mastoiditis+koalesens-edit5.docx

download mastoiditis+koalesens-edit5.docx

of 17

Transcript of mastoiditis+koalesens-edit5.docx

Otitis Media Akut dengan Komplikasi Mastoiditis Koalesens

Dora

Abstrak: Otitis Media Akut merupakan salah satu infeksi paling sering pada anak. Penyakit ini bersifat self limiting, dan kebanyakan anak akan mengalami resolusi gejala dalam waktu 2-3 hari. Perjalanan penyakit biasanya bersifat ringan, tetapi OMA juga dapat mengakibatkan komplikasi seperti mastoiditis koalesens. Peran pembedahan, terutama mastoidektomi masih merupakan perdebatan sampai saat ini. Beberapa studi menentukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara rasio penyembuhan pada anak yang diterapi dengan miringotomi dan tuba ventilasi, dibandingkan dengan terapi mastoidektomi yang lebih agresif. Makalah ini melaporkan satu pasien 10 bulan dengan otitis media akut dan komplikasi mastoiditis koalesens, yang diberikan terapi antibiotik dan insisi drainase abses. Kata kunci: Mastoiditis koalesens, otitis media akut, antibiotik, mastoidektomi

Abstract: Acute otitis media is one of the most common infections in children. This disease is self-limiting, and most children will experience resolution of symptoms within 2-3 days. Course of the disease is usually mild, but OMA also can lead to complications such as coalescent mastoiditis The role of surgery, particularly mastoidectomy still a debate to this day. Several studies have determined that there is no significant difference between the ratio of healing in children treated with myringotomy and ventilation tubes, compared with a more aggressive therapy mastoidectomy. This paper reports a 10 months old patient with acute otitis media and complications coalescent mastoiditis, with therapy antibiotic and incision drainage of abscess.Keywords: Coalescent mastoiditis, acute otitis media, antibiotic, mastoidectomy

Universitas Indonesia l 3

PendahuluanOtitis Media Akut merupakan salah satu infeksi paling sering pada anak. Penyakit ini bersifat self limiting, dan kebanyakan anak akan mengalami resolusi gejala dalam waktu 2-3 hari. Perjalanan penyakit biasanya bersifat ringan, tetapi OMA juga dapat mengakibatkan komplikasi akibat supurasi sekret antara lain: mastoiditis akut, trombosis sinus sigmoid dan abses intrakranial. Mastoiditis akut merupakan komplikasi paling sering yang menyebabkan pasien harus dirawat inap sebelum era antibiotik.1

Tamir2 melaporkan terdapat indikasi naiknya insidens mastoiditis akut pada anak-anak sehingga terdapat perdebatan mengenai pengobatan paling efektif baik. Para ahli bedah saat ini lebih memilih terapi medikamentosa dibandingkan dengan terapi pembedahan. Makalah ini akan menjelaskan tatalaksana mastoiditis koalesens pada pasien dengan OMA.2

Otitis Media AkutOMA adalah inflamasi akut pada ruang telinga tengah. Inflamasi terjadi dalam beberapa jam, dan proses akut terjadi dalam kurang dari 6 minggu. OMA merupakan infeksi akut yang terjadi pada telinga tengah yang normal sebelumnya, bukan merupakan suatu infeksi akut pada otitis media efusi yang sudah ada. Hal ini membedakan pola komplikasi pada OMA dan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Penyebab inflamasi paling sering adalah infeksi, tetapi etiologi lain juga dapat menyebabkan OMA antara lain autoimun, neoplastik, trauma dan metabolik. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. Virus penyebab paling sering adalah respiratory syncytial virus (RSV), influenza tipe A, adenovirus, dan parainfluenza. Penyebab patogen bakteri paling sering adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. OMA bakterial biasanya merupakan superinfeksi proses inisiasi virus. Infeksi jamur biasa terjadi pada individu immunocompromised.3,4

Epidemiologi

Insidens mastoiditis akut akibat OMA pada anak kurang dari 14 tahun adalah 1,2- 4,2 per 100.000 per tahun pada negara berkembang. Kenaikan insidens mastoiditis akut pada anak-anak dapat disebabkan beberapa faktor. Faktor pertama adalah terapi antibiotik konservatif yang dapat menyamarkan pembentukan mastoiditis akut. Faktor lain adalah peningkatan mikroorganisme resisten antibiotik seperti Streptococcus resisten penisilin, S.pneumoniae yang memproduksi penisilinase, dan Moraxella dan Haemophilus yang memproduksi beta laktamase. Pengobatan awal yang tidak adekuat (durasi, dosis) juga merupakan salah satu faktor risiko peningkatan mastoiditis akut.2,5,6

Anatomi

Sel udara tulang temporal terbentuk akibat pembentukan kantung oleh antrum, epitimpanum, kavum timpani dan tuba eustachius. Antrum mastoid sudah ada saat lahir. Evaginasi epitel dari antrum terjadi paling cepat 34 minggu, tetapi tidak terdapat perluasan sel pneumatik pada sisa tulang temporal sampai setelah kelahiran. Stimulasi akan terjadi dengan adanya udara pada telinga tengah. Proses pneumatisasi kemudian akan mengalami aktivitas tinggi pada beberapa tahun sesudahnya. Apeks petrosus menunjukkan progresi pneumatisasi pada usia dewasa muda. CT Scan dapat menilai aerasi mastoid biasanya pada usia 2-3 bulan. Sel tersebut terus mengalami proliferasi dan aerasi sampai pubertas.7,8

Pneumatisasi terjadi akibat proyeksi dan ekstensi epitel mukosa telinga tengah. Evaginasi ini akan mengisi ruang antara tulang yang baru terbentuk, dan membentuk ruang baru di dalam tulang akibat degenerasi sumsum tulang menjadi stroma jaringan lunak. Wittmaack8 mengatakan bahwa infeksi telinga tengah pada anak menyebabkan subepitel jaringan ikat mengalami fibrosis, sehingga mencegah kondensasi dan menghambat proses evaginasi sel pneumatik. Hal ini akan menjelaskan berhentinya proses pneumatisasi akibat otitis media pada bayi dan anak.8

Patofisiologi

Patologi dan Perjalanan Klinis Otitis Media Bakterial Akut

Terdapat empat stadium patologi otitis media akut yang bisa terjadi, dengan manifestasi klinis yang spesifik pada setiap stadium9

Stadium 1: HiperemisPerubahan patologis awal dan manifestasi klinis otitis media bakterial akut adalah gambaran hiperemis pada mukosa tuba eustachius, kavum timpani dan sel mastoid. Lumen tuba eustachius tertutup dan merubah tekanan udara pada telinga tengah. Stadium ini ditandai dengan gejala penuh di telinga dan gangguan konduktif ringan sebagai hasil tekanan udara yang tidak sama pada kedua membran timpani. Pemeriksaan fisik menggambarkan hiperemis pada membran timpani pars flaccida, tetapi membran timpani belum menebal dan masih dapat diidentifikasi struktur anatominya.9

Stadium 2: EksudasiHiperemis pada mukoperiosteum kavum timpani, epitimpani, antrum dan sel udara mastoid akan diikuti dengan lepasnya serum, fibrin, sel darah merah dan leukosit polimorfonuklear akibat dilatasi permeabel kapiler. Sel epitel kuboid kavum timpani akan mulai memproduksi lendir. Membran timpani akan menebal sehingga struktur anatomi tidak dapat diidentifikasi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penonjolan membran timpani, gangguan konduktif, dan nyeri telinga. Resorpsi produk toksik akibat inflamasi mukosa membran timpani dan mastoid akan menyebabkan toksisitas dan demam tinggi terutama pada bayi. Pada bayi dan anak-anak, korteks mastoid masih sangat tipis dan berpori, sehingga akan terdapat perabaan lunak dan edema pada mastoid. Pemeriksaan radiologi terlihat perselubungan pada kavum timpani dan sel udara mastoid, tanpa perubahan partisi sel.9

Stadium 3: SupurasiPada stadium ini membran timpani akan perforasi spontan. Cairan yang keluar bersifat hemoragik atau serosanguin dan mukopurulen. Nyeri hebat dan demam pada stadium 2 yang diakibatkan tekanan eksudat pada mukosa yang terinflamasi akan mulai berkurang, dan perabaan lunak serta edema pada mastoid mulai berkurang. Perforasi membran timpani paling sering terjadi pada pars tensa dan berukuran kecil. Pemeriksaan radiologi mastoid akan terus menggambarkan perselubungan pada timpanum dan sel udara mastoid, tanpa perubahan partisi sel.9

Stadium 4: KoalesensOtitis media bakterial akut biasanya bersifat self limiting disease dan berhenti pada stadium sebelum koalesens. Hanya 1-5% pasien yang akan terus mengalami supurasi sampai terjadi penebalan pada mukoperiosteum dan menyebabkan obstruksi drainase cairan mukopurulen pada sel udara mastoid. Pus pada sel udara mastoid akan menyebabkan dekalsifikasi dan resorpsi osteoklas pada partisi sel tulang, sehingga sel udara akan menyebabkan koalesens dan membuat kavitas ireguler yang lebih besar, hipertrofi mukosa, jaringan granulasi dan pus. Erosi osteoklastik tulang akan meluas ke seluruh arah, pada bagian tulang tipis di dalam dan juga bagian tebal di prosesus mastoid, menyebabkan abses ekstradural atau perisinus di dalam, atau abses subperiosteal di luar. Tanda dan gejala stadium koalesens adalah cairan mukopurulen yang terus menerus dari telinga tengah sampai lebih dari 2 minggu. Cairan yang keluar berfluktuasi dan lebih banyak pada malam hari karena peningkatan edema pada posisi tidur. Nyeri dan perabaan lunak pada mastoid terjadi lagi, dan lebih parah pada malam hari. Demam derajat rendah dan leukositosis juga terjadi pada stadium ini, meskipun lebih ringan dibandingkan stadium 2. Gambaran radiologi akan menunjukkan dekalsifikasi dan destruksi partisi sel udara mastoid. Gangguan pendengaran konduktif akan terus berlanjut.9

Mastoiditis koalesens adalah mastoiditis akut dengan kumpulan pus terlokalisasi di dalam mastoid, dengan bukti adanya erosi septa tulang dalam kavum mastoid. Perjalanan erosi koalesens pada tulang terjadi beberapa hari atau minggu setelah infeksi telinga tengah yang berat. Perjalanan penyakit bisa lebih agresif dan berat pada anak yang lebih muda. Mastoiditis koalesens membutuhkan intervensi darurat. Infeksi yang terus berlanjut dapat meluas melewati kavum mastoid dan mengakibatkan komplikasi. Antrum mastoid dan epitimpani berhubungan melalui aditus ad antrum. Aditus terhalang oleh jaringan inflamasi saat perjalanan penyakit timpanomastoiditis, kemudian materi mukopurulen dapat berkumpul di dalam antrum dan mengisi sel udara pada tulang temporal. Blokade aditus yang terus berlanjut meski sudah mendapat terapi antibiotik dapat mengakibatkan tromboflebitis retrograd dan menyebabkan edema dan selulitis pada jaringan lunak sekitar mastoid, sehingga menyebabkan nyeri pembengkakan dan indurasi retroaurikuler. Pus yang tidak mendapatkan drainase, baik secara spontan maupun pembedahan akan menyebabkan nekrosis dan demineralisasi dari trabekula tulang sehingga terjadi mastoiditis koalesens.9

Terisi pus dan jaringan granulasiKoalesens ruang udara karena nekrosis trabekulaSel udara pada tulang dipisahkan oleh trabekula

Gambar 1. Nekrosis Trabekula Tulang pada Mastoiditis Koalesens10

Mulai stadium ini, perjalanan penyakit akan berlanjut bergantung pada arah proses erosi: Paling sering: korteks mastoid tererosi dan terjadi abses subperiosteal Progresi medial: abses akan menginfeksi piramid petrosus, terjadi gejala klasik dan tanda sindrom gradenigo Progresi anterior: kanal falopi atau labirin menyebabkan paralisis nervus fasialis atau vertigo tanpa SNHL jika ujung mastoid/ tip mastoid tererosi, dapat terjadi abses Bezold Progresi terhadap tegmen atau segitiga Trautman menyebabkan abses epidural Invasi perilimf atau liquor serebrospinal menyebabkan meningitis4

Faktor Risiko Faktor Risiko Otitis Media antara lain onset dini otitis media akut (usia 6-24 bulan), riwayat saudara kandung, pemberian susu botol pada bayi, kunjungan ke tempat penitipan anak, pemaparan terhadap asap rokok, pemakaian empeng, patologi lain (rinitis alergi, celah palatum, sindrom Down), musim gugur atau dingin, riwayat pemakaian antibiotik sebelumnya, riwayat otitis media sebelumnya. Menurut Panduan yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatrics tahun 2013, ASI Eksklusif setidaknya 6 bulan dan penghindaran pemaparan asap rokok merupakan rekomendasi untuk mengurangi faktor risiko otitis media akut.11,12

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Tanda dan gejala seperti keluar cairan dari telinga lebih dari 3 minggu dengan sifat purulen dan persisten, dapat menggambarkan mastoiditis koalesens pada infeksi telinga tengah yang berkelanjutan. Tanda tersebut menunjukkan bahwa terjadi kegagalan penyembuhan infeksi dan terjadilah koalesens. Gambaran membran timpani tampak kemerahan dan menebal, seringkali tidak dapat diidentifikasi strukturnya, menonjol atau ruptur dengan cairan purulen. Pemeriksaan fisik pada mastoiditis akut dapat ditemukan kemerahan pada belakang telinga, nyeri dan penonjolan telinga ke depan 4,10

Gambar 2. Benjolan pada Retroaurikular6

Pemeriksaan PenunjangTimpanometri impedans menggambarkan timpanogram yang datar dan tidak adanya refleks akustik. Pemeriksaan audiometri menggambarkan gangguan pendengaran konduktif. CT Scan pada tulang temporal dan sistem saraf pusat harus dilakukan untuk menilai mastoiditis akut dan komplikasi intratemporal atau intrakranial seperti trombosis sinus sigmoid atau abses serebri. Diagnosis definitif ditegakkan dengan gambaran erosi septa tulang melalui CT Scan. Pada kasus mastoiditis akut, inflamasi periosteum menyebabkan pembentukan tulang abnormal; trabekula tampak intak dan tidak ada abses postaurikular. Pada kasus mastoiditis koalesens, CT Scan mengkonfirmasi koalesens sel mastoid dan abses subperiosteal.4,13

Tatalaksana Otitis Media Akut

Gambar 3. Alur Tatalaksana Otitis Media Akut14

Menurut Panduan Alur Tatalaksana Otitis Media Akut yang dikeluarkan oleh Perhati, Otitis media Akut dapat dibagi menjadi OMA risiko rendah dan OMA risiko tinggi. Kriteria risiko tinggi antara lain: Menderita otitis media dalam sebulan ini (kambuh) Antibiotik dalam sebulan terakhir Otitis media bilateral Usia kurang dari 2 bulan Usia pada waktu menderita OMA pertama kali kurang dari 6 bulan Menderita lebih dari 3 kali episode OMA dalam 6 bulan terakhir Status gizi kurang/ buruk14

Menurut Panduan Diagnosis dan Tatalaksana yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatrics 2013, terapi antibiotik dapat diberikan pada kasus sebagai berikut OMA bilateral atau unilateral pada anak 6 bulan atau lebih dengan tanda atau gejala OMA berat (otalgia sedang atau berat selama setidaknya 48 jam, atau suhu 39oC atau lebih) OMA bilateral pada anak berusia kurang dari 24 bulan tanpa tanda atau gejala OMA berat (otalgia ringan kurang dari 48 jam, suhu kurang dari 39oC)11

Observasi dapat dipilih pada pasien anak usia 6-23 bulan tanpa disertai tanda atau gejala berat (otalgia ringan kurang dari 48 jam, suhu kurang dari 39oC). Terapi antibiotik adimulai jika keadaan anak memburuk atau gagal mengalami perbaikan 48-72 jam setelah onset. Pasien diberikan analgesik, informasi mengenai tanda-tanda perburukan gejala, dan edukasi kontrol jika keluhan memberat.11

Terapi Mastoiditis Koalesens : Pembedahan vs Medikamentosa

Tujuan mastoidektomi untuk mastoidis akut dan koalesens adalah evakuasi pus dari mastoid, bukan diseksi mastoid komplit. Pengangkatan korteks mastoid dimulai menggunakan bor cutting sampai ditemukan pus pada kavitas mastoid koalesens. Kavitas koalesens biasanya hanya berjarak beberapa milimeter dari permukaan kavitas mastoid. Kavitas ini dibuka dan pus dievakuasi keluar dari mastoid. Irigasi dengan cairan antibiotik dilakukan untuk mencuci materi purulen.4

Peran pembedahan, terutama mastoidektomi masih merupakan perdebatan sampai saat ini. Angka penyembuhan dengan antibiotik intravena dan miringotomi berkisar antara 60,4- 87%. Beberapa studi menentukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara rasio penyembuhan pada anak yang diterapi dengan miringotomi dan tuba ventilasi, dibandingkan dengan terapi mastoidektomi yang lebih agresif. Drainase segera dengan abses mastoid secara teoritis dapat mengurangi penggunaan antibiotik dan durasi perawatan di rumah sakit, serta mencegah penyebaran infeksi ke intrakranial. Pada beberapa sentra, dilakukan mastoidektomi kortikal pada seluruh pasien, bahkan anak kurang dari 8 bulan. Pilihan terapi lain adalah evakuasi abses subperiosteal, drainase, pungsi eksplorasi atau miringotomi. Menurut Zanetti, studi klinis merekomendasikan mastoidektomi hanya untuk komplikasi atau kegagalan perbaikan antibiotik dan miringotomi.16

Pertimbangan untuk melakukan mastoidektomi berhubungan dengan risiko anestesi pada anak yang masih sangat kecil, meskipun risiko perdarahan pada anak masih jarang. Tamir mengutip dari Migirov yang meneliti pasien abses subperiosteal yang dilakukan mastoidektomi. Dia menyatakan bahwa terdapat angka morbiditas yang tinggi pada pasien tersebut, dengan risiko pembentukan kolesteatoma dan infeksi telinga tengah rekuren dan gangguan pendengaran, sehingga pasien perlu dimonitor ketat. Untuk mencegah morbiditas, Lahav menyarankan aspirasi jarum pada abses subperiosteal. Namun terdapat perdebatan bahwa aspirasi jarum tidak dapat memberikan rute drainase, sehingga pus terus berkumpul pada ruang subperiosteal. Insisi drainase menggunakan anestesi lokal dapat memberikan drainase abses mastoid yang baik dan memberikan jalur drainase tanpa risiko anestesi umum.2,15

Pilihan untuk pembedahan menggambarkan perjalanan penyakit yang lebih berat. Miringotomi dan pipa ventilasi dilakukan pada anak dengan pembengkakan retroaurikular dan bulging pada membran timpani, sedangkan mastoidektomi dilakukan pada kasus tanpa komplikasi yang gagal respon terhadap antibiotik dan pada pasien dengan komplikasi. Jika didapatkan komplikasi intrakranial, dilakukan pembedahan otologi untuk membersihkan sumber infeksi. Menurut Zanetti, indikasi mastoidektomi untuk mastoiditis akut adalah: (1)abses mastoid luas , usia >30 bulan atau berat > 15 kg , (2) komplikasi intrakranial, (3)kolesteatoma dan (4)otorea purulen dan atau jaringan granulasi, resisten terhadap antibiotik topikal dan sistemik lebih dari 2 minggu. Batas usia 30 bulan berhubungan dengan risiko anestesi perdarahan pada bayi dengan berat kurang dari 15 kg. Pendekatan lainnya pada kasus anak tersebut dapat dilakukan miringotomi darurat dan observasi perjalanan klinis dengan pengobatan antibiotik yang tepat.15

Laporan Kasus

Pasien laki-laki, 10 bulan datang dengan keluhan keluar cairan dari kedua telinga sejak 2 minggu SMRS. Cairan berwarna kuning kehijauan, banyak dan berbau. Pasien sudah berobat jalan dan meminum antibiotik tetapi tidak ada perbaikan. Terdapat bengkak di belakang telinga kiri sejak 1 minggu SMRS, benjolan merah dan terdapat nyeri tekan. Pasien mengalami demam sampai suhu 41o C, pasien kemudian dirawat di RS pemerintah. Pasien dirawat selama 5 hari mendapatkan terapi Cefotaxime 2x 450 mg, Metronidazole 3 x 100 mg. Pada hari kedua perawatan dilakukan insisi drainase pada benjolan belakang telinga dengan hasil kultur steril. Pada hari keempat dilakukan penggantian antibiotik menjadi Ceftriaxone 2 x 500 mg. Hasil laboratorium pada hari keempat perawatan adalah Hb 12 g/dL, Ht 36%, Leukosit 26.800, Trombosit 710.000. Selama perawatan dilakukan penggantian drain hanscon dan oles salep Gentamycin. Pasien kemudian pulang paksa dengan alasan kedua orang tua harus bekerja dan tidak ada yang bisa menjaga anak di rumah sakit. Pasien kemudian masih kontrol ke poli untuk ganti verban luka. Pasien kemudian berobat ke poli RSCM untuk meminta opini sekunder. Pasien masih mengeluarkan cairan dari telinga dengan jumlah sedikit, berwarna putih dan tidak berbau saat di poli RSCM. Benjolan di belakang telinga sudah tidak fluktuatif dan tidak didapatkan pus yang keluar dari bekas insisi pada benjolan tersebut. Keadaan klinis pasien tampak compos mentis, nadi dan pernapasan dalam batas normal, suhu 36,5 derajat Celcius. Pasien kemudian dirawat selama 2 minggu di RSCM , mulai dari tanggal 4 Mei 2013 sampai 21 Mei 2013 untuk terapi lanjutan antibiotik dan evaluasi menggunakan CT Scan. Hasil CT Scan Mastoid tanggal 5 April 2013, RSCM no. 11305290130 tampak perselubungan di mastoid kanan dan kiri serta di liang telinga tengah kanan dan kiri dengan kesan mastoiditis bilateral dengan kolesteatoma bilateral tanpa destruksi tulang.

Hasil Konsultasi Departemen anak menyarankan untuk pemberian bubur nasi 700 kalori, susu formula 4 x 120 ml, Ceftriaxone 2 x 500 mg iv, pemeriksaan kultur darah, kultur urin dan follow up CT Scan Mastoid. Hasil lab tanggal 4 Mei 2013 Hb 11 g/dL, Hematokrit 34,2 %, Leukosit 8.160 dan Trombosit 191.000. Hasil kultur darah steril dan hasil kultur urin adalah Enterococcus sp. Hasil laboratorium pada tanggal 14 Mei 2013 adalah Hb 11,7g/dL, Hematokrit 36%, Leukosit 9.290, Trombosit 565.000. Pasien adalah anak pertama, lahir normal di dokter berat lahir 3500 gr, imunisasi dasar sudah kecuali campak. Pasien sudah bisa duduk, mengucapkan ma-ma, pa-pa. Pasien sejak lahir minum susu formula memakai botol, karena menurut ibu pasien ASI sedikit. Keluarga yang tinggal dengan pasien tidak merokok. Saat ini pasien sudah mulai makan bubur nasi.

Critical ReviewP: Pasien anak dengan mastoiditis koalesensI: AntibiotikC: OperasiO: Kesembuhan

Pertanyaan KlinisApakah terapi antibiotik dapat memberikan kesembuhan dibandingkan dengan operasi pada pasien anak dengan mastoiditis koalesens,?

coalescent mastoiditis AND children AND treatment AND antibiotic AND surgery

Highwire31Science Direct78Pubmed8

Kriteria eksklusiJurnal lebih dari 5 tahunPopulasi mastoiditis pada dewasaSearching title abstract

64

2

Filtering doubles

11

Kriteria inklusiPenatalaksanaan dengan antibiotik atau pembedahan

Screening title abstract

6

Full text availability4

Reading full text

Useful article3

Tabel 1. Hasil Pencarian Literatur

EngineSearch TermsResults

Pubmed(coalescent[All Fields] AND ("mastoiditis"[MeSH Terms] OR "mastoiditis"[All Fields])) AND ("child"[MeSH Terms] OR "child"[All Fields] OR "children"[All Fields]) AND ("therapy"[Subheading] OR "therapy"[All Fields] OR "treatment"[All Fields] OR "therapeutics"[MeSH Terms] OR "therapeutics"[All Fields]) AND ("anti-bacterial agents"[Pharmacological Action] OR "anti-bacterial agents"[MeSH Terms] OR ("anti-bacterial"[All Fields] AND "agents"[All Fields]) OR "anti-bacterial agents"[All Fields] OR "antibiotic"[All Fields]) AND ("surgery"[Subheading] OR "surgery"[All Fields] OR "surgical procedures, operative"[MeSH Terms] OR ("surgical"[All Fields] AND "procedures"[All Fields] AND "operative"[All Fields]) OR "operative surgical procedures"[All Fields] OR "surgery"[All Fields] OR "general surgery"[MeSH Terms] OR ("general"[All Fields] AND "surgery"[All Fields]) OR "general surgery"[All Fields])8

Highwirecoalescent mastoiditis AND children AND treatment AND antibiotic AND surgery31

Cochranecoalescent mastoiditis AND children AND treatment AND antibiotic AND surgery0

Science Directcoalescent mastoiditis AND children AND treatment AND antibiotic AND surgery78

\

Tabel 2. Judul dan Jurnal Hasil Pencarian LiteraturNoJudulPenulisJurnal

1Indications for surgery in acute mastoiditis and their complications in children Original Research ArticleDiego Zanetti, Nader NassifInternational Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2005 (70): 1175-82

2Mastoiditis in a paediatric population: A review of 11 years experience in managementLeo H.Y. Pang, Michael S. Barakate, Thomas E. HavasInternational Journal of Pediatric Otorhinolaryngology, Volume 73, Issue 11, November 2009, Pages 1520-1524

3Shifting trends: mastoiditis from a surgical to a medical diseaseSharon Tamir, Yehuda Shwartz, Uri Peleg, Chanan Shaul, Ronen Perez, Jean-Yves SichelAmerican Journal of Otolaryngology, Volume 31, Issue 6, NovemberDecember 2010, Pages 467-471

Tabel 3. Appraisal JurnalAppraisalJurnal 1Jurnal 2Jurnal 3

Validity

Was the assignment of patients to treatments randomised?NoNoNo

Was the randomization list concealed?N/AN/AN/A

Were the groups similar at the start of the trial apart from the experimental therapy?YesYesYes

Was follow-up of patients sufficiently long and complete?YesYesYes

Were all patients analysed in the groups to which they were randomised?Yes (severe complications)Yes (complications or not)NA

Who was kept blind to treatment?N/AN/ANA

Were the groups treated equally, apart from the experimental treatment?YesYesYes

Importance

What is the magnitude of the treatment effect?Antibiotik dengan pipa ventilasi memberikan kesembuhan 28 dari 32 pasien tanpa komplikasi43 dari 79 kasus berhasil dengan antibiotik49 dari 51 pasien kasus diobati dengan antibiotik

How precise is the estimate of the treatment effect?NANANA

Applicability

Is our patient so different from those in the study that its results cannot apply?NoNoNo

Is the treatment feasible in our setting?YesYesYes

ConclusionApplicable,valid and importantApplicable , valid but no importantApplicable ,valid and important

Pembahasan Literatur

Zanetti15 menilai 45 pasien dengan mastoiditis akut dan abses subperiosteal. Tiga belas pasien (28,9%) mengalami komplikasi intrakranial, hanya tiga yang tidak dioperasi dari tiga belas pasien tersebut. Pasien lain dilakukan mastoidektomi dalam waktu 48-72 jam setelah diagnosis. Dua puluh dari 32 pasien dengan mastoiditis tanpa komplikasi diobati secara konservatif dan sisa 12 pasien mendapatkan terapi miringotomi dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi. Terapi antibiotik dengan atau tanpa pipa ventilasi memberikan kesembuhan penuh pada 28 dari 32 pasien mastoiditis tanpa komplikasi. Mastoidektomi dilakukan pada 13 pasien (9 dengan komplikasi) dan memberikan kesembuhan penuh. Pasien dilakukan evaluasi ulang pada 1 tahun pasca terapi. Zanetti15 menjelaskan bahwa mastoiditis akut dapat terjadi tanpa riwayat OMA rekuren. Mastoiditis yang tersamar harus diduga jika terdapat nyeri persisten atau otorea meskipun telah diberikan antibiotik selama 2 minggu . Insidens komplikasi yaitu 13 dari 45 pasien (28,9%) dijelaskan oleh Zanetti karena rumah sakit tempat penelitian merupakan rumah sakit tersier. Pemeriksaan CT Scan memberikan sensitivitas yang baik yaitu 97% dalam mendeteksi komplikasi intrakranial.15

Peran operasi, terutama mastoidektomi merupakan pertanyaan bagi beberapa penulis. Pengobatan dengan antibiotik dan miringotomi berkisar antara 60,4 sampai 87%. Beberapa studi bahkan menuliskan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara rasio penyembuhan pada pasien yang diobati dnegan miringotomi dan pipa ventilasi, dan yang diterapi lebih agresif dengan mastoidektomi. Sebaliknya, drainase abses mastoid dini dapat mengurangi penggunaan dan lama pasien dirawat, dan secara teori dapat mencegah penyebaran infeksi menuju intrakranial. Pada beberapa sentra mastoidektomi kortikal dilakukan pada semua pasien, termasuk pada anak dengan usia paling muda 8 bulan. Pilihan terapi lain adalah evakuasi abses subperiosteal dengan insisi dan drainase, kemudian dilakukan miringotomi. Zanetti15 menyetujui bahwa mastoidektomi sebaiknya hanya dilakukan pada kasus komplikasi atau kegagalan penyembuhan dengan antibiotik dan miringotomi. Pada penelitian oleh Zanetti, tidak terdapat perbedaan durasi rawat antara pasien yang dilakukan terapi antibiotik dengan terapi mastoidektomi. Zanetti merekomendasikan bahwa mastoidektomi perlu dilakukan pada kasus dengan komplikasi atau kegagalan perbaikan klinis setelah terapi antibiotik dan miringotomi. Risiko mastoidektomi pada anak berhubungan dengan risiko anestesi pada anak yang sangat kecil, karena risiko mastoidektomi kortikal sangatlah kecil, dan tidak mengganggu mukosa telinga tengah sehingga tidak menghambat jalur ventilasi aditus ad antrum. Keputusan untuk melakukan pembedahan menggambarkan gejala klinis yang lebih berat.15

Pang meneliti secara retrospektif 76 pasien yang mengalami mastoiditis di Sydney Children Hospital. Diagnosis mastoiditis dibuat berdasarkan gejala klinis seperti rasa edema, eritema dan perabaan lunak pada mastoid. Pemeriksaan radiologi dilakukan pada pasien dengan kegagalan terapi dan adanya komplikasi. Komplikasi ditemukan pada 30 pasien (38%). CT Scan mempunyai sensitivitas 100% dalam konfirmasi diagnosis mastoiditis dan sangat akurat dalam mendeteksi komplikasi. Semua pasien diterapi dengan antibiotik intravena, 43 pasien berhasil diobati hanya dengan antibiotik intravena (dengan sefalosporin generasi ketiga, betalaktam, dan antibiotik topikal). Tiga puluh enam pasien membutuhkan antibiotik intravena dan tambahan prosedur sebagai berikut 13/79 (16,4%) insersi pipa ventilasi, 22/79 (27,8%) insersi pipa ventilasi + mastoidektomi, 1/79 (1,72%) modified radical mastoidektomi. Pang5 kemudian menyatakan bahwa pasien anak dapat sembuh dengan pengobatan konservatif atau insersi pipa ventilasi berdasarkan hasil tersebut. Mastoidektomi simpel tanpa atau dengan timpanoplasti disarankan jika pasien anak berusia lebih dari 30 bulan atau mempunyai berat badan lebih dari 15 kg. Operasi emergensi diindikasikan pada komplikasi intrakranial. Pang menyatakan bahwa kunci patofisiologi mastoiditis adalah terganggunya drainase sel udara mastoid, oleh karena itu diperlukan penanganan dini untuk mengatasi masalah tersebut, dan terapi pembedahan diindikasikan pada kegagalan terapi medis atau adanya komplikasi.5

Tamir2 meneliti 49 pasien pada rumah sakit tersier secara retrospektif, terdapat 51 pasien dengan mastoiditis akut. Semua pasien diterapi secara konservatif dengan antibiotik intravena, insisi abses subperiosteal dan drainase. Hanya dua pasien yang dilakukan CT Scan saat masuk, yaitu satu pasien penurunan kesadaran dan pasien dengan riwayat kolesteatoma. Selama perawatan terdapat 4 pasien tambahan yang dilakukan CT Scan karena demam dan gejala klinis yang memburuk. Semua CT Scan tidak menggambarkan komplikasi intraserebral, dan semua pasien dilanjutkan terapi konservatif. Tamir2 menyatakan bahwa prosedur seperti miringotomi tidak mempunyai efek samping terhadap kesehatan pasien. Terdapat keuntungan miringotomi yaitu pembukaan dini abses, dan mengurangi nyeri dengan memperbaiki drainase pus. Pasien yang mengalami abses subperiosteal cukup dilakukan insisi drainase untuk mengurangi risiko anestesi umum.2

Hasil pencarian literatur menghasilkan tiga jurnal. Semua penulis menyatakan bahwa terapi konservatif berupa terapi antibiotik dapat diberikan pada mastoiditis. Indikasi untuk pembedahan adalah pada pasien dengan komplikasi intrakranial, dan kegagalan terapi konservatif. Tamir2 menjelaskan semua pasien yang tidak mempunyai komplikasi mendapatkan kesembuhan yang baik meskipun tidak dilakukan mastoidektomi, terdapat perdebatan bahwa terdapat risiko pembentukan kolesteatoma, infeksi telinga tengah rekuren, dan gangguan pendengaran pada pasien mastoiditis akut yang dilakukan mastoidektomi. Tamir menjelaskan bahwa pasien dengan abses subperiosteal yang dilakukan insisi drainase dan antibiotik mengalami perbaikan (92%) tanpa komplikasi.

DiskusiPasien laki-laki 10 bulan dengan riwayat keluar cairan dari kedua telinga sejak 2 minggu SMRS dengan ciri cairan kehijauan dan berbau merupakan tanda dan gejala adanya otitis media akut. Pasien tersebut mempunyai faktor risiko tidak mendapatkan ASI eksklusif dan penggunaan botol yang menyebabkan pasien rentan mengalami otitis media akut. Sebaiknya, menurut American Academy of Pediatrics tahun 2013, pasien tetap diberikan ASI Eksklusif. Pasien juga memiliki risiko tinggi karena mengalami OMA yang bersifat bilateral dan OMA rekuren. Pada pasien ini sebaiknya diberikan antibiotik dengan dosis tinggi seperti Amoxicillin 80-90 mg/kg berat badan per hari.

Pasien mengeluhkan keluar cairan terus menerus menandakan penyakit yang progresif menuju stadium koalesens, yang kemudian dapat dilihat dengan adanya gejala pembengkakan pada belakang telinga kiri. Proses pembengkakan ini merupakan akibat tertutupnya aditus ad antrum yang menyebabkan proses infeksi berkelanjutan, akumulasi pus pada ruang mastoid yang dapat menyebabkan nekrosis tulang sehingga terjadilah progresi ke arah korteks menjadi abses subperiosteal. Diagnosis abses subperiosteal dan komplikasi lainnya sebaiknya dinilai menggunakan CT Scan tulang temporal, namun pada pasien ini awalnya tidak dilakukan. CT Scan dikatakan mempunyai sensitifitas 100% dalam mendiagnosis mastoiditis akut. CT Scan juga mempunyai peran sebagai panduan pembedahan. Pada abses subperiosteal, Tamir2 menyarankan untuk dilakukan insisi drainase sebagai jalur drainase pus. Pada penelitian yang dilakukan Tamir, 92 % pasien dengan abses subperiosteal mengalami kesembuhan dengan insisi drainase abses dan terapi antibiotik. Mastoidektomi kortikal sebaiknya dihindari karena risiko morbiditas seperti kolesteatoma, infeksi telinga tengah rekuren dan gangguan pendengaran. Drainase abses tampak memberikan perbaikan klinis pada pasien ini, saat pasien berobat di RSCM pasien sudah tidak demam lagi dan tidak terdapat lagi pus yang keluar dari benjolan belakang telinga kiri. Tamir juga menjelaskan bahwa prosedur ini dapat memberikan drainase abses mastoid dan selanjutnya memberikan jalan pus daerah mastoid tanpa risiko anestesi umum. Bahkan prosedur ini dikatakan dapat mengurangi tindakan pembedahan pada pasien mastoiditis akut dengan komplikasi intraserebral.

Rejimen antibiotik yang dianjurkan oleh Pang et Al di Sydney Children Hospital adalah Ceftriaxone selama 2 minggu. Pasien baru mendapatkan antibiotik selama 4 hari, sehingga diputuskan untuk diberikan terapi lanjutan antibiotik untuk mendapatkan dosis terapi yang adekuat, dan mencegah rekurensi serta resistensi. Hasil CT Scan Mastoid tanggal 5 April 2013 di RSCM dapat dilihat adanya destruksi trabekula mastoid sehingga menegakkan diagnosis mastoiditis koalesens. Terapi pembedahan sampai saat ini masih merupakan perdebatan, namun perbaikan klinis yang dialami pasien sehingga bukan merupakan indikasi untuk dilakukan mastoidektomi kortikal. Menurut Zanetti, indikasi mastoidektomi untuk mastoiditis akut adalah: (1)abses mastoid luas , usia >30 bulan atau berat > 15 kg , (2) komplikasi intrakranial, (3)kolesteatoma dan (4)otorea purulen dan atau jaringan granulasi, resisten terhadap antibiotik topikal dan sistemik lebih dari 2 minggu.

Daftar Pustaka

1. Thorne MC, Chewaproug L, Elden LM. Suppurative Complications of Acute Otitis Media Changes in Frequency Over Time. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2009;135(7):638-412. Tamir S, Shwartz Y, Peleg U, Shaul C, Perez R, Sichel JY. Shifting trends: mastoiditis from a surgical to a medical disease.American Journal of OtolaryngologyHead and Neck Medicine and Surgery 2010;31:467713. El-Kashian HK, Harker LA, Shelton C, Aygun N, Niparko JK. Complications of Temporal Bone Infections. In: Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, Fifth Edition. St. Louis: Mosby; 2010 p. 1989-9944. Glasscock- Shambaugh Surgery of the Ear, 6th ed. A J Gulya, L B Minor, D S Poe, eds McGraw Hill Medical, 20105. Pang LH, Barakate MS, Havas TE. Mastoiditis in a paediatric population: A review of 11 years experience in management. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2009; 73:152046. Bakhos D, Trijolet JP, Moriniere S, Pondaven S, Zahrani MA, Lescanne E. Conservative Management of Acute Mastoiditis in Children. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2011; 137(4):346-97. Robson CD, Kim FM, Barnes PD. Head and Neck; Temporal Bone. In: Practical Pediatric Imaging, Diagnostic Radiology of Infants and Children Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins; 1998 p. 2318. Curtin HD, Gupta R, Bergeron RT. Embryology, Anatomy, and Imaging of the Temporal Bone. In: Head and Neck Imaging , Fifth Edition. USA: Mosby; 2011 p. 1053-99. Paparella: Volume II: Chapter 28: Acute Otitis Media and Mastoiditis. George E. Shambaugh, Tawfik F. Girgis: 1991.10. Ludman HS, Bradley PJ. ABC of Ear, Nose and Throat. USA: 2007; Blackwell Publishing. 11. Lieberthal A, Carroll AE, Chonmaitree T, Gniats, TG, Hoberman A, Jackson MAa et al. The Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. Pediatrics 2013;131: 1-3812. Wicker AM, Mohundro BL. Management of Pediatric Otitis Media. US Pharm 2010;35(3):44-913. Tarantino V, Agostino RD, Taborelli et al. Acute mastoiditis: a 10 year retrospective study. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2002; 66 :143-8 14. Kelompok Studi Otologi. Guideline Penyakit THT di Indonesia. Dalam:Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Jakarta: 2007 p. 5515. Zanetti D, Nassif N. Indications for Surgery in Acute Mastoiditis and Their Complications in Children. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology (2006) 70, 11751182.