MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu...

9
Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi) 34 Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT PENEGAK HUKUM DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN PENDEKATAN HUKUM HERMENEUTIK (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi) Ino Susanti Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Salah satu upaya pemerintah dalam memberantas TindakPidana Korupsi (Tipikor) adalah dengan membentuk sebuah lembaga Penegak Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 karena lembaga-lembaga penegak hukum yang telah ada, oleh pemerintah dianggap tidak efektif dan efisien dalam menangani korupsi. Lembaga tersebut memiliki kekuatan “Superbody” dalam tugas dan kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara korupsi. Namun apakah tindakan pemerintah tersebut merupakan langkah yang benar-benar efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pemberantasan korupsi, mengingat masalah penegkan hukum tidak hanya berpusat pada “Legal Substance”, akan tetapi juga dari aspek “Legal Structure” dan yang tidak kalah pentingnya adalah ”Legal Culture” dalam suatu masyarakat hukum. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa penanganan perkara korupsi memerlukan lembaga khusus selain Kepolisian dan Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keberhasilan KPK dalam memberantas korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan Sosio-Legal (Socio- Legal Research) berparadigmakan Konstruktivisme yang memaknai hukum secara Hermeneutik dan Dialektis dengan pendekatan Kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka, observasi, in-depth interview dan focus group disscusion (FGD).Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberantasan Tipikor yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang telah ada (Kepolisian dan Kejaksaan) tidak berjalan efektif dan efisien karena tidak dilakukan secara terpadu (integrated) melainkan secara “fragmented”, hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan pendapat dan kepentingan masing-masing lembaga. Faktor-faktor yang menjadi penyebabnya adalah aspek aparat penegak hukum ( Legal Structure) yang belum memenuhi kriteria yang baik serta budaya hukum (Legal Culture) yang terdapat pada masyarakat penegak hukum yang belum memadai untuk dapat berhasil memberantas korupsi sebagaimana yang dicita- citakan oleh Negara. ______________________________ Kata Kunci: Korupsi, KPK, Budaya Hukum PENDAHULUAN Bangsa Indonesia gencar memerangi korupsi kendatipun tetap saja dinobatkan sebagai salah satu Negara terkorup walau tidak diketahui siapa koruptornya. Korupsi sudah menjadi masalah serius yangtelah ada sejak manusia bermasyarakat, yang menjadi masalah adalah meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan, kemakmuran dan teknologi. Sehingga semakin maju pembangunan suatu daerah maka semakin meningkat pula kebutuhan yang mendorong orang untuk melakukan korupsi. Dalam upaya pemberantasa korupsi di Indonesia sudah terlalu jauh merasuk kedalam kehidupan masyarakat dan Negara.

Transcript of MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu...

Page 1: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

34Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012

MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT PENEGAK HUKUMDALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN PENDEKATAN HUKUM

HERMENEUTIK(Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi)

Ino SusantiDosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

ABSTRAK

Salah satu upaya pemerintah dalam memberantas TindakPidana Korupsi (Tipikor) adalahdengan membentuk sebuah lembaga Penegak Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi KPKberdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 karena lembaga-lembaga penegak hukumyang telah ada, oleh pemerintah dianggap tidak efektif dan efisien dalam menangani korupsi.Lembaga tersebut memiliki kekuatan “Superbody” dalam tugas dan kewenangan melakukanpenyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara korupsi. Namun apakah tindakan pemerintahtersebut merupakan langkah yang benar-benar efektif dan efisien untuk mencapai tujuanpemberantasan korupsi, mengingat masalah penegkan hukum tidak hanya berpusat pada “LegalSubstance”, akan tetapi juga dari aspek “Legal Structure” dan yang tidak kalah pentingnyaadalah ”Legal Culture” dalam suatu masyarakat hukum. Tujuan dalam penelitian ini adalahuntuk mengetahui mengapa penanganan perkara korupsi memerlukan lembaga khusus selainKepolisian dan Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum AcaraPidana (KUHAP) dan Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keberhasilan KPK dalammemberantas korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan Sosio-Legal (Socio-Legal Research) berparadigmakan Konstruktivisme yang memaknai hukum secara Hermeneutikdan Dialektis dengan pendekatan Kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik studipustaka, observasi, in-depth interview dan focus group disscusion (FGD).Hasil penelitianmenunjukkan bahwa pemberantasan Tipikor yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum yangtelah ada (Kepolisian dan Kejaksaan) tidak berjalan efektif dan efisien karena tidak dilakukansecara terpadu (integrated) melainkan secara “fragmented”, hal ini disebabkan karena terdapatperbedaan pendapat dan kepentingan masing-masing lembaga. Faktor-faktor yang menjadipenyebabnya adalah aspek aparat penegak hukum ( Legal Structure) yang belum memenuhikriteria yang baik serta budaya hukum (Legal Culture) yang terdapat pada masyarakat penegakhukum yang belum memadai untuk dapat berhasil memberantas korupsi sebagaimana yang dicita-citakan oleh Negara.______________________________Kata Kunci: Korupsi, KPK, Budaya Hukum

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia gencar memerangikorupsi kendatipun tetap sajadinobatkan sebagai salah satu Negaraterkorup walau tidak diketahui siapakoruptornya. Korupsi sudah menjadimasalah serius yangtelah ada sejakmanusia bermasyarakat, yangmenjadi masalah adalah

meningkatnya korupsi itu seiringdengan kemajuan, kemakmuran danteknologi. Sehingga semakin majupembangunan suatu daerah makasemakin meningkat pula kebutuhanyang mendorong orang untukmelakukan korupsi. Dalam upayapemberantasa korupsi di Indonesiasudah terlalu jauh merasuk kedalamkehidupan masyarakat dan Negara.

Page 2: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

35Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012

Berbagai macam usul, diskusi,seminar hingga pembuatan regulasiyang makin keras bahkan cenderungmelebihi takaran tetap tidak dapatmembuat koruptor menjadi jera.Yang menjadi kendala besar dalampemberantasan korupsi di Indonesiaadalah terlalu banyaknya orang yangakan terkena ancaman pidana jikaundang-undang dijalankan dengansungguh-sungguh. Akibatnya tidaksedikit dijumpai kasus-kasus korupsiyang bisa menghilang begitu sajadengan alasan yang dicari-cari olehpihak aparat dan oleh pelaku sendiridengan menjalankan aksi berpura-pura sakit bahkan melarikan diriyang pada akhirnya kasus itumenghilang dengan sendirinya.

Penyelesaian kasus korupsidengan cara refresif bukan satu-satunya penyelesaian yang ampuh,hal ini terbukti dengan maraknyakasus korupsi yang terusbermunculan. Oleh karenanya perludilakukan cara preventif seperti “re-formulasi” dari suatu regulasi, “re-strukturisasi” seperti pembongkaransystem manajeme Negara yangdibarengi dengan perubahan systemyang rawan korupsi, seperti dalamhal rekrutmen pegawai polisi,jaksa,hakim, pajak, bea-cukai,imigrasi, dinas pendapatan daerah,dan sebagainya. Aspek lain yangtidak kalah pentingnya adalah “re-konstruksi budaya hukum darimasyarakat penegak hukum secarakhusus dan masyarakat bangsaIndonesia umumnya dalammenyikapi persoalan korupsi yangtelah membuat keropos Negara ini.

Langkah pemerintah memben-tuk lembaga penegak hukum barudalam memberantas korupsi bolehjadi merupakan langkah yang tepat,

namun hal tersebut menjadi tidakberarti, manakala tidakditindaklanjuti pada penindaianulang terhadap hal-hal sebagaimanadisebutkan diatas. Dari sisi “re-formulasi” peraturan Tipikor dapatdikatakan sudah memadai dengantelah dilakukan beberapa kaliperubahan, pergantian bahkanpenambahan lembaga penegakhukum lainnya (KPK) dalampemberantas korupsi. Dari aspekstructural, dengan ditambahnyaaparat penegak hukum baru (KPK)sebagai sumber daya manusia yangdiharapkan dapat melakukanpemberantasan korupsi secara efektifdan efisien. Akan tetapi apakahseluruh langkah tersebut dapatmewujudkan cita-cita Negara ini agarterbebas dari korupsi jika upaya itutidak didukung pula dengan adanyapenataan kembali budaya hukum darimasyarakat penegak hukum (legalactor). Hal ini perlu diperhatikan,mengingat aparat penegak hukummerupakan unsur yang menentukanuntuk patuh atau tidaknyamasyarakat dalam menjalankanperaturan. Sebagaimana dikatakanoleh Satjipto Rahardjo: “dalam usahauntuk membenahi hukum diIndonesia kita perlu menaruhperhatian yang seksama terhadapmasalah perilaku bangsa, kehidupanhukum tidak hanya menyangkuturusan hukum teknis, sepertipendidikan hukum tetapimenyangkut soal pendidikan danpembinaan perilaku individu dansocial yang luas”.(2008:5)

Aspek Penegakan Hukum PidanaPenegakan hukum pidana

pemberantasan korupsi dapat bersifatyuridis-dogmatis dengan

Page 3: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

36Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012

menggunakan upaya penal maupundengan cara fungsionalmenggunakan upaya non-penal(Hoefnagels,1976:5). Upayapenegakan hukum penal dilakukanoleh aparat penegak hukumKepolisian, Kejaksaan, Pengadilan,Lembaga Pemasyarakatan dan KPK.Pemberantasa Tipikor harusdilakukan melalui penegakan hukumyang terkait dalam 3 (tiga) factor darisystem hukum (L.M Friedman,1984:2) yaitu: sisi perundang-undangan (Legal Substance), sisilembaga penegak hukum (LegalStructure) dan sisi budaya hukum(Legal Culture). Dalam hal inibudaya hukum dari aparat KPKharus jujur, berdidikasi, loyal, cakapserta memiliki integritas yang tinggisebagai penegak hukum dalampemberantasan korupsi.

KPK sebagai elemen yangdilibatkan dalam hal pemberantasankorupsi mempunyai tugas danwewenang yang khusus dalam halmelakukan tindakan-tindakanpenyelidikan dan penuntutan diluardari ketentuan sebagaimana di aturdalam KUHAP (Undang-undangNomor 8 Tahun 1981). Keberadaanlembaga baru (KPK) sudah barangtentu secara operasional beradadalam lingkup system hukum pidanayang berlaku.oleh karenanya untukmemperkuat operasionalisasilembaga tersebut maka pembaharuan(revisi) KUHAP perlu dilakukanmengingat belum diaturnya lembagaKPK sebagai lembaga yangmempunyai untuk melakukan tugasdan wewenang yang khusus(superbody) dalam memberantasTipikor.

Aspek Budaya HukumDibentuknya KPK dengan

tujuan dapat membawa Indonesiamenjadi salah satu Negara yangdapat menekan dan paling kecilkorupsinya adalah merupakan suatutekad yang sangat berat untukditempuh. Oleh karenanya adalahsangat penting untuk memusatkanperhatian pada aspek budaya setelahmengatasi kedua aspek lainnya.

Aspek perilaku (budayahukum) aparat penegak hukum padalembaga KPK perlu dilakukanpenataan ulang dari perilaku budayahukum yang selama ini dilakukanoleh aparat penegak hukumpemberantas korupsi sebelumnyakarena seseorang menggunakanhukum atau tidak menggunakanhukum sangat tergantung pada kultur(budaya)hukumnya(E.Warassih,2005:82). Telah terbuktibahwa akibat perilaku hukum aparatpenegak hukum yang tidak baik,tidak resisten terhadap suap,konspirasi, dan KKN, menyebabkanbanyak perkara korupsi yang tidakdapat dijerat oleh hukum.

Budaya Hukum merupakanelemen dari system hukum yangmerupakan nilai-nilai dan sikap yangmengikat system itu secarabersamaan atau menentukan tempatdari system hukum itu dalam budayamasyarakat sebagai suatukeseluruhan. Kebiasaan, pelatihan-pelatihan apa yang dipunyai olehpenegak hukum, apa yang diartikanhukum oleh masyarakat, apakahsuatu kelompok atau individu mau kepengadilan (beperkara), untuk apaorang pergi kepengacara, dansebagainya merupakan aspek budayahukum yang mempengaruhi systemhuku dan merupakan bagian khusus

Page 4: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

37Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012

yang penting sebagai suatu sumberdari kebutuhan akan suatu systemhukum. Budaya hukum ini adalahsuatu jaringan nilai-nilai dan sikapyang berhubungan dengan hukum,sehingga menentukan kapan danmengapa, atau orang berpalingkepada hukum atau kepadapemerintah, atau meninggalkannyasama sekali (L.M Friedman, ibid).Sejalan dengan pemikiran tersebutdiatas, Barda Nawawi Arief(2001:130) mengatakan: upayapenanggulangan dan pencegahankorupsi dengan pendekatan/strategiinternal diperlukan karena kausa dankondisi yang dapat jadi peluangtimbulnya korupsi sangat komplekssehingga masalah korupsi saratdengan berbagai kompleksitasmasalah antara lainsikapmental/moral, masalahpola/sikap hidup dan budaya social,masalah lingkungan social dankesenjangan ekonomi social masalahkebutuhan/tuntutan ekonomi,masalah system/budaya politik,masalah lemahnya birokrasi/proseduradministrasi (termasuk systempengawasan) di bidang keuangan danpelayanan public, jadi kausa dankondisi yang bersifat kriminogenuntuk timbulnya korupsi yang dapatterjadi di bidang moral, social,ekonomi, politik, budaya, birokrasi,administrasi dan sebagainya.

Dalam konteks ini KPKsebagai lembaga pemberantaskorupsi yang independent harusdapat membuktikan dirinya sebagaiinstitusi yang telah melakukanpembaharuan (re-form) terhadapketiga factor system hukum tersebutdiatas,terutama dalam aspek budayahukum. KPK harus mampumengedepankan budaya kerja(hukum

yang bersih dan bebas dari praktik-praktik KKN yang selama inidilakukan oleh aparat (masyarakat)penegak hukum khususnya dalampemberantasan Tipikor. Apabilasemua hal tersebut dapat dijalankandengan sempurna oleh KPK makatentunya negara yang bebas darikorupsi akan tercapai sebagaimanayang dicita-citakan oleh bangsaIndonesia, dengan demikianpenegakan hukum pidana dalammemberantas korupsi dapat berjalansesuai pula dengan apa yang menjaditujuan dari sistem hukum nasionalIndonesia. Hubungan kausal dalamuraian tersebut diatas dapat dilihatsebagaimana dalam kerangkakonseptual.

Skema: Penegakan hukumpemberantasan korupsi.

Page 5: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

38Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untukmenelaah secara mendalam sehinggamendapatkan gambaran sinkronisasi(efektivitas) baik vertikal maupunhorizontal pengaturan lahirnyalembaga baru pemberantas korupsi(KPK) serta untuk mengetahuifaktor-faktor apa yang dapatmempengaruhi keberhasilan KPKdalam memberantas korupsi, makapenelitian ini menggunakanpendekatan sosio-legal (socio-legalresearch). Dengan pendekatan ini,objek hukum akan dimaknai sebagaibagian dari sub-sistem diantara sub-sistem-sub-sistem lainnya.

Pemahaman bahwa hukumadalah sebatas perangkat norma yangterlepas dari kesatuan sosial hanyaakan meniadakan keterkaitan hukumsebagai norma dari basis sosialtempat lahirnya hukum dan tempatbekerjanya hukum. Karena itumelalui pendekatan ini kajiannyaakan dilakukan denganmendeskripsikan substansi norma-norma hukum dan realitas sosialserta keterkaitan diantara keduaobjek kajian tersebut. Penelitian jugamenggunakan penelitian hukumsecara normatif (normative-legalresearch) yang dilakukan untukmendapatkan bahan-bahan berupateori-teori, konsep-konsep asashukum serta peraturan hukum yangada hubungannya dengan pokokbahasan.

Disamping itu kajian hukumbertumpu pada paradigma/pen-dekatan hukum Hermeneutik untukdapat membantu memahami objek(perilaku manusia yang berinteraksiatau berkomunikasi antarsesamanya), dari sudut pelaku aksi-

interaksi (aktor) itu sendiri.Pendekatan ini berasumsi secarapragmatis bahwa setiap bentuk danproduk perilaku antar manusia yangjuga merupakan produk hukum akanselalu ditentukan oleh interpretasiyang dibuat dan disepakati parapelaku yang tengah terlibat dalamproses itu , yang tentu saja akanmemberikan keragaman maknawipada fakta yang sedang dikajisebagai objek.

Penelitian ini memfokuskan diripada perkembangan peraturanpemberantasan Tipikor dan upayaefektivitas pemberantasannya denganmenekankan pada budaya hukum(budaya kerja) aparat penegakhukum lembaga KPK. Karena ituunit analisisnya adalah terutamaperilaku para penegak hukum dilembaga KPK dan juga elemen-elemen di luar lembaga tersebut yangmempunyai keterkaitan yang tinggiterhadap lembaga tersebut.

Pengumpulan data dilakukandengan cara studi pustaka untukmemperoleh dokumen hukum, baikyang berupa peraturan perundang-undangan mengenai pemberantasankorupsi maupun dokumen-dokumenlain yang terkait. Terhadap data yangdiperlukan menyangkut budayahukum (budaya kerja) digunakanmetode observasi, wawancaramendalam (in-depth interview) yangdilakukan pada informan yangditetapkan secara purposive samplingdan pada focus group disscusion(FGD) dalam hal pengembanganinforman yang diperoleh denganteknik snowball sampling. Denganobservasi diharapkan memperolehorientasi umum tentang lokasi danfokus penelitian dan dapatmemperoleh gambaran tentang

Page 6: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

39Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012

fenomena situasi dan perilaku yangmampu memberi gambaran tentangfokus penelitian yang hendak dikaji(Lexy.J.Moloeng,2007:174).Wawancara digunakan untukmengungkap lebih jauh tentang datayang diperoleh melalui pengamatandari bahan-bahan hukum yang telahdiperoleh dari studi pustaka.Sedangkan wawancara secaramendalam (In-depth interview)dengan informan diharapkan untukdapat mengungkap makna/simbolikyang lebih memperjelaspermasalahan dalam fokus penelitiandan pengumpulan data melalui FGDuntuk mempertajam pemahamanterhadap berbagai persoalan yangterungkap diforum diskusi.

Metode analis data yangdigunakan adalah analisis kualitatifdengan langkah-langkah yaitu:Pengumpulan Data, Reduksi Data,Penyajian Data, Verifikasi Data.Validasi Data digunakan untukmenetapkan keabsahan databerdasarkan pada derajatkepercayaan (credibility), keteralihan(transferability), kebergantungan(dependability) dan kepastian(confermability) yang dilakukandengan teknik triangulasi melaluicara-cara: melakukan pembandinganantara data yang diperoleh dari hasilobservasi dengan data yang diperolehdari hasil in-depth interview,melakukan perbandingan antarapersepsi dan pendapat umum denganpersepsi dan pendapat peneliti,melakukan pembandingan antaradata hasil wawancara dengandokumen-dokumen hasil kajianpustaka.

HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN

Upaya-upaya pembaharuanhukum (pidana) dalam pencegahandan pemberantasan Tipikor perluterus ditingkatkan, mengingatkorupsi merupakan extra ordinarycrime dengan menggunakanpenegakan hukum pidana (penal),melainkan juga harus diintegrasikan(integrated) dengan penggunaansarana-sarana diluar hukum pidana(non-penal).

Pemberantasan korupsi denganpenggunaan sarana penaldilaksanakan oleh aparat penegakhukum pidana (Kepolisian,Kejaksaan, Kehakiman, LembagaPemasyarakatan) serta lembagaterkait namun hasilnya belum efektifkarena masih dilakukan secaraterpisah (fragmented). Oleh karenaitu pemerintah melalui kebijakannyamembentuk sebuah lembaga baruyang diharapkan dapat mencapaitujuan pemberantasan korupsi yaituKomisi Pemberantasan Korupsi(KPK).

Berdasarkan penelitian, ditemu-kan adanya beberapakali pergantianperaturan Tipikor yang disebabkanperubahan maupun pengaturan baru.Setidaknya ada 6 (enam) fasepengaturan, yaitu: (1) faseKetidakmampuan tindak pidanajabatan (ambtsdelicten) dalam KUHPuntuk menanggulangi korupsi; (2)fase Keputusan Presiden No.40 joRegeling op de Staat van Oorlog envan Bleg (stb.39 582 jo 4079 Tahun1939) tentang Keadaan DaruratPerang; (3) fase Keputusan PresidenNo.225 Tahun 1957 jo Undang-undang No.74 Tahun 1957 joUndang-undang No.79 Tahun 1957Tentang Keadaan Bahaya; (4) fase

Page 7: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

40Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012

Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-undang No.24/Prp/1960tentang pengusutan Penuntutan danPemeriksaan Tindak Pidana Korupsi;(5) fase Undang-Undang No.3 Tahun1971 (LNRI 1971 No.19 TLNRINo.2958) tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi, dan (6) faseUndang-undang No.31 Tahun 1999(LNRI 1999 No.40 TLNRI No.387)Tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi yang diperbaharuidengan Undang-undang Nomor 20Tahun 2001.

Meskipun demikian hingga kiniaparat penegak hukum belum dapatmenunjukkan kinerjanya dalammenekan Tipikor. Diberbagai tempatdan daerah Tipikor semakin marakdan mengalami peningkatan. Jikadilihat dari sisi perundangan, dapatdikatakan ketentuan hukum yangmengatur tentang Tipikor telahmemadai, akan tetapi tetap sajakorupsi merebak dimana-mana. Olehkarena itu pemerintah membentuklembaga baru yang independen untukmelakukan tindakan yang lebih jitulagi dalam memberantas korupsi.

KPK lahir sebagai lembaga yangdiharapkan dapat melakukanpemberantasan korupsi karenalembaga penegak hukum yang adasebelumnya dinilai tidak efektif danefisien. Sebagai paradigma barupenegakan hukum, keberadaanlembaga KPK sebagai lembaga yangmemiliki fungsi dan wewenang yangbersifat “superbody”harus didukungkeberadaannya dengan regulasi yangjelas.

Terbentuknya KPK sebagaiupaya politik pemerintah dalam halpencegahan dan pemberantasankorupsi berupa kebijakan kriminalyang merupakan bagian dari

kebijakan sosial yang dapatdilakukan baik dengan menggunakansarana penal dalam lingkup hukumpidana, maupun di luar lingkuphukum pidana (non-penal).

Keberhasilan KPK sebagailembaga pemberantas korupsimemerlukan pula dukungan darikomponen lain yaitu: strukturhukumnya (Legal Structure). Suatulembaga tidak akan bekerja secaraefektif apabila tidak didukung olehstruktur/aparat hukum yang handal.Hal ini telah terbukti pada kinerjayang telah dilakukan oleh aparatpenegak hukum yang ada.Khususnya dalam menangani korupsiaparat penegak hukum dianggaptidak berhasil memberantaskejahatan tersebut dan faktanyamemang kasus korupsi berkembangkian marak.

Komponen yang berpengaruhlainnya adalah budaya hukum (legalculture) baik yang terdapat padaaparat penegak hukum maupunmasyarakat pencari keadilan. Budayahukum (budaya kerja) KPK harusmampu melepaskan diri dari budayaaparat hukum yang ada selama ini,peningkatan sumber daya manusia,manajemen yang lebih baik menjadiaset untuk dapat menjalani tugasKPK yang ideal. Disamping itubudaya hukum masyarakat pencarikeadilan harus pulamengimbanginya, tidak lagimelakukan praktik-praktik KKNmerupakan sikap yang sangat positifuntuk mencapai berhasilnyamemberantas korupsi.

Harus ada tekad bersama padamasyarakat Indonesia untuk seriusdalam memberantas korupsi, hal inisebaiknya diteladani dahulu olehpenegak hukum (KPK) yang

Page 8: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

41Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012

berdedikasi, loyal, konsisten dankonsekuen dalam menanganiTipikor. Budaya hukum (budayakerja) dari aparat penegak hukumyang baik akan menghasilkanpenegakan hukum yang efektif danefisien, akibatnya masyarakat(pencari keadilan) tidak akan beranimelakukan KKN.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian tersebut diatas dapatdi ambil kesimpulan dan saransebagai berikut:1. KPK lahir sebagai solusi untuk

memberantas korupsi karenalembaga penegak hukum yang adasebelumnya dinilai tidak efektifdan efisien. Untuk memantapkankedudukannya dalam sistempenegakan hukum pidana diIndonesia, harus dijelaskanfungsinya. Dalam aturan hukumacara pidana yang telah ada(KUHAP) perlu dilakukan revisiagar menyesuaikan pulakedudukan lembaga KPK sebagailembaga yang berwenang untukmelakukan penyelidikan danpenyidikan Tipikor.

2. Faktor-faktor yang menjadipendukung keberhasilan KPKdalam memberantas korupsi yaituaparat penegak hukum (strukturhukum) yang loyal, berdedikasi,konsekuen dan konsisten sertamanajemen yang baik darilembaga tersebut. Disamping itubudaya hukum (budaya kerja)yang baik, berbeda dari budayahukum aparat lainnya sangatmenentukan keberhasilan lembagaKPK dalam memberantas korupsi.oleh karenanya perlu di dukungoleh peran serta masyarakat,

institusi, media massa, lembagaswadaya masyarakat dalamkeikutsertaan melakukan langkahpositif untuk memberantaskorupsi dimulai dengan tidakmelakukan praktik KKN.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi, 2001.MasalahPenegakan Hukum danKebijakan PenanggulanganKejahatan. PT Citra AdityaBakti, Bandung.

____________,1996.Bunga RampaiKebijakan Hukum Pidana.PTCitra Aditya Bakti, Bandung.

Atmasasmita, Romli, 2004. SekitarMasalah Korupsi AspekNasional dan Internasional.Penerbit Mandar Maju,Bandung.

Friedman, Lawrence M,1984.”Whatis a Legal System” dalamAmerican Law,W.W.Nortonand Company, New York.

Hoefnagels,G Peter,1976.The OtherSide of Criminology.KluewerDeventer, Holland.

Moloeng, Lexy J,2007.MetodePenelitian Kualitatif.Remaja-Rosdakarya,Bandung.

Rahardjo, Satjipto, 2008.MembedahHukum Progresif.Penerbit BukuKompas, Jakarta.

Warassih, Esmi.2005. Pranata HukumSebuah Telaah Sosiologis, SuryaAlam Utama.Semarang.

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 8 Tahun 1981 TentangHukum Acara Pidana.

Undang-undang Republik IndonesiaNomor 30 Tahun 2002 TentangKomisi Pemberantasan Korupsi.

FH Undip, 1976.Laporan SeminarKriminologi ke-3, Semarang

Page 9: MEMBANGUN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT · PDF fileyang bisa menghilang begitu saja ... Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012 menggunakan upaya penal maupun dengan cara fungsional

Ino Susanti : Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam PemberantasanKorupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi Lahirnya Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi)

34Jurnal Ilmu Hukum, Vol.1, No.1, (34-41), Januari 2012