Materi Pokok Vi

38
BAB VI NEUROTRANSMITER Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M.Si., Apt. Dr. Rina Herowati, M.Si., Apt.

Transcript of Materi Pokok Vi

Page 1: Materi Pokok Vi

BAB VI

NEUROTRANSMITER

Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M.Si., Apt.

Dr. Rina Herowati, M.Si., Apt.

Page 2: Materi Pokok Vi

DAFTAR ISI

BAB VI : NEUROTRANSMITER

Halaman

1. Pengantar 6.1

2. Tujuan Instruksional Umum 6.1

3. Tujuan Instruksional Khusus 6.1

4. Kegiatan Belajar

4.1 Kegiatan Belajar I : PENDAHULUAN NEUROTRANSMITER

Uraian 6.2

Rangkuman 6.6

Tes Formatif 1 6.7

Umpan Balik dan Tindak Lanjut 6.7

4.2 Kegiatan Belajar II : ASETILKOLIN DAN RESEPTOR KOLINERGIK

Uraian dan contoh 6.8

Rangkuman 6.14

Tes Formatif 2 6.14

Umpan Balik dan Tindak Lanjut 6.15

4.3 Kegiatan Belajar III :ADRENALIN DAN RESEPTOR ADRENERGIK

Uraian 6.16

Rangkuman 6.22

Tes Formatif 3 6.23

Umpan Balik dan Tindak Lanjut 6.23

4.4. Kegiatan Belajar IV : DOPAMIN DAN RESEPTOR DOPAMINERGIK

Uraian 6.24

Page 3: Materi Pokok Vi

Rangkuman 6.26

Tes Formatif 4 6.26

Umpan Balik dan Tindak Lanjut 6.27

4.5. Kegiatan Belajar V : HISTAMIN DAN RESEPTOR HISTAMINERGIK

Uraian 6.28

Rangkuman 6.33

Tes Formatif 5 6.33

Umpan Balik dan Tindak Lanjut 6.33

5. Referensi 6.34

6. Kunci Jawaban Tes Formatif 6.34

Page 4: Materi Pokok Vi

6.1

NEUROTRANSMITER

1. Pengantar

Farmakologi Molekuler merupakan mata kuliah yang mempelajari aksi obat pada

tingkat molekuler, meliputi berbagai molekul biologis sebagai target obat, interaksi dengan

obat serta efek yang dihasilkan. Mata kuliah ini memerlukan pengetahuan dasar tentang

biologi molekuler dan reaksi-reaksi biokimia.

Pada bab ini akan dibahas tentang berbagai neurotransmiter, biosintesis dan

metabolisme neurotransmiter, reseptor dan interaksinya dengan ligan. Uraian rinci akan

diberikan untuk empat contoh neurotransmiter, yaitu asetilkolin, adrenalin, dopamin dan

histamin.

2. Tujuan Instruksional Umum

Dengan mempelajari buku ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami dan

menjelaskan tentang aksi obat pada tingkat kompleksitas organisasi, konsep reseptor,

interaksi obat-reseptor, reseptor enzim, neurotransmitter, efek dan mekanisme kerja obat

dan pada neurotransmiter.

3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan :

a. berbagai jenis neurotransmiter, biosintesis dan metabolisme neurotransmiter

b. asetilkolin dan reseptor kolinergik

c. arenalin dan reseptor adrenergik

b. dopamin dan reseptor dopaminergik

b. histamin dan reseptor histaminergik

Page 5: Materi Pokok Vi

6.2

4. Kegiatan Belajar

4.1. Kegiatan Belajar 1

PENDAHULUAN NEUROTRANSMITER

4.1.1. Uraian

Neurotransmiter merupakan senyawa kimia pembawa pesan yang meneruskan

informasi elektrik dari sebuah neuron ke neuron lain atau sel efektor. Sifat neurotransmiter

adalah sebagai berikut:

• Disintesis di neuron presinaps

• Disimpan di vesikel dalam neuron presinaps

• Dilepaskan dari neuron di bawah kondisi fisiologis

• Segera dipindahkan dari sinaps melalui uptake atau degradasi

• Berikatan dengan reseptor menghasilkan respon biologis.

Gambar 1. Tahapan yang dialami neurotransmiter

Page 6: Materi Pokok Vi

6.3

Berbagai neurotransmitter yang ditemukan di sistem saraf:

Excitatory : Acetylcholine

Aspartate

Dopamine

Histamine

Norepinephrine

Epinephrine

Glutamate

Serotonin

Inhibitory : GABA

Glycine

Biosintesis katekolamin (Dopamine, Norepinephrine dan Epinephrine).

1. Hidroksilasi :

Pada tahap ini reaksi melibatkan konversi tirosin, oksigen dan tetrahidrobiopterin

menjadi dopa dan dihidrobiopterin. Reaksi ini dikatalisis enzim tirosin hidroksilase dan

bersifar ireversibel.

2. Dekarboksilasi

Pada tahap ini enzim dekarboksilase dopa akan mengkatalisis dekarboksilasi dopa

menghasilkan dopamin. Defisiensi enzim ini akan menyebabkan penyakit Parkinson.

Reaksi ini bersifat ireversibel. Kofaktor untuk reaksi ini adalah PLP (pyridoxal

phosphate). Pada sel yang mensekresi dopamin, jalur neurotransmiter berakhir pada

tahap ini.

3. Hidroksilasi

Reaksi ini dikatalisis oleh enzim dopamine β-hydroxylase. Reaktan meliputi dopamine,

O2 dan askorbat (vitamin C). Produknya adalah norepinephrine, air dan

dehidroaskorbat. Reaksi ini bersifat ireversibel. Produk dari sel noradrenergik adalah

norepinefrin dan jalurnya berakhir di sini.

4. Metilasi

Reaksi ini dikatalisis oleh feniletanolamin N-metiltransferase. Norepinefrin dan S-

adenosilmetionin (ado-Met) membentuk epinephrine dan S-adenosil homosistein (ado-

Hcy).

Page 7: Materi Pokok Vi

6.4

Gambar 2. Biosintesis katekolamin

Metabolisme katekolamin

Metabolisme katekolamin merupakan reaksi yang kompleks. Enzim utama yang terlibat

dalam degradasi katekolamin adalah monoamine oxidase (MAO), yang mendegradasi asam

amino alifatis. MAO sendiri merupakan target penting dalam pengembangan obat.

Intermediat aldehid kemudian dioksidasi menjadi asam karboksilat yang sesuai, atau

direduksi menjadi alkohol. Monoamine oxidase ditemukan terutama di membran

mitokondria, dalam bentuk isoenzim.

Enzim lain yang terlibat dalam biodegradasi katekolamin adalah catecholamine O-

methyltransferase (COMT), suatu enzim sitoplasma yang menggunakan S-adenosyl-

Page 8: Materi Pokok Vi

6.5

methionine untuk memetilasi gugus 3–OH dari katekolamin menjadi tidak aktif. Senyawa

termetilasi tidak diambil lagi dalam sinaps.

Sedangkan tahapan degradasi noradrenalin ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 3. Jalur degradasi noradrenalin

Biosintesis Serotonin:

Serotonin disintesis di sistem saraf pusat dan sel kromafin dari asam amino Triptofan,

melalui dua tahapan reaksi :

1. Hidroksilasi.

Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah triptofan hidroksilase. Kofaktor dalam

reaksi ini adalah tetrahidrobiopterin, yang dikonversi menjadi dihidrobiopterin.

2. Dekarboksilasi

Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah hidroksitriptofan dekarboksilase.

Serotonin didegradasi melalui dua reaksi :

1. Oksidasi

2. Dehidrogenasi

Page 9: Materi Pokok Vi

6.6

Gambar 4. Biosintesis dan degradasi serotonin

Biosintesis neurotransmiter lain :

Neurotransmiter Prekursor Enzim

Histamin Histidin Histidin dekarboksilase

GABA (asam γ-

aminobutirat)

Glutamat Glutamat dekarboksilase

Oksida nitrat (NO, nitric

oxide)

Arginin Nitric oxide synthase

4.1.3. Rangkuman

• Neurotransmiter merupakan senyawa kimia pembawa pesan yang meneruskan

informasi elektrik dari sebuah neuron ke neuron lain atau sel efektor.

• Contoh neurotransmiter di sistem saraf antara lain : Acetylcholine, Aspartate,

Dopamine, Histamine, Norepinephrine, Epinephrine, Glutamate, Serotonin, GABA,

dan Glycine.

Page 10: Materi Pokok Vi

6.7

• Tahapan biosintesis katekolamin meliputi : hidroksilasi, dekarboksilasi dan metilasi.

Sedangkan degradasi katekolamin bisa terjadi melalui reaksi yang dikatalisis oleh

enzim monoamine oxidase (MAO) dan catecholamine O-methyltransferase (COMT).

4.1.4. Test Formatif 1

1. Neurotransmiter berikut ditemukan di sel yang dapat tereksitasi, kecuali:

A. dopamin C. GABA

B. serotonin D. epinefrin

2. Biosintesis DOPA diawali dari hidroksilasi :

A. dihidrobiopterin C. epinefrin

B. tirosin D. glisin

3. Biosintesis norepinefrin menjadi epinefrin melibatkan reaksi :

A. metilasi C. hidroksilasi

B. oksidasi D. dekarboksilasi

4. Kofaktor yang terlibat dalam biosintesis serotonin adalah :

A. tetrahidrobiopterin C. dihidrobiopterin

B. hidroksitriptofan D. triptofan

5. Prekursor arginin diperlukan dalam biosintesis:

A. histamin C. serotonin

B. GABA D. oksida nitrat (NO)

4.1.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif 1 yang ada di bagian akhir

bab ini. Berdasarkan jumlah jawaban benar dapat diketahui tingkat penguasaan yang anda

capai:

5 jawaban benar = baik sekali

4 jawaban benar = baik

3 jawaban benar = cukup

< 3 jawaban benar = kurang

Kalau anda mencapai tingkat penguasaan baik atau baik sekali anda dapat meneruskan

kegiatan belajar selanjutnya. Tetapi kalau cukup atau kurang anda harus mengulang

terutama bagian yang belum anda kuasai.

Page 11: Materi Pokok Vi

6.8

4.2. Kegiatan Belajar 2

ASETILKOLIN DAN RESEPTOR KOLINERGIK

4.2.1. Uraian

Ligan dari reseptor kolinergik adalah neurotransmiter asetilkolin (ACh). Asetilkolin

merupakan molekul ester-kolin (choline ester) yang pertama diidentifikasi sebagai

neurotansmitter. ACh dibuat di dalam susunan saraf pusat oleh saraf yang badan selnya

terdapat pada batang otak dan forebrain, selain itu disintesis juga dalam saraf lain di otak.

ACh beraksi pada sistem saraf otonom di perifer dan di pusat, dan merupakan transmitter

utama pada saraf motorik di neuromuscular junction pada vertebrata.

Jalur Biosintesis ACh

Gambar 5. Jalur biosintesis asetilkolin

Sintesis dan degradasi ACh

ACh yang dilepas dari ujung presinaptik mengalami dua hal sebagai berikut:

1. Beraksi pada reseptornya, pada pascasinaptik dan presinaptik

Page 12: Materi Pokok Vi

6.9

2. ACh diambil kembali (re-uptake) ke ujung presinaptik dalam bentuk hasil

metabolismenya, yaitu kolin, digunakan lagi sebagai prekursor sintesis ACh. Proses

ini dapat dihambat oleh hemikolinium yang menghambat transporter kolin sehingga

menghalangi masuknya kembali kolin ke presinaptik.

3. ACh mengalami degradasi menjadi kolin dan asetat oleh enzim kolinesterase

Transmisi Kolinergik

Enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dan degradasi ACh.

1. Choline Acetyltransferase (kolin asetiltransferase)

Enzim ini mengkatalisa asetilasi kolin dengan asetil koenzim A, merupakan protein

konstituen dari saraf, disintesis diantara perikarion kemudian ditransport sepanjang

akson sampai ujungnya. Transport kolin dari plasma ke saraf-saraf dipengaruhi oleh

perbedaan tinggi dan rendahnya afinitas sistem transport. Sistem afinitas tinggi

bersifat unik terhadap saraf kolinergik dan tergantung pada kada Na+ ekstraseluler,

dan bisa dihambat oleh hemikolinium.

2. Acetylcholinesterase (Asetilkolin esterase, AChE)

AChE terdapat pada saraf kolinergik. Enzim ini mempunyai dua sisi pengikatan

keduanya penting untuk degradasi ACh. Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan

sebuah molekul ACh pada enzim. Begitu ACh terikat, reaksi hidrolisis terjadi pada

sisi aktif yang disebu daerah esteratik. Di sini ACh terurai menjadi kolin dan asam

asetat. Kolin kemudian diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi

pada membran presinaps.

Page 13: Materi Pokok Vi

6.10

Gambar 6. Sisi aktif enzim asetilkolinesterase

ACh sebagai neurotransmitter dalam sistem motorik dan sistem saraf tertentu harus

dihilangkan dan diaktivasi dalam waktu tertentu. Hidrolisis ACh menjadi kolin dan asetat

memerlukan waktu kurang dari satu milisecond pada neuromuscular junction.

Farmakologi

Obat-obat golongan inhibitor kolinesterase : neostigmin, fisostigmin, takrin, donepezil,

rivastigmin dan galantamin. Obat ini digunakan untuk meningkatkan kadar ACh di tempat

aksinya pada penyakit-penyakit yang disebabkab kurangnya aksi ACh seperti glaucoma,

myasthenia gravis dan gangguan otot polos.

Penyimpanan dan Pelepasan ACh

ACh dilepaskan dari ujung saraf motor dalam jumlah yang konstan, yang disebut quanta

(atau vesikel). Perkiraan jumlah ACh dalam vesikel sinaptik berkisar antara 1.000-50.000

molekul setiap vesikel. Dalam satu ujung saraf motor terdapat 300.000 atau lebih vesikel.

Page 14: Materi Pokok Vi

6.11

Karakteristik transmisi kolinergik pada beberapa tempat aksi

1. Di otot skelet

Kombinasi ACh dan reseptor ACh nikotinik di permukaan eksternal dari membran

postjunctional memicu peningkatan permeabilitas kation. Aktivasi reseptor oleh ACh

intrinsik kanal terbuka selama 1 milisecond dan kurang lebih 50.000 ion Na+ melewati

kanal. Akibatnya terjadi depolarisasi diikuti potensial aksi otot yang menyebabkan

terjadinya kontraksi otot.

2. Efektor otonom

Stimulasi atau inhibisi dari sel efektor otonom timbul karena aktivasi reseptor ACh

muskarinik. Reseptor terhubung pada protein G.

3. Ganglia otonom

Transmisi kolinergik pada ganglia otonom serupa dengan yang terjadi pada otot skelet.

Sel ganglion mengalami perubahan muatan dengan adanya sedikit ACh. Depolarisasi

awal terjadi karena aktivasi reseptor ACh nikorinik, yaitu ligand gated cation channel

yang fungsinya mirip dengan yang terdapat pada neuromuscular junction

Reseptor Kolinergik

Reseptor kolinergik terbagi 2 tipe, yaitu :

• Reseptor ACh Nikotinik

• Reseptor ACh Muskarinik

Reseptor kolinergik banyak dijumpai di sistem saraf otonom di perifer maupun di pusat.

Keduanya berbeda dalam hal transduksi sinyalnya.

Reseptor ACh Nikotinik

Reseptor ini merupakan reseptor terhubung dengan kanal ion. Reseptor nikotinik dapat

berikatan dengan nikotin, tetapi juga memiliki beberapa ikatan dengan senyawa lain.

Reseptor nikotinik merupakan suatu protein pentamer yang terdiri dari lima subunit yaitu:

subunit α2,β, γ, dan δ yang masing-masing berkontribusi membentuk kanal ion, dengan

dua tempat ikatan untuk molekul ACh. Ion K+ dan Na

+ dapat keluar masuk melintasi

membran. Reseptor ini berlokasi di neuromuscular junction, ganglia otonom, medula

adrenal, dan susunan saraf pusat. Paling banyak ditemukan di neuromuscular junction

(neuromuscular junction adalah sinaps yang terjadi antara saraf motorik dengan serabut

otot). Reseptor nikotinik berperan memperantarai terjadinya kontraksi otot polos.

Page 15: Materi Pokok Vi

6.12

Gambar 7. Reseptor nikotinik

Aktivasi reseptor nikotinik pada neuromuscular junction

Potensial aksi pada ujung presinaptik saraf motorik menyebabkan terjadinya

pembukaan kanal ion Ca++ yang teraktivasi oleh voltase. Kemudian ion Ca

++ masuk

dan memicu pelepasan ACh pada ujung saraf. ACh berikatan dengan reseptor

nikotinik, menyebabkan pembukaan kanal ion Na+. Kemudian Na

+ masuk dan

menyebabkan terjadi depolarisasi lokal yang memicu terbukanya kanal ion Na+

yang teraktivasi voltase. Selanjutnya Na+ berikutnya masuk memicu potensial aksi

lebih lanjut sampai mencapai T tubule dan membuka kanal Ca++ teraktivasi voltase

pada membran retikulum sarkoplasma (RS). Pelepasan Ca++

dari RS ke sitosol

menyebabkan terjadinya kontraksi otot

Obat yang beraksi menghambat reseptor Asetilkolin Nikotinik : Golongan Penyekat

neuromuskular (Antikolinergik).

Obat golongan ini banyak digunakan pada pelaksanaan operasi /pembedahan atau

pada kondisi dimana kontraksi otot harus dihindari. Obat ini diklasifikasikan lagi

menjadi dua golongan, yaitu : Non-depolarizing blocking agent dan Depolarizing

blocking agent.

1. Non-Depolarizing blocking agent

Non-Depolarizing blocking agent merupakan suatu antagonis yang bekerja dengan

cara berkompetisi dengan ACh untuk berikatan dengan reseptor yang berada di sel

otot sehingga menyebabkan aksi ACh menjadi terhambat dan terjadi relaksasi otot.

Page 16: Materi Pokok Vi

6.13

Contohnya adalah tubokurarin. Tubokurarin awalnya digunakan oleh orang

pedalaman Amerika selatan untuk racun anak panah untuk berburu. Tubokurarin

bersifat kurang selektif karena juga mengikat reseptor ACh nikotinik di ganglion

sehingga menyebabkan efek samping tidak terkontrolnya tekanan darah. Contoh obat

lain adalah pankuronium, vekuronium, rokuronium, atrakurium dan mivakurium.

2. Depolarizing blocking agent

Depolarizing blocking agent merupakan agonis partial reseptor ACh nikotinik.

Contohnya adalah suksametonium atau suksinilkolin. Jika obat ini berikatan pada

reseptor ACh nikotinik, kanal ion Na+ terbuka yang menyebabkan depolarisasi.

Untuk menghasilkan potensi aksi, kanal ion harus diaktivasi dan kemudian

diinaktivasi. Kanal ion yang terinaktivasi harus repolarisasi untuk kembali ke kondisi

istirahat dan kemudian dapat diaktivasi lagi. Ikatan suksinilkolin dengan reseptor

nikotinik menyebabkan perpanjangan lama depolarisasi sehingga justru akan

menghambat penghantaran potensil aksi lebih lanjut. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya relaksasi otot.

Reseptor ACh Muskarinik

Reseptor muskarinik mampu mengikat muskarin, suatu senyawa yang berasal dari

jamur Amanita muscaria. Reseptor ini terdistribusi luas di seluruh tubuh dan

mendukung berbagai fungsi vital, di otak, sistim saraf otonom, terutama saraf

parasimpatis. Aktivasi reseptor pada perifer menyebabkan berkurangnya frekuensi

denyut jantung, relaksasi pembuluh darah, konstriksi sal pernafasan, peningkatan

sekresi dari kelenj keringat dan lakrimasi, konstriksi pada otot spinkter bola mata dan

otot siliar mata.

Di otak reseptor ini dijumpai pada cerebral cortex, striatum, hippocampus, thalamus

dan brainstem. Reseptor ini berpartisipasi dalam banyak fungsi penting, belajar,

ingatan dan kontrol postur tubuh.

Struktur reseptor muskarinik:

Reseptor muskarinik merupakan reseptor terhubung protein G, terdiri dari 5 subtype

yaitu : M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor M1, M3, dan M5 terhubung dengan protein Gq,

sedangkan reseptor M2 dan M4 terhubung dengan protein Gi dan dengan suatu kanal

Page 17: Materi Pokok Vi

6.14

ion. Respons yang timbul dari aktivasi reseptor muskarinik oleh ACh dapat berbeda,

tergantung pada subtipe reseptor dan lokasinya.

4.2.3. Rangkuman

• Ligan dari reseptor kolinergik adalah neurotransmiter asetilkolin (ACh), suatu molekul

ester-kolin.

• ACh disintesis dari dan kolin dan asam asetat oleh enzim kolin asetiltransferasi, dan

didegradasi menjadi kolin dan asam asetat kembali oleh kolinesterase.

• Contoh inhibitor kolinesterase : neostigmin, fisostigmin, takrin, donepezil, rivastigmin

dan galantamin

• Reseptor asetilkolin ada dua tipe yaitu nikotinik dan muskarinik.

• Reseptor nikotinik merupakan reseptor terhubung dengan kanal ion, terdiri dari lima

subunit yaitu: subunit α2,β, γ, dan δ.

• Inhibitor neuromuskular (antikolinergik) bekerja menghambat reseptor nikotinik, ada

dua goongan yaitu : Non-depolarizing blocking agent dan Depolarizing blocking

agent.

• Reseptor muskarinik merupakan reseptor terhubung protein G, terdiri dari 5 subtype

yaitu : M1, M2, M3, M4, M5.

4.2.4. Test Formatif 2

1. Senyawa-senyawa berikut berguna untuk biosintesis asetilkolin, kecuali:

A. kolin C. asetil koenzim A

B. kolinesterase D. kolin asetiltransferase

2. Inhibitor kolinesterase tidak dapat digunakan untuk terapi:

A. aritmia C. glaucoma

B. myasthenia gravis D. gangguan otot polos

3. Reseptor nikotinik merupakan reseptor terhubung kanal ion, yaitu ion:

A. K+ dan Cl- C. Na

+ dan K

+

B. Ca++ dan K

+ D. Na

+ dan Ca

++

Page 18: Materi Pokok Vi

6.15

4. Tubocurarine bekerja sebagai:

A. antagonis reseptor nikotinik golongan Non-depolarizing blocking agent

B. antagonis reseptor nikotinik golongan Depolarizing blocking agent

C. antagonis reseptor muskarinik golongan Non-depolarizing blocking agent

D. antagonis reseptor muskarinik golongan Depolarizing blocking agen

5. Reseptor muskarinik termasuk jenis reseptor :

A. terhubung kanal ion C. terhubung enzim

B. terhubung protein G D. sitosolik

4.2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif 2 yang ada di bagian akhir

bab ini. Berdasarkan jumlah jawaban benar dapat diketahui tingkat penguasaan yang anda

capai:

5 jawaban benar = baik sekali

4 jawaban benar = baik

3 jawaban benar = cukup

< 3 jawaban benar = kurang

Kalau anda mencapai tingkat penguasaan baik atau baik sekali anda dapat meneruskan

kegiatan belajar selanjutnya. Tetapi kalau cukup atau kurang anda harus mengulang

terutama bagian yang belum anda kuasai.

Page 19: Materi Pokok Vi

6.16

4.3. Kegiatan Belajar 3

NOREPINEFRIN DAN RESEPTOR ADRENERGIK

4.3.1. Uraian

Adrenalin dan noradrenalin merupakan golongan katekolamin yang mengaktifkan

reseptor adrenergik. Keduanya dilepaskan dari dua tempat yang berbeda : noradrenalin

merupakan neurotransmiter utama dari sistem saraf simpatik yang mensarafi berbagi organ

dan jaringan. Sebaliknya adrenalin, diproduksi oleh kelenjar adrenalin ke dalam sirkulasi.

Gambar 8. Sintesis dan pelepasan noradrenalin dan adrenalin

Page 20: Materi Pokok Vi

6.17

Proses transmisi

Gambar 9. Proses transmisi sistem adrenergik

Gambar 9. Target obat-obat yang bekerja pada sistem adrenergik

Page 21: Materi Pokok Vi

6.18

Reseptor adrenergik

Reseptor noradrenalin dan adrenalin adalah reseptor adrenergik (adrenoreseptor),

yang merupakan reseptor terkopling protein G, dan tersebar di berbagai organ dan jaringan.

Reseptor adrenergik mengatur berbagai parameter fisiologi seperti tekanan darah, detak

jantung, dan lain-lain.

Ada dua kelompok utama reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α dan β,

masing-masing dengan beberapa subtipe:

• Reseptor α terdiri dari subtipe α1 (Gq coupled receptor) dan α2 (Gi coupled

receptor).

• Reseptor β terdiri dari subtipe β1, β2 dan β3. Ketiganya terhubung dengan protein

Gs.

Gambar 10. Jenis reseptor adrenergik dan peran fisiologisnya

Page 22: Materi Pokok Vi

6.19

Tabel. Diferensiasi reseptor adrenergik

Organ efektor Respon reseptor

α β1 β2

Sistem vaskuler Konstriksi - Dilatasi

Uterus Konstriksi Dilatasi Dilatasi

Intestinal Penurunan motilitas Penurunan motilitas Penurunan motilitas

Detak Jantung - Meningkat -

Otot bronkhus Konstriksi - Relaksasi

Reseptor α

Reseptor α terdiri dari reseptor α1 dan α2. Reseptor α1 penting untuk regulasi kontraksi

otot polos sedangkan reseptor α2 penting untuk pelepasan neurotransmiter prasinaps.

Gambar 10 menunjukkan berbagai subtipe reseptor α, termasuk sinyaling serta senyawa-

senyawa yang bersifat sebagai agonis dan antagonisnya.

• Reseptor αααα1, ditemukan di otot polos, jantung, dan hati dengan efek

vasokonstriksi, relaksasi intestinal, kontraksi uterus dan dilatasi pupil.

• Reseptor αααα2, ditemukan di platelet, otot polos vaskuler, ujung saraf, dan islet

pankreas, dengan efek agregasi platelet, vasokonstriksi, penghambatan pelepasan

norepinefrin dan sekresi insulin.

Page 23: Materi Pokok Vi

6.20

Gambar 11. Subtipe reseptor α, sinyaling, agonis dan antagonisnya

Reseptor α-adrenergik terdiri dari tujuh heliks transmembran. Model interaksi agonis dan

antagonis terhadap reseptor α-adrenergik ditunjukkan pada gambar berikut. Gugus amino

agonis berinteraksi dengan residu aspartat di segmen III, cincin aromatis berinteraksi

dengan residu fenilalanin di segmen IV dan VI, sedangkan gugus hidroksl katekol

berinteraksi dengan residu serin di segmen V. Interaksi antagonis melibatkan residu

fenilalanin di segmen II, asparagin, isoleusin dan glisin di penghubung segmen IV dan V

serta residu fenilalanin di segmen VII.

Gambar 12. Model pengikatan agonis (biru) dan antagonis (merah) pada reseptor α-

Page 24: Materi Pokok Vi

6.21

Agonis α

Selain norepinefrin dan epinefrin, fenilepfrin dan metoksamin juga menunjukkan

aktivitas agonis α yang kuat. Keduanya bekerja sebagi vasokontriktor dan digunakan

dalam terapi hipotensi dan kongesti nasal.

Antagonis α

Berdasarkan efek vasodilatornya, obat golongan antagonis α digunakan untuk terapi

hipertensi serta untuk meningkatkan sirkulasi perifer. Contoh : piperoksan dan

prazosin.

Reseptor ββββ

Reseptor β-adrenergik terdiri dari 3 subtipe yaitu : β1, β2 and β3. Reseptor β1 terutama

berada di jantung, reseptor β2 di paru-paru, saluran cerna, hati, uterus, otot polos vaskuler

dan otot skeletal. Sedangkan reseptor β3 banyak ditemukan di sel lemak.

Aktivitas reseptor β1 meliputi:

• Menstimulasi sekresi kelenjar ludah dan meningkatkan viskositas sekret

• Meningkatkan cardiac output melalui peningkatan kontraksi otot jantung (efek

inotropik) dan peningkatan detak jantung (efek kronotropik)

• Berperan dalam pelepasan renin

• Lipolisis dalam jaringan adiposa

Struktur reseptor β-adrenergik

Reseptor β-adrenergik terdiri dari tujuh daerah hidrofobik (I-VII) yang tertanam di

membran, masing-masing terdiri dari 20–24 asam amino. Selain itu juga terdapat sebuah

rantai hidrofilik panjang dengan C-terminal, sebuah rantai hidrofilik pendek dengan N-

terminal, dan sebuah loop sitoplasmik panjang antara segmen V dan VI. Beberapa sisi

untuk posforilasi terletak di bagian C-terminal dari protein, sedangkan glikosilasi-N akan

terjadi pada segmen N-terminal ekstraseluler. Heliks transmembranteribat dalam

pembentukan sisi pengikatan katekolamin, sedangkan residu C-terminal berperan dalam

interaksi antara reseptor dengan protein terikat GTP. Sebuah aspartat di segmen III dan dua

buah serin di segmen V masing-masing terlibat dalam interaksi dengan gugus amino dan

gugus hidroksi katekol.

Page 25: Materi Pokok Vi

6.22

Gambar 13. Struktur reseptor β-adrenergik

Agonis β1

Isoprenalin mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor β1 dibanding

noradrenaline, yang mempunyai afinitas lebih tinggi dibanding adrenaline. Agonis

selectif reseptor β1 adalah : Denopamine, Dobutamine dan Xamoterol.

Antagonis β1

Beta blocker selektif β1 antara lain : Acebutolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol,

Esmolol, Metoprolol, Nebivolol.

4.3.3. Rangkuman

• Adrenalin dan noradrenalin merupakan golongan katekolamin yang mengaktifkan

reseptor adrenergik.

• Reseptor noradrenalin dan adrenalin adalah reseptor adrenergik (adrenoreseptor), yang

merupakan reseptor terkopling protein G, terdiri dari reseptor adrenergik α (α1 dan α2)

serta β (β1 dan β2).

• Masing-masing subtipe mempunyai peran berbeda terhadap organ efektor, meliputi

sistem vaskuler, uterus, intestinal, detak jantung dan otot bronkus.

• Reseptor α1 penting untuk regulasi kontraksi otot polos sedangkan reseptor α2 penting

untuk pelepasan neurotransmiter prasinaps.

Page 26: Materi Pokok Vi

6.23

• Contoh agonis α : fenilepfrin dan metoksamin. Contoh antagonis α : piperoksan dan

prazosin.

• Reseptor β1 terutama berada di jantung, reseptor β2 di paru-paru, saluran cerna, hati,

uterus, otot polos vaskuler dan otot skeletal. Sedangkan reseptor β3 banyak ditemukan

di sel lemak.

• Contoh agonis β1 : Denopamine, Dobutamine dan Xamoterol. Contoh antagonis β1 ::

Acebutolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Esmolol, Metoprolol, Nebivolol.

4.3.4. Test Formatif 3

1. Respon reseptor β1 adalah :

A. dilatasi sistem vaskuler C. kontraksi uterus

B. meningkatnya detak jantung D. konstriksi otot bronkhus

2. Reseptor α1 ditemukan di tempat-tempat berikut, kecuali:

A. otot polos C. jantung

B. hati D. platelet

3. Reseptor yang juga terlibat dalam penghambatan sekresi insulin adalah :

A. α1 C. α2

B. β1 D. β2

4. Contoh antagonis α yang sering digunakan untuk terapi hipertensi adalah :

A. salbutamol C. norepinefrin

B. prazosin D. atenolol

5. Dobutamine dan Xamoterol bekerja sebagai :

A. agonis α1 C. antagonis α1

B. agonis β1 D.antagonis β1

4.3.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif 3 yang ada di bagian akhir

bab ini. Berdasarkan jumlah jawaban benar dapat diketahui tingkat penguasaan yang anda

capai:

5 jawaban benar = baik sekali

4 jawaban benar = baik

3 jawaban benar = cukup

< 3 jawaban benar = kurang

Page 27: Materi Pokok Vi

6.24

Kalau anda mencapai tingkat penguasaan baik atau baik sekali anda dapat meneruskan

kegiatan belajar selanjutnya. Tetapi kalau cukup atau kurang anda harus mengulang

terutama bagian yang belum anda kuasai.

4.4. Kegiatan Belajar 4

DOPAMIN DAN RESEPTOR DOPAMINERGIK

4.4.1. Uraian

Dopamin merupakan neurotransmitter aktif dalam sistem dopaminergik dan

berhubungan dengan penyakit neuromotor (Parkinson) dan schizophrenia. Obat-obat yang

meningkatkan efek dopamin dalam sistem ini menunjukkan aktivitas farmakologis

terhadap kedua penyakit tersebut.

Seperti neurotransmiter lain, target terapetik dalam sistem dopaminergik meliputi :

biosintesis, metabolisme, penyimpanan, reuptake dan reseptor (presinaps dan prasinaps)

dopaminergik.

Struktur reseptor dopaminergik

Reseptor dopamin terdiri dari dua subtipe, D-1 (dengan I3 pendek, C-terminal panjang) dan

D-2 (I3 panjang, C-terminal pendek). Reseptor D2 receptors mempunyai isoform: D2L dan

D2S.

Gambar 14. Struktur reseptor Dopamin D2

Page 28: Materi Pokok Vi

6.25

Farmakologi

a. Inhibitor sintesis dopamin

Carbidopa merupakan analog α-metildopa dan menghambat DOPA-decarboxylase.

Obat ini digunakan untuk melindungi DOPA (prekursor dopamin) dari dekarboksilasi.

Benserazide mempunyai aktivitas serupa dengan carbidopa.

b. Inhibitor metabolisme dopamin

Beberapa senyawa mempengaruhi MAO dan catecholamine-O-methyltransfersase

mencegah metabolisme degradatif dopamin. Contoh : iproniazid, tranylcypromine,

phenelzine

c. Inhibitor penyimpanan dopamin

Penyimpanan dan pelepasan dopamin dapat dipengaruhi secara ireversibel oleh

reserpin. γ-hidroksibutiran atau butirolakton dapat secara spesifik memblok pelepasan

dopamin.

d. Inhibitor reuptake dopamin

Reuptake dopamin dapat dihambat oleh beberapa senyawa seperti benztropin,

tandamin, bupropion, nomifensine, dan amfetamine. Senyawa-senyawa ini bekerja

sebagai antidepresan poten.

e. Agonis Dopaminergik Prasinaps

Alkaloid ergot diketahui pertama kali menunjukkan aktivitas ini. Ergot (Claviceps

purpurea) merupakan fungi parasit yang ditemukan di rumput-rumputan dan jerami.

Derivat dihidro-ergocryptine merupakan agonis dopamin poten dan digunakan sebagai

vasodilator (dengan efek terhadap SSP) dan meningkatkan performa pada geriatri (fisik

maupun mental).

f. Agonis Dopaminergik Post-sinaps

Apomorfin mempunyai aktivitas emetik, merupakan agonis pra- dan post-sinaps.

Nomifensin juga merupakan agonis postsinaps, berfungsi sebagai antidepresan.

g. Antagonis Dopamine (Postsynaptic Blockers)

Kelompok senyawa ini merupakan obat-obat antipsikotik (neuroleptics) dan digunakan

untuk manajemen semua jenis schizophrenia. Golongan fenotiazin mempunyai efek

meredakan pada pasien psikotik tanpa sedasi berlebih. Efek lain meliputi antiemetik,

digunakan pada emetik karena penyakit atau emetik terinduksi obat dan radiasi, tapi

tidak untuk motion sickness.

Page 29: Materi Pokok Vi

6.26

4.4.3. Rangkuman

• Dopamin merupakan neurotransmitter aktif dalam sistem dopaminergik dan

berhubungan dengan penyakit neuromotor (Parkinson) dan schizophrenia.

• Target terapetik dalam sistem dopaminergik meliputi : biosintesis, metabolisme,

penyimpanan, reuptake dan reseptor (presinaps dan prasinaps) dopaminergik.

• Reseptor dopamin terdiri dari dua subtipe, D-1 dan D-2.

• Contoh inhibitor sintesis dopamin : carbidopa, benserazide. Contoh inhibitor

metabolisme dopamin : iproniazid, tranylcypromine, phenelzine. Contoh inhibitor

penyimpanan dopamin : γ-hidroksibutiran atau butirolakton. Contoh inhibitor reuptake

dopamin : benztropin, tandamin, bupropion, nomifensine, dan amfetamine. Contoh

agonis dopaminergik prasinaps : alkaloid ergot. Contoh agonis dopaminergik post-

sinaps : apomorfin, nomifensin. Contoh antagonis Dopamine (Postsynaptic Blockers)

golongan fenotiazin.

4.4.4. Test Formatif 4

1. Carbidopa bekerja dengan mekanisme :

A. Inhibitor metabolisme dopamin C. Inhibitor sintesis dopamin

B. Inhibitor penyimpanan dopamin D. Inhibitor reuptake dopamin

2. Mekanisme kerja γ-hidroksibutiran sebagai :

A. Inhibitor metabolisme dopamin C. Inhibitor sintesis dopamin

B. Inhibitor penyimpanan dopamin D. Inhibitor reuptake dopamin

3. Contoh senyawa yang bekerja sebagai penghambat reuptake dopamin:

A. amfetamin C. butirolakton

B. tranylcypromine D. apomorfin

4. Nomifesin merupakan agonis dopamin prasinaps, dapat digunakan untuk :

A. antiparkinson C. antiemetik

B. antidepresan D. motion sickness

5. Obat penghambat enzim MAO akan menghambat metabolisme dopamin. Contohnya :

A. alkaloid ergot C. iproniazid

B. amfetamin D. fenotiazin

Page 30: Materi Pokok Vi

6.27

4.4.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif 4 yang ada di bagian akhir

bab ini. Berdasarkan jumlah jawaban benar dapat diketahui tingkat penguasaan yang anda

capai:

5 jawaban benar = baik sekali

4 jawaban benar = baik

3 jawaban benar = cukup

< 3 jawaban benar = kurang

Kalau anda mencapai tingkat penguasaan baik atau baik sekali anda dapat meneruskan

kegiatan belajar selanjutnya. Tetapi kalau cukup atau kurang anda harus mengulang

terutama bagian yang belum anda kuasai.

Page 31: Materi Pokok Vi

6.28

4.5. Kegiatan Belajar 5

HISTAMIN DAN RESEPTOR HISTAMINERGIK

4.5.1. Uraian

Histamin merupakan amin biogenik yang tersebar di seluruh tubuh dan berfungsi

sebagai mediator utama reaksi inflamasi dan alergi, sebagai pengatur fisiologis sekresi

asam lambung, sebagai neurotransmiter di SSP, serta juga berperan dalam pertumbuhan

dan perbaikan jaringan.

Histamin disimpan dalam granul sel mast di hampir semua jaringan dalam tubuh,

ditemukan pada konsentrasi tinggi di sel mast pada paru-paru, kulit dan saluran cerna.

Alergen dan antigen berikatan pada antibodi IgE pada permukaan sel mast menyebabkan

IgE berubah konformasi dan menstimulasi pelepasan histamin tersimpan dari sel mast

(degranulasi). Histamin dari sel mast dalam mukosa lambung mempunyai peran fisiologi

penting dalam sekresi asam lambung. Stimulasi saraf parasimpatik dan pelepasan gastrin

dari sel G keduanya mengaktifkan sel mast lambung, mengakibatkan lepasnya histamin.

Selain dalam sel mast dan basofil (lebih dari 90%), histamin juga ada di sel platelet,

enterochromaffin-like cells, sel endotelial dan neuron. Histamin juga dapat bekerja sebagai

neurotransmiter di otak. Sistem histaminergik ditunjukkan pada gambar 15.

Histamin disintesis dari asam amino histidin melalui aktivitas enzim dekarboksilasi

dan dapat dimetabolisme oleh histamin-N-metil transferase atau diamine oksidase. Aksi

histamn sebagai neurotransmiter lebih cenderung diakhiri oleh metabolisme dari pada re-

uptake ke dalam ujung saraf pre-sinaps.

Page 32: Materi Pokok Vi

6.29

Gambar 15. Sistem histaminergik

Page 33: Materi Pokok Vi

6.30

Gambar 16. Reaksi biosintesis dan metabolisme histamin

Reseptor Histamin

Histamin berikatan dan mengaktifkan permukaan sel reseptor. Telah diidentifikasi

empat jenis reseptor histamin, yaitu H1, H2, H3, dan H4. Keempat jenis reseptor histamin

merupakan reseptor terkopling protein-G dan respon fungsionalnya dihasilkan dari aktivasi

spesifik protein-G.

a. Reseptor H1

Reseptor H1 terkopel dengan protein Gq/11, respon terjadi terutama melalui aktivasi

posforilase C yang menghidrolisis membran posfolipid menjadi second messenger

intrasel inositol 1,4,5-tris phosphate (IP3) dan diasilgliserol. IP3 dilepaskan ke dalam

sitosol dan menstimulasi pelepasan ion Ca2+ dari cadangan intrasel. Reseptor ini

ditemukan di otot polos perifer dan SSP, berperan memediasi permeabilitas vaskuler

terinduksi histamin. Residu asam amino yang terlibat dalam interaksi dengan histamin

adalah Aspartat, Asparagin, dan Lisin.

Page 34: Materi Pokok Vi

6.31

Gambar 17. Interaksi histamin dengan reseptor H1

b. Reseptor H2

Reseptor H2 berperan dalam sekresi asam lambung. Aktivasi reseptor H2, bersama

dengan gastrin dan asetilkolin dari vagus, potensial menstimulasi sekresi asam dari sel

parietal. Histamin dalam jumlah tinggi juga ditemukan di jaringan kardiak dan dapat

menstimulasi efek kronotropik dan inotropik melalui stimulasi reseptor H2.

Gambar 18. Peran histamin dalam sekresi asam lambung

Page 35: Materi Pokok Vi

6.32

Residu asam amino yang terlibat dalam interaksi dengan histamin adalah Aspartat dan

Threonin.

Gambar 18. Interaksi histamin dengan reseptor H2

Farmakologi

a. Antagonis H1

Sejumlah besar obat telah dikembangkan sebagai antagonis H1, antara lain

mepyramine, chlorpheniramine, promethazine, triprolidine, diphenhydramine, cyclizine

dan cyproheptadine, dan digunakan untuk terapi alergi sistemik dan topikal serta

penyakit inflamasi (hay fever, rinitis alergi, gigitas serangga, anafilaksis, dan lain-lain).

Beberapa antihistamin menyebabkan efek sedasi pada dosis terapetik karena

penghambatan reseptor H1 di otak. Antihistamin H1 generasi kedua seperti temelastine,

acrivastine, astemizole, cetirizine and loratidine, kurang dapat menembus sawar darah

otak sehingga efek sedatifnya lebih lemah. Beberapa antihistamin H1 juga mempunyai

sifat antagonis reseptor muskarinik (contoh promethazine, diphenhydramine,

cyclizine), dan efek ini digunakan untuk terapi mual dan motion sickness. Beberapa

golongan lain seperti doxepin, amitriptyline dan mianserin, serta obat antipsikotik

chlorpromazine, juga merupakan antihistamin H-1 poten.

b. Antagonis H2

Antagonis H2 pertama yang mempunyai selektivitas terhadap H2, tidak terhadap H1

adalah burimamide. Setelah itu ditemukan simetidin yang terbukti efektif untuk terapi

tukak lambung karena kemampuannya menghambat sekresi asam lambung. Antagonis

H2 lain yang digunakan klinis adalah ranitidine, titotidine, nizatidine, famotidine dan

mifentidine.

Page 36: Materi Pokok Vi

6.33

4.5.2. Rangkuman

• Histamin berfungsi sebagai mediator utama reaksi inflamasi dan alergi, sebagai

pengatur fisiologis sekresi asam lambung, sebagai neurotransmiter di SSP, serta juga

berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan.

• Histamin disimpan dalam granul sel mast, pengeluarnannya dipicu interaksi alergen

atau antigen pada IgE.

• Histamin dari sel mast dalam mukosa lambung mempunyai peran fisiologi penting

dalam sekresi asam lambung.

• Histamin disintesis dari asam amino histidin melalui aktivitas enzim dekarboksilasi

dan dapat dimetabolisme oleh histamin-N-metil transferase atau diamine oksidase.

• Dikenal empat jenis reseptor histamin, yaitu H1, H2, H3, dan H4, semuanya

merupakan reseptor terkopling protein-G.

• Reseptor H1 ditemukan di otot polos perifer dan SSP, berperan memediasi

permeabilitas vaskuler terinduksi histamin. Reseptor H2 berperan dalam sekresi asam

lambung. Aktivasi reseptor H2, bersama dengan gastrin dan asetilkolin dari vagus,

potensial menstimulasi sekresi asam dari sel parietal.

• Contoh antagonis H1 : mepyramine, chlorpheniramine, promethazine, triprolidine,

diphenhydramine, cyclizine dan cyproheptadine. Contoh antagonis H2 : cimetidine,

ranitidine, titotidine, nizatidine, famotidine dan mifentidine.

4.5.3. Test Formatif 5

1. Berikut ini peran histamin, kecuali:

A. mediator utama reaksi inflamasi dan alergi

B. pengatur fisiologis sekresi asam lambung

C. sebagai neurotransmiter di SSP

D. berperan dalam regulasi sistem renal

2. Pelepasan histamin dari sel mast dipicu oleh :

A. agregasi platelet C. interaksi alergen dengan IgE

B. tingginya kadar astilkolin D. aktivasi posforilase C

3. Asam amino yang merupakan prekurson histamin:

A. histidin C. lysin

B. leusin D. triptofan

Page 37: Materi Pokok Vi

6.34

4. Antagonis histamin yang tidak mempunyai efek samping sedasi adalah :

A. mepiramin C. chlorpheniramin

B. diphenhydramin D. loratidine

5. Antagonis H1 yang juga punya efek antagonis muskarinik dapat digunakan untuk

terapi:

A. motion sickness C. tukak lambung

B. aritmia D. diare

4.5.4. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif 4 yang ada di bagian akhir

bab ini. Berdasarkan jumlah jawaban benar dapat diketahui tingkat penguasaan yang anda

capai:

5 jawaban benar = baik sekali

4 jawaban benar = baik

3 jawaban benar = cukup

< 3 jawaban benar = kurang

Kalau anda mencapai tingkat penguasaan baik atau baik sekali anda dapat meneruskan

kegiatan belajar selanjutnya. Tetapi kalau cukup atau kurang anda harus mengulang

terutama bagian yang belum anda kuasai.

5. Daftar Pustaka

1. Korolkovas, A., 1970, Essentials of Molecular Pharmacology : Background for

Drug Design, Wiley-Interscience, New York.

2. Brody, T. M., Larner, J. and Minneman, K. P. (Eds.), 1998, Human Pharmacology :

Molecular to Clinical, 3th ed., Mosby Inc., St. Louis, Missouri.

3. Offermanns,S. and Rosenthal,W.,(Eds), 2008, Encyclopedia of Molecular

Pharmacology, USA.

6. Jawaban Tes Formatif

Jawaban Tes Formatif 1 :

1. C 2. B 3. A 4. A 5. D

Jawaban Tes Formatif 2 :

1. B 2. A 3. C 4. A 5. B

Page 38: Materi Pokok Vi

6.35

Jawaban Tes Formatif 3 :

1. B 2. D 3. C 4. B 5. B

Jawaban Tes Formatif 4 :

1. C 2. B 3. A 4. B 5. C

Jawaban Tes Formatif 5 :

1. D 2. C 3. A 4. D 5. A