Master Plan SWS Walanae Cenranae

93
S - 1 RINGKASAN 1. SASARAN STUDI RENCANA INDUK (1). Klarifikasi masalah-masalah dan kendala pada pengembangan, konservasi dan pengelolaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walanae-Cenranae. (2). Memperbaharui dan mengkonfirmasi kembali Rencana Tata Ruang Kabupaten yang sesuai untuk daerah aliran sungai, (3). Merumuskan rencana alternatip dalam pengembangan dan pengelolaan terpadu sumber-sumber didalam daerah aliran sungai. Target rencana kebutuhan pekerjaan dalam jangka waktu Mendesak (dalam jangka waktu 2 tahun), Jangka Pendek (dalam jangka waktu 5 tahun), Jangka Menengah (jangka waktu 5 – 10 tahun) dan Jangka Panjang (jangka waktu 10-25 tahun). (4). Mungusulkan Rencana Tindak yang mewujudkan efisiensi dan keberlanjutan system pengelolaan sumberdaya-sumberdaya didalam daerah aliran sungai melalui kegiatan konsultasi umum. (5). Munyusun pedoman O&P untuk infrastruktur termasuk danau dan bendung gerak Tempe yang diusulkan. (6). Mungusulkan suatu organisasi yang bertanggung jawab dalam pengembangan, pemanfaatan, konservasi dan pengelolaan sumberdaya di DAS berdasarkan prinsip kerjasama antara seluruh kabupaten yang terlibat (6 kab.), kewenangannya di dalam DAS maupun ditingkat propinsi. (7). Menyusun system informasi sumberdaya air (database SDA, GIS) untuk menunjang efektivitas pemantauan dan pengelolaan sumberdaya di dalam DAS. (8). Menyusun materi pelatihan tentang perencanaan dan pengelolaan sumber daya air untuk staf Balai PSDA Kabupaten dan Provinsi. Pendekatan umum yang diterapkan pada Studi ini adalah seperti yang disebutkan di dalam TOR, termasuk diantaranya: Konsultasi dengan masyarakat untuk mendapatkan kesepakatan Melibatkan stakeholder pada kegiatan-kegiatan di dalam DAS. Mengikutsertakan masyarakat dalam segala aspek. Pendekatan lintas sektoral

Transcript of Master Plan SWS Walanae Cenranae

Page 1: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 1

RINGKASAN

1. SASARAN STUDI RENCANA INDUK

(1). Klarifikasi masalah-masalah dan kendala pada pengembangan, konservasi dan

pengelolaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walanae-Cenranae.

(2). Memperbaharui dan mengkonfirmasi kembali Rencana Tata Ruang Kabupaten yang sesuai untuk daerah aliran sungai,

(3). Merumuskan rencana alternatip dalam pengembangan dan pengelolaan terpadu sumber-sumber didalam daerah aliran sungai. Target rencana kebutuhan pekerjaan dalam jangka waktu Mendesak (dalam jangka waktu 2 tahun), Jangka Pendek (dalam jangka waktu 5 tahun), Jangka Menengah (jangka waktu 5 – 10 tahun) dan

Jangka Panjang (jangka waktu 10-25 tahun).

(4). Mungusulkan Rencana Tindak yang mewujudkan efisiensi dan keberlanjutan system pengelolaan sumberdaya-sumberdaya didalam daerah aliran sungai melalui kegiatan konsultasi umum.

(5). Munyusun pedoman O&P untuk infrastruktur termasuk danau dan bendung gerak Tempe yang diusulkan.

(6). Mungusulkan suatu organisasi yang bertanggung jawab dalam pengembangan,

pemanfaatan, konservasi dan pengelolaan sumberdaya di DAS berdasarkan prinsip kerjasama antara seluruh kabupaten yang terlibat (6 kab.), kewenangannya di dalam DAS maupun ditingkat propinsi.

(7). Menyusun system informasi sumberdaya air (database SDA, GIS) untuk menunjang

efektivitas pemantauan dan pengelolaan sumberdaya di dalam DAS.

(8). Menyusun materi pelatihan tentang perencanaan dan pengelolaan sumber daya air untuk staf Balai PSDA Kabupaten dan Provinsi.

Pendekatan umum yang diterapkan pada Studi ini adalah seperti yang disebutkan di dalam TOR, termasuk diantaranya:

• Konsultasi dengan masyarakat untuk mendapatkan kesepakatan

• Melibatkan stakeholder pada kegiatan-kegiatan di dalam DAS.

• Mengikutsertakan masyarakat dalam segala aspek.

• Pendekatan lintas sektoral

Page 2: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 2

2. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN NASIONAL

2.1 Kebijakan Pembangunan Nasional

Program Pembangunan Nasional 5 tahunan terakhir, atau PROPENAS untuk tahun 2000-2004 menetapkan 5 prioritas utama pembangunan nasional, seperti tercantum di bawah ini:

(1) Membangun sistem politik yang demokratis dan memelihara persatuan dan kesatuan nasional,

(2) Mewjudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih,

(3) Percepatan pemulihan ekonomi dengan penguatan berkelanjutan dari dasar-dasar pembangunan dan kelembagaan yang cocok dengan sistem sosial ekonomi,

(4) Peningkatan kesejahteraan masyarakat beserta aspek-aspek kualitas kehidupan,

keagamaan dan kekuatan kebudayaan, dan

(5) Percepatan pembangunan daerah.

PROPENAS juga menguraikan dasar-dasar pembangunan ekonomi dari tahun 2000 sampai 2004, yang telah diterbitkan pada akhir tahun 2000. Di dalam PROPENAS, pertumbuhan

ekonomi Indonesia selama tahun 2000 sampai 2004 ditargetkan 6-7%. Target Angka Pertumbuhan Pendapatan Kotor per sektor di Indonesia ditunjukkan tabel di bawah ini:

Angka Pertumbuhan Pendapatan Kotor Sektor Ekonomi dalam PROPENAS

Tahun

Sektor Ekonomi 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Pertanian 2.1% 1.4% 2.5% 2.5% 2.7% 2.9%

Industri 2.6% 4.8% 6.4% 7.3% 8.4% 9.2%

Jasa-Jasa -1.2% 5.3% 5.5% 6.0% 6.2% 6.4%

Sumber: Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004

Untuk sektor sumber daya air, arahan kebijakan utama seperti tertera di PROPENAS

adalah:

• Penyusunan ulang tanggung jawab dari Pemerintah Pusat, Provinsi, Swasta dan masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air.

• Pengembangan kebijakan sumber daya air nasional dan penyelesaian penetapan hukum untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air.

• Penyusunan lembaga kerja sama baik di tingkat Kabupaten maupun Nasional pada sektor sumber daya air.

• Mempersiapkan dan memfasilitasi penyusunan Badan Pengelola DAS terpadu. • Melaksanakan konservasi air permukaan dan air tanah secara terpadu. • Pengendalian polusi air melalui penegakan hukum terutama di daerah tangkapan air.

Page 3: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 3

• Membangun dan merehabilitasi fasilitas-fasilitas untuk pengendalian banjir, erosi pantai dan perbaikan alur sungai.

• Peningkatan stabilitas atau perbaikan bendungan, danau, embung dan bangunan penampungan air lainnya.

• Pembiayaan pengelolaan sumber daya air dengan peran serta dari masyarakat pengguna air, termasuk pengumpulan dan penggunaan uang iuran yang efektif.

• Peningkatan efektifitas dan efisiensi jaringan irigasi untuk meningkatkan pendapatan petani.

• Pembangunan jaringan irigasi baru di daerah sawah tadah hujan. • Perbaikan dan pengembangan infrastruktur penyediaan air bersih dan pengendali

polusi air.

2.2 Otonomi Daerah

Peraturan No. 22, yang telah diundangkan tahun 1999 untuk memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang lebih luas kepada pemerintah daerah, telah membawa perubahan yang dinamis yang dikenal dengan Otonomi Daerah pada Pemerintah Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 2000, seperti

tertulis pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), tujuan dari otonomi daerah adalah untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat dan meningkatkan rasa keadilan, hak, demokrasi dan rasa hormat terhadap budaya daerah.

Berdasarkan pada kebijakan otonomi daerah, pemerintah kabupaten atau kota mempunyai kekuasaan yang lebih besar untuk berperan dalam pemerintahan daerah. Peranan pemerintah provinsi dibatasi pada permasalahan antar kabupaten atau antar kota, seperti masalah keamanan, pemanfaatan air dan pengendalian terhadap polusi lingkungan.

Sementara otonomi daerah masih dalam tahap transisi dan masih butuh waktu untuk stabilitasnya, beberapa masalah umum yang muncul seperti kurangnya sumber daya manusia, kurangnya perencanaan dan ketidakmampuan dalam pelaksanaan, kesulitan dalam memadukan masalah-masalah yang sifatnya lintas kabupaten dan kurangnya dana.

2.3 Kebijakan Pembangunan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan

Ada 3 jenis rencana pembangunan wilayah di tingkat provinsi: GBHD (Garis-Garis Besar

Haluan Daerah- Rencana Umum Lima Tahunan), PROPEDA (Program Pembangunan Sosial Ekonomi Lima Tahunan) dan REPETADA (Rencana Pembangunan Tahunan Daerah - Program Pelaksanaan Tahunan).

Sebagai hasil dari kebijakan otonomi, peranan pemerintah provinsi pada dasarnya terbatas

hanya pada koordinasi masalah lintas kabupaten atau kota. Ini berarti bahwa pemerintah

Page 4: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 4

provinsi tidak lagi menjadi pelaksana program pembangunan wilayah lagi tapi hanya

sebagai koordinator masalah antar kabupaten.

PROPEDA yang ada (2001-2005) hanya menguraikan garis besar bagi kabupaten-kabupaten untuk merumuskan rencana pembangunan wilayah. Garis besar pembangunan yang berkaitan erat dengan Studi adalah sebagai berikut:

(1) Pengembangan Sumber Daya Alam: aspek-aspek pembangunan wilayah seperti ekonomi, sosial dan kebudayaan harus mendapat perhatian sebagai aspek-aspek yang terpadu dalam pengelolaan sumber-sumber daya alam dan lingkungan.

(2) Pembangunan Perdesaan: Pembangunan Perdesaan harus dipercepat untuk mendorong masyarakat perdesaan mengambil peranan yang lebih besar, dan untuk memberikan rangsangan supaya ikut serta dalam pembangunan perdesaan melalui peningkatan kemampuan kelembagaan perdesaan.

Pengertian dasarnya adalah, peranan utama dari pemerintah provinsi dijabarkan dari Peraturan Pemerintah No. 25, seperti dikutip di bawah ini:

Kewenangan dari pemerintah provinsi adalah menyusun koordinasi antar kabupaten/kota dan item berikut ini sebagaimana ditetapkan dalam Ketentuan 9 dari Peraturan No. 2:

• Perencanaan dan pengendalian pengembangan wilayah secara makro;

• Pelatihan pegawai pemerintahan untuk tujuan-tujuan khusus;

• Alokasi sumber daya manusia untuk administrasi;

• Riset yang melibatkan seluruh provinsi;

• Pengelolaan pelabuhan-pelabuhan provinsi;

• Pengendalian Lingkungan;

• Peningkatan kegiatan perdagangan, kebudayaan dan kepariwisataan;

• Pengendalian penyebaran penyakit dan hama; dan

• Perumusan rencana pengelolaan wilayah untuk seluruh provinsi.

Pemerintah provinsi dapat menjalankan atau melaksanakan sesuatu kewenangan yang tidak mungkin dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pada pelaksanaan ini yang utama dibutuhkan adalah persetujuan dari pemerintah kabupaten/kodya.

Pada sektor sumber daya air, arahan kebijakan utama yang tertulis di PROPEDA adalah:

(1) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air dengan cara yang sesuai dan sama, dengan perkuatan susunan pengelolaan sumber daya air.

Page 5: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 5

(2) Meningkatakan kuantitas, kualitas dan partisipasi dari lembaga-lembaga yang

terlibat dalam pengelolaan sumber daya air, terutama Perkumpulan Petani Pengelola Air pada Jaringan Irigasi agar dapat melakukan pengelolaannya.

(3) Meningkatkan kemampuan personal Dinas PSDA Sulawesi Selatan agar dapat menjalankan tugas-tugas mereka dan untuk perkuatan organisasi.

(4) Memperbaiki sistem koordinasi dengan badan/instansi terkait untuk memberikan keuntungan pada pemakai air dan memungkinkan mereka ntk dapat melakukan pengelolaan fasilitasnya.

3 KONDISI FISIK

3.1 Tata Guna Lahan

Tata guna lahan saat ini – Total luas daerah Studi adalah 789.000 ha (termasuk DAS Gilirang). Lima puluh delapan persen (58 %) dari lahan yang ada atau 458.789 ha digunakan untuk pertanian dan sisanya yaitu 330.912 ha (42 %) adalah lahan non pertanian seperti hutan, padang rumput, rawa-rawa, danau dan permukiman. Kompilasi

luasan penggunaan lahan saat ini yang diperoleh dari berbagai sumber memberikan hasil sebagai berikut:

Kompilasi Informasi Penggunaan Lahan Saat ini - Tahun 2002

Karegori Penggunaan Lahan Luas (ha) (%)

Sawah 235.985 29,9 Ladang 176.527 22,4 Perkebunan dan Kebun 46.277 5,9

Total untuk Lahan Pertanian 458.789 58,1 Hutan 119.816 15,2 Padang Rumput 160.856 20,4 Rawa-Rawa 15.617 2,0 Desa (Permukiman) 13.281 1,7 Tubuh Perairan 21.343 2,7 Total untuk Lahan Non-Pertanian 330.912 41,9

Total Semua 789.700 100,0 Sumber: LandSat 2002, Rencana Tata Ruang Kabupaten, Data Statistik Pertanian per Kabupaten,

Hutan Kesepakatan Sulawesi Selatan th 1991

Penggunaan lahan yang luas untuk pertanian, dapat mendorong terjadinya erosi. Lahan konservasi yang digunakan untuk perladangan adalah seluas 80.878 ha dan untuk kebun atau perkebunan seluas 46.277 ha, lahan-lahan ini sebetulnya adalah lahan yang termasuk

kategori lahan dengan perlindungan erosi dan pengelolaan air yang harus dilakukan dengan hati-hati.

Page 6: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 6

3.2 Kondisi Umum Hidrologi pada Potensi Sumber Daya Air

Danau Tempe terletak di tengah-tengah DAS Danau Tempe. Sistem Danau Tempe, selama musim kering dmana ketinggian muka air danau kurang dari + 6 meter akan terbagi menjadi 3 danau yaitu: Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya. Danau Sidenreng dan Buaya terhubung dengan Danau Tempe melalui beberapa alur penghubung.

Apabila musim banjir maka akan terbentuk suatu danau yang luas. Dari sebelah utara Danau Tempe mendapat masukan air dari sungai Bila (1.610 km2), dari sebelah barat mendapat masukan air dari beberapa sungai termasuk sungai Batu-Batu, Bilokka, Panincong, Lawo, dll (927 km2), dan dari bagian selatan mengalir Sungai Walanae (3.170

km2). Alur pengeluaran dari Danau Tempe hanyalah melalui sungai Cenranae.

Dasar danau Tempe yang paling rendah mempunyai elevasi +3 meter diatas rata-rata muka laut (m dpal). Pada musim hujan yaitu dari bulan Mei sampai Agustus biasanya tinggi muka air danau naik mencapai elevasi +7 m dpal sampai +9 m dpal dan luasan

permukaan airnya bisa mencapai 28.000 ha sampai 43.000 ha.

Sungai Cenranae – Panjang sungai mulai dari muara di Teluk Bone sampai Danau Tempe adalah kurang lebih 69 km. Luas tangkapan airnya sampai di muara adalah 7.380 km2.

Sedang luasan tangkapan air yang dihitung dari stasiun pengukur muka air Tampangeng sampai muaranya adalah 1.180 km2.

Sungai Gilirang – Aliran sungai Gilirang berasal dari pegunungan di sebelah utara mengalir ke arah tenggara ke Teluk Bone dan tidak mempengaruhi Danau Tempe dan

juga terletak di luar DAS WalCen, tetapi karena pertimbangan masih terletak dalam satu SWS maka dimasukkan ke Areal Studi. Luas tangkapan air dari sungai Gilirang adalah 518 km2 sampai di muara, sedang luas tangkapan air sampai pada stasiun pemgukur muka air Gilirang adalah 230 km2.

Potensi Air Tanah – Kendati ketersediaan air tanah sedikit, banyak rumah tinggal dan usaha-usaha yang memakai sumur air tanah dangkal yang biasanya mempnyai kedalaman kurang dari 10 meter serta seringkali tercemar oleh drainase permukaan, untuk menyokong pasokan air PDAM atau bahkan untuk menggantikan pasokan air dari PDAM.

Untuk menggambarkan potensi air tanah di Areal Studi, areal penyebaran air tanah dibagi menjadi 10 wilayah sebagaimana yang telah diuraikan di Laporan Utama.

Kualitas Air – Kesimpulan utama dari studi kualitas air tanah ditunjukkan sebagai berikut,

bahwa:

• Pada umumnya, lebih dari 25 tahun yang lalu, air Danau Tempe dan sungai-sungai disekelilingnya sangat sesuai untuk dipakai bagi produksi-produksi perikanan, pertanian dan irigasi.;

Page 7: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 7

• Sungai-sungai mengandung suspensi padat, unsur-unsur organis dan total nitrogen yang tinggi kecuali di bagian hulu, kondisi demikian menunjukkan bahwa sebagian besar material ini berasal dari wilayah permukiman, dimana sungai-sungai dipergunakan sebagai tempet pembuangan sampah baku, limbah padat atau cair dari penduduk setempat.

• Danau Buaya lebih jernih dibandingkan yang lainnya dan hanya disinilah macropyte ditemukan dalam jumlah yang melimpah;

• Air Sumur, sampel tahun 1996 menunjukkan air sumur sesuai untuk air minum, tetapi untuk air sungai tidak sesuai yang disebabkan oleh tingginya konsentrasi besi

dan adanya bakteri dari limbah rumah tangga.

Sistem Pengukuran Air – Jumlah total dari stasiun hujan yang dipakai untuk analisa adalah 45 stasiun hujan, data muka air dikumpulkan dari 15 stasiun muka air dan iklim dari 6 stasiun klimatologi.

4 KONDISI LINGKUNGAN

4.1 Penyusunan Perundang-undangan Lingkungan Indonesia

Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap masalah lingkungan ditunjukkan dengan disusunnya kementerian lingkungan yang dikenal dengan nama Kementerian Negara Pembangunan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (PPLH) pada tahun 1977 dan menghasilkan Undang-Undang No. 4 th 1982, yang meletakkan dasar-dasar pertimbangan

bagi pengelolaan lingkungan negara. Dalam kaitan dengan kepentingan operasionalnya, Undang-Undang tersebut diikuti dengan Peraturan Pemerintah No. 29 th 1986 (diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993) tentang Penilaian Dampak Lingkungan yang lebih dikenal dengan proses regulasi AMDAL.

Undang-Undang Lingkungan diperbaharui tahun 1997 (dengan Undang-Undang No. 23 th 1997) dan diikuti dengan Peraturan Pemerintah tentang AMDAL yang baru No. 27 tahun 1999. Sejak saat itu peraturan-peraturan itu merupakan perundang-undangan utama

tentang kebijakan dan pengelolaan lingkungan di Indonesia.

4.2 Ekologi Daratan di Daerah Studi

Hutan dataran tinggi terletak pada daratan dengan ketinggian lebih dari 1.000 m dpal,

yaitu di bagian tepi utara, selatan dan barat. Tanaman-tanaman asli masih terdapat di daratan di atas 1.500 m dpal, dimana tanaman berdaun jarum, maple dan oak masih bisa ditemukan. Di bagian lain, penebangan yang berlebihan pada pohon Pinus (yang dikenalkan oleh Belanda) dan pembukaan lahan untuk perkebunan komersil yang

selanjutnya hanya menyisakan sedikit atau tidak sama sekali hutan dan tanah dalam

Page 8: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 8

kondisi yang rawan terhadap erosi. Hal ini berdampak buruk bagi fauna, dan fauna asli

seperti Banteng, Anoa, Tarsier dan Burung Enggang Sulawesi sangat sulit dijumpai.

Pertanian lahan kering dilakukan pada lereng bukit yang lebih rendah dan di dataran rendah tanpa jaringan irigasi. Hampir semua tanaman alami telah habis dan diganti dengan tanaman yang berproduksi (coklat, kelapa, durian, nangka), jagung, dan sayuran

termasuk ketela pohon, ubu jalar, cabe dan tomat. Pohon-pohon yang memproduksi kayu juga ditanam, diantaranya pohon jati. Terdapat padang rumput di bagian utara yang terbentuk ketika terjadi pembukaan lahan dan tidak ditanami dan sedikit wilayah yang berhutan dengan tanaman lontar, bambu, ara dan jenis lainnya.

Persawahan melingkupi hampir semua wilayah antara pinggiran lahan kering dan rawa-rawa di sekeliling Danau Tempe, serta wilayah yang sangat luas di bagian timur. Tanaman alami juga telah habis di wilayah ini, dan topografi wilayah ini telah mengalami pendataran dan terasering.

4.3 Lingkungan dan Ekosistem Danau Tempe

Danau Tempe adalah lingkungan yang bervariasi dan luar biasa, hal ini dapat dilihat pada

tekanan berat yang diterimanya, baik disebabkan oleh alam maupun tingkah laku manusia. Danau ini adalah danau dataran banjir dimana pada musim hujan sungai-sungai yang bermuara padanya jauh melebihi kapasitas dari Sungai Cenranae untuk mengalirkannya ke laut, sehingga danau itu meluas dan sungai-sungai meluap menyebabkan genangan

yang meluas pada lahan pertanian dan lahan yang tidak didiami. Hal ini sangat berlawanan dengan musim kemarau dimana sebagian sungai mengering dan danau menjadi berkurang baik luas maupun volumenya.

Ketidakmampuan danau untuk menampung aliran pada musim hujan diperburuk oleh

berkurangnya kedalaman dalam jangka panjang karena penumpukan sedimen, endapan dari penggundulan hutan di lereng bukit dan erosi dari tebing sungai. Kekeringan di musim kemarau diperburuk oleh digunakannya sejumlah besar air dari sungai di daerah hulu untuk kepentingan irigasi, terutama yang telah dibangun sejak 30 tahun terakhir.

Sungai-sungai juga digunakan sebagai tempat pembuangan limbah padat dan sampah baku disebabkan kurangnya infrastruktur sanitasi. Karena itu sungai-sungai dan danau menjadi sangat tinggi kandungan bahan organiknya, proses pembusukan yang menghabiskan kandungan oksigen dalam air menyebabkan bahaya pada kehidupan di

elevasi muka air yang rendah di danau (0,3 ppm pada November 2002), yang dapat menyebabkan kematian pada hewan-hewan tertentu.

Oleh karena itu, ekologi dari danau yang tersisa dari kerasnya lingkungan alamiah, masih ditambah lagi dengan berbagai aktivitas manusia menjadikannya sebagai lingkungan yang

tidak ramah. Kenyataan bahwa ekologi yang tersisa akan menjadi lebih menarik dan lebih

Page 9: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 9

penting, tidaklah menjamin akan menjadi langgeng bila dipandang dari tekanan-tekanan

lingkungan yang sebagian besar diakibatkan perilaku manusia.

4.4 Lingkungan Hidup

Pemecahan masalah yang berhubungan dengan lingkungan hidup dalam DAS adalah

masalah kemiskinan yang terjadi di masyarakat terutama petani-petani kecil. Ada banyak alasan penyebab kemiskinan dan yang terlihat jelas adalah kenyataan semakin terbatasnya hasil-hasil pertanian karena kurang dapat diandalkannya pasokan air sepanjang tahun di beberapa wilayah, dan produksi menjadi berkurang dan kehidupan menjadi sangat

terganggu karena sebagia besar wilayah tergenang setiap tahunnya. Tujuan akhir dari proyek ini adalah untuk mengatasi permasalahan ini dengan memperbaiki pasokan air untuk irigasi pada sebagian besar wilayah dan mengurangi frekuensi serta perluasan genangan. Berdasarkan kesuksesan di beberapa tempat di Indonesia, besar kemungkinan

bahwa metode ini akan dapat diterima, dengan syarat bahwa pengukuran-pengukuran yang direkomendasikan di dalam Rencana Induk diterapkan. Jika hal ini yang terjadi maka pendapatan dan kondisi kehidupan masyarakat akan dapat diperbaiki sesuai dengan proporsinya.

Hal tersebut bukanlah satu-satunya keuntungan yang diberikan oleh proyek ini untuk masyarakat setempat. Bangunan sanitasi yang tetap bagi masyarakat yang tinggal di sisi sungai, seperti yang disarankan di atas, akan menghasilkan beberapa manfaat, termasuk perbaikan kesehatan dan kondisi kehidupan masyarakat, perbaikan kualitas air sungai dan

danau serta meningkatkan kondisi ekologi. Akan tetapi, survei yang dilakukan proyek ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat ini tetap melakukan aktivitas membuang hajatnya di sungai meskipun sudah dibuatkan jamban di daratan, dan mempergunakan air sungai sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari termasuk untuk minum, meskipun

apabila sudah disediakan air bersih dari sumur atau perpipaan. Untuk itu sangatlah penting bahwa perbaikan infrastruktur haruslah dibarengi dengan suatu program pendidikan masyarakat berkenaan dengan bahayanya sanitasi yang jelek.

5 PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR

5.1 Irigasi dan Drainase

Pengembangan irigasi di Areal Studi di bawah ini saat sekarang ada yang masih berupa

rencana dan sedang berlangsung pembangunannya:

• Bendungan Ponre-ponre dan jaringan irigasinya seluas 4.240 ha yang berada di Kabupaten Bone akan dimulai dalam waktu dekat sebagai bagian dari proyek DISIMP yang didanai dengan pinjaman dari JBIC.

Page 10: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 10

• Rehabilitasi jaringan irigasi dengan sumber air dari Sungai Sadang (dari Bendung Batang) yaitu Sadang VII, Sidenreng I & Sidenreng II, Sadang VI Baranti, Sadang VI Belawa yang semuanya termasuk dalam wilayah irigasi Sadang. Saat ini daerah hulu sungai sedang direhabilitasi dan akan diikuti dengan daerah lainnya dalam proyek DISIMP yang didanai dengan pinjaman JBEC.

• Bendungan Paselloreng dan Bendung Gilirang beserta jaringan irigasinya. Pelaksanaan proyek fisiknya sudah siap, rancangan detilnya sudah selesai tahun 2001, tetapi disebabkan masalah sosial yaitu relokasi pemukiman dan relokasi desa maka pembangunan bendungan Paselloreng ini ditunda. Pemerintah dan masyarakat

setempat tidak mencapai kesepakatan dalam hal akuisisi tanah, kompensasi lahan pertanian, rumah dan fasilitas lainnya. Pembangunannya sendiri diharapkan dalam waktu dekat dapat dilaksanakan.

Program yang telah ada dan yang direncanakan

Sebagian dari usulan proyek irigasi yang disebutkan dalam Rencana Induk JICA (1980) telah dilaksanakan. Untuk beberapa usulan jaringan telah dilakukan rancangan detil dan atau studi kelayakan.

Proyek-Proyek Irigasi yang pekerjaan fisiknya (seperti konstruksi) telah selesai adalah sebagai berikut:

• Proyek Irigasi Sanrego di Kabupaten Bone • Proyek Irigasi Langkeme di Kabupaten Soppeng • Proyek Irigasi Bila di Kabupaten Sidrap dan Wajo

Proyek-proyek irigasi dari studi tahun 1980 yang telah dilaksakan rancangan detil dan atau studi kelayakan adalah sebagai berikut:

• Pengendalian Banjir Boya dan Bendungan serta Proyek Irigasi Boya • Proyek Irigasi Lawo

• Proyek Irigasi Cenranae • Proyek Irigasi Gilirang • Proyek Irigasi Padangeng • Bendungan Serbaguna Walimpong (pada tahap pra-kelayakan pembangunan)

Diskusi Kelompok Terarah (FGD) yang telah dilakukan di Areal Studi memberikan hasil informasi berikut ini. Disamping disain dan pelaksanaan pembangunan yang bagus, keberhasilan dari suatu proyek tergantung pada penerimaan dari masyarakat dan petani

sesudah pembangunannya. Sebagian proyek irigasi gagal mendapatkan manfaat karena desainnya hanya berdasar atas aspek teknis saja. Harus diperhatikan pula aspek-aspek yang lain seperti unsur-unsur sosiologi, lingkungan, keterlibatan masyarakat, kelembagaan dan aspek hukum.

Page 11: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 11

5.2 Kondisi Banjir, Sedimentasi dan Kekeringan

5.2.1 Banjir

Berdasar atas survei lapangan di sepanjang sungai-sungai di Areal Studi, daerah-daerah yang mengalami kerusakan akibat banjir atau genangan adalah 1) Daerah sekeliling Danau Tempe termasuk Danau Sidenreng dan Danau Buaya 2) Bagian hilir Sungai Bila

termasuk sisi kanan Sungai Boya dan bagian hilir dari Sungai Lancirang 3) Bagian hilir Sungai Walanae termasuk bagian hilir Sungai Belo dan Lawo pada kedua sisi Sungai Cenranae. Suatu banjir yang terbesar yang masih diingat oleh masyarakat setempat adalah banjir yang terjadi bulan Mei 2002 dan perkiraan kerugiannya ditaksir sekitar 130 milyar

rupiah.

5.2.2 Sedimentasi

(1) Danau Tempe

Perhitungan keseimbangan sedimentasi tahunan Danau Tempe ditunjukkan sebagai berikut: Jumlah sedimen yang diendapkan di Danau Tempe diperkirakan 600.000 m3/th pada tahun 1974, 519.000 m3/th pada tahun 1997 (berdasar data 20 tahun) dan 742.642 m3/th, dan angka rerata sedimentasinya adalah 0,3 cm/th (1974); 0,37

cm/th (1996) dan 0,38 cm/th (2002). Sedimen cenderung untuk mengumpul di wilayah delta sungai dan tidak tersebar merata di wilayah danau seperti yang ditunjukkan oleh suatu gambar. Secara alami nilai berkumpulnya sedimen ini tidaklah terlalu besar bagi DAS, akan tetapi direkomendasikan untuk melakukan

perbaikan-perbaikan bagi pengendalian sedimen.

(2) Sungai Cenranae (perbaikan secara alami)

Selama survey danau tahun 1997 telah dipelajari bahwa volume sedimen yang perlu

dipindahkan dari Sungai Cenranae di bawah Danau Tempe adalah lebih dari 3 milyar m3. Dengan cara perhitungan yang sama, dengan menggunakan hasil survey topografi yang dilaksanakan selama proyek WalCenMP 2003 menunjukkan bahwa volume yang perlu dikeruk telah berkurang sampai 100.000 m3. Hal ini

menunjukkan bahwa telah terjadi perpindahan sedimen dari bagian hilir dari Danau Tempe, yaitu Sungai Cenranae. Dugaan yang muncul adalah bahwa sedimen tersebut telah berpindah selama banjir besar yang terjadi setiap tahun sejak tahun 1997. Perpindahan sejumlah besar sedimen di hilir ini telah memperlebar

penampang-lintang sungai dan karenanya meningkatkan koefisien aliran dari Danau Tempe. Perhitungan awal menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas aliran pada penampang-lintang bagian hilir danau telah mempengaruhi muka air di danau. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian jumlah air yang keluar dari danau sangat

dibutuhkan agar ketinggian muka danau masih tersisa seperti di masa-masa lampau.

Page 12: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 12

Pengendalian muka danau ini juga dapat memberikan keuntungan yang besar di

bidang perikanan dan pengembangan pertanian di danau.

5.2.3 Kondisi Kekeringan

Berdasarkan hasil Diskusi Kelompok Terarah (FGD) yang dilaksanakan di Studi ini, permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh kekeringan adalah sebagai berikut :

• Saat musim kemarau intrusi air asin mencapai tempat yang jauhnya 15 km dari muara Sungai Cenranae dan air sungai yang terkena intrusi ini tak dapat dimanfaatkan sebagai sumber air tawar oleh penduduk setempat. Keadaan in terjadi

di Kabupaten Bone tepatnya di Kecamatan Cenranae.

• Jaringan-jaringan irigasi baik sawah irigasi maupun sawah tadah hujan tidak mendapatkan pasokan air yang dibutuhkan selama kondisi kekeringan. Hal ini mengakibatkan menurunnya hasil panen tahunan terlebih bila periode ini semakin

panjang.

• Selama musim kemarau pada beberapa tempat seperti Kecamatan Cenranae di Kabupaten Bone terjadi peningkatan serangan penyakit endemik seperti diare, penyakit kulit dan lainnya. Diyakini bahwa hal ini disebabkan memburuknya kualitas

air selama musim kemarau dan terlebih lagi pada saat kekeringan panjang terjadi.

• Air Tanah dan ketersediaan air di sungai-sungai menurun selama masa kekeringan. Hal ini menyebabkan bertambahnya beban untuk pemurnian air dan sistem perpipaan masyarakat terutama di Kabupaten Bone. Muka air tanah di wilayah-wilayah dengan

elevasi yang lebih tinggi seperti wilayah berbukit di Kabupaten Bone mengalami penurunan sampai pada kondisi dimana penduduk setempat tidak mungkin lagi untuk mendapatkan air dari sumur-sumur mereka.

• Gangguan transportasi sungai terjadi bila muka air sungai mengalami penurunan dan perahu-perahu baik yang bermotor maupun tidak mengalami kesulitan beroperasi di sungai ini. Pada saat sekarang kesulitan transportasi sungai terjadi pada musim kemarau. Dan hal ini akan kelihatan lebih nyata lagi bila musim kekeringan panjang terjadi.

5.3 Penyediaan Air Bersih

Data Kependudukan – Jumlah penduduk di Daerah Sasaran pada akhir tahun 2001 adalah 1.251.550 jiwa, terdiri atas 592.200 laki-laki dan 659.350 wanita dan kepadatan penduduk

di Daerah Sasaran adalah 118,4 jiwa/km2. Penduduk di Daerah Sasaran terutama tinggal di kota-kota kabupaten dan persentase permukiman di Areal Studi adalah sebesar 2 % dari luas keseluruhan. Pertambahan penduduk di 6 kabupaten adalah 0,51 %/th. 3 kabupaten (Sidrap, Wajo, Soppeng) pertambahan penduduknya adalah yang paling

Page 13: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 13

rendah. Bahkan pertumbuhan penduduk di Soppeng adalah minus. Angka pertumbuhan

penduduk di masa mendatang diproyeksikan sebesar 0,5 %/th.

Kebutuhan Air untuk Industri – Industri-industri besar di Daerah Sasaran adalah: industri gas alam yang menggunakan air dari Sungai Cenranae kurang lebih 100 l/detik dan industri air minum kemasan di mata air Ompo yang menggunakan air kurang lebih 15 m3

setiap harinya. Kebutuhan air untuk industri lainnya di Daerah Sasaran saat ini bisa dikatakan masih kecil.

5.4 Evaluasi Potensi Sumber Daya Air

Ketersediaan air potensial di Areal Studi dianalisa berdasarkan 11 sub DAS dengan dasar perhitungan periode setengah bulanan. Perhitungan keseimbangan air telah dilakukan untuk kondisi saat ini (2001) dan untuk kondisi mendatang (2028). Untuk menunjukkan

potensi masa mendatang maka dimasukkan juga pembangunan-pembangunan skala besar seperti Bendungan Walimpong, Bendungan Boya, Bendungan Lejja, Bendungan Lawo, Bendungan Padangeng, Bendungan Torereh dan Bendung Gerak Tempe, dan telah diperimbangkan pula pengaruh-pengaruh kapasitas tampungan dan kehilangan karena

evaporasi. Semua kebutuhan air yang signifikan seperti lingkungan sungai dan air untuk perawatan sungai (maintenance flow), penyediaan air bersih perkotaan, dan kolam-kolam perikanan juga telah dipertimbangkan.

Hujan rerata tahunan, evaporasi + transpirasi dan run off di Areal Studi adalah 2.300 mm,

1.050 mm dan 1.250 mm. Perhitungan ketersediaan air potensial di Areal Studi adalah sekitar 9,98 milyar m3/th. Perhitungan terinci dari ketersediaan air potensial untuk masing-masing distrik air dengan periode setengah bulanan dapat dilihat pada laporan utama.

Kondisi Penggunaan Air Saat Ini – Irigasi sejauh ini merupakan bidang yang paling signifikan dalam menggunakan air yaitu sekitar 82% dari total penggunaan air di Areal Studi atau dibutuhkan sekitar 1,36 milyar kubik pada tahun 2001. Penggunaan air untuk

penyediaan air baku adalah sekitar 8,4% dan untuk kolam- kolam perikanan adalah sekitar 8,1%. Kebutuhan air untuk perawatan sungai telah diperhitungkan dan mencapai sekitar 17% dari potensi ketersediaan air.

Kondisi Penggunaan Air Masa Mendatang – Beberapa faktor yang dipakai untuk

perhitungan kebutuhan air di masa mendatang adalah sebagai berikut:

• Sistem-sistem irigasi yang termasuk dalam rencana pengembangan yang akan dikembangkan dari kondisi sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi teknis.

Page 14: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 14

• Intensitas penanaman diharapkan menjadi 230% sampai 280% setiap tahunnya. Kebutuhan air untuk setiap jaringan irigasi telah mempertimbangkan persentase dari intensitas penanaman ini.

• Areal sistem irigasi desa tidak akan mengalami peningkatan dan intensitas tanamnya tidak akan melebihi 200% setiap tahunnya. Peningkatan intensitas tanam ini akan

dicapai lewat peningkatan aktivitas dan rehabilitasi pertanian jaringan irigasi desa melalui program peningkatan kemampuan para petani.

• Perhitungan kebutuhan air masa mendatang untuk keperluan air baku, telah mempertimbangkan angka pertumbuhan penduduk dan proyeksi pertumbuhan

industri.

• Di sektor perikanan, kebutuhan air masa mendatang telah mempertimbangkan perluasan area untuk perikanan air tawar dan tambak.

Keseimbangan Air Saat Ini dan Mendatang – Keseimbangan air di Areal Studi adalah

berdasarkan persediaan dan kebutuhan rerata tahunan dengan dasar setengah bulanan dan menunjukkan tak ada kekurangan yang serius pada masing-masing distrik air untuk sekarang dan masa mendatang pada tahun 2028. Akan tetapi hasil ini tidak berarti bahwa tidak ada kekurangan air yang akan dialami yang disebabkan distribusi hujan musiman

dan fluktuasi spasial jangka panjang. Penggunaan air masa mendatang untuk sistem Danau Tempe adalah sekitar 93% dari total potensi yang ada di sistem tersebut. Ilustrasi ini menunjukkan perlunya pengendalian keluaran Danau Tempe melalui pembangunan Bendung Gerak Tempe di masa mendatang.

5.5 Perikanan

5.5.1 Kondisi Umum Perikanan di Areal Studi

Data menunjukkan bahwa ada sekitar 6.567 kk yang bekerja di bidang perikanan (yang terdiri atas 1.875 kk di sektor perikanan laut, 3.275 di sektor perikanan danau dan 1.417 di sektor perikanan rawa/sungai) dan 7.845 kk yang bekerja di bidang budidaya perikanan (terdiri atas 2.300 kk di sektor budidaya tambak, 971 kk di sektor budidaya perikanan air

tawar dan 4.574 kk di sektor mina padi). Keseluruhan kepala keluarga yang bekerja di bidang perikanan di Daerah Sasaran adalah 60,8% dari keseluruhan kepala keluarga perikanan yang ada di 6 kabupaten atau sekitar 15,84% dari seluruh masyarakat perikanan Provinsi Sulawesi Selatan.

Keseluruhan areal untuk perikanan di Daerah Sasaran, tidak termasuk perikanan laut, terdiri atas 14.869 ha danau, 9.604 ha rawa-rawa dan 2.165 ha sungai. Areal perikanan danau dimiliki oleh 3 kabupaten yaitu Wajo, Soppeng dan Sidrap dengan luas

masing-masing 8.973 ha, 3.000 ha dan 1.067 ha, sedangkan perikanan di daerah sungai didapati di semua kabupaten di Daerah Sasaran.

Page 15: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 15

Tiga jenis sumber perikanan yang dieksploitasi di perairan daratan adalah ikan, yang

menempati jumlah terbesar, diikuti oleh udang air tawar dan kerang-kerangan. Ada sedikitnya 20 spesies dari ikan/kerang-kerangan yang hidup di danau dan perairan lainnya.

Perikanan air tawar terdiri atas perikanan danau, sungai dan rawa dan budidaya ikan

(kolam air tawar, mina padi dan budidaya kolam air deras). Diantara jenis-jenis aktivitas perikanan air tawar, perikanan danau menempati urutan teratas dengan produksi sekitar 17.714 ton yang merupakan 100% total produksi perikanan danau di Sulawesi Selatan.

5.5.2 Perikanan di Danau Tempe

(1) Kualitas Air Danau Tempe

Kualitas air di danau dan daerah sekitarnya telah banyak diukur sebelumnya. Pada umumnya kualitas air di DAS Danau Tempe layak untuk perikanan terutama untuk

budidaya perikanan air tawar, terkecuali bila terdapat logam berat seperti timbal (Pb), seng (Zn), magnesium (Mg) dan besi (Fe). Konsentrasi tinggi dari logam-logam berat tersebut dapat meracuni beragam kelompok organisma. Konsentrasi dari timbal (Pb), seng (Zn), magnesium (Mg) dan besi (Fe) di Danau

Tempe lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi ideal yang dibutuhkan untuk budidaya ikan.

(2) Kondisi Perikanan Danau Tempe Saat Ini

1) KK Nelayan

Menurut Dinas Perikanan Provinsi, pada tahun 2002 Danau Tempe mempunyai 2.742 kk nelayan (sekitar 10.000 nelayan), terdiri atas 1.758 kk dari Wajo, 376 dari

Sidrap dan 608 dari Soppeng. Total jumlah kk nelayan cenderung mengalami penurunan selama 10 tahun terakhir dan yang telah diamati penurunannya sekitar 14%.

2) Metode dan Peralatan Penangkap Perikanan

Berdasarkan metode perikanan, peralatan penangkap yang dipakai para nelayan di Danau Tempe dikelompokkan dalam 4 kategori:

• Jaring Insang (jaring insang set, jaring insang apung, jaring insang dasar, dll.) • Perangkap (perangkap pot, penghalang halau, perangkap berpindah, dll.)

• Pancing dan Tali (tali tangan, pancing gulung, pancing dasar, tali panjang, dll.)

• Lainnya (jaring lempar, jaring tekan, jaring skop, jaring angkat berpindah, dll)

Page 16: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 16

Dilaporkan bahwa lebih dari 20 metode penangkapan ikan dapat dijumpai di Danau

Tempe, termasuk juga didalamnya 2 macam peralatan penangkapan ikan tradional yaitu Bungka Toddo dan Pallawang, dan juga metode penangkapan ikan yang dilarang seperti penggunaan aliran listrik dan insektisida/pestisida.

Bungka Toddo menggunakan tanaman terapung seperti Eceng Gondok (Eichornia

sp.). Bila air danau surut, Bungka Toddo akan turun di dasar danau. Perangkap yang terbuat dari bilah bambu yang diikat erat bersama-sama, akan merapat di dasar danau sehingga ikan-ikan yang berada di bawahnya tidak dapat lolos. Sebelum pengambilan ikan Bungka Toddo harus diangkat dulu dari perangkap tersebut.

Sebagian nelayan menggunakan jaring insang sebagai perangkap disekeliling Bungka Toddo. Musim, lokasi penempatan, luasan, jarak dan bagi hasil menggunakan Bungka Toddo diatur oleh Pemerintah Kabupaten.

Pallawang terletak di pinggiran danau (pantai danau) dengan areal yang dibatasi

untuk pengambilan ikan. Sebagian dimiliki oleh pemerintah kabupaten dan sebagian dimiliki oleh individu-individu (Ongko). Pallawang kepunyaan pemerintah kabupaten dipakai sebagai cara pengumpulan pajak melalui pelelangan diantara pemilik modal yang tinggal disekitar danau. Dimulainya pengoperasian

dan pengendalian Pallawang ketika muka air naik dan mempunyai kedalaman 1,25 m dibawah puncak pagar Pallawang, tapi ketika muka air lebih naik lagi dan mencapai ketinggian 30 cm di atas pagar, maka batas dari Pallawang disepakati tidak ada lagi dan setiap nelayan diperbolehkan untuk menangkap ikan di dalam

areal Pallawang.

(3) Tempat dan Musim Penangkapan Ikan

Air Danau Tempe dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah penangkapan bebas

dan wilayah Pallawang. Wilayah penangkapan bebas adalah wilayah dimana setiap nelayan boleh menangkap ikan dengan bebas, sedangkan Pallawang adalah wilayah yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten atau individu dan penangkapan di wilayah ini dilarang kecuali nelayan-nelayan yang mempunyai hak khusus. Periode

kepemilikan dan praktek penangkapan diatur oleh pemerintah kabupaten. Wilayah Pallawang terletak pada wilayah dengan kedalaman air dangkal di sekeliling danau.

(4) Produksi Perikanan

Produksi perikanan Danau Tempe didukung oleh tiga jenis organisma akuatis seperti: ikan, udang-udangan dan kerang-kerangan, dimana masing-masing produksinya pada tahun 2001 adalah 17.398 ton, 416 ton dan 30 ton.

Produksi rata-rata selama 20 tahun terakhir adalah 17.968 ton/th. Data 20 tahun

terakhir menunjukkan bahwa produksi perikanan Danau Tempe cukup stabil

Page 17: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 17

dengan kisaran angka antara 15.000 ton sampai 20.000 ton. Perhitungan panen

langsung adalah 1.500 – 2.000 kg/ha/th.

(5) Nilai Produksi

Menurut Dinas Perikanan Provinsi (2002), bahwa nilai produksi perikanan Danau Tempe pada tiga kabupaten pada tahun 2001 mencapai 74,24 milyar rupiah, terdiri

atas 46,86 milyar rupiah (62,85%) untuk kabupaten Wajo, 3,15 milyar rupiah (4,24%) untuk Kabupaten Sidrap dan 24,43 milyar rupiah (32,91%) untuk Kabupaten Soppeng.

6 PEMANFAATAN SUMBER DAYA LAHAN

6.1 Kehutanan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

6.1.1 Kondisi Umum Areal Kehutanan

(1) Areal Hutan Berdasarkan Fungsi Hutan

Berdasarkan Peta Kompilasi Informasi Penggunaan Lahan 2002, kurang lebih 1.198 km2 atau 15% luasan Areal Studi tertutup oleh areal hutan. Sebaliknya data yang

diperoleh dari Departemen Kehutanan menunjukkan bahwa di 6 kabupaten terdapat lebih kurang 2.410 km2 areal hutan, akan tetapi luasan tersebut termasuk juga areal hutan yang terletak di luar Areal Studi WalCenMP. Areal hutan yang tercatat dan areal hutan sebenarnya di lapangan tentulah sangat berbeda.

Berdasarkan fungsinya areal hutan dapat dibedakan menjadi 4 kategori. Berikut ini disajikan klasifikasi tersebut di 6 kabupaten:

Areal Hutan Berdasarkan Fungsinya di Areal Studi (ha):

Kabupaten Porsi di Areal Studi

Hutan Lindung

Hutan Produksi Terbatas

Hutan Produksi

Cagar Alam/Hutan

Wisata Total

Maros Bone Soppeng Enrekang Wajo Sidrap

51.900 250.900 134.500 63.400

148.900 119.100

10.48017.16134.86537.363

-

20.090

6.073 59.289 10.505

1.081 -

11.064

7.174 3.971

- -

13.153

-

6.441 1.045 1.201

- -

-

30.168 81.467 46.570 38.444 13.153 31.155

Total 768.700 119.959 88.012 24.298 8.687 240.956 Source: Harmonization Map between Forest Function Agreement (TGHK) and Regional Spatial Plan of

South Sulawesi Province. 1999

(2) Perladangan Berpindah

Jumlah peladang berpindah di 6 kabupaten adalah sekitar 24.900 jiwa atau 5.000 kk.

Perladangan berpindah ini dapat dikurangi atau dihilangkan dengan meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Lahan-lahan kritis dimana telah dilakukan perladangan berpindah dapat dirubah menjadi lahan yang lebih cocok untuk

Page 18: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 18

pertanian yang sesuai. Salah satu sistem bercocok tanam yang tepat untuk

merehabilitasi kerusakan lahan tersebut adalah sistem agro-forestry. Sistem ini dianjurkan karena memadukan penanaman pepohonan, pertanian dan peternakan diselingi dengan penanaman tanaman multi fungsi (MPTS) untuk meningkatkan kesuburan tanah.

(3) Reboisasi dan Penanaman Hutan

Keberhasilan dari program reboisasi dan penanaman hutan hampir sepenuhnya tergantung pada partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat harus dilibatkan pada setiap tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

Pendekatan partisipatif oleh masyarakat yang dibantu oleh lembaga desa harus menjadi priroritas utama dalam kegiatan reboisasi dan penanaman hutan di masa-masa mendatang.

(4) Areal Hutan Berdasar Fungsi yang dipakai untuk Penggunaan Lain

Di Kabupaten Maros sekitar 17.765 ha hutan dilaporkan telah digunakan untuk kepentingan yang lain. Yang paling luas adalah sebagai padang rumput (15.251 ha) diikuti oleh kebun dan perkebunan (1.343 ha) dan dipakai untuk perladangan (645

ha).

Di Kabupaten Bone penggunaan hutan untuk kepentingan lain yang paling luas adalah untuk padang rumput (34.315 ha), untuk perladangan (21.554 ha), untuk kebun atau perkebunan (3.688 ha) dan sisanya untuk sawah dan permukiman.

Di Kabupaten Soppeng luasan hutan yang dipakai untuk penggunaan lain adalah 15.595 ha. Penggunaan yang terluas adalah untuk padang rumput (11.141 ha), perladangan (3.671 ha) dan sisanya dimanfaatkan untuk sawah dan permukiman.

Di Kabupaten Wajo luasan hutan yang dipakai untuk kepentingan lainnya adalah seluas 9.854 ha. Yang terluas adalah untuk padang rumput (3.359 ha), untuk kebun atau perkebunan (3.068 ha), perladangan (3.052 ha) dan sisanya digunakan untuk permukiman.

Di Kabupaten Sidrap areal hutan yang dipakai untuk kepentingan lain adalah seluas 8.608 ha, dengan penggunaan sebagai padang rumput adalah yang terluas (5.894 ha) dan lainnya untuk kebun/perkebunan atau untuk perladangan.

Page 19: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 19

6.2 Pertanian

6.2.1 Pertanian Saat Ini

Produksi padi sampai saat ini adalah aktivitas yang paling penting untuk sub sektor tanaman pertanian baik di provinsi maupun di tingkat kabupaten di Areal Studi dengan luasan 69% dan 77% dari keseluruhan areal yang ditanami dengan tanaman pangan (tidak

termasuk sayuran) pada tahun 2001 seperti yang disarikan tabel di bawah ini:

Proporsi Areal Penanaman Tanaman Pangan th 2001 di Provinsi dan Kabupaten Proyek (%)

Provinsi Padi Jagung Kacang Hijau Singkong Lainnya

1/ Total

Provinsi 69 21 3 3 4 100 Kabupaten Proyek 77 13 4 1 5 100 % dari Provinsi Total 2/ 44 25 59 20 45 40

1/: termasuk kedelai, kacang tanah dan ubi jalar 2/: Perbandingan areal penanaman di Kabupaten Proyek dengan total areal penanaman di provinsi

Tanaman pangan yang terpenting setelah padi adalah jagung dengan nilai luasan 13% untuk provinsi dan 21% untuk Kabupaten Proyek dari keseluruhan areal yang ditanami,

diikuti oleh kacang hijau. Kedelai dan kacang tanah terutama ditanam di areal sawah di Kabupaten-Kabupaten Proyek tetapi tetap saja luasannya terbatas. Kabupaten-Kabupaten Proyek memberikan hasil hampir setengah dari hasil provinsi untuk tanaman pangan seperti padi, kacang hijau dan tanaman pangan lainnya (kacang kedelai 57% dan kacang

tanah 47%). Hal ini memberikan arti bahwa Kabupaten-Kabupaten Proyek telah berperan sebagai basis produksi tanaman pangan di Provinsi Sulawesi Selatan terutama beras.

Diantara Kabupaten Proyek Sidrap, Wajo dan Bone dapat disebut sebagai kabupaten

penghasil padi terbanyak di provinsi dengan luasan masing-masing 8%, 13% dan 14% dari keseluruhan areal penanaman di provinsi. Dengan cara yang sama Bone dapat disebut sebagai penghasil besar untuk jagung, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau. Wajo dapat disebut sebagai wilayah penghasil besar untuk kacang tanah, kacang

kedelai dan kacang hijau. Soppeng dapat dicatat sebagai wilayah yang banyak menghasilkan kacang tanah.

(1) Pola Tanam

Produksi tanaman pangan di Daerah Sasaran terutama dilakukan di tanah sawah dan

produksi untuk tanaman pangan yang sama yang ditanam di ladang luasannya lebih sempit. Pola tanam tanaman pangan yang diterapkan di Kabupaten-Kabupaten Proyek disarikan sebagai berikut:

Page 20: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 20

1) Sawah Irigasi

Pola tanam di areal sawah irigasi pada dasarnya tergantung dari ketersediaan air untuk irigasi pada musim tanam pertama dan kedua sebagai berikut:

Kondisi Penyediaan Air Irigasi Pola yang

Diterapkan Pola Sekunder

Sawah dengan penyediaan air yang cukup untuk musim tanam pertama dan kedua

Padi-Padi Padi-palawija-padi

Sawah dengan penyediaan air hanya cukup untuk musim tanam pertama saja

Padi – padi

Padi – bero

Padi – palawija

Seperti ditunjukkan di tabel, para petani cenderung lebih menyukai pola

penanaman padi-padi meskipun apabila persediaan air irigasi untuk musim yang kedua tidak dijamin oleh petugas pelayanan irigasi, para petani mengharapkan cukup air hujan pada musim tersebut dan mereka cenderung untuk untung-untungan. Penanaman palawija pada periode diantara 2 musim itu tetap

terbatas, tetapi di wilayah jaringan irigasi di Kabupaten Soppeng penanaman palawija dengan irigasi (saluran atau pompa) pada periode ini semakin meluas.

2) Panen

Tingkat keberhasilan panenan tanaman pangan di Daerah Sasaran dihitung dari luas wilayah panen dengan volume produksi, seperti yang disebutkan dalam statistik disarikan pada tabel di bawah ini:.

Produksi Tanaman Pangan di Daerah Sasaran 1/ Satuan Hasil (ton/ha)

Tanaman Rerata Kisaran Padi (KG kotor) 5,2 5,0 – 5,6 Jagung (butir) 2,9 2,6 – 3,0 Kacang Hijau (butir) 1,2 1,2 – 1,3 Kedelai (butir) 1,5 1,2 – 1,7 Kacang Tanah (tanpa kulit) 1,3 1,3 – 1,4

1/: Rerata th 1997 sampai 2001

Rerata produksi padi di Daerah Sasaran dihitung pada 5,2 ton/ha, secara substansi lebih tinggi dari hasil provinsi yang sebesar 4,4 ton/th. Tingkat produksi padi lebih

tinggi di wilayah kabupaten dengan perbandingan areal sawah irigasi dan total sawahnya tinggi (Sidrap, Soppeng dan Maros) dan tingkat produksi itu sama atau lebih rendah pada daerah-daerah dengan perbandingan sawah irigasi dan total sawahnya rendah.

Page 21: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 21

Akan tetapi, seperti yang tertulis di statistik tingkat produksi ini terkadang lebih

tinggi dari yang ditemukan oleh tim survei M/P, yaitu laporan yang didapat dari wawancara dengan petani-petani ketika dilakukan Survei Dasar Sosial (SBS) dan informasi yang diperoleh dari badan-badan pertanian. Dari informasi semacam itu, tingkat produksi padi berdasar kategori penggunaan lahannya dapat dihitung seperti

yang ditunjukkan tabel di bawah ini:

Perhitungan Tingkat Produksi Langsung Padi di Daerah Sasaran

Musim Tanam Pertama Musim Tanam Kedua Kategori Penggunaan Lahan (musim hujan) (musim kemarau) Sawah Irigasi 4,5 – 5,5 ton/ha 5,0 – 6,0 ton/ha Sawah Tadah Hujan 2,0 – 4,0 ton/ha 2,0 – 3,0 ton/ha

7 PERMASALAHAN DAN KENDALA DALAM PENGEMBANGAN, KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WALANAE-CENRANAE

7.1 Identifikasi Permasalahan dan Kendala Lewat Studi

Identifikasi permasalahan dan kendala lewat Studi ini, termasuk yang diungkapkan oleh berbagai stakeholder disajikan di bawah ini berdasarkan masing-masing sektor.

7.1.1 Permasalahan dan Kendala pada Lingkungan

(1) Lingkungan Fisik

Permasalahan utama yang berkaitan dengan lingkungan fisik DAS adalah kapasitas danau yang tidak mencukupi untuk menampung jumlah air yang masuk di waktu

musim penghujan, sehingga permukaan danau meluas dan air mengalami arus balik ke sungai lagi dan melampaui tebing sungai. Kejadian banjir itu makin diperburuk dengan pengendapan secara pertahap di danau, yang telah mengurangi kedalaman danau dan membatasi kemampuannya untuk menghalangi air banjir. Hal tersebut

penting diperhatikan, karena hal yang sama akan terjadi yaitu danau akan meluas secara bertahap apabila Bendung Gerak Tempe telah selesai dibangun. Pengendapan danau disebabkan karena erosi tebing sungai, tetapi yang utama adalah perpindahan tanah dari hulu, dimana telah mengalami penggundulan yang

berlebih, menyebabkan tumbuhnya rumput dan semak-semak dengan sistem perakaran yang dangkal yang tidak bisa mengikat dan melindungi tanah secara efektif.

Page 22: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 22

(2) Sumber Daya Air dan Kualitas Air

Permasalahan utama pada sumber daya air di DAS adalah tersedianya air hanya dalam jumlah yang sedikit di musim kemarau untuk mendukung kebutuhan air bagi irigasi dan pemeliharaan ekologi danau yang sehat, dan terlalu banyaknya air di musim hujan yang menyebabkan genangan yang luas, kehilangan dan kerusakan

rumah, infrastruktur dan produksi pertanian. Kualitas air danau juga memburuk disebabkan konsentrasi air di musim kemarau, akan tetapi penyebab yang lebih serius bagi memburuknya kualitas air di danau itu adalah kandungan bahan organis yang melimpah, yang mengakibatkan berkurangnya persediaan oksigen terlarut

karena proses pembusukan material organis tersebut. Sumber-sumber utama dari material-material tersebut adalah dari masyarakat yang tinggal di tepian sungai, yang membuang hajat, menguras toilet dan membuang limbah cairnya ke sungai, disebabkan kurangnya struktur sanitasi. Mereka juga menggunakan sungai untuk

tempat pembuangan limbah padat karena mereka tidak mempunyai sistem dan tempat penimbunan limbah.

(3) Ekosistem Danau Tempe

Dari uraian tentang lingkungan dan ekosistem Danau Tempe di atas, jelaslah bahwa

ekologi danau juga menjadi kepentingan internasional, meski begitu penduduk lokal masih tetap bisa bertahan walaupun tekanan lingkungan yang hebat dialaminya. Sumber-sumber tekanan itu termasuk:

• Terbatasnya volume air di danau pada musim kemarau, yang menyebabkan kematian dari sebagian binatang, ikan dan tanaman dan dibutuhkannya hal-hal lain untuk bertahan hidup di wilayah yang sangat terbatas tersebut;

• Kualitas air danau yang jelek karena pembusukan dari material organis mengurangi jumlah oksigen terlarut sehingga membahayakan kehidupan di bagian bawah danau yang bisa menyebabkan kematian ikan dan binatang lainnya;

• Berkurangnya pepohonan dan tanaman lainnya pada tepian danau, yang pada kondisi normal mejadi habitat bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan muda, yang saat ini hanya terdapat pada Bungka yang digunakan memikat dan menangkap ikan;

• Berkurangnya areal untuk berkembang biak dan bertenggernya burung-burung yang biasanya disediakan oleh pepohonan di tepian danau dan sekarang hanya terdapat di Bungka saja.

(4) Ekologi Daratan

Masalah utama dengan ekologi daratan adalah penurunan keanekaragaman hayati. Sebagian besar tanaman alami telah hilang, tempat tinggal spesies tertentu juga hilang dan wilayah-wilayah yang dulunya kaya dengan flora dan fauna sekarang

telah dirubah menjadi lahan buatan manusia yang didominasi oleh lahan pertanian.

Page 23: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 23

7.1.2 Permasalahan dan Kendala pada Jasa-Jasa Penyediaan Air Bersih

(1) PDAM

• Bahkan sampai sekarang pergiliran distribusi air oleh PDAM masih berlangsung. PDAM menghentikan operasionalnya dua hari dalam satu minggu disebabkan tidak efisiennya kapasitas pompa. Kapasitas pompa yang sekarang tidak

mencukupi tekanannya secara minimum yang dibutuhkan (contoh – Soppeng).

• Tidak efisiennya pembagian air oleh PDAM karena tingginya nilai kehilangan air yaitu sekitar 44% (Soppeng).

• Kapasitas sumur pompa dalam kurang mencukupi dari yang dibutuhkan (Pangkajene, Sengkang).

• Kebutuhan air potensial untuk perluasan sistem distribusinya bagi pengembangan kota baru sampai sekarang belum diverifikasi (Pangkajene).

• Kapasitas instalasi pengolahan air tidak dioperasikan sebagaimana mestinya (Sengkang).

• Kualitas air baku pada musim kemarau menjadi sangat jelek (Sengkang).

(2) IKK dan Lainnya

• Instalasi Pengolahan Air yang ada yang dibangun saat program IKK dan IKD, kondisi saat ini menghadapi berbagai kendala, seperti tidak normalnya kondisi Saringan Pasir Cepat (RFS) dan keterbatasan pipa transmisi dan distribusi.

• Sebagian wilayah di Areal Studi adalah wilayah berbukit dan mengalami masalah kekurangan air, demikian juga halnya dengan wilayah hilir Sungai Cenranae.

7.1.3 Permasalahan dan Kendala pada Sub-Sektor Irigasi

Terjadi distribusi air yang kurang merata diantara Kabupaten-Kabupaten. Wilayah hulu

lebih banyak mendapat air daripada wilayah hilir. Sebagian besar wilayah hilir dan sedikit wilayah hulu menghadapi masalah sedikitnya air untuk irigasi. Berikut ini adalah penyebab-penyebab khusus untuk masalah tersebut:

- Distribusi dari pintu air pada bangunan pembagi atau pada salurannya tidak sesuai dengan kebutuhannya karena tidak mencukupinya kapasitas aliran.

- Air di saluran utama dan sekunder telah dipompa untuk irigasi tanpa ijin di wilayah hilir.

- Terdapat kerusakan bangunan, saluran dan pintu air yang menyebabkan banyaknya kehilangan air.

- Jalan-jalan inspeksi mengalami kerusakan dan belum diperbaiki.

- Saluran tersier tidak dibangun pada sebagian wilayah. Kesadaran petani untuk membangun saluran tersier dan kuarter masih sedikit.

- Meskipun tingkat sedimentasi di saluran dan bangunan cukup tinggi, pemeliharaan

Page 24: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 24

dan pengerukan tidak dilakukan karena terbentur kekurangan dana.

- PPA tidak mampu mengumpulkan iuran penggunan air irigasi yang berhubungan dengan operasional dan pemeliharaan jaringan yang ada (sebagian alasannya adalah semenjak pengalihan Otonomi ke kabupaten, dana operasional dan pemeliharaan untuk areal irigasi dari pemerintah pusat tidak ada lagi. Dulunya WUA mengatur dana iuran air sendiri sebelum dimulainya otonomi daerah, sekarang iuran itu dibayarkan ke pemerintah kabupaten dan WUA hanyalah sebagai pengumpul iuran saja.

- Jumlah air di bangunan utama (penampung) tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman sebagaimana yang telah direncanakan dengan pola tanam.

- Tidak efisiennya penggunaan air karena kekurang pengetahuan petani tentang pola tanam – Kebingungan petani karena perbedaan ramalan hujan pertama oleh para peramal, masyarakat dan petugas. Sebagai hasilnya, para petani seringkali tidak menanam dalam waktu yang bersamaan dan menanam tanpa melakukan koordinasi yang bagus yang menyebabkan tidak efisiennya penggunaan air.

Sebagian besar penyebab-penyebab di atas berhubungan dengan pengelolaan air irigasi yang disebabkan karena 1) kurangnya koordinasi diantara dinas dan cabang dinas irigasi. 2) kurangnya peraturan-peraturan pada distribusi air. 3) Kurangnya kemampuan PPA dan

WUA.

7.1.4 Permasalahan dan Kendala Berkaitan dengan Pengelolaan Sungai, Danau dan Hidrologi

(1) Sungai Walanae, Boya dan Bila

Kapasitas Saluran Sungai di wilayah yang lebih datar dari dataran seringkali tidak cukup untuk mengalirkan aliran banjir yang umumnya mempunyai periode ulang 2 tahunan (hal ini adalah asumsi umum untuk kondisi aliran penuh bagi tebing sungai). Ketika aliran sungai mencapai tingkatan banjir maka air akan meluas ke

sisi kiri dan atau ke sisi kanan sungai, dan menggenangi lahan sekitarnya yang lebih rendah dari tanggul tebing sungai.

Salah satu penggalan Sungai Walanae yang tidak cukup kapasitas alirannya adalah dimulai dari sekitar 6 km arah hilir dari jembatan Cabenge sampai ke pertemuan

dengan Sungai Cenranae.

Penggalan Sungai Boya dan Bila yang kapasitas alirannya tidak cukup dimulai dari 5 km arah hilir dari jembatan jalan Tanru Tedong sampai muara sungai di Danau Tempe.

(2) Rumah-Rumah Permukiman di Sepanjang Tebing Sungai

Terdapat banyak rumah yang berdekatan dengan tebing sungai, karena orang-orang lebih suka untuk membangun rumah di tebing sungai, dimana akses ke transportasi

sungai lebih mudah. Permukiman manusia yang dekat dengan tebing sungai ini

Page 25: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 25

seringkali menghalangi atau menjadi kendala bagi pelaksanaan pekerjaan perbaikan

sungai.

(3) Danau Tempe dan Wilayah Sekelilingnya

Danau Tempe adalah terminal sekunder (tempat penampungan yang mengumpulkan aliran dari sejumlah sungai) dari sungai-sungai di sekelilingnya

sebelum mengalir keluar ke Teluk Bone. Sebagai terminal sekunder bagi sungai-sungai, fluktuasi muka air Danau Tempe tergantung pada aliran masuk dan keluar ke dan dari Danau Tempe. Muka air tinggi disebabkan tidak cukupnya kapasitas Sungai Cenranae dan penurunan kapasitas tampungan Danau Tempe,

yang disebabkan oleh sedimentasi. Sedimentasi di dasar danau sebagai akibat dari kerusakan hutan pada bagian hulu sub-sub DAS yang merupakan anak sungai yang mengalir ke Danau Tempe. Di musim hujan, air danau berasal dari DAS-DAS yang lebih tinggi dari sungai-sungai di sekelilingnya. Aliran sungai dihambat oleh arus

balik dari danau dan seringkali menyebabkan banjir, menggenangi lahan pertanian. Sementara itu di musim kemarau lahan pertanian di daerah sawah tadah hujan menjadi kering dan jumlah ikan di danau mengalami penurunan. Wilayah danau yang kering seringkali digunakan oleh penduduk setempat untuk menanam palawija,

yang dianggap sebagai salah satu penyebab sedimentasi danau yang berasal dari sisa-sisa pertanian.

(4) Pengamatan Hidrologi

Di Areal Studi terdapat jaringan stasiun pengamatan hidrologi dan data-data hidrologi telah lama dikumpulkan dan dicatat. Akan tetapi, jaringan hidrologi ini tidaklah dirawat dengan baik, dan penaksiran yang terinci dari kondisi peralatan-peralatan tersebut sangat dibutuhkan. Jumlah data yang tersedia sangat

banyak, akan tetapi tidak semua data dapat diandalkan dan tidak dapat digunakan untuk studi dan rancangan di bidang lingkungan dan keteknikan. Untuk mendesain suatu bangunan tertentu seorang perancang haruslah menggunakan nilai aman yang seringkali lebih besar dari nilai aslinya karena pengukuran-pengukuran parameter

yang telah ditentukan yang tersedia kurang akurat.

7.1.5 Permasalahan dan Kendala di Sektor Perikanan

Permasalahan dan Kendala di sektor Perikanan di Areal Studi dikelompokkan menjadi :

rendahnya pruduksi dan masalah-masalah lainnya.

(1) Rendahnya Produksi

Rendahnya produksi di sektor perikanan berkaitan dengan penurunan stok ikan,

karena perairan daratan (danau, sungai dan rawa) mengalami degradasi lingkungan disebabkan polutan dari permukiman manusia dan industri, kekeringan di musim

Page 26: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 26

kemarau dan banjir di musim hujan. Penyebab utama lainnya untuk penurunan stok

ikan adalah penangkapan berlebih, yang disebabkan tidak berfungsinya undang-undang dan peraturan pengelolaan sumber daya perikanan. Meskipun telah ada sebagian peraturan perikanan di Areal Studi, khususnya di Danau Tempe, peraturan-peraturan itu berbeda tergantung pada masing-masing kabupaten, yang

dapat menyebabkan kondisi yang tidak tentu karena para nelayan bebas untuk memasuki wilayah kabupaten lain. Hal ini sering memicu timbulnya konflik yang serius bagi para nelayan dari kabupaten yang berbeda. Penangkapan ikan dengan aliran listrik yang diamati di Danau Tempe juga mempunyai dampak negatif pada

jenis ikan tertentu dan harus segera dihentikan.

Rendahnya Produksi Budidaya Ikan berhubungan dengan rendahnya teknologi budidaya ikan, tidak adanya peraturan pemerintah untuk melindungai wilayah perlindungan budidaya ikan dan penurunan sumber daya air untuk budidaya ikan

disebabkan tak bisa diperkirakannya muka air danau tahun-tahun belakangan ini.

(2) Permasalahan Lainnya

Permasalahan lainnya dalam perikanan adalah sebagai berikut. Permasalah ini

berakar dari kurangnya dukungan pemerintah untuk nelayan.

• Rendahnya pendapatan para nelayan • Tinggi dan tidak stabilnya harga peralatan perikanan • Tidak tepatnya sistem pemasaran (seperti kurangnya fasilitas pemasaran dan

trasportasi, kurangnya pengetahuan para nelayan tentang seluk beluk pemasaran)

• Rendahnya teknologi paska panen (penanganan dan pemrosesan) produksi perikanan.

7.1.6 Permasalahan dan Kendala di Kehutanan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Areal hutan (hutan produksi terbatas, hutan produksi, hutan lindung dan taman nasional/cagar alam) di semua kabupaten Areal Studi telah mengalami konversi oleh

penduduk menjadi fungsi lainnya, yang dikenal dengan nama kebun atau perkebunan, lahan sawah, padang rumput, perladangan dan perdesaan dan hutan yang tertinggal telah mengalami degradasi. Aktivitas manusia yang dianggap sebagai penyebab utama degradasi hutan adalah sebagai berikut:

(1) Penebangan Liar

• Penebangan liar untuk pembangunan rumah atau produksi mebel oleh masyarakat di Kecamatan Baraka, Maiwa (Kabupaten Enrekang), Kecamatan Camba, Mallawa dan Cenrana (Kabupaten Maros).

• Penebangan liar untuk kayu bakar di semua kabupaten di Areal Studi

Page 27: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 27

• Penebangan liar untuk kayu bakar oleh industri setempat terjadi di Kecamatan Bontocani (Kabupaten Bone), Kecamatan Mallawa, Camba dan Cenrana (Kabupaten Maros) dan Kecamatan Baraka, Maiwa (Kabupaten Enrekang).

(2) Perladangan Berpindah

• Pembakaran hutan oleh penduduk setempat untuk regenerasi padang rumput bagi ternak sapi dan penyiapan lahan untuk tanaman tahunan bagi perladangan berpindah merupakan hal yang biasa.

• Hutan lindung dan hutan produksi telah dialihkan oleh penduduk setempat menjadi perladangan berpindah dan untuk tanaman perkebunan seperti kopi dan

coklat.

• Erosi angin dan gelombang (abrasi) disebabkan oleh penebangan hutan bakau oleh penduduk setempat di Kecamatan Cenranae (Kabupaten Bone).

Semua hal di atas berhubungan dengan tidak cukupnya pengertian masyarakat tentang

fungsi hutan dan pentingnya keberadaan hutan yang mengakar dari faktor-faktor kelembagaan seperti:

1) Kurangnya pengawasan luasan hutan (kurang fasilitas, kurangnya jumlah petugas,

terutama di Kabupaten Maros dan Enrekang), dan

2) Tidak jelasnya tapal batas resmi hutan dan tapal batas fungsional di lapangan. Tapal batas resmi hutan tidak jelas karena adanya dua macam hukum yaitu Hukum Adat dan Hukum Negara. Meskipun Hukum Negara menyatakan suatu

daerah sebagai Hutan Lindung tapi seringkali Hukum Adat mengijinkan perladangan berpindah pada wilayah yang sama untuk penduduk asli berdasarkan prinsip kepemilikan bersama.

7.1.7 Permasalahan dan Kendala di Sektor Pertanian

Permasalahan dan kendala di sektor pertanian dapat dibagi menjadi 3; 1) tidak stabilnya ketersediaan sumber daya air, 2) kerusakan dari banjir musiman dan 3) permasalahan lainnya. Kendala paling umum dan paling serius di Areal Studi adalah tidak dapat

diandalkannya persediaan air untuk mencukupi kebutuhan penanaman dan banjir musiman pada wilayah dataran rendah. Ketidak stabilan distribusi hujan mengakibatkan besarnya fluktuasi tahunan bagi areal penanaman dan rendahnya produktivitas tanaman, dimana pada kasus-kasus yang cukup serius menambah kesulitan yang sudah diakibatkan

karena kekeringan terutama di areal-areal sawah tadah hujan.

Wilayah irigasi di hilir seringkali mengalami kekurangan air untuk irigasi karena belum bagusnya pengelolaan ketersediaan air. Permasalahan lainnya di bidang pertanian adalah sebagai berikut:

• Hasil penerapan praktek-praktek pertanian yang direkomendasikan masih belum

Page 28: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 28

memuaskan – Pilihan para petani pada padi sampai saat ini masih menjadi kendala

untuk diversifikasi tanaman dan penggunaan air untuk irigasi di musim kemarau yang rasional.

• Penyediaan benih padi dan palawija tidak selalu sesuai dengan kebutuhan aktual petani dalam hal macam benih dan waktunya, dan hasil penerapan benih yang

berkualitas masih jauh dari target yang ditetapkan oleh dinas pertanian. Hal ini hanyalah sebagian, sebab pada kenyataannya benih-benih pertanian dari pemerintah tidaklah berfungsi dengan baik, ditambah dengan masalah keuangan dan kemampuan teknis pembibit swasta yang masih terbatas.

• Kurangnya mesin-mesin pertanian (terutama traktor): Terdapat sejumlah mesin pertanian yang tidak bisa dioperasikan lagi, disebabkan tidak tersedianya toko atau bengkel untuk memperbaiki mesin-mesin tersebut dan pengoperasian mesin yang sembrono.

• Harga-harga bahan-bahan pertanian diatas kemampuan keuangan para petani dan persediaan bahan-bahan tersebut seringkali terlambat atau tertunda.

• Tidak tepatnya sistem pemasaran (seperti kurangnya fasilitas pemasaran dan transportasi, kekurang tahuan petani pada seluk beluk pemasaran dan ketidak stabilan harga produksi).

Semua kelompok permasalahan di atas berakar dari faktor-faktor dampak negatif lembaga-lembaga pertanian terkait, seperti; a) kurangnya kemampuan keuangan

lembaga-lembaga pertanian pemerintah terkait, b) kurangnya kemampuan organisasi petani, c) kurang koordinasinya antar lembaga pertanian formal dan informal, d) kurang efektifnya pelayanan pendukung pertanian e) kurang kongkritnya strategi-strategi pengembangan agribisnis, yang menjadi prioritas dalam Areal Studi dan f) terbatasnya

akses petani pada instansi-instansi yang menyediakan kredit.

7.1.8 Permasalahan dan Kendala pada Aspek-Aspek Hukum

(1) Belum sepenuhnya dikembangkan dan diimplementasikannya harmonisasi antara

Hukum Nasional dan Hukum Setempat.

(2) Adanya ketidak seimbangan dalam pelaksanaan antara Hukum Adat (hukum tradisional) dengan Hukum Daerah. Hukum Daerah diimplementasikan berdasar sektor demi sektor dan tingkatan pemerintahan nasional, provinsi dan regional,

sementara Hukum Adat seringkali lebih manusiawi, dimengerti dan digunakan oleh penduduk lokal dalam akitivitasnya yang sering kali memberikan dampak pada keberlanjutan DAS seperti penggunaan lahan dan alokasi sumber daya air.

Page 29: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 29

(3) Pada desentralisasi egoisme (karena pernyataan hak-hak yang baru) Pemerintah

Kabupaten cukup besar dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan terdahulu oleh pemerintah provinsi. Sebagai contoh, distribusi sumber daya air diantara kabupaten-kabupaten akan menjadi sulit karena egoisme kabupaten yang telah berkembang sejak desentralisasi.

(4) Mekanisme penegakan hukum diantara kabupaten dan provinsi belum berfungsi dengan baik. Badan-badan penegak hukum cenderung mengabaikan hukum dan peraturan yang mereka sendiri tak bisa menerapkannya.

(5) Prosedur sertifikasi tanah adalah proses yang memakan waktu lama dan birokratis dan

lebih sulit lagi dengan dilaksanakannya desentralisasi.

7.1.9 Permasalahan dan Kendala di Sektor Pariwisata

(1) Kurangnya bentang lahan alami sebagai daya tarik tujuan wisata

(2) Infrastruktur transportasi yang jelek

(3) Fasilitas akomodasi yang di bawah standar

(4) Kurangnya fasilitas dasar seperti pelayanan air dan listrik 24 jam dan kurangnya

fasilitas sanitasi

(5) Kemampuan keuangan yang terbatas untuk penanaman modal di industri pariwisata

(6) Dukungan pemerintah yang kurang pada pariwisata di Areal Studi

(7) Keterbatasan pengalaman dan keahlian masyarakat untuk mengembangkan/

mempromosikan industri kepariwisataan.

7.2 Struktur Permasalahan DAS dan Keterkaitan Lintas Sektoral

Gambar pada halaman berikut ini memberikan ringkasan tentang struktur permasalahan dengan metoda hubungan sebab-akibat. Pada gambar ini, meskipun bukan daftar yang lengkap, semua masalah dan penyebab utama yang telah diidentifikasi dan didiskusikan, digolongkan dalam satu perihal yang menunjukkan faktor-faktor penyebab utama di sisi

kiri gambar (dikelompokkan sebagai faktor-faktor fisik/alami, kelembagaan dan manusia) dengan akibat yang ditimbulkan diletakkan dalam perihal/cara yang berurutan, umumnya mengarah ke sebelah kanan dari gambar tersebut.

Page 30: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 30

Sektor Kehutanan

Curah hujan tidak stabil dan tid k seimbangnya curah

h j musiman dan pola li

Kapasitas sungai yang k

Banyaknya pemukiman di i i sungai sehingga

litk perbaikan

Perbaikan di beberapa b i sungai menghambat aliran

Kurangnya kemampuan l b pertanian yang terkait (k di i dan

bi )Kurangnya strategi yang konkret dl pengembangan agribisnis (t k pelayanan

k dit)

Sektor Pertanian

Dinas Pengairan K b t kurang aktif, kurang

t f

Kurangnya O&M / M nya kualitas Sistem I i i yang ada

Tidak Stabilnya ketersediaan i irigasi untuk pertanian

kh bagian hilir l

Kerusakan Tanaman di Hili

ProduktivitasPertanian tid k optima

l

Penyuluhan tidak f ktif

Kurangnya pengetahuan t i tentang Teknologi

P t iKualitas benih yg rendah dan tid k efektifnya sistem

l Kurangnya alat

t i

Pemahaman yang rendah d i masyarakat tentang

P l l Sumberdaya Alam dan Li k

Gambar Diagram Struktur Permasalahan pada Pengembangan dan Pengelolaan DAS Wal-Cen

Tidak berfungsinya t pengelolan Sumber Daya

Al (Penegakan Hukum L h)

Sektor Pariwisata

Sistem Bagi Hasil b bk menurunnya income

l

Kurangnya dukungan pd l

Menurunnya Keanekaraga

an Hayati

Menurunnya Li k Danau Tempe

b i sumber i i t

Banjir

Sedimentasi d Danau Tempe dan

Sidenreng

Erosi

Meningkatnya Lahan Kritis di Daerah Hulu

Degradasi H t

Pertanian Berpindah

Sektor Lingkungan Degradasi Lingkungan di Danau Tempe dan

Sidenreng

Sektor Perikanan

Pengembangan Tambak

Penangkapan berlebihan

Pendapatan Nelayan rendah

Kerusakan Mangrove

Kapasitas penangkapan ik di danau

Penebangan Liar

Intrusi air laut di S. Cenranae

Faktor Alam / Fisik

Faktor Kelembagaan

Faktor Manusia

Menurunnya kualitas

i

KEKERINGAN : Rendahnya aliran masuk di msm k

Penduduk k i sungai dan danau

untuk b

Konflik S i l

KEKERINGAN : Kurangnya air di musim kemarau untuk t i

Page 31: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 31

Seperti dapat dilihat pada gambar, suatu fenomena masalah di suatu sektor disebabkan

oleh kombinasi dari berbagai hubungan penyebab yang berbeda, bahkan seringkali lintas sektor. Sebagai contoh, fenomena masalah “Produksi Pertanian Tidak Optimal” disebabkan beberapa faktor yang datang tidak hanya dari sektor pertanian tapi juga dari sub-sub sektor irigasi, perlindungan/perbaikan sungai dan dari kehutanan dan pengelolaan

DAS. Contoh lainnya; fenomena masalah “Merosotnya Lingkungan Danau Tempe sebagai Sumber Daya Pariwisata” disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan yang saling berkaitan. Untuk contoh-contoh di atas, keterkaitan penyebab berasal dari faktor-faktor penyebab yang berbeda yang dikelompokkan dalam faktor-faktor Alami/Fisik,

Kelembagaan dan Manusia yang terletak di sebalah kiri gambar. “Keterkaitan penyebab lintas sektoral yang berasal dari faktor-faktor penyebab dengan kelompok yang berbeda” ini adalah alasan yang sangat utama bagi penetapan pendekatan multi sektoral danal pengelolaan suatu DAS.

Seperti dapat dilihat pada gambar, penegasan kembali yang bernilai pada bagian ini

adalah bahwa “Dengan tujuan untuk memecahkan/mengurangi permasalahan di DAS WalCen, bermacam aktivitas harus dilakukan secara paralel dan berurutan”.

Hal-hal lain yang dapat disebutkan secara umum adalah:

1) Semua sektor kurang lebih mempunyai hubungan dengan sektor lainnya 2) Hubungan-hubungan tersebut umumnya berasal dari satu sektor ke sektor lainnya

(yaitu hubungan satu sisi) 3) Suatu kesepakatan dibutuhkan untuk melaksanakan beberapa aktivitas secara paralel

4) Dalam jangka panjang, sektor Kehutanan dan Pengelolaan DAS kelihatannya akan menjadi awal mula sektor yang akan mempengaruhi sektor-sektor lainnya dan untuk itu, dalam pertimbangan bahwa sektor ini baru memetik keuntungan kegiatan dalam waktu yang lebih lama, mengedepankan sektor ini dari sektor lainnya adalah

strategi yang layak dan harus dipakai sebagai langkah dasar dari Rencana Kegiatan (seperti menerapkan kemajuan dari sektor ini sebagai acuan).

5) Seperti juga halnya, sektor Lingkungan kelihatannya akan menjadi awal mula sektor yang mempengaruhi sektor lainnya ke dua sesudah Kehutanan dan Pengelolaan DAS,

terutama pada sektor Perikanan. Jadi harus diperlakukan sebagai langkah dasar untuk rencana kegiatan bagi sektor Perikanan. Akan tetapi, kualitas air Danau Tempe dan tinggi muka air di musim kemarau membutuhkan kegiatan yang segera dilakukan sebelum kondisi perikanan danau dan sumber daya lingkungan akan mengalami

kemerosotan yang tak bisa diperbaiki. 6) Kegiatan-kegiatan semua sektor harus dilaksanakan sesuai dengan strategi urutan

masing-masing sektoral karena prosedur penyiapan/pengadaan mereka yang sepantasnya dilakukan sebagaimana yang telah diberikan pada 4) dan 5) harus dipakai

sebagai kondisi awal.

Page 32: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 32

8 KERANGKA KERJA PERENCANAAN

8.1 Kerangka Kerja Socio-ekonomi

8.1.1 Asumsi untuk Kerangka Kerja Ekonomi

Rata-rata Pendapatan Kotor Tahunan wilayah obyektif studi selama periode 1999-2001 menunjukan pertumbuhan sebesar 4 %, dimana pada periode tersebut wilayah studi mulai

pulih dari krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Karena keadaan ekonomi di Indonesia masih belum jelas, pada Studi ini, bukan pertumbuhan yang tinggi atau rendah, tapi pertumbuhan yang layak/sedang, sebagai kecenderungan pertumbuhan yang terjadi setelah krisis moneter, diambil sebagai kerangka kerja ekonomi dalam jangka waktu

rencana proyek (sampai 2028).

8.1.2 Asumsi untuk Kerangka Kerja Kependudukan

Angka pertumbuhan penduduk di 6 Kabupaten di Daerah Studi diproyeksikan

berdasarkan kecenderungan pertumbuhan penduduk akhir-akhir ini. Hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel: Proyeksi Angka Pertumbuhan Penduduk di enam Kabupaten di Daerah Studi

Proyeksi jumlah Penduduk

Kabupaten

Jumlah

Penduduk

2001

Angka

Pertumbuhan

Penduduk

(% / tahun)

2010 2020 2028

1. Maros 274.394 1,29 307.945 350.058 387,857

2. Bone 655.091 0,73 699.409 752.176 797.242

3. Soppeng 219.901 -0,3 213.061 206.755 201.845

4. Wajo 361.039 0,19 367.260 374.298 380.025

5. Sidrap 241.448 0,46 251.630 263.477 273.300

6. Enrekang 169.203 1,44 192.268 221.600 248.257

Total 1.921.076 0,61 2.031.573 2.168.334 2.288.526

Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2001

Berdasarkan pertimbangan yang disebut dibawah ini, kecenderungan angka pertumbuhan penduduk di daerah Studi adalah agak rendah dan hal ini barangkali akan berlangsung

dalam beberapa dekade mendatang.

• Dalam jumlah tetentu telah terjadi perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, seperti Makassar yang mengalami perluasan secara cepat, dan sepertinya akan terjadi

secara menerus.

• Daerah Studi terutama terdiri dari daerah pedesaan dan posisi sektor pertanian di ekonomi daerah tidak mudah akan berubah dalam dekade-dekade yang akan datang. Fakta ini bersama pertimbangan angka pertumbuhan rata-rata penduduk perkotaan

Page 33: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 33

dan pedesaan (masing-masing >5% dan <0,5% dalam periode 1990-1995) pada

proyeksi tingkat pertumbuhan penduduk yang yang dapat dibenarkan.

• Angka penduduk di Daerah Studi tidak sama dengan angka penduduk di enam Kabupaten disebut di atas (angka penduduk di Daerah Studi adalah sekitar satu juta, separuh dari jumlah di 6 Kabupaten), yang membenarkan pertumbuhan yang rendah

sebagaimana disebut di atas.

8.1.3 Pendapatan Kotor per Kapita

Berdasarkan dua proyeksi disebut di atas ini, proyeksi Pendapatan Kotor per kapita untuk masing-masing Kabupaten telah dibuat dan dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel Proyeksi Pendapatan Kotor Per Kapita

(Rp. juta)

2000* 2010 2020 Enrekang 2,37 3,07 4,10 Maros 3,31 4,16 5,37 Sidrap 3,51 4,63 6,30 Soppeng 3,2 4,68 7,14 Wajo 4,01 6,60 11,49 Bone 3,05 3,63 4,41

Total Rata-Rata 3,24 4,46 6,47

TahunKabupaten

* Data pendapatan tahun 2000

8.2 Evaluasi Potensi Sumber Daya Air

8.2.1 Perkiraan Air Potensial

Curah hujan tahunan rata-rata, evapotranspirasi + infiltrasi dan limpasan permukaan (runoff) untuk Daerah Studi diperkirakan berturut-turut sebesar 2.300 mm, 1.050 mm dan

1.250 mm. Perkiraan ketersediaan potensi air di Daerah Studi sekitar 9,98 x 109 m3/ahun.

8.2.2 Perkiraan Kebutuhan Air Saat ini.

Perhitungan kebutuhan air di daerah studi saat ini, didasarkan pada model konsumsi air

dan persediaannya tahun 2001. Kebutuhan air (yaitu konsumsi) mencakup kebutuhan air untuk domestik, perkotaan dan industri, serta air untuk kolam perikanan air tawar dan air untuk perikanan tambak.

Konsumsi lain, seperti air untuk peternakan dan kebutuhan lain yang kecil, dianggap tidak

penting. Sub-sektor irigasi adalah pengguna air dalam jumlah yang siknifikan yaitu sebesar 82% dari total konsumsi air di daerah studi, dengan kebutuhan totalnya pada tahun 2001 diperkirakan sebesar 1,36 milyar meter kubik. Persentase air untuk penyediaan air baku dan kolam ikan air tawar adalah berturut-turut 8,4% dan 9,1%.

Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai (“river maintenance flow”) dalam kalkulasi

Page 34: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 34

diperkirakan sekitar 17% dari ketersediaan potensi air. Perincian kebutuhan air masa kini

untuk setiap wilayah distrik air di Daerah Studi, telah dihitung dalam periode setengah bulanan dan untuk setiap sektor/sub-sektor. Air yang digunakan untuk irigasi meliputi kebutuhan air irigasi pada areal rencana pengembangan, areal jaringan irigasi desa dan jaringan irigasi pompa.

8.2.3 Kondisi Kesetimbangan Air Saat Ini

Dari perkiraan ketersediaan potensi air dan perhitungan kebutuhan air masi kini di Daerah Studi, kesetimbangan air dihitung dalam periode setengah bulanan. Penggunaan air irigasi mencapai 13,6% dari total ketersediaan potensi air di Daerah Studi. Permintaan air untuk

irigasi yang paling tinggi terjadi di sistem Sunga Walanae dan besarnya kira-kira 17,4% (640 MCM/tahun) dari permintaan air total saat ini. Sisa persediaan air potensial di daerah studi punya volume sekitar 8.300 MCM/tahun.

8.2.4 Kebutuhan dan Kesetimbangan Air di Masa Yang Akan Datang.

(1) Kubutuhan Air di Masa Yang Akan Datang.

Kebutuhan air di masa depan dihitung sebagai permintaan air total pada setiap tahap

rencana pengembangan sumber daya air di daerah studi sebagaimana kondisi pada Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan (RPKP) dan Rencana Tindak. Masing-masing kondisi adalah: Mendesak (sampai 2005), Jangka Waktu Pendek (sampai 2008), Jangka Waktu Sedang (2013) dan Jangka Waktu Panjang (2028).

Permintaan air untuk sektor irigasi akan tetap dominan.

(2) Kesetimbangan Air Saat Ini dan di Masa Yang Akan Datang.

Kesetimbangan air di Daerah Studi dihitung berdasarkan kebutuhan rata-rata

tahunan dan perkiran ketersediaan air dalam periode setengah bulanan, tidak menunjukan terjadinya kekurangan yang berarti pada masing-masing wilayah distrik air, baik pada saat ini maupun pada masa depan sampai tahun 2028. Akan tetapi, hasil ini bukan berarti tidak akan terjadi kekurangan air karena distribusi

curah hujan musiman dan fluktuasinya dalam jangka wakta panjang. Kekurangan air dapat terjadi pada suatu tahun kering dengan curah hujannya yang rendah di mana ada kekurangan air di sitiap wilayah distrik air.

Penggunaan air dalam masa depan di sistem Danau Tempe akan memerlukan 93%

dari air total potensial air pada system danau Tempe tersebut. Hal ini menggambarkan pentingnya kontrol air yang mengalir keluar sistem danau. Bersamaan dengan kontrol air yang mengalir keluar Danau Tempe, permukaan air harus dikontrol dengan cara yang akan mencegah banjir di kota Sengkang yang

terletak di tepi Danau Tempe.

Page 35: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 35

8.2.5 Kesetimbangan Air Danau Tempe

Studi kesetimbangan air Danau Tempe dilakukan dalam periode harian dengan pemanfaatan data hidrologi dan rencana untuk pengembangan dan konservasi sumber daya air. Seperti dinyatakan sebelumnya, penampang melintang Sungai Cenrana di daerah hilir telah membesar, dan perlunya pengerukan yang sebelumnya diperkirakan punya

volume 3.000.000 m3, menurut kalkulasi sekarang punya volume 100.000 m3. Pembesaran penampang melintang diperkirakan merupakan hasil banjir besar pada tahun 1998. Dalam simulasi, permukaan air pada musim kemarau dapat turun sampai 3 m dan danau hampir jadi kosong. Kecenderungan ini akan lebih besar oleh karena

pengembangan sumber daya air (yaitu pembangunan proyek di daerah hulu pada masa mendatang). Menurut hasil perhitungan, danau Tempe akan cepat "mengering” pada musim kemarau bila bendung gerak Tempe tidak dibangun. Jika bendung gerak Tempe dikonstruksi, maka dapat dipenuhi baik persyaratan tinggi permukaan air danau Tempe

minimal +5.00 m, maupun debit pemeliharaan (maintenance flow) sebesar 30 m3/s untuk sungai Cenranae. Bagaimanpun, berdasarkan studi awal kesetimbangan air di daerah studi, kondisi pada beberapa tahun kering, kelihatannya sulit memenuhi ke dua kondisi diatas dalam waktu yang bersamaan.. Salah satu jalan keluar adalah konstruksi dam dan waduk

di daerah hulu. Kemungkinan lain adalah pengelolaan air yang efektif, melalui usulan prakiraan banjir dan kemarau panjang dan system peringatan dini..

8.3 Penilaian Kesesuian Lahan

8.3.1 Lahan Kritis

Lahan kritis di dalam dan luar wilayah hutan di masing-masing Kabupaten di Daerah Studi pada tahun 2001 dapat dilihat di tabel berikut.

Lahan kritis di dalam dan luar wilayah hutan (ha)

Lahan Kritis (ha) Kabupaten

Daerah Hutan Luar Daerah Hutan Total

Maros 9.995 5.673 15.668 Bone 34.156 23.116 57.272 Soppeng 6.970 6.523 13.493 Enrekang 5.750 10.094 15.844 Wajo 4.445 14.293 18.738 Sidrap 30.871 19.090 49.961 Total 92.187 78.789 170.976

Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Maros, Soppeng, Enrekang, Bone, Wajo dan Sidrap, 2002

Data di tabel di atas menunjukan bahwa luas total daerah lahan kritis sekitar 171.000 ha. Daerah yang direhabilitasi dalam program yang dilaksanakan oleh Departemen

Page 36: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 36

Kehutanan hanya mencapai luas 4.800 ha untuk penghijauan dan 5.636 untuk reboisasi

dalam tiga tahun terakhir. Ini sama dengan 1.591 ha/tahun untuk penghijauan dan 1.879 ha/tahun untuk reboisasi. Karena itu, upaya rehabilitasi lahan kritis akan memerlukan jangka waktu panjang, jika dilanjutkan dengan tingkat kecepatan seperti sekarang ini.

Keadaan daerah kehutanan berkaitan dengan fungsi yang diharapakan dapat digunakan

sebagai indikator tingkat keadaan kritis daerah hutan. Bilaman daerah hutan tidak punya fungsi yang telah direncanakan, daerahnya dapat jadi lahan kritis.

8.3.2 Kriteria untuk Penilaian Kesesuaian Lahan

Daerah Studi dibagi menjadi berbagai kategori penggunaan lahan: yaitu kawasan lindung, jalur hijau (buffer zone), kawasan tanaman budidaya, dan kawasan tanaman tahunan.

Kriteria yang digunakan untuk penilaian kategori penggunaan lahan secara singkat dijelaskan di bawah ini:

(1) Kawasan Lindung:

• Kemiringan lebih 45%

• Tipe tanah yang sensitif erosi, seperti Regosol, Litosol, Orgonosol, dan Renzina

• Zona keamanan aliran sungai minimal 100 m dari tepi sungai untuk sungai besar dan 50 m untuk anak sungai

• Kawasan lindung sumber air, dengan radius yang minimal 200 m dari sumber air.

• Daerah yang 2.000 m atau lebih atas permukaan laut

• Kawasan khusus yang detentukan sebagai kawasan lindung oleh pemerintah

• Daerah termasuk “penetapan kawasan lindung” (keputusan menteri Pertanian No. 683/PTS/UM/8/1981) dengan nilai 175 poin lebih

• Kawasan hutan lindung dengan batas yang jelas.

• Daerah sekitar bendungan dan waduk harus dilindungi sampai sekitar 500 m dari tepi bendungan atau waduk

• Cagar Alam ditentukan untuk Konservasi Satwa, Konservasi Alam, Hutan Wisata, Kawasan Pungungsian dan Kawasan Jenies Lindung

• Daerah Cagar Alam, Taman Safari, Taman Wisata Nasional yang ditentukan oleh pemerintah

• “Right of Way” untuk perlindungan pantai dengan lebar minimum 100 m dari garis pasang tinggi

• Pantai dengan hutan bakau, dengan lebar 130 kali perbedaan rata-rata antara pasang tinggi dan surut tahunan, diukur dari garis air surut masuk ke arah darat.

Page 37: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 37

(2) Buffer zone:

“Buffer zone” adalah daerah dengan nilai potensi lahan 125 – 175 poin, dan/atau mempenuhi beberapa kriteria umum seperti berikut:

• Dari segi ekonomi, keadaan phisik daerah sesuai untuk kegiatan penanaman

• Dari segi ekonomi, daerah sesuai untuk dikembangkan sebagai “buffer zone”

• Tidak ada penurunan aspek Ekologi/Lingkungan Hidup

(3) Kawasan Tanaman Tahunan:

Kawasan yang ditanam tanaman tahunan harus miliki nilai potensi lahan di bawah 124. Daerah seperti ini harus dikembangkan sebagai hutan agrobisnis dan tanaman perkebunan.

(4) Kawasan Tanaman Budidaya:

Kawasan tanaman budidaya punya kriteria umum yang sama dengan kawasan tanaman tahunan. Akan tetapi tanah milik pribadi, dan tanah milik negara akan dikembangkan sebagai agrobisnis.

8.3.3 Rencana Tata Guna Lahan

Rencana Tata Guna Lahan yang direkomendasikan untuk Daerah Studi disajikan dalam

table di bawah ini.

Rekomendasi Tata Guna Lahan di DAS Walanae-Cenranae

Rekomendasi Rencana Tata Guna Lahan

Kawasan Buffer Tanaman Tanaman

Lindung Zone Tahunan Budidaya Total DAS / Sub DAS

(ha) (ha) (ha) (ha) (ha)

1 Bila

- Kalempang 46.093,30 - - 10.402,34 56.495,64

- Bila 31.237,55 4.005,55 - 23.380,62 58.623,72

- Lacinrang 2.100,44 - - 19.705,30 21.805,74

Kalola 7.986,39 - - 16.170 24.156,39

Sub Total 87.417,68 4.005,55 - 69.658,26 161.081,49

2 Walanae

- Minraleng 49.423,91 931,25 10.192 8.850,11 69.397,27

- Camparake 9.652,28 18.111,17 - 2.181 29.944,02

- Tellu Limpoe 15.910,20 7.619,50 - 3.862 27.391,90

- Mario 25.326,77 24.173,27 - 7.406 56.906,31

- Belo 9.896,53 5.058,00 2.543 10.681 28.178,65

Page 38: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 38

- Sanrego 21.863,92 - 1.133 22.997,27

- Other Walanae 35.329,69 10.644,48 - 36.127 82.100,69

Sub Total 167.403,30 66.537,67 12.735,00 70.240,14 316.916,11

3 Gilirang 6.195,00 22.842,00 8.979,43 13.808,33 51.824,76

Batu-Batu dan 4

Tempe Depression 46.680,26 - 1.739,50 72.034,86 120.454,62

5 Cenranae 15.755,06 22.772,00 13.574,22 65.269,40 117.370,68

Grand Total 323.451,30 116.157,22 37.028,15 291.010,99 767.647,66

% 42,14 15,13 4,82 37,91 100,00

Rekomendasi tata guna lahan sebagaimana ditunjukan pada tabel di atas, tidak sesuai dengan pengunaan lahan saat ini. Di beberapa tempat penggunaan lahan memang tidak ikut pedoman yang diuraikan di “Peta Padu Serasi Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sulawesi Selatan,

1999”

Untuk minimalkan dampak negatif penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan potensi lahan, penggunaannya perlu diarahkan ke fungsi perlindungan. Kawasan lindung yang telah dikonversi ke kawasan produksi harus ditanami pohon, atau pohon buah-buahan

untuk mengurangi intensitas penggunaan lahan yang tidak sesuai, hutan produksi terbatas atau hutan konservasi harus dikonversi ke hutan lindung.

Walaupun rekomendasi penggunaan lahan di atas merupakan pola pengembangan penggunaan lahan yang “ideal” dari sudut pandang konservasi, untuk perencanaan jangka

waktu panjang betul-betul direkomendasikan hasil ini dibuatkan “tolak ukur” untuk pengelolaan berkelanjutan dalam penggunaan lahan di daerah aliran sungai.

9. RENCANA PENGEMBANGAN, KONSERVASI DAN PENGELOLAAN (rpkp)

9.1 Rencana Aspek Hukum dan Kelembagaan dan Peningkatan Kemampuan

9.1.1 Susunan Lembaga yang diusulkan untuk Penerapan RPKP dan Rencana Tindak

Pada periode transisi, diperlukan pendirian lembaga untuk ekonomi regional yang efektif, pelaksanaan pengembangan sumber daya air dalam skala besar, akan dikelola oleh instansi pemerintah pusat dan propinsi yang sudah ada. Istansi yang dianggap sesuai

untuk pelaksanaan pekerjaan operasi dan pengelolaan dalam masa yang akan datang dapat di lihat pada tabel di bawah.

Page 39: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 39

Rencana susunan jangka waktu panjang difokuskan kepada pendirian badan swadaya

untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. Perusahan “Jasa Tirta Jeneberang” dengan tipe PJT akan didirikan dalam waktu dekat ini. Perusahaan ini akan berbisnis dalam pemberian jasa komersial (yang dapat dipasarkan), dana akan menggunakan pendapatannya untuk penyediaan jasa non-komersial. Pengolahan air

limbah, pengendalian pencemaran, pencegahan banjir, dan pengelolaan DAS termasuk jasa yang diberikan dengan dasar pembayaran produk.

Walaupun telah dibentuk perusahaan semacam PJT, badan pemerintah tetap diperlukan untuk pelaksanaan, pengurusan dan koordinasi pengembangan dan pengelolaan sumber

daya air.

Lingkup Pekerjaan Lembaga Yang Berpotensi Mempunyai Keterkaitan 1. Perencanaan 1.1 Rencana Strategi

Nasional dan Pedoman Teknis

1.2 Rencana Pengembangan seluruh DAS

(1) BAPPENAS (Pemerintah Pusat) (2) KimPrasWil (Pemerintah Pusat) (1) Kantor Proyek Induk PWS Jeneberang (Pemerintah

Pusat/Propinsi) (2) Balai PSDA (Pemerintah Propinsi) (3) Dinas PU Kabupaten (Pemerintah Kabupaten)

2. Pengembangan & Pelaksanaan

(1) KimPrasWil (Pemerintah Pusat)* (2) Kantor Induk PWS Jeneberang atau (diusulkan) PI

Walanae-Cenranae (Pemerintah Pusat/Propinsi) (3) Dinas PU Kabupaten (Pemerintah Kabupaten)

3. Operasi, Pemeliharaan dan Pengelolaan

(1) KimPrasWil (Pemerintah Pusat)* (2) Kantor Proyek Induk PWS Jeneberang atau (diusulkan) PI

Walanae-Cenranae (Pemerintah Pusat/Propinsi) (3) PIRASS (4) Balai PSDA Walanae-Cenranae (5) Dinas PU/PSDA Kabupaten (Pemerintah Kabupaten)

4. Pengaturan Pekerjaan termasuk Pengelolaan DAS

BAPPEDAL yang ada dari Pemerintah Pusat dan Propinsi untuk kontrol kualitas air dan BRLKT/Balai P-SDA untuk konservasi tanah

5. Pekerjaan Koordinasi

6. Rencana Pengembangan Terpadu Danau Tempe

(1) PTPA (Pemerintah Propinsi) (2) PPTPA (Unit Tingkat DAS) (1) BUMD untuk Perikanan dan Pertanian Lahan Basah (2) Pusat Informasi Danau Tempe

Note: KimPraswil hanya terlibat dalam proyek pengembangan skala besar Sumber: Maros-Jeneponto Comprehensive Management Plan Study, Nov.2001 dan informasi updating.

9.1.2 Rencana Peningkatan Kemampuan (Capacity Building Plan)

Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) meliputi semua kegiatan yang diperlukan untuk mengembangkan dan mendorong tenaga kerja pada semua tingkat lembaga. Ini termasuk pelatihan dan pendidikan, rencana penempatan staf, pengembangan karier, dan

pengembangan imbalan yang adil dan tidak memihak dan pengembangan budaya bersemangat dan progresif dalam lembaga. Masalah dan hambatan yang perlu

Page 40: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 40

dipertimbangkan dan ditangani dengan dasar-dasar kebijakan pengembangan dan

pengelolaan SDM adalah:

• Kekurangnya ketrampilan pengelolaan dan pengawasan pada semua tingkatan

• Penggunaan SDM yang tidak efisien

• Perlawanan terhadap perubahan oleh banyak pengambil keputusan dan manajer.

• Ketidaksesuaian kurikulum pelatihan dengan kebutuhan dalam pekerjaan

• Kelebihan staf yang harus dilakukan rasionalisasi posisi/jabatan dan diperlukan “pemindahan keluar lembaga” yang bersangkutan.

• Prasarana pelatihan yang terbatas.

Pembaharuan dan desentralisasi sektor air memerlukan peningkatan kemampuan semua lembaga dan instansi yang baru atau diorganisir kembali, untuk pemberdayaan dalam

penerimaan tanggung jawab dan tugasnya dalam paradigma baru pengelolaan sumber daya air dan irigasi.

Lingkup kegiatan berikut perlu dipertimbangkan sebagai bagian pendekatan peningkatan kemampuan:

1) Sosialisasi konsep dan konsekwensi desentralisasi dan kebijakan otonomi regional, pengelolaan sumber daya air pada tingkat DAS dan pengalihan wewengan pengelolaan irigasi kepada P3A.

2) Penentuan ulang peran, tanggung jawab dan tugas baru untuk lembaga pemerintah yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya air dan diarahkan ke unit yang berfokus pelayanan.

3) Pemberdayaan lembaga untuk memungkinkan pelaksanaan peran baru secara

efektif. Hal ini meliputi:

• Pengenalan dan pengembangan mekanisme dan peralatan akuntabilitas untuk lembaga pemerintah dalam desentralisasi dan pemberdayaan P3A.

• Pengembangan kemampuan individu di lembaga sumber daya air dan irigasi

• Pengembangan kemampuan lokal untuk peningkatan kemampuan yang berkelajutan.

(1) Pelatihan untuk anggota PTPA dan PPTPA

Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air DAS dan partisipasi pihak terkait (stakeholder) sudah dimulai melalui pendirian Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air PPTA) dan Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA). Wakil pihak tekait yang

berasal dari lembaga swasta masih perlu dilibatkan, sebagai bagian pelaksanaan

Page 41: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 41

agenda pembaharuan pemerintah, di mana pendekatan “bottom-up” dan partisipasi

masyarakat dan LSM dianggap penting.

PTPA Sulawesi Selatan telah melakukan tindakan, agar pihak terkait dimasukan di dalam panitia koordinasi. Program pelatihan untuk PTPA dan PPTPA akan meliputi hal-hal berikut:

• Pelatihan untuk memperoleh pengertian tentang: 1) Kebijakan Sumber Daya Air yang baru dan arah kebijakannya, 2) pelaksanaan dean kerangka kerja untuk pengelolaan sumber daya air dan 3) pengertian tentang misi lembaga.

• Pelatihan supaya semua staf mengerti keadaan fisik daerah studi dan terbiasa dengan rencana tata ruang sumber daya air dan rencana tindak serta mampu meng-update rencana ini jika diperlukan. Staf lembaga harus mampu mengerti perhitungan yang berkaitan dengan alokasi air termasuk kebutuhan dan

persediaan air dan semua perhitungan dan perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan misi lembaga.

• Pelatihan diperlukan untuk menjelaskan Peran, Tugas dan Fungsi PTPA / PPTPA, termasuk tugas-tgas anggotanya dan tanggung jawab instansinya serta

hubungannya dengan instansi lain yang terlibat pelaksanaan tugas RPKP Sumber Daya Air seperti disajikan dalam hasil Studi dan direvisi sesudah itu oleh karena perubahan kondisi.

• Pelatihan diperlukan berkaitan pengalihan wewengan pengelolaan irigasi, pengaturan air (distribusi, penyediaan, dan penggunaan air irigasi), pengelolaan aset dan pengelolaan yang transparan & keberlajutan seperti ditentukan dalam UU SDA dan PP 77/2001.

• Pelatihan diperlukan supaya Rencana Pengembangan, Konservasi Dan Pengelolaan DAS dimengerti dan dapat di-update, termasuk kemampuan membantu departemen lain yang punya tanggung jawab dalam Pengelolaan DAS.

• Pelatihan prosedur lisensi hak air dan penegakannya.

(2) Pelatihan dan Pemberdayaan Staf Balai PSDA

Untuk pengembangan sumber daya manusia diperlukan pelatihan dan motivasi

kepada staf lembaga melalui pemberdayaan, supaya mampu melaksanakan tugas sesuai dengan waktu yang ada dan sesuai dana yang ada, serta dengan mutu yang dapat deterima (sesuai standar jaminan mutu).

Staf harus mempunyai tugas yang ditentukan oleh manajemen dan suatu sistem

imbalan untuk penyelesaian tugas sesuai dengan standar jaminan mutu.

Page 42: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 42

(3) Pelatihan staf Balai PSDA meliputi:

1). Pelatihan yang berfokus pada pengertian keadaan fisik di daerah studi, metode perencanaan tata ruang sumber daya air, persediaan air, perhitungan kebutuhan dan kesetimbangan, pengertian rencana tindak dan Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan di daerah studi seperti di

WalCenMP, termasuk kegiatan pengurangan bencana berkaitan dengan banjir dan kemarau panjang, dan peralatan yang diperlukan untuk prakiraan bencana tersebut.

2). Pelatihan untuk pengertian perhitungan yang diperlukan untuk alokasi dan

distribusi air, termasuk monitoring dan administrasi.

3). Pelatihan prosedur operasi dasar untuk operasi dan pemeliharaan, serta pengertian langkah-langkah yang perlu dilaksanakan untuk menjamin

persediaan sumber daya air pada fasilitas yang ada.

4). Pelatihan pemantauan kualitas air (pengambilan sample dan penelitian di laboratorium) untuk semua air permukaan (sungai dan danau) dan air tanah.

5). Metode pamantauan kondisi fisik dan upgrading yang diperlukan untuk

fasilitas sumber daya air, serta pengertian metode konstruksi, inspeksi rutin bulanan, laporan, analisa dan evaluasi.

6). Pelatihan untuk Rencana Tindakan Darurat pada saat banjir, serta prosedur

darurat yang diperlukan.

7). Pelatihan tentang metode pengumpulan data dan pemeliharaan semua peralatan observasi meteorologi, termasuk ARR, AWLR dan kelembaban tanah, serta pengolahan, cara simpan dan perolehan kembali data ini,

termasuk perkerjaan lapangan yang dibutuhkan untuk pengumpulan pengukuran di bagian rating curve yang paling tinggi dan paling rendah (misalnya banjir besar dan aliran dasar).

8). Pelatihan pengelolaan data base dan GIS, spesifik untuk metode yang

digunakan dalam lembaga.

9). Pelatihan tentang konsultasi masyarakat, metode sosialisasi dan pelayanan informasi masyarakat berkaitan dengan pengembangan dan konservasi

sumber daya air.

(4) Peningkatan Kemampuan Instansi Sumber Daya Air dan Irigasi Kabupaten

Fungsi Seksi Irigasi pada tingkat Kabupaten, Propinsi dan Nasional sedang berubah akibat desentralisasi fungsi Pemerintah ke Kabupaten, transfer pengelolaan irigasi

dan pengaturan pendanaan baru. Titik berat sekarang berada pada penyediaan jasa

Page 43: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 43

atas permintaan, sedangkan dulu titik berat ada pada penyediaan jasa berdasarkan

sumber daya yang ada, dan disediakan oleh dinas. Pelatihan tentang penyediaan jasa yang diminta dari Instansi Irigasi, punya sasaran untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang masalah berkaitan daerah irigasi. Pengenalan masalah, pemecahan masalah dan penetuan prioritas masalah, masa kini diperlukan

di Dinas Irigasi.

Lagipula, di istansi irigasi selain kebutuhan tambahan ketrampilan teknis sipil, telah ditemukan kebutuhan memperoleh tambahan ketrampilan sosial. Pelatihan peningkatan kemampuan harus disesuaikan dengan tingkatnya lembaga (tingkat

Nasional/Propinsi/Kabupaten).

Sebagai akibat dari UU 20 / 1999 mengenai desentralisasi dari tugas-tugas Pemerintah, peranan pengelolaan pemerintah Propinsi dan Kabupaten dalam perencanaan, desain dan pelaksanaan, berubah secara mendasar.

Kabupaten sekarang jelas bertanggung jawab untuk pendanaan dan operasi daerah irigasi. Di beberapa tempat, Kepala Dinas Irigasi / Sumber Daya Air Kabupaten mempunyai tingakatan yang dengan Kepala Dinas Irigasi Propinsi. Ini punya

dampak untuk misi dan struktur departemen, dan caranya pelaksanaan tugas di Kabupaten. Cabang Dinas, yang dulu di bawah wewenang Propinsi, sekarang di bawah wewenang Kabupaten.

Beberapa Kabupaten seperti Soppeng, sudah respon dengan cara inovatif kepada

tantangan baru, melalui penerapan SOPT (Struktur Organisasi Pelaksanaan Tugas) baru dan pembentukan Dinas PSDA Soppeng. Tingkat dan tanggung jawab Kepala Dinas PSDA Soppeng hampir sama dengan tingkat Kepala Dinas PSDA Sulawesi Selatan.

9.2 Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan (RPKP) Linkungan Hidup

9.2.1 Masalah, Sebab dan Solusi yang Diusulkan

Masalah dan solusinya dapat dibagi tiga kategori utama:

(1) Solusi tanpa Hambatan Nyata – Ini merupakan kategori solusi yang relatif langsung dan tidak punya hambatan untuk keberhasilannya. Kegiatan untuk

memecahkan masalah ini diuraikan dalam Laporan Utama dan Environmental Sectoral Report (Laporan Sektor Lingkungan Hidup).

(2) Solusi dengan Hambatan - Ini merupakan kategori solusi yang lebih rumit, meliputi hambatan, dan solusinya di luar lingkup studi ini.

Page 44: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 44

(3) Masalah yang Mungkin Tidak Dapat Dipecahkan – Masalah yang mungkin tidak

dapat ditanggulangi memerlukan serangkaian studi untuk menilai besarnya masalah dan untuk menentukan kelayakan solusi. Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam studi itu serta analisa berikutnya dapat dilihat dalam laporan Environmental Sectoral Report sebagai rekomendasi yang perlu dilaksanakan pada

yang akan datang jika studi awal menunjukan bahwa memang ada solusi.

Masalah dalam daftar di bawah ini telah dibahas dalam Laporan Utama dan dalam Environmental Sectoral Report, dan rekomendasinya telah dikembangkan menjadi Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan (RPKP) untuk Lingkungan Hidup.

(1) Solusi tanpa Hambatan Nyata

• Pengurangan Sedimentasi di Danau Tempe • Pengurangan Pencemaran di Danau Tempe • Penetapan of Tempat Bertengger dan Bertelur untuk Burung • Penetapan of Daerah Pembibitan Ikan di Danau Tempe

• Penetapan of Habitat untuk Burung Air • Perbaikan of Daerah Penangkapan Ikan Air Tawar • Perbaikan of Kebiasaan Sanitasi di Masyarakat Tepi Sungai

(2) Solusi dengan Hambatan

• Penetapan sistem Pembuangan Limbah Padat • Rehabilitasi of Fauna Asli • Mengatasi oposisi terhadap Reservoir

• Penyediaan Air Ledin • Pengembangan Eko-Wisata

(3) Masalah yang Mungkin Tidak Dapat Dipecahkan

• Restorasi Ekologi Sungai

Jadwal Pelaksanaan yang Diusulkan untuk RPKP Lingkungan Hidup

Kegiatan Prioritas Tinggi

Ada dua masalah lingkungan hidup yang dinilai sebagai prioritas tinggi dalam jadwal rencana tindak di daerah studi:

(1) Sumber daya air yang tidak didistribusi secara rata dan tidak dikelola dengan baik, di mana kelebihan air pada musim hujan dibiarkan banjiri daerah yang luas dan

mangalir ke laut, dan pada musim kemarau kekurangan air membatasi produksi banyak tempat pertanian.

(2) Penurunan mutu ekologis Danau Tempe oleh karena pencemaran organik dan

pengambilan air sungai untuk irigasi, yang menyebabkan penurunan mutu kwantitas dan kwalitas air danau yang drastis pada musim kemarau. Hal ini mengancam

Page 45: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 45

ekologi Danau Tempe punya arti internasional dan menyediakan pangan dan

pendapatan pada banyak orang.

Kegiatan Prioritas Sedang

Kegiatan yang dianggap punya prioritas sedang meliputi dua tindakan yang dimaksud untuk perbaikan lingkungan hidup danau; yaitu:

(1) Melindungi tanggul sungai yang kena erosi paling parah, melalui normalisasi tepi sungai dan penyediaan pendekatan teknik sipil sederhana lain untuk pengendalian pencemaran dan sedimentasi danau

(2) Melakakan studi untuk menetukan kelayakan penyediaan sistem pengumpulan dan pembuangan limbah padat untuk penduduk desa untuk pencegahan kebiasaan pembuangan samah di sungai saat ini, dari mana sampah hanyut ke dalam laut.

Kegiatan Prioritas Rendah

Tinggal satu kegiatan yang berkaitan dengan eko-wisata yang diberikan prioritas rendah, karena ada beberapa hambatan signifikan yang dapat gagalkan sukses pengembangan usaha seperti ini di DAS. Hambatan ini meliputi penyediaan hotel bermutu internasional

dan prasarana lain, dan kebutuhan danadari Pemerintah atau pengusaha dari luar daerah. Tindak yang diusulkan sebagai langkah pertana adalah:

(1) Melaksannakan studi kelayakan tentang pengembangan usaha eko-wisata yang sehat dan keberlajutan di DAS, dengan fokus pada partisipasi masyarakat lokal.

Jika studi awal menunjukan kelayakan pengembangan ini, mungkin tahap selanjutnya adalah penyusunan Master Plan Eko-Wisata.

9.3 Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Lahan

9.3.1 Usulan Tindakan Untuk RPKP Sumber Daya Lahan.

Berdasarkan analisa terhadap kondisi yang ada dan permasalahan kehutannan dan DAS di

daerah Studi sejumlah kegiatan disusun untuk perbaikan situasinya.

Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:

• Rehabiltasi Lahan Kritis dan Hutan dengan bermacam-macam jenis tanaman (Kegiatan Inti 1)

• Pembangunan pekerjaan fisik untuk konservasi (Kegiatan Inti 2)

• Pengembangan masyarakat di wilayah hutan

• Menetapkan Batas Wilayah Hutan dan mensosialisasikan kepada masyarakat

• Usaha Kehutanan dan Pengembangan Produksi Hutan Non-Kayu

Page 46: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 46

• Pelatihan / Penyuluhan tentang Pemeliharaan/penjagaan dan Pemanfaatan Produk Hutan Non-Kayu.

• Pelatihan / Penyuluhan tentang Pemeliharaan Hutan dan Konservasi Lahan / Air, serta Peraturan/Perundang-undangan Kehutanan.

• Rehabilitasi Lahan bekas Tambang di Kabupaten MarosRehabilitasi Huan Bakau di wilayah pantai muara sungai Cenranae

Diantara 9 kegiatan diatas, kombinasi kegiatan pertama, “Rehabilitasi Lahan Kritis dan Hutan dengan Bermacam-macam Jenis Tanaman” dan kedua “ Pembangunan pekerjaan

fisik untuk Konservasi” ditempatkan sebagai KEGIATAN INTI untuk RPKP Sumber Daya Lahan, dan kegiatan lainnya akan dikombinasikan dengan kegiatan inti tersebut, yang di arahkan untuk peningkatan efektifitasnya secara sinergi.

9.3.2 Usulan Jadwal Pelaksanaan RPKP Sumber Daya Lahan

Rencana Jangka Mendesak / Jangka Pendek (2004-2008)

Berikut ini adalah berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dari Dinas Kehutanan, Pertemuan Konsultasi dengan Masyarakat (PCM), dan Diskusi Kelompok

Terarah (FGD), rencana kegiatan mendesak untuk RPKP Sumber Daya Lahan adalah di usulkan sebagaimana ditunjukan berikut ini.

Rencana Jangka Mendesak/Pendek (Sub-DAS Minraleng, Sanrego, Cemparake, Tellulimpoe)

No. Jenis Kegiatan

1. Rehabilitasi lahan kritis dan hutan dengan bermacam jenis tanaman

2. Pembangunan pekerjaan fisik untuk konservasi

3. Pengembangan masyarakat di wilayah hutan

4. Penetapan batas wilayah hutan dan mensosialisasikan pada masyarakat

5. Pengembangan usaha kehutanan dan produk hutan Non-kayu

6. Pelatihan/penyuluhan tentang pemeliharaan produk hutan non-kayu

7. Rehabilitasi lahan bekas tambang

8. Rehabilltasi hutan bakau di wilayah pantai muara sungai Cenranae

9. Pelatihan/penyuluhan tentang pemeliharaan hutan dan konservasi lahan atau air serta peraturan/perundang-undangan kehutanan

Rencana Jangka Pendek sampai dengan Menengah (2006-2013)

Rencana kegiatan jangka pendek sampai dengan menengah untuk RPKP Sumber Daya

Lahan adalah ditunjukan pada tabel dibawah ini.

Page 47: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 47

Rencana Jangka Pendek/Menengah (untuk sub-DAS Bila, Gilireng, Mario, dan Kalempang)

No. Jenis Kegiatan

1. Rehabilitasi lahan kritis dan hutan dengan bermacam jenis tanaman , yang sesuai untuk kondisi setempat

2. Pembangunan pekerjaan fisik untuk konservasi

3. Pengembangan masyarakat di wilayah hutan

4. Penetapan batas wilayah hutan dan mensosialisasikan pada masyarakat

5. Pengembangan usaha kehutanan dan produk hutan Non-kayu

6. Pelatihan/penyuluhan tentang pemeliharaan produk hutan non-kayu

7. Pelatihan/penyuluhan tentang pemeliharaan hutan dan konservasi lahan atau air serta peraturan/perundang-undangan kehutanan

8. Rehabilitasi lahan bekas tambang

Rencana Jangka Panjang I (2014-2017)

Rencana jangka panjang I dari RPKP Sumber Daya Lahan adalah ditunjukan pada tabel berikut.

Rencana Jangka Panjang I (untuk sub-DAS Belo dan sub-DAS Walanae lainnya)

No. Jenis Kegiatan

1. Rehabilitasi lahan kritis dan hutan dengan bermacam jenis tanaman , yang sesuai untuk kondisi setempat

2. Pembangunan pekerjaan fisik untuk konservasi

3. Pengembangan masyarakat di wilayah hutan

4. Penetapan batas wilayah hutan dan mensosialisasikan pada masyarakat

5. Pengembangan usaha kehutanan

6. Pelatihan/penyuluhan tentang pemeliharaan produk hutan non-kayu

7. Pelatihan/penyuluhan tentang pemeliharaan hutan dan konservasi lahan atau air serta peraturan/perundang-undangan kehutanan

Rencana Jangka Panjang II (2018-2024)

Rencana jangka panjang II dari RPKP Sumber Daya Lahan adalah ditunjukan pada tabel

berikut.

Rencana Jangka Panjang II (sub-DAS Lancirang, Cenranae, Cekungan Tempe/Batu-Batu dan Kalola)

No. Jenis Kegiatan

1. Rehabilitasi lahan kritis dan hutan dengan bermacam jenis tanaman , yang sesuai untuk kondisi setempat

2. Pembangunan pekerjaan fisik untuk konservasi

Page 48: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 48

3. Pengembangan masyarakat di wilayah hutan

4. Penetapan batas wilayah hutan dan mensosialisasikan pada masyarakat

5. Pengembangan usaha kehutanan

6. Pelatihan/penyuluhan tentang pemeliharaan produk hutan non-kayu

7. Pelatihan/penyuluhan tentang pemeliharaan hutan dan konservasi lahan atau air serta peraturan/perundang-undangan kehutanan

9.3.3 Perkiraan Biaya Untuk RPKP Sumber Daya Lahan

Standar biaya yang digunakan untuk menghitung biaya RPKP Sumber Daya Lahan adalah didasarkan pada biaya standar yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan (biaya standar untuk pengembangan Hutan Produksi sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 126/KPTS – IV/1999), dan standar biaya dan kegiatan

yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Sosial Kehutanan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Tahun Anggaran 1999/2000. Diharapkan sumber biaya untuk kegiatan tersebut berasal dari Anggaran Pemerintah (APBN, APBD, Dana Reboisasi) maupun dari bantuan luar negeri.

Perkiraan total anggaran yang dibutuhkan adalah ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel: Total Perkiraan Anggaran RPKP Sumber Daya Lahan

Volume (unit) Anggaran1. Hutan dan Lahan Kritis

Rehabilitasia. Wilayah Hutan

- Hutan Produksi Rp / ha 4.653.500 46.093 214.493.775.500 - Sosial Kehutanan Rp / ha 3.700.000 46.094 170.547.800.000

b. Non - Wilayah Hutan Rp / ha 2.668.400 78.789 210.240.567.600 2 Bangunan Teknis

- Pembangunan Check dam Rp / Unit 50.000.000 307 15.350.000.000 - Pembangunan dam kecil Rp / Unit 15.000.000 614 9.210.000.000

3. Pengemb. Masyarakat di wil. hutan Rp/paket 34.565.000 138 4.769.970.000 4 Penetapan batas hutan dan sosialisasinya Rp/km 2.500.000 110 275.000.000

pada masyarakat5. Usaha kehutanan dan pengembangan

produk hutan non-kayu- Produksi benang sutera Rp /Unit 72.095.700 93,00 6.704.900.100 - Lebah madu Rp /Unit 73.850.000 93,00 6.868.050.000

6. Penyuluhan/Pelatihan pemeliharaan Rp /paket 34.565.000 62,00 2.143.030.000 produk hutan non-kayu

7. Penyuluhan/Pelatihan kelestarian hutan, Rp / ha 45.000.000 264 11.880.000.000 konservasi tanah dan air, dan peraturan/peru the forest acts/rules

8. Rehabilitasi hutan bakau di wilayah pantai Rp / ha 3.565.000 300 1.069.500.000 muara sungai Cenranae

9. Rehabilitasi lahan bekas tambang di Rp / ha 5.279.200 50 263.960.000 kabupaten Maros

653.816.553.200

Volume & Kebutuhan Anggaran

Total

No Kegiatan Satuan Harga Satuan

Page 49: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 49

9.4 Pegembangan Pertanian

9.4.1 Konsep Dasar Pengembangan Pertanian.

Konsep dasar pengembangan pertanian pada Studi ini adalah sebagai berikut:

(1) Daerah Studi telah ditempatkan sebagai daerah produksi tanaman pangan nasional.

Daerah ini selanjutnya dibentuk sebagai daerah persaingan produksi dan pensuplai tanaman pangan yang berkualitas di dalam negeri. Pertanian adalah sektor perekonomian yang utama di seluruh wilayah kabupaten dan hampir di seluruh wilayah kecamatannya, dan oleh karena itu, pengembangan sektor pertanian akan

memberikan kontribusi langsung terhadap perkembangan perekonomian di kabupaten dan kecamatan-kecamatan. Pengembangan pertanian pada studi M/P ini telah diarahkan menuju pengembangan pertanian tanaman pangan.

(2) Hambatan teknis yang serius untuk produksi tanaman pangan di daerah Studi adalah

tidak stabilnya distribusi curah hujan dan kondisi ketidak cukupan ketersediaan air untuk tanaman baik yang bersifat alami (hujan) atau buatan (irigasi). Dalam konteks Studi pada sektor sumber daya air, prioritas pengembangannya ditempatkan pada sub-sektor irigasi-pertanian (tanaman pangan) dan didukung oleh adanya potensi

sumber daya air.

(3) Irigasi pertanian akan dikembangkan bilamana pada studi kelayakan yang dilakukan, yang mencakup analisa keuntungan dan biaya, memberikan suatu nilai pengembalian (rate of return) investasi yang menarik. Studi kelayakan akan mencakup ketersediaan

air, kesadaran para pemilik tanah untuk membentuk Perkumpulan Petani Pengelola Air (P3A) serta kemampuan dan kesadaran petani untuk mengikuti pelaksanaan dari irigasi pertanian.

(4) Sejumlah hambatan dalam pengembangan pertanian di daerah Studi telah diidentifikasi. Rencana pengembangan pertanian diarahkan untuk penyelesaian masalah-masalah tersebut dan mencakup juga masalah kelembagaan, sosial ekonomi serta layanan pendukung pertanian.Sebagai salah satu komponen pengembangan dari

rencana pengembangan terpadu wilayah sungai Wal-Cen, suatu pendekatan dipakai dalam konteks pengembangan pertanian wilayah yang ditambahkan dalam pengembangan irigasi pertanian. Pada Studi ini, masalah-masalah tersebut telah diformulasikan sebagai program peningkatan pertanian wilayah.

(5) Sebagai tambahan, pengembangan pertanian memerlukan kegiatan pengelolaan DAS. Komponen pengembangan pertanian pada rencana pengelolaan DAS telah dipertimbangkan.

Page 50: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 50

(6) Rencana pengembangan pertanian yang disusun pada Studi Master Plan ini

mencakup 1) rencana pengembangan pertanian beririgasi, 2) rencana peningkatan pertanian wilayah, dan 3) pengembangan pertanian di daerah hulu.

9.4.2 Rencana Pengembangan Pertanian Beririgasi.

(1) Target Jaringan Irigasi.

Pada studi pengembangan sumber daya air dan irgasi, 10 jaringan irigasi besar (luas areal irigasi > 5.000 ha), 17 jaringan irgasi sedang (luas areal 1,000 ha – 5.000 ha), 20 jaringan irigasi kecil (luas potensial < 1.000 ha), 5 kelompok jaringan irigasi kecil

baru, sehingga seluruhnya 73 jaringan irigasi atau kelompok jaringan irigasi kecil, adalah dipilih sebagai target pengembangan jaringan irigasi. Daftar jaringan irigasi terpilih tersebut ditunjukan pada tabel berikut:

Kategori Tipe Pekerjaan Jaringan atau Jumlah Jaringan

Pengembangan baru Gilirang, Irigasi Pompa Tempe, Walanae (bagian Wajo), Walanae (bagian Soppeng) , Walanae (bagian Bone)

Jar. Irigasi Besar

Rehabilitasi/upgrading Boya, Kalola-kalosi, Langkeme Lejja Dam, Sanrego

Jar. Ir. Sedang Pengembangan baru 4 jaringan Rehabilitasi/upgrading 13 jaringan Jar. Irigasi Kecil Rehabilitasi/upgrading 19 jaringan Pengembangan baru 1 jaringan NSS* Pengembangan baru 5 kelompok jaringan irigasi kecil baru

*: Kelompok jaringan irigasi kecil

Sebagaimana ditunjukan pada tabel, 41 kecamatan (75 %) dari 52 kecamatan yang tercakup proyek akan mendapat keuntungan dari rencana pengembangan irigasi yang

telah disusun pada Master Plan ini. Berdasarkan wilayah kabupaten, penyebaran dari target pengembangan jaringan irigasi adalah sebagai berikut:

Kabupaten Jumlah Target Jaringan Luas Pengembangan**

Enrekang Kecil (2) 218 ha

Sidrap Besar (1), Sedang (8), Kecil (1), NSS (1), total (11) 34.536 ha

Wajo Besar (4), Sedang (2), Kecil (2), NSS (1), total (9) 44.195 ha

Soppeng Besar (3), Sedang (2), Kecil (3), NSS (1), total (9) 27.791 ha

Bone Besar (2), Sedang (5), Kecil (8), NSS (1) total (16) 33.967 ha

Maros Kecil (4), NSS (1), total (5) 2.504 ha

**: Total luas rencana irigasi

Page 51: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 51

(2) Perumusan Rencana Pengembangan Pertanian Beririgasi.

Rencana pengembangan pertanian beririgasi dirumuskan dengan ketentuan sebagai berikut:

• Berdasarkan usulan awal rencana pengembangan irigasi pada studi pengembangan sumber daya air dan irigasi, telah disusun awal jadwal tanam dan pola tanamnya.

• Awal jadwal tanam dan pola tanamnya telah diperbaharui berdasarkan hasil studi kesetimbangan air dan konsep awal rencana pengembangan pertanian telah dirumuskan berdasarkan hasil studi kesetimbangan air.

• Konsep awal tersebut telah difinalkan melalui proses diskusi dengan dinas terkait dan stakeholder.

(3) Konsep Dasar Perancangan.

Konsep dasar yang diterapkan untuk perumusan rencana pengembangan pertanian beririgasi pada studi Master Plan ini adalah sebagai berikut :

• Kondisi dan pengalaman pada pertanian beririgasi yang telah ada di daerah Studi, diantaranya jaringan irigasi Sadang, Langkeme, dan Bila, telah dipertimbangkan

sepenuhnya di dalam perumusan rencana pengembangan pertanian.

• Status kegiatan pertanian yang ada, termasuk pemilihan tanaman, jadwal tanam, pola tanam dan intensitas tanam pada masing-masing jaringan irigasi yang ada, telah dinilai dan dipakai dalam perhitungan, sehingga perumusan rencananya

memberikan keberlanjutan dari penerima manfaatnya.

• Penekanan terhadap rasionalitas pemanfaatan sumber daya air irigasi. Dalam hal ini, memaksimumkan intensitas tanam sesuai dengan ketersediaan air pada musim

tanam ke 3 memberikan gambaran kemungkinan untuk perluasan.

• Permusan rencana telah berdasarka hasil diskusi dengan dinas pertanian dan irigasi terkait dan hasil konsultasi dengan penerima manfaat.

(4) Pemilihan Tanaman

• Padi merupakan komoditas utama yang dipilih oleh petani untuk ditanam dan berdasarkan kebutuhan volume pasar.

• Di Sulawesi Selatan, masalah kualitas dan pemasarannya harus dipertimbangkan dalam usaha produksi padi. Status saat ini mengarah pada pengenalan kualitas produksi padi di propinsi dan kabupaten adalah pada tahap awal.

• Pada dasarnya, tanaman palawija pada areal beririgasi dan sekitarnya adalah terpilih untuk tanaman pada musim tanam ke 2 dan 3 selain padi. Sebagai tambahan, masa pertumbuhan palawija dan lamanya musim tanam ke 2 yang

Page 52: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 52

dipengaruhi oleh dimulainya musim tanam ke 3 dan perkiraan hujan, juga harus

diperhitungkan.

(5) Target Produksi

Musim Tanam / Tanaman Target Produksi

MT - 1 (musim hujan) Padi (GKG*) 5,0 – 6,0 ton/ha

MT - 2 (musim kering) Padi (GKG*) 5,5 – 6,5 ton/ha

Jagung (hibrida; dg. pengolahan tanah; butiran) 6,0 ton/ha

Jagung (hibrida; tanpa pengolahan tanah; butiran) 5,0 ton/ha

Jagung (composite; butiran) 3,5 ton/ha

Kedelai (butiran) 1,5 ton/ha

Kacang hijau (butiran) 1,4 ton/ha

Kacang tanah (tanpa pengolahan tanah; butiran) 0,9 ton/ha

Kacang tanah (intensif, dengan pengolahan tanah; butiran)

1,2 ton/ha

*: Gabah Kering Giling MT: Musim Tanam

9.4.3 Program Peningkatan Pertanian Wilayah

Program peningkatan pertanian wilayah direkomendasikan dengan tiga komponen kegiatan utama sebagai berikut:

• Paket Program Perkuatan Layanan Pendukung Pertanian

• Paket Program Perkuatan Kelembagaan

• Paket Program Peningkatan Agro-industri

Komponen dari Paket Program

Usulan komponen dimaksud meliputi: 1) pemberdayaan staf di kantor kabupaten dan lapangan, 2) pembentukan kelompok kerja untuk peningkatan pertanian wilayah dan untuk perkuatan koordinasi & kemitraan antar stakeholder, 3) perkuatan fasilitas penyuluhan di tingkat kecamatan, dan 4) pemberdayaan organisasi petani.

9.4.4 Rencana Pengembangan Konservasi Lahan Pertanian (bagian hulu DAS)

Pada studi rencana pengelolaan DAS (Laporan Studi Sektor Kehutanan dan Pengelolaan DAS), perubahan tata guna lahan saat ini menjadi tanaman produksi tahunan diusulkan

pada beberapa wilayah sungai yang dibatasi atas dasar kebutuhan pengelolaan konservasi lahan. Rencana pengembangan konservasi lahan pertanian disusun untuk areal yang

Page 53: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 53

sudah ditetapkan dan mempertimbangkan pengenalan tanaman tahunan (buah-buahan dan

tanaman perkebunan) melalui perubahan tata guna lahan sebagaimana yang diusulkan.

Areal yang ditetapkan untuk usulan pengembangan pertanian di daerah studi adalah:

Areal yang ditetapkan untuk Rencana Pengembangan Konservasi Lahan Pertanian

Areal Rencana/Usulan Sub-DAS ha Tataguna Lahan

Saat ini Kabupaten Kecamatan

Cenranae 661 Tanah desa Wajo Tanasitolo, Penrang

3.908 Padang rumput Takalalla, Penrang, Majauleng

3.168 Tegalan Majauleng, Tanasitolo Sub-total 7.737 4 kecamatan

Gilirang 7.586 Tanah desa Wajo Majauleng, Penrang Minraleng 2.393 Tanah desa Maros Cenrana

Total 17.716

Komponen pengembangan dalam rencana pengembangan ini mencakup pekerjaan

persiapan dan pekerjaan pengembangan. Pekerjaan pengembangan disusun dari pohon tanaman pengembangan dan pohon tanaman program intensifikasi tergantung pada tata guna yang ada sebagai berikut:

Pekerjaan Persiapan.

• Survai, investigasi, desain untuk areal yang ditetapkan guna menetapkan pendekatan dan prosedur pengembangan yang akan dipakai.

• Pengenalan proyek dan pendaftaran petani yang mendapat manfaat.

• Penyusunan rencana tindak untuk pengembangan.

• Pembibitan dan penanaman bibit

• Pemberdayaan Kelompok Tani dan staf terkait.

Pekerjaan Pengembangan

Program Pohon Tanaman Pengembangan

Perubahan tata guna lahan pada seluruh areal yang ditetapkan akan dipertimbangkan

pada areal dimana pada saat ini tidak ada atau terbatas jumlah pohon tanaman pengembangan.

Pekerjaannya:

Page 54: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 54

• Pembangunan jalan usaha tani

• Pengolahan lahan (atau pengembangan)

• Penanaman bibit

• Pengelolaan usaha tani

• Pemberdayaan petani / Kelompok Tani

Program Pohon Tanaman Intensifikasi.

Pada areal dimana pohon tanaman intensifikasi yang pada hakekatnya saat ini ditanam,

intensifikasi untuk tanaman tersebut direncanakan melalui distribusi tanaman bibit atau biji benih.

Pekerjaannya:

• Penanaman biji benih

• Pengelolaan usaha tani

• Pemberdayaan petani / Kelompok Tani.

9.5 Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Air (RPKP)

9.5.1 Pengembangan Irigasi.

(1) Potensi Untuk Pengembangan Irigasi.

1) Rehabilitasi

Dalam masalah rehabilitasi pada jaringan irigasi yang telah ada, umumnya

dimengerti bahwa dengan kegiatan O&P yang memadai, pekerjaan rehabilitasi diperlukan kurang lebih setiap 20 tahunan. Bagaimanapun, seharusnya ketiadaan biaya yang mencukupi pada masa lalu, O&P beberapa jaringan irigasi di daerah Studi tidak memadai dan rehabilitasi dan upgrading menjadi jaringan irigasi teknis

harus dilakukan dalam waktu yang lebih pendek/cepat dari biasanya.

Jaringan-jaringan yang di rehabilitasi dan di-upgrading telah dipelajari seperti daftar pada tabel ringkasan berikut:

Page 55: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 55

Rehabilitasi Luas

Daerah Irigasi

Biaya EIRR Tahun Tahun Start

Kabupaten Kecamatan Desa (Juta Rp) (%) Pembangunan Rehabilitasi

1 Toweleng Soppeng Donri-D i

Lalabata Ri j

350 4,360 8.3 1968 20212 Paroto Soppeng Lilirilau Paroto 270 8,460 8.2 1976 20213 Batu Sianre Soppeng Marioriwawo Goarie 160 5,720 15.0 1977 20084 Langkeme Soppeng Marioriwawo Watu 6,708 228,600 20.9 1993 20175 Salo Dua Wajo Maniampajo Mattirowalie 40 750 14.8 1974 20076 Bakke Wajo Sajoangin Walanga 288 6,100 20.4 1977 20177 Cilellang Wajo Sabbangparu Liu 1,113 21,900 23.4 1968 20068 Bila Kalola Wajo Maniampajo Sogi 5,405 20,040 17.1 1997 20229 Bulutimorang Sidrap Pancarijang Timorang panua 4,950 42,440 22.1 1937 2012

10 Saddang VI Baranti Sidrap Baranti Maddenra 462 4,360 33.7 1971 200511 Bila Sidrap Pitu Riase Botto 4,252 6,220 19.4 1995 202212 Alekarajae Sidrap Maritengngae Ulu Ale 1,253 16,300 14.5 1975 201913 Saddang VI Belawa Sidrap Sidenreng Sereang 4,173 25,760 31.1 1969 200514 Saddang VII Sdr II Sidrap Tellulimpoe Amparita 2,240 20,040 31.8 1977 200815 Saddang VII Sdr I Sidrap Tellulimpoe Amparita 3,017 22,150 33.1 1971 200816 Salo Bulo Enrekang Maiwa Salo Bulo 168 3,240 21.3 1995 200517 Ulumalino Maros Mallawa Tellumpanuae 190 2,360 28.0 1983 201218 Mallawa Maros Mallawa Tellumpanuae 108 1,370 17.9 1983 201219 Cenrana Maros Camba Cenrana, Laiya 115 6,350 23.4 1987-1988 200620 Laiya Maros Camba Laiya 723 3,240 22.7 1996 201221 Sanrego Urgent Bone Kahu Sanrego 6,970 30.8 1990 200522 Lekoballo Bone Lamuru Lalebata 180 2,360 12.3 1983 201623 Kunang Bone Bontocani Langi 47 620 20.3 1992 201024 Pattuku Bone Bontocani Pattuku 63 870 22.0 1992 201025 Bontojai Bone Bontocani Bontojai 306 4,600 13.2 1992 201626 Unyi Bone Dua Boccoe Cabbeng 1,303 8,710 34.1 1981 201627 Bengo Bone Bengo Bengo 775 12,820 12.0 1948 201528 Toddang Jompi Bone Bengo Uluriawang 390 5,480 16.0 1977 200929 Kalu Bone Bengo Liliriawang 160 2,120 13.1 1981 200930 Wessa Bone Bengo Liliriawang 158 2,490 15.4 1988 2009

Total 39,367 496,800

Nama Lokasi Bangunan Sadap No

Catatan: Penulisan angka diberikan dalam format Inggris

Total luasan yang di rekomendasikan untuk direhabilitasi adalah 39.367 ha selama selang waktu 25 tahun dari periode studi. Nilai EIRR dihitung untuk menunjukan

bahwa hampir seluruh proyek-proyek rehabilitasi pada tahap perancangan ini menunjukan suatu nilai EIRR > 12 dan mengindikasikan bahwa proyek-proyek tersebut harus dilakukan tahap kelayakan (studi), kemudian diikuti oleh perencanaan dan pelaksanaan. Tambahan informasi detail untuk proyek-proyek

rehabilitasi dapat dilihat pada Laporan Sektor Irigasi.

2) Perluasan

Faktor-faktor berikut telah dimasukan dalam perhitungan pada saat mempertimbangkan suatu perluasan areal dari luasan irigasi yang telah dibangun dengan suplai air dari aliran sungai, dengan bangunan bendung yang ada.

(a) Jaminan telah dibuat bahwa kecukupan air yang harus dialokasikan pada areal

irigasi yang ada, dalam menjaga praktek pengelolaan air yang telah dilakukan pada areal dimaksud. Persoalan akan muncul jika petani di areal yang ada saat ini tidak mendapat air yang mencukupi setelah perluasan areal selesai dan diambil alih oleh petani lainnya. Dalam hal ini, petani harus mempunyai persetujuan lebih

dahulu, dimana setelah perluasan areal, suatu sistem giliran jadwal tanam harus

Page 56: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 56

diikuti oleh seluruh petani guna menurunkan jumlah kebutuhan air untuk periode

penyiapan tanam dalam suatu periode tertentu.

(b) Areal irigasi yang ada akan direhabilitasi pada suatu kondisi dimana kebutuhan anggaran biaya O&P dapat dibuat berdasarkan rangkaian prosedur dalam penyusunan anggaran, misalnya melalui jalan penilaian yang ditetapkan.

(c) Dalam penentuan kelayakan pembangunan suatu bendungan kecil atau yang berskala besar dengan lokasi di hulu bangunan bendung yang telah ada, atau dengan arti lain digunakan untuk irigasi pada areal yang sama, misalnya areal irigasi dari air tanah, dari air drainase maupun areal yang masih tadah hujan, telah

dipertimbangkan dalam suatu perbandingan prinsip-prinsip pembiayaan dan analisa ekonominya.

(d) Bilamana pembangunan dam berskala kecil atau besar telah direncanakan (setelah

didapatkan kondisi yang memungkinkan untuk menyediakan tambahan air guna perluasan areal irigasi), dan direncanakan tambahan areal irigasi yang memadai, saluran-saluran irigasi primer dan sekunder dan dalam beberapa hal termasuk juga saluran-saluran tersier, telah diperiksa untuk mengetahui kapasitasnya yang ada

dalam mengalirkan air irigasi untuk perluasan areal. Dalam beberapa hal, perluasan areal bersifat terpisah dari sistem yang telah ada dan dalam hal ini diperlukan perencanaan sistem irigasi baru.

(e) Kelangsungan dari pembangunan dam berskala kecil atau besar dan usaha lain

yang menetapkan pembangunan waduk di bagian hulu telah dilakukan pengujian pada tingkat detail yang memadai untuk suatu studi rencana induk. Proyek-proyek yang direncanakan untuk dilaksanakan harus melalui studi kelayakan selanjutnya diikuti perencanaan detail sebelum konstruksi.

3) Bendungan Berskala Kecil dan Besar.

Telah dipertimbangkan usulan pembangunan bendungan berskala kecil dan besar bila areal irigasi yang telah dibangun lebih kecil dari areal yang ada untuk irigasi.

Dalam hal tersebut, dipertimbangkan lokasi rencana bendungan dan telah diinvestigasi di bagian hulu dari perluasan areal irigasi dan bangunan bendung yang telah ada. Tabel ringkasan pada halaman berikut diberikan daftar lokasi bendungan berskala kecil dan besar yang telah dipertimbangkan.

Investigasi sejumlah bendungan berskala kecil pada tahap identifikasi dan perancangan memberikan nilai EIRR > 12. Hal ini menunjukan bahwa usulan bendungan berskala kecil tersebut harus dilakukan tahap studi kelayakan,

perencanaan detail dan selanjutnya diikuti pelaksanaan konstruksinya. Tambahan informasi detail dari proyek-proyek rehabilitasi dapat dilihat pada laporan sektor

Page 57: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 57

irigasi. Bendungan Ponreponre dan Gilirang adalah proyek-proyek dimana telah

dilakukan studi kelaakan dan saat ini dalam perkembangan tahap detail desain atau konstruksi. Usulan pembangunan bendungan Langkeme harus dilakukan studi pada tingkat kelayakan untuk menentukan keberlanjutan usulan tersebut. Oleh karena keterbatasan informasi yang tersedia, tidak dapat diberikan nilai EIRR-nya pada

tahap rancangan ini.

Dam Kecil dan Besar

Luas Daerah

Irigasi (ha)

Biaya EIRR Kabupaten Kecamatan Desa (Juta Rp) (%)

Tgl Start yang Dijadwalkan

1 Lawo Soppeng Lili Ril

Cenran 4,097 133,650 13.3 2010 Dam Kecil2 Paddangeng Soppeng Donri-Donri Togigi 4,250 123,570 12.5 2006 Dam Kecil

3 Lejja Soppeng Marioriawa Batu-Batu 4,100 124,690 12.2 2008 Also Includes Smalldam Construction

4 Walanae Soppeng Marioriwawo Limpomajang 26,230 1,556,430 11.2 2024 Soppeng, Wajo andBone part

5 Gilirang Wajo Majauleng Gilirang 7,000 571,670 15.8 2007 Dam6 Sakoli Wajo Sajoangin Sakoli 200 5,970 20.9 2010 Dam Kecil

7 Boya Sidrap Dua Pitue Bulucenrana 8,000 429,710 10.1 2017 Dam

8 Torereh Sidrap Panca Lautang Allekuang 2,900 107,640 10.8 2024 Dam Kecil

9 Bulo Bulo Maros Camba Bulo Bulo 700 37,080 15.3 2008 Dam Kecil

10 Ponre-Ponre Bone Libureng Tappale 4,511 86,740 2004 Dam

11 Sanrego Bone Kahu, Libureng Sanrego 8,515 542,200 8.8 2020 Dam

12 Aponrong Bone Ajangngale Timorang 3,540 156,550 13.7 2011 Alternatif

13 Manciri Bone Ajangngale Lebbae 1,300 43,310 13.4 2015 tanpa

14 Unyi II Bone Ajangngale Panyili 1,670 50,150 13.3 2019 Walimpong Dam

15 Waekecce Bone Lappariaja Waekecce 453 23,640 14.8 2010 Dam Kecil

16 Benteng Bone Lappariaja Tungke 410 17,920 13.2 2010 Dam Kecil

Total 77,876 4,526,020

Nama Lokasi Bangunan Sadap Catatan No

Catatan: Penulisan angka diberikan dalam format Inggris

4) Embung (waduk kecil)

Bangunan embung pada umumnya dipertimbangkan keuntungannya untuk

penyediaan air bersih dan irigasi. Sejumlah usulan embung telah dipertimbangkan pada tahap identifikasi dan rancangan dan memberikan nilai EIRR >12. Hal ini menunjukan bahwa sejumlah usulan embung harus dilakukan studi kelayakannya, diikuti detail desain dan pelaksanaan konstruksinya. Daftar usulan bangunan

embung yang telah dipertimbangkan tersebut diberikan pada tabel ringkasan dibawah. Informasi tambahan untuk proyek-proyek rehabilitasi dapat dilihat pada laporan sektor irigasi.

Page 58: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 58

Embung (Usulan Baru)

Luas Daerah Irigasi

Biaya EIRR Kabupaten Kecamatan Desa (Rp Juta) (%)

Tgl. Start yang dijadwalkan

1 Toletenreng Wajo Sabbangpar Toletenren 40 1,620 16.5 2011 1/3 biaya dialokasikan ke Penyediaan Air

2 Sompe Wajo Sabbangparu Sompe 75 2,490 19.3 2011 3 Lamagarang Wajo Maniangpajo Anabanua 64 2,120 19.4 2017 4 Data Alau Wajo Tanasitolo Wajoriaja 80 2,740 18.9 2017 5 Pamantingan Sidrap Tellulimpoe Massepe 770 30,990 15.8 2011 6 Uru Enrekang Maiwa Mangkawa 50 2,120 17.1 2007 7 Reatoa Maros Mallawa Reatoa 250 13,440 14.7 2014 8 Cabbang Maros Camba Cabbang 350 20,280 13.8 2014 9 Tadang Palie Bone Ulaweng Tadang Palie 48 2,240 15.8 2010

10 Cani Sirenreng Bone Ulaweng Cani Sirenreng 78 2,610 20.1 2008 11 Hampang Bone Kahu Matajang 63 4,980 11.4 2015 12 Rumpia Bone Kahu Matajang 49 3,360 11.3 2015 13 Cunre Bone Tellusiattiange Wellulang 60 7,090 6.9 2027 14 Ajulotong Bone Ulaweng Ajulotong 219 10,950 14.9 2023 15 Camming Bone Libureng Matajang 680 20,530 15.1 2018

Total 2,876 127,560

Nama Lokasi Bangunan SadapCatatanNo

Catatan: Angka diberikan dalam format Inggris

5) Irigasi Pompa

Investigasi usulan irigasi pompa telah dilakukan untuk situasi dimana muka air danau Tempa telah stabil dan prediksi ketersediaan airnya. Usulan ini di programkan setelah pekerjaan desain dan pelaksanaan bendung gerak Tempe

dilakukan. Proyek-proyek yang telah distudi pada tingkat identifikasi dan rancangan detail ditunjukan pada tabel ringkasan berikut.

Pompa Luas

Daerah Irigasi

Biaya EIRR Tgl. Start yang Dijadwalkan

Kabupaten Kecamatan Desa (Rp juta) (%) 1 Cenrana Wajo Tempe Tomodi 2,30 119,72 13. 201

2 Tempe (P )

Wajo Tanasitol Tancun 19,000

749,030

12.3

2020

After Tempe

BarrageConstruction

Total 21,300 868,750

Namae

Lokasi Bangunan Sadapcatatan No

Catatan: Penulisan angka diberikan dalam format Inggris

6) Bendung

Pembangunan satu bendung di kabupaten Bone dengan perhitungan EIRR sebesar

15,3 pada tahap rancangan detail telah direkomendasikan.

Bendung Luas

Daerah Irigasi (ha)

Biaya EIRR Tgl Start yang

Dijadwalkan Kabupaten Kecamatan Desa (Rp juta) (%) 1 Minralen Bone Wilalapessie 1,400 61,600 15.3 2013 Bendung

Total 1,400 61,600

No Nama Lokasi Bangunan Sadap Catatan

Libureng

Catatan: Penulisan angka diberikan dalam format Inggris

Page 59: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 59

9.5.2 Konservasi Sungai – Pengendalian Banjir

(1) Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan (RPKP) yang terkait dengan Usaha Pengurangan Erosi dan Sedimentasi

Rencana perbaikan sungai dan pencegahan sediment di masa yang akan datang adalah suatu rencana yang penting dalam kegiatan konservasi sungai di daerah Studi.

Perbaikan sungai di masa yang akan datang umumnya didasarkan pada periode ulang 50 tahunan untuk kegiatan perlindungan banjir.

Usulan rencana perbaikan sungai adalah sebagai berikut:

• Rencana Perbaikan sungai Walanae

• Rencana Perbaikan sungai Cenranae

• Rencana Perbaikan sungai Bila

• Rencana Perbaikan sungai lainnya dan anak- anak sungai

1) Rencana Perbaikan Sungai Walanae

Usulan perbaikan ruas sungai Walanae dan anak-anak sungai yang

direkomendasikan adalah sebagai berikut:

• Aliran utama sungai Walanae:

Ruas antara pertemuan dengan sungai Cenranae ke arah hulu pada titik 51 km. Ruas ini memerlukan pekerjaan perlindungan tebing sungai pada kurang lebih 7

lokasi.

• Sungai Malanroe:

Ruas sungai yang terpengaruh oleh aliran balik dari sungai utama, kurang lebih

sepanjang 8 km yang membutuhkan pekerjaan perlindungan tebing sungai pada 2 lokasi.

• Sungai Teppoe

Ruas antara pertemuan dengan sungai Malanroe ke arah hulu pada titik 3 km yang membutuhkan pekerjaan perlindungan tebing sungai pada 2 lokasi.

2) Rencana Perbaikan Sungai Cenranae

Ruas sungai Cenranae dan anak-anak sungai yang diusulkan untuk pekerjaan

perbaikan adalah sebagai berikut:

Page 60: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 60

• Aliran Utama Sungai Cenranae:

Ruas antara keluaran (outlet) danau Tempe di desa Ujung Tanah sampai sepanjang sungai Cenranae, kurang lebih 60 km memerlukan pekerjaan perlindungan tebing sungai pada 5 lokasi.

• Sungai Unyi:

Ruas sungai yang terpengaruh oleh aliran balik (back water) sungai utama, kurang lebih sepanjang 2 km ke arah hilir memerlukan pekerjaan perlindungan tebing sungai pada 1 lokasi.

• Sungai Cellui:

Ruas sungai yang terpengaruh oleh aliran balik (back water) sungai utama, kurang lebih sepanjang 4 km memerlukan pekerjaan perlindungan tebing sungai pada 1 lokasi.

• Sungai Oppo:

Ruas sungai yang terpengaruh oleh aliran balik (back water) sungai utama, kurang lebih sepanjang 3 km memerlukan pekerjaan perlindungan tebing

sungai pada 1 lokasi.

3) Rencana Perbaikan Sungai Bila

Usulan untuk perbaikan ruas sungai Bila dan anak-anak sungai adalah utamanya untuk

peninggian dan perkuatan tanggul yang telah ada. Menurut informasi dari bekas staf Proyek Irigasi Bila, tanggul sungai Lancirang, Boya dan Kalola dibangun menggunakan material timbunan yang kurang sesuai dan pemadatannya kurang memadai. Pada beberapa ruas dimana posisinya terlalu dekat pada tebing sungai,

tanggul harus direlokasi.

Ruas sungai Bila dan anak-anak sungai yang diusulkan untuk perbaikan adalah sebagai berikut:

• Aliran Utama Sungai Bila:

Ruas antara muara sungai sampai pada titik 1,5 km ke arah hulu dari pertemuan dengan sungai Boya. Total panjang yang memerlukan perbaikan adalah kurang lebih 29 km.

• Sungai Boya:

Ruas antara pertemuan dengan sungai Bila ke arah hulu pada titik 7 km memerlukan pekerjaan perkuatan tebing pada 1 lokasi.

Page 61: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 61

• Sungai Lancirang:

Ruas antara pertemuan dengan sungai Bila ke arah hulu pada titik 11 km memerlukan pekerjaan perkuatan tebing pada 1 lokasi.

• Sungai Kalola:

Ruas antara pertemuan dengan sungai Bila ke arah hulu pada titik 7 km memerlukan pekerjaan perkuatan tebing pada 1 lokasi.

• Alur Banjir (Alur Banjir sungai Kalola / Kalola river Floodway):

Pembangunan alur banjir akan menemui kesulitan sehubungan dengan

pembebasan tanah dan masalah sosial lainnya.

Suatu pilihan untuk penanggulangan banjir dari sungai Kalola adalah dengan menghubungkan dan melebarkan saluran drainase yang telah ada, dimana

dialirkan langsung ke danau Buaya dari saluran buangan pelimpah dam Kalola sepanjang kurang lebih 15 km. Limpasan dari dam Kalola dapat langsung mengalir ke danau Buaya.

4) Perbaikan sungai-sungai lainnya dan anak-anak sungai.

Berikut ini adalah perbaikan anak-anak sungai yang diminta pada saat kegiatan FGD dan PCM dan telah dipertimbangkan dalam penyusunan kegiatan struktural dan non-struktural sebagaimana di daftar pada lampiran lembar proyek.

• Perbaikan sungai Gilirang , kurang lebih sepanjang 10,0 km

• Perbaikan sungai Camba , kurang lebih sepanjang 10,0 km

• Perbaikan sungai Bilokka , kurang lebih sepanjang 5,5 km

• Perbaikan sungai Lawo , kurang lebih sepanjang 5,0 km

• Perbaikan sungai Wattee , kurang lebih sepanjang 3,8 km

• Perbaikan sungai Lawo , kurang lebih sepanjang 5,0 km

9.5.3 Pengendalian Sedimen

(1) Check Dam yang ada di Daerah Studi

Bangunan check dam dipertimbangkan kebutuhannya untuk mencegah datangnya sediment dari daerah hulu yang sampai di sungai utama dimana hal ini dapat mejadi gangguan pada operasi sungai, misalnya menyumbat bangunan pengambilan air,

mengurangi usia guna tampungan waduk, dan lain-lain. Pada sektor Kehutanan berisi suatu rencana untuk merehabilitasi bagian hulu DAS dan mengurangi jumlah sediment yang tererosi dari sumbernya. Suatu pemikiran bahwa, jika rencana rehabilitasi daerah hulu dapat diterapkan, maka kebutuhan bangunan check dam dapat

dikurangi atau ditiadakan. Pembentukan kembali kondisi daerah hulu diharapkan

Page 62: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 62

tercapai dalam waktu 20 sampai 30 tahun, sehingga dengan demikian pekerjaan

bangunan sediment, seperti check dam, akan dibutuhkan untuk mengurangi angkutan sediment di sungainya.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi angkutan sediment yang masuk ke danau Tempe adalah sebagai berikut:

1) Penurunan aliran sediment ke dalam danau Tempe dilakukan dengan,

• Mencegah laju sedimentasi di daerah hulu DAS

• Membuat pengendalian aliran sediment dengan bangunan penangkap sediment di sungai.

2) Percepatan aliran sediment keluar dari danau Tempe

Konstruksi check dam yang ada di daerah Studi dibangun oleh BRLKT (Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah), Departemen Kehutanan, dari tahun 1980

sampai dengan 1997 dan juga oleh Dinas Kehutanan pada enam Kabupaten yang diteruskan sampai sekarang. Jumlah bangunan check dam yang ada di daerah Studi saat ini adalah 249 buah.

Semua bangunan check dam dibangun di sungai-sungai kecil dengan luas daerah alran kurang dari 2 km2. Tidak terdapat check dam yang telah dibangun di anak sungai yang lebih besar maupun di sungai-sungai utama.

Distribusi bangunan check dam yang ada di daerah Studi saat ini adalah sebagai

berikut :

Bangunan Check Dam pada Lima Wilayah Sungai di Daerah Studi

No Uraian Jumlah Check Dam 1 2 3 4 5

Sistem Sungai Walanae Sistem Sungai Bila Sistem Sungai Cenranae Sistem Sungai Gilirang Sistem Danau Tempe

115 45 28 21 40

Total 249

Bangunan Check Dam Menurut Wilayah Kabupaten di Daerah Studi

No Uraian Jumlah Check Dam 1 2 3 4 5 6

Kabupaten Maros Kabupaten Bone Kabupaten Soppeng Kabupaten Wajo Kabupaten Sidrap Kabupaten Enrekang

14 81 51 48 40 6

Total 249

Sumber: Dinas PSDA Prop. Sul-Sel dan Dinas Kehutanan dari enam distrik

Page 63: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 63

9.5.4 Penyediaan Air Bersih

Usulan Pengembangan Penyediaan Air Bersih diuraikan sebagai berikut:

Kabupaten Soppeng.

Berikut ini adalah kebutuhan pengembangan penyediaan air bersih untuk Kabupaten

Soppeng :

• Ibukota Kabupaten Watansoppeng

Pembangunan bak tampungan dan pompa tambahan

• IKK Takkalalla, Kecamatan Marioriwawo

Pembangunan penyediaan air bersih, sumber air dari mata air Bulupincakoro

• IKK Cangadi, Kecamatan Liliriaja

Pembangunan penyediaan air bersih, sumber air dari sumur dalam dengan pompa

• IKK Cabenge, Kecamatan Lilirilau

Pembangunan pengambilan di sungai Walanae, dan suatu fasilitas penjernihan dan pompa.

• IKK Tajuncu, Kecamatan Donri Donri

Pembangunan penyediaan air bersih, sumber air dari mata air Pincengnge

• IKK Batubatu, Kecamatan Marioriawa

Pembangunan penyediaan air bersih, sumber air dari sumur dalam dengan pompa

Kabupaten Sidrap

Untuk menambah kebutuhan penyediaan air bersih di kabupatn Sidrap, diperlukan pekerjaan-pekerjaan berikut ini:

Perancangan tambahan kapasitas produksi untuk:

• Ibukota Kabupaten Pangkajene

• Tambahan bak tampungan dan pompa

• IKK Bilokka, kecamatan Pancalautang: pembangunan sumur dalam dan pompa

• IKK Amparita, kecamatan Tellulimpoe: bak tampungan dan pompa tambahan

• IKK Rappang, kecamatan Panca Riajang: pembangunan sumur dalam dan pompa

• IKK Empagae, kecamatan Sidenreng: pembangunan sumur dalam dan pompa

• IKK Lancirang, kecamatan Pituriawa: pembangunan sumur dalam dan pompa

• IKK Barukku, kecamatan Pituriase: pembangunan pengambilan di sungai Bila, fasilitas penjernihan air dan pompa

Page 64: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 64

Kabupaten Wajo

Masalah utama di kabupaten Wajo adalah bahwa fasilitas penjenihan air tidak beroperasi pada kapasitas yang memadai. Layanan suplai air bersih untuk kota Sengkang adalah dioperasikan sekitar 5 jam per hari dan satu hari dalam satu minggu tidak mendapat layanan untuk seluruh daerah .

Kelihatannya sangat sulit bagi Pemerintah untuk membiayai kebutuhan infrastruktur agar kebutuhan air bersih untuk kabupaten Wajo dapat tercukupi. Pada saat ini, hanya 3 bak penjernihan air (water treatment plant - WTP) dengan kapasitas terpasang 54 ltr/det, yang tidak mencukupi untuk mensuplai air pada wilayah terpasang sambungan seluas 10.160

ha dan membutuhkan tambahan 20 ltr/det atau 29 % dari kapasitas terpasang untuk mencapai 80 % jumlah penduduk terlayani 24 jam, dimana hal ini telah menjadi target nasional.

Kebutuhan teknis untuk PDAM Sengakang adalah sebagai berikut:

• Menambah kapasitas WTP sampai pada 60 ltr/det untuk ibukota kabupaten dalam jangka pendek.

• Menambah kapasitas pipa transmisi pengambilan air baku.

• Pembangunan bak tampungan dengan kapasitas 300 m3.

• Pemasangan pipa distribusi primer dan sekunder.

• Perluasan jaringan sesuai dengan kapasitas yang ada.

• Kalibrasi ulang alat ukur air.

• Pengembangan laboratorium untuk pengujian suplai air.

Program penyediaan air bersih untuk ibikota kecamatan dan perdesaan juga menjadi perhatian khusus di dalam DAS, dimana dari 406.000 jiwa di kabupaten Wajo, 354.000

jiwa (87 %) hidup di pedesaan. Target nasional untuk memberikan layanan air bersih bagi penduduk perdesaan adalah 60 %. Lokasi usulan pengembangan sistem suplai air bersih pada skala kecil dan menengah untuk kota kecamatan (IKK) adalah ditunjukan sebagai berikut:

• IKK Kotabaru, kecamatan Sabbangparu, sumber air baku dari sungai Walanae

• IKK Kampiri, kecamatan Pammana, sumber air baku dari sungai Cenranae

• IKK Solo, kecamatan Bola, sumber air baku dari mata air Watanbola

• IKK Paria, kecamatan Majauleng, dari sumur dalam

• IKK Lajokka, kacamatan Tanasitolo, dari sumur dalam

• IKK Belawa, kecamatan Belawa, dari sumur dalam

• IKK Anabanua, kecamatan Maniangpajo, dari sumur dalam

• IKK Gilirang, kecamatan Gilirang, sumber air dari sungai Gilirang.

Page 65: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 65

Kabupaten Maros

Lokasi usulan pengembangan sistem suplai air bersih berskala kecil dan menengah untuk ibukota kecamatan (IKK) adalah :

• IKK Cempaniaga, kecamatan Camba, sumber air baku dari mata air Bulu Tamappulu.

• IKK Watanmallawa, kecamatan Mallawa, sumber air baku dari mata air Bulu Pademme

• IKK Bengo, kecamatan Cenrana, sumber air baku dari sungai Camba

Kabupaten Bone

Lokasi usulan pengembangan sistem suplai air bersih berskala kecil dan menengah untuk ibukota kecamatan (IKK) adalah sebagai berikut:

• IKK Palattae, kecamatanKahu, dari sumur dalam

• IKK Tanahbatue, kecamaan Libureng, suplai air baku dari sungai Batupute

• IKK Ujung Lamuru, kecamatan Lappariaja, suplai air baku dari sungai Walanae

• IKK Bengo, kecamatan Bengo, suplai air baku dari mata air Coppo Palibunang

• IKK Lagori, kecamatan Tellulimpoe, suplai air baku dari mata air Bulu Lagori

• IKK Taretta, kecamatan Amali, suplai air baku dari mata air Waepubbu

• IKK Uloe, kecamatan Dua Boccoe, suplai air baku dari mata air Bulu Mampu

• IKK Ujung Tanah, kecamatan Cenranae, dari sumur dalam

Kabupaten Enrekang

Lokasi dari rencana konstruksi untuk penyediaan air bersih di ibukota kecamatan (IKK) adalah sebagai berikut:

• IKK Maroangin, kecamatan Maiwa, dari sumur dalam

• IKK Bungin, kecamatan Bungin, supli air baku dari sungai Naran.

9.5.5 Sistem Pengukuran Hidrologi

(1) Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan (RPKP).

Target program perbaikan hidrologi adalah sebagai berikut:

• Mengembangkan kebutuhan sumber daya manusia untuk mengelola sistem pengukuran pada saat sekarang maupun yang akan datang.

• Menyediakan anggaran secara tetap dalam jumlah yang memadai untuk operasi dari Balai PSDA dan Unit Hidrologi Propinsi.

• Rehabilitasi stasiun pengamatan hidro-klimatologi dan memasang stasiun baru pada lokasi yang strategis sebagai rencana dalam rasionalisasi dari seluruh sistem pengukuran.

Page 66: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 66

• Pembangunan stasiun hidro-klimatologi sehubungan dengan antisipasi kebutuhan perencanaan di masa yang akan dating.

Pembiayaan program ini dapat disediakan dari:

• Anggaran Pemerintah Pusat, diantaranya: hibah, bantuan atau pinjaman luar negeri, Lembaga Moneter Internasional dan APBN.

• Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi.

• APBD Kabupaten / Kota dari penjualan air baku dan Iuran Pengelolaan Irigasi.

• Pembiayaan oleh masyarakat.

Sasaran dari RESTRA Dinas PSDA Propinsi Sulawesi Selatan untuk periode 2001 –

2005 adalah ditunjukan pada table berikut:

Periode (tahunan) No. Rencana Tindak Target

2001 2002 2003 2004 2005 Lokasi

I O & P Hidrologi 161 - - - - -

Lokasi sesuai renc. rasionalisasi

- Stasiun Penga-

matan muka air 83 - - - - -

- Stasiun hujan 60 - - - - -

- Sta. Klimatologi 18 - - - - -

II Rehabilitasi 35

- Stasiun Penga-

matan muka air 10 - 5 2 2 1

Lokasi sesuai renc. rasionalisasi

- Stasiun hujan 20 - 4 6 6 4

- Sta. Klimatologi 5 - 2 1 1 1

Sumber : RENSTRA 2001 - 2005, Dinas PSDA Propinsi Sulawesi Selatan

Program yang diusulkan oleh sector hidrologi untuk pengembangan jaringan hidrologi terdiri dari :

• Rehab. Stasiun pengamatan muka air - 16 lokasi

• Rehabilitasi Stasiun hujan - 10 lokasi

• Rehabilitasi Stasiun klimatologi - 6 lokasi

• Pemasangan baru Stasiun klimatologi - 1 lokasi

Page 67: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 67

• Pemasangan baru sta. pengamatan m.a. - 13 lokasi

• Pengembangan Sistem Telemetri

untuk peramalan banjir dan sistem

peringatan dini - 1 unit (sistem)

9.6 Rencana Pengembangan, Konservasi dan Management (RPKM) Sektor Perikanan

9.6.1 RPKM Perikanan untuk Danau Tempe

(1) Tujuan/Sasaran dan Konsep dasar pengembangan perikanan Danau Tempe

1) Tujuan/sasaran pengembangan perikanan Danau Tempe

Tujuan/Sasaran pengembangan perikanan Danau Tempe adalah:

• Meningkatkan pendapatan nelayan dan petani

• Meningkatkan konsumsi ikan tiap orang

• Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan pelaksanaan pengembangan lokal

• Mengurangi masalah antara nelayan

• Pemeliharaan sumber daya ikan

2) Konsep dasar pengembangan perikanan Danau Tempe

Konsep dasar pengembangan perikanan Danau Tempe adalah:

• Pengembangan bisnis perikanan, yang beroreintasi pada pasar dan berkelanjutan

• Mengembangkan budidaya perikanan dan pemancingan pada nelayan dan petani dengan memberikan tambahan keahlian kepada mereka

• Pengembangan fasilitas infrastruktur yang berdasarkan pada kebutuhan

• Pengembangan legal aspek yang dipusatkan pada penciptaan suatu iklim bisnis yang sehat, hak tradisionil, serta batas kemampuan masing-masing daerah, seperti misalnya persetujuan antar institusi yang terkait.

(2) Usulan kegiatan pengembangan perikanan Danau Tempe

1) Perlindungan dan pengelolaan sumber daya perikanan.

Sejak lama kegiatan ekonomi yang utama di Danau Tempe adalah perikanan. Oleh

karena itu, kegiatan budidaya perikanan di Danau Tempe perlu dijaga dan harus seimbang dengan sumber daya ikan yang ada.

Page 68: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 68

Berdasarkan analisa, pemeliharaan sumber daya ikan dan peningkatan produksi

perikanan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seperti:

• Pembenihan ikan (Restocking)

Teknik pembibitan/pembenihan merupakan salah satu dasar penting untuk penyediaan perlindungan dan rehabilitasi ikan. Saat ini pemerintah memiliki

beberapa tempat pembenihan di sekitar Danau Tempe yang terletak di tiga Kabupaten yang mana tiap bagian diberikan tanggung jawab pada kegiatan penyediaan pembibitan. Program penyediaan harus di lanjutkan dan harus di tingkatkan di masa yang akan datang.

• Peraturan kegiatan pemanfaatan perikanan.

Beberapa jenis peralatan penangkapan ikan telah diatur dalam Perda mengenai jenis, ukuran peralatan dan batas daerah tangkap. Hasil diskusi kelompok (FGD)

yang diuraikan menjelaskan bahwa tiap Kabupaten memiliki peraturan yang berbeda dan system manajemen perikanan tersebut tidak berfungsi dengan baik. Selain itu, nelayan tidak terlalu mengikuti peraturan Kabupaten sendiri dan mereka dengan bebas pindah ke daerah lain. Keadaan ini jadi sumber konflik antara

nelayan satu Kabupaten dengan nelayan dari Kabupaten lain.

Pallawang dan Bungka Toddo merupakan salah satu teknik memancing yang harus dikaji ulang. Pallawang memiliki baik keuntungan maupun kerugian. Kerugian dari pallwang adalah:

- Konflik yang sering terjadi tentang batasan dan penempatan Bungka Toddo.

- Pemilik Pallawang dan Bungka Toddo tidak mematuhi peraturan yang ada (e.g. garis tengah Bungka Toddo harus kurang dari 500 m, dan jarak antarnya harus

lebih dari 1.000 m, dll.)

- Proses pelelangan / tender mengakibatkan kecurigaan pada masyarakat lokal .

• Penetapan Zone Perlindungan Ikan

Penetapan zone perlindungan ikan ditetapkan berdasarkan hasil analisa ilmiah, untuk memastikan pemeliharaan dan peningkatan variasi jenis dan sumber daya genitik yang telah diukui sebagai penting untuk daerah danau.

Yang diperlukan untuk zone perlindungan adalah:

- Total area perlindungan sedikitnya 500 ha

- Penangkapan ikan di daerah di zone perlindungan tidak diijinkan.

• Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan / Pelelangan ikan

Page 69: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 69

Untuk mendukung pengembangan kegiatan perikanan di Danau Tempe,

penyediaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) / Pelelangan ikan adalah sangat penting. PPI akan dibangun di beberapa tempat di Daerah Sasaran.

2) Pengembangan Budidaya Perikanan (Aquaculture)

• Budidaya Jaring Apung

Ada tiga macam metode budidaya perikanan yang dapat dikembangkan di Danau Tempe, antara lain: mengunakan keramba dari bambu, jaring apung dan reban dari bambu. Jaring apung dan keramba dapat digunakan di lahan dimana

kedalaman air lebih dari 1,5 meter: atau kira-kira 4,5 meter dari batas garis ketinggian. Reban digunakan di sekitar 4.0 – 4.5 meter dari batas gari ketinggian (kedalaman air berkisar antra 1.0 – 1.5 meters).

Beberapa macam ikan yang bisa dibudidayakan adalah: ikan mas, Java Carp dan

ikan lele. Ketiga jenis tersebut masuk dalam jenis omnivora dan dapat di beri makan berupa butiran. Faktor penting yang menghambat dalam perikanan adalah penurunan mutu air danau yang disebkan oleh nutrisi makanan ikan. Kalkulasi menunjukkan bahwa pada awal pengembangan aquaculture produksinya harus

berada di bawah batas 9000 ton/tahun (JICA 1997). Berkaitan dengan produksi perikanan, kualitas air harus terus menerus dimonitor untuk dapat menentukan jumlah produksi ikan optimal yang berkelajutan di lingkungan Danau Tempe. Sistem pengawasan akan ditentukan dengan kadar phosphor (P2O5 ) tingkat aman

di danau yang akan terlewati dan akan melarang adanya pengembangan perikanan disekitar danau.

9.6.2 Usulan Skedul Pelaksanaan RPKM Perikanan

(1) Rencana Mendesak (2004 – 2005)

1) Rencana mendesak untuk pengembangan budidaya perikanan

Kegiatan budidaya perikanan yang akan dikembangkan didalam “rencana tindak mendesak” adalah: mina padi (budidaya ikan di sawah), kolam air tawar, jaring apung, kolam air payau, pembibitan ikan, saluran irigasi, proyek percontohan, dan pemberdayaan tenaga kerja. Mina padi (budidaya ikan di sawah) dan kolam air

tawar akan dikembangkan di 6 Kabupaten, sedangkan jaring apung hanya akan dikembangkan di Danau Tempe; pengembangan budidaya tambak air payau dan budidaya di saluran irigasi akan dikembangkan di Wajo dan Bone. Tempat pembibitan air tawar akan dibangun di semua Kabupaten, sedangkan pembibitan

Page 70: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 70

udang hanya akan dikembangkan di Wajo dan Bone. Dalam rencana tindak mendesak, pengembangan beberapa tempat percontohan telah direncanakan.

Disamping perencanaan fisik, juga telah direncanakan beberapa kegiatan non-fisik seperti: pelatihan singkat, magang dan penyuluhan. Materi yang diberikan pada pelatihan singkat akan difokuskan pada teknik pengembangan budidaya ikan air

tawar, dan program penyuluhan akan difokuskan pada aspek hukum dan legal.

2) Rencana mendesak untuk pengembangan perikanan di danau dan sungai.

Program pengembangan mendesak perikanan di danau dan sungai adalah:

pembibitan (restocking), peraturan penangkapan ikan, pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan tempat pelelangan ikan, meningkatkan perlindungan perikanan dan penyediaan sumber daya manusia/tenaga kerja. Penyetokan ulang akan terlaksana pada semua daerah pada daerah sasaran, termasuk Danau Tempe.

Daerah untuk penyetokan ulang diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan, hasil tangkap nelayan dan akan menjamin keberlanjutan sumber daya ikan. Peraturan penangkapan ikan khususnya di Danau Tempe akan terlaksana yang dimana tempat tersebut memiliki banyak nelayan yang menggunakan metode

penangkapan ikan yang illegal (listrik, racun ikan, dll). Standarisasi teknologi, peralatan dan pengaturan lahan penangkapan ikan akan dilaksanakan secara bersamaan dengan kegiatan penyuluhan. Dalam program penyuluhan nelayan akan diinformasikan tentang metode berkelanjutan dan pelestarian sumber daya ikan.

Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Danau Tempe harus segera dimulai. Direncanakan membangun beberapa Pangkalan Pendaratan Ikan yang standar (multi fungsi). Penetapan wilayah lindung di areal Danau Tempe merupakan salah satu prioritas pengembangan di bidang perikanan.

Direncanakan pengembangan sekitar 500 ha di tengah – tengah Danau Tempe yang cocok untuk daerah konservasi perikanan dan dilarang menangkap ikan di area tersebut. Untuk mencegah nelayan masuk dan menangkap ikan di daerah terlarang tersebut, daerah sekitarnya akan dijadikan tempat jaring apung.

(2) Rencana jangka pendek (2004-2008)

1) Rencana jangka pendek untuk budidaya perikanan

Seperti pada rencana mendesak, pengembangan perikanan pada rencana jangka

pendek ini meliputi pengembangan: sawah yang digunakan untuk perikanan (mina padi), tambak yang menggunakan air tawar, dan tambak air payau, tempat pembenihan ikan (hatchery), saluran irigasi, proyek percontohan, pendayagunaan sumber daya manusia/tenaga kerja.

2) Rencanan jangka pendek untuk pengembangan perikanan di danau dan sungai

Page 71: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 71

Kegiatan pengembangan perikanan yang termasuk di dalam rencana jangka pendek

adalah: penyetokan ulang, pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan peningkatan keahlian sumber daya manusia.

Rencana jangka sedang dan rencana jangka panjang untuk perikanan di danau dan sungai dan budidaya perikanan dijelaskan pada laporan utama dan laporan sektor

perikanan.

9.6.3 Perkiraan Biaya untuk RPKM Perikanan

(1) Perkiraan biaya untuk Rencana Mendesak

1) Perkiraan Biaya Pengembangan Budidaya Perikanan pada Rencana Mendesak

Pendanaan aktivitas pengembangan budidaya perikanan pada Rencana Mendesak

Danau Tempe, di perlukan sekitar Rp. 3 milyar. Untuk Kabupaten Enrekang sekitar Rp. 498 juta, Kabupaten Sidrap Rp. 17,43 milyar, Kabupaten Wajo Rp. 40,51 milyar, Kabupaten Soppeng Rp. 21,52 milyar, Kabupaten Bone Rp. 32,76 juta, Kabupaten Maros Rp. 312,5.

2) Perkiraan biaya Rencana Mendesak untuk pengembangan perikanan di Danau dan Sungai.

Pendanaan kegiatan pengembangan pengairan perikanan pada Rencana Mendesak Danau Tempe di butuhkan sekitar Rp. 5,1 milyar rupiah. Untuk Kabupaten

Enrekang sekitar Rp. 255 juta, Kabupaten Sidrap Rp. 900 juta, Kabupaten Wajo Rp 550 juta, Kabupaten Soppeng Rp. 550 juta, Kabupaten Bone Rp. 550 juta dan Kabupaten Maros Rp. 225 juta. Dana yang diperlukan pada pengembangan perikanan di danau dan sungai pada Rencana Mendesak lebih sedikit dibandingkan

dengan pengembangan budidaya perikanan.

(2) Perkiraan Biaya untuk Rencana Jangka Pendek

1) Perkiraan biaya pengembangan budidaya perikanan pada rencana jangka

pendek.

Pendanaan kegiatan pengembangan bududaya perikanan pada perencanaan jangka pendek Danau Tempe dibutuhkan sekitar Rp. 8,1 milyar. Untuk Kabupaten Enrekang sekitar Rp. 524 juta, Kabupaten Sidrap Rp. 24,87 juta, Kabupaten Wajo

Rp 52,30 juta, Kabupaten Soppeng Rp. 29,1 juta, Kabupaten Bone Rp. 45,88 juta dan Kabupaten Maros Rp. 382,5 juta.

Perkiraan biaya untuk pengembangan perikanan di danau dan sungai pada rencana jangka pendek.

Page 72: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 72

Pendanaan kegiatan pengembangan pengairan perikanan pada rencana jangka

pendek Danau Tempe dibutuhkan sekitar Rp. 5,41 milyar. Untuk Kabupaten Enrekang sekitar Rp. 255 juta, Kabupaten Sidrap Rp. 1,25 milyar, Kabupaten Wajo Rp 550 juta, Kabupaten Soppeng Rp. 550 juta, Kabupaten Bone Rp. 1,55 juta dan Kabupaten Maros Rp. 225 juta. Dana yang diperlukan pada

pengembangan perikanan di danau dan sungai pada Rencana Jangka Pendek lebih sedikit dibandingkan dengan pengembangan budidaya perikanan.

10 PROGRAM PENGEMBANGAN TERPADU DANAU TEMPE (TELID)

10.1 Studi Terdahulu yang berkaitan dengan Bendung Gerak Danau Tempe.

Berikut ini adalah daftar laporan tentang pengembangan Danau Tempe sebelum dimulainya proyek WalCenMP pada tanggal 15 September 2002.

1 Final Report on Integrated Study on Tempe Lake

(Main Report) Dec. 1997

Water Resources Management

2 Final Report on Integrated Study on Tempe Lake

Volume I Dec. 1997

Water Resources Management Annex I Geology

Annex II Meteorology and

Hydrology

Annex III Agriculture and Agro-Economy

Annex IV Fishery

3 Final Report on Integrated Study on Tempe Lake

Volume II Dec. 1997

Water Resources Management Annex V River Improvement Plan

Annex VI Construction Plan

and Cost Estimate

Annex VII Project Organization

Annex VIII Project Evaluation

Annex IX Environmental Study

4 Design Criteria on Tempe Lake Improvement Sep. 1997

Project

5 Design Report on Tempe Lake Improvement Dec. 1997

Project

Page 73: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 73

6 Tempe Lake Improvement Project(Package-1) Tender Documents for Cenranae River Improvement Work vol 1,2,3

7 Tempe Lake Improvement Project(Package-2) Tender Documents for Construc- tion of Tempe Barrage Work vol I, II

8 Tempe Lake Improvement Project (Package -2) Tender Documents for Tempe Barrage Construction Works, Volume III

9 Tempe Lake Improvement Project(Package-2) Bidding Document for Procure- ment of O&M Equipment, Bid, etc

Laporan “Final Report on Integrated Study on Tempe Lake Water Resources Management” (1997) dipersiapkan berdasarkan hasil studi dan investigasi di lapangan dan menyajikan hasil studi terpadu pengelolaan sumber daya air Danau Tempe, terutama

pekerjaan perbaikan sungai Cenranae dan konstruksi Tempe Barrage yang diformulasi melalui studi dan kerja lapangan secara detail.

Studi dan disain dimulai pada akhir bulan Oktober 1996 dan berakhir pada akhir November 1997. Laporan tersebut membahas tentang penilaian keadaan waktu itu di dalam dan di

sekitar daerah studi, dan evaluasi teknis, ekonomis dan keuangan proyek yang diusulkan, serta analisa dampak lingkungan berkaiten proyek. Seminar tentang analisa dampak lingkungan dari proyek ini telah dilaksanakan pada tanggal 13 April 1997 di ruang pertemuan BAPPEDA Makassar dan dilaksanakan oleh Dinas PU Provinsi Sulawesi

Selatan di Makassar, dengan undangan kepada semua lembaga-lembaga pemerintah yang terkait.

Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dilaksanakan oleh Pusat Studi Lingkungan

Universiatas Hasanuddin di Makassar selama dua bulan dari bulan Mei sampai Juli 1997. Semua dampak penting akibat implementasi Tempe Lake Improvement Project (Proyek Pengembangan Danau Tempe) termasuk bendung gerak dan proyek perbaikan Sungai Cenranae dievaluasi dan dijelaskan dalam laporan tersebut.

Proyek Penanggulangan Banjir Sungai Cenranae (yang merupakan bagian penting dari proyek) adalah merupakan salah satu prioritas proyek yang diidentifikasi pada studi Master Plan Pengembangan Sumber Daya Air di Sulawesi Selatan yang di laksanakan oleh JICA pada tahun 1978-1980.

Salah satu hasil keluaran studi adalah merekomendasikan untuk membangun Bendung Gerak Tempe dan pekerjaan perbaikan Sungai Cenranae.

Page 74: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 74

10.2 Langkah yang diambil dalam menganalisa Proyek Pengembangan Danau Tempe dan Perbaikan Sungai Cenranae.

Studi ini menyatakan kelayakan pembangunan Bendung Gerak Tempe dan perbaikan Sungai Cenranae, sebagai komponen utama dalam Rencana Pengembangan, Konservasi dan Pengelolaan (RPKP). Berikut ini adalah tahapan yang diambil dalam menganalisa

ulang Bendung Gerak Tempe dan perbaikan Sungai Cenranae.

(1). Peninjauan ulang laporan 1997 “Integrated Study on Tempe Lake Water Resources Management” oleh tim studi.

Pengembangan Sungai Cenranae

1). Pengukuran topografi dari penampang melintang di hilir Sungai Cenranae, digunakan untuk mengevaluasi ulang jumlah pengerukan yang diperlukan setelah terjadinya banjir besar mungkin menyebabkan perbesaran penampang

Sungai Cenranae pada hilir Tempe Barrage. Perhitungan ulang luasan penampang sungai Cenranae pada Rating Curve (tinggi muka air vs debit air yang melewati penampang tersebut) dilakukan dengan data-data terbaru hasil survey bulan Januari 2003.

2). Penghitungan volume bahan yang memerlukan pengerukan setelah adanya data pengukuran terbaru.

Tempe Barrage

1). Peninjauan ulang tentang kedalaman air pada Danau Tempe dan perluasan volume tampungan dan luas genangan dalam pembuatan Kurve tampungan-kedalaman air.

2). Menganalisa ulang data tentang endapan sedimen danau.

3). Menganalisa ulang data hidrologi (dengan menggunakan data tambahan tahun 2002) berkaitan dengan aliran keluar dan aliran masuk ke Danau Tempe.

4). Mengevaluasi ulang karakteristik desain Bendung Gerak Tempe seperti:

ukuran dan jenis pintu, elevasi puncak pintu (sill) yang akan dipakai dalam menentukan elevasi terendah muka air Danau Tempe.

5). Penghitungan ulang permukaan air danau saat ini (2003) dengan menghitung debit masuk dan keluar dengan skenario dengan atau tanpa Bendung Gerak

Tempe.

6). Peninjauan ulang struktur desain bendung gerak dengan memperhatikan pengaruh kondisi baru pada struktur bendung gerak.

Page 75: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 75

7). Pertimbangan keuntungan untuk megubah desain yang dibuat pada tahun 1997

dengan penempatan puncak (sill) pintu baja pada elevasi 6 meter untuk menghasilkan 133 juta meter kubik tampungan baru. Tampungan tersebut akan digunakan sebagai: a) pelepasan air untuk menjaga lingkungan dan peningkatan kegiatan pelayaran dan sebagai aliran pemeliharaan pada Sungai

Cenranae. b) Rencana pengembangan pompa irigasi untuk Sungai Cenranae dan Danau Tempe untuk masa datang c). Peningkatan kondisi lingkungan yang lebih baik dengan mengendalikan kedalaman air di Danau Tempe, dan memungkinkan instalasi pompa irigasi sederhana di sekitar Danau Tempe dan

untuk aquaculture (budidaya perikanan) yang intensif di Danau Tempe.

Evaluasi

1). Perhitungan biaya untuk sistem pengembangan Bendung Gerak dan perbaikan Sungai Cenranae.

2). Prakiraan manfaat terukur dan tidak terukur, yang mencakup pembangunan Bendung Gerak Tempe dan perbaikan Sungai Cenranae.

3). Penentuan EIRR untuk pengembangan Danau Tempe berdasarkan desain dan

kondisi biaya pada saat ini.

10.3 Rencana Pengembangan dan Konservasi Terpadu Danau Tempe (TeLID)

10.3.1 Uraian tentang proyek Bendung Gerak Tempe beserta komponennya

Rencana Pengembangan dan Konservasi Terpadu Danau Tempe (TeLID) mendukung pendekatan terintegrasi pada pengembangan regional di sekitar Danau Tempe. Konsep pengelolaan sumber daya air Danau Tempe dengan menggunakan Bendung Gerak

(Barrage) akan menyelaraskan pengembangan dibidang pertanian, perikanan, , sosial , dan aspek lingkungan.

Rangkaian proyek-proyek lain dalam Rencana Pengembangan dan Konservasi Danau

Tempe harus dapat dilaksanakan untuk menambah besarnya EIRR dan dapat memenuhi dan memperbaiki kondisi lingkungan hidup dan stabilitas sosial sejalan dengan beroperasinya Bendung gerak Tempe.

Seperti yang telah dihitung semula, bahwa tinggi pintu Bendung gerak Tempe akan dapat

berubah menjadi Elevasi 6.0. Ini akan menghasilkan 133 juta m3 tampungan air dibelakan bendung dengan elevasi 5 m sampai 6 m.

Tampungan ini dapat dimanfaatkan untuk: a) Aliran untuk pemeliharaan kondisi lingkungan dan pelayaran b). Pengembangan rencana pengadaan pompa irigasi di sekitar

Danau Tempe dan Sungai Cenranae. c). peningkatan kontrol permukaan air untuk

Page 76: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 76

peningkatan kondisi lingkungan di Danau Tempe, penyediaan pompa irigasi sederhana di

sekitar danau dan aquaculture (budidaya perikanan) yang intensif di Danau Tempe.

Komponen proyek diatas diuraikan sebagai berikut (lihat Peta TeLID)

(1). Komponen yang nyata menguntungkan:

• Pompa Irigasi Bellawa • Irigasi yang sederhana

• Rencanan konservasi, pengembangan dan pengelolaan perikanan Danau Tempe

(2). Komponen yang belum pasti menguntungkan

• Penyediaan Air Bersih untuk Kota Sengkang • Pusat Informasi

(3). Biaya Proyek

Biaya proyek pada evaluasi ekonomi terdiri dari biaya konstruksi, Biaya operasi dan pemeliharaan tahunan (O&M) dan biaya penggantian. Biaya proyek untuk pengimplementasian terdiri dari:

1) Pekerjaan Persiapan

2) Bangunan Utama seperti Tempe Barrage dan peningkatan kapasitas sungai Cenranae.

3) Pengadaan Peralatan O&M

4) Biaya Administrasi

5) Biaya Disain ulang dan Supervisi

6) Kontijensi fisik.

7) Kontijensi harga.

Prakiraan Biaya TeLID : (Rp juta)

Komponen Jumlah

Sentral Informasi 3.960

Tempe Barrage 115.220

Perbaikan Sungai Cenranae 5.940

Irigasi Sederhana 7.255

Irigasi Pompa Bellawa 32.961

Peningkatan Penyediaan Air Bersih Kota Sengkang 16.505

Total 181.840

Page 77: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 77

10.3.2 Manfaat Proyek

Seluruh komponen yang digambarkan berikut sangat penting untuk keberhasilan rencana pengembangan terintegrasi Danau Tempe. Tabel dibawah ini mengidentifikasikan komponen proyek yang mana mempunyai manfaat nyata dan tidak nyata. Dalam hal ini manfaat yang nyata, biaya investasi dan biaya rutin telah termasuk didalam analisa,

walaupun dalam hal ini proyek yang menghasilkan manfaat tidak nyata, biaya investasi dan biaya rutin tetap dihitung tetapi tidak ada keuntungan yang dapat dihasilkan, termasuk didalam perhitungan EIRR.

Komponen (Biaya dalam Proyek)

Keuntungan Pengolahan dalam Evaluasi Ekonomi MP

Dasar untuk Komponen Lain

Budidaya Perikanan (Aquaculture) Nyata

Perikanan di Danau dan Sungai Berkelanjutan

Nyata

Bendung Gerak Tempe

Keuntungan Lingkungan (Sumber Daya Air) Tidak Nyata

Pengerukan Sungai Cenranae Penurunan Banjir Tidak Nyata

Pompa Irigasi Bellawa Prodiksi Tanaman Pangan Nyata

Irigasi Sederhana Prodiksi Tanaman Pangan Nyata

Penyediaan Air Minum Sengkang

Peningkatan Volume dan Mutu Air Minum bagi Masyarakat

Tidak Nyata

Pusat Informasi Informasi mengenai Pengendalian Banjir dan Pengelolaan Lingkungan

Tidak Nyata

Hubungan Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit) Proyek Pengembangan Terpadu Danau Tempe

(1). Manfaat Nyata

Manfaaat nyata dari proyek ini adalah adalah aquaculture (budidaya perikanan) dan pertanian yang mana meliputi Irrigasi Sederhana dan Pompa Irigasi Bellawa. Untuk

bidang pertanian, dihitung perbedaan hasil total pertanian saat ini dengan hasil pertanian masa datang dengan atau tanpa proyek tersebut. Untuk budidaya ikan, di mana belum ada produksi pada saat ini, perbedaan ada/tidak adanya proyek akan merupakan produksi dengan adanya proyek itu sendiri.

Keuntungan bersih dari masing-masing sektor adalah sebagai berikut:

(Rp Juta)

Tanpa Proyek Dengan Proyek Kenaikan Aquaculture 0 14.777 14.777 Simple Irrigation 5.480 13.912 6.373 Bellawa Pump Irrigation 6.479 12.581 8.432

Page 78: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 78

(2). Manfaat yang tidak Nyata

Peningkatan mutu kualitas air dan penambahan persediaan air, berkurangnya banjir, konservasi lingkungan alam, serta peningkatan tersedianya informasi dinilai sukar untuk di-konversi menjadi nilai moneter tertentu. Tetapi keuntungan proyek ini dapat dijadikan hal yang bermanfaat bagi masyarakat.

10.3.3 Hasil Evaluasi

Dari perkiraan biaya dan manfaat proyek yang telah dijelaskan diatas, dihitung

perimbangan biaya dan keuntungan akhirnya besarnya EIRR dapat dihitung, seperti berikut ini:

Evaluasi Proyek TeLID dan Komponen Nyata

TeLID

EIRR (%) 12,8

B/C 1,29

B-C (Rp. Juta) 38.238

Dari prespektif ekonomi TeLID dapat dibenarkan, walaupun yang dipakai sebagai pertimbangan hanyalah sektor yang memberikan manfaatnya nyata (apabila pengerukan

Sungai Cenranae, persediaan air di Sengkang dan pusat informasi tidak termasuk evaluasi, hasil EIRR = 14,1 %). Berarti apabila dimasukkan kegiatan yang tanpa manfaat nyata, maka TeLID akan menghasilkan EIRR lebih besar dibandinkan dengan hasil uraian disini. Langkah selanjutnya dalam mengimplementasikan TeLID diperlukan untuk memperoleh

manfaat ini.

10.3.4 Rekomendasi

Proyek Pengembangan Terpadu Danau Tempe (TeLID) kelihatan layak dengan EIRR yang dihitung hanya pada sektor yang memberikan keuntungan nyata (tapi termasuk biaya sektor “tidak nyata”), adalah sebesar 12,8%. Proyek tersebut harus dikaji ulang desain aslinya, dan direvisi Spesifikasi Teknis, termasuk desain dan spesifikasi baru

apabila diperlukan. Lebih lanjut harus dimulai persiapan lokasi, disain yang terperinci, dan peninjauan spesifikasi sebelum pelaksanaan dimulai pada pertengahan tahun 2005.

Page 79: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 79

10.4 Komponen Proyek Terpadu yang Lain

Komponen yang dijelaskan diatas direkomendasikan sebagai urutan pertama dan memiliki EIRR tertinggi dan diterima dari sisi lingkungan, dan keberlanjutan sosial, yang dilaksanakan sesudah konstruksi dan pengoperasian bendung gerak Tempe.

Proyek lain yang mendukung pengembangan aquaculture dan pertanian akan dijelaskan

dibawah ini. Tambahan informasi dapat di lihat pada lembar uraian proyek:

• Pembentukan “Kelompok Pengelolaan Danau Tempe” (Tempe Lake Round Table) atau “Panitia Pengembangan Danau Tempe”

• Studi kelayakan untuk pengembangan Pabrik Makanan Ikan • Pengembangan Pusat Budidaya Perikanan Danau Tempe

• Pembentukan “Bungka” permanen, untuk perlindungan ikan di Danau Tempe • Peningkatan kualitas air dan pemantauan. • Pengembangan Pompa Irigasi (Irigasi Cenranae dan Pompa Irigasi Tempe)

11 RENCANA TINDAK

11.1 Pengembangan Rencana Tindak.

Berdasarkan hasil diskusi sebelumnya, Rencana Tindak pada Studi ini telah dikembangkan. Rencana Tindak dimaksud terdiri dari empat bagian utama, yaitu:

(1) Rencana Tindak Pengelolaan dan Perlindungan DAS

(1) Rencana Tindak Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem

(1) Rencana Tindak Pemanfaatan dan Konservasi Sumber Daya Air, dan

(1) Rencana Tindak Pengembangan Terpadu Danau Tempe (TeLID)

Rencana Tindak ini merupakan komposisi baru yang dikembangkan dari pemilihan proyek-proyek dari berbagai sektor dalam RPKP, terkecuali TeLID yang semenjak awal

merupakan kegiatan khusus. Kegiatan tersebut disusun kembali seperti skema dibawah ini :

Page 80: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 80

<DCMP dan Kegiatan Non-Struktural lainnya> <Rencana Tindak>

Rencana Tindak terdiri dari 4 komponen yang mencakup seluruh kelompok-kelompok proyek sebagaimana ditunjukan pada sisi kanan dari gambar diatas. Perbedaan antara RPKP dan Rencana Tindak adalah bahwa RPKP merupakan program yang berorientasi pada sektor berdasarkan strategi dari masing-masing sektor, sedangkan Rencana Tindak

adalah program yang lebih berorientasi pada tujuan dengan saran-saran sesuai dengan ketentuan pelaksanaan.

Sebagai tambahan dari empat Rencana Tindak diatas, juga dikembangkan rencana pelaksanaan berdasarkan wilayah (Kabupaten dan DAS) sebagai bahan pertimbangan dan

akan diuraikan pada bagian selanjutnya dari Bab ini.

Pada Tabel 13.1.1. di Final Report diberikan ringkasan dari tiga Rencana Tindak yang mencakup Pengelolaan dan Perlindungan DAS, Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem,

dan Rencana Tindak Pemanfaatan dan Konservasi Sumber Daya Air.

Tiap-tiap Rencana Tindak terdiri dari satu atau beberapa proyek yang telah ditunjukan dan disertai dengan informasi yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh terhadap lokasi, tipe, daftar sementara organisasi pelaksana, perkiraan biaya, prioritas, dan usulan

jadwal pelaksanaan, dan lain-lain.

Jumlah keseluruhan proyek yang terdaftar di dalam tiga Rencana Tindak adalah 208, dengan total perkiraan biaya kurang lebih Rp 8.426 milyar untuk jangka waktu pelaksanaan 25 tahun mulai dari 2004 sampai tahun 2028. Gambaran secara proporsional

dari tiga Rencana Tindak dan Rencana Tindak TeLID (yang terdiri dari proyek-proyek

DCMP Pertanian

DCMP Sumberdaya Lahan

DCMP Lingkungan Hidup

DCMP Sumberdaya Air

DCMP Perikanan

Renc. Pengembangan TerpaduDanau Tempe (TeLID)

Kegiatan Persiapan Tindakan Hukum & Kelembagaan

Peningkatan Kemampuan Stakeholder

Rencana Tindak Pengelolaan dan

Perlindungan DAS

Rencana Tindak Pengelolaan dan

Perlindungan Ekosistem

Rencana Tindak Pemanfaatan dan Konservasi SDA

Rencana Tindak Pengembangan Terpadu Danau Tempe (TeLID)

Page 81: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 81

yang diseleksi dari proyek-proyek di dalam tiga Rencana Tindak) dalam hal jumlah

proyek dan anggaran biaya proyek, ditunjukan pada ringkasan berikut.

Porsi Jumlah Proyek dan Anggaran Biaya Proyek dalam Usulan Rencana Tindak

Rencana Tindak (RT) Jumlah Proyek (% dari total)

Porsi Biaya dalam jutaan Rp (% dari total)

Pengelolaan dan Perlindungan DAS 38 (18%) 1.287.254 (15,3%)

Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem 6 (3%) 17.200 (0,2%)

Pengelolaan dan Konservasi Sumber Daya Air 164 (79%) 7.121.765 (84,5%)

Total 208 (100%) 8.426.219 (100%)

RT TeLID (terdiri dari proyek-proyek terpilih) 18 (8,7%) 1.681.496 (20%)

11.2 Rencana Tindak Pengelolaan dan Perlindungan DAS

Sebagaimana ditunjukan pada Tabel diatas, Rencana Tindak Pengelolaan dan Perlindungan DAS terdiri total 38 proyek dari beberapa sektor. Catatan bahwa 38 proyek tersebut adalah definitif sangat diperlukan dari sudut pandang daya dukung dan pengelolaan DAS yang bekesinambungan.

Hal yang penting dari proyek-proyek tersebut adalah kebenaran proyek dengan segala ciri-cirinya yang disusun sebagai kondisi dasar dalam pemantauan dan perlakuan DAS, serta fungsi yang berorientasi pada konservasi di dalam segala kegiatan kehutanan dan

pengelolaan DAS.

Prioritas H (tinggi), M (sedang) dan L (rendah) di dalam suatu sektor yang tertera pada tabel harus lebih diperhatikan, sepanjang kepentingan dari 38 proyek tersebut adalah lebih tinggi dari proyek-proyek pada Rencana Tindak yang lain.

Komposisi usulan anggaran proyek pada Rencana Tindak ini adalah hanya 15,3 % dari total anggaran, dimana jumlah tersebut sangat kecil bilamana dibandingkan dengan keuntungan proyek ini yang dapat menghasilkan pengelolaan lebih lanjut untuk seluruh DAS.

Sebagaimana dapat dilihat pada bagian usulan jadwal pelaksanaan dari tabel tersebut, sebagian besar proyek-proyeknya adalah diusulkan untuk dilaksanakan pada tahap lebih awal. Hal ini menunjukan urgensi maupun fungsi yang diharapkan dari proyek-proyek

tersebut sebagai langkah awal dalam menciptakan kondisi yang mendukung untuk seluruh kegiatan lainnya yang dilaksanakan di dalam DAS. Harapan yang tinggi bahwa proyek-proyek tersebut segera dimulai sebagai prakarsa kelayakan dan usaha-usaha pengelolaan DAS secara efektif, baik dari segi waktu maupun kendala-kendala yang

lainnya.

Page 82: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 82

11.3 Rencana Tindak Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem

Rencana Tindak Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem, sebagaimana ditunjukan pada Tabel 13.1.1. di Final Report, adalah hanya terdiri dari 6 proyek dengan komposisi anggaran yang kecil kurang lebih sebesar 0,2 % dari total kebutuhan anggaran biaya proyek. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa Rencana Tindak Pengelolaan dan

Perlindungan Ekosistem adalah tidak penting. Disamping itu, sebagaimana pada Rencana Tindak Pengelolaan dan Perlindungan DAS, enam proyek tersebut adalah sederajat dan sangat diperlukan dari segi kondisi DAS dan pengelolaan yang berkelanjutan.

Kecuali apabila terdapat kegiatan Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem yang

seharusnya dilakukan tidak dilaksanakan, maka sejumlah kecil dalam Rencana Tindak Pengelolaan dan Konservasi SDA yang merupakan proyek berorientasi produksi, harus ditunda.

Pelaksanaan pada tahap yang lebih awal dari proyek-proyek tersebut adalah sangat diharapkan, dengan pertimbangan sebagaimana pada Rencana Tindak Pengelolaan dan Perlindungan DAS.

11.4 Rencana Tindak Pemanfaatan dan Konservasi Sumber Daya Air (SDA)

Rencana Tindak Pemanfaatan dan Konservasi SDA terdiri dari 164 proyek dan mencapai 84,5 % dari total kebutuhan anggaran biaya proyek. Rencana Tindak ini mencakup

sejumlah proyek-proyek dari beberapa sector/sub-sektor, yaitu penyediaan air bersih, irigasi, pertanian, perikanan, dan lain-lain. Ringkasan komposisinya dari segi jumlah proyek dan kebutuhan anggarannya dari total jumlah proyek (208 proyek dengan biaya kurang lebih Rp 8.426 milyar) adalah berikut dibawah ini.

Porsi Jumlah Proyek/Biaya untuk RT Pemanfaatan dan Konservasi SDA terhadap Total Proyek

Komponen RT Pemanfaatan dan Konservasi SDA

Jml. Proyek

(% dari total)

Porsi Biaya dlm. Jutaan Rp (% dari total)

Penyediaan Air Bersih 35 (16,8%) 103.312 (12,3%)

Perlindungan/Perbaikan Sungai 13 (6,3%) 389.016 (4,6%)

Irigasi dan Drainase 78 (37,5%) 5.676.111 (67,4%)

Multiguna 1 (0,5%) 181.838 (2,2%)

Pertanian 30 (14,4%) 71.268 (0,8%)

Perikanan 7 (3,4%) 700.200 (8,3%)

Total 164 (78,9%) 7.121.765 (84,5%)

Page 83: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 83

Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 13.1.1 di Final Report, tipe, ukuran, prioritas dan

jadwal pelaksanaan dari proyek-proyek dimaksud sangat bervariasi. Usulan jadwal pelaksanaan dibuat atas pertimbangan “pelaksanaan yang lebih awal, dipastikan akan memperoleh keuntungan yang luas”, dibandingkan dengan investasi. Pertimbangan tersebut tidak hanya berdasarkan keuntungan dari sisi moneter, tetapi juga dari sisi

lingkungan maupun keuntungan sosialnya.

Pendapat dan kebutuhan stakeholder dipakai sebagai pertimbangan dan refleksi di dalam penyusunan prioritas dan jadwal pelaksanaan proyek, serta diterapkan juga untuk dua Rencana Tindak yang telah diuraikan diatas.

Pelaksanaan proyek-proyek di dalam Rencana Tindak Pemanfaatan dan Konservasi SDA harus dilakukan dengan kondisi bahwa kemajuan proyek-proyek terkait dari dua Rencana Tindak yang diuraikan diatas, telah dipastikan.

11.5 Rencana Tindak Pengembangan Terpadu Danau Tempe (TeLID)

Rencana Tindak TeLID adalah program yang dirangkum khusus dengan pemilihan proyek-proyek yang terkait dengan pengembangan, konservasi dan pengelolaan Danau

Tempe. Sebagaimana permasalahan yang telah dipelajari dan di bahas terdahulu, permasalahan tersebut harus juga dipertimbangkan dalam sudut pandang yang lain dari perencanaan DAS Walanae-Cenranae, sepanjang pengembangan, konservasi dan pengelolaan Danau Tempe masih menjadi focus bahasan di daerah Studi.

Sebagaimana yang telah di tegaskan, bahwa pada musim kering, muka air di Danau Tempe telah diidentifikasi sebagai satu permasalahan yang besar di dalam DAS, dengan telah berdampak negative terhadap kualitas air dan lingkungan, tidak hanya penurunan

sumber daya perikanan, tetapi juga berpotensi terhadap bahaya kerusakan secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan bahwa langkah nyata untuk mengurangi tekanan yang berat terhadap lingkungan saat ini di Danau Tempe, adalah segera dibutuhkan sebelum kondisi tersebut menjadi situasi yang tidak dapat diubah lagi.

TeLID terdiri dari 18 proyek pada beberapa sector dan sebagian besar direncanakan untuk segera dilaksanakan. Diantara 18 proyek tersebut, komponen kuncinya adalah pembangunan bendung gerak Tempe, yang akan menjaga muka air pada musim kering lebih dari + 5,0 m diatas rata-rata muka air laut serta akan segera memberikan

bermacam-macam keuntungan, diantaranya perbaikan kualitas air dan mengurangi tekanan terhadap lingkungan untuk mendapatkan kesetimbangan ekosistem. Keuntungan yang sama pentingnya dari bendung gerak Tempe adalah bahwa akan membuka dasar yang penting untuk peningkatan bermacam keuntungan proyek-proyek, tidak hanya

lingkungan danau saja, tetapi juga memberikan kesempatan pada terpeliharanya sumber

Page 84: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 84

daya air guna mempercepat rencana-rencana yang produktif, diantaranya irigasi pompa,

budidaya perikanan dan pariwisata.

Untuk 8 proyek dari 18 proyek tersebut, bendung gerak Tempe jadi prasyarat, dan juga untuk banyak proyek-proyek lain menjadi lebih efektif secara dramatis dengan adanya bendung gerak Tempe. Kegiatan TeLID direncanakan sampai akhir jangka panjang, dan

dalam hal ini di rekomendasikan untuk melaksanakan proyek-proyek yang masuk kebutuhan mendesak dalam Rencana Tindak TeLID, sebagai tahap awal.

11.6 Rencana Tindak Berdasarkan Wilayah Kabupaten dan Seluruh DAS

Berdasarkan Rencana Tindak sebagaimana diuraikan diatas, penyusunan lain kelompok proyek adalah menurut wilayah adminitratif sebagaimana tercantum dalam Laporan Utama.

Pelaksanaan proyek-proyek tersebut cukup penting guna mengikuti kebijakan pengelolaan seluruh DAS WalCen pada masa mendatang sebagaimana yang diharapkan dalam Studi.

11.7 Rekomendasi untuk Pelaksanaan Yang Efektif dari Rencana Tindak

Walaupun disini akan mengulang beberapa bagian yang telah diuraikan sebelumnya, bagian-bagian pentingnya dipertimbangkan untuk ditekankan kembali dan bagian yang

seharusnya mendapat perhatian dari pengelola DAS untuk pelaksanaan yang efektif dari Rencana Tindak, adalah sebagai berikut:

1. Guna mengurangi permasalahan-permasalahan di DAS Wal-Cen, beberapa kegiatan harus dilaksanakan secara parallel dan berurutan.

2. Dalam jangka panjang, Kehutanan dan sektor Pengelolaan DAS nampaknya menjadi yang terbaik pertama pengaruhnya pada sektor lain dan selanjutnya, sehubungan dengan sektor ini membutuhkan periode yang cukup panjang dalam memperoleh

keuntungan dari kegiatannya, penempatan sektor Kehutanan dan Pengelolaan DAS lebih awal dari sektor lainnya adalah strategi yang layak dan harus digunakan sebagai dasar pemikiran dari Rencana Tindak (yaitu kemajuan kegiatan dari sektor ini dijadikan sebagai pedoman / tolok ukur kegiatan sektor

lannya).

3. Sektor lingkungan nampaknya menjadi yang terbaik kedua pengaruhnya setelah sektor Kehutanan dan Pengelolaan DAS, khususnya terhadap sektor Perikanan. Oleh

karena itu, tindakan pada sektor Lingkungan harus diperhatikan sebagai dasar

pemikiran untuk tindakan pada sektor Perikanan.

Page 85: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 85

4. Kualitas air Danau Tempe dan kubutuhan muka air danau pada musim kering

memerlukan tindakan yang sifatnya mendesak sebelum perikanan danau dan sumber daya lingkungannya akan berubah dalam kondisi yang tidak dapat diperbaiki lagi.

Untuk memperbaiki situasi ini, pelaksanaan yang sifatnya segera dari Program Pengembangan Terpadu Danau Tempe (TeLID), setidaknya beberapa komponen yang masuk dalam tahap pertama adalah benar-benar

direkomendasikan.

5. Tindakan dari seluruh sektor harus dilakukan sesuai dengan strategi masing-masing sektoral sebagaimana prosedur penyusunannya yang harus diikuti, dan menetapkan

kemajuan kerja yang memadai dari Rencana Tindak sektor Kehutanan, Pengelolaan DAS dan Lingkungan sebagai prasyarat.

6. Akhirnya, direkomendasikan bahwa Rencana Tindak dari Master Plan Wal-Cen akan dipakai secara resmi sebagai pedoman kebijakan untuk pengelolaan DAS

Walanae-Cenranae, dan di manfaatkan untuk bahan koordinasi antar instansi pemerintah, untuk kesejahteraan seluruh stakeholder yang terkait.

12 ORGANISASI YANG BERTANGGUNG JAWAB DALAM PENGELOLAAN

12.1 Tingkat Wilayah Sungai

PPTPA Wilayah Sungai Walanae-Cenranae adalah konsep organisasi baru yang dibentuk berdasarkan UU SDA yang baru (belum di-sah-kan) dimana pada undang-undang tersebut diberi nama “Dewan Daerah Sumber Daya Air – DDSDA”. DDSDA akan membantu Gubernur Sulawesi Selatan dalam perumusan system pengoperasian dari pengembangan

dan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai Walanae – Cenranae. Keanggotaan PPTPA / DDSDA membutuhkan keterlibatan dari pihak-pihak terkait baik dari elemen pemerintah maupun non-pemerintah. DDSDA adalah organisasi non-struktural yang berada dibawah dan betanggung jawab kepada Gubernur Sulawesi Selatan.

12.1.1 Usulan Pembentukan Proyek Induk PWS WAlanae-Cenranae

Studi ini mencakup suatu rencana tindak untuk masa 25 tahun mendatang. Sebagaimana dinyatakan dalam Kebijakan Nasional Sumber Daya Air, wilayah sungai

Walanae-Cenranae adalah salah satu wilayah sungai penting di Indonesia dan akan dikembangkan secara simultan dengan 13 wilayah sungai lainnya yang mempunyai nilai strategis.

Dua proyek berskala besar (Ponreponre dan Giliran) dari 7 proyek-proyek di dalam

“Group A“(menurut reformasi WATSAL) adalah terletak di dalam wilayah sungai

Page 86: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 86

Walanae-Cenranae. Begitu juga proyek-proyek berskala besar lainnya pada Pengembangan

Sumber Daya Air Danau Tempe yang akan masuk proyek Group B.

Penyusunan lembaga baru, Proyek Induk Walanae-Cenranae adalah diperlukan setelah Proyek Induk Jeneberang di kembangkan menjadi perusahaan pengelolaan swadana. Proyek Induk Walanae-Cenranae yang baru, akan bertindak sebagai penghubung dari

Departemen Kimpraswil – Pemerintah Pusat, untuk melaksanakan dan mengelola biaya dari Loan dan atau APBN yang merupakan dekonsentrasi tugas kepada pemerintah tingkat Propinsi dan Kabupaten.

Suatu wilayah sungai yang mempunyai nilai strategis seperti wilayah sungai

Walanane-Cenranae yang melintas pada 6 wilayah kabupaten harus dikelola sesuai dengan prinsip “satu wilayah sungai satu pengelolaan”. Proyek Induk Walanae-Cenranae dikembangkan untuk menampung/meng-akomodasi prinsip tersebut.

Tugas dan tanggung jawab dari Proyek Induk Walanae-Cenranae adalah untuk :

• Mengkoordinir studi tingkat pendahuluan, survai tingkat kelayakan dan investigasi, dan detail desain proyek-proyek yang terkait dengan Rencana Induk sesuai dengan program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Hasil-hasil kegiatan tersebut

akan dipakai untuk memperbaharui dan memperbaiki Rencana Induk Wilayah Sungai WalCen yang telah ada.

• Menyusun anggaran biaya tahunan yang dibutuhkan, yang dibiayai oleh Departemen Kimpraswil untuk kegiatan-kegiatan perencanaa, studi kelayakan dan kebutuhan

pengawasan konstruksi. Dimana anggaran yang dimungkinkan harus ajukan atas dasar kebutuhan tahunan dan anggaran biaya tambahan yang dapat diajukan atas dasar pengajuan khusus.

• Pelaksanaan proyek pengadaan ( jasa konsultan, kontraktor dan LSM) berdasarkan pada akuntabilitas, efisiensi dan transparansi.

• Mengatur program pelaksanaan tahunan dan mengkoordinasikan dengan Dinas PSDA Propinsi, Kabupaten dan instansi/lembaga lain yang terkait dengan tugas-tugas proyek,

seperti PIRASS.

• Mengkoordinir jasa layanan konsultan dan kontraktor dalam pelaksnaan pekerjaan Survai Investigasi dan Desain (SID), penentuan kelayakan dan pekerjaan konstruksi yang diperlukan.

• Mengkoordinir, memantau dan mengontrol peleksanaan pekerjaan SID dan konstruksi, mengasuransikan kontraktor dan tenaga kerja sesuai dengan prinsip Jaminan Mutu (QA : seluruh kontraktor, konsultan dan pekerjaan konstruksinya harus berkualitas

berdasarkan rekaman prinsip jaminan mutu yang telah ada). Hal ini berarti bahwa

Page 87: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 87

pekerjaan akan dapat diselesaikan tepat waktu sesuai anggaran yang tersedia dan

kualitas yang dibutuhkan dapat diterima.

12.1.2 PPTPA Walanae-Cenranae

PPTPA Walanae-Cenranae belum dibentuk, bagaimanapun, konsep tugas dan fungsi termasuk juga untuk DDSDA telah disusun oleh pemerintah dibantu oleh konsultan

WalCenMP. Tugas dan fungsinya sebagaimana disebutkan dalam surat Direktur Jenderal Sumber Daya Air No. UM.01.01.11-DD/144 dan No. UM.04.16.04-DD/561. Pembentukan PPTPA Walanae – Cenranae saat ini masih dalam proses.

Keanggotaan PPTPA disarankan terdiri dari :

• 50 % jumlah anggota dari Pemerintah Kabupaten, Dinas dan lembaga terkait. • Perwakilan dari P3A atau Gabungan P3A • Organisasi non- pemerintah / LSM • Masyarakat setempat / orang lokal

• Perwakilan dari Universitas setempat • Organisasi pengguna air lainnya, PDAM dan industri.

Tugas utama dan fungsi dari PPTPA Walanae – Cenranae adalah:

(1) Mengkoordinasi pengumpulan dan analisa data hidro-meteorologi di dalam wilayah sungai dan menyusun database yang meliputi :

• Database untuk ketersediaan dan potensi air, baik air permukaan maupun air tanah,

• Database untuk konservasi lahan,

• Database untuk pengguna air (volume, kuantitas, kualitas, durasi), baik pada saat sekarang maupun masa mendatang,

• Database untuk penggunaan air, • Data genangan banjir, penyebabnya dan areal yang mengalami kekeringan,

• Perbaikan terbatas pada zone pengembangan untuk perbaikan sungai.

(2) Koordinasi, supervise dan mengontrol pembagian air dan program pencegahan banjir.

(3) Merekomendasikan kepada PTPA untuk penyusunan prioritas alokasi air di wilayah Walanae – Cenranae.

(4) Mengelola dan membantu pengguna air dalam pengelolaan air baku, konservasi dan

perawatan air limbah sebelum dialirkan kembali ke sungai.

(5) Sosialisasi dan pertemuan masyarakat untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang konservasi sungai dan pentingnya tata guna lahan serta dampaknya terhadap volume aliran sungai.

Page 88: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 88

(6) Membuat keputusan tentang perbaikan kualitas air di sungai utama dan anak-anak

sungainya.

(7) Menyusun laporan seluruh kegiatan untuk Kantor Gubernur melalui PTPA.

(8) Menyusun analisa ketersediaan air – berdasarkan hasil studi Master Plan – untuk

usulan yang diajukan oleh stakeholder, dan membuat rekomendasi kepada PTPA tentang pengeluaran sertifikat hak guna air.

(9) Penyusunan rencana untuk perbaikan lingkungan akibat dari kontaminasi air buangan rumah tangga dan industri dengan memanfaatkan pedoman operasional dari Balai

PSDA. Menyusun laporan tentang temuannya dan rekomendasinya dan menyampaikan kepada PTPA.

(10) Menjaga hubungan baik dan pertukaran data / informasi dengan Balai PSDA dalam

hal analisa ketersediaan air, pencegahan dan perlindungan banjir, program-program konservasi dan lain-lain termasuk pemeliharaan sungai.

(11) Menjago koordnasi yang baik dengan P3A dan Gabungan P3A, mengatur pertemuan berkala dengan P3A dan Gabungan P3A dalam hal penggunaan air.

(12) Menyelesaiakn perbedaan kepentingan antar stakeholder dalam hal penggunaan air dan melaporkan kepada PTPA dan Balai PSDA.

12.1.3 Balai PSDA Walanae-Cenranae

Balai PSDA Walanae – Cenranae dibentuk berdasarkan SK Gubernur No. 212 / 2001, dan Perda No. 18 / 2001, yang mempunyai peran sebagai lembaga layanan public yang mencakup seluruh aspek sumber daya air untuk mencapai keadilan dan kepatutan dalam alokasi penggunaan air, alur sungai, dan pemeliharaan prasarananya, pemeliharaan dan

perbaikan kualitas air, pengelolaan prasarana irigasi, dan konservasi. Pentingnya Balai PSDA adalah dalam pengelolaan penggunaan air yang berada dalam lintas batas kabupaten atas dasar kerjasama dengan kabupaten terlait.

12.2 Pengelolaan Kualitas Air

Penanggung jawab utama untuk kontrol kualitas air, berdasarkan PP No. 22/1982 dan No. Peraturan Menteri No. 45/PRT/1990, adalah :

• Departemen Kimpraswil, yang berhubungan dengan Pengelolaan Sumber Daya Air dan Kualitas Air.

• BAPPEDAL, yang berhubungan dengan Pengendalian Polusi dan Program PROKASIH.

Page 89: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 89

• Depatemen Kesehatan, yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat dan penyediaan air bersih.

Balai PSDA berfungsi sebagai pelaksana operasional dari Proyek Induk, yang akan mengontrol kualitas air, sehingga jika Balai menemukan lokasi sumber polusi di dalam sungai, hal ini akan dilaporkan kepada PPTPA dan PTPA serta meneruskan kepada

Gubernur untuk mengambil suatu tindakan termasuk sangsinya.

BAPPEDAL juga mempunyai peran dalam pengontrolan polusi melalui kegiatan PROKASH (Program Kali Bersih) dan mereka mempunyai peranan utama dalam pelaksanaan pengontrolan polusi.

Sejumlah instansi pemerintah dan departemen yang terkait dengan masalah kualitas air dan lingkungan, dalam kegiatan pemantauan kualitas air memerlukan koordinasi yang dapat dilakukan oleh Balai. Beberapa pertentangan stakeholder dalam masalah kualitas air

mungkin terjadi, misalnya di sistem danau Tempe, petani-petani mungkin memberikan kontribusi terhadap polusi organik dari pupuk sebagai sumber dari kandungan nitrogen yang tinggi (euthropication) yang menyebabkan masalah di danau Tempe.

12.3 Pengelolaan Danau Tempe

Pengelolaan Danau Tempe direkomendasikan sebagai divisi khusus atau bagian dari Balai PSDA, yang menjalankan fungsi untuk mengurangi konflik antar pengguna air (kepentingan pertanian dan perikanan) dan memadukan seluruh rencana tindak sehubungan dengan pemafaatan dan alokasi air.

Pada masa mendatang, setelah konstruksi bendung gerak Tempe, akan sering terjadi konflik antar stakeholder dalam hal ketinggian muka air danau dan penurunannya. Beberapa kepentingan yang memerlukan pengelolaan atas dasar kesepakatan adalah :

• Penyediaan Air Bersih (PDAM Sengkang dan Kapet Parepare)

• Irigasi Pompa Bellawa • Jaringan Irigasi di sisi utara sungai Cenranae • Pertanian Lahan Basah • Perikanan

• Daerah konservasi ntuk flora dan fauna • Pengsian kembali air tanah • Aliran tetap dan pemeliharaan sungai Cenanae • Transportasi air (Katinting)

Divisi/Seksi Khusus dalam susunan organisasi Balai untuk Pengelolaan Danau Tempe akan dapat menciptakan koordinasi antar instansi, stakeholder dan memberikan pengarahan

operasi di lapangan.

Page 90: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 90

Tugas-tugas dan tanggung jawab Divisi atau Seksi Khusus adalah :

• Mengadakan kegiatan observasi khusus yang mencakup Karakteristik Danau, Pemulihan kualitas air, Sedimentasi dan konservasi termasuk pemeliharaan danau.

• Melakukan identifikasi kecenderungan geomorphologi dan eco-hidrologi dari danau dan dampaknya terhadap sedimentasi serta kualitas air di danau.

• Pengamatan kandungan DO (ocsigen demand) dan pemantauan kualitas air periode bulanan di danau, sungai dan daerah sekitar danau.

• Melakukan pengamatan harian muka air danau dan contoh sedimen periode bulanan termasuk pengukran debit masuk danau dari sungai Bila, Batubatu, Bilokka,

Paddangeng.

13. PEMBAGIAN PERAN PADA RENCANA PENGEMBANGAN DAN

KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

13.1 Strategi Pembiayaan dan Pembagian Peran

Biaya investasi untuk pengembangan dan konservasi sumber daya air perlu dibiayai melalui penyatuan sumber keuangan antar departemen. Masing-masing departemen harus melaksanakan perencanaan keuangannya, supaya dana akan tersedia untuk pelaksanaan kegiatan yang telah dijadwalkan dalam Rencana Tindak.

Table di bawah ini menyajikan tugas-tugas dan tanggung jawab dari departemen terkait pada rencana pengembangan dan pengelolaan sumber daya air, dalam usaha pengadaan kebutuhan pembiayaannya.

Dinas PSDA Propinsi, Dinas Tata Ruang dan Permukiman, Dinas Kehutanan dan Balai

Pengelolaan-Sumber Daya Alam (Balai PSDA), Bapedal, Dinas Pertanian dan Dinas Perikanan merupakan instansi yang berkewajiban menyiapakan dana untuk membiayai pelaksanaan rencana tindak sesuai jadwalnya.

Page 91: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 91

Sektor Sumber Daya Air Kualitas Air Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pertanian Perikanan

Jenis Aktivitas dalam Rencana Tindak

1. Rehabilitasi dan Ekstensifikasi Jaringan Irigasi

2. Pengendalian banjir, Sungai dan Rawa

3. Pengelolaan Irigasi

4. IKK – Penyediaan Air Bersih

1. Perbaikan Kualitas Air (Sungai dan Danau) 2. Pemantauan Pencemaran

1. Penghutanan & Rehabilitasi

2. Rehab. Lahan Kritis

3. Pengembangan hasil Hutan Non kayu

4. Sosialisasi, training dan pendidikan

1. Penguatan Pendukung Pendukung Sarana Pertanian

2. Penyuluhan Kelembagaan Pertanian

3. Program Peningkatan Pemasaran Hasil pertanian dan Agroindustri

1. Program pengembangan budidaya perikanan Danau Tempe

2. Pembibitan Benih Ikan

3. Pengembangan Budidaya Perikanan dengan Tambak

Departemen Terkait

Dep.Kimpraswil Direkt.SDA.

,,

Dep.Dalam Negeri & DepKeu

Direk Perkotaan & Pedesaan

Departemen Lingkungan Hidup

Departemen Lingkungan Hidup

Departemen Kehutanan

Departemen Pertanian

Departemen Perikanan

Partisipasi Swasta

Partisipasi Swasta

Institusi Pelaksana

Proyek Induk PIRASS Proyek Induk

Dinas PSDA PTPA, Balai PSDA Dir tata Ruang & Permukiman

Dinas LH & Bapedalda

Bapedalda

Dinas Kehutanan Propinsi/ Kabupaten

Dinas Pertanian Propinsi / Kabupaten

Dinas Perikanan

Swasta

Swasta

13.2 Kemampuan Keuangan Propinsi dan Kabupaten

Setelah desentralisasi terhadap keputusan dan keuangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Propinsi dan Kabupaten, seperti ditetapkan dalam UU 22 and 25 / 1999,

menjadi tanggung jawab Pemerintah Propinsi untuk mendukung kegiatan sumber daya air yang berlokasi lintas batas Kabupaten, serta bantuan kegiatan yang bersifat strategis di dalam satu wilayah sungai .

Perkiraan kemampuan keuangan Kabupaten untuk sub-sektor irigasi dan bangunan

sumber daya air yang diprediksi dari kecenderungan yang telah terjadi terkait dengan APBD, menunjukan bahwa setiap tahun rata-rata 1 – 2 % dari total APBD total berasal dari pendapatan asi daerah. Untuk sektor Pertanian, Kehutanan dan Lingkungan angka ini berturut-turut adalah 1 – 2,2%, 3 – 3,5% dan 2 –3 %. Selama PAD Kabupaten tidak

memenuhi total biaya pengembangan (hanya diharapkan dari DAU dan DAK), tidak ada kesempatan membiayai kegiatan yang direkomendasikan dalam Rencana Tindak WalCenMP. Karena kemampuan keuangan yang sangat rendah dari Kabupaten saat ini,

Page 92: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 92

diperlukan dana dari sumber lain seperti Pinjaman (Loan), atau APBN melalui

dekonsentrasi untuk pelaksanaan pengembangannya.

13.3 Wewengan Pengelolaan Sumber Daya Air

13.3.1 Wewengan dan Tanggung jawab Pemerintah Pusat

(1) Kewewengan Pusat, Propinsi dan Dekonsentrasi

Desentralisasi seperti dijelaskan dalam UU No. 22/1999, UU No. 25/1999 and PP No. 25/2000 memberikan otonomi total kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota,

yang menyebabkan kebutuhan peningkatan kemampuan Kabupaten dan Kota dalam kaitan pengembangan dan pengelolaan sumber daya air.

Pembagian wewenang dapat dilihat dalam undang-undang yang tekait. Administrasi

pengembangan sumber daya air dapat diklasifikasi dalam tingkat-tingakt pemerintahan sebagai berikut:

1) Sumber daya air Kabupaten/Kota, di mana lokasi potensi pemanfaatan air dan sumber air dengan jelas dalam satu wilayah Kabupaten/Kota.

2) Sumber daya air lintas-Kabupaten/Kota, di mana lokasi dan potensi pemanfaatan sumber daya air lintas batas Kabupaten/Kota, tetapi terletak dalam satu wilayah Propinsi. Dalam hal ini sumber daya air mempunyai nilai strategis kewilayahan dan perlu pengelolaan dari suatu badan dengan wewengan lintas

batas Kabupaten.

3) Sumber daya air lintas-Propinsi, di mana lokasi dan potensi pemanfaatan sumber daya air lintas batas Propinsi. Dalam hal ini Pemerintah Pusat

mempunya peran koordinasi.

4) Sumber daya air di mana lokasi geografis dan potensi pemanfaatan sistem dan sumber air berada di Indonesia dan juga di negara tetangganya.

5) Sumber daya air yang mempunyai fungsi strategis untuk negara.

(2) Dekonsentrasi dan Bantuan Pemerintah Pusat

Wewenang pemerintah pusat dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya air, seperti dinyatakan dalam UU No. 22/1999, PP 25/2000 dan Kepres No. 102/2001

perlu dilaksanakan dalam keadaan seperti diuraikan di bawah ini. Pembagian wewenang dapat dilihat dalam undang-undang yang tekait. Administrasi pengembangan sumber daya air dapat diklasifikasi dalam tingkat-tingkat pemerintahan sebagai berikut:

Page 93: Master Plan SWS Walanae Cenranae

S - 93

1) Di mana pengelolaan sumber daya air berpotensi memberikan dampak yang

besar pada negara berkaitan sektor politik, sosial dan ekonomi.

2) Di mana berbagai kepentingan antar sektor dan stakeholder terlibat

3) Proyek yang punya sifat lintas batas propinsi dan punya kepentingan strategis nasional

4) Pemerintah Daerah tidak mampu menangani proyek sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat.

Instansi Pemerintah Pusat untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air

dapat membatalkan tanggungjawabnya pada pemerintah Propinsi atau Kabupaten dengan dekonsentrasi atau pendirian kelompok kerja khusus dengan bantuan Pemerintah Pusat.

Proyek dapat dilaksanakan oleh instansi tekait pada tingkat Propinsi, Kabupaten

atau DAS atas nama Pemerintah pusat dengan pengalihan wewenang dari Pemerintah Pusat. Pengalihan wewenang berdasarkan PP 39/2001 dan kepres No. 102/2001.

Pelaksanaan pengelolaan sumber daya air dengan pengalihan atau perubahan wewengan dari Pemerintah Pusat, misalnya yang berkaitan dengan yang berikut ini:

• Peningkatan Kemampuan Masyarakat • Koordinasi Pelaksanaan Kewenangan • Wilayah sasaran meliputi dua wilayah propinsi atau lebih

• Lembaga dimaksud mempunyai kemampuan melaksanakan proyek

Anggaran untuk kegiatan ini akan berasal dari APBN dan termasuk pinjaman, seperti diuraikan dalam PP No 106/2000.