mata visus turun
-
Upload
happy-fams -
Category
Documents
-
view
43 -
download
0
description
Transcript of mata visus turun
BAB I
STATUS PASIEN MATA
I.IDENTITAS
Nama Lengkap : Tn. Ismail
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jakarta Timur
Datang ke poli mata : 10 februari 2011
II.ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kedua mata merah sejak 2 hari sebelum kepoli mata
Keluhan Tambahan : Berair, perasaan seperti berpasir, sakit, silau, belek,
nyeri di depan telinga kiri
RPS : Pasien datang ke poli mata dengan keluhan kedua
mata merah sejak 2 hari sebelum kepoli mata. Selain
itu disertai dengan berair, perasaan seperti berpasir,
silau, keluar belek, dan nyeri pada depan telinga.
Pasien merasa keluhan semakin berat, dan pasien
sering mengucek matanya. Pasien menyangkal adanya
penurunan penglihatan. Pasien tidak menggunakan
kaca mata sebelumnya.
RPD : Pasien belum pernah sakit mata sebelumnya
Riwayat Lingkungan : sebelumnya anak pasien terkena sakit mata Kira-kira
1 minggu yang lalu, namun sudah berobat dan sembuh
Riwayat Pengobatan : Pasien menetesi matanya dengan Cendo Citrol sejak
matanya mulai merah, namun tidak dirasakan adanya
perubahan.
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Tanda vital
- Keadaan umum : sakit ringan
- Kesadaran : composmentis
- Tekanan darah : 120/ 80 mmHg
- Nadi : 88 kali/ menit
- Pernapasan : 20 kali/ menit
- Suhu : afebris
Status generalis
- Kepala : normocephal,
- Leher : pembesaran kelenjar (-)
- Dada : dalam batas normal
- Perut : dalam batas normal
- Ekstremitas : dalam batas normal
2. Pemeriksaan Fisik Mata
PEMERIKSAAN VISUS
OD : 6/6
OS : 6/6
OD OS
Orthoforia Kedudukan Bola
Mata
Orthoforia
Baik kesegala arah Pergerakan Bola Mata Baik ke segala arah
Udem ( + )
hiperemis (-)
Palpebra Superior Udem ( + ),
hiperemis (-)
Udem (-),
hiperemis (-)
Palpebra Inferior Udem (-),
hiperemis (-)
Hiperemis (+) papil (-),
folikel (-)
Konjungtiva Tarsalis
Superior
Hiperemis (+), papil (-),
folikel (-)
Injeksi siliar (-), injeksi
konjungtiva (+), kemosis (+)
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-), injeksi
konjungtiva (+), kemosis
(+)
Hiperemis (+),
papil(-), folikel (-)
Konjungtiva Tarsalis
Inferior
Hiperemis (+),
Papil(-), folikel(-)
Jernih, ulkus (-) Kornea Jernih, ulkus (-)
Sedang COA Sedang
Bulat isokor, reflex (+) Pupil Bulat isokor, reflex (+)
Jernih Lensa Jernih
Tidak dapat di evaluasi Vitreous Humor Tidak dapat di evaluasi
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
IV.RESUME
Seorang pria berusia 33 tahun, datang ke poli mata dengan keluhan kedua mata merah
sejak 2 hari sebelum kepoli mata yang disertai dengan berair, perasaan seperti berpasir, silau,
keluar belek, dan nyeri pada depan telinga. Pasien sering mengucek matanya. Pasien
menyangkal adanya penurunan penglihatan. Pasien tidak menggunakan kaca mata
sebelumnya. Pasien belum pernah sakit mata sebelumnya. Dilingkungan tempat tinggal, anak
pasien mengeluhkan hal yang sama 1 minggu yang lalu. Pasien membeli obat Cendo Citrol
dan menetesi matanya sendiri namun tidak ada perubahan.
Pada pemeriksaan oftalmikus didapatkan :
Visus : OD : 6/6. dan OS : 6/6.
Palpebra ODS : edema palpebra (+)
Konjungtiva bulbi ODS : tampak injeksi konjungtiva, Konjungtiva tarsal superior
dan inferior tampak hiperemis, folikel (-), papil (-).
V. DIAGNOSA KERJA
Konjungtivitis akut ODS
VI.PENATALAKSANAAN
Terapi :
Antibiotik topikal
Steroid topikal
Roborontia
Edukasi : jangan mengucek mata dan kompres
BAB II
PENDAHULUAN
Konjungtiva (selaput lendir) adalah selaput tipis tembus cahaya yang membungkus
bagian putih (sclera) bola mata bagian depan dan kelopak mata bagian dalam. Bersifat elastis
dan menghasilkan lendir untuk turut membasahi bola mata bagian luar. Di dalam konjungtiva
terdapat pembuluh darah halus yang akan semakin jelas apabila di lihat dekat. Konjungtiva
mudah terpapar terhadap berbagai mikroorganisme dan substansi lain yang merusak.
Meskipun demikian, konjungtiva mempunyai system pertahanan sendiri berupa mekanisme
pembersihan oleh air mata yang mengandungg lisozim, betasim, Imunoglobin A, dan
imunoglobin G yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. 1,2,3,4
Saat konjugtiva mengalami iritasi atau terjadi peradangan maka pembuluh darah
tersebut akan membesar dan tampak menonjol sehingga mata berubah menjadi merah
kejadian inilah yang disebut konjugtivitis. Dalam bahasa sehari-hari disebut “belekan”.
Konjungtivitis adalah penyebab mata merah yang paling umum Penyebabnya adalah bakteri,
virus, jamur, parasit, zat toksik, alergi, dan trauma. 5,6
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2--75%. Data perkiraan jumlah
penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk per
tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit
mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi
(25,35%). 7,8,9.
Menurut jenisnya, terdapat 4 jenis konjungtivitis terbanyak, yaitu konjungtivitis
kataralis akut (29,74%), konjungtivitis folikularis (21,43%), konjungtivitis fliktenularis
(8,88%), dan konjungtivitis kataralis kronik (3,35%). Selebihnya (36,60%) adalah
konjungtivitis jenis lain yang didapatkan pada penderita dengan usia termuda 3 hari dan
tertua 75 tahun. 9,10,11,12.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian :
1. Konjungtiva tarsal, yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi, yang menutupi sklera
3. Konjungtiva fornix, adalah tempat peralihan konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi
Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar
dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata
mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi
sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata.
KET. GBR :
1. Forniks sup & inf
2. Konj.tarsal superior & inf erior
3. Kripte Henle
4. Kel. Krause
5. Kel. Wolfring
6. Kel lakrimal
7. Kel. Manz
8. Tarsus superior
II. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, biasanya terdiri dari hyperemia
konjungtiva disertai dengan pengeluaran secret.
Konjunctivitis dapat disebabkan bakteri, virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum
contagiosum.
VIRUS BAKTERI ALERGI
GATAL Minimal Minimal Berat
HIPEREMI Menyeluruh Menyeluruh Menyeluruh
LAKRIMASI + + + +
EKSUDAT
(SEKRET)
Minimal
(serous,
mukous)
Banyak (muko-
purulen/purulen)
Minimal
(benang)
ADENOPATI + Jarang -
SEL-SEL Monosit PMN Eosinofil
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva
bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari,
pseodoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane,
pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti ada benda asing, dan adenopati
preaurikular. Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel
pada konjungtiva.
Jenis Konjungtivitis dapat ditinjau dari penyebabnya dan dapat pula ditinjau dari
gambaran klinisnya yaitu :
1. Konjungtivitis Kataral
2. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
3. Konjuntivitis Membran
4. Konjungtivitis Folikular
5. Konjungtivitis Vernal
6. Konjungtivitis Flikten
Konjungtivitis Kataral
Etiologi
Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus, Pneumokok,
Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks.
Bisa juga disebabkan oleh virus, misalnya Morbili, atau bahan kimia seperti bahan
kimia basa (keratokonjungtivitis) atau bahan kimia yang lain dapat pula menyebabkan tanda-
tanda konjungtivitis kataral. Herpes Zoster Oftalmik dapat pula disertai konjungtivitis.
Gambaran Klinis
Injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva tarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone,
tanpa flikten, terdapat sekret baik serous, mukus, mukopurulen (tergantung penyebabnya).
Dapat disertai blefaritis atau obstruksi duktus lakrimal.
Pengobatan
Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila
penyebabnya karena inf. bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti : tetrasiklin,
kloromisetin, dan lain-lain. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaia sulfasetamid atau obat
anti-virus seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplek.
Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
Etiologi
Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama yang
berumur di bawah 2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan dua
kemungkinan penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria (gonokok atau meningokok) dan
golongan klamidia (klamidia okulogenital)
Gambaran Klinis
Gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis kataral.
Konjungtivitis Purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang disertai adanya
pseudomembran sebagai massa putih di konjungtiva tarsal.
Pengobatan
Pengobatan konjungtivitis purulen harus intensif.
Penderita harus dirawat diruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum
pengobatan.
Antibiotik lokal dan sistemik
AB sistemik pd dewasa :
Cefriaxone IM 1 g/hr selama 5 hr + irigasi saline atau Penisilin G 10 juta IU/IV/hr
selama 5 hr + irigasi
AB sistemik pd neonatus :
Cefotaxime 25 mg/kgBB tiap 8-12 jam selama 7 hr atau Penisilin G 100.000
IU/kgBB/hr dibagi dl 4 dosis selama 7 hr + irigasi saline
Konjungtivitis Membran
Etiologi
Konjungtivitis Membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptokok hemolitik dan
infeksi difteria. Konjungtivitis Pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang hiperakut, serta
infeksi pneumokok.
Gambaran Klinis
Penyakit ini ditandai dengan adanya membran/selaput berupa masa putih pada
konjungtiva tarsal dan kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa ini ada dua jenis,
yaitu membran dan pseudomembran.
Pengobatan
Tergantung pada penyebabnya.
Apabila penyebabnya infeksi Streptokok B hemolitik, diberikan antibiotik yang sensitif.
Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisillin tiap jam dan injeksi penisillin sesuai umur,
pada anak-anak diberikan penisillin dengan dosis 50.000 unit/KgBB, pada orang dewasa
diberi injeksi penisillin 2 hari masing-masing 1.2 juta unit. Untuk mencegah gangguan
jantung oleh toksin difteria, perlu diberikan antitoksin difteria 20.000 unit 2 hari berturut-
turut.
Konjungtivitis Folikular
Dikenal beberapa jenis konjungtivitis follikular, yaitu konjungtivitis viral,
konjungtivitis klamidia, konjungtivitis follikular toksik dan konjungtivitis follikular yang
tidak diketahui penyebabnya.
Jenis Konjungtivitis Follikular
1. Kerato-Konjungtivitis Epidemi
Etiologi
Infeksi Adenovirus type 8, masa inkubasi 5-10 hari
Gambaran Klinis
Dapat mengenai anak-anak dan dewasa
Gejala radang mata timbul akut dan selalu pada satu mata terlebih dahulu.
Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar dan nyeri tekan, kelopak mata membengkak,
konjungtiva tarsal hiperemi, konjungtiva bulbi kemosis. Terdapat pendarahan
subkonjungtiva. Pada akhir minggu pertama perjalanan penyakit, baru timbul gejala di
kornea. Pada kornea terdapat infiltrat bulat kecil, superfisial, subepitel.
Gejala-gejala subyektif berupa mata berair, silau dan seperti ada pasir. Gejala
radang akut mereda dalam tiga minggu, tetapi kelainan kornea dapat menetap
berminggu-minggu, berbulan-berbulan bahkan bertahun-tahun setelah sembuhnya
penyakit.
Pengobatan
Tidak terdapat pengobatan yang spesifik, dianjurkan pemberian obat lokal
sulfasetamid atau antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
2. Demam Faringo-Konjungtiva
Etiologi
Penyebab paling sering adalah adenovirus tipe 3
Gambaran Klinis
Lebih sering pada anak daripada orang dewasa.
Terdapat demam, disamping tanda-tanda konjungtivitis follikular akut dan faringitis
akut. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar. Lebih sering mengenai dua mata,
kelopak mata membengkak.
Dua minggu sesudah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea, yaitu terdapat
infiltrat bulat kecil superfisial. Faringitis timbul beberapa hari setelah timbulnya
konjungtivitis follikular akut.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik
3. Konjungtivitis Hemorraghik Akut
Etiologi
Penyebabnya adalah Entero-virus 70, masa inkubasinya 1-2 hari
Gambaran Klinis
Timbulnya akut, disertai gejala subjektif seperti ada pasir, berair dan diikuti
rasa gatal, biasanya dimulai pada satu mata dan untuk beberapa jam atau satu dua hari
kemudian diikuti peradangan akut mata yang lain.
Penyakit ini berlangsung 5-10 hari, terkadang sampai dua minggu.
Pengobatan
Tidak dikenal obat yang spesifik, tetapi dianjurkan pemberian tetes mata sulfasetamid
atau antibiotik.
4. Konjungtivitis New Castle
Etiologi
Virus New Castle, masa inkubasi 1-2 hari
Konjungtivitis ini biasanya mengenai orang-orang yang berhubungan dengan unggas,
penyakit ini jarang dijumpai.
Gambaran Klinis
Gambaran Klinik : kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan
hiperplasi, tampak folikel-folikel kecil yang terdapat lebih banyak pada konjungtiva
tarsal inferior. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan perdarahan dan pada
konjungtiviis ini biasanya disertai pembesaran kelenjar pre-aurikular, nyeri tekan.
Sering unilateral
Gejala subjektif : seperti perasaan ada benda asing, berair, silau dan rasa sakit.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder.
5. Inclusion Konjungtivitis
Etiologi
Klamidia okulo-genital, masa inkubasi 4-12 hari
Gambaran Klinis
Gambaran kliniknya adalah konjungtivitis follikular akut dan gambaran ini
terdapat pada orang dewasa dan didapatkan sekret mukopurulen, sedang pada bayi
gambaran kliniknya adalah suatu konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion
blenorrhoe.
Pengobatan
Diberikan tetrasiklin sistemik, dapat pula diberikan sulfonamid atau eritromisin
6. Trachoma
Etiologi
Klamidia trakoma
Gambaran Klinis
Gambaran klinik terdapat empat stadium :
1. Stadium Insipiens atau permulaan
Folikel imatur kecil-kecil pada konjungtiva tarsal superior, pada kornea di daerah
limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea
akan lebih jelas apabila diperiksa dengan menggunakan tes flurosein, dimana akan
terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.
2. Stadium akut (trakoma nyata)
Terdapat folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior, beberapa folikel matur
berwarna abu-abu
3. Stadium sikatriks
Sikatriks konjungtiva pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat seperti
garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata.
4. Stadium penyembuhan
trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan
Pengobatan
Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua bulan. Apabila perlu
dapat diberikan juga sulfonamid oral.
Konjungtivitis Vernal
Etiologi
Kemungkinan suatu konjungtivitis atopik
Gambaran Klinis
Gejala subyektif yang menonjol adalah rasa sangat gatal pada mata, terutama bila
berada dilapangan terbuka yang panas terik.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan konjungtivitis dengan tanda khas adanya cobble-stone di
konjungtiva tarsalis superior, yang biasanya terdapat pada kedua mata, tetapi bisa juga pada
satu mata. Sekret mata pada dasarnya mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat
infeksi sekunder.
Pengobatan
Kortikosteroid tetes atau salep mata.
Konjungtivitis Flikten
Etiologi
• Disebabkan oleh karena alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu (hipersensitivitas
tipe IV).
• Gizi buruk dan sanitasi yg jelek merupakan faktor predisposisi
• Lebih sering ditemukan pd anak-anak
Gejala
Adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten dapat
juga dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva taarsal dan kornea. Penyakit ini dapat
mengenai dua mata dan dapat pula mengenai satu mata. Dan sifatnya sering kambuh
Apabila flikten timbul di kornea dan sering kambuh, dapat berakibat gangguan penglihatan.
Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus menerus sampai
berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah rasa seperti berpasir dan silau.
Pengobatan
Usahakan mencari penyebab primernya
Diberikan Kortikosteroid tetes mata/salep
Kombinasi antibiotik + kortikosteroid dianjurkan mengingat kemunginan terdapat
infeksi bakteri sekunder.
KONJUNGTIVITIS SIKA
Konjungtivitis sika atau konjungtivitis dry eyes adalah suatu keadaan keringnya
permukaan konjungtiva akibat berkurangnya sekresi kelenjar lakrimal.
Etiologi
Terjadi pada penyakit-penyakit yang menyebabkan defisiensi komponen lemak air mata,
kelenjar air mata, musin, akibat penguapan berlebihan atau karena parut kornea atau
hilangnya mikrovili kornea. Bila terjadi bersama atritis rheumatoid dan penyakit autoimun
lain, disebut sebagai sindrom sjogren.
Manifestasi Klinis
Gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-kadang penglihatan kabur. Terdapat gejala
sekresi mucus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering, dan
terdapat erosi kornea. Pada pemeriksaan tedapat edema konjungtiva bulbi, hiperemis,
menebal dan kusam. Kadang tedapat benang mucus kekuning-kuningan pada forniks
konjungtiva bawah. Keluhan berkurang bila mata dipejamkan.
Komplikasi
Ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan noevaskularisasi kornea.
Penatalaksanaan
Diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya.
Sebaiknya diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik bagi kornea
dan dapat menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah untuk mengurangi
drainase air mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug kolagen.
Daftar Pustaka
1 Vaughan D, Asbury T, Eva PR. General Ophthalmology. Connecticut : Appleton and
Lange, 1992.
2. Gombos GM. Handbook of Ophthalmology Emergencies 2nd ed. Singapore : Toppan
Company Pte Ltd, 1997.
3. Smolin G, Tabbara K, Witcher J. Infectious Disease of The Eye. London : Williams and
Wilkin, 1984.
4. Baum J. Infectious of The Eye. Clin-Infect-Dis 1995 Sept ; 21(3) : 479-86.
5. Scheie HG, Albert DM. Textbook of Ophthalmology. 9th ed. Tokyo : Igaku Shoin Ltd,
1978.
6. Pavan-Langston D. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy 2nd ed. Toronto : Little
Brown and Company, 1985
7. Mailangkay HHB. Peningkatan pelayanan kesehatan mata dalam pencegahan kebutaan
di Indonesia. Transaction Konggres PERDAMI IV. Medan, 1980.
8. Mnadang JHA. Masa depan pelayanan pelayanan kesehatan mata di daerah pedesaan
Indonesia. Transaction. Konggres PERDAMI IV. Medan, 1980.
9. Matuko W, DotulongWHA. Tinjauan Konjungtivitis di RSU Gunung Wenang Manado.
Kumpulan Makalah Konggres Nasional VI PERDAMI. Semarang, 1988.
10. Seal GN. Textbook of Ophthalmology 3th ed. Calcutta : New Eastern Press Syndicate,
1987.
11. E Jawaetz, J L Melnick, E A Adelberg. Korinebakteria. Dalam : Mikrobiologi. Jakarta :
EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1992.
12. Hodes HL. Diphtheria. Pediatr-Clin-North-Am. 1979 26 : 445.
http:// www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pmcentres&artid=1705660
http:// www.nejm.org/cgl/content/short/348/12/1112.