Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

25
Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Oleh: Imam Hermanda 0606044991 Abstrak Saat melakukan tindak pidana, anak dipandang tidak mandiri secara kejiwaan, dan bukan pula miniatur orang dewasa. Anak yang menjadi pelaku pidana juga dapat dipandang sebagai korban, yakni korban dari keadaan disekitarnya. Dalam sistem peradilan pidana, mediasi penal dilatar belakangi pemikiran yang dikaitkan dengan ide-ide pembaharuan hukum pidana (penal reform), dan dikaitkan dengan masalah pragmatisme. Latar belakang pragmatisme antara lain untuk mengurangi stagnasi atau penumpukan perkara, serta untuk penyederhanaan proses peradilan, salah satu caranya adalah dengan mekanisme ‘mediasi penal’. Keadilan restoratif menawarkan pemulihan bagi semua pihak yang terlibat. Aparat penegak hukum, pelaku, dan korban bisa bersepakat untuk mengalihkan kasus tersebut agar tidak dibawa hingga ke proses pemeriksaan dipengadilan jika pelakunya adalah anak- anak. Berdasarkan semua hal diatas, maka skripsi ini akan membahas mengenai studi perbandingan kasus mengenai penerapan mediasi penal dalam penanganan Kasus Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Berhadapan Dengan Hukum. Kata Kunci: Anak Berhadapan Dengan Hukum, Diskresi, Diversi, Keadilan Restoratif, Mediasi Penal. Sistem Peradilan Pidana Bab 1. Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Sekitar bulan Februari 2012 lalu, telah terjadi sebuah kasus melibatkan seorang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), yakni seorang anak berinisial "MAN" alias “AMN”. 1 Dalam kasus ini, ABH seperti halnya MAN/AMN, sudah sepatutnya mendapatkan pendampingan hukum secara maksimal guna memberikan kesempatan kepada ABH tersebut untuk tetap dijamin hak dan kewajibannya dimata hukum. Secara filosofis, anak merupakan masa depan bangsa, dan sebagai generasi penerus perjuangan. Seorang anak yang bermasalah berarti menjadi masalah bangsa, oleh karena itu kepentingan terbaik bagi anak menjadi pilihan yang harus diutamakan dalam menangani anak yang bermasalah 1 Lingkar Berita, Media online, “Kisah getir anak penusuk Depok” http://www.anak- lingkarberita.com/2012/05/kisah-getir-anak-penusuk-depok.html, diunduh 15 Nopember 2012. Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Transcript of Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

Page 1: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

  1 UNIVERSITAS INDONESIA  

Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak

Oleh:

Imam Hermanda 0606044991

Abstrak

Saat melakukan tindak pidana, anak dipandang tidak mandiri secara kejiwaan, dan bukan pula miniatur orang dewasa. Anak yang menjadi pelaku pidana juga dapat dipandang sebagai korban, yakni korban dari keadaan disekitarnya. Dalam sistem peradilan pidana, mediasi penal dilatar belakangi pemikiran yang dikaitkan dengan ide-ide pembaharuan hukum pidana (penal reform), dan dikaitkan dengan masalah pragmatisme. Latar belakang pragmatisme antara lain untuk mengurangi stagnasi atau penumpukan perkara, serta untuk penyederhanaan proses peradilan, salah satu caranya adalah dengan mekanisme ‘mediasi penal’. Keadilan restoratif menawarkan pemulihan bagi semua pihak yang terlibat. Aparat penegak hukum, pelaku, dan korban bisa bersepakat untuk mengalihkan kasus tersebut agar tidak dibawa hingga ke proses pemeriksaan dipengadilan jika pelakunya adalah anak-anak. Berdasarkan semua hal diatas, maka skripsi ini akan membahas mengenai studi perbandingan kasus mengenai penerapan mediasi penal dalam penanganan Kasus Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Berhadapan Dengan Hukum.

Kata Kunci: Anak Berhadapan Dengan Hukum, Diskresi, Diversi, Keadilan Restoratif, Mediasi Penal. Sistem Peradilan Pidana

Bab 1. Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah

Sekitar bulan Februari 2012 lalu, telah terjadi sebuah kasus melibatkan

seorang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), yakni seorang anak berinisial

"MAN" alias “AMN”.1 Dalam kasus ini, ABH seperti halnya MAN/AMN, sudah

sepatutnya mendapatkan pendampingan hukum secara maksimal guna

memberikan kesempatan kepada ABH tersebut untuk tetap dijamin hak dan

kewajibannya dimata hukum. Secara filosofis, anak merupakan masa depan

bangsa, dan sebagai generasi penerus perjuangan. Seorang anak yang bermasalah

berarti menjadi masalah bangsa, oleh karena itu kepentingan terbaik bagi anak

menjadi pilihan yang harus diutamakan dalam menangani anak yang bermasalah

                                                                                                                          1 Lingkar Berita, Media online, “Kisah getir anak penusuk Depok” http://www.anak-lingkarberita.com/2012/05/kisah-getir-anak-penusuk-depok.html, diunduh 15 Nopember 2012.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 2: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

2  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

dengan hukum.2 Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.3

Mediasi penal merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian

sengketa di luar pengadilan yang dimungkinkan untuk dilakukan (biasa dikenal

dengan istilah ADR atau ”Alternative Dispute Resolution”, ada pula yang

menyebutnya “Apropriate Dispute Resolution”)4. Latar belakang ide-ide ”penal

reform” itu antara lain ide perlindungan korban, ide harmonisasi, ide restorative

justice, ide mengatasi kekakuan/formalitas dalam sistem yang berlaku, ide

menghindari efek negatif dari sistem peradilan pidana dan sistem pemidanaan

yang ada saat ini, khususnya dalam mencari alternatif lain dari pidana penjara

(alternative to imprisonment/alternative to custody) dan sebagainya.5

Mediasi penal untuk pertama kali dikenal dalam peristilahan hukum positif

di Indonesia sejak keluarnya Surat Kapolri No Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS

tanggal 14 Desember 2009, tentang Penanganan Kasus Melalui Alternatif Dispute

Resolution (ADR) meskipun sifatnya parsial, menekankan bahwa penyelesaian

kasus pidana dengan mengupayakan perdamaian sebagai bentuk penerapan ADR,

harus disepakati oleh pihak-pihak yang berperkara namun apabila tidak terdapat

kesepakatan baru diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku secara

profesional dan proporsional. Inilah paling tidak pengertian mediasi penal yang

dikenal saat ini di Indonesia.6

Pada pemeriksaan ditingkat penuntutan dan sidang pengadilan, Andi

Hamzah (Pakar Hukum Pidana) menjelaskan bahwa mediasi dapat saja dilakukan

dengan pertimbangan kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan

hukum.7 Dalam praktek peradilan pidana di Indonesia pernah terjadi, kasus Ny.

Ellya Dado, atau disingkat “Kasus Ny. Elda”, tercapainya “perdamaian”                                                                                                                           2Artikel, Alternatif Pemidanaan Bagi Anak Berkonflik dengan Hukum. http://www.kpai.go.id/publikasimainmenu-33/artikel/190-alternatif-pemidanaan-restorativejustice-bagi-anak-berkonflik-dengan-hukum.html, diunduh 25 Januari 2012. 3 Indonesia (a), Undang-undang Tentang Kesejahteraan Anak, UU No. 4 Tahun 1979. LN. No. 32 Tahun 1979, TLN. No. 3143 Tahun 1979, Ps. 2. 4 New York State Dispute Resolution Association, Inc., “Alternative Dispute Resolution in New York State”, An Overview, http: //www.ec.europa.eu/civiljustice/adr/adr_pol_en.html, diunduh 28 Januari 2012. 5 Recommendation, No. R (99) 19 by the Committee of Ministers of the Council of Europe, MEDIATION IN PENAL MATTERS. http://sfm.jura.uni-sb.de/archives/images/mediation-en%5B1%5D.doc, diunduh 28 Januari 2012. 6 Nico Setiawan, Polisi Masa Depan. http://polisimasadepan.blogspot.com, diunduh 15 Oktober 2012. 7 Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 14.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 3: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

3  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

digunakan sebagai pertimbangan bagi hakim untuk menyatakan bahwa tindak

pidana yang terbukti tidak lagi merupakan suatu kejahatan ataupun pelanggaran,

dan oleh karenanya melepaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum.8

Beberapa contoh kasus lainnya yang dapat dikemukakan misalnya:

− Tim peneliti Balitbang HAM Departemen Hukum dan HAM RI pada tahun 2006 menemukan bahwa dalam kebanyakan kasus kekerasan dalam rumah tangga justru polisi bertindak sebagai mediator, demi alasan mempertahankan rumah tangga.

− Pada tanggal 19 Maret 2007, terjadi kecelakaan lalu lintas di daerah Jakarta Pusat oleh seorang sopir angkutan umum yang menewaskan 2 (dua) orang korban. Atas pertimbangan bahwa penyelesaian melalui proses peradilan pidana akan lebih menyengsarakan kedua belah pihak dan dengan pertimbangan bahwa keluarga korban pun telah memaafkan pelaku, maka upaya damai tersebut ditempuh.

− Dalam hal pelanggaran lalu lintas misalnya, kurang lebih 2 ribu lembar perbulan dikeluarkan surat tilang atas pelanggaran lalu lintas di jalan raya oleh Polda Metro Jaya. Alasannya bahwa masyarakat memperhitungkan pengeluaran atau biaya yang akan dikeluarkan dalam penyelesaian suatu perkara yang dihadapi. Dibandingkan menghadapi birokrasi yang panjang dan hasilnya akan sama saja, maka penyelesaian langsung melalui polisi menjadi pilihan utama.9

Sebagai salah satu bentuk dari pelaksanaan restorative justice, konsep

mediasi penal memandang kejahatan secara lebih luas. Persoalan esensialnya

mengarah pada pilihan pola penyelesaian sengketa pidana, terkait dengan domain

superioritas negara dengan superioritas masyarakat kearifan lokal. Restorative

justice menuntut proses peradilan pidana untuk memberikan pemenuhan

kepentingan-kepentingan korban sebagai pihak yang dirugikan akibat perbuatan

pelaku. Sehingga diperlukan pergeseran paradigma dalam pemidanaan untuk

menempatkan mediasi penal sebagai bagian dari sistem peradilan pidana.10

Dengan adanya semua kejadian tersebut diatas, menarik perhatian penulis

untuk meneliti tentang “Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus

                                                                                                                          8 Mahkamah Agung RI, Direktori Putusan, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, “Putusan Nomor 46/PID/78/UT/ WANITA, 17 Juni 1978. Hakim ketua sidang : Bismar Siregar, SH”. http://putusan.mahkamahagung.go.id/, diunduh10 Juli 2012. 9 Eva Achjani, “Mediasi Penal: Perkembangan Kebijakan Hukum Pidana”, (makalah disampaikan pada Diskusi Terbatas Tentang: “PenyelesaianPerkara Diluar Pengadilan Melalui Dimensi Mediasi Penal (Penal Mediation) Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia” : Pengkajian Asas, Norma, Teori dan Praktik”, Jambi, 18 Mei 2011), hlm. 3. 10 Agustinus Pohan, Topo Santoso, Martin Moerings, “Hukum Pidana dalam Perspektif”. Pdf, (Denpasar: Pustaka Larasan; Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2012), hlm. 311.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 4: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

4  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

Tindak Pidana Yang Dilakukan oleh Anak Berhadapan Dengan Hukum. Analisa

perbandingan putusan yang akan penulis bahas merupakan perbandingan putusan.

1. 2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah,

maka pokok permasalahan yang akan penulis bahas dalam karya tulis ini adalah:

1. Apakah konsep Restorative Justice dikenal dalam sistem pidana di

Indonesia, khususnya dalam penanganan kasus tindak pidana yang

dilakukan oleh anak berhadapan dengan hukum?

2. Bagaimana pelaksanaan kewenangan diskresi penyidik kepolisian melalui

mekanisme mediasi penal dalam penanganan kasus tindak pidana yang

dilakukan oleh anak? (studi kasus perbandingan putusan Nomor:

952/Pid.B/2010/PN-Stb dan putusan Nomor. 208/Pid. B/2011/PN. PDG)

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai mediasi penal dalam kasus pidana. Sedangkan secara

khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memberikan pengetahuan mengenai kedudukan restoratif justice dalam

system hukum pidana di Indonesia, khususnya dalam hal penanganan

kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak beradapan dengan hukum.

2. Memberikan pengetahuan mengenai pelaksanaan kewenangan diskresi

Penyidik kepolisian melalui meknisme mediasi penal dalam penanganan

kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak berhadapan dengan hukum.

Bab 2. Tinjauan Umum Mediasi Penal 2.1. Paradigma Konsep Restorative Justice Dalam Integrated Criminal

Justice System (ICJS)

Integrated Criminal Justice System (ICJS) atau dikenal dengan nama

Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) merupakan suatu sistem peradilan

pidana yang merupakan pemukhtahiran atas Sistem Peradilan Pidana (SPP). Prof.

Soerjono Soekamto menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi law

enforcement, yaitu terdiri dari:

1. Hukum itu sendiri;

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 5: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

5  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

2. Sarana dan Prasarana; 3. Institusi Penegak Hukum; 4. Masyarakat; dan 5. Budaya.11

Pada pendapat Beliau, kita sudah jelas melihat adanya susupan dari teori

restorative justice, dimana perlu dibangun kerjasama antara institusi penegak

hukum dengan masyarakat disertai dengan alasan sosiologis (unsur budaya) yang

mempengaruhi proses law enforcement.12 Restorative justice menuntut proses

peradilan pidana dengan memberikan pemenuhan kepentingan-kepentingan

korban sebagai pihak yang dirugikan akibat perbuatan pelaku. Sehingga

diperlukan pergeseran paradigma dalam pemidanaan untuk menempatkan mediasi

penal sebagai bagian dari sistem peradilan pidana.13 Sedangkan, dalam ketentuan

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, dijelaskan bahwa keadilan restoratif adalah penyelesaian

perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban,

dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil

dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan

pembalasan”.14

Ciri utama dalam konsep restorative justice adalah dalam melihat suatu

kejahatan menempatkan gejala kejahatan dan berbagai konflik sosial sebagai

tindakan sosial daripada sebagai pelanggaran hukum pidana15. Konsep restorative

justice dalam menegakkan keadilan ketika terjadi kejahatan, konflik sosial dan

pelanggaran hak asasi manusia adalah memandang keadilan sebagai suatu sistem

sosial yang menempatkan berbagai bentuk konflik sebagai tindakan yang

merugikan orang dan merusak hubungan-hubungan dalam masyarakat16. Salah

satu wujud dari Restorative Justice adalah dimunculkannya mekanisme penal

mediation, yaitu penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan melalui instrumen

                                                                                                                          11 Rocky Marbun, “Membangun Restorative Justice dan Penal Mediation dalam Sistem Peradilan Pidana”, http: www.wordpres.com, diunduh pada 2 Oktober 2012. 12 Ibid. 13 Pohan, loc. cit. 14 Indonesia (c), Op. Cit., Ps. 1 angka 6. 15 Muhammad Mustofa, ”Hak Asasi Manusia: Diskresi Kepolisian dan Restorative Justice di Indonesia dalam Rangka Penegakan Hukum dan Ketertiban Sosial”, (Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. II, ed. 35, Tahun 2005), hlm.208. 16 Braitwaite, loc. cit., page 14.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 6: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

6  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

mediasi, arbitrase17 atau konsiliasi18. Merujuk pada kebijakan-kebijakan

sebagaimana tersebut diatas, beberapa perubahan substansi yang dilakukan dalam

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atas

UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak antara lain,:

− Batas usia seseorang dikategorikan sebagai ‘anak’ adalah 12 tahun-18 tahun19

− Usia anak yang bisa dikenakan penahanan yakni 14 tahun-18 tahun.20 − Dalam undang-undang itu pula dijelaskan bahwa perkara yang bisa

dilakukan diversi atau perdamaian antara korban dan ABH, perkara dengan ancaman penjara di bawah 7 tahun21, dan

− Bukan pengulangan tindak pidana, proses diversi itu bisa dilakukan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan.22

− Isu krusial lain yakni kewajiban tidak mempublikasikan perkara anak serta pemberian sanksi pidana dan administrasi terhadap petugas yang tidak menjalankan tugasnya seperti diatur dalam Undang-Undang itu.23 Keadilan Restoratif merupakan salah satu proses diversi, yaitu semua

pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi

masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya

menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam

mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang

tidak berdasarkan pembalasan.24 Restorative justice atau keadilan restorasi dinilai

sebagai paradigma baru dalam menyikapi tindak kejahatan yang dapat direstorasi

kembali, pelaku didorong untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya

kepada korban, keluarganya dan juga masyarakat (Dalam hal ini khususnya

berkenaan dengan masalah penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh

Anak Berhadapan dengan Hukum).25

2.1.2 Peristilahan, Pengertian, Prinsip Kerja, dan Bentuk Mediasi Penal                                                                                                                           17 Indonesia (f), Undang-Undang Tentang Alternatif dan Penyelesaian Sengketa, UU No. 30 Tahun 1999, LN. No 138 Tahun 1999, TLN. 3872 Tahun 1999, Pasal 1 angka 1. 18Indonesia (g), Undang-undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU No. 2 Tahun 2004, LN No. 6 Tahun 2004, TLN No. 4356, Pasal 1 angka 13 menyebutkan bahwa, “yang dimaksud dengan konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.” 19 Indonesia (c), Op. Cit., Ps. 1 angka 3. 20 Ibid., Ps 32 ayat (2). 21 Ibid., Ps 7 ayat (2). 22 Ibid., Ps 7 ayat (1). 23 Ibid., Ps 3 huruf (i). 24 Indonesia (c), Op. Cit., Bab Penjelasan, Bagian Umum. 25 Adrianus Meliala, loc. cit., hlm. 4.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 7: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

7  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

Mediasi penal dimaksudkan untuk mempertemukan antara pelaku tindak

pidana dengan korban, oleh karenanya mediasi penal ini sering juga dikenal

dengan istilah ”Victim Offender Mediation” (VOM), Täter Opfer Ausgleich

(TOA), atau Offender victim Arrangement (OVA).26 Mediasi penal merupakan

salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (biasa

dikenal dengan istilah ADR atau ”Alternative Dispute Resolution”; ada pula yang

menyebutnya “Apropriate Dispute Resolution”).27 Dalam berbagai asas dan model

pendekatan keadilan restoratif, proses dialog antara pelaku dan korban merupakan

moral dasar dan bagian terpenting dari penerapan keadilan ini. Dalam konsep

mediasi proses dialog dikenal sebagai media komunikasi yang menjadi modal

utama penyelenggaraan lembaga mediasi. Keseluruhan proses itulah yang dapat

ditemui baik dalam bentuk penyelenggaraan keadilan restoratif seperti:

a) Victim Offender Mediation (VOM : Mediasi antara pelaku dan korban) yaitu suatu forum yang mendorong adanya pertemuan antara pelaku dan korban yang dibantu oleh mediator sebagai coordinator dan fasilitator dalam pertemuan tersebut.

b) Conferencing yaitu suatu forum yang sama dengan VOM, namun dalam bentuk ini terdapat perbedaan yaitu pelibatan penyelesaian bukan hanya melibatkan pelaku dan korban langsung (primary victim), tetapi juga korban tidak langsung (secondary victim), seperti keluarga atau kawan dekat korban serta keluarga dan kawan dekat pelaku.

c) Circles, suatu model penerapan keadilan restoratif yang pelibatannya paling luas dibandingkan dengan dua bentuk sebelumnya, yaitu forum yang bukan hanya korban, pelaku, keluarga atau mediator saja tapi juga anggota masyarakat yang merasa berkepentingan dengan perkara tersebut.28

2.2 Model-model Mediasi Pidana

Dalam “Explanatory Memorandum” dari Rekomendasi Dewan Eropa No.

R (99) 19 tentang “Mediation in Penal Matters”, dikemukakan beberapa model

mediasi penal sebagai berikut :

a. Model "informal mediation” Model ini dilaksanakan oleh personil peradilan pidana (criminal justice personnel) dalam tugas normalnya, yaitu dapat dilakukan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) dengan mengundang para pihak untuk melakukan penyelesaian informal dengan tujuan, tidak melanjutkan penuntutan

                                                                                                                          26 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, loc. cit, hlm. 16. 27 New York State Dispute Resolution Association, loc. cit. 28 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, loc. cit, hlm. 18.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 8: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

8  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

apabila tercapai kesepakatan; Jenis intervensi informal ini sudah biasa dalam seluruh sistem hukum.

b. Model "Traditional village or tribal moots" Menurut model ini, seluruh masyarakat bertemu untuk memecahkan konflik kejahatan di antara warganya.

c. Model "victim offender mediation" Mediasi antara korban dan pelaku merupakan model yang paling sering ada dalam pikiran orang. Model ini melibatkan berbagai pihak yang bertemu dengan dihadiri oleh mediator yang ditunjuk. Mediasi ini dapat diadakan pada setiap tahapan proses, baik pada tahap kebijaksanaan polisi, tahap penuntutan, tahap pemidanaan atau setelah pemidanaan. Model ini ada yang diterapkan untuk semua tipe pelaku tindak pidana; ada yang khusus untuk anak; ada yang untuk tipe tindak pidana tertentu (misal pengutilan, perampokan dan tindak kekerasan). Ada yang terutama ditujukan pada pelaku anak, pelaku pemula, namun ada juga untuk delik-delik berat dan bahkan untuk recidivist.

d. Model ”Reparation negotiation programmes" Model ini semata-mata untuk menaksir/ menilai kompensasi atau perbaikan yang harus dibayar oleh pelaku tindak pidana kepada korban, biasanya pada saat pemeriksaan di pengadilan. Program ini tidak berhubungan dengan rekonsiliasi antara para pihak, tetapi hanya berkaitan dengan perencanaan perbaikan materiel. Dalam model ini, pelaku tindak pidana dapat dikenakan program kerja agar dapat menyimpan uang untuk membayar ganti rugi/kompensasi.

e. Model "Community panels or courts" Model ini merupakan program untuk membelokkan kasus pidana dari penuntutan atau peradilan pada prosedur masyarakat yang lebih fleksibel dan informal dan sering melibatkan unsur mediasi atau negosiasi.

f. Model "Family and community group conferences" Model ini tidak hanya melibatkan korban dan pelaku tindak pidana, tetapi juga keluarga pelaku dan warga masyarakat lainnya, pejabat tertentu (seperti polisi dan hakim anak) dan para pendukung korban. Pelaku dan keluarganya diharapkan menghasilkan kesepakatan yang komprehensif dan memuaskan korban serta dapat membantu untuk menjaga sipelaku keluar dari kesusahan/persoalan berikutnya. 29

Di Indonesia, dengan telah disahkannya Undang-undang No. 11 Tahun

2012 memberikan jaminan kepastian hukum bagi penyelesaian kasus Anak

Berhadapan Dengan Hukum, mengedepankan konsep restorative justice dalam

mengupayakan perdamaian melalui kewenangan diversi atau diskresi yang

dimiliki penyidik dan aparat penegak hukum lainnya.

                                                                                                                          29 Recommendation, loc. Cit

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 9: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

9  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

2.1.3 Presentasi Anak Didik dan Pemasyarakatan dan Klien

Pemasyarakatan Yang Terintegerasi secara Tepat Waktu dan

Akuntabel

Pemidanaan anak merupakan upaya paling akhir yang hendaknya

ditempuh oleh hakim dalam memutus perkara anak. Pada tahun 2012 telah

dilakukan registrasi dan klasifikasi terhadap Anak Didik Pemasyarakatan dan

Klien Pemasyarakatan diseluruh Indonesia. Berdasarkan data terlihat bahwa

jumlah anak yang berhadapan dengan hukum cukup banyak, yaitu 3.765 orang

anak yang mendekam di dalam LAPAS/RUTAN/Cabang Rutan di seluruh

Indonesia, seluruhnya telah teregistrasi. Untuk klasifikasi tahanan anak

berdasarkan tingkat pemeriksaan tindak pidananya mulai dari A.I (Tahanan

Kepolisian), A.II (tahanan Kejaksaan), A.III (Tahanan Pengadilan Negeri), A.IV

(Tahanan Pengadilan Tinggi), A.V (Tahanan Mahkamah Agung) berjumlah

keseluruhannya adalah 2.057 orang (100 % dari jumlah keseluruhan), Anak Didik

Pemasyarakatan berjumlah 3. 765 orang.30

Eva Achjani (Dosen Hukum Pidana) mengatakan bahwa, Victim Offender

Mediation merupakan bentuk pendekatan restoratif dimana dibuat suatu forum

yang mendorong adanya pertemuan antara pelaku fasilitator dalam pertemuan

tersebut. Bentuk ini dirancang untuk mencari kebutuhan yang menjadi prioritas

korban khususnya kebuthan untuk didengar keinginan-keinginan mengenai:

a. Bentuk tanggung jawab pelaku b. Kebutuhan akan pengobatan atau pendampingan bagi korban; tidak pidana

bagi kedua pihak dan berdiskusi tentang penanganan, usaha perbaikan dari dampak yang diderita oleh keduanya.31

Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Pada Surat Kapolri No Pol:

B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 J.o Pasal 8 Surat

Keputusan Bersama 6 (enam) Instansi/Lembaga Negara Tentang Penanganan

Anak Berhadapan Dengan Hukum, ditentukan beberapa langkah-langkah

penanganan kasus melalui ADR yaitu:

                                                                                                                          30LAKIP DITJEN PAS 2012, Indikator 1; Presentase Anak didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan Yang teregistrasi secara Tepat Waktu dan Akuntabel, (Kementerian Hukum dan HAM RI, Direktorat Bina Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak), hlm. 101. 31 Eva Achjani Zulfa, op. cit., hlm. 35.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 10: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

10  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

− Mengupayakan penanganan kasus pidana yang mempunyai kerugian materi kecil, penyelesaiannya dapat diarahkan melalui konsep ADR.

− Penyelesaian kasus pidana dengan menggunakan ADR harus disepakati oleh pihak-pihak yang berperkara namun apabila tidak terdapat kesepakatan baru diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku secara profesional dan proporsional.

− Penyelesaian kasus pidana yang menggunakan ADR harus berprinsip pada musyawarah mufakat dan harus diketahui oleh masyarakat sekitar dengan menyertakan RT/RW setempat.

− Penyelesaian kasus pidana dengan menggunakan ADR harus menghormati norma sosial/adat serta memenuhi azas keadilan.

− Memberdayakan anggota Polmas dan memerankan FKPM yang ada diwilayah masing-masing untuk mampu mengindentifikasi kasus-kasus pidana yang mempunyai kerugian materiil kecil dan memungkinkan untuk diselesaikan melalui konsep ADR.

− Untuk kasus yang telah dapat diselesaikan melalui konsep ADR agar tidak lagi disentuh oleh tindakan hukum lain yang kontra produktif dengan tujuan Polmas

− Kemudian dalam Pasal 14 huruf f Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri ditentukan bahwa penerapan Konsep Alternative Dispute Resolution (pola penyelesaian masalah sosial melalui jalur alternatif yang lebih efektif berupa upaya menetralisir masalah selain melalui proses hukum atau litigasi), misalnya melalui upaya perdamaian

− Dalam rangka penanganan perkara anak berhadapan dengan hukum, kepolisian bertugas dan memiliki kewenangan untuk membuat standar operasional baku/pedoman tentang penanganan perkara anak berhadapan dengan hukum dengan pendekatan keadilan restorative justice.32

Sedangkan berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012, Pasal 7 J.o Pasal 8 J.o

Pasal 11, dijelaskan bahwa dalam rangka penanganan anak berhadapan dengan

hukum, baik oleh Penyidik, penuntut umum dan hakim, wajib dilakukan terlebih

dahulu; mengupayakan diversi dengan pendekatan restorative justice, diversi

dilakukan bersama pelaku/keluarganya, pembimbing kemasyarakatan dan tokoh

masyarakat, serta upaya diversi dilakukan dengan berorientasi pada perdamaian

sebagai tujuan akhirnya. Pemidanaan terhadap anak berhadapan dengan hukum

dijadikan sebagai ultimum remedium.33

4.2 Hakikat Mediasi Penal

                                                                                                                          32 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, loc. cit. Ps. 4.

33 Indonesia (c), Op. Cit., Ps. 7, 8, dan 11.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 11: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

11  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

Hukum Pidana yang berlaku saat ini sebagian besar masih menggunakan

Kodifikasi Hukum Pidana Prancis atau yang lebih dikenal sebagai code penal.

Hukum Pidana dalam perkembangannya mulai banyak menuai kritik karena

dinilai sangat kaku dalam penerapannya dan terkadang kurang menyentuh sisi-sisi

keadilan yang ada di tengah masyarakat. Dalam proses mengadili ABH, hakim

harus dapat mempertimbangkan segala aspek dan setiap hal yang berkaitan

dengan hak dan kewajiban ABH. Ketika menjatuhkan putusan, tidak semata-mata

keadilan procedural yang sudah terpenuhi, tidak hanya melulu mengedepankan

formalitas hukum atau kepastian hukum berdasarkan teks undang-undang, tetap

juga harus memaknakan keadilan bagi seluruh masyarakat.34

Penentuan tindak pidana yang dapat dimediasikan, yaitu berdasarkan

kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. Ancaman pidana yang rendah 2. Tingkat kerugian yang ditimbulkan 3. Tindak pidana yang dilakukan karena kelalaian 4. Tindak pidana yang merupakan delik aduan baik absolut maupun relatif. 5. Tindak Pidana Yang Melibatkan Anggota Keluarga Sebagai Pelaku/

Korban. 6. Tindak Pidana Dimana Pelakunya Anak di Bawah Umur. 7. Tindak Pidana yang Unsur-Unsur tindak pidananya tidak jelas.35

Langkah-langkah untuk Merancang Kesepakatan Dalam Proses Mediasi Penal, :

− Menghimpun sudut pandang dari para pihak − Memusatkan perhatian pada kebutuhan − Menciptakan pilihan terbaik − Mengevaluasi pilihan − Menciptakan kesepakatan36

4.2.1 Mekanisme Penyelesaian Perkara Melalui Mediasi Penal Mediasi penal dapat dilakukan dengan dua cara atau bentuk, yaitu:

A. Mediasi penal di luar proses peradilan pidana (out of criminal justice

process)

                                                                                                                          34 Rena Yulia, Jurnal Yudisial : Penerapan Keadilan Restorative Justice Dalam Putusan Hakim: Upaya Penyelesaian Konflik Melalui Sistem Peradilan Pidana, (Komisi Yudisial RI : Jakarta, Agustus 2012)., vol. 5. hlm. 233. 35 Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Mengawal Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum, (Perpustakaan Nasional RI : Jakarta, 2012), cet. 1, hlm. 50. 36 Ibid., hlm. 52.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 12: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

12  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

Di sini diperlukan landasan hukum berupa kebijakan atau aturan hukum

yang menetapkan tentang :

a. Tindak pidana yang dapat dimediasikan di luar proses peradilan pidana. b. Mediasi penal yang dilakukan oleh pihak pelaku dan korban di luar

pengadilan untuk tindak-tindak pidana tertentu diakui keabsahannya jika dilakukan secara suka rela.

c. Mediasi penal difasilitasi oleh mediator yang telah bersertifikasi . d. Kekuatan hukum hasil kesepakatan yang dicapai oleh pihak pelaku dan

korban, sebagai keputusan yang sah dan final sehingga tidak dapat diganggu gugat dan tidak perlu dikuatkan melalui penetapan pengadilan cukup apabila disahkan dengan materai dan tanda tangan semua pihak. Hal ini mengingat bahwa pelaksanaan mediasi penal adalah bersifat suka rela.

e. Hasil kesepakatan yang dicapai dalam mediasi penal sebagai alasan hapusnya penuntutan tindak pidana yang telah dimediasikan.37

B. Mediasi Penal sebagai Bagian Proses Peradilan Pidana a. Mediasi Penal pada Tahap Penyidikan Tindak Pidana

Tahap penyidikan adalah tahap awal dari proses peradilan pidana. Pada

tahap ini dimungkinkan bagi penyidik untuk meneruskan atau tidak meneruskan

tindak pidana ke dalam proses peradilan pidana. Mediasi pada tahap penyidikan

ini merupakan kombinasi model mediasi informal mediation, victim-offender

mediation dan reparation negotiation programmes.

Pada tahap ini dapat ditetapkan cara kerja mediasi penal sebagai berikut : 1. Setelah melihat dan mempelajari kasus atau tindak pidana yang dilakukan

oleh pelaku dengan kriteria-kriteria tertentu (diuraikan dalam bahasan tindak pidana yang dapat dimediasikan), maka pihak penyidik memanggil pelaku dan korban untuk menawarkan alternatif penyelesaian perkara pidananya di luar proses peradilan.

2. Mediasi penal harus dilakukan secara suka rela dari semua pihak yang terlibat, oleh karena itu jika ada pernyataan baik dari pelaku maupun korban untuk melakukan mediasi penal, selanjutnya pihak penyidik menyerahkan perkara tersebut kepada korban dengan menginformasikan jasa mediator penal yang akan membantu menyelesaikan perkaranya.

3. Mediasi dilakukan secara rahasia sesuai dengan prinsip confidentiality. Segala yang terjadi dan pernyataan-pernyataan yang muncul selama proses mediasi harus dirahasiakan oleh semua pihak termasuk mediator. Mediator tidak dapat menjadi saksi dalam proses peradilan pidana atas segala sesuatu yang terjadi selama proses mediasi dan sebab-sebab mediasi tidak mencapai kesepakatan, jika mediasi tidak menghasilkan kesepakatan.

4. Pada kesempatan mediasi inilah pelaku dan korban dipertemukan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Pihak korban dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada pelaku sebesar kerugian yang

                                                                                                                          37 Ibid., hlm. 54.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 13: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

13  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

dideritanya dan menuntut pemulihan martabatnya, dengan difasilitasi oleh mediator.

5. Mediator harus mempunyai sertifikasi dan terlatih serta diakui oleh Menteri Kehakiman sebagai mediator, oleh karena itu mediator tidak bersifat perorangan melainkan suatu badan atau lembaga yang secara khusus menjalankan tugas mediasi.

6. Apabila dalam mediasi dicapai kesepakatan, maka mediator memberitahukan kepada penyidik bahwa telah dicapai kesepakatan melalui mediasi dengan pembayaran ganti kerugian dari pelaku kepada korban.

7. Hasil kesepakatan mediasi penal merupakan putusan final, sehingga merupakan alasan penghapus penuntutan.

8. Dengan adanya hasil kesepakatan maka penyidik menyatakan bahwa kasus tidak dilanjutkan kepada pelimpahan BAP kepada penuntut.38

b. Mediasi penal pada tahap penuntutan Adapun pelaksanaan mediasi penal pada tahap penuntutan dapat

digambarkan sebagai berikut:

1. Jaksa penuntut umum dengan mempelajari tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, dapat menawarkan mediasi kepada korban dan pelaku tindak pidana.

2. Mediasi dilakukan berdasarkan persetujuan secara suka rela dari pelaku dan korban tindak pidana. Jika kedua pihak menyetujui untuk dilakukan mediasi, maka persetujuan untuk mediasi diberikan kepada jaksa penuntut umum.

3. Jaksa penuntut umum dapat berposisi sebagai mediator maupun dapat melakukan penunjukan mediator dari luar yang bersertifikasi.

4. Mediator mempertemukan pihak pelaku dan korban tindak pidana. 5. Pelaksanaan proses mediasi dilakukan secara rahasia, dalam arti semua

peristiwa yang terjadi dan pernyataan-pernyataan yang muncul selama mediasi tidak dapat dipublikasikan oleh semua pihak yang terlibat.

6. Dalam mediasi penal ini diadakan rekonsiliasi dan pembayaran ganti kerugian kepada korban.

7. Jika mediasi penal tidak mencapai kesepakatan, maka perkara pidana akan dilanjutkan dengan proses pemeriksaan di sidang pengadilan dengan dilakukan penuntutan terhadap tindak pidanannya. Dalam hal ini mediator tidak dapat bersaksi atas tidak tercapainya kesepakatan mediasi maupun atas segala sesuatu yang terjadi selama proses mediasi.

8. Jika mediasi mencapai kesepakatan damai yang diterima oleh semua pihak, maka akta kesepakatan berlaku sebagai putusan yang final dan tidak dapat diadakan penuntutan, sehingga dapat berfungsi sebagai alasan penghapus penuntutan.39

c. Mediasi penal pada tahap pemeriksaan sidang pengadilan

                                                                                                                          38 Umi Rozah, op. cit., hlm. 315. 39 Ibid., Ps. 315.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 14: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

14  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

Mediasi penal yang dilakukan pada tahap ini adalah setelah perkara

dilimpahkan ke pengadilan oleh penuntut umum. Dalam mediasi pada tahap ini

sebagaimana dalam perkara perdata, hakim menawarkan alternatif penyelesaian

perkara pidana dengan cara perdamaian kepada para pihak, yaitu pihak pelaku

tindak pidana dan pihak korban sebelum dilakukan proses pemeriksaan di depan

sidang pengadilan dengan melihat kriteria tindak pidana yang dilakukan oleh

terdakwa. Mediasi ini jika mencapai kesepakatan maka hasilnya dapat digunakan

sebagai alas an untuk menghapuskan menjalankan pidana bagi pelaku tindak

pidana. Mediator pada tahap ini bisa dilakukan oleh hakim ataupun mediator dari

luar pengadilan yang telah mendapatkan sertifikasi dan pelatihan. Mediasi ini

adalah gabungan dari model Victim Offender Mediation dan Reparation

Negotiation Programmes.

Adapun pelaksanaan mediasi ini adalah sebagai berikut:

1. Hakim setelah mempelajari kasus dan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, dapat menawarkan mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara dengan perdamaian para pihak.

2. Jika para pihak menyetujui, maka diadakan persetujuan secara suka rela untuk mengikuti penyelesaian perkara dengan cara mediasi baik oleh pelaku maupun oleh korban.

3. Hakim dapat bertindak sebagai mediator ataupun dengan mediator di luar pengadilan yang telah memenuhi syarat dan bersertifikasi.

4. Mediasi mempertemukan pihak pelaku dan korban, pada kesempatan ini diadakan rekonsiliasi antara korban dan pelaku, serta dilakukan pembayaran ganti kerugian yang diderita korban.

5. Mediasi penal dilakukan berdasarkan prinsip rahasia, sehingga segala peristiwa yang terjadi dan segala pernyataan yang muncul dalam proses mediasi harus dirahasiakan oleh para pihak termasuk mediator.

6. Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan maka proses pemeriksaan di muka pengadilan akan dilanjutkan sebagaimana mestinya.

7. Jika tercapai kesepakatan di mana para pihak saling menerima hasil kesepakatan (rekonsiliasi) dan disepakati pembayaran ganti kerugian oleh pelaku kepada korban, maka hasil kesepakatan yang dituangkan dalam akta kesepakatan menjadi berkekuatan tetap sebagaimana putusan pengadilan dan bersifat final, sehingga pelaku tidak dapat dituntut dan diadili kembali dalam proses peradilan pidana.40

d. Mediasi penal pada tahap pelaku menjalankan sanksi pidana penjara

Pada tahapan ini mediasi penal dilakukan baik berupa reparation

negotiation programme yang menitikberatkan pada pembayaran kompensasi dari

pelaku kepada korban, maupun berupa bentuk victim offender mediation, yang

                                                                                                                          40 Ibid., hlm. 329.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 15: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

15  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

menitikberatkan baik pada konsep rekonsiliasi maupun pada kesepakatan

pembayaran ganti kerugian kepada korban. Mediasi yang dilakukan pada tahap

pelaku sedang menjalani pidananya khususnya pidana penjara, berfungsi sebagai

alasan untuk menghapuskan kewenangan menjalankan sebagian pidana jika

pelaku telah menjalankan sebagian pidananya.

Adapun pelaksanaan pada tahapan eksekusi adalah sebagai berikut:

1. Untuk tindak-tindak pidana tertentu, pelaku dapat menawarkan kepada korban untuk mengadakan mediasi penal guna meringankan pidananya.

2. Jika korban menyetujui permintaan mediasi dari pelaku tindak pidana, maka diajukan persetujuan mediasi kepada Jaksa penuntut umum sebagai eksekutor.

3. Jaksa sebagai eksekutor akan mempelajari kemungkinan disetujuinya mediasi penal.

4. Jika telah disepakati persetujuan mediasi maka mediasi dapat dilakukan dengan bantuan mediator yang ditunjuk maupun mediator luar yang telah diakui dan disertifikasi.

5. Mediasi dilakukan dengan prinsip kerahasiaan, sehingga segala peristiwa dan pernyataan yang muncul dalam mediasi bersifat rahasia.

6. Jika mediasi mencapai kesepakatan untuk berdamai dan kesepakatan pembayaran ganti kerugian, maka hasil kesepakatan tersebut berfungsi sebagai alasan untuk menghapuskan kewenangan menjalankan pidana, sehingga terpidana dapat dibebaskan.

7. Hasil kesepakatan perdamaian dan pembayaran ganti kerugian kepada korban dituangkan ke dalam akta kesepakatan yang bersifat final dan digunakan sebagai alasan untuk membebaskan terpidana dari pidana yang belum dijalaninya.41

Dalam penanganan perkara ABH, penyidik selain memiliki kewajiban

melekat untuk melaksanakan asas legalitas, hendaknya berpegang pula pada asas

‘demi kepentingan umum’ dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,

kepentingan umum disini adalah dihubungkan dengan kepentingan terbaik bagi

anak, sebagai bentuk perwujudan pemenuhan kepentingan umum bagi

masyarakat. Hal ini senada dengan Prinsip-prinsip umum yang terkandung dalam

Konvensi Hak Anak, sebagaimana telah penulis singgung dalam bab sebelumnya.

Artinya bahwa dalam semua tindakan yang meyangkut anak yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga kesejahteraan sosial Negara dan swasta, pengadilan hukum,

penguasa administratif atau badan legislatif, kepentingan terbaik bagi anak harus

dijadikan pertimbangan yang utama. Pandangan ini diperkuat pula oleh pendapat

dari Tommy, A. Tobing (Pengacara Publik pada Lembaga Bantuan Hukum

Jakarta), dikatakannya bahwa,:

                                                                                                                          41 Ibid., hlm. 331.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 16: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

16  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

“kapan saja keputusan resmi yang berdampak pada anak diambil, kepentingan terbaik bagi anak harus dipandang sebagai hal yang penting, jangan sampai kepentingan orang tua dan Negara yang menjadi dasar pertimbangan membuat atau menjatuhkan putusan.”42

Penggunaan kewenangan diskresi oleh kepolisian sebenarnya sudah dapat

diterapkan dalam kasus ini, agar tidak menimbulkan ‘pelabelan’ bagi ABH yang

dapat mengganggu perkembangan psikologisnya sebagai generasi penerus bangsa,

diteruskannya kasus sampai tahap persidangan seharusnya hanya untuk meminta

penetapan hakim bahwa kasus tersebut telah selesai dengan terwujudnya

kesepakatan dari kedua pihak agar kasus tersebut tidak diteruskan. Penghentian

proses pemeriksaaan setelah terwujud kesepakatan mediasi penal antara pelaku

dan korban berguna pula untuk membantu mengurangi penumpukan perkara di

Mahkamah Agung.

Diteruskannya penanganan perkara ABH ini menurut penulis didasarkan

atas kekurangan pemahaman atau belum ada nya keberanian dari pihak penyidik

menggunakan kewenangan diskresi secara optimal sebagaimana undang-undang

kepolisian mengaturnya. Dilanjutkannya proses ini hingga pada tahap

pemeriksaan pengadilan menunjukkan bahwa sebagaian aparat penegak hukum

kita, khususnya dari pihak penyidik kepolisian belum mampu mengadaptasikan

pemahamannya dengan perkembangan sistem pemidanaan sebagaimana dunia

internasional sudah banyak menerapkannya, yakni menggeser paradigma sistem

pemidanaan retributif (penghukuman kepada pelaku) menjadi keadilan restoratif

(pengembalian keadaan seperti semula antara pelaku dan korban). Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian penegak hukum kita belum mampu bekerja secara

profesinal dalam menjalakan profesinya sebagai penyidik polisi.

Bab 3 Analisis Kasus

4.1 Posisi Kasus

4.1.1 Putusan Nomor : 952/Pid.B/2010/PN-Stb (Kasus 1).43

Anak Berhadapan dengan Hukum: ditahan dalam rumah tahanan Negara,

berdasarkan surat perintah/penetapan penetapan:

                                                                                                                          42 Hasil wawancara dengan Tommy, A. Tobing, S. H, pengacara publik pada Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, pada 12 Juli 2012. 43 Mahkamah Agung RI (a), Op. Cit.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 17: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

17  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

1. Penyidik sejak tanggal 04 Nopember 2010 No. Pol. Han/121/XI/2010/ Reskrim sejak tanggal 04 Nopember 2010 s/d tanggal 23 Nopember 2010

2. Perpanjangan oleh Penuntut Umum tanggal 18 Nopember 2010 Nomor. 1106/N.2.25.6/Ep/T.4/11/2010 sejak tanggal 24 Nopember 2010 s/d tanggal 03 Desember2010;

3. Penuntut Umum tanggal 02 Desember 2010 Nomor: Print-225/T7/12/2010 sejak tanggal 02 Desember 2010 s/d tanggal 11 Desember 2010;

4. Hakim Pengadilan Negeri Stabat tanggal 06 Desember 2010 Nomor : 952/Pid.B/2010/PN-Stb.- sejak tanggal 06 Desember 2010 s/d tanggal 20 Desember 2010;

5. Perpanjangan Penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Stabat sejak tanggal 21 Desember 2010 s/d tanggal 19 Januari 2010;

Selanjutnya, ABH dalam persidangan telah didakwa oleh Penuntut Umum

dengan dakwaan yang disusun secara Alternatif, yakni sebagai berikut :

• Dakwaan KESATU : melanggar pasal 363 ayat (1) angka 3 KUHP jo pasal 26 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Atau,

• Dakwaan KEDUA : melanggar pasal 362 KUHP jo pasal 26 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

Bahwa sebagai implementasi dari konvensi hak hak anak yang telah

diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia tersebut telah lahir UU No. 23 tahun

2002 tetang perlindungan anak dan telah diamanatkan pula dalam Pasal 16 (3) UU

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa penangkapan,

penahanan atau Pidana Penjara Anak hanya dapat dilakukan apabila sesuai

dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai Upaya Terakhir

(The Last Resort). Dalam putusan hakim dinyatakan bahwa ABH telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian“.

Kemudian menjatuhkan tindakan terhadap ABH dengan mengembalikan ABH

kepada orang tuanya dibawah pengawasan BAPAS Kelas I Medan sampai

terdakwa dewasa. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan “Rumah

Tahanan Negara” Pangkalan Berandan. Menyatakan barang bukti berupa :

• 1 (satu) ekor ayam potong warna putih yang beratnya sekira 2 (dua) kilogram. Dikembalikan kepada saksi Nur Ainun Alias Sinur

• Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000, - (seribu rupiah)

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan demi kepentingan terbaik bagi

anak sebagai pelaku maupun anak sebagai korban, hakim telah melakukan

Implementasi Keadilan Restoratif dengan melakukan forum mediasi penal di

ruang mediasi Pengadilan Negeri Stabat yang dihadiri oleh pelaku, orang tua,

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 18: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

18  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

korban/orang tua, Hakim Anak, Jaksa Anak dan PK BAPAS Klas I Medan.

Dalam forum mediasi tersebut telah ditandatangani kesepakatan perdamaian

tertanggal 23 Desember 2010 oleh pihak-pihak terkait dengan tujuan pemulihan

dan pemenuhan keadilan bagi pelaku, korban dan masyarakat (Restorative

Justice) yang pada pokoknya klausul-klausul kesepakatan tersebut sebagai

berikut:

1. Bahwa Terdakwa dan orang tua telah meminta maaf kepada korban, dan sebaliknya korban telah memaafkan perbuatan Terdakwa;

2. Bahwa Korban berharap Terdakwa tidak mengulangi perbuatannya mencuri di Pasar Pagi Pangkalan Berandan;

3. Bahwa Korban meminta orang tua Terdakwa agar sanggup mendidik dan membina Terdakwa serta tidak melakukan pelanggaran hukum lagi;

4. Bahwa Orang tua terdakwa berjanji mampu untuk menjaga dan membina terdakwa untuk menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa, serta terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan terdakwa berniat untuk melanjutkan Sekolah di Pesantren gratis

Atas dasar keterangan tersebut, hakim menerapkan pendekatan keadilan

restoratif dengan mekanisme mediasi penal dalam penyelesaian perkara anak

berhadapan dengan hukum sebagaimana dijelaskan dalam putusan pengadilan

tersebut. Mekanisme mediasi penal diterapkan pada tahapan pemeriksaaan sidang

pengadilan. Menurut penulis, seharusnya tanpa melalui mekanisme pemeriksaan

pengadilan, baik pada tahap penyidikan atau penuntutan sudah dapat diterapkan

pendekatan keadilan restoratif melalui mekanisme mediasi penal, mengingat hal

ini akan memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pemenuhan hak-hak

anak dan kepentingan terbaik bagi si ABH. Penggunaan kewenangan diskresi oleh

kepolisian sebenarnya sudah dapat diterapkan dalam kasus ini, agar tidak

menimbulkan ‘pelabelan’ bagi ABH yang dapat mengganggu perkembangan

psikologisnya sebagai generasi penerus bangsa, diteruskannya kasus sampai tahap

persidangan seharusnya hanya untuk meminta penetapan hakim bahwa kasus

tersebut telah selesai dengan terwujudnya kesepakatan dari kedua pihak agar

kasus tersebut tidak diteruskan. Dilanjutkannya proses ini hingga pada tahap

pemeriksaan pengadilan menunjukkan bahwa sebagaian aparat penegak hukum

kita, khususnya dari pihak penyidik kepolisian belum mampu mengadaptasikan

pemahamannya dengan perkembangan sistem pemidanaan sebagaimana dunia

internasional sudah banyak menerapkannya, yakni menggeser paradigma sistem

pemidanaan retributif (penghukuman kepada pelaku) menjadi keadilan restoratif

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 19: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

19  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

(pengembalian keadaan seperti semula antara pelaku dan korban). Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian penegak hukum kita belum mampu bekerja secara

profesinal dalam menjalakan profesinya sebagai penyidik polisi.

Putusan Nomor : 208/Pid .B/2011/PN. PDG (Kasus 2).44

Anak Berhadapan dengan Hukum: telah ditahan berdasarkan Surat

Perintah/Penetapan Penahanan :

1. Penyidik tangga l 08 Maret 2011 No.Pol. Sp.Han/36/III/2011/Reskrim sejak tanggal 08 Maret 2011 s/d 27 Maret 2011 ;

2. Perpanjangan Penuntut Umum tanggal 25 Maret 2011 No.Prin : B- 677/N.3.10 /Epp.2/03/2011 sejak tanggal 28 Maret 2010 s/d tanggal 06 April 2011 ;

3. Penahanan Penuntut Umum tanggal 05 April 2011 No.Pr in-882/ N.3.10/Ep.I/0 4/2011 sejak tanggal 5 April 2011 s/d tanggal 14 April 2011;

4. Hakim Pengadilan Negeri Padang tanggal 20 April 2011 No. 277 /Pen .Pid/ 2 0 1 1.PN.PDG sejak tanggal 19 April 2011 s/d 04 Mei 2011;

5. Perpanjangan ketua Pengadilan Negeri Padang tanggal 20 April 2011 No.157 /Pen .Pid/2011.PN.PDG sejak tanggal 04 Mei 201 1 s/d 03 Jun i 2011;

6. Penangguhan penahanan terdakwa tangga l3 Mei 2011 No. 208 /Pid .B/ 2011/ PN.PDG, oleh Hakim Tunggal tersebut.

Dalam persidangan, hakim memberikan pertimbangan :

− Bahwa SK baru berumur tiga belas tahun sesuai dengan Kutipan Akta Kelahiran No. 4025/PL/06/T tanggal 22 Juni 2006 yang ditandatangani oleh Kepala Badan Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Padang Drs . SYAFRIZON HAKIM.

− Menimbang, bahwa atas dakwaan tersebut terdakwa maupun Penasehat Hukumnya menyatakan telah mengerti isi maksudnya serta tidak ada menyampaikan keberatan / Eksepsi;

− Menimbang, bahwa selanjutnya akan dibuktikan unsur-unsur dari dakwaan Kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 82 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

− Menimbang, bahwa sesuai ketentuan pasal-pasal 59 ayat (1) dan (2) yang menyatakan agar sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak, serta putusan tersebut wajib mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan ;

− Menimbang, bahwa selanjutnya didalam pasal 16 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pokoknya disebutkan bahwa Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir ;

                                                                                                                          44 Mahkamah Agung RI (b), Op. Cit.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 20: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

20  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

− Menimbang, bahwa dengan memperhatikan ketentuan normatif di atas jelas-jelas dalam menjatukan tindakan terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana harus dengan memperhatikan berbagai aspek dan tidak menggangu masa depan anak dan pidana yang akan diterapkan adalah sebagai upaya terakhir (Ultimum Remedium) ;

− Menimbang, bahwa selanjutnya Balai Pemasyarakatan Klas I Padang juga menyarankan agar perkara ini diselesaikan diluar Pengadilan Negeri (Diversi) dan kalau tetap melalui proses peradilan maka diharapkan agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya dengan memperhatikan pendidikan anak:

− Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta dipersidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa serta dikaitkan dengan barang bukti dan adanya persesuaian antara yang satu dengan yang lainnya dan memperhatikan Laporan Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan Klas I Padang, maka kira pidana yang akan dijatuhkan haruslah pidana yang sesuai dengan kesalahan terdakwa tanpa mengganggu masa depan terdakwa (si anak) dengan berlandaskan prinsip kepentingan terbaik bagi anak ( The best interest of a child);

− Menimbang, bahwa pada pokoknya pidana yang dijatuhkan bukanlah semata-mata pembalasan terhadap kesalahan terdakwa akan tetapi lebih kepada maksud menginsyafkan/menyadarkan terdakwa agar tidak lagi berbuat dimasa yang akan datang dan menyesali pebuatannya oleh karenanya Hakim akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan.

Putusan Hakim: 1. Menyatakan ABH bersalah melakukan “Tindak Pidana Dengan Sengaja

Membujuk Anak Untuk Melakukan atau Membiarkan Dilakukan Perbuatan Cabul” ;

2. Menghukum ABH oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun dan denda sebanyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) Bulan;

3. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalankan kecuali dikemudian hari terdakwa dengan suatu putusan Hakim melakukan suatu perbuatan pidana selama dalam masa waktu percobaan selama 3 (Tiga) Tahun habis;

4. Menetapkan pula agar ABH mengikuti kegiatan yang diprogramkan oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Padang selama 3 (Tiga) Bulan;

5. Menetapkan lamanya ABH ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

6. Memerintahkan agar barang bukti berupa; − 1 (satu) helai baju kaos oblong warna merah muda merk Gen- X;

Dikembalikan kepada ABH. − 1 (satu) helai celana dalam wanita warna hijau muda; Dikembalikan

kepada saksi korban SK 7. Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu

rupiah). Putusan Nomor : 208/Pid .B/2011/PN. PDG (Kasus 2) Hakim pada putusan Nomor : 208/Pid .B/2011/PN. PDG (Kasus 2)

menyatakan ABH bersalah melakukan “Tindak Pidana Dengan Sengaja

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 21: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

21  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

Membujuk Anak Untuk Melakukan atau Membiarkan Dilakukan Perbuatan

Cabul”. Sebagaimana telah penulis bahas pada bab sebelumnya, pemenuhan

kepentingan terbaik bagi anak yang sedang berhadapan dengan hukum diatur

dalam UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak maupun UU No. 11

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sekalipun upaya pemenuhan

kepentingan terbaik bagi anak dalam undang-undang pengadilan anak hanya

diatur secara eksplisit, namun hal ini seharusnya tidak menutup semangat upaya

pemenuhannya oleh aparat penegak hukum kita. Pengaturan mengenai penerapan

keadilan restoratif yang berorientasi pada pemenuhan kepentingan terbaik bagi

ABH pada masa sebelum diterbitkan UU No. 11 Tahun 2012 adalah

menggunakan peraturan-peraturan internal instansi penegak hukum sebagai

penunjang bagi pelaksanaan tugas dan jabatan mereka, diantaranya:

− MOU 20/PRS-2/KEP/2005 DitBinRehSos Depsos RI dan DitPas DepKumHAM RI tentang pembinaan luar lembaga bagi anak yang berhadapan dengan hukum

− Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI MA/Kumdil/31/I/K/2005 tentang kewajiban setiap PN mengadakan ruang sidang khusus & ruang tunggu khusus untuk anak yang akan disidangkan

− Himbauan Ketua MARI untuk menghindari penahanan pada anak dan mengutamakan putusan tindakan daripada penjara, 16 Juli 2007

− Peraturan KAPOLRI 10 Tahun 2007 Tentang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA)

− Peraturan KAPOLRI No. 3 Tahun 2008 tentang pembentukan RPK dan tata cara pemeriksaan saksi & korban Tindak Pidana

− Peraturan KAPOLRI No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Rapublik Indonesia, BN No. 150 Tahun 2009

− TR/1124/XI/2006 dari Kabareskrim POLRI, 16 Nov 2006 dan TR/395/VI/2008 9 Juni 2008, tentang pelaksanaan diversi dan restorative justice dalam penanganan kasus anak pelaku dan pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi

− Kesepakatan Bersama antara Departemen Sosial RI Nomor : 12/PRS-2/KPTS/2009, Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH.04.HM.03.02 Th 2009, Departemen Pendidikan Nasional RI Nomor 11/XII/KB/2009, Departemen Agama RI Nomor : 06/XII/2009, dan Kepolisian Negara RI Nomor : B/43/ XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan dengan Hukum, tanggal 15 Desember 2009

− Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum Dan HAM RI, Menteri Sosial RI, Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak RI, NO.166/KMA/SKB/XII/2009, NO.148 A/A/JA/12/2009, NO. B/45/XII/ 2009, NO.M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009, NO. 10/PRS-2/KPTS/2009,

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 22: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

22  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

NO. 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum.”45 Peraturan Kebijakan Internal sebagaimana dimaksud diatas berpijak pada

ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Jo. UU

No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai payung utama dalam

mengatur mengenai upaya pemenuhan kepentingan terbaik bagi anak berhadapan

dengan hukum. Penggunaan kebijakan berupa kewenangan diskresi yang dimiliki

aparat penegak hukum hendaknya berorientasi bagi kepentingan terbaik bagi anak

dalam menangani kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak berhadapan

dengan hukum. Apabila kasus tersebut ditinjau berdasarkan UU No.11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, upaya pemenuhan kepentingan

terbaik bagi anak dapat dilihat dari perspektif anak sebagai pelaku dan anak

sebagai saksi korban, optimalisasi penerapan keadilan restoratif diamanatkan

dalam undang-undang ini. Beberapa perubahan substansi yang dilakukan dalam

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atas

UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak antara lain,:

− Salah satu wujud dari Restorative Justice adalah dimunculkannya mekanisme penal mediation, yaitu penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan melalui instrumen mediasi, arbitrase46 atau konsiliasi47.

− Batas usia seseorang dikategorikan sebagai ‘anak’ adalah 12 tahun-18 tahun48

− Usia anak yang bisa dikenakan penahanan yakni 14 tahun-18 tahun.49 − Dalam undang-undang itu pula dijelaskan bahwa perkara yang bisa

dilakukan diversi atau perdamaian antara korban dan ABH, perkara dengan ancaman penjara di bawah 7 tahun50, dan

− Bukan pengulangan tindak pidana, proses diversi itu bisa dilakukan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan.51

− Isu krusial lain yakni kewajiban tidak mempublikasikan perkara anak serta pemberian sanksi pidana dan administrasi terhadap petugas yang tidak menjalankan tugasnya seperti diatur dalam Undang-Undang itu.52 Apabila penanganan kedua kasus tersebut didasarkan pada ketentuan UU

No. 11 Tahun 2012, maka sesungguhnya penyidik dapat mengindahkan keinginan

                                                                                                                          45 Dewi, Op. Cit., hlm. 3. 46 Indonesia (f), Op.Cit., Ps. 1 angka 1. 47Indonesia (g), Op.Cit., Ps. 1 angka 13. 48 Indonesia (c), Op. Cit., Ps. 1 angka 3. 49 Ibid., Ps 32 ayat (2). 50 Ibid., Ps 7 ayat (2) huruf (a). 51 Ibid., Ps 7 ayat (1). 52 Ibid., Ps 3 huruf (i).

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 23: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

23  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

korban dan pelaku untuk berdamai. Upaya pemenuhan keadilan restoratif dapat

tertuang dalam kesepakatan damai sebagai wujud telah terlaksananya upaya

diversi dalam penanganan kasus tersebut. Hal ini bertujuan agar tujuan dari

mediasi penal itu sendiri dapat terpenuhi, yakni menyelesaikan konflik pidana

dengan mengadakan rekonsiliasi, restitusi, pmbayaran ganti rugi antara pelaku

tindak pidana dan korban. Perdamaian tersebut bertujuan untuk merekatkan

kembali hubungan yang terganggu antara pelaku dan korban karena adanya tindak

pidana, memperlancar proses rehabilitasi bagi pelaku dan pemulihan martabat

terhadap korban.

Bab 4. Penutup A. Kesimpulan

1. Konsep Keadilan Restoratif dikenal dalam sistem pidana di Indonesia

khususnya dalam hal penanganan kasus tindak pidana yang dilakukan oleh

anak berhadapan dengan hukum. Hal ini terlihat dari beberapa praktek

kehidupan sehari-hari dalam masayarakat kita, penyelesaian perkara dengan

melibatkan semua pihak dinilai dapat membela dan meminta ganti rugi atas

kepentingan hukum mereka yang terlanggar. Berbagai kebijakan internal

instansi penegak hukum dikeluarkan guna mendukung upaya pemenuhan

kepentingan terbaik bagi anak dalam menangani kasus tindak pidana yang

dilakukan oleh anak berhadapan dengan hukum, sekaligus pelaksana atas

UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Jo. UU No. 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak.. Indikasi lainnya terlihat dengan dilakukannya

penyempurnaan konsep keadilan restoratif tersebut dalam Undang-Undang

No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Mediasi penal merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian

sengketa di luar pengadilan yang dimungkinkan untuk dilakukan (biasa

dikenal dengan istilah ADR atau ”Alternative Dispute Resolution”.

Berdasarkan analisa putusan tersebut diatas, jelas kepolisian kita belum

menggunakan kewenangan diskresi yang dimilikinya secara optimal dalam

menindak lanjut kasus yang diselesaikan melalui meknisme mediasi penal.

Dalam pembahasan kasus tersebut diatas, jelas terlihat bahwa aparat

penyidik kepolisian kita (yang menangani perkara ABH) seakan tidak mau

pusing dengan kondisi psikologis dan kebutuhan hak anak–anak tersebut.

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 24: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

24  

 

UNIVERSITAS INDONESIA  

Pelimpahan perkara kepada penuntut kejaksaan dan pemeriksaan pengadilan

oleh hakim seakan dijadikan sebagai satu-satunya jalan bagi mereka dalam

menyelesaikan perkara ABH yang sedang ditangani. Pemenuhan

kepentingan terbaik bagi masa depan anak seakan bukan menjadi prioritas

utama dalam penanganan kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak

berhadapan dengan hokum mengingat masa depan anak adalah aset besar

bangsa ini.

B. Saran

1. Restoratif justice yang merupakan paradigma baru dalam sistem pemidanaan

perlu dilakukan pengembangan secara menyeluruh dan lebih baik lagi dalam

sosialisasi atas teori tersebut.

2. Mengingat bahwa penerapan sebuah sistem pemidanaan bukan saja

didasarkan pemikiran atas penghukuman kepada merekea yang melangar

suatu atauran, tetapi juga harus diperhatikan tentang aspek keadilan dan

kepastian hukum diantara mereka yang berperkara.

3. Dengan telah ditetapkannya UU No. 11 tahun 2012, perlu dilakukan sebuah

pengaturan khusus berupa peraturan pelaksanaan atas undang-undang

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adji, Indriyanto Seno, Arah Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, Kantor

Pengacara dan Konsultan Hukum, Prof. Oemar Seno Adji ,SH, & Rekan, 2000.

Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.

Muladi, Hak Asasi Manusia Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang,

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997.

Nurjaya, Nyoman, Reorientasi Pembangunan Hukum Negara Dalam Masyarakat

Multi Kultural Perspektif Antropologi Hukum, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Besar pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2007.

Rahardjo, Satjipto, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1983.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013

Page 25: Penerapan Mediasi Penal Dalam Penanganan Kasus Tindak ...

25  

 

  UNIVERSITAS INDONESIA  

Zulfa, Eva Achjani, Keadilan Restoratif, Depok: Badan Penerbit FHUI, 2009.

PIDATO DAN MAKALAH

Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana

(Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia), Pidato Pengukuhan,

Diucapkan Pada Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang 25 Juni 1994.

Zulfa, Eva Achjani, “Mediasi Penal: Perkembangan Kebijakan Hukum Pidana”,

(makalah disampaikan pada Diskusi Terbatas Tentang: “PenyelesaianPerkara

Diluar Pengadilan Melalui Dimensi Mediasi Penal (Penal Mediation) Dalam

Sistem Peradilan Pidana Indonesia”: Pengkajian Asas, Norma, Teori dan Praktik”,

Jambi, Mei 2011.

INTERNET.

Akrial, Zul. Perdamaian dalam Hukum Pidana, Di antara Dua Metode

Pendekatan, http://id.mail.yahoo.com

PERATURAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 1945.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1988 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, LN No. 136 Tahun 1988, TLN No. 4152.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, LN No. 76

Tahun 1981, TLN No. 3209.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia,

LN No. 2 Tahun 2002, TLN No. 4168.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,

LN No.191 Tahun 2000 TLN No.3911 Indonesia,

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Ratifikasi Kovenan

Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Lembaran Negara Republik

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem peradilan Pidana Anak.

LN No. 153 Tahun 2012, TLN No. 5332

Penerapan Mediasu ..., Imam Hermanda, FH UI, 2013