harus imparsial, dilindungi dari korupsi dan bebas dari usaha

politik atau apapun untuk mempengaruhi hasil.

Sebagai bagian dari kewajiban untuk memberikan perlindungan di bawah

hukum internasional, negara dipersyaratkan untuk mengambil

langkahlangkah untuk menginvestigasi, menghukum, dan memberikan ganti

rugi terkait penyalahgunaan HAM yang terjadi dalam wilayah atau

yurisdiksi. Kewajiban ini dimaknai sebagai kewajiban untuk menyediakan

akses untuk mendapatkan pemulihan (access to remedy).18

Theo Van Boven

mengajukan pengertian pemulihan sebagai segala jenis ganti rugi yang

bersifat material maupun non-material bagi para korban pelanggaran HAM,

yang meliputi aspek-aspek hak atas kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.19

Hak untuk memperoleh pemulihan yang efektif mencakup hak korban

untuk.20

C. Indonesian Suistanable Of Palm Oil Sebagai Uji Tuntas HAM

Di dalam Permentan No 11 Tahun 2015, Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit

Berkelanjutan Indonesia dimaksudkan untuk mengatur dan memastikan agar

perusahaan perkebunan kelapa sawit dan usaha kebun kelapa sawit

menerapkan prinsip dan kriteria ISPO secara benar dan konsisten, sehingga

menghasilkan produk minyak kelapa sawit berkelanjutan. Sebagai sebuah

18

John Gerard Ruggie, Just Business: Multinational Corporation and Human Rights,

(New York: Norton Company, 2013), h. 102 19

Abdul Haris Samendawai, Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat: (Tinjauan

Hukum Internasional dan Nasional, Jurnal Hukum Nomor 2 Volume. 16 Tahun 2009, h. 256 20

Abdul Haris Samendawai, menyatakan beberapa hak pokok korban yang harus dijamin

dan dilindungi oleh negara yakni: (1) hak korba atas tersedianya mekanisme keadilan dan

memperoleh ganti rugi dengan segera (baik berupa kompensasi maupun restitusi); (2) hak atas

informasi mengenai hak-haknya dalam mengupayakan ganti rugi dan memperoleh informasi

kemajuan proses hukum yang berjalan termasuk ganti kerugian;(3) hak untuk menyatakan

pandangan dan memberikan pendapat;(4) hak atas tersedianya bantuan selama proses hukuman

dijalankan; (5) hak atas perlindungan dari gangguan/intimidasi/ tindakan balasan dari pelaku,

perlindungan kebebasan pribadi dankeselamatan baik pribadi maupun keluarganya, dan Keenam,

hak atas mekanisme/ proses keadilan yang cepat dan sederhana/ tidak adanya penundaan. Lihat

Abdul Haris Samendawai, Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat ..., h. 256

Page 56: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

64

sistem, maka di dalam ISPO ada komponen kelembagaan yang

menjalankannya, serta prosedur-prosedur yang harus dipenuhi untuk

mewujudkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan tersebut.

Sebagai instrumen yang harus menjaga kredibilitasnya, maka prinsip-prinsip

tata kelola yang baik juga perlu diadopsi oleh sistem ini. Tata kelola yang baik

akan mencakup proses yang terbuka, tersedianya ruang bagi publik untuk

berpartisipasi, jaminan akan adanya koordinasi di antara pemangku

kepentingan, hingga pengambilan keputusan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Prinsip-prinsip ini sudah seharusnya terakomodir

pada setiap tahapan penilaian untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.

Sebagai landasan kebijakan untuk mengimplementasikan inisiatif ini, maka

Kementerian Pertanian mengeluarkan sebuah Peraturan Menteri Pertanian

(Permentan) Nomor 19 Tahun 2011 junto Permentan Nomor 11 Tahun 2015

tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia. Bagi

perusahaan yang tidak mematuhi peraturan ini, maka akan diberikan sanksi

administrasi, mulai dari penurunan “kelas kebun” sampai pencabutan izin

usaha. Pengajuan permohonan sertifikasi harus dilaksanakan paling lambat

pada akhir September 2015.21

Sebagaimana diatur pada Permentan Nomor 07

Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, setiap perkebunan

kelapa sawit dalam tahap operasional akan diklasifikasikan ke dalam Kelas I,

II, III, IV, dan V.

Persyaratan sertifikat ISPO meliputi kepatuhan aspek hukum, ekonomi,

lingkungan, dan sosial, sebagaimana diatur peraturan perundangan yang

berlaku, beserta bentuk sanksi bagi mereka yang melanggar. Ketentuan ini

merupakan serangkaian persyaratan yang terdiri dari prinsip dan kriteria,

panduan untuk pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, dan pabrik

kelapasawit.

21

Paparan Sekretariat Komisi ISPO, Standardisasi ISPO sebagai Penunjang Industri

Kelapa Sawit yang Berkelanjutan, Jak\arta 24 Mei, 2016

Page 57: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

64

BAB IV

PENERAPAN UJI TUNTAS HAM DALAM KORPORASI

A. Isu Aktual Pelanggaran HAM oleh Korporasi Sektor Kelapa Sawit di

Indonesia

Seperti memiliki dua wajah, korporasi memberikan sumbangsih besar dalam

pembangunan namun memiliki konsekuensi pada meningkatnya kasus

pelanggaran HAM di Indonesia. Sejak tahun 2013, korporasi secara konsisten

menjadi pihak terbanyak kedua dilaporkan kepada Komisi Nasional HAM atas

pelanggaran HAM. Dari segi angka, jumlah laporan tersebut terus meningkat

seperti data berikut.

Grafik.1: Jumlah pengaduan ke Komisi Nasional HAM mengenai pelanggaran HAM oleh

korporasi tahun 2013-2017 (disarikan dari laporan tahunan Komisi Nasional HAM

2013,2014,2015, 2016, 2017)

Dilihat dari tipologi pengaduan, perkara pelanggaran HAM yang

dilaporkan masyarakat juga beragam. Sebagai gambaran, dapat dilihat

dalam grafik berikut:

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Pelangggaran HAM oleh Korporassi

Page 58: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

65

Grafik.2: Tipologi Pengaduan ke Komisi Nasional HAM mengenai Pelanggaran HAM oleh

Korporasi Tahun 2015 (sumber: Laporan Tahunan Komisi Nasional HAM 2015)

Terdapat lima perkara dengan tingkat pengaduan tertinggi pada tahun 2015,

yaitu sengketa dan/atau konflik pertanahan, sengketa ketenagakerjaan,

pemenuhan hak atas perumahan, pencemaran dan perusakan lingkungan, dan

buruh migran. Perkara tersebut secara konsisten menjadi masalah dengan

pengaduan tertinggi di Indonesia jika diperbandingkan dengan data Komisi

Nasional HAM pada tahun 2011 serta tahun 2013.1 Sehingga terdapat urgensi

besar untuk menyelesaikan permasalahan HAM oleh korporasi terutama terkait

enam hal tersebut.

Regulasi negara merupakan alat untuk menekan dan memastikan agar

korporasi benar-benar melakukan upaya penghormatan dan perlindungan HAM

dalam aktivitas bisnisnya. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi

yang memiliki materi penegakan HAM dalam bisnis. Sebagai contoh, Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang memang secara menyeluruh mengatur

HAM, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009) yang secara menyeluruh

menggariskan penegakan terhadap hak atas lingkungan yang baik; Undang-

1 Komisi Nasional HAM, Laporan Data Pengaduan Tahun 2016, (Jakarta: Komisi Nasional

HAM, 2017), h, 15

9%

5%

41%

6%

36%

lain-lain pemenuhan atas hak perumahan

konflik agraria pencemaran lingkungan

sengketa ketenaga kerjaan

Page 59: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

66

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU 13/2003)

misalnya dalam Pasal 6, 11, serta Pasal 18; Undang-Undang Nomor 39 Tahun

2014 tentang Perkebunan (UU 39/2014) misalnya pada Pasal 12 serta 17.

Selain itu, uji tuntas HAM telah diadopsi di Indonesia dalam kontruksi

regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah misalnya pada Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor 35/Permen-KP/2015 tentang Sistem Dan

Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan (Permen-KP 35/2015). Selain itu, inti

dari uji tuntas HAM juga telah diterapkan beberapa korporasi yang

berkedudukan di Indonesia. Sehingga, mekipun intensi untuk menerapkannya

di Indonesia telah mulai muncul, pelaksanaanya masih bersifat parsial,

sektoral, sporadis, serta atas kesukarelaan.

Angka pelanggaran HAM oleh korporasi yang masih tinggi dan terus

mengalami peningkatan tiap tahun menunjukkan regulasi yang ada serta

penerapan HRDD yang sifatnya sektoral, tidak terstruktur, dan didasarkan pada

kesukarealaan korporasi, tidak efektif menurunkan pelanggaran HAM itu

sendiri. Karena itu mekanisme baru yang mampu menjawab permasalahan

tersebut sangat diperlukan.

B. Isu Aktual Pelanggaran HAM di Kalimantan dan Sumatera

Secara kumulatif luasan tanah di Indonesia seluas 807.177,613 hektar

mengalami konflik agraria. Dari sekitar 800-an ribu hektar tersebut, 73 %

diantaranya terjadi di sektor perkebunan dengan luasan 591.640,32 hektar.

Angka yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan luasan di sektor lainnya.

Sebut saja, sektor kehutanan dengan luas 65.669,52 hektar, disusul dengan

pesisir/kelautan seluas 54.052,6 hektar, pertambangan 49.692,6 hektar, properti

13.004,763 hektar dan terakhir, infrastruktur dengan luasan 4.859,32 hektar.2

Sedangkan dari besaran jumlah konflik perkebunan tersebut, tercatat

pembangunan perkebunan sawit menguasai 14.309.256 hektar tanah di

2 Konsorsium Pembaharuan Agraria, Catatan Akhir Tahun 2018 “Masa Depan Reforma

Agraria Melampaui Tahun Politik” (Jakarta: KPA, 2018) h.17

Page 60: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

67

Indonesia.3 Luasan konflik agraria bidang perkebunan kelapa sawit menjadikan

korporasi swasta sebagai penguasa tanah sekitar 13 juta hektar, atau sama

dengan luas pulau Jawa. Dengan penguasaan tanah seluas itu, tidaklah

mengherankan jika sektor perkebunan, utamanya sawit konflik agraria akibat

perkebunan komoditas sawit akan tetap tinggi di Indonesia.4

Dalam sub bagian kali ini akan dibahas luas konflik agraria sektor

perkebunan kelapa sawit di Sumatera ... dan Kalimantan ... yang melakukan

pelanggaran terhadap HAM. 1.Lampung 180.000 Ha 2.Bengkulu 19.000 Ha

3.Sumsel 140.000 4.Bangka belitung 1000 5.Jambi 18.000 6.Sumbar 20.000

7.Kepri 5000 8.Riau 60.000 9.Sumatera utara 55.000 10.Aceh 18.000.

Sedangkan dalam catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria angka

kumulatif jumlah pelanggaran HAM pada tahun 2018, perkebunan kembali

menempati posisi tertinggi sebagai sektor penyumbang konflik agraria dengan

144 kasus (35%) letusan konflik, sektor properti 137 kasus (33%), sektor

pertanian 53 kasus (13%), pertambangan 29 kasus (7%), sektor kehutanan 19

kasus (5%) konflik, sektor infrastruktur 16 kasus (4%) dan terakhir sektor

pesisir/kelautan dengan 12 kasus (3%).

Dari 144 ledakan konflik agraria yang terjadi di sektor perkebunan

sepanjang tahun ini, sebanyak 83 kasus atau 60 % -nya terjadi di perkebunan

komoditas kelapa sawit. Sementara menurut data yang dihimpun oleh Komisi

Nasional HAM sepanjang caturwulan pertama tahun 2019 jumkah pengaduan oleh

masyarakat berturut-turut, korporasi dengan sebaran, Sumatera Utara (30 Kasus),

dan Kalimantan Barat (27 Kasus). Sepanjang tahun 2017, konflik meletus secara

menyeluruh di semua wilayah dan provinsi di Indonesia. Konflik agraria

membentang dari bumi Aceh hingga tanah Papua di ujung timur . Di Pulau

3 Konsorsium Pembaharuan Agraria, Catatan Akhir Tahun 2018 “Masa Depan Reforma

Agraria Melampaui Tahun Politik” (Jakarta: KPA, 2018) h. 20 4 Komisi Nasional HAM dan ELSAM, Kertas Kebijakan Urgensitas Penyusunan dan

Pengembangan Rencana Aksi Nasional dan Bisnis di Indonesia, (Jakarta: Komisi Nasional HAM

dan ELSAM, 2018) h.34

Page 61: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

68

Sumatra, sedikitnya terjadi 266 konflik yang meletus di seluruh Provinsi.

Kalimantan, konflik tersebar di seluruh provinsi dengan 142 konflik agraria.

Menurut Ombudsman RI, lembaga negara independen yang menyelidiki

keluhan terhadap administrasi, perkebunan kelapa sawit berkontribusi terhadap

jumlah konflik tertinggi di semua sektor pada 2016 dan 2017.5 Pada 2017,

Ombudsman menerima 450 laporan konflik terkait lahan—163 konflik di

antaranya melibatkan perkebunan kelapa sawit.6 Pada 2018, lembaga ini

mencatat lebih dari 1.000 pengaduan tanah oleh masyarakat, termasuk oleh

masyarakat adat terhadap perusahaan.7

Grafik 3 Sebaran wilayah pelanggaran HAM oleh korporasi di Indonesia

5 Ombudsman Republik Indonesia, Data Penyelesaian Laporan Masyarakat Tahun 2016

(Periode 1 Jan –31 Desember 2016), (Jakarta: Ombusdsman RI, 2016); Ombudsman Republik

Indonesia, Data Penyelesaian Laporan Masyarakat Triwulan IV Tahun 2017 (Periode1 Oktober–

Desember 2017), (Jakarta: Ombudsman RI, 2017). Dokumen telah disimpan Human Rights Watch 6 Ombudsman RI, Data Penyelesaian Laporan Masyarakat Triwulan IV Tahun 2017

(Periode1 Oktober–Desember 2017). Dokumen telah disimpan Human Rights Watch. 7 Ombudsman RI, Laporan Tahunan 2018 Ombudsman Republik Indonesia, (Jakarta:

Ombudsman RI, Februari 2019), http://ombudsman.go.id/produk?c=19 (diakses pada 18 April

2019).

Page 62: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

69

Dalam tempo satu tahun kalender pada 2017 provinsi sumatera utara

mencatat tahun 2017 masih berada dalam kategori mengkhawatirkan. Sama

seperti tahun-tahun sebelumnya, angka pelanggaran yang berhasil ditabulasi

Kontras masih terbilang tinggi. Sepanjang tahun 2017, Kontras mencatat

terjadi 118 kasus pelanggaran HAM oleh korporasi yang dialami masyarakat

sipil Sumatera Utara. Seabrek kasus pelanggaran HAM ini menyebabkan 94

orang terluka, dan 21 orang dikriminalisasi. Jumlah tersebut tidak jauh

berbeda dari tahun lalu, dimana dalam catatan kami terjadi 123 kasus

pelanggaran HAM. Sedangkan dalam tahun yang sama pada wilayah

kalimantan tengah besaran konflik HAM yang dilakukan oleh korporasi

sebanyak 59 kasus. Dimana data kalimantan tengah lebih besar dibanding

wilayah kalimantan utara dan kalimantan selatan.

Gesekan antara masyarakat dengan korporasi dalam hal sengketa lahan

dapat dilatarbelakangi oleh beberapa hal diantaranya (i) tumpang tindihnya

klaim kepemilikan atau pengelolaan atas lahan usaha; (ii) sengketa pembayaran

kompensasi lahan milik warga yang terkena proyek perluasan usaha sebuah

korporasi;dan (iii) penggunaan ‗jasa‘ aparat keamanan oleh korporasi dengan

dalih pengamanan obyek vital baik untuk sekedar memberikan efek rasa takut

bagi warga atau sampai melakukan kekerasan fisik.

1. Isu Aktual Pelanggaran HAM di Kalimantan

Kasus yang terjadi di sektor industri kelapa sawit, ditemukan telah

banyak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) seperti realitas yang terjadi

di Kalimantan. Dalam kajian sawit watch pada tahun 2015 ditemukan

praktik yang terindikasi melaksanakan kerja paksa di perkebunan sawit di

Kalimantan. Buruh diberikan upah yang murah, beban kerja tinggi,

pemberian sanksi denda, intimidasi dan tekanan apabila mendirikan serikat

kerja tidak dilengkapi alat kerja dan alat pelindung keselamatan diri yang

cukup, terisolasi dalam camp (barak) dengan pengawasan ketat, minimnya

fasilitas air bersih dan kesehatan, informalisasi hubungan kerja serta

Page 63: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

70

pelibatan istri dan bekerja tanpa di bayar. Jumlah buruh perkebunan

mencapai 600.000 orang, sebagian besar merupakan buruh migran dari

Jawa, Sulawesi dan NTT yang di datangkan melalui program transmigrasi

atau melalui penyalur tenaga kerja resmi dan tidak resmi. Dari kasus ini

sudah melanggar hak-hak dasar yang dimiliki oleh para pekerja kelapa

sawit.

Buruh perempuan di perkebunan sawit Kalimantan Tengah bekerja di

bagian pemupukan, penyemprotan, perintis (pembabat), cuci karung pupuk,

menjaga tempat penitipan anak, perawatan jalan dan wilayah sekitar barak.

Diluar itu, buruh perempuan terlibat dalam pekerjaan memanen, namun

tidak menerima upah. Beberapa perkebunan menetapkan kebijakan

mewajibkan buruh pemanen membawa istri ke ancak (tempat kerja). Bila

buruh pemanen tidak membawa istri, buruh dinyatakan mangkir. Pilihan

lain adalah mandor akan mendatangkan kernet yang upahnya harus dibayar

sendiri oleh buruh pemanen bersangkutan. Tidak cukup sampai disitu,

buruh perempuan diberikan tugas menyemprot 20 Kg pestisidadan alat

semprot mengelilingi ancak yang ditentukan. Sebelumnya, mandor terlebih

dahulu mencampur pestisida dengan air dalam dosis tertentu dan

menyerahkannya kepada menyemprot di luas yang ditentukan. Rata-rata

buruh penyemprot diharuskan menghabiskan 6-10 (alat semprot) setiap

harinya. Perusahaan tidak menyediakan alat pelindung diri yang memadai.

Begitu pula dalam melakukan mediasi menjadi hal yang sulit jika

perkaranya menyangkut korporasi. Misalnya, kegiatan bisnis korporasi yang

berdampak pada tergusurnya lahan petani. Walau segala upaya telah

ditempuh, tidak mudah meminta korporasi untuk mengembalikan lahan

garapan petani. Hasilnya, tidak banyak proses mediasi yang berhasil. Ada

korporasi yang tidak mau mengembalikan lahan kepada petani tapi

memberikan kompensasi dalam bentuk uang. Bagi Komisi Nasional HAM

itu tidak tepat karena yang harus diberikan kembali mestinya lahan untuk

petani.

Page 64: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

71

2. Isu aktual Pelanggaran HAM di Sumatera

Proses pelanggaran HAM yang terjadi terbagi menjadi dua, secara

dominan klasifikasi pelanggaran HAM oleh korporasi di bidang kelapa

sawit terbagi menjadi pelanggaran internal dan pelanggaran eksternal.

Pelanggaran internal dapat berupa pelanggaran atas hak tenaga kerja yang

dilakukan sewang-wenang seprti kriminalisasi, jam kerja, upah murah dan

pelibatan anak usia dini. Sedangkan pelanggaran eksternal dapat berupa

pelarangan aktivitas warga dalam memperoleh pekerjaan, konfik lahan,

konflik dengan lingkungan dan lainya.

Berdasarkan analisis peneliti dalam hal ini telah menemukan pelanggaran

yang dilakukab oleh PT. Lonsum di sumatera utara terhadap masyarakat dan

tenaga kerja diantaranya sebagai berikut

1. Pengusiran penduduk dari lahan-lahan pertanian dan tempat tinggal

dengan kekerasan Hampir sebagain besar pelanggaran hak asasi manusia

yang terjadi setiap periode adalah pengusiran penduduk dari lahan-lahan

pertanian dan tempat tinggal mereka yang disertai dengan kekerasan.

Sulit sekali untuk mendapatkan jumlah korban pasti dari tindakan ini,

mengingat sebagian besar dari para korban telah bermigrasi ke sejumlah

daerah. Namun, diperkirakan lebih dari 10.000 orang telah menjadi

korban atas tindakan ini. Dengan mengerahkan satuan keamanan

perusahaan, orang-orang bayaran dan back-up penuh dari pihak militer

dan kepolisian, perusahaan mengusir paksa penduduk dari tempat

tinggal dan atau lahan-lahan pertaniannya dengan alasan penduduk

mendiami lahan-lahan yang masuk dalam hak guna usaha mereka secara

ilegal.

Dalam setiap kejadian pengusiran paksa ini, tidak sedikit penduduk

menjadi korban tindak kekerasan dari satuan pengaman perusahaan,

orang-orang bayaran dan satuan-satuan pengendali massa kepolisian

lokal yang dilibatkan perusahaan untuk mengamankan proses pengusiran.

Dalam banyak kasus, terutama di masa periode pertama dan kedua,

hampir sebagian besar penduduk yang menolak pergi dari lahan-lahan

Page 65: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

72

pertanian mereka, ditangkap oleh aparat militer/kepolisian dengan

tuduhan sebagai anggota PKI. Sementara pada periode ketiga, tindakan-

tindakan penangkapan dan penahanan menggunakan tuduhan melakukan

tindak pengerusakan atau pun tindak penyerangan terhadap pegawai

perkebunan.

2. Pelarangan sejumlah mata pencaharian tertentu Pelanggaran dominan lain

adalah praktik-praktik pelarangan aktivitas ekonomi penduduk.

Pelanggaran ini terjadi pada periode kedua dan ketiga di mana setelah

mengambilalih semua lahan-lahan yang dahulunya dikelola oleh

penduduk, kemudian perusahaan memberlakukan sejumlah aktivitas-

aktivitas ekonomi penting penduduk seperti aktivitas mencari daun

kering kelapa sawit yang jatuh dari pohon dan menggembala ternak

dengan dalih aktivitas-aktivitas tersebut dapat menurunkan produktifitas

kebun. Penduduk yang tetap menjalankan aktivitas tersebut akan

ditangkap dan diserahkan ke polisi dengan tuduhan mencuri atau

merusak aset perusahaan.

3. Menghalang-halangi aktivitas berladang penduduk Selain

memberlakukan pelarangan terhadap sejumlah aktivitas mencari nafkah

yang telah lama dilakukan oleh penduduk, perusahaan juga kerap

menghalang-halangi aktivitas berladang dengan cara memblokade jalan-

jalan utama menuju lahan-lahan pertanian penduduk yakni dengan

membuat parit yang mengelilingi areal perkebunan mereka dengan lebar

3 meter dan kedalaman 4 meter. Tindakan ini terjadi pada periode ketiga

ketika aksi-aksi menuntut pengembalian tanah oleh penduduk semakin

membesar.

4. Pelanggaran hak atas pekerjaan dan hak di dalam pekerjaan Perusahaan

juga kerap melakukan pelanggaran terhadap hak atas pekerjaan dan hak

di dalam pekerjaan, terutama kepada para Buruh Harian Lepas (BHL)

dan Tenaga Lepas (TL). Tindakan-tindakan pelanggaran tersebut

meliputi: memberhentikan BHL/TL secara sewenang-wenang,

Page 66: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

73

menghilangkan fasilitas-fasilitas pelindung/keselamatan buruh pada saat

beraktivitas, menghilangkan jaminan kesehatan kerja dan berbagai

tunjangan penting BHL/TL.

5...Dugaan kejahatan pelecehen seksual terhadap BHL/TL perempuan

Berdasarkan pengakuan beberapa korban, sistem kerja di perkebunan

kelapa sawit PT PP Lonsum Tbk-Sumatera Utara sangatlah tidak

memberikan perlindungan yang memadai bagi BHL/TL perempuan dari

tindak kejahatan pelecehan seksual. Masih berdasarkan pengakuan

tersebut, praktik-praktik pelecehan seksual ini kerap terjadi dalam proses

penerimaan BHL/TL. Dalam proses penerimaan, para mandor kerap

meminta imbalan kepada perempuan yang ia sukai jika ingin diterima

sebagai BHL/TL atau jika ingin kontraknya sebagai BHL/TL tetap

dipertahankan.

6...Penggunaan Buruh Anak Praktik pelanggaran lain yang cukup serius

dan menonjol adalah praktik-praktik pembiaran kepala kebun, para

asisten kebun, dan mandor terhadap keterlibatan anak-anak antara usia

11-17 tahun sebagai tenaga pembantu orang tua mereka yang bertindak

sebagai BHL/TL penerima Kontrak Kerja di perkebunan.

C. Kajian Kritis Implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)

Pada bulan Maret 2011, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian

Pertanian, meluncurkan Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil-ISPO). Melalui ISPO, Pemerintah

Indonesia ingin mendorong usaha perkebunan kelapa sawit memenuhi

kewajibannya sesuai peraturan perundang-undangan, melindungi dan

mempromosikan usaha perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sesuai dengan

tuntutan pasar, juga untuk mendukung komitmen Presiden Republik Indonesia

mengurangi emisi gas rumah kaca dan penghayatan atas Hak Asasi Manusia.

Sebagai sebuah peraturan Pemerintah Indonesia, ISPO berlaku wajib

(mandatory) bagi perusahaan perkebunan (tapi bersifat sukarela bagi usaha

Page 67: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

74

perkebunan kecil). Ini membedakannya dengan Roundtable on Sustainable

Palm Oil (RSPO) yang bersifat sukarela (voluntary). Pada bulan Maret 2015,

Kementerian Pertanian melakukan pembaharuan dengan mengeluarkan

peraturan tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia

(Indonesian Sustainable Palm Oil Certification System-ISPO).

Penelitian skripsi ini akan membahas tentang pemberlakuan ISPO yang

belum menunjukkan kinerja memuaskan dalam upaya pembangunan

perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Penerapan ISPO ternyata belum

mampu merespon dampak-dampak negatif yang ditimbulkan akibat

pembangunan kelapa sawit selama ini, terutama pada aspek lingkungan, sosial

dan hak asasi manusia kepada masyarakat.

Sistem sertifikasi yang diharapkan menjadi pintu masuk perbaikan tata

kelola kebun dan lahan, dirasakan hanya sebatas sebuah instrumen untuk

mendapat pengakuan di pasar internasional. Bahkan sampai saat ini pun, para

pemangku kepentingan masih terus memperdebatkan apakah ISPO mampu

menjadi jawaban terhadap tuntutan pemenuhan prinsip-prinsip keberlanjutan

atau tidak. Dalam konteks yang lebih luas, sebagian pihak juga meragukan

ISPO akan mampu menyentuh akar persoalan demi mendorong perbaikan tata

kelola HAM dan Bisnis di Indonesia.

Modalitas untuk menjalankan sistem ISPO hampir dikatakan cukup. Mulai

dari pembentukan kelembagaan, panduan standar penilaian dan verifikasi,

hingga aturan teknis terkait ISPO. Namun hingga kini sistem sertifikasi ini

diterapkan, kinerjanya belum juga dapat dibanggakan. Penerapan sistem ISPO

rasanya belum mampu menyentuh akar persoalan dalam mendorong perbaikan

tata kelola hutan dan lahan di Indonesia.

Demi menerapkan sistem yang menjamin produksi kelapa sawit yang

berkelanjutan, pemerintah mewajibkan seluruh perusahaan perkebunan kelapa

sawit untuk memiliki sertifikat ISPO dengan batas akhir 31 Desember 2014.

Batas waktu tersebut kemudian diperpanjang sampai September 2015. Namun

hingga tenggat waktu perpanjangan ini habis, hanya ada 225 dari 2.302

Page 68: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

75

perusahaan perkebunan kelapa sawit8 yang sudah bersertifikat ISPO dengan

total luas 1,5 juta hektare, dan total jumlah produksi 7,4 juta ton minyak sawit.

Kebanyakan perusahaan sawit masih kesulitan mengikuti sistem ini. Salah satu

kendalanya adalah pada aspek legalitas, karena perusahaan yang ingin

mendapatkan sertifikat ISPO diwajibkan memiliki sertifikat Hak Guna Usaha

(HGU).

Saat ini dari 11,6 juta hektare luas total perkebunan kelapa sawit di

Indonesia, hanya ada 1,5 juta hektare area yang telah berupaya menerapkan

prinsip keberlanjutan di bawah sistem ISPO. Perkebunan yang sudah

menerapkan sistem ISPO pun, ternyata belum dapat dijamin telah terbebas dari

deforestasi dan konflik sosial. Inilah ironi karena area perkebunan kelapa sawit

yang belum memperoleh sertifikat ISPO jauh lebih luas, yaitu 10,1juta hektare.

Artinya, potensi kehancuran hutan alam dan eskalasi konflik sosial pada sektor

pembangunan kelapa sawit di Indonesia masih tidak akan berubah secara

signifikan.

Sementara itu dalam konteks respon terhadap deforestasi, kehadiran

perkebunan kelapa sawit yang dalam satu dekade terakhir telah menyita 11,6

juta hektare lahan di Indonesia juga telah berperan besar sebagai penyumbang

terjadinya deforestasi. Dalam periode 2009-2013, setidaknya 516 ribu hektare

8 Mongabay. Indonesia. 2016. Aturan ISPO Bakal jadi Perpres, Bagaimana Soal

Penguatan Standar? www.mongabay.co.id/2016/08/12/aturan-ispo-bakal-jadi-perpres-bagaimana-

soal-penguatan-standar/ diakses pada 21 september 2019 pukul 23.00 BBWI

10 40

142 184

225

0

50

100

150

200

250

2013 2014 2015 2016 2017

Page 69: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

76

lahan terdeforestasi di dalam konsesi perkebunan kelapa sawit atau 22 persen

dari total deforestasi di dalam wilayah konsesi. Padahal pada periode itu pula

ISPO dibentuk (2009), diperkenalkan (2011), dan mulai diterapkan sejak tahun

2012.

Sampai saat ini, implementasi sistem ISPO dinilai masih berjalan sangat

lambat. Sampai tahun 2016, sekitar 800 perusahaan perkebunan kelapa sawit

masih dalam tahap pendaftaran, sementara 115 perusahaan lainnya masih

dalam proses penilaian. Banyaknya perusahaan yang belum mendapatkan

sertifikat ISPO diperkirakan karena permohonan atau pengajuan sertifikat

banyak menumpuk di sekretariat ISPO.9

D. Hambatan Implementasi Penegakan HAM oleh Indonesian Sustainable

Palm Oil (ISPO)

Dalam sistem sertifikasi ini faktor dominan yang menghambat efektifitas

dan keberhasilan dalam implementasi sertifikasi ISPO yakni karena

terdapatnya kewenangan Komisi ISPO yang superpower. Komisi ISPO

memiliki wewenang mulai dari membentuk Sekretariat ISPO, Tim Penilai,

Komite Penyelesaian Keluhan Sertifikasi, sampai membentuk panel arbitrasi.

Komisi ISPO juga berwenang untuk memastikan segala hal tentang personil

lembaga sertifikasi, lembaga konsultan, lembaga pelatihan, auditor, dan

konsultan pendamping. Hal paling utama, Komisi ISPO bahkan berwenang

untuk menetapkan dan memutuskan hasil sertifikasi ISPO.

Kewenangan dan beban kerja Komisi ISPO yang luar biasa besar dan luas

ini pada akhirnya mempengaruhi kinerjanya dan menjadikannya lamban.

Selain itu kewenangan yang begitu besar juga menyulitkan sistem ini dalam

mempertahankan independensi dan kredibilitasnya. Ibarat cameo power tends

to corrupt absolute power corrupt absolutely (kekuasaan cenderung

disalahgunakan kekuasaaan yang absolut pasti disalahgunakan) besarnya

wewenang tanpa adanya pengawasan dikwatirkan akan membentuk

9BeritaSatu. 2014. Permentan Tentang Sertifikat ISPO Akan DIperbaharui

https://www.beritasatu.com/kesra/232286-permentan-tentang-sertifikat-ispo-akan-diperbarui.html

Page 70: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

77

persengkokolan dan menurunkan kemungkinan penylahgunaan (abuse) dalam

suatu institusi.

Sertifikasi ISPO merupakan kebijakan mandatory yang harus diikuti oleh

setiap perusahan perkebunan di Indonesia. Dengan lingkup kerja yang sangat

besar, maka kejelasan posisi dan peran masing-masing aktor di kelembagaan

dan pada setiap proses sertifikasi menjadi syarat mutlak. Selain akan menjaga

kredibilitas sistem, kejelasan posisi dan pembagian kewenangan akan

mempersempit perilaku oportunistik dan penyimpangan kekuasaan yang

berujung pada munculnya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Kekuasaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan peluang penyalahgunaan

semakin besar, dan menjadikan sumber terjadinya berbagai penyimpangan.

Makin besar kekuasaan, makin besar pula kemungkinan untuk melakukan

korupsi.10

1. Besarnya Kewenangan Komisi ISPO

Besarnya kewenangan Komisi ISPO yang sangat besar akan membuka

ruang bagi praktik-praktik transaksi yang sarat kepentingan, dengan demikian

menjadikannya sangat rentan terhadap penyimpangan.11

Di samping itu, aturan

terkait kualifikasi dan kompetensi orang yang ditunjuk di dalam Komisi ISPO

saat ini hanya menetapkan bahwa Komisi ISPO diketuai oleh pejabat setingkat

eselon I yang ditetapkan oleh menteri. Artinya Ketua Komisi ISPO adalah

seorang pejabat struktural di bidang perkebunan, yang tentu saja memiliki

tugas dan tanggung jawab utamanya sendiri, yaitu sebagai seorang Direktur

Jenderal (Dirjen). Di dalam pasal 9 Permentan No. 11 Tahun 2015 disebutkan

bahwa Dirjen Perkebunan bertanggung jawab untuk membina kebun plasma

dan kebun swadaya agar bisa mengikuti sistem ISPO. Namun pada saat yang

10

https://iainptk.ac.id/penyalahgunaan-wewenang-jabatan-abuse-of-power/ diakses pada

13 september 2019 pukul 1.00 BBWI 11

S.F Marbun, Pemerintahan Berdasarkan Kekuasaan dan Otoritas, Jurnal Hukum No 6

Vol 3 Tahun`1996, h.29

Page 71: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

78

sama, Dirjen Perkebunan juga berperan sebagai Ketua Komisi ISPO yang

wewenangnya adalah menilai dan memberi sertifikat ISPO. Kewenangan untuk

membina dan satu lagi kewenangan untuk menilai kinerja usaha perkebunan,

merupakan dua kewenangan yang tidak mungkin dilimpahkan kepada satu

orang. Selain itu besarnya kewenangan yang terdapat dalam Komisi ISPO

terurai dalam narasi berikut:

a. Kewenangan dalam menentukan keterlibatan aktor lain.

Komisi ISPO memiliki kewenangan yang sangat besar untuk menentukan

bisa atau tidaknya aktor lain terlibat dalam sistem ISPO. Setiap Lembaga

Sertifikasi, Lembaga Konsultan, dan Lembaga Pelatihan yang ingin terlibat,

harus terlebih dahulu menyampaikan permohonan kepada Komisi ISPO,

dengan melampirkan dokumen persyaratan. Sekretariat Komisi ISPO

kemudian akan memeriksa kelengkapan dan menilai dokumen permohonan

tersebut. Khusus untuk LS, bila permohonan dinyatakan lengkap maka akan

diumumkan melalui laman resmi ISPO untuk meminta tanggapan publik

dalam jangka waktu satu bulan.12

Hasil penilaian dokumen dan tanggapan publik kemudian disampaikan

oleh Sekretariat Komisi ISPO kepada Tim Penilai untuk dilakukan

verifikasi. Tim Penilai akan mengeluarkan rekomendasi terhadap Lembaga

Sertifikasi, Lembaga Konsultan, dan Lembaga Pelatihan kepada Komisi

ISPO, untuk kemudian diberikan pengakuan atau persetujuan. Lembaga

Sertifikasi, Lembaga Konsultan, dan Lembaga Pelatihan yang dinyatakan

lulus akan diumumkan melalui laman resmi ISPO. Pengakuan dari Komisi

ISPO ini adalah untuk periode lima tahun. Bila ingin diperpanjang, maka

Lembaga Sertifikasi, Lembaga Konsultan, dan Lembaga Pelatihan harus

12

BAB III Tentang Lembaga Sertifikasi ISPO bagian Lembaga Konsultasi tentang Syarat

dan Ketentutan Lembaga Konsultan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015

Tentang Indonesian Suistanable Palm Oil h.15

Page 72: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

79

mengajukan permohonan lagi setahun sebelum berakhirnya masa

pengakuan.13

Selain itu, Komisi ISPO juga memiliki kewenangan dalam memberikan

sanksi pembekuan dan/atau pencabutan pengakuan akreditasi bagi Lembaga

Sertifikasi, Lembaga Konsultan, dan Lembaga Pelatihan dan auditor,

apabila dinyatakan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di

dalam ISPO.

b. Kewenangan dalam proses sertifikasi

Komisi ISPO memiliki peranan kunci dalam menilai, menimbang dan

memutuskan hasil audit yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi (LS).

Hasil audit Lembaga Sertifikasi disampaikan kepada Komisi ISPO melalui

Sekretariat Komisi ISPO. Sekretariat Komisi ISPO kemudian melakukan

verifikasi terhadap kelengkapan laporan audit. Laporan audit yang sudah

lengkap kemudian diteruskan ke Tim Penilai ISPO untuk dinilai. Dalam

melakukan penilaian laporan audit maka Tim Penilai ISPO dapat

mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, antara lain dari masyarakat

lokal/adat, asosiasi, pejabat pemerintah setempat, LSM, karyawan

perusahaan yang di audit, dan sumber-sumber lainnya.14

Pada akhirnya, Tim Penilai akan menyampaikan rekomendasinya kepada

Komisi ISPO dan Komisi ISPO-lah yang akan memberikan pengakuan

(approval) kelulusan kepada perusahaan perkebunan, dan diumumkan

kepada publik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara

keseluruhan, sistem sertifikasi ISPO adalah sebuah sistem sertifikasi yang

proses pengambilan keputusannya berpusat di Komisi ISPO. Termasuk

13

BAB III Tentang Lembaga Sertifikasi ISPO bagian Lembaga Sertifikasi tentang Masa

Berlaku pengakuan Auditor oleh Komisi ISPO dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11

Tahun 2015 Tentang Indonesian Suistanable Palm Oil, h.15 14

Perusahaan Perkebunan yang telah memenuhi persyaratan angka 5 (lima) di atas

mengajukan permohonan sertifikasi ISPO kepada salah satu Lembaga Sertifikasi yang telah

mendapatkan pengakuan dari Komisi ISPO dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun

2015 h, 22

Page 73: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

80

dalam memutuskan lulus atau tidak lulusnya perusahaan dan mendapatkan

atau tidak mendapatkan sertifikat.

c. Kewenangan dalam penyelesaian keluhan (keberatan) dan banding.

Komisi ISPO memiliki kewenangan dalam mengeluarkan keputusan atas

permohonan gugatan dan banding, terkait dengan ISPO. Gugatan dalam hal

ini terkait: interpretasi terhadap persyaratan ISPO atau penerapan kriteria

ISPO; konflik antara Lembaga Sertifikasi dengan pihak perusahaan;

keputusan Komisi ISPO dan prosedur ISPO; maupun antara masyarakat

dengan komponen lainnya. Berdasarkan lingkup gugatan (dan banding) di

atas, maka dapat dilihat bahwa Komisi ISPO berperan seperti sebagai

mediator konflik sekaligus arbitrator yang memutuskan hasil akhir di sebuah

gugatan.15

Dalam mekanisme penyelesaian gugatan, para pihak harus mengajukan

permohonan gugatan kepada Komisi ISPO melalui Sekretariat Komisi

ISPO. Sekretariat Komisi ISPO kemudian melakukan verifikasi gugatan,

terkait kesesuaian dengan ketentuan ISPO. Selanjutnya Komite

Penyelesaian Keluhan Sertifikasi akan memproses gugatan tersebut, dan

hasilnya akan diberikan kepada Komisi ISPO untuk diputuskan. Komisi

ISPO memiliki pengaruh yang besar di dalam tubuh Komite Penyelesaian

Keluhan Sertifikasi. Hal ini dikarenakan komposisi keanggotaan pada

komite ini terdiri dari dua (2) orang yang mewakili Komisi ISPO dan satu

orang ahli.

Komisi ISPO juga menjadi aktor kunci dalam menyelesaikan banding.

Panel Arbitrase (banding) beranggotakan tiga (3) orang dan dibentuk oleh

Komisi ISPO berdasarkan hasil rapat komisi. Komposisi keanggotaannya

adalah: dua (2) orang anggota Komisi ISPO atau anggota Tim Penilai

Independen dan satu orang lagi merupakan tenaga ahli dari luar. Selain itu,

15

Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Indonesian

Suistanable Palm Oil pada bagian penyelesaian sengketa disebutkan ―Gugatan disampaikan

kepada Ketua Komisi ISPO melalui Sekretariat Komisi ISPO‖ ,h.32

Page 74: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

81

Ketua Komisi ISPO juga akan menugaskan seorang anggota Sekretariat

Komisi ISPO sebagai Sekretaris Panel, walaupun tidak memiliki hak suara.

Dengan komposisi seperti ini, Komisi ISPO tetap saja akan menjadi aktor

kunci karena memiliki suara terbesar untuk menentukan hasil putusan atas

banding yang bersifat final.

Sebelum proses banding, pihak pengaju banding harus menyerahkan

terlebih dahulu deposit biaya perkara yang ditetapkan oleh Komisi ISPO.

Apabila dinyatakan kalah maka deposit biaya perkara tersebut akan

disetorkan ke Kas Negara.

2. Depedensi sertifikasi ISPO

Disamping itu dalam hal sertifikasi lembaga korporasi pada ISPO terdapat

adanya depedensi dalam mengeluarkan sertifikasi tersebut. Lembaga sertifikasi

hanya dapat mengeluarkan sertifikasi ISPO apabila ada pengakuan (approval)

dari Komisi ISPO. Mekanisme pengambilan keputusan sertifikasi dimulai

setelah Lembaga Sertifikasi menyampaikan laporan hasil audit kepada Komisi

ISPO, melalui Sekretariat ISPO. Sekretariat ISPO akan melakukan verifikasi

awal yang hasilnya akan diteruskan ke Tim Penilai. Tim Penilai kemudian

melakukan penilaian dan memberikan rekomendasi kepada Komisi ISPO,

untuk diakui atau ditolak. Artinya dalam hal ini terdapat adanya peran tunggal

Komisi ISPO untuk menerbitkan adanya sertifikasi karena pada akhirnya setiap

mekanisme sertifikasi akan berujung kepada meja Komisi ISPO. 16

Mekanisme tersebut berbeda dengan sistem sertifikasi RSPO ataupun

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), dimana LS di dua sistem sertifikasi

ini adalah pihak ketiga independen dalam melakukan audit, dengan demikian

16

Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Indonesian

Suistanable Palm Oil pada lampiran 1 poin h dan j menjelaskan.Hasil penilaian/laporan audit

tahap II Lembaga Sertifikasi terhadap Perusahaan Perkebunan yang telah memenuhi persyaratan

ISPO disampaikan kepada Komisi ISPO melalui Sekretariat Komisi ISPO paling lama 2 (dua)

bulan sejak penutupan audit (closing audit). Sekretariat Komisi ISPO melakukan verifikasi

terhadap laporan audit yang disampaikan Lembaga Sertifikasi dalam waktu 2 (dua) bulan sejak

tanggal diterima surat permohonan sesuai dengan stempel pos., h.24

Page 75: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

82

memiliki kendali penuh atas keputusan hasil sertifikasi, berdasarkan audit yang

telah dilakukannya.

3. Rendahnya Partisipasi Publik

Partisipasi Publik merupakan salah satu prinsip dari tata kelola yang baik.

ISPO sebagai salah satu instrumen tata kelola dalam perkebunan kelapa sawit,

belum mengakomodasi dengan baik ruang-ruang bagi publik untuk

berpartisipasi. Di dalam permentan tentang ISPO, tidak tertulis dengan jelas

bagaimana publik17

dapat berpartisipasi aktif melakukan pemantauan dalam

setiap proses sertifikasi. Permentan No. 11 tahun 2015 hanya mengatur bahwa

ada peranan publik pada proses Audit I, dimana Lembaga Sertifikasi bisa

melibatkan para pemangku kepentingan dengan memintanya sebagai

narasumber.

Sebelum Audit II, Lembaga Sertifikasi juga diminta menyampaikan

pengumuman kepada publik tentang pelaksanaan audit melalui laman resmi

ISPO. Namun apabila ditelisik melalui laman resmi Sekretariat ISPO

(www.ispo-org.or.id), juga tidak terdapat informasi yang memadai terkait

proses sertifikasi yang akan dilakukan. Pengumuman di laman tersebut hanya

mencantumkan nama perusahaan, lokasi perusahaan, waktu pelaksanaan audit,

serta nama lembaga sertifikasinya. Tidak ada informasi tentang konsultasi

publik atau undangan terbuka yang berisi lokasi konsultasi dan waktu

pelaksanaannya.

Publik memang dimungkinkan terlibat ketika Tim Penilai melakukan

penilaian terhadap hasil laporan audit dari Lembaga Sertifikasi, hanya saja

konsultasi publik untuk mengumpulkan masukan dari masyarakat ini tidak

menjadi keharusan untuk diselenggarakan. Ruang bagi publik lainnya adalah

dalam bentuk penyampaian keluhan ataupun banding, terhadap keputusan

17

Proses pengawasan terhadap publik dalam sertifikasi ISPO diberlakukan terbatas pada

pengauditan pada tahap 1, lihat Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015

Tentang Indonesian Suistanable Palm Oil pada lampiran 1 ―Sebelum melaksanakan audit tahap II

(on site audit), Lembaga Sertifikasi wajib menyampaikan pengumuman publik melalui Sekretariat

Komisi ISPO paling kurang 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan audit”.h.23

Page 76: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

83

sertifikasi. Sudah seharusnya ruang bagi keterlibatan publik bisa diatur lebih

jelas di dalam sistem ISPO, termasuk disediakannya mekanisme check and

balance oleh publik, khususnya bagi Penyediaan informasi publik di dalam

sistem sertifikasi ISPO hanya melalui media yang terbatas dengan jenis

informasi yang terbatas pula.

Informasi penting seperti: prosedur penetapan dan kompetensi perangkat

komisi ISPO, risalah hasil penilaian, dasar dan pertimbangan keputusan, serta

perkembangan sengketa, malah belum disajikan secara lengkap di dalam laman

resmi Sekretariat ISPO. Padahal ketersediaan informasi mendorong partisipasi

publik dalam mengawal penyelenggaraan sistem ISPO yang bersih dan

kredibel. Selain itu, ISPO juga seharusnya mematuhi kaidah penyajian

informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008

tentang Keterbukaan Informasi Publik(KIP)36. Jelaslah bahwa Kementerian

Pertanian dan Komisi ISPO sebagai badan publik, mempunyai kewajiban untuk

membuka akses informasi bagi publik sebagaimana yang dimandatkan oleh

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa

mewujudkan penyelengaraan negara yang terbuka merupakan tanggung jawab

negara dan menjadi salah satu hak publik untuk memperoleh Informasi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas informasi menjadi sangat

penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik,

makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap orang untuk memperoleh

nformasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat

dalam proses pengambilan keputusan publik

Permentan No. 11 Tahun 2015 mengakomodasi adanya keluhan dan

gugatan banding atas putusan keluhan. Bila ada keluhan (keberatan), Komisi

ISPO akan membentuk Komite Penyelesaian Keluhan yang komposisinya

adalah dua orang dari perwakilan Komisi ISPO dan satu tenaga ahli untuk

Page 77: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

84

memberikan pertimbangan. Sedangkan bila ada gugatan (banding) atas

keputusan yang menjawab sebuah keluhan, maka Komisi ISPO akan

membentuk Panel Arbritase (banding) yang beranggotakan dua anggota

Komisi ISPO atau dari anggota Tim Penilai Independen, dan satu orang lagi

merupakan tenaga ahli dari luar.

Melihat kewenangan Komisi ISPO yang sangat besar dalam keseluruhan

tahapan dan proses penyelenggaraan sistem ISPO, sangat sulit menemukan

independensi dari komite dan panel dalam menangani sebuah keluhan atau

banding. Karena materi keluhan atau pun banding yang diajukan sangat

dimungkinkan sebagian besarnya menyangkut putusan-putusan yang

diterbitkan Komisi ISPO sendiri. Ini adalah contoh konflik kepentingan yang

paling nyata karena keluhan atau keberatan terhadap Komisi ISPO kemudian

pada dasarnya ditangani dan diputuskan oleh Komisi ISPO sendiri.

Sebagai perbandingan, pada Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang

sama-sama bersifat mandatory tersedia mekanisme yang sangat jelas untuk

penanganan keluhan (complaint handling) yang diajukan oleh kelompok

masyarakat ataupun para pemegang izin usaha. Jika keluhan berisi tentang

ketidakpuasan kinerja perusahaan maka keluhan disampaikan kepada Lembaga

Sertifikasi. Keluhan atas kinerja Lembaga Sertifikasi akan disampaikan kepada

Komite Akreditasi Nasional (KAN) selaku pemberi akreditasi bagi Lembaga

Sertifikasi, sedangkan keluhan atas kinerja KAN disampaikan kepada

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

4. Kurangnya keterbukaan dalam proses penilaian

Agar kredibilitas sistem ini terjaga, ISPO harus memiliki mekanisme yang

terbuka dan memberikan ruang yang cukup bagi publik untuk terlibat dalam

setiap proses penilaian, maupun ketika menyampaikan keberatan atas hasil

penilaian. Tidak adanya kewajiban bagi Lembaga Sertifikasi untuk

mempublikasikan resume hasil penilaian mengindikasikan ketertutupan proses

sertifikasi ISPO dalam hal mengakomodasi masukan berbagai pihak. Resume

Page 78: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

85

penilaian sangat penting bagi publik untuk digunakan sebagai acuan melihat

bagaimana proses sertifikasi ISPO dilakukan. Termasuk dalam hal ini adalah

untuk melakukan pengajuan komplain (keluhan) kepada Komisi ISPO atas

sertifikasi yang telah diberikan kepada sebuah perusahaan.

Selain itu, sangat penting juga untuk membuka akses terkait data dan

informasi perizinan di sektor perkebunan. Kementerian Pertanian sebagai

pemilik sistem harus membuka akses terhadap data dan informasi tersebut agar

mendorong partisipasi para pihak untuk mengawasi implementasi sistem ISPO.

Dengan demikian, ISPO bisa menjadi sebuah sistem yang transparan dan

akuntabel sehingga mendapatkan legitimasi dari semua pihak pemangku

kepentingan.

5. Sertifikasi Minim pengawasan dari pihak yang independen.

Sistem sertifikasi ISPO tidak didukung dengan mekanisme pengawasan

yang sistematis dalam proses-proses yang dilakukan pada setiap tahapan.

Ruang pengawasan publik pun hanya diatur melalui mekanisme konsultasi

terkait hasil putusan dalam proses sertifikasi dan dilakukan melalui media yang

terbatas (laman resmi Sekretariat ISPO). Sebagai sebuah sistem yang kredibel,

sudah seharusnya ISPO memiliki komponen yang secara independen dapat

melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan sistem sertifikasi.

Keberadaan pihak pemantau yang independen sangat dibutuhkan sebagai

mekanisme check and balance. Dari hasil-hasil pemantauan dapat menjadi

rekomendasi dalam pengambilan keputusan sertifikasi yang dijalankan

Lembaga Sertifikasi, penyelesaian sengketa sertifikasi di Komite Sengketa

Sertifikasi, akreditasi Lembaga Sertifikasi oleh KAN dan bahkan rekomendasi

untuk perbaikan sistem ISPO itu sendiri. Pemerintah pun sebenarnya sudah

memiliki contoh sistem sertifikasi lainnya (SVLK) yang juga mandatory dan

telah mengakomodasi keberadaan pemantau independen. Keberadaan

pemantau independen dalam SVLK pun menjadi salah satu jaminan untuk

kredibilitas SVLK di mata dunia. Berkaca pada hal ini, sistem ISPO yang

Page 79: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

86

memberikan ruang untuk pemantau independen diharapkan dapat terjaga

akuntabilitas dan kredibilitasnya serta pada akhirnya akan meningkatkan

keberterimaan pasar dunia terhadap ISPO

Page 80: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama
Page 81: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

87

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab diatas maka peneliti menarik beberapa

kesimpulan yakni sebagai berikut :

1. Penerapan Uji Uji Tuntas United Nations guiding principles on business

and Human Rights atau dalam hal ini adalah Indonesian Suistanable Palm

Oil/ISPO masih memiliki sejumlah kelemahan dalam pelaksanaannya. Bukti

konkrit kelemahan mekanisme uji tuntas (ISPO) berdasarkan data yang

dikeluarkan oleh Konsorsium Pembaharuan Agraria ngka kumulatif jumlah

pelanggaran HAM pada tahun 2018, perkebunan kembali menempati posisi

tertinggi sebagai sektor penyumbang konflik agraria dengan 144 (35%)

letusan konflik, sektor properti 137 (33%), sektor pertanian 53 (13%),

pertambangan 29 (7%), sektor kehutanan 19 (5%) konflik, sektor

infrastruktur 16 (4%) dan terakhir sektor pesisir/kelautan dengan 12 (3%).

Dari 144 ledakan konflik agraria yang terjadi di sektor perkebunan

sepanjang tahun ini, sebanyak 83 kasus atau 60 % -nya terjadi di

perkebunan komoditas kelapa sawit.

2. Hambatan dalam pelaksanaan Uji Tuntas United Nations guiding principles

on business and Human Rights atau dalam hal ini adalah Indonesian

Suistanable Palm Oil/ISPO belum menunjukkan kinerja yang memadai

dalam kaitan pencapaian tujuan pembangunannya sebagai sebuah sistem

sertifikasi menuju perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Penerapan

ISPO ternyata belum mampu merespon dampak-dampak negatif yang

ditimbulkan akibat pembangunan kelapa sawit selama ini, terutama pada

aspek lingkungan, sosial dan hak asasi manusia kepada masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis peneliti telah menemukan hambatan pelaksanaan

ISPO karena secara regulasi proses Sertifikasi uji tuntas HAM tersebut

dilakukan dengan minim pengawasan dari pihak yang independen atau

Page 82: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

88

pihak ketiga yang profesional. Disamping itu juga karena tidak adanya

keterbukaan dalam proses penilaian yang dilakukan oleh komisi ISPO, serta

tertutup nya Partisipasi Publik untuk terlibat dalam tahapan sertifikasi uji

tuntas HAM, terakhir karena adanya depedensi sertifikasi ISPO yang

tertutup dari akses pengawasan oleh pihak yang berkompeten, dan

terdapatnya kewenangan yang terlampau besar Komisi ISPO yang disinyalir

akan menyebabkan abuse of power.

3. Mekanisme dalam uji tuntas HAM korporasi bidang Kelapa Sawit atau

ISPO memiliki sejumlah hambatan. Baik hambatan yang bersifat internal

maupun eksternal yang mengakibatkan kesuksesan implementasi uji tuntas

menjadi terhambat. Hambatan dalam melakukan uji tuntas berimplikasi

terhadap peningkatan kasus pelanggaran HAM, kerusakan lingkungan dan

Hak tenaga Kerja. Oleh karena itu mekanisme lama dalam implementasi uji

tuntas HAM perlu diperbaiki dengan suatu mekanisme baru yang lebih

efektif. Mekanisme ideal dapat berupa merampingkan tugas dari Komisi

ISPO agar tidak tercipta super power dari komisi tersebut. Dalam ketentuan

Permentan Nomor 1 Tahun 2015 diatur peran Komisi ISPO meliputi

Kewenangan dalam menentukan keterlibatan aktor lain. Kewenangan dalam

proses sertifikasi. Kewenangan dalam penyelesaian keluhan (keberatan) dan

banding. Dimana terlampau besarnya kewenangan demikian dianggap

sebagai penyebab terhambat nya peran uji tuntas.

B..Rekomendasi

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan peneliti dalam penelitian terkait

implementasi uji tuntas HAM atau dalam bidang kelapa sawit yakni Indonesia

suistanable palm oil maka diperlukan beberapa revisi terkait dengan regulasi

dan mekanisme pengajuan dalam proses sertifikasi Indonesia suistanable palm

oil yakni :

1. Perlu adanya revisi terkait regulasi tentang uji tuntas HAM bidang kelapa

sawit/ Indonesian Suistanable Palm Oil yakni dalam Peraturan Menteri

Page 83: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

89

Pertanian Nomor 11 Tahun 2015. Adapun poin yang perlu direvisi yakni

terkait reformulasi kewenangan yang dimiliki oleh komite ISPO karena

dinilai terlalu besar, memberikan perluasan partisipasi publik sebagai

upaya pengawasan eksternal, meningkatkan indepedensi dalam proses

sertifikasi melalui proses yang independent.

2. Memberikan ekstra punishment karena regulasi uji tuntas HAM bidang

kelapa sawit/ Indonesian Suistanable Palm Oil merupakan kewajiban

korporasi yang bersifat mandatory. Bentuk sanksi yang dapat diberlakukan

yakni sanksi pidana, perdata, dan administrasi.

Page 84: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

90

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulkadir, Muhammad, Hukum Perikatan (Bandung,: Citra Aditya Bakti, 1992)

Asshiddiqie, Jimly, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi (Jakarta:

Konstitusi Press, 2005)

----------------- Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I, (Jakarta: Rajawali

Press, 2006)

----------------- Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, (Jakarta, Sekjen dan Kepaniteraan MKRI 2004)

E Doek, Jaap, Harmonisation of National Laws With the Convention on the Rights

of the Child: Some Observations and Suggestions (Addis Ababa: The African

ChildPolicy Forum, 2007)

El-Muhtaj, Majda, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2005)

Fuady, Munir, Perseroan Terbatas- Paradigma Baru, (Bandung, Citra Aditya

Bakti, 2003)

Hakim G, Abdul, Nusantara, et. al.,Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Berdimensi HAM: Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan

Implementasinya di Indonesia (Jakarta: Komisi Nasional HAM Cetakan

Kedua, 2013)

Hanitijo, Ronny Soemitro, Metode Penelitian Hukum Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1998)

Harahap, Yahya, hukum perseroan, Cetakan Ketiga, Edisi Ketujuh, (Jakarta:Sinar

Grafika, 2011)

Ibrahim Jhonny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang,

Bayumedia Publishing, 2006)

Imam, Amirullah Hardjanto, Pengantar Bisnis, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2005)

International, Amnesty, Incorporated Corporate Abuses and The Human Right To

Remedy, (London: Amnesty International Ltd, 2014)

Janet, Dine, Company Law, (London, Macmillan Press Ltd, 1998)

Kansil, C.S.T, Hukum Perusahaan Indonesia, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1995)

Page 85: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

91

---------------. dan Cristine S.T. kansil, Pokok-Pokok Badan Hukum, (Jakarta,

Pustaka Sinar Harapan, 2002)

Keraf, Sony. Etika Bisnis (Tuntutan dan Relevansinya), (Yogyakarta: Kanisius,

1998)

Khairandy, Ridwan, Hukum Perseroan, (Yogyakarta, FH UII Press, 2014 )

Lagoutte, Stéphanie, Unpacking Pillar 1 And 3 Of The Un Guiding Principles on

Human Rights and Business, (Copenhagen: The Danish Institute for Human

Rights, 2014)

M. Rizki, Rudi, Tanggung Jawab Korporasi Transnasional dalam Pelanggaran

Berat HAM, (Jakarta: Penerbit Fikahati Aneska, 2012)

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana

Prenadamedia, 2005)

Nazir, Moh, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005)

Oliver, M.S dan E.A Marshall, Company Law: Handbook, Twelve Eddition

(Singapore pitman publishing , 1994)

Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia, (Semarang, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, 2012)

Ridho, R. Ali, Badan Hukum dan kedudukan Badan Hukum, Perkumpulan,

Koperasi, Yaymasan, Wakaf, (Jakarta, Alumni 1977)

Skinner, Gwynne, Robert McCorquodale, and Olivier De Schutter, The Third

Pillar: Access to Judicial Remedies for Human Rights Violations by

Transnational Business, (The International Corporat Accountability

Roundtable (ICAR), CORE, The European Coalition for Corporate Justice

(ECCJ), 2013)

Sunarto, Fitriani dan Fahd Riyadi, Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak

Asasi Manusia Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa “Perlindungan,

Penghormatan¸ dan Pemulihan”, (Jakarta, Konsil LSM Indonesia, 2018)

Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 2001)

Sutedi, Adrian, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta, Raih Asa

Sukses 2015)

Vranceanu, Radu. Corporate Profit, Entrepreneurship Theory and Business

Ethics, (Paris: ESSEC, 2013)

Page 86: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

92

Wagiman, Wahyu (ed), Prinsip-prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi

Manusia:Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa “Perlindungan,

Penghormatan, dan Pemulihan, (ELSAM, Jakarta, 2014)

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Lembaran

Negara Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3886

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4756

Vienna Convention On The Law and Treatis, 1958

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015 tentang Indonesian

Suistanable Palm Oil Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

432

Jurnal

Beth Stephens, The Amorality of Profit: Transnational Corporations and Human

Rights, Berkeley Journal of International Law, 2002

Geraldine Szott Moohr, On The Prospects Of Deterring Corporate Crime, Journal

of Business & Technology Law, 2007

Kurniawan, “Tanggung Jawab Direksi dalam Kepailitan Perseroan Terbatas”,

Mimbar Hukum, Volume 24, Nomor 2, 2012

Pamela H. Bucy, Trends In Corporate Criminal Prosecutions, American Criminal

Law Review, 2007

Robert C. Blitt, Beyond Ruggie’s guiding principles on business and Human

Rights: Charting an Embracive Approach to Corporate Human Rights

Compliance, Texas International Law Journal No. 48, 2012

Samendawai, Abdul Haris, Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat:

(Tinjauan Hukum Internasional dan Nasional, Jurnal Hukum No. 2 Vol. 16

April 2009

Page 87: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48525...laporan pengaduan pelanggaran HAM oleh korporasi dalam sehari. 5 Sama

93

Siti Hapsah, Tanggung Jawab Direksi Pereroan Terbatas atas Pelanggaran

Fiduciary Duty, Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 Nomoe 1 2015

Surya Deva, guiding principles on business and Human Rights: Implications for

Companies, European Company Law Vol 9 Nomor. 2, 2012

Website

https://www.beritasatu.com/kesra/232286-permentan-tentang-sertifikat-ispo-akan-

diperbarui.html

https://iainptk.ac.id/penyalahgunaan-wewenang-jabatan-abuse-of-power/

https://www.mongabay.co.id/2016/08/12/aturan-ispo-bakal-jadi-perpres-

bagaimana-soal-penguatan-standar/