Mekanisme Alergi.docx

6
1. Mekanisme alergi obat Ada dua macam mekanisme dalam alergi obat, pertma mewkanisme imunologis dan kedua mekanisme non imunologis. Umumnya alergi obat timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Obat dan metabolit obat yang berfungsi sebagai hapten, yang menginduksi antibodi humoral. Karena berat molekulnya yang rendah (di bawah 2000) biasanya obat itu sendiri tidak mempunyai kemampuan antigenik (immunogenik). Mereka bertindak sebagai hapten, dan sesudah membentuk ikatan kovalen dengan suatu protein, peptide atau karbohidrat di jaringan atau darah, akan merangsang pembentukab antibodi atau sel limfosit yang sangat spesifik untuk kompleks antigen tersebut.Antibodi pada manusia terdiri dari 5 jenis golongan protein yaitu immunoglobulin A, D, E, G, M yang dihasilkan oleh sel-sel plasma(jaringan Thymic- Independent). Sedangkan sel limfosit (jaringan Thymic- Dependent) membentuk kekebalan selluler (Cell-mediated- immunity), penyebab dari delayed hypersensitivity. Maka akan timbul reaksi alergik bila obat yang sama diberikan kembali. (Purwanto, 1976) Reaksi ini juga dapat melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena toksisistas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme. (Revus, 2003) Tabel 1. Reaksi imunologis dan non imunologis

Transcript of Mekanisme Alergi.docx

1. Mekanisme alergi obatAda dua macam mekanisme dalam alergi obat, pertma mewkanisme imunologis dan kedua mekanisme non imunologis. Umumnya alergi obat timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Obat dan metabolit obat yang berfungsi sebagai hapten, yang menginduksi antibodi humoral. Karena berat molekulnya yang rendah (di bawah 2000) biasanya obat itu sendiri tidak mempunyai kemampuan antigenik (immunogenik). Mereka bertindak sebagai hapten, dan sesudah membentuk ikatan kovalen dengan suatu protein, peptide atau karbohidrat di jaringan atau darah, akan merangsang pembentukab antibodi atau sel limfosit yang sangat spesifik untuk kompleks antigen tersebut.Antibodi pada manusia terdiri dari 5 jenis golongan protein yaitu immunoglobulin A, D, E, G, M yang dihasilkan oleh sel-sel plasma(jaringan Thymic-Independent). Sedangkan sel limfosit (jaringan Thymic-Dependent) membentuk kekebalan selluler (Cell-mediated-immunity), penyebab dari delayed hypersensitivity. Maka akan timbul reaksi alergik bila obat yang sama diberikan kembali. (Purwanto, 1976) Reaksi ini juga dapat melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena toksisistas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme. (Revus, 2003)

Tabel 1. Reaksi imunologis dan non imunologis

A. Mekanisme Imunologis Tipe I (Reaksi Anafilaksis)Mekanisme ini paling banyak di temukan. Yang paling berperan ialah Ig E yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap sel mast dan sel basofil yang banyak terletak pada pembuluh darah. Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi . Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin dan heparin dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam-macam efek, misalnya eritema, sesak nafas, utrikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok. (Baratawidjaja, 2010) Tipe II (Reaksi Autositoksis)Terjadi adanya ikatan antara ig G dan ig M dengan antigen yang melekat pada sel. Hal ini menyebabkan efek sitolitik atau sitotoksik oleh sel efektor yang diperantarai oleh komplemen. Reaksi sitotoksik memiliki 3 kemungkinan mekanisme; pertama, obat terikat secara kovalen pada membran sel dan antibodi yang kemudian mengikat obat dan mengaktivasi komplemen (misalnya penisilin); kedua kompleks obat antibodi yang terbentuk, terikat pada permukaan sel dan mengaktivasi komplemen (misalnya sefalosporin); ketiga obat yang terikat pada permukaan sel menginduksi respon imunyang mengikat langsung antigen spesifik jaringan (misalnya -metyl-dopa). Antibodi yang terbentuk mengaktifkan sel K yang mempunyai reseptor Fc sebagai efektor antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC). Selanjutnya ikatan antigen antibodi mengaktifkan komplemen melalui reseptor C3b sehingga memudahkan fagositosis dan menimbulkan lisis. (Baratawidjaja, 2010) Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)Tipe III ditandai dengan pembentukan kompleks antigen-antibodi (antibodi IgG atau ig M) dalam sirkulasi yang dideposit dalam jaringan. Komplemen yang teraktivasi melepas macrophage chemotatic factor. Makrofag dikerahkan ketemmpat tersebut melepas enzim yang dapat merusak jaringan. Komplemen juga membentuk C3a dan C5a (anafilatoksin) yang merangsang sel mast dan basofil melepas granul. Komplemen juga dapat menimbulkan lisis sel bila kompleks diendapkan di jaringan. (Baratawidjaja, 2010) Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe lambat)Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen dan menyebabkan pembebasan serangkaian limfokin, antara lain macrophage inhibition factor dan macrophage activation factor. Makrofag yang diaktifkan dapat menimbulkan kerusakan jaringan, contoh klasik dermatitis kontak alergik. Erupsi eksamatosa, eritodermik, dan fotoalergik merupakan reaksi tipe IV. Reaksi tipe ini melibatkan limfosit efektor yang spesifik yang juga terliabat pada purpura, sindrom Lyells, bulosa, likhhenoid, dan erupsi obat yang menyerupai lupus. Mekanisme tipe IV bersama-sama tipe III terlibat pada erupsi makulo-papular, fixed drug eruption dan eritema nodusum. Pada kenyataannya, reaksi-reaksi ini tidak selalu berdiri sendiri, namun dapat bersama-sama. Limfosit T berperan pada inisiasi respon antibodi, dan antibodi bekerja sebagai essensial link pada beberapa reaksi yang diperantarai sel, misalnya ADCC. (Baratawidjaja, 2010)

B. Mekanisme Non ImunologisReaksi Pseudo-Allergic menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibody-dependent. Salah satunya obat yang dapat menimbulkannya adalah aspirin dan kontras media. Teori yang ada menyatakan bahwa ada satu atau lebih mekanisme yang terlibat; pelepasanmediator sel mast dengan cara langsung, aktifitas langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolisme enzim asam arachidonat sel. Efek kedua, diakibatkan proses farmakologis obat terhadap tubuh yang dapat menimbulkan gangguan seperti alopesia yang timbul karena penggunaan kemoterapi anti kanker. Penggunaan obat-obatan tertentu secara progresif ditimbun di bawah kulit, dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan lain seperti hiperpigmentasi generalisata diffuse. (Andrew, 1993)

C. Unkwown MechanismsSelain dua mekanisme di atas, masih terdapat mekanisme yang lain yang belum dapat dijelaskan. (Andrew, 1993)

Daftar PustakaAndrew J.M, Sun. Cutaneous Drugs Eruption. In: Hong kong Practitioner. Volume 15. Departement of Dermatology University of Wales College of Medicine. Cardiff CF4 4XN, UK. 1993. Access on: June 24, 2012. Available at: http://sunzil.lib.hku.hk/hkjo/view/23/2301319.pdfBaratawidjaja, Karnen Garna dkk. 2010. Imunologi Dasar edisi IX. Jakarta. FKUI.Purwanto, SL. 1976. Alergi Obat. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya. JakartaRevus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume 1st. 2nd edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003