Materi Kuliah Agama Hindu (2)

77
4.1 Kegiatan Belajar 3 DHARMA SIDDHYARTHA 4.1.1 Uraian dan Contoh Dharma Siddhyartha adalah suatu adagium yang ditetapkan dalam kitab Weda Smerti yang merupakan landasan sistem berpikir dalam penuangan suatu konsep/ pendekatan atau penentuan alternatif untuk mencapai tujuan agama (Dharma) yaitu Jagadhita dan Moksa. Pada kegiatan belajar terdahulu anda telah mempelajari tentang Dharma. Dharma itu mempunyai pengertian yang sangat luas. Sebagai istilah kerohanian Dharma berarti agama. Dharma juga berarti hukum yang mengatur dan memlihara serta mengembalikan alam semesta beserta isinya kepada asalanya. Ditinjau dari segi hukum yang dikaitkan dengan peredaran alam semesta beserta segala isinya maka kata Dharma berarti kodrat, sedangkan untuk kehidupna umat manusia Dharma berarti ajaran suci, kewajiban suci, kebajikan, peraturan-peraturan suci yang memelihara dan menuntun manusia guna mencapai kesempurnaan hidup yang tercermin dalam tingkah laku dan budi pekerti luhur, yang dapat menimbulkan kebahagiaan hidup dan kesejahteraan masyarakat (Jagadhita), serta ketentraman/kebahagiaan batiniah/rohaniah yang tidak didasarkan atas kebendaan/keduniawian sehingga 1

description

Materi kuliah Agama Hindu sebagai latar belakang Arsitektur tradisional Bali

Transcript of Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Page 1: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

4.1 Kegiatan Belajar 3

DHARMA SIDDHYARTHA

4.1.1 Uraian dan Contoh

Dharma Siddhyartha adalah suatu adagium yang ditetapkan dalam kitab

Weda Smerti yang merupakan landasan sistem berpikir dalam penuangan suatu

konsep/ pendekatan atau penentuan alternatif untuk mencapai tujuan agama

(Dharma) yaitu Jagadhita dan Moksa. Pada kegiatan belajar terdahulu anda telah

mempelajari tentang Dharma. Dharma itu mempunyai pengertian yang sangat

luas. Sebagai istilah kerohanian Dharma berarti agama. Dharma juga berarti

hukum yang mengatur dan memlihara serta mengembalikan alam semesta beserta

isinya kepada asalanya.

Ditinjau dari segi hukum yang dikaitkan dengan peredaran alam semesta

beserta segala isinya maka kata Dharma berarti kodrat, sedangkan untuk

kehidupna umat manusia Dharma berarti ajaran suci, kewajiban suci, kebajikan,

peraturan-peraturan suci yang memelihara dan menuntun manusia guna mencapai

kesempurnaan hidup yang tercermin dalam tingkah laku dan budi pekerti luhur,

yang dapat menimbulkan kebahagiaan hidup dan kesejahteraan masyarakat

(Jagadhita), serta ketentraman/kebahagiaan batiniah/rohaniah yang tidak

didasarkan atas kebendaan/keduniawian sehingga Roh/Atman bebas dari

penjelmaan, mencapai kebahagiaan hakiki dan sejati (Moksa). Dengan demikian

secara singkat dapat diterjemahkan bahwa Dharma itu berarti “Kebenaran yang

hakiki” sebagai dasar dan sekaligus sebagai tujuan hidup.

Untuk dapat mencapai kebenaran atau Dharma sebagai dasar dan tujuan

hidup itu maka manusia harus berbuat berdasarkan Dharma karena Dharma itulah

yang mengatur peri-kehidupan manusia, alam semesta, beserta segala isinya.

Setiap langkah atau tindakan yang akan dilakukan, setiap keputusan yang akan

diambil harus dilandasi oleh Dharma atau hukum kebenaran, sehingga tujuan

hidup beragam dapat dicapai.

Dalam kenyataan hidup ini kita menyadari tingkah laku manusia, cita-cita

dan cara melihat lingkungan di mana manusia itu hidup akan sangat dipengaruhi

1

Page 2: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

oleh cara pandang kelompok masyarakat atau lingkungannya itu, yang di dalam

agama Hindu kita mengenal istilah “Tattwa” (filsafat hidup beragama). Maju

mundurnya, tinggi rendahnya peradaban atau sifat dan sikap manusia dalam

mengatasi lingkungannya akan dipengaruhi oleh Tattwa itu yang pada umumnya

mempunyai sifat dan nilai dinamik, selalu berubah menurut perkembangan akal

dan kemampuan pikirannya (Budhi dan Manah).

Di samping itu kondisi lingkungan juga bersifat relatif konddisional

sehingga satu kelompok masyarakat akan berbeda tingkat peradaban, adat istiadat

atau tradisinya dengan masyarakat lain.

Demikian pula cara mereka dalam mengamalkan ajaran akan beraneka cara,

berbeda secara fisik antar satu masyarakat dengan masyarakat lain, namun tidak

terlepas dari prinsip cita-cita agamis atau itu, maka di dalam kehidupan

masyarakat Hindu dikenal istilah “”mawa cara” yang artinya setiap desa

(kelompok masyarakat) membawa adat istiadat atau tradisinya masing-masing

yang disebabkan oleh sepenuh waktu, tempat dan keadaan pada masa itu (menurut

Kala, Desa dan Patra). Misalnya suatu kelompok masyarakat Hindu di India akan

berbeda cara pengamalan agamanya ataupun tradisinya dengan kelompok

masyarakat Hindu di Malaysia maupun di Indonesia. Begitu pula kelompok

masyarakat Hindu di Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatra Utara, Maluku dan lain-

lain tampaknya berbeda tetapi sungguhnya tidak bertentangan dengan prinsip-

prinsip agama itu.

Jadi untuk mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa

ataupun tujuan hidup manusia (Catur Purusartha) akan sangat tergantung dari

pelaksanaan ajaran agama (Dharma) dengan baik dan tepat. Pengamalan Dharma

itu harus disesuaikan dengan kondisi yang ada, waktu ataupun tempat

melaksanakan sesuatu menurut Dharma itu sehingga tercapai keharmonisan antara

kemampuan. Lingkungan dan cita-cita yang diharapkan, serta keharmonisan

jasmani dan rohani dalam hidup ini.

Untuk mewujudkan keharmonisan itu dikaitkan dengan Kebhinekaan yang

terdapat dalam kehidupan masyarakat, maka diperlukan adanya sistem berpikir

2

Page 3: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

sebagai dasar pendekatan penuangan konsepsi agar dapat terwujud rasa

kebersamaan, bbaik dalam kehidupan beragama maupun bernegara.

Sehubungan dengan itu maka pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan

bermasyarakat/bernegara tidak boleh bertentangan dengan Hukum Negara

ataupun norma yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat sepanjang tidak

menyimpang dari hukum agama.

Dalam pada itu agama Hindu memberi landasan kuat mengenai aplikasi

metode pendekatan yang merupakan sistem pikir dalam memilih alternatif yang

tepat, baik dan benar (Wiweka) untuk mencapai keharmonisan dan tujuan hidup

beragama (Jagadhita dan Moksa maupun catur Warga). Landasan sistem pikir itu

disebut (Dharma Siddhyarta” tercantum dalam kitab wera Smerti VII.10 yang

berbunyi sebagai berikut :

“Karyan so’weksya saktimea desa kalnca Tattwatah, kurute Dharma

Siddhyartham wiswa rupam punah-punah”

Artinya :

Setelah mempertimbangkan maksud dan tujuan (Iksa), kesadaran

kemampuan (sakti), tempat (Desa), waktu (Kala), filsafat dan ilmu

pengetahuan yang dimiliki (Tattwa) dia lakukan berbagai wujud perbuatan

untuk mencapai tujuan Dharma (kebenaran).

Jadi ada lima aspek yang harus diperhatikan bila hendak mewujudkan sesuatu atau

melakukan kegiatan (amal perbuatan) untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan

Dharma, yaitu aspek Iksa, Sakti, Desa, Kala dan Tattwa.

4.1.1.1 Iksa

Iksa berarti maksud dan tujuan, merupakan aspek utama yang menjadi

kompas/ukuran/garis sasaran/cita-cita yang harus direalisasikan. Misalnya dalam

berorganisasi maka yang pertama harus ditentukan adalah hakikat tujuan dari

organisasi itu, supaya jelas arahnya supaya dapat ditentukan langkah-langkah

kegiatannya. Organisasi “Subak” umpamanya dibentuk dengan tujuan

3

Page 4: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

terwujudnya suatu tertib pelaksanaan irigasi pertanian (di Bali) guna mencapai

tingkat kemajuuan produksi pangan yang akhirnya akan dapat menciptakan

kesejahteraan anggota subak pada khususnya dan masyarakat pada umumnya

(tercapainya Jagadhita). Hakikat tujuan itu tidak boleh bertentangan dengan

norma yang hidup dan berkembang di masyarakat, baik itu norma agama maupun

norma hukum.

4.1.1.2 Sakti

Sakti berarti kesadaran kemampuan, merupakan aspek jnana sebagai upaya

dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan yang telah ditetapkan. Jnana berarti ilmu

pengetahuan atau kemampuan pikir yang dapat menentukan apakah cita-cita atau

tujuan itu akan dapat direalisasikan.

Kemampuan dan kemajuan pikir akan menumbuhkan kesadaran pengabdian

untuk mewujudkan cita-cita itu. Di samping itu Sakti mengandung pengertian

kemampuan daya dukung dalam bentuk kekuatan nyata secara fisik (Bala-Kosha)

sebagai unsur dari aspek kriya. Tanpa daya dukung secara fisik yaitu sarana dan

prasaranan untuk mencapai tujuan maka apa yang akan dikerjakan tidak akan

mencapai hasil seperti yang dicita-citakan. Begitu pula sebaliknya apabila

kemampuan yang dimiliki tidak mencukupi maka kegiatan yang dilakukan harus

menyesuaikan agar suatu cita-cita tidak merupakan khayalan semata-mata.

Anda mungkin telah melihat secara pintas tentang pelaksanaan upacara

keagamaan di Bali yang kadang kala menimbulkan kesan pemborosan, bahkan

mungkin pelaksanaan seperti dipaksakan.

Kalau kita adakan penelitian secara dalam dengan melihat aspek Jnana dan

Kriya di atas maka kesan negatif itu akan hilang, karena sesungguhnya setiap

pelaksanaan upacara keagamaan Hindu didasarkan atas Sakti yaitu kesadaran akan

kemampuan yang dimiliki.

Bagi orang yang mampu akan melaksanakan upacara yang lebih besar,

sedangkan bagi orang yang kurang mampu akan melaksanakan upacara yang

sederhana saja atau melaksanakan upacara yang cukup (Madya) dengan dibiayai

4

Page 5: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

secara bersama-sama (bergotong-royong). Hal ini merupakan realisasi dari ajaran

Catur Purusartha dimana penggunaan Artha (harta kekayaan) dibagi atas tiga

pemanfaatan yaitu untuk kepentingan agama, kepentingan pemenuhan keinginan

dan menambah harta kekayaan/berekonomi. Jadi aspek Sakti adalah merupakan

landasan berpikir untuk menentukan alternatif pilihan/tindakan yang tepat guna.

4.1.1.3 Desa

Desa berarti tempat dimana suatu kegiatan akan dilaksanakan. Perbedaan

tempat akan ikut mempengaruhi pola pelaksanaan ajaran agama, oleh karena itu

aspek tempat perlu diperhatikan baik segi tradisi, kaidah hukum positifnya yang

menurut ajaran Hindu Dharma tidak sama pada semua tempat. Untuk itulah

diperlukan adanya sistem pendekatan yang akomodatif agar tidak menimbulkan

keresahan sosial. Hal ini harus benar-benar diperhatikan dalam pembinaan

kehidupan beragama dan tidak boleh bertentangan denggan ketentuan pokok-

pokok ajarana agama Hindu serta hukum positif yang berlaku. Jadi aspek tempat

itu akan memberi warna pula bagi pelaksanaan ajaran agama Hindu. Misalnya

dalam melaksanakan yadnya/korban suci dalam wujud upakara (sesajen), baik

jenis persembahan maupun bentuknya akan berbeda di masing-masing wilayah

(desa) tergantung dari kondisi geografis, ekonomis dan kemampuan penduduk di

suatu wilayah. Dengan demikian maka penerapan ajaran agama tidak kaku agar

menimbulkan kontradiksi dan keresahan sosial, karena agama tidak menghendaki

adanya kontradiksi dan keresahan kehidupan umatnya melainkan hanya bertujuan

untuk terwujudnya kebahagiaan lahir batin, kebahagiaan di dunia dan di akhirat

(Moksatham Jagadhita ya ca iti Dharmah).

4.1.1.4 Kala

Kala berarti waktu, merupakan aspek yang penting diperhatikan atau

dijadikan dasar pertimbangan dalam menerapkan ajaran agama dalam arti bahwa

tafsir tata cara pelaksanaan suatu kaidah agama tidak boleh ditetapkan secara

absolut. Dengan demikian maka asas universal dari ajaran agama Hindu akan

5

Page 6: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

selalu mendasari setiap langkah-tindak dan cara umatnya dalam berpikir

berbicara, dan berbuat menuju kebenaran Dharma.

4.1.1.5 Tattwa

Aspek terakhir dari Dharma Siddhyartha adalah Tattwa yaitu filsafat atau

pengetahuan tentang kebenaran yang menjadi landasan dari ajaran agama yang

dianut/ diterapkan.

Aspek tattwa merupakan landasan sistem pikir terutama dalam hubungannya

dengan usaha-usaha pembudayaan ajaran agama Hindu sehingga ajaran tersebut

dapat memasyarakat. Dalam hal ini agama Hindu mengajarkan “Sad darsana”

sebagai sistem yang mencakup aspek Tattwa secara umum dan luas. Sad Darsana

adalah enam pandangan kebenaran atau sistem filsafat yang terdiri dari :

a. Nyaya, mengajarkan tentang logika.

b. Mimamsa, mengajarkan tentang dasar-dasar ajaran Dharma dengan titik

berat pada masalah etika dan ritual.

c. Waisesika, mengajarkan tentang pengetahuan penuntun realisasi sang

diri.

d. Samkhya, mengajarkan tentang proses perkembangan kejadian alam

semesta secara sistematik.

e. Yoga, mengajarkan tentang latihan pengendalian diri (fisik dan pikiran)

untuk mencapai Samadhi, yaitu suatu kondisi di mana pikiran telah

bersatu dengan Yang Sejati, manunggal dengan asalnya dan mencapai

Moksaka.

f. Wedanta, mengajarkan filsafat hubungan jiwa dengan Sumber

Kehidupan atau hubungan antara Atman dengan Paramatman dan

hubungan Tuhan dengan dunia/alam semesta.

Enam pandangan tentang kebenaranatau Sad Darsana tersebut merupakan

aspek Tattwa yang dikaitkan dengan upaya pembudayaan ajaran agama Hindu

6

Page 7: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

agar memasyarakatkan uraian tentang Sad Darsana secara lebih luas akan dibahas

pada modul 3. Aspek Tattwa merupakan asas universal yang dianut dan tidak

bertentangan dengan norma agama, norma hukum, termasuk di dalamnya hukum

negara, dengan pengertian bahwa hukum negara yang dimaksud ialah hukum yang

berlaku pada negara yang mengakui kebenaran agama. Jadi di dalam aspek Tattwa

terkandung pula pengertian ideologi karena Tattwa itu sendiri merupakan

landasan filsafah yang diyakini kebenarannya.

Sehubungan dengan itulah aspek Tattwa selalu dipakai dasar atau landasan sistem

berpikir dalam memilih alternatif yang terbaik dari suatu tindakan atau langkah

yang akan dilaksanakan agar tujuan yang dicita-citakan dapat terwujud. Begitu

pula dalam upaya mencapai tujuan hidup beragama maka aspek Tattwa tidak

boleh ditinggalkan. Misalkan dalam setiap pelaksanaan ibadah agam Hindu, baik

yang menggunakan sarana upacara atau tanpa sarana selalu berpedoman pada

Tattwa (Widhi Tattwa, Atma Tattwa, Karmaphala Tattwa, dan sebagainya).

DARSANA HINDU

1. Pengantar

7

Page 8: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Modul Darsana Hindu ini berisi pokok bahasan tentang filsafat

(darsana) Hindu yang melatarbelakangi ajaran dan mendasari pola berpikir

Hindu beserta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara sistematis ajaran agama Hindu dibagi menjadi tiga kerangka

yaitu bagian tentang filsafat (tatwa, darsana), bagian tentang susila (ethica)

dan bagian tentang upacara (yadnya, ritual). Walaupun secara sistematis dapat

dikelompokkan menjadi tiga bagian tetapi pada kenyataannya tetap terjalin

menjadi satu. Ketiga-tiganya di dalam pemahaman dan pengalamannya tidak

berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang harus dimiliki. Jika

filsafat agama saja diketahui tanpa memahami ajaran susila dan upacara

tidaklah sempurna, demikian pula sebaliknya bila hanya memahami upacara

tanpa memahami dasar-dasar filsafat dan etika tidak juga sempurna, bahkan

ada kemungkinan dapat memberikan pengetahuan yang menyesatkan.

Dengan mempelajari modul Darsana Hindu ini, anda akan dapat

memahami ajaran sembilan filsafat Hindu (Nawa Darsana) yang meliputi

kelompok Astika dan kelompok Nastika, disamping Panca Sraddha yang

meliputi, hakikat Ketuhanan (Theologi Hindu Dharma), hakikat atman (roh)

hukum karmaphala, masalah penjelmaan kembali (samsara) dan pencapaian

kebahagiaan yang kekal abadi (moksa). Di samping itu juga anda dapat

memahami tentang Catur Marga Yoga dan Raja Yoga Marga. Hal ini tentu

akan dapat menggugah diri Anda sendiri untuk dapat berpikir dan bertindak

pada perbuatan yang lebih sesuai.

Konsep Darsana Hindu yang dibahas dalam modul ini merupakan

lanjutan konsep modul dua tentang kerangka agama Hindu dan berkaitan

langsung dengan konsep yang dibahas pada modul-modul ajaran agama

Hindu, terutama pada modul empat. Dengan demikian Anda perlu memahami

konsep Darsana Hindu ini.

2. Tujuan Instruksional Umum

8

Page 9: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Dengan mempelajari modul ini, Anda diharapkan mampu memahami

ajaran filsafat Hindu, sebagai filsafat yang mendasari ajaran Agama Hindu dan

pola berpikir umat Hindu, di dalam mencapai tujuan agamanya.

3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan modul ini, Anda diharapkan mampu :

a) Memahami pandangan masing-masing filsafat kelompok Astika dan

kelompok Nastika.

b) Menjelaskan hakikat ajaran Ketuhanan dan Agama Hindu (Theologi

Hindu Dharma)

c) Menjelaskan hakikat pengertian Atman (roh)

d) Menjelaskan pengertian dan hakikat hukum Karmapala

e) Menjelaskan hakikat keyakinan pada penjelmaan (Samsara)

f) Menjelaskan pengertian tentang moksa (terbebas dari penderitaan)

g) Menjelaskan tentang Bhakti Marga

h) Menjelaskan tentang Karma Marga

i) Menjelaskan tentang Jnayana Marga

j) Menjelaskan tentang Raja Yoga Marga

4. Kegiatan Belajar

4.1 Kegiatan Belajar 1

ASTIKA

Sistem filsafat Hindu yang tergolong pada klasifikasi Astika ialah

sistem / aliran yang percaya kepada kesucian Weda (Authority of the Veda).

9

Page 10: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Menurut klasifikasi ini ada enam aliran yang disebut Sad Darsana (Sad =

enam, Darsana = pandangan, filsafat) yang termasuk Astika yaitu Samkhya,

Yoga Niaya, Waisasika, Mimamsa dan Wedanta.

Dalam pengertian lain di samping percaya kepada kesucian Weda,

percaya pula pada reinkarnasi (kelahiran kembali) maka yang tergolong Astika

tidak hanya enam aliran filsafat tadi termasuk juga aliran Buddha dan Jaina.

Tetapi yang umum disebut Astika adalah Sad Darsana tadi.

Filsafat Samkhya

Perkataan Samkhya terjadi dari dua kata yaitu sam dan khya, sam

artinya bersama-sama dan khya berarti bilangan. Samkhya, berarti bilangan

bersama-sama, atau susunan berukuran bilangan. Dalam Samkhya bilangan

mempunyai fungsi-fungsi penting, sebagaimana pula peranan bilangan pada

filsafat Yunani. Walaupun ada juga bilangan yang tidak termasuk ukuran

bilangan dalam Samkhya. Inti pembahasan filsafat Samkhya adalah

penciptaan alam semesta dengan segala isinya 25 satwa.

Fungsi Bilangan

1) Bilangan satu : adalah simbul dari Yang Maha Ada yaitu Tunggal (Parama

Siwa Sanghyang Widhi). Dalam agama Hindu Yang Maha Ada itu tunggal

(Satu) digambarkan dengan satu huruf disebut Omkara yang pada

dasarnya adalah sepuluh aksara (dasaksara), setelah disarikan menjadi lima

aksara (pancaksara), disarikan lagi menjadi tiga aksara (tryaksara),

akhirnya kembali pada intinya semula pada angka satu yaitu Omkara

(aksara tunggal).

2) Bilangan dua : menunjukkan yang saling berbeda yaitu Rwabhineda,

Purusa pradana, centana acetana, adwaya adwayadnyana. Prinsip dua pada

Samkhya menimbulkan evolusi setelah adanya pertemuan dalam prinsip

itu sendiri, membawa perubahan pada keseimbangan semula.

10

Page 11: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

3) Bilangan tiga : adalah bilangan untuk api, sifat api adalah menerangi dan

dharmanya api adalah membayar 3 x 7 = 21. Merupakan bilangan api

terbesar yaitu matahari. Angka 21 sama nilainya dengan 2 + 1 = 3,

kembali bilangan api. Dalam hubungan upacara agama Hindu terutama di

Bali bilangan 3 hampir tidak pernah ketinggalan, sejak bayi lahir sampai

tua dan meninggal, yang jelas maksudnya untuk mensucikan (memari

sudha) mala (kotoran jasmaniah rohaniah) membakar segala noda dan

dukha (penderitaan).

4) Bilangan empat : adalah bilangan menunjukkan penjuru / mata angin

(catur desa) dengan di masing-masing penjuru bersthana dewa tertentu.

Kata dewa berasal dari kata div yang berarti bersinar. Dewa adalah sinar

dari Sanghyang Widhi :

Utara sthana Wisnu

Timur sthana Iswara

Selatan sthana Brahma

Barat sthana Mahadewa

5) Bilangan lima : adalah bilangan dunia dengan keempat penjuru ditambah

zenit. Kuadrat bilangan 5 adalah 25 merupakan bilangan untuk melukiskan

penciptaan dunia sebagai makro kosmos (bhuwana agung) dan sebagai

mikro kosmos (bhuwana alit) dalam ajaran 25 tatwa.

6) Bilangan delapan : adalah menunjukkan delapan mata angin dan simbol

kekuatan Sang Hyang Widhi yang digambarkan dengan padma anglayang,

yaitu gambaran bumi berputar melayang-layang di angksa mengitari

matahari (surya sewana).

7) Bilangan sembilan : adalah menunjukkan 9 lubang pada badan manusia,

dan juga berarti pintu. Bila dihubungkan dengan meru maka angka

sembilan menunjukkan bilangan delapan arah mata angin dan ditambah

dengan satu yaitu tengah, jumlah tingkat daripada meru, tempat

menghormati roh para raja-raja penguasa alam dunia.

11

Page 12: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Bilangan-bilangan selanjutnya adalah pengadaan dari bilangan satu

sampai dengan sembilan atau kelipatan dari bilangan-bilangan itu, dan

nilainya adalah jumlah dari masing-masing bilangan.

Contoh :

Di candi Borobudur terdapat 504 patung Buddha. Angka 504 nilainya

adalah 5 + 0 + 4 = 9. Bilangan sembilan menunjukkan Yang Maha

Ada atau Adi Buddha dalam ajaran Buddha.

Cetana dan Acetana

Filsafat Samkhya pada dasarnya memulai dari pembahasan Cetana dan

Acetana yaitu hakikat dua unsur yang mempunyai kesamaan keutamaannya,

gaib tiada terkena dari suka dan duka duniawi. Ia ada tanpa diciptakan atau

tanpa sebab, dinamai Cetana dan Acetana di dalam Sastra. Dua unsur inilah

yang menjadi awal daripada penciptaan. Cetana dan Acetana itu adalah duau

nsur yang saling bertentangan, Cetana adalah unsur kesadaran yang kekal.

Sedangkan Acetana adalah kebingungan atau ketidaksadaran yang bersifat

awidya. Pertemuan Cetana dan Acetana itu, menimbulkan sesuatu yang

bersifat jasmaniah. Tetapi jika kedua Cetana dengan Acetana tidak

mengadakan pertemuan, maka dunia dengan segala isinya tak akan ada.

Cetana dengan Acetana itu juga disebut Siwa Tattwa dengan Majatatwa, atau

sekala dengan niskala. Cetana itu terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu

masing-masing sebagai berikut :

a) Paramasiwa

b) Sadasiwa

c) Siwa

a) Paramasiwa-Tattwa

Yang pertama ini disebut Parama – Siwa yaitu yang masih suci

nirguna, adalah yang kekal selama-lamanya, tidak tunduk oleh ruang tempat

12

Page 13: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

dan waktu, hidup tak mengenal mati, ingat tak mengenal lupa, ialah yang

disebut dengan Ida Sanghyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).

b) Sadasiwa-Tattwa

Yang kedua disebut Sada-Siwa yaitu bertingkatan di bawah Parama

Siswa tersebut di atas adalah juka kekal, tidak hidup tidak mati. Tidak ingat

dan tak lupa (Saguna Brahma), tersebut sebagai Ida Sang Hyang Widhi yang

mempunyai sifat-sifat kemahakuasaan-Nya yang disebut Padmasana yaitu

simbol daripada segala macam kemahakuasaan bersusun-susun bagaikana

kelopak daunnya bunga teratai. Karena dia menempati yaitu yang bagaikan

bunga teratai terus dinamai Padmasana. Padmasana (tempat kedudukan yang

menyerupai bunga teratai) dinamai Cadu Sakti (catur sakti) yaitu :

1) Jnana sakti

2) Wibhu sakti

3) Prabhu sakti

4) Kriya sakti

1) Jnana Sakti

Berarti maha tahu. Segala kejadian di dunia skala niskala diketahui

semuanya, dilihat, didengar, dipikirkan. Karena itu Jnana sakti ini berisikan

tiga unsur yaitu :

a. Duradarsana : melihat segala sesuatu yang tak mungkin dilihat oleh orang.

b. Durasrawa : mendengar apa yang tak mungkin, didengar oleh orang.

c. Durajnana : memikirkan apa yang tak dapat dipikirkan oleh orang.

2) Wibhu Sakti

13

Page 14: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Berarti sifat Maha Ada meresap memenuhi bhuwana, tiada tempat

yang tiada dipenuhi oleh-Nya di mana-mana Dia selalu ada (wyapi-wyapaka).

Kekosongan ruang angkasa dipenuhi oleh wujudnya yang Maha Sukma itu.

3) Prabhu Sakti

Berarti sifatnya Maha Kuasa sebagai pencipta (Utpeti), pemelihara

(Sthiti) dan dapat menghilangkan atau menghancurkan segala isi alam

(Bralina).

4) Krya Sakti

Berarti Maha Karya, dapat melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.

Ini berisikan delapan unsur yaitu yang dikenal dengan nama ”Asta Eswarya”.

a) Anima : kekuatan untuk mengubah diri sekecil atom dan dapat

berhubungan dengan barang-barang yang terkecil sekalipun.

b) Lagima : kekuatan mengubah badan menjadi ringan sehingga dapat

terbang sebagai kapas terbawa oleh angin, demikian juga ia berat seberat-

beratnya.

c) Mahima : kekuatan untuk menjadikan diri-Nya tujuan umat, di mana-

mana.

d) Prapti : kekuatan untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya. Tidak tunduk

kepada tempat, ruang dan waktu ia seketika ada.

e) Prakamia : kemauan untuk menginginkan segala sesuatu ia serba jenis,

tidak tunduk oleh umur tua muda besar kecil.

f) Isitwa : kekuatan menguasai dan menciptakan, menguasai alam surga dan

neraka.

g) Wastwa : kekuatan memerintah segala sesuatu, tidak tunduk oleh kodrat

lahir-hidup-mati pendeknya ia ada di bumi, air, cahaya, angin, dan langit

tidak terbakar oleh api. Tidak basah oleh air karena ia adalah air.

14

Page 15: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

h) Yatrakamawasayitwa : kekuatan untuk menentukan, tidak ada yang dapat

menentang kehendak dan kodrat-Nya, segala yang telah ditakdirkan

berlaku, dengan tak ada sesuatu kekuatan apa pun yang mungkin

menghalangi-Nya.

Demikianlah delapan sifat keagungan Ida Sanghyang Widhi Wasa,

Sada Siwa (saguna Brahma) disimpulkan dengan singasana teratai

(padmasana) yang berdaun kelopak delapan (astadala) merupakan lambang

daripada kemahakuasaan-Nya menguasai dan mengatur alam semesta beserta

makhluk –makhluk di dalamnya.

c) Siwa (Siwatma – Tattwa)

Yang ketiga setelah Sadasiwa yaitu tingkatan di bawahnya dinamai

Siwadma atau disebut juga Sanghyang Mahasiratatwa, Sanghyang Darma,

Sanghyang Jagatkarana, Sanghyan Icana, dan Sanghyang Rudra. Mulai

disinilah pengaruh dunia yiatu seperti lupa, bingung dan lain sebagainya yang

disebut Acecana, timbul sebagai pengaruh sifat-sifat tattwa-tattwa berikutnya.

Tattwa-tattwa berikutnya yang dimaksudkan di sini ialah Purusattwa yang

ditimbulkan oleh pertemuan antara Siwa dan Maya.

Purusa dan Pradana Tattwa

Sesudah selesai pertemuannya Siwa dengan Maya maka muncullah

dari pada-Nya apa yang disebut Purusa dan Pradana Tattwa yang tampaknya

terwujud tunggal memenuhi seluruh ruangan alam ini bersifat Rwabhineda.

Purusa itu adalah Atman yang selalu hidup kekal abadi tidak pernah

mengalami mati. Pradhana (Prakrti) itu merupakan badannya Purusa yang

mempunyai sifat mati atau berganti. Antara Purusa dan Pradhana terdapat

kekuatan saling tari-menarik (magnitisme) yang memang telah ada pada setiap

prakrti, yaitu bagaikan hubungan antara elektron dan proton pada aliran listrik.

Pertemuan elektron dengan ploton menimbulkan api listrik, demikian pula

pertemuannya Purusa dengan Prakrti menimbulkan sesuatu wujud.

15

Page 16: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Citta dan Triguna

Telah disebut bahwa Purusa adalah Jnana swabhawa wruh tan keneng

lupa atau dengan kata lain. purusa adalah Maha Tahu (sadar). Dalam bentuk

kejiwaan ia adalah spiritual dan segala gejal psikis yang termasuk benda

pengalaman ilmu jiwa. Jadi organ-organ atau alat-alat materi (prakrti)

mendapatkan gejala-gejala psikis ini dari dalam dan mengadakan citta.

Maka yang terlahir dari spiritual dan material membawa pula sifat-

sifatnya yaitu kebendaan dan kejiwaan yang menurut Samkhya sudah ada

pada sebab (satkaryavada) yaitu kenyataan-peristiwa dan anggapan. Tiga

faktor sifat-sifat itu adalah :

1) Yang menjadi sebab adanya anggapan (sebutan), misalnya api menjilat

rumah penduduk. Hal yang demikian, kebakaran.

2) Yang menjadi sebab adanya peristiwa itu misalnya keluarga itu karena

lengah menaruh pelita di dalam rumah.

3) Kenyataan : adalah akibat dari 1 dan 2.

Hal yang terurai di atas ini dipandang dari segi kebendaannya.

Selanjutnya jika ada tiga faktor sifat tersebut di atas tentu ada asalnya. Inilah

prakerti si pemberi sifat khas kepada citta.

Jadi tiap-tiap kejadian hanya pernyataan dari ada sebab digambarkan

oleh citta yang terlahir dari spiritual dan material itu.

Citta dapat digambarkan, mengambil macam-macam rupa, sehingga

rupa-rupa yang terjadi itu menyusun vrittis (gerakan-gerakan pikiran).

Gerakan-gerakan pikiran itu dapat diubah, perubahan-perubaan itu disebut

gelombang-gelombang pikiran atau kisaran-kisaran pikiran. Kalau citta

memikirkan tentang kebakaran maka gelombang pikiran (vrittis) hal

kebakaran terbentuklah dalam lautan citta itu. Gelombang pikiran hal

kebakaran itu akan berangsur-angsur surut, jika citta telah memikirkan hal-hal

yang lain sehingga muncul vrittis yang baru.

16

Page 17: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Hal ini mungkin dapat dibandingkan dengan pita tape rekorder yang

jika hendak merekam suara baru, maka suara yang lama hilang saja dengan

sendirinya. Sebagaimana di atas telah diuraikan, bahwa citta terlahir dari

Samyoganya purusan dan prakrti yang bagaikan hubungan positif dengan

negatif mempunyai kekuatan daya tahan menarik. Pertemuannya inilah yang

disebut Samyoga.

Evolusi dimulai setelah adanya Samyoga yang dengan sendirinya

mengubah keseimbangan semula dan berubahlah menjadi gerak. Untuk

terjadinya Samyoga itu berlakulah asas salingu berhubungan yang berdasarkan

hukum sifat tarik-menarik. Pemberi sifat tarik-menarik (magnit) itu telah ada

pula pada setiap prakrti (materi) yang selalu bekerja berputar berbeda arah

satu sama lain sesuai dengan asas kontradiksi, itulah Triguna.

Tri guna adalah yaitu :

Sattwam (satwika), Rajas (Rajasika) dan Tamas (Tamasika)

1) Sattwam (Satwika) : berasal dari kata sat dengan twa. Sat berarti benar dan

twa berarti mempunyai sifat. Sattwa berarti sifat benar. Disini berarti sifat

ringan bagi benda dan sifat baik bagi makluk hidup.

2) Rajas (Rajasika) : berasal dari kata Raj yang berarti mengendalikan (kata

raja bahasa Indonesia berasal dari kata Raj tersebut, di atas berarti yang

mengendalikan.

Disini Rajas berarti sifat yang menjadi penggerak dari segala benda yang

ada dalam alam semesta, dan bagi makhluk hidup berarti sifat yang

memberi kekuatan untuk mengerjakan sesuatu atau kekuatan yang

menyebabkan makhluk atif dalam hidupnya. Sifat-sifat Rajas bergerak,

bekerja sangat dibutuhkan dewasa ini bagi kepentingan pembangunan

negara, karena dengan banyak omong dan hanya teori di atas meja tak

akan dapat menyelesaikan cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur

(no great work can be sachieved by humbug).

3) Tamas (Tamasika) : berasal dari kata Sanskerta Tam yang berarti susah

atau gelap. Tamas, artinya sifat yang menyebabkan segala makhluk di

17

Page 18: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

dalam kegelapan atau kemalasan, bagi benda mati Thamas berarti sifat,

yang menyebabkan benda itu lamban (statis atau tak bergerak). Jadi

jelaslah bahwa Tamas bersifat amerih sukaning awak tan ton laraning len

(menghendaki kesenangan diri sendiri tanpa melihat kesusahan orang

lain).

Rajas dan Tamas lebih menguasai Ksipta (kegusaran dan kecemasan).

Karenanya jika Sattwam ketenteraman disimbolkan dengan warna putih, maka

Rajas disimbolkan dengan warna merah dan Tamas disimbolkan dengan

warna hitam (Kegelapan).

Mahat Buddhi

Hasil dari gerak pertama yang kita sebut evolusi, karena rwabhineda

tadi menimbulkan suatu benih maha besar (mahat) yang membawa suatu

unsur kesadaran. Setelah mahat (buddhi) mendapatkan sifat-sifatnya saling

mempengaruhi satu dengan yang lain bagaikan kabel, bohlam, dan aliran

listrik yang ketiga-tiganya adalah memegang peranan penting, baik, bohlam,

kabel, maupun aliran listirk, jika satu di antaranya rusak maka ia tak dapat

menyala. Demikianlah Buddhi mempunyai sifat wikerta, rejasa, dan butadi

yang kegunaannya sama dengan Sattwam, Rajas dan Tamas tersebut di atas.

Karena ia memberi kesadaran, maka ia disebut : Buddhi di mana Satwam

menduduki tempat yang terbesar. Mahat (Buddhi), dapat diumpamakan air

laut yang ditiup angin bergelombang. Matahari di atas kelihatan bayangannya

berombak juga pada hal matahari itu tetap tidak bergoyang sebagai

bayangannya di air.

Demikianlah dalam Samkhya Yoga bahwa Yoga itu bertujuan

menghilangkan gelombang-gelombang itu. Tahap yang harus dilalui dalam

berusaha menghilangkan gejolak budhi itu dalam hal ini ada lima tingkatan

yang disebut Citta Bhumi yaitu :

1. Ksipta : (gusar) di mana pikiran tidak tetap, karena alamnya dikuasai oleh

kedua-duanya baik rajas maupun tamas.

18

Page 19: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

2. Mudha : (bodoH0 di mana segala sesuatu tak dapat ditangkap oleh pikiran,

sering linglung, bagaikan seorang yang amat bodoh karena alamnya

dikuasai sendiri oleh Tamas.

3. Viksipta : (kacau) karena alamnya dikuasai oleh Rajas sendiri yang

berlaku sebagai pengemudi bergerak maju tetapi tak menentu tujuan.

4. Ekagra : konsentrasi pikiran dapat terpusat serta telah dapat menguasai

suka duka di dunia ini, karena telah dikuasai oleh Sattwam.

5. Niruddha : (ketenangan) kekuasaan Satwam yang mutlak dimana pada

tingkatan ini manusia misalnya dapat membedakan dirinya dengan subjek-

subjeknya.

1) Dasa Indria

Dalam proses penciptaan setelah timbul unsur-unsur di atas kemudian

barulah timbul Dasa Indria yaitu sepuluh sumber Indria yang terbadi dua

menjadi Panca Budhi Indria dan Panca Karma Indria.

1) Panca Budhi Indria

a. Srota indria = Rangsang pendengar

b. Twak indria = Rangsang perasa

c. Caksu indria = Rangsang pelihat

d. Jihwa indria = Rangsang pengecap

e. Grana indria = Rangsang pencium

2) Panca Karma Indria

a. Wak indria = Penggerak mulut

b. Pani indria = Penggerak tangan

c. Pada indria = Penggerak kaki

d. Payu indria = Penggerak dubur / pelepasan

e. Upasatha indria = Penggerak kemaluan

19

Page 20: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Setelah timbul indria-indria kemudian timbul : Panca Tan Matra yaitu

lima benih alam :

a. Sabda tan matra = Benih suara

b. Sparsa tan matra = Benih rasa sentuhan

c. Rupa tan matra = Benih penglihatan

d. Rasa tan matra = Benih rasa

e. Gandha tan matra = Benih penciuman

Dari unsur-unsur Panca tan Matra inilah kemudian timbul unsur-unsur

benda materi yang nyata yang dinamai Panca Maha Bhuta.

a. Akasa = Ether

b. Bayu = Gas, udara

c. Teja = Sinar, panas

d. Apah = Zat cair

e. Pratiwi = Zat padat

Dari kelima unsur-unsur alam inilah kemudian terbentuk parama anu

(atom) yang mengalami evolusi sampai kemudian terbentuk alam semesta

yang terdiri dari Brahmanda. Brahmanda yaitu planet-planet seperti matahari,

bulan, bumi, dan bintang-bintang lainnya. Panca Maha Butha ini pula yang

menjadikan unsur badan manusia (mikrokosmos = bhuwana alit). Dalam

filsafat Samkhya ini Tuhan tidak begitu dibahas karena dinilai tidak perlu,

sehingga filsafat Samkhya disebut juga ajaran Micro Iswara Samkhya.

Filsafat Yoga

Yoga berasal dari kata Yuj artinya menghubungkan diri. Yoga berarti

jalan atau proses, cara manusia menghubungkan jiwa atau atmannya yang suci

dengan Parama atma (Tuhan). Sehingga bersatu kepada-Nya. Filsafat Yoga

20

Page 21: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

disponsori oleh Patanjali. Dalam hal ini methafisika dan evolusi kejadian

dunia ini Yoga sama dengan ajaran Samkhya, dengan menambah kepercayaan

bahwa ada Tuhan yang menciptakan Purusa dan Prakrti. Hal penting dalam

sistem filsafat Yoga adalah tentang praktek yoga dilakukan untuk mencapai

Wiweka Jnyana yaitu pengetahuan untuk membedakan jiwa dengan bukan

jiwa. Yoga mempunyai praktek tingkat-tingkat pelaksanaan mental (citta urtti

niroddha), untuk mencapai keadaan moksa ada lima tingkat mental disebut

Citta Bhumi yaitu :

1) Ksipta

2) Mudha

3) Viksipta

4) Ekagra

5) Nirudha

Ksipta, Mudha, dan Viksipta adalah masih dalam keadaan konsentrasi

pikiran pada sesuatu objek, sedangkan Ekagra dan Nirudha adalah konsentrasi

yang telah sempurna. Tiga daripada yang disebut pertama dinamai.

Samprajnata dan dua dari yang lainnya disebut belakangan dinamai

Asamprajanata.

Di samping lima tahap tersebut di atas, yoga juga mengajarkan delapan

jalan untuk melakukan yoga yang disebut Astangga Yoga.

1. Yama (larangan)

Yaitu suatu disiplin penahanan diri terhadap keinginan atas nafsu, Yama

terdiri dari :

a. Ahimsa : tidak menyiksa (membunuh). Janganlah menyiksa atau

membunuh sesama makhluk dan jangan berbuat yang menyakiti hati

orang lain.

b. Satya : pupuklah kejujuran, pantang kepada keburukan,

kembangkanlah kebenaran.

c. Astaya : jangan bohong, mencuri serta pantang segala kejahatan

21

Page 22: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

d. Aparigraha : jangan loba, batasi diri, pada kebaikanlah selalu

menempatkan diri, makanlah makanan yang sewajarnya dan jangan

sekali-kali minum yang memabukan.

e. Brahmacarya : Artinya dalam keadaan belum kawin / tidak kawin yaitu

tidak mengobral nafsu. Brahmacarya juga dimaksudkan tingkatan

hidup manusia yaitu untuk mengikuti pelajaran.

Tingkatan-tingkatan lainnya adalah sebagai berikut :

a. Sukla brahmacari : tidak kawin sama sekali sampai tua dan mati.

b. Sewala brahmacarya kawin hanya satu kali dengan seorang istri.

c. Trsna brahmacarya : kawin lebih dari satu kali yaitu poligami. Karena

memerlukan keturunan dan seizin istri pertama.

2. Niyama

Suruhan untuk berdisiplin, beradab yang baik dengan memupuk

kebiasaan-kebiasaan baik. Niyama terdiri dari :

a. Saucha : (pembersihan luar dalam) yaitu pembersihan badan jasmani

dengan jalan mandi dan makan yang murni sebagai langkah kebersihan

lahir. Kebersihan dalam yaitu kebersihan rohani jalannya yaitu dengan

memupuk perasaan-perasaan yang baik, berlaku ramah-riang

menjauhkan diri dari pengaruh-pengaruh yang buruk.

b. Dhariti : tetap tenang di dalam menghadapi segala keadaan yang

bagaimanapun juga, baik dalam keadaan menggembirakan, ataupun

kecelakaan, kekecewaan maupun keuntungan.

c. Ksama : tidak mengeluh atas segala derita menahan segala cobaan

hidup.

d. Swadhyaya : belajar mengekang diri. Bermuka manis terhadap kawan

atau lawan.

e. Dana : dana punya dan beramal dengan tulus ikhlas, jangan

mengharapkan balasannya (zakat).

22

Page 23: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

3. Asana

Cara duduk yang baik dengan maksud, Prana dapat mengontrol semua

bagian badan termasuk urat syaraf, karena penyakit-penyakit berasal dari

urat syaraf.

4. Pranayama

Mengatur pernapasan untuk membersihkan darah dengan melalui tiga

jalan yaitu :

a. Menarik napas panjang dan dalam-dalam hal ini dinamai Puraka

b. Menahan napas yang telah penuh, hal ini dinamai Kumbaka

c. Setelah sesaat lamanya, lalu dikeluarkan perlahan-lahan : hal ini

dinamai Recaka.

5. Pratyahara

Berasal dari urat kata a V hr = mengatur. Mengontrol semua panca indria

sehingga mendapat tanda-tanda misalnya melihat sinar-sinar, sastrajendra,

bahkan suara-suara halus dan sebagainya. Dari angka satu sampai dengan

angka lima tersebut di atas merupakan bantuan luar dari Yoga.

6. Dharana

Yaitu usaha untuk menyatukan pikiran untuk ditujukan ke satu arah yaitu

kepada Ida Sanghyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Kalau lima faktor

yang tersebut di atas adalah bantuan luar dari Yoga maka tiga yang

tersebut belakangan yaitu : Dharana, Dhyana, dan Semadhi adalah bantuan

dalam dari Yoga.

7. Dhyana

23

Page 24: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Yaitu usaha untuk menyatukan pikiran yang lebih tinggi tarafnya daripada

Dharana.

8. Samadhi

Penyatuan pikiran pada benda yang diciptakan sehingga pikiran itu bersatu

dengan benda itu. Setelah menjauhkan pikiran-pikiran yang tak benar yaitu

dalam keadaan benar-benar tentang tenteram ia lupa akan badannya tetapi

ingat akan apa yang diciptakannya saja.

Yoga disebut Sa Icwara Samkhya percaya bahwa Tuhan adalah satu-

satunya objek yang termulia dan tertinggi untuk dikonsentrasikan karena

Tuhan Maha Sempurna, Maha Tahu, Maha Adil, Maha Agung, Maha

Pengasih dan lain sebagainya. Argumentasi Yoga tentang adanya Tuhan

adalah sebagai berikut :

1) Ia percaya akan adanya tingkatan di dunia ini oleh karena itu ia

memerlukan suatu tingkatan yang maksimum : misalnya ada sesuatu yang

baik-ada pula yang lebih baik-dan tentu ada pula yang paling baik atau

paling sempurna. Yang paling sempurna yaitu paling maksimum adalah

Tuhan. Karenanya ia adalah disebut : Maha Sempurna, Maha Tahu, Maha

Adil dan sebagainya.

2) Betul ada Purusa dan Prakrti yang diumpamakan sebagai orang buta dan

orang lumpuh. Pertemuan di antara keduanya memerlukan perantara

(penghubung). Penghubung inilah Tuhan.

Yoga mengajarkan bahwa bila telah mencapai alam semadhi dengan

Tuhan sebagai objek, jiwa dapat bersatu dengan-Nya. Pada saat itulah

kebahagiaan tertinggi dapat dicapai bersatu dengan Tuhan, Tujuan dari Yoga.

Filsafat Nyaya (Niaya)

Niaya artinya logika, filsafat Niaya adalah sistem filsafat yang

mengajarkan cara menelaah sesuatu dengan cara berpikir yang kritis, logis,

24

Page 25: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

tepat dan masuk akal, diajarkan oleh Rsi Gautama dengan mengemukakan

empat sumber cara berpikir (catur pramana) yaitu :

1) Pratyaksa : praty yang berarti langsung dan ksa berarti pengamatan. Jadi

pratyaksa berarti pengamatan langsung dari panca Indria, yaitu dengan

melihat sendiri sesuatu kejadian, melanggar, mencium langsung dari alat-

alat indria sehingga itu semuanya menjadi pengetahuan yang dapat

dirasakan.

2) Anumana : Pengetahuan yang didapat dengan jalan menarik kesimpulan

dengan melihat sesuatu tanda (lingga) yang selalu berhubungan dengan

objek yang ditarik kesimpulannya (sadhya). Perhubungan antara lingga

dan sandhya disebuy vyapti. Dalam pengertian Anumana ini paling sedikit

harus ada tiga syarat yaitu :

a) Paksa : sesuatu kesimpulan yang kita tarik

b) Sandhya : objek yang ditarik kesimpulannya.

c) Lingga : tanda yang tak dapat dipisahkan dengan bendanya dan

kesimpulannya.

Contoh :

Jauh di sana kelihatan ada asap (merupakan tanda bagi kita bahwa di

sana tentu ada benda yang mengeluarkan asap). Benda yang

mengeluarkan asap tak lain ialah api (sandhya). Dengan melihat itu

maka kita lalu menarik kesimpulan : mungkin ada kebakaran di sana

(paksa).

3) Upamana : pengetahuan yang didapat dengan cara memberi contoh atau

tafsiran.

Contoh : Kepada anak kecil yang belum pernah melihat harimau,

diberitahukan kepadanya bahwa harimau itu seperti kucing, tetapi

badannya lebih besar.

4) Sabda : Pengetahuan yang didapat dari pembuktian orang lain, Misalnya

seorang ahli kimia memberitahukan kepada kita bahwa air itu terdiri dari

25

Page 26: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

molekul-molekul hidrogen dan oksigen yaitu dengan persenyawaan H2O.

Kita pun percaya saja meskipun kita sendiri tak pernah membuktikan

kebenarannya.

Keempat pengetahuan tersebut di atas berasal dari kaum Naiyayiiksa.

Menurut Nyaya, objek dari keempat pengetahuan itu berkisar kepada pribadi

kita sendiri, panca indria, buddhi, perasaan (activity), dosa, pratyabhawa

(rebirth), phala, dhuka, apavarga (freddom from suffering).

Nyaya sebagai juga sistem filsafat yang lain-lainnya mencari ”Aku

(Ego) pada badan sendiri dan pada panca indria. Menurut itu bahwa diri

sendiri ”Aku” berbeda dengan ”Sarira” (badan) atau body dan Manas (mind).

Badan hanyalah benda-benda materi, Manas adalah sesuatu yang sukar

diketahui yaitu tak dapat dilihat, bersifat kekal yang dengan kata lain disebut

Anu. Ia adalah alat dari jiwa yang dipakai untuk merasakan bermacam-macam

perasaan sebagai senang, sakit dan lain-lainnya, karena itu ia disebut antara

rasa (interna sense) kebalikannya ialah bahwa rasa (external sense).

Atman merupakan unsur lain yang sangat berbeda dengan Manas dan

jasmaniah (Sarira). Atman itu ada, ia dapat dibuktikan melalui Sarira dan

Manas.

Contoh perbandingan :

Aliran listrik dapat diketahui melalui kawat atau kabel dengan alat tes,

atau dicoba dengan memegangnya. Adanya aliran listrik dapat dirasakan

walaupun tidak dapat dilihat.

Hubungan Atman dengan Brahman

Atman adalah bagian dari Brahman oleh karena itu pada dasarnya

hakikat Atman adalah sama dengan hakikat Brahman (Aham Brahman Asmi

artinya saya (Atman) adalah bagian daripada Brahman). Jiwa (roh) itu suci.

Yang mengalami serbaneka penderitaan, kebahagiaan, kegembiraan

pendeknya suka dan duka itu adalah ditimbulkan oleh Manas melalui panca

indrianya serta derita dan dirasakan oleh sarira (body). Dari manaslah timbul

26

Page 27: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Mithya Jnana yaitu kebodohan terhadap kebenaran, raga, dwasa, dan moha

yang memaksa badan bekerja dengan segala konsekuen. Apawarga berarti

terlepas sama sekali dari kesengsaraan dan penderitaan yang ditimbulkan oleh

apa yang disebut Tattwa-Jnana.

Adanya Tuhan oleh golongan Naiyayikas dikemukakan dengan

beberapa bukti. Tuhan adalah Maha Pencipta Pemelihara dan Penghancur.

Dalam bentuk Brahma ada sebagai pencipta, dalam bentuk (manifestasi)

Wisnu sebagai pemelihara dan dalam manifestasi Icwara sebagai pelebur.

Tidaklah benar jika dikatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia dari sesuatu

yang tidak ada, tetapi adalah evolusi atom-atom yang kekal, yaitu ruang,

waktu, ether dan lain-lainnya. Diadakannya dunia ini agar individual soul

(jiwa) dapat merasakan kesenangan atau kesusahan (penderitaan), sesuai

dengan karmanya ataupun dapat memetik buah perbuatannya di dunia lain.

Waisasika

Filsafat Waisasika ini diajarkan oleh Rsi Kanada yang juga dinamai

Rsi Ulaka. Filsafat ini banyak hubungannya dengan sistem filsafat Niaya dan

mempunyai pandangan yang sama misalnya dalam memberi pendapat tentang

kebesaran jiwa individu (perorangan) atau The Liberation of the individual

selg. Waisasika memberi kupasan ilmiah terhadap semua objek di dunia ini

yang menurut pendapatnya dibagi menjadi tujuh kategori yang merupakan :

1) Substansi (grawya)

2) Perbuatan (karma)

3) Kualitas (guna)

4) Kesatuan (Samanya)

5) Keistimewaan (Wisesa)

6) Hubungan yang tak terpisah (Samawaya)

7) Ketiaaan (Abhana)

27

Page 28: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

1) Substansi (graywa)

Sesuatu substansi bersumber pada sifat-sifat dan gaya, tetapi baik sifat

maupun gaya itu berbeda satu sama lain, ada sembilan macam substansi,

yaitu : tanah, air, api, udara, ether (akasa), ruang, waktu, jiwa dan pikiran

(manas). Tanah, air, api, udara, ether disebut Panca Mahabhuta yaitu

mempunyai sifatnya masing-masing seperti : bau, rasa, warna, rabaan dan

suara. Akasa, ruang, dan waktu adalah substansi yang tak dapat dilihat yang

pada hakikatnya masing-masing adalah kekal, tetapi ”mana” adalah juga suatu

substansi yang tak terbatas kecilnya.

Manas itu adalah suatu perasaan yang dalam (internal sence) yang

langsung atau tidak langsung merasakan segala perasaan dan keinginan.

Manas juga adalah suatu yang hanya dapat dirasakan. Jiwa (atman) adalah

kekal, meresap ke dalam substansi yang menjadi lapis segala kesadaran, Jiwa

(atman) itu dapat dirasakan di dalam oleh ”Manas” orang itu sendiri, ini

terbukti bahwa setiap orang dapat merasakan ”senang, susah” dan lain

sebagainya.

Paramatma (Tuhan) menurut kepercayaan kaum Waisasika adalah

pencipta dunia dari atom-atom, yang susunan dan persenyawaan dari atom itu

adalah disebabkan karena kemauan Tuhan yang secara langsung berhubungan

dengan hukum karma dairpada objek yang tercinta daripada atom-atom

tersebut. Demikianlah atom-atom itu bersenyawa menurut kehendak Tuhan

menjadi suatu dunia dengan isinya yang langsung bekerja sesuai dengan

Hukum Karma.

2. Hukum Karma

Berdasarkan atas teori ilmu pengetahuan lebih terkenal dengan hukum

sebab akibat. Ini berarti bahwa apapun yang terjadi di dunia ini mestilah ada

sebab-sebabnya dan tiap-tiap apa yang kita lakukan mestilah pula ada

pengaruhnya. Dalam dunia ini, tidak ada suatu pun yang terjadi tanpa ada

28

Page 29: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

sebab-sebabnya. Apabila kita melakukan sesuatu perbuatan, baik dengan

bertujuan menolong maupun bertujuan membuat keonaran, maka perbuatan

tersebut menghasilkan suatu tenaga. Dalam ilmu pengetahuan telah

dibuktikan, bahwa tenaga itu adalah sama dengan benda nyata (material

object) yang tak bisa habis hanya bisa berganti bentuk apabila dipengaruhi

oleh unsur-unsur kimia. Listrik bukan berasal dari dinamo, tetapi berasal dari

tenaga yang ditimbulkan air terjun, umpamanya : dinamo merubah bentuk

tenaga itu.

Teori daya atom menunjukkan bahwa tenaga itu adalah suatu benda

yang nyata, bahwa atom itu dibuat oleh kumpulan-kumpulan tenaga adalah

teori yang telah lama ada sejak zaman dahulu, dan terdapat dalam buku-buku

Hindu Kuno dann Yunani Purba serta rontal di Bali.

Hukum Newton dalam ilmu alam mengatakan bahwa tiap-tiap benda

semuanya ingin mencoba untuk dapat kembali ke tempat asalnya dari mana

gelombang-gelombang akan sampai ke tepi kolam dan kemudian bergerak

kembali hingga sampai di pusat pelemparan itu, lenyaplah alunan gelombang

itu. Apabila mengayunkan sebuah batu yang digantungkan pada seutas tali

maka ia akan kembali ke tempatnya semula dengan kekuatan ayunan yang

sama.

Demikianlah apabila seorang melakukan perbuatan, baik dengan

maksud menolong ataupun untuk membuat onar, maka timbullah suatu tenaga

sesuai dengan teori ilmu tersebut di atas, maka hasil tenaga itu akan kembali

kepada orang itu juga.

Demikianlah hukum karma itu sesuai dengan ilmu pengetahuan dapat

dipecahkan secara ilmiah. Teori atom dari golongan Weisesika yang agak

bersifat teologi menunjukkan suatu yang dapat diterima meskipun berbeda

dengan teori atom lainnya yang bersifat mekanis dan materialistis belaka.

3. Guna (kualitas)

29

Page 30: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Semua substansi yang terjadi dari atom-atom mempunyai sifat (guna)

yang banyaknya adalah dua puluh empat sifat yaitu : warna, rasa, perabaan,

bunyi, bilangan, batasnya (magnitude). Hal yang dapat membedakan

(prthaktwa), pertemuan (samyoga), kerusakan (wibhaga), karena terpencil

(paratwa), berdekatan (aparatwa), kecairan (drawatta), kepekaan (sucha),

pengamatan (buddhi), senang, sakit, keinginan, kesenangan, bercita-cita

(prayatna), kebahagiaan (gurutwa), samsara, dharma dan adharma.

Sebagai juga sifat-sifat tersebut di atas, maka gerak terdapat juga di

dalam tiap-tiap laku. Jadi sesuatu laku adalah sesuatu gerak.

1) Utksewana – gerakan

2) Awaksewana – gerakan turun

3) Akuncana – berkerut yaitu gerakan yang bersifat menjadikan sesuatu itu

lebih pendek.

4) Prasarana – perluasan yaitu gerakan yang menyebabkan menjadi makin

lebar

5) Gamana-gerakan maju.

4. Samanya (kesatuan)

Sifat-sifat dari sesuatu substansi, ditakdirkan oleh alam yang

merupakan sifatnya yang hakiki misalnya : alamnya sapi ditakdirkan oleh

sifatnya yang hakiki yaitu mereka dapat dikumpulkan menjadi satu grup

(kelompok). Meskipun dari sapi-sapi yang berasal dari golongan-golongan

lain. Sifat-sifat sapi yang demikian disebut gotwa dan dapat berkumpul

dengan berbagai golongan sapi menjadi kelompok besar (samanya) adalah

sifatnya yang universal. Kalau sifat ke ”Sapian” itu tidak ditaruh karena

kelahiran ataupun sapi itu belum mati, maka gotva tadi kekal adanya.

Demikianlah sifat-sifat universal dari sapi adalah hal yang biasa yang primer

terhadap individu daripada golongan-golongan sapi manapun juga.

30

Page 31: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

5. Wisesa (keistimewaan)

Biasanya kita membedakan dua buah benda yaitu yang satu dengan

yang lainnya dengan melihat bagian keistimewaannya berbeda pada sifat-sifat

yang ada pada kedua benda itu. Tetapi bagaimana kita dapat membedakan

substansi yang kekal yang paling sederhana yang tak dapat dipecah lagi di

dunia ini yaitu sebagai 2 atom tanah. Tentu harus ada sesuatu perbedaan

pokok (wisesa) pada tiap-tiap atom-atom itu namun tidak mungkin dapat

dibedakan satu sama lain tetapi ia adalah atom-atom dari tanah wisesa

(particularity) itu adalah dimaksudkan keistimewaan daripada wujud kesatuan

yang kekal yang membentuk dunia ini.

6. Samavaya (hubungan yang tak terpisahkan)

Sifat perhubungan yang kekal pada keseluruhan di dalam bagian

bagiannya, sesuatu sifat atau sesuatu gerak di dalam substansi, sesuatu

kesatuan (universal) di dalam wujud terkecil yang berbeda-beda.

Contoh : Kain sebagai sesuatu keseluruhan selalu ada karena jalinan-jalinan

benang. Sesuatu sifat sebagai hijau, manis, harum ada di dalam substansi

bersangkutan demikian juga (sifat) kesapian sebagai kesatuan sifat sapi ada di

dalam sapi itu sendiri.

Sifat hubungan yang kekal ini yaitu hubungan antara sesuatu

keseluruhan dengan bagian-bagiannya, di antara kesatuan dengan

individualitasnya dan diantara sifat-sifat atau gerakan-gerakan yang

substansinya terkenal dengan nama Samavaya.

7. Abhawa ketiadaan (non-existence)

Yang dimaksud dengan abhawa yaitu faktor-faktor / hal-hal yang tidak

ada.

Contoh :

Disini tak ada ular

31

Page 32: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Mawar itu bukan merah

Tidak ada bau pada air yang jernih.

Contoh-contoh di atas adalah menunjukkan hal-hal bahwa sesuatu tidak ada.

Yang pertama – tidak ada ular

Yang kedua – tidak ada warna merah dan

Yang ketiga – tidak ada bau

Hal yang semacam ini dimaksudkan dalam golongan abhawa yang terjadi dari

empat :

a. Ragabhawa : Sesuatu benda tidak ada sebelum dibuat. (pot bunga tak akan

ada sebelum dibuat oleh tukang pot).

b. Dhawamsabhava : tidak ada sesuatu benda itu karena dirusakan

(dhawamsa). Pot bunga tidak akan ada lagi sesudah pot itu sendiri

dipecahkan.

c. Atyantabhawa : tidak ada sesuatu benda (sifat sesuatu benda) pada benda-

benda lain, baik dahulu, sekarang, maupun yang akan datang yaitu : attita-

nagata-wartamana yakni tak akan ada warna di dalam udara sejak dahulu

sampai sekarang dan terus sampai masa akan datang.

Ketiga-tiganya yang tersebut di atas dinamai Syamsaryabhawa yaitu

ketidakadaan sesuatu substansi di dalam sesuatu benda atau tempat.

d. Anyonybhawa : tidak terdapat hubungan dua benda yang saling berbeda

misalnya : sebuah ember dengan sepotong kain dan sebaliknya : sebuah

ember bukanlah sepotong kain atau sepotong kain bukanlah sebuah ember.

Antara kedua benda yang tidak ada unsur hubungannya disebut

Anyonybhawa.

Dengan berhakti kepada Tuhan dan membebaskan jiwatman dari

prakerti maka atma akan dapat bersatu dengan sumbernya (Brahman).

32

Page 33: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Mimamsa

Filsafat mimamsa terdiri dari dua bagian filsafat di mana yang satu

berbeda dengan yang lainnya. Yang pertama disebut Purwa mimamsa atau

karma mimasa yaitu menekankan kepada karma. Dengan pendek disebut

mimamsa saja. Yang kedua ialah uttara mimmasa atau jnana mimamsa

menekankan kepada jnana, ya pula disebut Wedanta.

Mimamsa (Purwa Mimamsa) dipelopori oleh Jaimini. Tujuan filsafat

mimasa ini ialah mempertahankan upacara-upacara (ritual) yang diajarkan

oleh Weda. Golongan pengikut mimamsa percaya bahwa weda Maha

Sempurna dan abadi. Karenanya apa yang disebutkan di dalam weda adalah

benar. Apa yang disuruh lakukan oleh Weda itulah Dharma sebaliknya apa

dilarang itulah adharma dan salah.

Melakukan upacara-upacara itu bukanlah karena ingin akan balasannya

tetapi adalah sesuatu yang menjadi kewajiban yang harus dilaksanakannya

menurut ketentuan di dalam weda dan mengetahui akan tujuan dari upacara-

upacara yang diadakan. Mensucikan diri dalam menghadapi upacara-upacara

tersebut, misalnya dengan melepaskan sama sekali nafsu, kemarahan dan lain-

lain yang dapat menodai seluruh upacara yang diadakan. Jika hal tersebut di

atas dapat dipenuhi maka menurut mimamsa akan dapat mencapai kebebasan

(librartion) dari kehidupan ini. Sebaliknya meskipun upacara dilakukan tetapi

dengan maksud-maksud tertentu misalnya ngaben, secara besar-besaran

dengan maksud untuk diketahui orang bahwa ia sangat kaya dan dengan

demikian agar dipuji orang maka upacara yang demikian tidak mengenal

maksud yang sebenarnya, jadi percuma.

1) Bahwa Jiwa itu abadi dan tidak akan mati meskipun benda – benda itu sudah

hancur

33

Page 34: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

2) Percaya akan kebenaran segala benda – benda yang ada di dunia ini diterima

oleh panca indrya

Dengan demikian mereka itu juga berpandangan realistis. Karena pengaruh

pendapat yang realistis ini meskipun mereka percaya akan kekekalan jiwa (atma)

tetapi mereka tak percaya akan adanya Tuhan yang menciptakan dunia ini.

Mereka berpendapat dan percaya segala yang ada di dunia ini adalah

komposisi dari benda – benda itu saja dengan disesuaikan dengan Karma daripada

tiap – tiap jiwa itu sendiri. Mereka menganggap bahwa Karma adalah sesuatu

moral yang berkuasa untuk menentukan kebebasan tiap – tiap jiwa manusia

daripada kelahiran kembali, karena itu tiap – tiap orang yang melakukan upacara

dengan sasaran yang benar, maka pada jiwanya akan timbul suatu benih yang

akan menumbuhkan karma pada waktu – waktu yang sudah tertentu sehingga

kepadanya akan memetik hasilnya di kemudian hari.

Dua aliran di dalam mimamsa yaitu yang pertama terdapat dalam prabhakara

yang mengemukakan lima sumber pramanas (panca pramana):

1) Pratyaksa, 2) anumana, 3) upamana, 4) sabda (testimony), dan 5) arthapatti

(postulation). Nomor satu sampai dengan empat sama dengan yang terdapat

didalam fisafat Nyaya didepan tetapi yang kelima yaitu arthapatti adalah

pengetahuan yang didapat dengan menyatakan sesuatu perbandingan.

Contoh: seseorang yang pergi ke hutan lalu melihat “serigala” dan membuktikan

sendiri bahwa serigala seperti anjing. Kemudian orang itu lalu melihat anjing lalu

berkata “serigala” yang saya lihat dahulu seperti anjing ini.

Jalan lainnya didapat dan dikemukakan oleh Kumarila Bhatta terjadi dari

enam pokok, diantaranya lima sama dengan yang tersebut diatas ditambah dengan

yang keenam yaitu anupalabdhi (non cognition), yaitu tak dapat diamati karena

bedanya memang tidak ada. Umpama: di kamar ini tidak ada kipas, ketiadaan

benda yang bernama kipas di kamar itu tidak bisa diamati, inilah yang disebut

anupalabdhi.

34

Page 35: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Fisafat Wedanta

Kata Wedanta berarti akhir daripada Weda. Mula – mula kata Wedanta ini

dimaksudkan upanishad karena upanishad dianggap akhir daripada Weda. Tetapi

kemudian yang dimaksud dengan Wedanta adalah filsafat yang berdasar pada

upanishad. Di dalam sementara upanishad dikatakan bahwa dunia ini diciptakan

oleh Brahman dan dari Brahman. Tetapi dalam upanishad lainnya dunia ini

dinyatakan tiada lain kepalsuan belaka. Perbedaan pendapat ini tentu saja

menimbulkan suatu teka- teki apakah dunia ini benar – benar diciptakan oleh

Tuhan, kalau Tuhan itu benar – benar ada berarti dunia ini pun benar – benar ada,

ataukah dunia ini sesungguhnya tidak ada. Semua pendapat ini dikumpulkan dan

disusun secara sistematis oleh Badarayana dalam bukunya Brahma Sutra. Kitab

ini berusaha menganalisis tentang adanya Brahman dan ditulis dengan bentuk

sutra (kalimat – kalimat pendek) hingga masih memerlukan komentar – komentar

untuk mengartikannya. Dengan sendirinya komentar yang satu tidak sama dengan

komentar yang lain bahkan kadang – kadang bertentangan. Kemudian timbullah

beberapa aliran filsafat Wedanta di antaranya:

1) Adwaita Wedanta: yaitu monisme yang dipelopori oleh Sankara.

2) Wasistha Wedanta: disponsori oleh Ramanuja.

Adwaita Wedanta oleh Sankara

Sankara ragu – ragu akan pernyataan dari upanishad yang menyatakan dunia

ini diciptakan oleh Brahman, akan tetapi tidak percaya akan keanekaragaman di

dunia ini sebagai yang dianjurkan oleh Ramanuja. Kalau dunia ini ada dengan

nyata maka tak mungkin keanekaragaman itu tak ada. Dengan pemikiran ini ia

berusaha menemukan pendapat – pendapat yang bertentangan itu dengan

berdasarkan pada upacara – upacara dalam Sweta Upanishad yang menyatakan

bahwa prakreti daripada dunia ini terletak pada kekuatan maya dari Tuhan. Maya

pada Tuhan tak akan dapat dipisahkan dengan Tuhan sebagaimana halnya tenaga

35

Page 36: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

membakarnya api tak dapat dipisahkan dari api itu sendiri. Semua

keanekaragaman di dunia ini dianggap benar ada oleh orang yang bodoh, tetapi

orang yang benar – benar bijaksana yang dapat melihat yang ada di balik ini

semua hanya melihat adanya Brahman. Dengan demikian Brahman dengan

mayanya memperlihatkan segala yang kita lihat ini sesungguhnya mengelabuhi

pengetahuan kita tentang yang sebenarnya tentang Brahman. Pengaruh maya

terhadapa manusia itu ada dua:

1) Membuat kita tertipu mengenai dunia yang kita lihat.

2) Tertipu apa sebenarnya Tuhan itu.

Oleh karena itu pengaruh maya juga disebut awidya.

Pandangan Sankara terhadap penciptaan dunia

Menurut Upanishad bahwa isi dunia ini adalah merupakan evolusi dari

Brahma karena kekuatan maya. Evolusi itu jalannya demikian, dari Brahman

timbul panca tan matra sebagai asal benih alam. Terjadinya suatu benda,

misalnya, akasa adalah merupakan gabungan dari lima unsur panca tan matra tadi.

Misalnya: ½ akasa, 1/8 air, 1/8 api, 1/8 tanah, 1/8 angin.

Sankara setuju dengan evolusi ini tetapi tetap pada jalur teori wiwarta, yaitu teori

perubahan yang berdasar pada pandangan seperti melihat ular seperti tali atau

melihat tali seperti ular. Sedangkan sesungguhnya tali tidak berubah menjadi ular,

ular tidak berubah menjadi tali. Sankara mengajukan argumen, jika Tuhan

menciptakan dunia ini dan menciptakan segalanya dari benda lain tentu harus

diakui bahwa ada sesuatu di samping Tuhan itu sendiri, hingga ciri Tuhan tak

terbatas tidaklah benar. Dan jika Tuhan menciptakan dunia memakai benda lain

yang ada di dalamnya tentu Tuhan itu terbagi – bagi dan karena terbagi – bagi

tentu menandakan ketidakabadiannya, jikalau sesuatu atau bahan tidak dapat

merupakan bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan sendiri manjadi dunia ini. Dengan

alasan ini sankara tidak setuju bahwa Tuhan menciptakan dunia ini, tetapi

menyatakan diproyeksikan pada Tuhan (Wiwarta Wada). Seolah – olah dunia ini

36

Page 37: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

hanyalah bayangan Tuhan, Tuhan ada dunia ini ada, Tuhan tidak ada dunia ini

tidak ada.

Wasista adwaita

Wasista adwaita dipelopori oleh Ramanuja yang mengikuti teori upanishad

bahwa Tuhan menciptakan dunia ini karena Ia mau menciptakannya. Di dalam

Brahman terdapat dua macam yaitu:

1) Acit ialah bahan yang mati, tidak sadar

2) Cit spirit yang selalu sadar

Acit adalah sumber dari segala benda yang ada di dunia dan oleh karena itu

dinamai mula prakreti. Dan prakreti acit ini tidak diciptakan oleh Tuhan oleh

karena itu tidak bisa mati. Ramanuja menganggap bahwa prakreti adalah juga

bagian dari Tuhan sebagaimana jiwa mengontrol badan ini. Ketika Pralaya (pada

saat belum ada apa – apa) prakreti ini sudah ada pada Tuhan, tetapi tak bisa

dibedakan dengannya, dan kemudian Tuhan menciptakan dunia ini dari prakreti

itu. Karena kemauan Tuhan prakreti yang tidak terpisahkan itu mula – mula

menjadi api, air, tanah yang masing – masing membawa gunanya yaitu satwam

rajas dan tamas. Kemudian ketiga elemen ini bercampur satu dengan lainnya

sesuai dengan kualitasnya, sehingga menimbulkan segala yang ada di dunia

ini.Ramanuja juga menegaskan bahwa penciptaan ini memang benar ada sebagai

kebenaran adanya Tuhan. Upanishad menegaskan bahwa benda – benda di dunia

ini hanya satu, menurut Ramanuja yang dimaksud ialah memang benda itu

banyak, tetapi di masing – masing benda itu ada satu yang sama ialah Brahman,

sebagai halnya berbagai perhiasan ada satu yang tetap sama yaitu emasnya. Maya

menurut Ramanuja ialah kekuatan Tuhan yang maha besar sebagai alat untuk

menciptakan dunia ini. Dan maya dengan Tuhan ini bukanlah dua hal yang

berbeda karena ditegaskan di samping Tuhan tidak ada hal apa – apa lagi. Tetapi

di dalamnya terdapatlah apa yang kita dapati di dunia ini. Jadi di dalam Brahman

37

Page 38: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

yang absolut tunggal ini ada terdapat banyak hal. Oleh karena itulah filsafat

Ramanuja ini dinamai qualivaid monisme. Jadi monisme yang mempunyai bagian

– bagian di dalamnya baik Acit ataupun Cit dan bukan dinamai absolut monisme

(tak ada apa – apa, nirguna Brahman). Di dalam filsafat Wedanta ada tiga macam

perbedaan:

1) Wijatiya bheda: perbedaan di luar warga, seperti perbedaan anjing dengan

kuda.

2) Satya bheda: perbedaan dalam satu warga, seperti perbedaan sapi betina

dengan sapi jantan.

3) Swajatiya bheda: perbedaan antara bagian dari satu benda seperti beda kaki

dengan ekor.

Perbedeaan antara Tuhan dengan Cit dan Acit tadi menurut Ramanuja

bukanlah perbedaan wijatiya atau satyabedha karena selain Tuhan tak ada apa –

apa lagi. Perbedaan itu adalah Swajatiya bheda. Di samping itu Ramanuja percaya

bahwa Tuhan mempunyai segala sifat yang bagus atau Saguna Brahman. Cit dan

Acit itu tetap abadi sedangkan Cit dan Acit itu mempunyai tiga kualitas yaitu:

1) Berubah,

2) Tumbuh, dan

3) Mati.

Di saat pralaya dimana benda – benda yang kelihatan ini sirna Brahman

tinggal bersama Cit dan Acit. Keadaan Brahman dalam hal demikian dinamai

Karana Brahman, Tuhan dalam bentuk penyebab, dan dalam hal penciptaan

dinamai Karya Brahman. Jadi konsep Ramanuja tentang Tuhan adalah Theisme

yang berarti Tuhan ada di dunia ini merupakan sesuatu yang mempunyai kemauan

dan yang merupakan sasaran dari tujuan Sembahyang dan dengan menyembah

Tuhanlah kita akan bisa melepaskan diri dari ikatan dunia.

Jiwa dan Moksa

38

Page 39: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Upanishad mengajarkan bahwa Tuhan dan Jiwa itu sama, yang oleh

Ramanuja diartikan bukanlah persamaan yang absolut. Karena ia yakin bahwa

mustahil manusia yang punya kemauan terbatas ini bisa disamakan dengan Tuhan

yang abadi bahkan tanpa batas, jadi yang dimaksud adalah persamaan hakikat

Brahman dengan jiwa (atman). Menurut Ramanuja manusia itu mempunyai:

badan dan jiwa.

Badan ini terdiri dari benda – benda yang merupakan bagian dari Tuhan

hanya tidak kekal, sedang jiwa itu adalah bagian dari Tuhan jadi kekal. Moksa

dapat dicapai dengan jalan kerja dan laksana dan pengetahuan. Yang dimaksud

dengan kerja adalah pelaksanaan semua upacara menurut warna asrama tetapi

pelaksanaan ini hendaknya tanpa pamrih apapun juga. Dengam moksa tidak

berarti jiwa berubah menjadi Brahman, melainkan hanya bersatu dengan-Nya.

39

Page 40: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

NASTIKA

4.2.1. Uraian dan Contoh

Kelompok filsafat yang tergolong dalam nastika adalah kelompok filsafat

yang tidak mengakui kesucian Weda. Kelompok ini terdiri dari filsafat Buddha,

Jaina dan Carvaka.

Filsafat Buddha

Pelopor filsafat Buddha adalah Siddharta dari keluarga Gautama, sehingga

biasa juga disebut Siddharta Gautama, putra dari Raja Suddhana dari kerajaan

Kapilavastu. Ibunya bernama Maya, pada usia 29 tahun tatkala anak yang pertama

lahir Siddharta meninggalkan istananya untuk masuk hutan menjadi pertapa.

Pertapa Siddharta pada usia 35 tahun memperoleh kesadaran Agung, ia mencapai

tingkat Buddha, seorang yang telah mendapat penerangan sejati. Sejak saat itu ia

disebut sang Buddha dan mengajarkan ajarannya secara berkeliling dari satu

tempat ke tempat lain. Dalam usia 80 tahun meninggal di kota Kusinara (Utar

Pradesh). Dari rangkaian khotbah – khotbahnya di berbagai tempat dihimpun satu

ajaran yang sekarang di kenal sebagai agama Buddha. Pokok – pokok ajaran

Buddha adalah sebagai berikut:

Empat kesunyian mulia (Chattari Ariya Saccani)

1) Dukkha = penderitaan, ketidakkekalan.

2) Dukkha Samudaya = sumber dari dukkha.

3) Dukkha Nirodha = terhentinya dukkha.

40

Page 41: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

4) Magga = jalan menuju terhentinya dukkha.

1) Dukkha (Dukkha – Ariya Sacca)

Hidup manusia pada dasarnya adalah dukkha (penderitaan) yaitu keseluruhan

dari semua kegembiraan, kebahagiaan dan penderitaan yang sifatnya tidak

kekal.

a. Dukkha sebagai derita biasa yaitu semua macam derita dalam kehidupan

seperti: dilahirkan, usia tua, sakit mati, bekerja sama dengan orang yang

tidak disukai, dipisahkan dari orang yang dicintai, tidak mendapat sesuatu

yang dikehendaki, kesedihan, keluh kesah dan lain – lain.

b. Dukkha sebagai akibat dari perubahan (Wiparinama dukkha). Rasa

bahagia dalam kehidupan bersifat tidak kekal. Cepat atau lambat

kebahagiaan dapat berubah dan perubahan ini menimbulkan kesedihan,

derita dan ketidakbahagiaan. Semua ini tergolong duka akibat perubahan.

c. Dukkah sebagai keadaan yang saling bergantungan (sankhara – dukkha).

Pikiran atau keinginan selalu mempunyai rasa keterikatan pada sesuatu

yang merupakan sebab dan membawa akibat, keterikatan ini juga

menimbulkan dukkha.

2) Dukkha Samudaya (sumber dari dukkha).

Kesunyatan kedua adalah sumber dari dukkha (dukkha samudaya ariya

saceani). Tanha (kehausan) adalah sumber dari dukkha, yang menghasilkan

kelangsungan kembali dan kelahiran kembali (ponobhavika) dan yang terikat

oleh hawa nafsu (nandi raga sohagata) yang disana sini memperoleh

kenikmatan baru yaitu:

a. Kehausan akan kenikmatan hawa nafsu (kama – tanha).

b. Kehausan akan kelangsungan dan kelahiran (bhawa – tanha).

c. Kehausan akan tidak kelangsungan (wibhawa tanha).

41

Page 42: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Kehausan ini keinginan dan keserakahan memperlihatkan diri dalam

berbagai cara dan bentuk merupakan sumber dari beraneka ragam

penderitaan dalam hidup tiap – tiap makhluk.

3) Dukkha Nirodha.

Kesunyatan mulia ketiga adalah tentang pembebasan diri dari pada derita

atau terhentinya dukkha. Untuk menghilangkan dukkha secara total harus

dihilangkan akar dari dukkha yaitu tanha (kehausan, keinginan, hawa nafsu).

Hilangnya penderitaan berarti Nirwana. Nirwana dikenal juga dengan istilah

tanha khaya. Atau juga dikatakan padamnya hawa nafsu (raga khaya)

padamnya kebencian (dosa khaya) dan padamnya kebodohan (maha khaya).

4) Magga (marga).

Kesunyatan mulia keempat ialah jalan yang menuju kepenghentian dukkha.

Dikenal dengan jalan tengah, oleh karena ia menghindari dua hal yang

ekstrim. Hal yang ekstrim pertama ialah mencari kebahagiaan dengan

menuruti nafsu – nafsu indrya, dan ekstrim kedua ialah mencari kebahagiaan

dengan menyiksa diri dalam berbagai cara yang menyakiti. Buddha sendiri

melalui pengalaman – pengalamannya telah menemukan jalan tengah itu

yang menghasilkan pandangan dan pengetahuan yang membawa kepada

ketenangan, pengertian benar dan kesadaran agung. Jalan tengah ini disebut

juga: delapan jalan utama (griya asthangika marga) karena dapat dibagi

dalam delapan bagian yaitu:

a. Samma Ditthi = pengertian benar

b. Samma Sankappa = berpikir yang benar

c. Samma Waca = berkata yang benar

d. Samma Kammanta = berbuat yang benar

e. Samma Ajiwa = mata pencaharian yang benar

42

Page 43: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

f. Samma Wayama = daya upaya yang benar

g. Samma Sati = berperhatian yang benar

h. Samma Samdhi = memusatkan pikiran yang benar

Pandangan Buddha Terhadap Manusia

Manusia adalah gabungan nama (bathin) dan rupa (lahir). Nama dan rupa

terdiri atas lima kelompok kegemaran (Pancakhanda):

1) Rupa khanda = kegemaran akan bentuk.

2) Wedana khanda = kegemaran akan perasaan.

3) Sanna khanda = kegemaran akan pencerapan.

4) Sankara khanda = kegemaran akan bentuk – bentuk pikiran.

5) Winanna khanda = kegemaran akan kesadaran.

Gabungan dari lima kelompok kegemaran (panca khanda) selalu berubah –

ubah, tidak kekal, dan tidak bisa sama keadaannya walaupun untuk sekejap saja.

Oleh karena itu manusia adalah tidak kekal, karena roh sendiri adalah tidak kekal

(anatha). Dalam filsafat Budha tidak dibahas tentang Tuhan.

Filsafat Jaina

Aliran ini mempunyai Nabi yang terakhir bernama Mahavira yang hidup

abad-6 sebelum Masehi yaitu sezaman dengan Sidharta Gautama. Mabi I bernama

Babhadewa dan disamping kedua Nabi ini ada guru – guru lain yang berjumlah 22

yang hidup pada zaman prehistory. Arti kata “Jaina” ialah “yang menang” dan

nama guru yang terakhir ialah Mahavira sedangkan nama aslinya Vardhaman.

Mereka tidak percaya akan adanya Tuhan mendewa – dewakan guru – gurunya

sebagai jiwa yang dahulunya terikat dengan usahanya sendiri, kini menjadi bebas.

43

Page 44: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Walaupun mereka itu Atheis mereka adalah optimis juga karena mereka

mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, bahwa akhirnya mereka bisa sama

dengan guru – gurunya itu bukan hanya merupakan spekulasi tetapi merupakan

harapan yang pasti akan tercapai.

Jaina terjadi dari dua golongan yaitu: pertama Digambara dan kedua

Swethambara. Golongan Digambara sangat fanatik dan mengajarkan bahwa

manusia itu tidak boleh mempunyai apapun juga sehingga golongan ini telanjang

bulat (dig = langit: ambara = udara; pikiran berpakaian udara). Pengikut

Swetambara berpakaian putih – putih, tidaklah begitu fanatik dan mengakui akan

kelemahan – kelemahan manusia. Digambara melarang wanita – wanita mengikuti

sektenya karena mereka percaya bahwa wanita itu tidak bisa dibebaskan sebelum

ia lahir lagi menjadi laki – laki, Swetambara tak setuju dengan teori ini. Yang

menjadi pokok pegangan bagi aliran ini ialah “ahimsa” sehingga bila mereka itu

berjalan atau berbuat apa saja, mereka membersihkan terlebih dahulu tempat –

tempat itu dengan sapu, sehingga jangan sampai mereka membunuh serangga atau

lain – lainnya yang mereka tak sengaja perbuat. Tanda – tanda lain dari kaum

Jaina ini ialah bahwa mulutnya ditutup dengan kain putih dan membawa sapu.

Dalam lapangan filsafat, cara berpikir orang Jaina ini dinamai Syadwada yaitu

bahwa semua itu adalah mungkin, dengan kepercayaannya bahwa apa yang nyata

di dunia ini bisa ditelaah dari bermacam – macam sudut dengan membawa

kebenarannya masing – masing. (Syat = artinya benar). Umpama: ada seekor

gajah, gajah itu jika dilihat hanya kakinya ialah sama dengan “pilar”, maka orang

yang hanya melihat kaki gajah itu mengatakan bahwa gajah itu ialah pilar; hal itu

benar. Jika dilihat dari sudut telinganya, gajah itu seperti kipas, itu pun betul;

semuanya betul dari sudutnya masing – masing. Contoh ini untuk membedakan

Syadwada dengan seepticisme yang ada pada filsafat barat yang menganggap

bahwa tak ada sesuatu yang benar. Berhubung dengan Syadwada ini mereka

mempunyai 7 prinsip dalam cara mereka berpikir:

1) Syatesti: Umpama dalam beberapa hal periuk ada di luar rumah.

2) Syatnasti: Dalam beberapa hal periuk tidak ada di luar kamar.

44

Page 45: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

3) Syatesti canas ti ca: Periuk dalam beberapa hal ada di luar dan di dalam

beberapa hal tidak ada di luar.

4) Syatawaktawyam: Dalam beberapa hal periuk itu tak bisa digambar

5) Syatasti avaktavyam ca: Dalam beberapa hal ada di luar kamar dan beberapa

hal tak bisa digambar.

6) Syatnasti ca avaktavyam ca: Dalam beberap hal periuk tidak ada di luar dan

tidak bisa digambar.

7) Syatesti ca nasti ca avaktavyam ca : Dalam beberapa hal periuk itu ada di

luar dan dalam beberapa hal ada di dalam serta tidak bisa digambar.

Ajaran Syadvada ini dibandingkan dengan filsafat Barat yaitu

“Pragmatisme”. Umpama: Shiller menganggap bahwa tanggapan itu tak benar,

pun benar (tidak benar) tanpa hubungannya yang tertentu dan maksudnya yang

tertentu pula. Selanjutnya dia mengatakan bahwa kebenaran yang sudah lumrah

umpamanya segi empat itu bukan lingkaran, atau 2 x 2 = 4. Ini benar dalam hal

dan hubungannya dengan sesuatu tertentu. Memang ada persamaan antara Jaina

dan Pragmatisme ala Shiller ini. Tetapi bedanya Jaina adalah realis, sedangkan

Pragmatis adalah idealis. Karena Jaina menganggap bahwa tanggapan yang

berbeda – beda terhadap sesuatu hal, dilihat dari keadaan sebenarnya daripada

benda itu, sedangkan shiller membeda – bedakan tanggapannya berdasarkan

pemikiran yang subjektif tentang benda itu.

Kesimpulannya ialah bahwa:

Jaina = pragmatis realitas.

Shiller = pragmatis idealitas.

Yang terpenting dalam ajaran Jaina ialah Ethica-nya sedangkan yang lain

– lainnya adalah sebagai jalan, untuk melakukan perbuatan – perbuatan yang baik

dan benar yang merupakan juga jalan untuk mencapai “moksha”. Moksha dalam

filsafat India (Hindu) ialah penuntutan dari seseorang untuk tidak lahir kembali ke

dunia, karena lahir ke dunia adalah menderita. Menurut Jaina, yang lahir serta

45

Page 46: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

menderita ialah “Jiwa yang sebenarnya Jiwa ini adalah maha sempurna, maha

tahu, suksma dan sempurna. Karena “kelahiran” maka jiwa itu dengan sendirinya

mengadakan hubungan dengan kebendaan yang selanjutnya melakukan “karma”

sehingga semua ini menyebabkan jiwa yang maha sempurna itu diselubunginya

sebagaimana halnya matahari diselubungi oleh mendung. Diselubunginya jiwa itu

oleh benda karena ditarik oleh nafsu, keinginan dan keinginan ini ditentukan oleh

karma dari orang tua yang kita warisi. Lahirnya manusia ke dunia ini pada

keluarga tertentu, sifat tertentu dan keadaan badan tertentu, semuanya disebabkan

oleh karma yang kita warisi.

Jaina mengakui adanya banyak karma umpamanya:

Bhuta Karma: karma yang menentukan di keluarga mana kita dilahirkan. Ayu

Karma: karma yang menentukan panjang/ pendek umur seseorang. Ada pula

karma yang meliputi pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang disebut Jnana

Warania Karma. Darsana Warania Karma adalah karma yang meliputi

kepercayaan seseorang. Warania berasal dari urut kata (wr) artinya yang meliputi.

Wara artinya memiliki, dan warna = kasta pilihan. Nafsu yang menyebabkan

terikatnya jiwa pada keduniawian ialah: kroda (kemarahan); moha

(kesombongan); maya (kepalsuan); dan lobha (tamak atau serakah). Menurut

Jaina kita bisa mencapai moksha setelah kita bisa memutuskan diri dari nafsu –

nafsu keduniawian yang ditimbulkan oleh kebodohan, baik tentang sesuatu yang

bersifat harta benda maupun yang lain – lainnya. Kebodohan ini bisa dihapuskan

dengan pengetahuan yang sejati dan menurut Jaina pengetahuan itu dapat diterima

dari ajaran – ajaran dari tirthankara (guru – guru yang sudah mencapai moksha).

Tetapi untuk meresapkan ajaran – ajaran ini haruslah kita mencapai serta

mempunyai kepercayaan akan kebenaran ajaran – ajaran itu. Selanjutnya

pengetahuan itu tidak akan ada gunanya jika salah pelaksanaannya dan oleh

karena itu kita harus mempunyai laksana yang baik dan benar. Dan kepercayaan

yang baik itu akan timbul karena kita sudah tahu apa yang kita percayai (bukan

sembarang percaya saja).

Dalam perbuatan harus melakukan Panca Maha Vrata (5 janji besar) yaitu:

46

Page 47: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

a. 1) ahimsa, 2) satya, 3) asteya, 4) brahmacari, dan 5) aparigraha (tidak

menuruti kemauan, 5) indrianya.

b. Dalam berbicara hendaklah diusahakan, jangan sampai menyakiti hati orang,

baik sengaja maupun tidak.

c. Dalam perbuatan haruslah ditunjukkan rasa kasih sayang kepada sesama

makhluk.

d. Melakukan pengekangan dalam pikiran, berbicara dan gerak.

e. Meditasi. Jaina sebagaimana juga Buddha mengajarkan orang ber-Meditasi

untuk mendapatkan pengalaman – pengalaman sendiri dalam hal kebatinan.

Jaina mengajarkan suatu agama yang tidak percaya akan Tuhan (Atheis).

Adapun dasar – dasar dari keatheisan Jaina ialah bahwa ia tidak percaya

dunia ini ciptaan dari Tuhan, karena untuk menciptakan sesuatu Tuhan harus

mempunyai alat beserta bahan ciptaannya. Tetapi kita belum pernah melihat

Tuhan mempergunakan alatnya dan bahannya menciptakan dunia. Jaina juga tidak

percaya jika kita berikan atributes bahwa Tuhan itu maha sempurna. Jika

demikian tentu yang dihasilkan dunia ini adalah buatan Tuhan; tetapi nyatanya

tidak. Periuk umpamanya, dihasilkan oleh tukang periuk, sedangkan sakit bukan

buatan Tuhan tetapi disebabkan karena penyakit. Karenanya kita harus percaya

pada orang yang terlepas dari hukum karma.

Filsafat Aliran Carwaka

Fisafat India aliran Carwaka ini digolongkan dalam aliran materialisme,

karena mereka ini menganggap bahwa hanya apa yang bisa dilihat hanya itulah

merupakan sumber pengetahuan yang paling dapat dipercaya. Mereka menyatakan

bahwa semua apa yang tidak bisa dilihat atau apa yang di dapat hanya dengan

mendengar/ perbandingan saja adalah sumber pengetahuan yang sering

menyesatkan. Oleh karena itu tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Mereka hanya

47

Page 48: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

percaya kepada apa yang dilihat pada waktu dan tempat itu juga. Menurutnya

pendapatnya, material yang dilihat itu terdiri dari Catur Maha Bhuta (4 unsur

alam) yaitu: hawa, api, air, tanah. Aliran filsafat lain menganggap dunia ini terjadi

dari Panca Maha Bhuta yaitu: hawa, api, air, tanah dan ether. Tetapi karena

Carwaka tidak percaya akan apa yang tidak dilihat dan dirasa sendiri dan ternyata

bahwa ether itu tidak bisa dillihat dan dirasakan maka mereka meniadakan unsur

ether itu. Dengan pemikiran demikian sudah sewajarnya mereka tidak percaya

akan adanya roh/ jiwa, karena mereka tak melihat dan merasakan adanya roh/

jiwa. Jika seseorang menyatakan “saya gemuk” atau “saya berani” semuanya ini

bertalian dengan badan yang terbuat dan terjadi dari material. Ketika ada

pertanyaan mungkinkah kumpulan dari benda – benda materi itu menjelmakan

sesuatu yang hidup? Mereka menjawab bahwa itu mungkin. Buktinya: kalau kita

makan sirih, kapur, gambir, pinang semuanya dipersatukan (dikunyah) maka akan

menimbulkan warna merah, sedangkan sebelumnya tidaklah demikian.

Berhubung adanya kemungkinan demikian, bukanlah sesuatu kemustahilan jika

persenyawaan diantara benda – benda mati memungkinkan akan menimbulkan

sesuatu benda hidup. Karena ketidakpercayaan mereka akan adanya roh/ jiwa

maka sudah sewajarnya mereka tidak percaya akan adanya kehidupan di dunia

baka. Dan oleh karena itu pula mereka tidak berusaha untuk hidup secara baik,

bertuha dan bermoral tinggi, karena mereka tidak percaya akan adanya phala

(hukuman) setelah mereka mati.

Etika orang Carwaka

Beberapa aliran filsafat India umpama Mimamsa, percaya bahwa tujuan

tertinggi dari manusia adalah mencapai sorga yaitu tempat yang serba sukha yang

bisa dicapai dengan Upacara menurut ajaran Weda. Tetapi orang Carwaka

menolak teori ini karena Mimamsa itu tidak bisa membuktikan adanya hidup

sesudah mati. Surga dan Neraka itu hanyalah buatan para Pendeta untuk memaksa

agar rakyat melakukan upacara – upacara. Pendapat Mimamsa itu tidak diakui

48

Page 49: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

kebenarannya oleh aliran – aliran filsafat lainnya; karena mereka percaya bahwa

tujuan hidup tertinggi adalah Moksa yaitu mendapat tempat dimana semua

penderitaan – penderitaan menjadi sirna (hilang). Tetapi golongan Carwaka

menentang pendapat ini; karena Moksa berarti terlepasnya jiwa dari belenggu

lingkaran lahir mati (incarnasi). Sedangkan Carwaka tidak percaya akan adanya

jiwa itu sendiri. Sehingga tidak percaya juga akan adanya Moksa. Surga dan

Neraka itu dicapai semasa hidup sekarang ini. Orang – orang Carwaka itu percaya

bahwa badan manusia itu sudah terikat oleh perasaan senang ataupun sedih, tidak

bisa dilepaskan tidak bisa dilepaskan lagi yang mengakibatkan bertemunya

dengan Surga atau Neraka. Yang dapat diusahakan oleh manusia yaitu

mempersedikit perasaan sedih/ sakit, karena menghabiskan sama sekali sedih/

sakit sama dengan kematian. Mereka yang mengatakan bahwa Moksa itu bisa

dicapai semasih hidup dengan jalan mematikan (menghabiskan) perasaan senang

itu adalah manusia tolol. Carwaka percaya bahwa sedih dan senang itu tiada dapat

dipisahkan. Tetapi adalah ketololan belaka bila kita membuang semua itu karena

takut akan kesedihan. Mereka percaya bahwa hidup mereka adalah untuk hari ini

belaka. Maka dengan demikian mereka mencemoohkan orang yang mau dengan

harapan untuk mendapatkan kebahagiaan untuk hari depan. Mereka menyatakan

lebih baik menjadi burung kecil sekarang daripada menjadi burung merak besok

(itupun kalau ada penjelmaan hari esok). Menurut tanggapan Carwaka, tujuan

hidup utama/ tujuan tertinggi dari hidup kita ini ialah: Kesenangan.

Oleh karena itu, pendapat Carwaka ini di dunia barat dinamai Hedonisme

(teori bahwa kesenangan adalah tujuan hidup tertinggi). Hal ini dengan sendirinya

bertentangan dengan ideal hidup filsafat lainnya di India, yang percaya bahwa

tujuan hidup manusia ada 4 macam:

1) Artha (membutuhkan harta kekayaan).

2) Kama (memenuhi keinginan – keinginan).

3) Dharma (melakukan tugas kebajikan).

4) Moksha (mencapai kebahagiaan yang kekal).

49

Page 50: Materi Kuliah Agama Hindu (2)

Menurut ini tujuan hidup kaum Carwaka hanyalah Kama belaka

sedangkan artha hanya merupakan suatu alat untuk kama atau kekayaan hanyalah

alat untuk mencapai kesenangan. Golongan kaum Carwaka ini ada dua yaitu:

1) Durta artinya licik/ tak terpelajar.

2) Suchiksita artinya terpelajar.

Di dalam filsafat barat yang pertama dinamai Crude Hedonist dan yang

kedua dinamai Cultured Hedonist. Kedua – duanya menganggap bahwa

kesenangan memang menjadi tujuan hidup, tetapi pengikut – pengikut Suchiksita,

Carwaka mencapai kesenangan itu dengan mempelajari kesenian – kesenian dan

lain – lain sebagainya yang 64 macam cabangnya, salah seorang pengikut

Suchiksita Carwaka ini ialah Vatsyayana yang mengarang “Kama Sutra”, yaitu

ilmu percintaan, yang mengajarkan di samping rasa dan tingkah laku cinta juga

filsafat cinta.

Berbeda dengan Dhurta Carwaka yang menganggap bahwa Artha dan

Dharma itu semata – mata untuk Kama. Vatsyayana mengajarkan bahwa ketiga

tiganya itu harus berkembang dengan harmonis. Ia mengganggap bahwa

kesenangan manusia tanpa seni adalah kesenangan ala binatang. Vatsyayana

hidup dalam abad – 1 Masehi dan “Kama Sutra” – nya ialah kumpulan dari buku

– buku dan tulisan – tulisan dari masa sebelumnya.

50