Masalah Konstitusi Dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan 20 Persen Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas...

download Masalah Konstitusi Dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan 20 Persen Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia Bab 2 2009

of 49

description

masalah konstitusi dan pengelolaan Anggaran Pendidikan 20 Persen Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia Bab 2 2009

Transcript of Masalah Konstitusi Dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan 20 Persen Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas...

  • BAGIAN KEDUA :

    KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN ANGGARANPENDIDIKAN:

    ANTARA KEINGINAN DAN KETERBATASAN

    Oleh :

    Mandala Harefa , SE, ME*)

    *) Peneliti Kebijakan Publik Pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi, SekretariatJenderal DPR RI

  • 33

    BAB IPENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANGSetiap pembahasan RAPBN di DPR selalu mencuat mengenai

    pemenuhan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% sesuai denganAmandemen UUD 1945 pada ayat 31 (a). Disamping itu telah beberapa kalipublik dan elemen masyarakat mengajukan permohonan pengujian UU APBNke MK terhadap UU No 26 tahun 2004 tetntang APBN 2005 dan UU 13 tahun2005 tentang APBN tahun anggaran 2006. Latar belakang, selalu merujuk padanegara dalam pembukaan UUD 1945: mencerdaskan kehidupan bangsa.Pendidikan merupakan hak penting warga bangsa dengan tumpuan tanggungjawab utamanya ditangan pemerintah. Sektor pendidikan dianggap penting untukdiprioritaskan demi perjalanan bangsa. Namun yang menjadi masalah bahwadalam UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) menyebutkan bahwaamanat anggaran pendidikan 20 persen tidak termasuk gaji pendidik dan biayapendidikan kedinasan. Beragam opsi pun mengemuka. Tetapi yang jelasanggaran pendidikan sebesar 20 persen akan sulit dilaksanakan secara langsung. Hal ini tentu saja pemerintah memiliki alasan-alasan yang cukupkuat dan mendasar, mengapa negara belum dapat memenuhi kebijakananggaran pendidikan sebesar 20% tersebut. Perlu pula dipahami Dalammengalokasikan anggaran pendidikan 20% dari APBN bukan masalah yangsederhana. Karena kita ketahui bahwa ada keterbatasaan anggaran untukmemenuhi pagu tersebut. Namun disisi lain bila ingin negara melepaskan diridari kemiskinan dan kebodohan tentunya mau tidak mau harus memprioritaskanmasalah pendidikan. Problem yang sering mengemukan dalam anggaranpendidikan 20 %, bahwa APBN tersebut merupakan bentuk dari Undang-undang

    Secara konstitusi pemerintah sudah seharusnya segera melaksanakanputusan MK karena putusan tersebut sudah merupakan hukum positif danmengikat. Namun masyarakat harus pula memahami juga kondisi keuanganpemerintah sekarang. Pemenuhan anggaran 20% itu sendiri sebenarnya sangattidak relevan dengan kondisi Depdiknas saat ini. Lonjakan jumlah anggaran

  • 34

    yang lebih dari 100% dikawatirkan oleh banyak kalangan tidak akan mampudiserap oleh sistem birokrasi, perencanaan, pelaksanaan serta kontrol hinggake pelosok daerah. Namun perlu berhati-hati menyikapi hal ini. Satu sisi,keputusan ini menggembirakan, tapi bagaimana dengan Depdiknas sendiri,apakah mampu menyerap, karena selama ini dikawatirkan anggaran yangberlebih akan mengakibatkan pengeluaran yang tidak terkait dengan masalahpendidikan. Selain itu masih belum jelas sektor-sektor, atau kegiatan manasaja yang seharusnya masuk dalam skema anggaran pendidikan yang tersebarpada sektor-sektor, berbagai departemen dan daerah. Kondisi ini perlu penjelasansecara gamblang agar tidak terjadi kesalahan inteprestasi apa yang dimaksuddengan anggaran pendidikan. Dengan ketidak jelasan tersebut juga nampak dalam Undang-UndangSisidiknas tahun 20031, padahal secara politis tekad pemerintah untukmembangun pelayanan pendidikan bagi seluruh rakyat terlihat cukup besar.Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa setiap warganegara berhak mendapat pendidikan, bahkan setiap warga negara wajib mengikutipendidikan dasar dan untuk itu pemerintah bertanggung jawab membiayainya.Melalui perubahan Pasal 31 UUD 1945, tekad tersebut makin diperkuat denganadanya ketetapan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikansekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).Prosentase yang sama juga dimandatkan untuk dialokasikan oleh setiap daerahdalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing-masing. Namun Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian pasal 49 ayat(1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionalyang berujung kepada dimasukkannya gaji guru dalam perhitungan 20 persenanggaran pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)Pasal 49 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional(UU Sisdiknas) sepanjang mengenai frasa gaji pendidik dan bertentangandengan UUD 1945. Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalamsidang pengucapan putusan perkara No. 24/PUU-V/2007. 2 Dengan dimasukkannya komponen gaji pendidik dalam perhitungananggaran pendidikan, menurut MK, lebih mudah bagi Pemerintah bersama DPRuntuk melaksanakan kewajiban memenuhi anggaran pendidikan sekurang-

    1 Dalam UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 49, tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa

    angka minimal 20% tersebut tidak termasuk gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.2 www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita, Gaji Pendidik Masuk Anggaran Pendidikan, Rabu ,

    20 Pebruari 2008

  • 35

    kurangnya 20% dalam APBN, pernyataan ini tentunya masih dalam perdebatan.Jika komponen gaji pendidik dikeluarkan, anggaran pendidikan dalam APBN2007 hanya sebesar 11,8%. Sedangkan dengan memasukkan komponen gajipendidik, anggaran pendidikan dalam APBN 2007 dapat mencapai 18%. Artinyahal ini hanya merupakan pemindahan pos anggaran dan semu, karena secaranyata tidak berdampak posistif dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Namun, setelah melalui perjuangan yang tidak henti-hentinya oleh PersatuanGuru Republik Indonesia (PGRI) dan 28 orang lain yang peduli pendidikan,membuahkan hasil. Keputusan Mahkamah Konstitusi, menilai Undang-UndangNomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2008bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Anggaran pendidikan sebesar15,6 persen tidak memenuhi amanat konstitusi sekurang-kurangnya 20 persendari APBN. Pemerintah diberi waktu hingga tahun 2009 untuk memenuhiketentuan tersebut. 3 Dengan adanya Keptusan Makamah Kontitusi tersebut, pemerintah melaluiPidato Kenegaraan di hadapan Sidang Paripurna Masa Sidang DPR 2008-2009yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akhirnya memenuhiamanat. Tahun anggaran 2009 pemerintah bertekad untuk memenuhi amanatkonstitusi dalam pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persenmeskipun kondisi anggaran yang masih sangat terbatas. Dalam rangka memenuhikeputusan MK tanggal 13 Agustus 2008, tentang alokasi dana pendidikan, makapostur RAPBN 2009 dilakukan perubahan dan pemutakhiran. Dengan demikianpada tahun anggaran 2009 akhirnya memenuhi amanat Undang-Undang Dasar1945, yaitu dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persendari total jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.4 Hal ini berarti jumlahanggran pendidikan akan menjadi Rp. 224 triliun yang sebelumnya hanya Rp.152 triliun. Walupun anggaran itu masih lebih kecil dibanding anggaran negaratetangga, misalnya dengan basis produk domestik bruto (PDB) angka Indonesiaadalah 1,9 persen, sementara Thailand 5,0 persen, Malaysia 5,2 persen, danVietnam 2,8 persen. Namun jumlah ini jauh di atas rata-rata anggran sektor

    3 Harian Kompas, .Kamis, 14 Agustus 2008 , Anggaran Pendidikan Langgar UUD 1945 MK

    Putuskan, Anggaran Tahun 2009 Harus 20 Persen.4 Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan Sidang Paripurna DPR

    Masa Sidang 2008-2009 mengenai Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2009, tanggal 15Agustus 2008.

  • 36

    lain seprti sosial, pemuda dan olah raga, hankam dan kesehatan. Namun apakahdengan terpenuhinya jumlah anggaran pendidikan tersebut permasalahanpendidikan Indonesia akan selesai?

    B. KONDISI DAN PERMASALAHAN

    Bila melihat kondisi hingga sampai tahun 1998 negara Indonesia berhasil5membangun ekonomi negara ini. Indonesia muncul sebagai salah satu negaraindustri baru. Namun, keberhasilan itu tidak diikuti dengan pribadi yangmenghormati nilai. Tujuan menjadi lebih penting daripada proses. Semua orangsepertinya bangga apabila dinilai berhasil secara ekonomi, tanpa peduli dengancara seperti apa keberlimpahan materi itu kemudian diraih. Dengan kualitasmanusia yang rata-rata (medioker), tidak usah heran apabila kita tidak mampubersaing dengan bangsa lain. Bahkan, yang lebih ironis, kita tidak tahubagaimana keluar dari situasi serba krisis sejak 10 tahun terakhir ini, karenakualitas manusia yang rendah. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) sejak tahun1975 memang menunjukkan peningkatan. Namun, percepatannya kalahdibandingkan dengan bangsa lain. Tak usah heran jika peringkat HDI Indonesiaterus menurun dan kini di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan bahkanVietnam. (Lihat Tabel 1)

    TABEL 1PERKEMBANGAN PERINGKAT HDI BEBBERAPA NEGARA

    TAHUN 1975-2005

    Sumber : Litbang Harian Kompas, Kristanto, 2007 Maka, tidak mengherankan apabila profil pendidikan masyarakat Indonesiabelum menggembirakan. Data6 menunjukkan, dari seluruh penduduk Indonesia,jumlah penduduk yang tidak/belum tamat SD 63.855.491 (35,29 persen). Jumlah

    5 Harian Kompas 8 Desember 2007 Pembangunan Manusia Ketika Indonesia Semakin Tenggelam,

    Oleh Suryopratomo6 Harian Kompas 18 Desember 2007 Pembangunan Manusia Indonesia Guru dan Enam Bungkus

    Rokok oleh Tonny D Widiastono

    NEGARA 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005Indonesia 71 83 85 93 91 85 107 Malaysia 50 61 58 61 54 50 63 Singapura 33 40 37 31 27 - 25 Thailand 52 65 66 69 61 63 77 Vietnam - - 82 94 90 81 105 India 80 94 96 104 104 102 128 China 60 78 81 89 84 76 82Brazil 46 54 54 62 57 51 70 Total negara 101 116 125 138 144 141 177

  • 37

    penduduk tamat SD 61.917.997 (34,22 persen); tamat SMP 24.545.352 (13,57persen); tamat SMA 25.302.149 (13,98 persen). Adapun yang lulus programdiploma 1,32 persen dan lulus S-1 1,80 persen. Lemahnya angka partisipasisekolah ini diperparah kualitas pendidikan (tinggi) yang ikut melorot. Dalam Top400 Universities: World Universities Rankings 2007 (www.topuniversities.com),perguruan tinggi terkemuka Indonesia ada di urutan bawah. Universitas GadjahMada di peringkat ke-360 (tahun 2006 urutan ke-270), Institut Teknologi Bandungperingkat ke-369 (tahun 2006 urutan ke-258), dan Universitas Indonesia peringkatke-395 (tahun 2006 urutan ke-250). Rendahnya angka partisipasi maupun kualitas membuat indeks pendidikanIndonesia turun peringkat. Badan PBB untuk Urusan Pendidikan, IlmuPengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menempatkan pendidikan Indonesiaturun dari peringkat ke-58 menjadi ke-62 dari 130 negara. Malaysia di peringkatke-56 dan Brunei Darussalam di peringkat ke-43. Rendahnya pembangunanpendidikan Indonesia jelas memengaruhi kualitas manusia Indonesia. Hal inisering dijadikan pegangan untuk melihat Indeks Pembangunan Manusia (HDI)Indonesia amat rendah. Padahal, pengukuran HDI didasarkan tiga indikator:panjang usia; pendidikan, dan angka harapan hidup. Laporan UNDP 2007/2008 menyebutkan, pembangunan kesehatan diIndonesia menunjukkan kemajuan. Umur harapan hidup meningkat, angkakematian bayi dan kematian ibu menurun. Namun, berbagai keberhasilan itudikhawatirkan akan mengalami guncangan karena penurunan anggaranpembangunan kesehatan dan pendidikan, serta mundurnya pelaksanaan programkeluarga berencana akibat desentralisasi dan otonomi daerah. Dengan kualitas manusia seperti itu, tidak usah heran apabila kita kalahbersaing dengan bangsa lain. Bahkan, tidak usah heran apabila kita tidak pernahbisa memanfaatkan kelimpahan sumber daya alam yang dimiliki. Pada akhirnyamemang kemajuan sebuah bangsa tidak ditentukan oleh seberapa banyaksumber daya alam yang dimiliki, tetapi seberapa besar sumber daya manusiaberkualitas yang dimiliki. Bila kita lihat Di Asia Tenggara, Indonesia adalahnegara terendah kedua dalam hal rasio anggaran pendidikan terhadap PDB(lihat tabel). Dilihat dari rasio terhadap PDB, anggaran pendidikan kita masih dibawah 2 persen dari PDB, sementara Malaysia mendekati 10 persen. Dari rasioterhadap belanja APBN kita di bawah 10 persen, sementara Malaysia di atas20 persen. Lebih dari 80 persen anggaran pendidikan kita habis untuk gajiguru, sementara di Malaysia hanya sekitar 50 persen. Semua negara yang

  • 38

    maju dalam hal ekonomi adalah negara-negara yang menempatkan pendidikansebagai prioritas utama pembangunannya. (lihat tabel 2)

    TABEL. 2ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN BEBERAPA NEGARA ASIA

    Sumber : Berbagai Publikasi, 2006

    Sedang bila dilihat indeks pendidikan negara Indonesia mengalamipenurunan dalam pembangunan bidang pendidikan . Kondisi ini dapat kita lihatdari hasil Laporan GMR dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan,dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) setiap tahun yangberisi hasil pemonitoran reguler pendidikan dunia. Kondisi beberapa negara,termasuk Indonesia dalam bidang yang terkait dengan pendidikan tergambardalam Indeks Pembangunan Pendidikan atau EDI (Education DevelopmentIndex) yang terdapat pada laporan EFA (Education For All) yang dipublikasikandalam Global Monitoring Report 2008. Indeks pendidikan tersebut dibuat denganmengacu pada enam tujuan pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuanpendidikan global di Dakar, Senegal, tahun 2000. Secara ringkas dalam laporan tersebut yang laporan terakhirdipublikasikan pada November 2007, EDI mengompilasi data pendidikan dari129 negara di seluruh dunia. Indeks ini dibuat dengan membagi tiga kategoripenilaian, yaitu nilai EDI tinggi, sedang, dan rendah. Dari hasil Global MonitoringReport (GMR) tersebut, Indonesia tetap berada pada EDI kategori sedangbersama 53 negara lainnya. Total nilai EDI diperoleh dari rangkuman perolehanempat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melekhuruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender,dan angka bertahan siswa hingga kelas 5 sekolah dasar (SD). Selanjutnyadijelaskan membandingkan kondisi pendidikan di Indonesia dengan negara di

    Negara Ratio terhadap PDB (%)

    Ratio Terhadap APBN (%)

    Indonesia Malaysia Vietnam Philipina Thailand

    Korea selatan Jepang

    Singapura

    1,45,2 2,8 3,4 5,0 5,3 7,0 -

    923 -

    20 22 -

    -

    19

  • 39

    dunia, mungkin Cukup dengan melihat posisinya di antara sesama negaraAsia Tenggara. Dari hasil Hasil indeks pembangunan pendidikan tersebut 7 ternyatamenunjukkan adanya pergeseran posisi Indonesia dan Malaysia. Jika pada tahun-tahun sebelumnya peringkat Indonesia selalu berada di atas Malaysia, kali initerjadi perbedaan hasil. Dalam laporan yang dipublikasikan November 2006 laluitu, posisi Malaysia melonjak enam tingkat dari peringkat 62 menjadi 56.Sebaliknya, peringkat Indonesia turun dari posisi 58 menjadi 62. Nilai total EDIyang diperoleh Indonesia juga turun 0,003 poin, dari 0,938 menjadi 0,935.Sementara itu, Malaysia berhasil meraih total nilai 0,945, atau naik 0,011 poindari tahun sebelumnya. Dalam penghitungan kali ini, Malaysia berhasil menaikkan poin pada tigakomponen penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melekhuruf pada usia 15 tahun ke atas, dan angka partisipasi menurut kesetaraanjender. Adapun kategori angka bertahan kelas 5 SD memperoleh nilai samadengan tahun sebelumnya.Indonesia hanya berhasil menaikkan poin pada angkabertahan kelas 5 SD sebesar 0,004 poin. Adapun pada kategori lain, yaitu angkapartisipasi pendidikan dasar dan angka partisipasi menurut kesetaraan jender,poinnya justru turun sebesar 0,007 poin. Sedangkan angka melek huruf berhasilmempertahankan skor yang sama dengan tahun sebelumnya. Sistem penilaian EDI juga membagi tiga kategori skor, yaitu kelompok negaradengan indeks pendidikan tinggi (0,950 ke atas), sedang (0,800 sampai di bawah0,950), dan rendah (di bawah 0,800). Pada pembagian ini tercatat enam negaraAsia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Myanmar, danKamboja, berada di kelompok negara dengan kategori EDI sedang. SementaraBrunei Darussalam yang baru tahun ini masuk dalam penilaian berada dikelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan tinggi. Negara Asia Tenggara lain, yaitu Laos, hingga saat ini masih termasukdalam kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan rendah. Khususuntuk Singapura dan Thailand tidak tercatat dalam penilaian sehingga tidakdapat dibandingkan. Satu hal yang patut dicatat, tahun ini Malaysia berhasilmeraih poin 0,945, atau hanya butuh 0,005 poin lagi untuk masuk ke kelompoknegara dengan indeks pendidikan tinggi. Sedangkan Indonesia sedikitnyamembutuhkan 0,015 poin lagi untuk masuk dalam kategori EDI tinggi. Itu punjika tahun depan tidak lagi terjadi penurunan seperti tahun ini.

    7 Harian Kompas, 31 januari 2008, Pembangunan Pendidikan Indeks Pendidikan Indonesia Menurun

  • 40

    Jika mengamati perolehan total skor indeks pendidikan selama empattahun, yaitu antara tahun 2001 dan 2005, terlihat hanya Myanmar dan Kambojayang menunjukkan peningkatan setiap tahun. Bahkan, pada tahun 2005 terjadilompatan posisi Kamboja dengan berhasil masuk ke kelompok EDI medium(sedang) dari tahun-tahun sebelumnya di kelompok negara ber-EDI rendah. Sepertijuga Malaysia, pada tahun tersebut hampir semua nilai komponen dalam indekspendidikan Kamboja meningkat. Hanya angka melek huruf yang stagnan, samadengan tahun sebelumnya. Kenaikan poin setiap tahun sebenarnya terjadi jugapada Malaysia, khususnya periode 2002-2005. Untuk tahun 2001, Malaysiabelum tercatat dalam pengukuran indeks pembangunan pendidikan dunia. PosisiIndonesia ini memunculkan pertanyaan, sebenarnya apa yang sudah nagaralakukan selama ini dalam peningkatan SDM dan pendidikan? Banyak faktoryang diarahkan oleh berbagai kalangan praktisi pendidikan sebagai penyebabtertatanya sistem pendidikan di Indonesia dan buruknya SDM Indonesia (LihatTabel 2)

    Tabel 3

    INDEKS PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NEGAR ASIA TENGGARA

    Sumber : Education For All Global Monitoring Report, Tahun 2005

    Dalam upaya tersebut tentunya harus pula dilihat dari Keputusan politikbangsa yang menetapkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBNdan APBD memiliki orientasi yang sangat jelas yang dengan secara simultanmeningkatkan HDI dan taraf hidup yang sehat, yaitu kemandirian dalampenyediaan SDM yang berkualitas. Namun, keputusan politik ini tidak serta-merta berwujud realitas karena sebagian besar komponen dana dalam strukturAPBN 2003 tidak dapat dialokasikan (unallocated), yaitu 34 persen untukpembayaran utang dan 25 persen untuk dana perimbangan. Kondisi ini memangtidak mudah bagi pemerintah karena pembagian per sektor dalam APBN padadasarnya adalah zero-sum, naiknya anggaran pendidikan harus dipahamimengandung risiko berkurangnya pembagian anggaran untuk sektor lain..

    NEGARA EDI/IPP AP PENDIDIKAN

    DASAR

    ANGKA MELEK HRUF

    ANGKA MENURUT JENDER

    ANGKA BERTAHAN

    BRUNEI DARUSALAM

    0,965 0,969 0,927 0,967 0,995

    MALAYSIA 0,945 0,945 0,904 0,938 0,984 INDONESIA 0,935 0,983 0,904 0,959 0,895 VIETNAM 0,899 0,878 0,903 0,945 0,868 FILIPINA 0,893 0,944 0,926 0,955 0,749 MYANMAR 0,866 0,902 0,899 0,963 0,699 KAMBOJA 0,807 0,989 0,736 0,871 0,631 LAOS 0,750 0,837 0,714 0,820 0,630

  • 41

    C. KONSEKWENSI ANGGARAN Dalam prakteknya tekad untuk membangun pendidikan tersebutdihadapkan pada berbagai masalah, sehingga jaminan atas hak dan kewajibansetiap warga negara untuk mendapat dan mengikuti pendidikan masih belummemadai. Secara umum saat ini pendidikan nasional dihadapkan pada beberapapersoalan mendasar Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadiperhatian penting. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subjek dansekaligus objek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejakdi dalam kandungan hingg akhir hayat. Kualitas SDM menjadi makin baikyang, antara lain, ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia(IPM) Indonesia menjadi 0,697 pada tahun 2003 (Human Development Report,2005). Secara rinci nilai tersebut merupakan komposit dari angka harapanhidup saat lahir (66,8 tahun), angka melek aksara penduduk usia 15 tahun keatas (87,9 persen), angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampaidengan pendidikan tinggi (66 persen), dan produk domestik bruto (PDB) perkapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity)sebesar US $3.361. Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia menempatiurutan ke-110 dari 177 negara. 8 Hasil studi staf Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, AbbasGhozali dan kawan-kawan, tahun 20039 di 15 provinsi menyebutkan, meskisekolah sudah digratiskan, kenyataannya masih ada sejumlah komponen yangharus dibayar orangtua. Orangtua siswa SD/MI ratarata masih harusmengeluarkan Rp 1,535 juta per tahun, yaitu untuk buku dan alat tulis (Rp223.000), pakaian dan perlengkapan sekolah (Rp 323.000), transportasi (Rp273.000), karyawisata (Rp 49.000), uang saku (Rp 433.000), dan iuran sekolah(Rp 234.000). Untuk SMP/madrasah tsanawiyah, harus dikeluarkan biaya Rp1,896 juta/siswa, yaitu untuk beli buku dan alat tulis (Rp 224.000), pakaian danperlengkapan sekolah (Rp 333.000), transportasi (Rp 308.000), karyawisata(Rp 61.000), uang saku (Rp 571.000), dan iuran sekolah (Rp 399.000). Besarnyabiaya itu belum termasuk akomodasi, konsumsi, dan kesehatan, serta forgoneearning, yaitu potensi penghasilan yang tidak jadi diterima karena anakbersekolah dan tidak bekerja. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan orangtuadikhawatirkan ikut memperbesar angka putus sekolah dan mengganggupenuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun 2008.8 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025, hal 139 Harian Kompas 18 desember 2007, Abbas Ghozali dan kawan-kawan, Hasil studi staf Badan

    Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.

  • 42

    Program ini merupakan pengulangan program serupa yang dicanangkan 1984.Jika pemerintah ingin menuntaskan program wajib belajar dengan menyediakanbeasiswa, diperlukan dana Rp 11,479 triliun. Biaya itu untuk memenuhipengeluaran yang harus ditanggung orangtua siswa miskin yang diperkirakanberjumlah 4.610.000 (18 persen dari 25.636.000 anak SD/MI), dan 2.319.000siswa SMP (18 persen dari 12.887.000 siswa).

    Belum lagi kita bebricara masalah infrastruktur pendidikan, sepertigedung sekolah serta fasilitasnya, kesejahteraan para guru dan biaya administrasiserta birokrasi yang terbebani dalam anggran pendidikan. Dimana ketersediaansarana dan prasarana penunjang yang menjadi prasyarat terselenggaranyapendidikan yang baik juga masih terbatas dan bahkan cenderung memburuk.Hal ini antara lain dapat dilihat dari adanya 58,4% ruang kelas SD, baik milikpemerintah maupun swasta, sejak dua tahun terakhir ini dalam keadaan rusak.Kurangnya jumlah tenaga, rendahnya kualitas, dan tidak meratanya ketersebarantenaga guru, masih merupakan permasalahan besar yang dihadapi duniapendidikan di Indonesia Berdasarkan data statistik pendidikan pada tahun ajaran2000/2001 dengan mengacu pada jumlah kelas yang ada, diperkirakan masihterdapat kekurangan guru kelas sebanyak 236.500 orang10. Demikian pula untukposisi kepala sekolah, guru agama, serta guru olahraga dan kesehatan masing-masing diperkirakan masih kekurangan sebanyak

    Dengan melihat kondisi tersebut perumusan program pembangunanbidang pendidikan pada akhirnya berimplikasi pada besarnya kebutuhananggaran yang harus disediakan pemerintah. Selama ini kekurangan atauketerbatasan dana menjadi alasan klasik dari lambatnya kemajuanpembangunan pendidikan nasional. Namun banyak pihak berpendapat bahwaketerbatasan anggaran seharusnya tidak selalu dijadikan alasan. Hal yanglebih penting adalah perlu adanya ketegasan dan kemauan kuat dari aparatpemerintah untuk melaksanakan berbagai keputusan politik di bidangpendidikan, sebagaimana yang tercantum dalam UUD dan peraturan-perundangan lainnya. Selama pihak yang terlibat dalam penyelenggaraanpembangunan pendidikan bekerja asal-asalan dan mekanisme pengawasanpelaksanaannya lemah, maka berapapun anggaran yang tersedia tidak menjaminkeberhasilan dan keberlanjutan pembangunan pendidikan. Sebagaimanadikemukakan Winarno Surakhmad: Dengan anggaran terbatas saja korupsi disektor pendidikan sulit dicegah, apalagi kalau anggaran melimpah.1111

    10 Lihat laporan Ministry of National Education, Indonesia Educational Statistics in Brief 2000/

    2001 dan www.depdiknas.go.id.

  • 43

    Namun, faktor keberlanjutan (sustainability) dalam perbaikan sistempendidikan kelihatannya sangat menentukan keberhasilan dalam mencapaitujuan pendidikan. Untuk mengukur keberhasilan investasi sumber daya manusia(indikator hasil) dapat dilihat dari pengetahuan umum, pengetahuan khusus,ketrampilan, serta tingkat pendidikan masyarakat. Kuantitas sumber dayamanusia akan ditentukan oleh sejumlah faktor yang merupakan indikatormasukan yang mencakup kualitas dan aksesibilitas terhadap sistem pendidikan.Indikator masukan untuk pendidikan merupakan total sumber daya yangdiberikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Center for the Study of LivingStandards, 2001). Dengan demikian adanya penyelenggaraan pendidikan yangbermutu dan memiliki relevansi yang jelas dengan kebutuhan masyarakat menjadisesuatu yang sangat penting. Terbukanya akses pada jenjang pendidikan dasarkhususnya menjadi hak azasi manusia yang sangat mendasar dan tidak dapatditawar lagi. Bila melihat dari perkembangan kemampuan APBN tahun 2002 hinggatahun 2006, terlihat anggaran Indonesia masih mengalami defisit yang masihcukup besar masing-masing sekitar RP 23,6 triliun tahun 2002, meningkatpesat pada tahun 2003 mencapai Rp 35,1 triliun, Rp. 26, 3 triliun dan Rp 26,2triliun pada tahun 2004 dan 2005 serta kembali turun pada tahun Rp. 22,4triliun pada tahun 2006. Kondisi tentunya menunjukan bahwa APBN Indonesiamasih belum cukup membiyai kebutuhan pembangunan , artinya masihbesarnya anggaran belanja dibandingkan dengan penerimaan negara. Saat ini proporsi peran pemerintah pusat dalam pendanaan pembangunansecara umum masih besar, walupun telah adanya otonomi daerah. Hal ini terlihatdari besarnya proporsi belanja APBN yang menjadi tanggung jawab pemerintahpusat yang tercermin dari besarnya belanja pemerintah pusat. Demikian pularegulasi dalam prosedur dalam kebijakan penggunaan dan pencairan dana.12

    11 Harian Kompas, 15 Maret 2004, Pertajam Kompetensi Akademik Oleh Winarno Surakhmad,

    Pengamat Pendidikan.12

    Pusat Statistik dan Penelitian Keuangan, Badan Analisa Fiskal, Depertemen Keuangan, sudahmembedakan antara Belanja Pemerintah Pusat dan Dana Perimbangan, sehingga memungkinkandilakukan analisis perbandingan antara sebelum dan setelah otonomi daerah. Realisasi AnggaranNegara sebelum desentralisasi dan otonomi daerah hanya dibedakan atas: a) Pengeluaran Rutin;dan b) Pengeluaran Pembangunan. Namun setelah desentralisasi dan otonomi daerah, RealisasiAnggaran Belanja Negara dibedakan atas: a) Belanja Pemerintah Pusat; dan b) Dana Perimbangan,kemudian untuk Belanja Pemerintah Pusat diperinci atas: a) Pengeluaran Rutin; dan b) PengeluaranPembangunan. Data ringkasan APBN TA

  • 44

    Tabel 4PERKEMBANGAN APBN 2002 - 2006

    (dalam triliun rupiah)

    Sumber: APBN & NK 2005-2006 dari www.fiskal.depkeu.go.id Keterangan: APBN = Anggaran Pendapatan and Belanja Negara PAN = Perhitungan Anggaran Negara Perk. Real = perkiraan Realisasi Dari perkembangan alokasi belanja APBN selama lima tahun terakhir. Daritahun ke tahun alokasi dana perimbangan terus meningkat, baik secara absolutmaupun proporsinya. Sebelum otonomi daerah pada Tahun Anggaran TA 1999/2000), proporsi dana perimbangan yang diterima pemda (provinsi dan kabupaten/kota) adalah 12,9% dari total belanja APBN, kemudian setelah otonomi daerahmeningkat tajam menjadi 29,0% dari total APBN TA 2003. Angka ini menunjukkanbahwa besarnya dana yang dikelola pemda makin besar sejalan denganbertambahnya kewenangan daerah. Namun demikian, data juga menunjukkan

  • 45

    bahwa sekitar 71,0% belanja APBN saat ini masih dikelola oleh pemerintahpusat. Keadaan ini merupakan indikasi bahwa pemerintah pusat masih akantetap berperan dalam menentukan dan mewujudkan pembangunan padaumumnya, termasuk pembangunan pendidikan yang merata dan bermutu diIndonesia. Jika dicermati lebih jauh, sebagian besar alokasi belanja pemerintah pusatternyata digunakan untuk pembayaran bunga hutang. Selama lima tahunanggaran terakhir proporsi rata-rata belanja APBN yang digunakan untukpembayaran hutang mencapai 23,5% dari total belanja, dalam realisasinyapembayaran bunga dan cicilan hutang dari tahun 2002-2006 sebesar 87,7 triliun,65,4 triliun, 63,2 triliun, 59,2 triliun, bahkan pada tahun 2006 proporsinya mencapai36% atau sebesar 76,6 triliun. Namun demikian, seperti terlihat dalam Tabel 4,proporsi dana yang dikelola pemerintah pusat tetap masih besar, walaupundengan kecenderungan yang terus menurun. Sebelum pelaksanaan otonomidaerah, belanja pemerintah pusat di luar pembayaran bunga hutang masihmencapai lebih dari 80%, kemudian di tahun 2001 atau tahun pertamapelaksanaan otonomi daerah proporsinya menurun menjadi kurang dari 70%dan pada dua tahun selanjutnya diperkirakan kurang dari 60%.

  • 46

    BAB II.PENGELOLAAN APBN SEBAGAI ANGGARAN PUBLIK

    A. UMUM Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadiinstrumen kebijakan multi-fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapaitujuan organisasi. Hal tersebut terutama tercermin pada komposisi dan besarnyaanggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayananmasyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publikyang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagaialat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat berjalandengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan danpengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis. Secara umum, anggaran baik anggaran perusahaan, anggaran negara,anggaran daerah atau anggaran lembaga-lembaga lainnya dapat diartikan sebagairencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatuperiode masa yang akan datang. Anggaran bagi sektor publik meliputi anggaranbagi sebuah negara, suatu daerah otonom atau badan usaha milik negera atauakan lebih mudah disebut dengan anggaran publik. Makna anggaran publikadalah suatu kebijakan publik tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaanyang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa depan serta datadari pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa yanglalu.13 Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telahmengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publikberkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemensektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Padadasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan danpenyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatanutama yang memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah:(a) Anggaran tradisional atau anggaran konvensional; dan (b) Pendekatan baruyang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management. Pada mulanya fungsi anggaran publik adalah pedoman bagi pemerintahdalam mengelola negara atau daerah otonom untuk satu periode di masa yang

    13 John F. Due, Keuangan Negara, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1975

  • 47

    akan datang, namun karena sebelum anggaran publik dijalankan harusmendapatkan persetujuan dari lembaga perwakilan rakyat maka anggaran publikberfungsi sebagai alat pengawasan masyarakat terhadap kebijakan publik yangdipilih oleh pemerintah. Selain itu karena pada akhirnya setiap anggaran publikharus dipertanggunjawabkan pelaksanaannya oleh pemerintah kepada lembagaperwakilan rakyat, berarti anggaran negara juga berfungsi sebagai alat pengawasbagi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakankebijakan yang telah dipilihnya. 14

    B. TUJUAN DAN FUNGSI ANGGARAN DALAM KEUANGAN NEGARA Dalam pengelolaan anggaran keuangan negara tercantum dalam Undang-Undang 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pemerintah sebagai salahsatu pelaku ekonomi tentu tidak terlepas pada permasalahan keuangan, dalamhal ini menyangkut penerimaan dan pengeluaran, untuk itu maka setiap negaraharus memiliki perencanaan penerimaan dan pengeluaran. Dalam suatu sistimanggaran negara Indonesia proses tersebut dikenal dengan APBN AnggaranPendapatan dan Belanja Negara. Dalam anagaran negara tersebut suatu daftaryang secara sistematis memuat sumber-sumber penerimaan dan alokasipengeluaran negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun). Dalam penyusunan dan penetapan APBN atau APBD dalam Undang-Undang merupakan penegasan tjuan dan fungsi penggaran pemerintah,termasuk penegasan fungsi DPR/DPRD dan pemerintah pusat dan daerah dalamproses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistimakuntabilitas kinerja dalam sistim penganggaran, penyatuan anggaran danpenggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunananggaran. Perlu dipahami setiap pergeseran atau perubahan proporsi anggarananatar unit organisasi, anatar kegiatan dan anatar jenis pengeluaran dan jenisbelanja harus meperoleh persetujuan DPR untuk APBN dan DPRD untuk APBD. Anggaran dalam keuangan negara dalam hal ini APBN adalah15 alatakuntabilitas manajemen dan kebijakan ekonomi, anggaran secara keseluruhanberfungsi untuk mewujudakan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian sertapemerataan pendapatan dalam tujuan bernegara. Dalam upaya untukmelurusakan fungsi dan tujuan anggaran perlu dilakukan pengaturan secara

    14 Revrisond Baswir, Akuntansi Pemerintahan Indonesia, BPFE, 1997

    15 Mulia P. Nasution, Reformasi Manajemen Keuangan Negara, Dalam buku kebijakan Fiskal,

    pemikiran, Konsep dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta febuari 2007, Hal. 177-179

  • 48

    jelas peran lembaga perwakilan dan ekeskutif dalam penyusunan dan penetapananggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang diataur dalam Undang undangDasar 1945. Hal ini sanagat penting mengingat APBN memiliki beberapa fungsiutama yaitu dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:a. Fungsi Stabilitas

    APBN disusun sebagai pedoman dalam penerimaan dan pengeluarankeuangan negara. Dengan disusunnya APBN, pemerintah diharapkan dapatmenjaga kestabilan arus uang dan arus barang sehingga dapat mencegahterjadinya inflasi yang tinggi maupun deflasi yang akan mengakibatkankelesuan perekonomian (resesi).

    b. Fungsi AlokasiDalam APBN ditentukan besarnya anggaran pengeluaran masing-masingbidang, ini berarti di APBN sektor pembangunan, departemen dan lembagatelah ditentukan dengan jelas. Sehingga melalui APBN kita dapatmengetahui sasaran dan prioritas pembangunan yang akan dilaksanakanoleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

    c. Fungsi DistribusiPendapatan negara yang dihimpun dari berbagai sumber akan digunakanuntuk membiayai seluruh pengeluaran negara di berbagai sektorpembangunan dan di berbagai departemen. Penggunaan dana harus dapatdidistribusikan untuk berbagai sektor pembangunan secara merata.

    d. Fungsi Pertumbuhan Ekonomi dan Pengendalian Inflasi (Fungsi Regulasiatau Fungsi Pengatur)APBN juga dapat berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi danpengendali tingkat inflasi, karena dalam APBN seluruh jumlah penerimaandan pengeluaran APBN digunakan untuk meningkatkan pertumbuhanekonomi. Besar kecilnya APBN dapat berpengaruh pada pengendalian inflasi.

    Masalah penting lainnya dalam proses penganggaran di sektor publik adalahpenerapan anggran berbasis prestasi kerja atau kinerja. Sistim anggaran berbasisprestasi kerja memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi untukmenghindari duplikasi dalam penyusuunan perencanaan kerja dan anggarankementrian negara/lembaga dan perangkat daerah sejalan dengan anggranberbasis kinerja di sektor publik, perlu disesuaikan klafikasi anggaran sesuaidengan kelafikasi yang sering atau telah baku dalam pengelolaan anggaran.

  • 49

    Hal ini sesuai dengan dengan pendapat Arifin P. Soeria Atmadja16, denganmenyitir pendapat Otto Eickstein (1979); Musgrave, Richard A (1959); RogesDouglas & Melinda Jones (1996), apabila berbicara mengenai keuangan yangmeliputi APBN, APBD dan BUMN serta BUMD, tidaklah tepat apabilamenggunakan istilah keuangan negara, yang lebih tepat adalah menggunakanistilah Keuangan Publik. Dengan demikian Pengertian anggaran kinerja menurut pandanganGovernment Performance Result Act (GPRA) tahun 1994 sebagai berikut : Performance budgeting is a systematic approach to help government becomemore responsive to the taxpaying public by linking program funding toperformance and production. . Definisi tersebut dapat diartikan bahwa anggarankinerja disusun berdasarkan pada hasil yang ingin dicapai atau dapat diartikanbahwa dengan sejumlah dana yang telah dianggarkan, pemerintah dapatmencapai hasil sesuai dengan harapan publik atau masyarakat. Sistem ini jelassangat berbeda dengan sistem yang lama, dimana pada sistem lama pemerinahhanya menekankan kemampuannya dalam menyerap anggaran dengan tidakmengutamakan pada pencapaian hasil yang diharapkan.

    C. MANAJEMEN ANGGARAN PUBLIK

    Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektorpublik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesankaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yangfleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedarperubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peranpemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalahpendekatan New Public Management. Model New Public Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembalipopuler tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnyamunculnya konsep managerialism (Pollit, 1993); market-based publicadministration (Lan, Zhiyong, and Rosenbloom, 1992); post-bureaucraticparadigm (Barzelay, 1992); dan entrepreneurial government (Osborne andGaebler, 1992). New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik

    16 Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, S.H. rangkuman dari buku Keuangan Publik Dalam Perspektif

    Hukum Teori, Praktik, dan Kritik, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta2005

  • 50

    yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaanparadigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapakonsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukanefisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender. Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalahmodel pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yangtertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep reinventinggovernment. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebutadalah17: 1. Pemerintahan katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi

    pelayanan publik. Pemerintah harus menyediakan beragam pelayananpublik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan prosesproduksinya (producing). Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri padapemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan padapihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dannonprofit lainnya). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikansebagai pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanyamemproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihaknon-pemerintah. Pada saat ini, banyak pelayanan publik yang dapatdiproduksi oleh sektor swasta dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, padabeberapa negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihaknon-pemerintah.

    2. Pemerintah milik masyarakat: memberdayakan masyarakat daripadamelayani. Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepadamasyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapatmenolong dirinya sendiri (self-help community). Sebagai misal, masalahkeselamatan umum adalah juga merupakan tanggung jawab masyarakat,tidak hanya kepolisian. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanyamemperbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi jugamembantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkantimbulnya tindak kriminal. Contoh lain: untuk dapat lebih mengembangkanusaha kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada asosiasi pengusahakecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

    17 David Osborne and Ted Gaebler, Reinventing Government, 1992, Merupakan ringkasan dalam

    bab-bab buku tersebut.. Buku ini dialibahasakan ke dalam bahasa Indonesia: David Osborne danTed Gaebler , Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta; Pustaka Binaman Pressindo, cetakan kedelapan, tahun 2005.

  • 51

    3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalampemberian pelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untukmenghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengankompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnyatanpa harus memperbesar biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara,akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yangdisediakan menjadi relatif semakin cepat daripada kualitasnya di masalalu.

    4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yangdigerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi. Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalammandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.

    5. Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit

    kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakinkompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yangdialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yangterjadi adalah, unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki kinerjanya.Justru, mereka memiliki peluang baru: semakin lama permasalahan dapatdipecahkan, semakin banyak dana yang dapat diperoleh.

    Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentifitu, yaitu membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah daerahwirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukurseberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yangmenjadi tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak puladana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telahdikeluarkan oleh unit kerja tersebut.

    6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan: memenuhi kebutuhanpelanggan, bukan birokrasi. Pemerintah tradisional seringkali salah dalammengidentifikasikan pelanggannya. Penerimaan pajak memang darimasyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui olehDPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran adalahpelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif tidakmenomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka hal ini tidakmenyebabkan masalah. Tetapi bila mereka menomorsatukan kepentingankelompoknya, maka pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat, akan

  • 52

    cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akanmemenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepadamasyarakat mereka seringkali menjadi arogan.

    Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan mengidentifikasikanpelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwapemerintah tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya,ia menciptakan sistem pertangungjawaban ganda (dual accountability):kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidakakan arogan tetapi secara terus menerus akan berupaya untuk lebihmemuaskan masyarakat .

    7. Pemerintahan wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan. Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicaratentang upaya untuk menghasilkan pendapatan dari aktivitasnya. Padahal,banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari prosespenyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah wirausaha dapatmengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda,yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusatpenelitian; BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepadapara pengusaha dan masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.

    8. Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi

    pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratiscenderung bersifat reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabilatidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya pemecahan. Pemerintahwirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak hanya mencoba untukmencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masadepan. Ia menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi.

    9. Pemerintah desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.Lima puluh tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkhissangat diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat,mengikuti rantai komandonya hingga sampai pada staf yang palingberhubungan dengan masyarakat dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebutsangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasiantar berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relatifbelum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa-apa yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudahberubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan

  • 53

    masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudahbanyak yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusanharus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, danlembaga swadaya masyarakat.

    10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakanperubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan denganmekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua caraalokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif.Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalammengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanismeadministratif, sedangkan pemerintah wirausaha menggunakan mekanismepasar. Dalam mekanisme administratif, pemerintah tradisionalmenggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dandefinisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya(sesuai dengan prosedur tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemerintahwirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkandan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.

    Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsungterhadap konsep anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinyaperubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaranyang lebih berorientasi pada kinerja. Berikut ini akan dibahas jenis-jenis anggarandengan pendekatan New Public Management. Dengan melihat fungsi anggaran publik diatas maka anggaran publikharus dilihat sebagai power relation antara eksekutif, legislatif dan rakyat sendiri.Bagi rakyat yang harus dilakukan adalah memantau arah dari prioritas kebijakanyang dibuat pemerintah satu tahun mendatang yang akan dinyatakan dalambentuk nominal dalam anggaran. Tujuan pemantauan prioritas adalah memantauapakah prioritas kebijakan efektif untuk kepentingan rakyat banyak atau tidak..18Bagi Indonesia dan bagi daerah-daerah kabupaten atau kota dan propinsi diIndonesia prioritas anggaran publiknya hingga 70-80%-nya digunakan untukmembiayai gaji dan fasilitas birokrasinya sedangkan yang kembali kepada rakyatdalam bentuk anggaran pembangunan baru 30-20% saja. Selain itu mengingatanggaran publik adalah pernyataan sebuah power relation antara kekuatan-

    18 John Samuel (ed), Understanding Budget: As if people mattered, National Centre for Advocacy

    Studies, Pune, India, 1998. The budget is an articulation of the existing power relations insociety.

  • 54

    kekuatan politik maka ada kemungkinan terjadi politik uang dalam penyusunananggaran. Oleh karena itu sangat strategis peran pemantauan anggaran yangdilakukan oleh elemen-elemen masyarakat sipil yang ada.

    D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN.

    Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnyaera New Public Management telah mendorong usaha untuk mengembangkanpendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik.Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaransektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja (performance budgeting),Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and BudgetingSystem (PPBS). Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memilikikarakteristik umum sebagai berikut:1. komprehensif/komparatif2. terintegrasi dan lintas departemen3. proses pengambilan keputusan yang rasional4. berjangka panjang5. spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas6. analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)7. berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input.8. adanya pengawasan kinerja.

    Selain itu sejalan dengan yang diamanatkan dalam undangundangNomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara akan pula diterapkan secarapenuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik agar penggunaan anggarantersebut bisa dinilai kemanfaatan dan kegunaannya oleh masyarakat (Abimanyu2005). Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 17 tentang Keuangan Negaramenetapkan bahwa baik APBN dan APBD disusun berdasarkan pendekatanprestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini perlu perludibangun suatu sistem yang dapat menyediakan data dan informasi untukmenyusun APBN dan APBD dengan pendekatan kinerja. Anggaran kinerja padadasarnya merupakan sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerahyang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Adapun kinerja tersebutharus mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berartiharus berorientasi pada kepentingan publik (Mariana 2005)

  • 55

    Anggaran berbasis kinerja atau anggaran yang berorientasi pada hasilpada dasarnya merupakan proses pengalokasian dana ke area yang akanmembantu pemerintah memenuhi tujuan pembangunan dan akhirnya dapatmelayani masyarakat dengan lebih baik. Karena setiap departemen dalam setiappemerintahan pada intinya bekerja untuk melayani masyarakat, menentukanperingkat dalam daftar prioritas pemerintah jelas bukanlah hal yang mudah namunhal ini merupakan proses.

    E . PENDEKATAN ANGGARAN KINERJA

    Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yangterdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkanoleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerjadalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik. Anggaran denganpendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money danpengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanismepenentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematikdan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikanhal-hal tersebut anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik penganggaran analitis. Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karenaitu, anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerjadidasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran.Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yangmenganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akanmenyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (overspending).Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah dalam hal iniDepdiknas sebagai pengguna anggaran akan dapat diawasi dan dikendalikanmelalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit kinerja,serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa bertindakberdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong untuk menggunakandana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk mampu mencapai tujuanyang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan tersebut makadiperlukan adanya program dan tolok ukur sebagai standar kinerja. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakupkegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untukmencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja

  • 56

    dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program danpenyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan programtersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yangbertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerjayang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telahditetapkan. Dengan demikian anggaran kinerja adalah sistem anggaran yang lebihmenekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasilyang optimal. Kata angaran diikuti kata kinerja secara etimologi bahasa tidaksulit untuk mengartikan bahwa penganggaran kinerja mencoba untukmengkaitkan anggaran dengan pencapaian kinerja pada setiap elemen anggaranyang dikeluarkan. Dalam dunia bisnis sudah tidak asing lagi mendengar istilahanggaran/budget, tapi kadang-kadang masih ada sebagian pelaku bisnis yangmempunyai anggapan bahwa anggaran adalah sesuatu yang harus dihabiskan.Bahkan ada yang lebih kacau lagi, biaya-biaya yang telah disusun berdasarkananggaran tersebut sudah sesuai, justru pada saat pelaporan di-mark up. Hal itutidak akan terjadi kalau sistem anggarannya menggunakan sistem anggaranberbasis kinerja. Sistem anggaran lama tolok ukurnya hanya berdasar padainput base saja, berbeda dengan sistem anggaran berbasis kinerja, di manatolok ukurnya tidak hanya input base tetapi output base atau manfaat yangdihasilkan juga diperhitungkan.19 Dengan demikian anggaran kinerja mengandung pesan yang sangatmendalam yaitu penyusunan anggaran yang menitikberatkan pada sistempengendalian manajemen. Dengan demikian, keberhasilan suatu budget actionsplan tidak hanya berhenti pada ketaatan realisasi terhadap rencana, tetapi yanglebih penting adalah hasil dan implikasi kinerja yang diharapkan dari pengeluarananggaran tersebut. Hasil yang diharapkan dari pengeluaran anggaran oleh pemerintah yangmerupakan investasi kinerjanya dapat dilihat dari makin tinngginya tingkatpendidikan oleh masyarkat. Hasil studi di 98 negara yang dilakukanPsacharopoulos and Patrinos (2002) menunjukkan bahwa return of educationinvestment untuk tingkat pendidikan dasar, baik terhadap private benefitmaupun social benefit, menunjukan rate of return paling tinggi. Makin tinggi

    19 www.wawasandigital.com, Anggaran kinerja, Rabu, 15 Agustus 2007

  • 57

    tingkat pendidikan makin tinggi private benefit nya, namun seiring dengan makintingginya tingkat pendidikan tersebut social benefit nya cenderung menurun. 20 Namun, yang lebih penting bagaimna faktor keberlanjutan (sustainability)dalam perbaikan sistem pendidikan kelihatannya sangat menentukankeberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Untuk mengukur keberhasilaninvestasi sumber daya manusia (indikator hasil) dapat dilihat dari pengetahuanumum, pengetahuan khusus, ketrampilan, serta tingkat pendidikan masyarakat.Kuantitas sumber daya manusia akan ditentukan oleh sejumlah faktor yangmerupakan indikator masukan yang mencakup kualitas dan aksesibilitasterhadap sistem pendidikan. Indikator masukan untuk pendidikan merupakantotal sumber daya yang diberikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Centerfor the Study of Living Standards, 2001)21. Dengan demikian adanyapenyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan memiliki relevansi yang jelasdengan kebutuhan masyarakat menjadi sesuatu yang sangat penting. Terbukanyaakses pada jenjang pendidikan dasar khususnya menjadi hak azasi manusiayang sangat mendasar dan tidak dapat ditawar lagi.

    F. IMPLEMENTASI PADA SEKTOR PUBLIK

    Aspek perencanaan memiliki peranan yang penting bagi suatu aktivitaspemerintahan yang akan melaksanakan dengan baik jika seluruh prosesperencanaan dilaksanakan secara konsekuen. Perencanaan mendorongpemikiran ke depan dan menjelaskan arah yang dikehendaki di masa yangakan datang, perencanaan tidak bisa lepas dari anggaran. Dampkany juga terasasetelah diperlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahdan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Daerah, ada beberapa prinsip yang mendasari dalam hal pengelolaankeuangan daerah, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan value for money. Kata kunci transparansi merupakan keterbukaan dalam prosesperencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran baik pusat dan daerah, haltersebut memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan aksesyang sama untuk mengetahui proses dan pengelolaan anggran serta manfaatanggaran bagi publik. Karena anggran pendidikan menyangkut aspirasi dan

    20 Psacharopoulos George and Harry Anthony Patrinos, Return to Invesment in Education : A

    Further Update. World Bank policy Research Working Paper 2881. Whasington DC, USA (2002)21

    Center for the Study of Living Standards, Discusssion Paper on Healt and Education HumanCapital Indicators, Februari 2001, Ottawa.Canada

  • 58

    kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa prosespenganggaran termasuka anggran pendidikan mulai perencanaan, penyusunandan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkankepada masyarakat melalui perwakilan rakyat. Masyarakat tidak hanya memilikihak untuk mengetahui anggaran tersebut, tetapi juga berhak menuntutpertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.Dalam konsep Value for money adalah diterapkannya tiga prinsip dalam prosespenganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan denganpemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentupada harga yang paling murah. Efisiensi berarti penggunaan dana masyarakat(public money) dalam ahlini APBN dan APBD serta anggran milik negara lainnyaharus menghasilkan output serta outcome yang maksimal atau berdaya guna.Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai targetatau tujuan untuk kepentingan publik. Sebenarnya isi dari UU Nomor 32 Tahun 2004 maupun UU Nomor 33 Tahun2004, sudah mencerminkan penerapan Anggaran berbasis Kinerja. Pengertiananggaran kinerja menurut pandangan Government Performance Result Act(GPRA) tahun 1994 sebagai berikut : Performance budgeting is a systematicapproach to help government become more responsive to the taxpaying publicby linking program funding to performance and production. . Definisi tersebutdapat diartikan bahwa anggaran kinerja disusun berdasarkan pada hasil yangingin dicapai atau dapat diartikan bahwa dengan sejumlah dana yang telahdianggarkan, pemerintah dapat mencapai hasil sesuai dengan harapanmasyarakat. Sistem ini jelas sangat berbeda dengan sistem yang lama, dimanapada sistem lama pemerinah hanya menekankan kemampuannya dalammenyerap anggaran dengan tidak mengutamakan pada pencapaian hasil yangdiharapkan. Pemerintah Indonesia memang telah menerapkan anggaran berbasiskinerja, namun dalam prakteknya masih bersifat formalistik. Sebenarnya tidakterlalu sulit untuk penerapan anggaran kinerja disektor publik, hanya butuhkesadaran bahwa semua yang dikerjakan oleh pemerintah orientasinya haruske masyarakat. Misalnya proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahuntuk kepentingan umum tidak hanya dilihat berdasarkan aktivitas saja,pembangunan atau out put bagus, karena dibangun sesuai dengan bestek dantidak ada mark up, tidak cukup hanya sampai disitu saja, persoalannya akan

  • 59

    menjadi lain apabila pembangunan tersebut setelah dievaluasi ternyata tidakberdampak pada kemajuan dibidang ekonomi maupun sosial masyarakat. Intinya, good corporate governance seperti yang banyak diharapkanmasyarakat Indonesia akan segera dapat terwujud apabila pemerintah dalammenjalankan roda pemerintahannya perpegang pada UU Nomor 32 Tahun 2004maupun UU Nomor 33 Tahun 2004 yang mempunyai 3 prinsip dasar, transparansi,akuntabilitas dan value for money. Kurang terkaitnya antara Kebijakan,Perencanaan, Penganggaran dan Pelaksanaannya; Penganggaran yang ber-horizon satu tahun; Penganggaran yang berdasarkan masukan (inputs);Terpisahnya penyusunan anggaran rutin dan anggaran pembangunan.Penganggaran terpadu penyusunan anggaran terpadu dilakukan denganmengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungankementerian negara/lembaga untuk menghasilkan dokumen RKA-KL denganklasifikasi anggaran belanja menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan danjenis belanja.

    KLASIFIKASI ANGGARAN BELANJA

    MENURUT FUNGSI MENURUT JENIS KLASIFIKASI BELANJA ORGANISASI

    Pelayanan Umum Pertahanan.; Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Lingkungan Hidup Perumahan dan Fasilitas. Umum Kesehatan; . Pariwisata dan Budaya; Pendidikan; Agama; Perlindungan

    Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bunga; Subsidi; Hibah; Bantuan Sosial Belanja Lain-Lain

    Klasifikasi belanja berdasarkan struktur organisasi yg menjadi pusat pertanggungjawaban

    Klasifikasi belanja berdasarkan fungsi-fungsi utama yang harus dilaksanakan oleh unit pemerintah.

    Klasifikasi belanja berdasarkan manfaat ekonominya atau jenis belanja yang dikeluarkan

    Klasifikasi menurut organisasi Rincian belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat

  • 60

    BAB III.PENGELOLAAN ANGGARAN PENDIDIKAN : KEBIJAKAN, KEINGINAN

    DAN KEMAMPUAN

    A. KONDISI ANGGARAN PENDIDIKAN

    1. Prioritas Dan Keterbatasan Sebenarnya melihat dari keinginan seluruh komponen bangsa termasukPresiden berkeinginan agar anggran pendidikan dalam APBN menjadi prioritasdapat subsidi tertinggi. Dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyonobahwa anggaran pendidikan merupakan prioritas yang tertinggi dalampembelanjaan negara untuk mendorong kualitas sistem pendidikan di tanah air.Karena itu, pemerintah harus membuktikan dengan segala pikiran yang jernihdan rasional yang tinggi untuk mengelola dan menata anggaran sehingga lebihadil. Sejak ditetapkannya UU Sisdiknas, Pemerintah dan DPR padatanggal 9 Mei 2004 melakukan Rapat Kerja Gabungan, menghasilkankenario alokasi anggaran pendidikan yang diproyeksikan telah mencapai20% pada tahun 2009. Dana pendidikan akan mengalami kenaikan 6.6%(Rp. 6.8 triliun) Tahun 2004 menjadi 9.3% (Rp. 24.9 triliun) Tahun 2005, 2%(Rp. 33.8 triliun ) tahun 2006, 4.7% (Rp. 43.4 triliun) Tahun 2007, 7.4% (Rp.54 triliun) Tahun 2008, 20. % (Rp. 65.5 triliun) tahun 2009. Dengankenaikan linier rata-rata sebesar 2.7% etiap tahun ampai 2009, ehinggamencapai 20. % dari APBN di luar gaji guru dan pendidikan yang bukankedinasan22 Namun dalam realisasinya pada APBN 2005 hanya mengalokasikananggaran Rp24,6 triliun atau hanya 6 persen dari total anggaran. Dana sebesaritulah yang dibagi-bagi untuk 10 program pendidikan. Antara lain, programpendidikan usia dini, wajib belajar 9 tahun, pendidikan tinggi, pendidikan non-formal, peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, budaya baca danperpustakaan, litbang, pelayanan pendidikan dan kedinasan.Menurut pemohon,dari total APBN 2005 lebih dari Rp397 triliun.

    Pada 2006 alokasi anggaran pendidikan hanya 9,7 persen Alokasianggaran pendidikan dalam APBN 2006 sebesar Rp 36,8 triliun (9,1 persen)

    22 Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor 012/PUU-III/2005 tentang keputusan UU APBN 2005.

    Dalam rapat gabungan antara pemerintah dan DPR ini, dihadiri Komisi VI DPR, Menteri PendidikanNasional, Menteri Agama, Menteri Keuangan, Meneg PAN dan Kepala Bappenas. Skenario inimerupakan jawaban pemerintah terhadap uji materi yang dilakukan oleh PGRI terhadap UU APBN

  • 61

    dari total APBN Rp 427 triliun. Apabila ingin mencapai alokasi 20 persen,besarnya harus lebih dari Rp 80 triliun. Artinya, dana yang harus disediakanuntuk menutupi kekurangan itu Rp 43,2 triliun. Tampaknya sulit mencapainyajika tanpa mengurangi alokasi anggaran di pos-pos lainnya dalam APBN.,sementara pada APBN 2007 hanya 11,8 persen Undang-Undang Nomor 18/2006 tentang APBN Tahun 2007 hanya mengalokasikan anggaran sektorpendidikan sebesar Rp 90,10 triliun. Jumlah itu hanya 11,8 persen dari totalAPBN tahun 2007, yang besarnya mencapai Rp 763,6 triliun. dan pada APBN2008 12 persen. Berbagai alasan dikeluarkan pemerintah mengenai gagalnya targetanggaran pendidikan 20 % ini, mulai dari menurunnya pendapatan Negara hinggaalasan bahwa Negara sedang fokus pada pelunasan hutang, jadikonsekuensinya anggaran pendidikan yang harus dikalahkan. Untuk tahun 2008,anggaran pendidikan dalam APBN hanya 12 %, mengalami koreksi dari angkayang pernah disampaikan Presiden SBY pada pidato kenegaraan 16 Agustus2007, yakni sebesar 12,3 %. Kalau dicermati angka-angka tersebut setidaknyaada dua kesalahan dalam formulasi anggaran pendidikan tahun 2008; keduanyaberkaitan dengan pemenuhan amanat UUD 1945 (dan UU), serta kepatuhanterhadap rekomendasi Mahkamah Konstitusi Baru pada RAPBN 200923 pemerintah baru memenuhi amanat konstitusi,dengan menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total belanjaAPBN pada 2009. Dengan melihat anggaran belanja dalam RAPBN 2009 sebesarRp 1.122,2 triliun, anggaran pendidikan diperkirakan mencapai Rp 224,4triliun.Penegasan tersebut disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,saat menyampaikan keterangan pemerintah tentang RAPBN 2009. Bidangpendidikan tetap menjadi prioritas utama pemerintah. Dalam beberapa tahunterakhir, alokasi anggaran Depdiknas merupakan alokasi anggaran tertinggidibandingkan dengan departemen lainnya. Diuraikan anggaran pendidikan telahmeningkat dua kali lipat dari Rp 78,5 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp 154,2triliun pada tahun 2008. (Lihat Tabel)

    23 Pidato Presiden Susilo Bambang Yudoyono tentang Nota Keunagan dan RAPBN 2009 didepan

    rapat Paripurna DPR RI , tanggal 115 Agustus Tahun 2008

  • 62

    TABEL 5 :ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM APBN

    TAHUN 2004-2008

    Sumber : Kompilasi Dari berbagai sumber

    Seluruh komponen bangsa pasti akan setuju untuk terus meningkatkananggaran pendidikan hingga mencapai apa yang telah diamanahkan dalamkonstitusi. Hal ini berkaitan erat berdasarkan Global Competitiveness Indeksyang dilakukan World Economic Forum tahun 2006-2007, Indonesia berada diperingkat 50 dari 125 negara, naik 19 peringkat dari periode sebelumnya. Padaperiode yang sama kualitas sistem pendidikan Indonesia berada pada peringkat23. Dalam upaya tersebut tentunya kebijakan tidak terfokus dari besarnyaanggaran, namun terdapat sembilan pilar yang dapat digunakan mengukur dayasaing sebuah bangsa, yaitu, institution, infrastructur, macro economic, healthand primary education, higher education and training, market efficiency,technological readiness, businnes, dan innovation Namun berkaitan tentang pembiayaan pendidikan yang intinya selalubergantung kepada pemerintah terus digugat karena kurang peduli terhadappendidikan dengan bukti kurang efektifnya anggaran pada sektor itu. Hal inidapat dilihat dimana masyarakat yang mampu juga ingin mendapatkanpendidikan yang murah. Tentunya harus dipikirkan bagaimana anggaran tersebutdialokasikan tepat sasaran dan mengena pada kegiatan pendidikan yang benar-benar esencial. Paling tidak ada dua hal yang perlu mendapat perhatian dalampenggunaan anggaran pendidikan, yaitu kegiatan pendidikan mana dan levelpendidikan mana yang perlu mendapat prioritas. Penerapan prioritas diperlukanagar anggaran yang masih tersebut benar-benar terarah kepada kegiatan yangtepat dan kepada siapa yang benar-benar memerlukan bantuan. Kegiatanpendidikan yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran di kelas, dilaboratorium, di lapangan, dan di lingkungan sekolah. Kebijakan apa pun yang

    TAHUN

    APBN 2004 APBN 2005 APBN 2006 APBN 2007

    APBNP 2008 RAPBN 2009

  • 63

    dibuat pada akhirnya diimplementasikan sebagai bentuk pembelajaran danpeningkatan kualitas pendidikan dan bukan hanya kuantitas. Seperti yang dikutip dari Muchlas Samani24 bahwa Studi Bank PembangunanAsia (ADB) bersama CERC The Hongkong University (1999:130) menemukanbiaya rutin dari Pemerintah RI untuk sekolah dasar (SD) pada tahun 1995/1996sebesar Rp 5.000 per siswa per tahun. Jadi, SD dengan enam kelas dan 240siswa akan mendapatkan anggaran rutin Rp 1,2 juta per tahun atau Rp 100.000per bulan. Biaya itu digunakan untuk kegiatan rutin sekolah, termasukpembelajaran, minum teh untuk guru, membayar listrik, pembersihan sekolah,dan sebagainya. Angka itu kini tampak belum banyak berubah. Studi Ninasaptidkk (2001) menunjukkan anggaran pemerintah untuk SD sebesar Rp 221.000per siswa per tahun. Dana itu, 83 persen berupa gaji, dua persen rutin, dan 15persen anggaran pembangunan. Jadi, SD yang memiliki enam kelas dengansiswa 240 orang memiliki anggaran rutin Rp 1,06 juta per tahun atau Rp 88.400per bulan. Lebih kecil dibandingkan dengan tahun 1995/1996. Dapat dibayangkan apa yang dapat diperbuat oleh guru di kelas jikadukungan anggaran sekolah seperti itu. Dana itu mungkin hanya cukup untukbiaya minum teh guru sehingga tidak tersisa untuk kegiatan pembelajaran dikelas atau laboratorium. Tidak mengherankan bila banyak penyebab kegagalanprogram peningkatan kualitas pendidikan mengalami kegagalan karena hanyadijadikan objek proyek yang tidak berkeinambungan terlebih ketiadaan dukungansarana-sarana. Jadi, dapat dipahami kalau mutu pendidikan kita di SD sangatrendah sebab memang kita tidak memfasilitasi secara memadai kegiatanpembelajaran sebagai inti pendidikan di sekolah. Bila merujuk dari berita Harian Kompas tanggal 16 Desember 2002,memuat bahwa anggaran pendidikan sebesar Rp 14 trilyun untuk pembangunandan Rp 19 trilyun untuk anggaran rutin. Jadi, anggaran untuk pembelajaranideal di SD sebesar Rp 1,56 trilyun itu sebenarnya hanya 11 persen darianggaran pembangunan atau 8 persen dari anggaran rutin pendidikankita.Rasanya proporsi itu cukup kecil jika diingat kegiatan itulah inti pendidikanyang sesungguhnya di sekolah. Kita perlu melakukan realokasi dari kegiatanyang tidak terkait langsung dengan pendidikan sehingga dapat mendukungpeningkatan kualitas pendidikan. Dalam upaya memastikan sektor pendidikanmana yang mendapat prioritas, kita perlu sepakat bahwa pendidikan adalahdomain publik. Dengan demikian, prioritas harus diberikan kepada sektor yang

    24Harian Kompas Prioritas Anggaran Pendidikanm ,Muchlas Samani, Jumat, 28 Februari 2003

  • 64

    diperlukan oleh mayoritas masyarakat. Jika pola pikir itu dipakai, berarti wajibbelajar 9 tahun perlu mendapat prioritas. Ini bukan berarti pendidikan di SLTAdan perguruan tinggi diabaikan, tetapi prioritas anggaran harus diarahkan agarpendidikan dasar 9 tahun yang bermutu dapat diperoleh seluruh anak usia SDdan SLTP. Kata bermutu perlu ditekankan karena pemerataan pendidikan tidakhanya pada kesempatan belajar, tetapi belajar yang bermutu. Disadari memang kenaikan anggaran pendidikan memang sudah merupakanprioritas utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namundisisi alin masyarakat juga harus menyadari bahwa kondisi anggaran negarabelum memungkinkan untuk dipenuhi. Bisa saja pemerintah memenuhikebutuhan anggaran pendidikan sesuai amanah konstitusi, tentunya harus adakebutuhan anggaran yang dalam jangka pendek harus dipenuhi, sepertikebutuhan anggaran untuk kesehatan, subsidi, pembayaran cicilan hutang luarnegeri yang juga mendesak harus dipenuhi. Namun di sisi lain perludipertimbangkan kemampuan Departemen Pendidikan Nasional dalam menyerapanggaran. Sehingga jangan sampai anggaran besar yang sudah diperjuangkanpada akhirnya tidak dapat dimanfaatkan dengan baik dan terjadi kebocoran disana-sini. Selain itu, bagaimana anggaran itu digunakan apakah benar-benarefektif dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Sehingga pada tahun 2007 kenaikan anggaran pendidikan prioritas utamadalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun demikian,dalam APBN 2007, pemerintah belum juga dapat memenuhi alokasi anggaranpendidikan minimal 20 persen. Tidak terpenuhnya alokasi anggaran pendidikansebesar meneurt alasan semata-mata karena keterbatasan anggaranpemerintah. Tentunya upaya pemerintah agar anggaran pendidikan dalam APBNbisa mencapai minimal 20 persen seiring dengan naiknya anggaran negara danmembaiknya perekonomian. Dengan tidak terpenuhinya anggran pendidikan pada APBN 2007, Undang-Undang nomor 18/2006 tentang APBN 2007 kembali diuji pada sidang mayerildi Gedung Mahkamah Konstitusi. Dimana dalam APBN 2007 yangmengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 11,8 persen ini kemabli digugatoleh Persatuan Guru Republik Indonesia. Menurut penilaian alokasi anggaranpendidikan 11,8 persen atau Rp 90,1 triliun dalam APBN 2007 bertentangandengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945disebutkan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Uji

  • 65

    materi atas APBN tentang anggaran pendidikan ini yang kedua kali diajukanPGRI.25 Namun demikian pada RAPBN 2008 nampaknya pemerintah belumjuga menunjukkan komitmen prioritas terhadap anggaran pendidikan. Hal ini faktanyaprosentase alokasi anggaran untuk sektor itu justru makin berkurang. Alokasianggaran pendidikan seharusnya secara bertahap meningkat hingga 20 persen,dimanan seharusnya pada tahun 2008 anggaran pendidikan menjadi 17,4 persen.Hal ini dapat dilihat dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(RAPBN) 2008, Pemerintah mengajukan anggaran untuk fungsi pendidikansebesar 10,88 persen dari total belanja pemerintah pusat sebesar Rp 564,6triliun. Angka tersebut secara nominal lebih besar dari anggaran pendidikantahun 2007 yang hanya sebesar Rp 43,489 triliun. Namun dari prosentase APBN,pada tahun anggaran 2007 pendidikan mendapat porsi 11,8 persen. Telah beberapa kali dikemukakan bahwa alokasi anggaran sebesar 20persen untuk sektor pendidikan merupakan amanat konstitusi. UUD 1945 Pasal31 Ayat 4 menegaskan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikansekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhanpenyelenggaraan pendidikan nasional. Demikian pula Undang-Undang Nomor20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 49 ayat (1) yang menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biayapendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan minimal20 persen dari APBD. Memang untuk bisa memenuhi amanat konstitusi tersebut selain diperlukankesadaran politik (political will) dari para penyelenggara negara, juga harus melihatanggran negara secara keseluruhan. Sejauh ini sulitnya realisasi alokasianggaran 20 persen tidak terlepas dari ego sektoral tiap departemen untukmendapatkan pagu yang besar bagi program kerjanya. Untuk memenuhianggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari dana APBN, Komisi Xtelah bertemu dengan 7 menteri pada tahun 2005. Ketujuh menteri tersebutadalah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Menteri Pendidikan Nasional,Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, MenteriPerencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan PerencanaanPembangunan Nasional, Menteri Agama, dan Menteri Keuangan. Hasil dari pertemuan tersebut disepakati bahwa alokasi anggaranpendidikan sebesar 20 persen akan direalisasikan secara bertahap. Rentang

    25 www.tempo Interaktif.com, f Senin, 08 Januari 2007

  • 66

    kenaikannya dari yang semula hanya 6,6 persen pada tahun 2004, menjadi 9,3persen untuk tahun 2005, 12 persen untuk tahun 2006, 14,7persen untuk tahun2007, 17,4 persen tahun 2008, dan pada tahun 2009 menjadi 20,1 %. kendalaterbatasnya kas negara dan besarnya anggaran di tiap departemen, Komisi Xjuga mesti mempertimbangkan kemampuan Departemen Pendidikan Nasionaldalam menyerap anggaran. Karena jangan sampai anggaran besar yang sudahdiperjuangkan pada akhirnya tidak dapat dimanfaatkan dan terserap denganbaik dan terjadi kebocoran di sana-sini dan digunakan untuk hal-hal yang tidakproduktif.seperti tahun lalu daya serap departemen ini baru 86 persen. Yang lebih menherankan menurut kajian ICW, anggaran pendidikan selamaini lebih banyak tersedot untuk urusan birokrasi daripada membenahi mutu dankualitas pendidikan nasional. Dengan kondisi seperti ini, artinya kenaikananggran sebesar apapun belum tentu akan meningkatkan kualitas pendidikan.DPR dapat saja terus menuntut kenaikan, namun pada saat implentasinyakementrian Depiknas sulit untuk melakukan perencanaan agar anggran tersebutbenar-benar efektif. sehingga seharusnya menjadi prioritas utama pembangunanbangsa anggran besar akan menjadi mubazir. Bila hanya menuntut menambah jumlah anggaran bagi pendidikan demiterjadinya pemerataan akses dan pemberantasan buta aksara, maupunpeningkatan mutu pendidikan, termasuk kesejahteraan guru berikut sarana danprasarana sangat setuju. Namun para birokrasi Depdiknas pun, lanjutnya, harusmemangkas anggaran untuk belanja pejabat. Anggaran di Depdiknas harusproporsional, yakni 70 persen untuk kepentingan publik dan 30 persen untukbelanja pejabat. Jangan sampai justru anggaran untuk pos yang penting sepertidana untuk pendidikan luar bisa (PLB) yang dipangkas. Di samping itu,peningkatan anggaran pendidikan pun harus dibarengi dengan peningkatan mutupelayanan bagi siapa saja yang berkepentingan pendidikan. Untuk itu, perlupeningkatan pengawasan, akuntabilitas dan transparansi anggaran. Dari anggaran yang tersedia, program BOS mendapat alokasi Rp 10,3triliun. Program tersebut masuk dalam mata anggaran di Ditjen ManajemenPendidikan Dasar dan Menengah. Anggaran terbesar, yakni Rp 21,1 triliun,masuk ke Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Itu termasukpelaksanaan berbagai program pelayanan pendidikan. Misalnya, BOS Rp 10,3triliun dan BOS Buku Rp 796 miliar. Pada 2007, BOS dan BOS Buku mencapaiRp 11,5 triliun. Kemudian, untuk program percepatan sertifikasi guru disiapkan anggaranRp 728 miliar, tunjangan fungsional guru Rp 1,7 triliun, dan tunjangan profesi

  • 67

    guru sekitar Rp 1 triliun. Sedangkan untuk pembangunan dan rehabilitasi kelasdisediakan anggaran Rp 1 triliun. Pada 2008, Depdiknas juga menyiapkan Rp485 miliar untuk beasiswa bagi mahasiswa. Khusus BOS Buku, anggarannyameningkat dari Rp 20.000 per buku per siswa menjadi Rp 22.000 per buku persiswa. Di tahun 2006, dana BOS Buku hampir Rp 1 triliun, di tahun 2007 hanyaRp 594,79 miliar, dan pada 2008 meningkat menjadi Rp 796 miliar. Menyinggunghasil evaluasi penyaluran dana BOS 2006, ternyata ada sisa anggaran yangdikembalikan ke kas negara. Dari total dana BOS 2006 senilai Rp 5,14 triliun,yang disalurkan hanya Rp 4,99 triliun. Melihat penggunaan anggran tersebutdiatas bagaimana dengan kondisi sekolah-sekolah yang banyak yang telahambruk, bukan di daerah yang terpencil, bahkan lokasi sekolah rusak jugadialmi juga oleh masyarakat ibukota. Berkaitan dengan masalah tersebut menurut Divisi Pelayanan PublikIndonesia Corruption Watch (ICW), menyatakan peningkatan anggaranpendidikan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pelayanan pendidikannasional. Pasalnya, anggaran pendidikan selama ini lebih banyak tersedot untukurusan birokrasi daripada membenahi mutu dan kualitas pendidikan nasional.Belum tercapainya anggaran pendidikan minimal 20 persen APBN, seperti yangdiamanatkan UUD 1945, tetap harus dilihat sebagai bentuk pengingkaranpemerintah terhadap konstitusi.

    2. Kemampuan Negara Hasil yang telah ditetapkan oleh panitia kerja anggaran Komisi X DPRmenyatakan bahwa anggaran pendidikan merupakan anggaran fungsi pendidikandi luar anggaran untuk gaji pendidik dan pendidikan kedinasan yangpersentasenya dihitung berdasarkan anggaran belanja pusat (Irwan Prayitno,2007). Belum ada jaminan, setelah rumusan disepakati, anggaran pendidikanmeningkat sesuai dengan amanat UUD 1945. Sebab, pemerintah masih berkukuhbahwa alokasi yang besar di sektor pendidikan akan mengorbankan sektor lainyang juga penting, seperti kesehatan atau infrastruktur. Apalagi Indonesia jugamesti membayar cicilan pokok dan bunga utang luar negeri yang porsinyamencapai 25 persen dari total anggaran. Namun bila mendengan penjelasan pemerintah melalui Dirjen Anggaransoal anggaran pendidikan dalam APBN 2003 misalnya, Pemerintah tetap sulitpenuhi amanat UUD 45. Dalam penjelasan pada saat itu, Direktur Jenderal(Dirjen) Anggaran Departemen Keuangan (Depkeu) Anshari Ritonga menegaskankembali bahwa pada tahun 2003 negara belum mampu memenuhi amanat UUD

  • 68

    1945, yakni meminta pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selainkarena krisis keuangan, beban bunga/cicilan utang, subsidi, dan danaperimbangan juga mempersempit ruang gerak pemerintah untuk bisamelaksanakan secara murni amanat tersebut. Dari hasil amandemen UUD 1945Pasal 31 yang mewajibkan negara memprioritaskan anggaran pendidikan minimal20 persen dari APBN dan APBD masih menyisakan pertanyaan yang perludiklarifikasi. Di antaranya, apakah pengertian negara dapat ditafsirkan dalamarti luas, sehingga sektor swasta pun tercakup di dalamnya? Apakah pengertianAPBN dalam konteks ini diambil dari total penerimaan, total belanja, atau daritotal belanja setelah dikurangi komponen non-discretionary (bunga, cicilan pokokutang luar negeri, subsidi, dan dana perimbangan)? Pasalnya, komponen tersebutmerupakan komponen bersifat given. Pengeluaran tersebut merupakan kewajibannegara yang penyebab dan tujuannya juga untuk pendidikan.

    Tentunya bila mendiskusikan hal ini dipastikan tidak akan adakesepakatan perlu juga diperjelas, seberapa luas lingkup pengertian anggaranpendidikan. Apakah hanya menyangkut sektor pendidikan, kebudayaan nasional,pemuda dan olahraga, atau dalam pengertian yang lebih sempit, yaknimenyangkut subsektor pendidikan dan subsektor pendidikan luar sekolah (PLS)?Atau, dalam pengertian yang lebih luas, yakni seluruh kegiatan pendidikan yangtersebar di berbagai sektor dan dilaksanakan oleh berbagai departemen. Karena,masyarakat ketahuo berbagai departemen juga menyelenggarakan pendidikanyang merekrut mahasiswanya secara terbuka. Belum lagi kegiatan pendidikandan latihan kedinasan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusiadan aparatur pemerintah, apakah anggran tersebut tidak masuk sebagai bagiandari anggran pendidikan..

    Bila dilihat dari deskripsi angka-angka, anggaran sektor pendidikantahun 2003 yang tersalur melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)berjumlah Rp 20,435 trilyun, terdiri dari anggaran rutin Rp 5,377 trilyun dananggaran pembangunan Rp 15,058 trilyun. Sementara anggaran pendidikan yangtidak tersalur melalui Depdiknas (non-sektor 11) sebesar Rp 2,034 trilyun,mencakup sektor pendidikan agama, pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi (iptek), serta pembinaan aparatur negara. Perlu dikemukakan, bahwatotal anggaran belanja negara tahun 2003 sebesar Rp 370,591 trilyun. Jumlahtersebut termasuk anggaran yang bersifat given/non-discretionary (cicilan pokok/bunga utang, subsidi, dan dana perimbangan) sebesar Rp 214,931 trilyun.Dengan demikian, persentase anggaran pendidikan terhadap total belanja negara

  • 69

    setelah dikurangi komponen non-discretionary adalah sebesar 13,13 persen.Apabila perhitungannya termasuk anggaran pendidikan non-sektor 11, makapersentasenya menjadi 14,43 persen.

    Bahkan, bila diperhitungkan dengan total anggaran pembangunan 2003sebesar Rp 65,129 trilyun, maka besarnya anggaran pembangunan sektorpendidikan sebesar 23,1 persen. Anggaran rutin sektor 11 terdapat pada 18departemen/lembaga non-departemen. Sementara anggaran pembangunansektor 11 terdapat pada lima departemen/lembaga non-departemen. Untuk belanjapegawai, teralokasikan anggaran untuk sekitar 4,6 juta orang pegawai negerisipil, TNI, dan polisi. Sementara belanja tenaga kependidikan teralokasikanuntuk 1,92 juta orang.

    Namun semu itu sangat tergantung seberapa besar komitmenpemerintah terhadap Alokasi Anggaran Pendidikan dalam upaya pembangunanpendidikan, yang antara lain tercermin dari anggaran pendidikan yang disediakandalam APBN dan APBD. Besarnya dana pendidikan seperti ditetapkan dalamamandemen Pasal 31 UUD 1945, dipertegas dalam Pasal 49 UU No. 20 Tahun2003 tentang Sisdiknas, bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biayapendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Olehkarena itu, secara sederhana, makin besar penerimaan negara dan daerah makinbesar alokasi dana untuk sektor pendidikan.

    Berkenaan dengan ketetapan besarnya dana pendidikan seperti diaturdalam UU, definisi rasio tersebut masih diperdebatkan berkaitan dengankomponen anggaran biaya, baik di kalangan pemerintahan maupun pengamatpendidikan. Namun demikian, berdasarkan kajian yang dilakukan DepartemenKeuangan, rasio dana pendidikan bisa mencapai 20% setelah tahun 2009,dengan asumsi pertumbuhan ekonomi dan belanja pendidikan rata- rata 5%dan 8% per tahun26

    Pada tingkat pusat mengingat adanya perbedaan struktur belanja negaramaka melihat perubahan alokasi anggaran pendidikan pemerintah pusat setelahpelaksanaan otonomi daerah, dan tidak membandingkannya dengan keadaansebelum otonomi daerah. Data yang digunakan untuk mengetahui perobahanalokasi anggaran pendidikan yang dialokasikan dari belanja pemerintah pusatbersumber dari beberapa UU mengenai APBN, yaitu:

    26 Media Indonesia Online, 27 Januari 2004, Pendidikan : Paling cepat 2009 Anggaran Pendidikan

    capai 20%

  • 70

    1) UU No. 14 Tahun 2003 tentang Perhitungan Anggaran Negara TA 2001;2) UU No. 21 Tahun 2002 tentang Perobahan atas UU No. 19 Tahun 2001

    tentang APBN TA 2002; dan3) UU No. 29 Tahun 2002 tentang APBN TA 2003.

    Dalam dokumen-dokumen tersebut alokasi dana dirinci berdasarkansektor dan subsektor. Bidang pendidikan termasuk ke dalam sektor pendidikan,kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemudadan olah raga (selanjutnya ditulis: sektor pendidikan dan kebudayaan). Sektorini dibagi lagi ke dalam 4 subsektor, yaitu: 1) pendidikan; 2) pendidikan luarsekolah dan kedinasan; 3) kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa; dan 4) pemuda dan olah raga. Besarnya alokasi dana rutin dan pembangunan dalam belanja pemerintahpusat yang diperinci berdasarkan sektor disajikan dalam Tabel Lampiran 1.Selama tiga tahun pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, sektorpendidikan dan kebudayaan rata- rata hanya menerima sekitar 2,3% dari totaldana rutin. Sebagian besar dana rutin (lebih dari 80%) dialokasikan pada sektorperdagangan, pengembangan usaha nasional, keuangan dan koperasi. Sektorlainnya yang memperoleh alokasi belanja rutin lebih dari

    B. Kendala dalam Pelaksanaan Faktor lain yang dianggap sebagai pemicu rendahnya kualitas pendidikandi Indonesia adalah minimnya anggaran untuk pendidikan. Dari alokasi anggaranini, jelas Indonesia belumlah negara yang menempatkan pendidikan sebagaiprioritas utama pembangunan dan belum melihat investasi pada manusia melaluipendidikan sebagai investasi jangka panjang. Lebih dari itu, hak rakyat akanpendidikan sebagai mandat konstitusi (Pasal 31 UUD 1945) juga belumsepenuhnya dijalankan di negara ini. Berdasarkan mandat Pasal 31 UUD 1945,negara wajib menyisihkan 20 persen anggaran belanja negara untuk pendidikan.Hal ini dipertegas lagi dengan UU No 20/2003 mengenai Sisdiknas yangmenekankan alokasi minimum 20 persen dari APBN dan APBD adalah taktermasuk gaji untuk guru. Berdasarkan kesepakatan DPR dan pemerintah tahun 200527, anggaranpendidikan secara bertahap akan ditingkatkan sebesar 2,7 persen per tahun,dari 6,6 persen dari belanja APBN tahun 2004, menjadi 9,29 persen (2005),

    27 Kesimpulan Rapat Komisi X dengan Menko Kesra, Mendiknas, Mendagri, Menpan, Meneg

    Bappenas, Menteri Agam dan Menteri Keuangan, Senin tanggal 4 Juli 2005

  • 71

    12,01 persen (2006), 14,68 persen (2007), 17,40 persen (2008), dan 20,10 persen(2009). Namun, dalam realisasinya dalam alokasi APBN, realisasinya, hinggasekarang anggaran rata-rata masih di bawah 10 persen, yakni 8,1 persen (2005).Untuk APBN 2007, anggaran untuk pendidikan Rp 90,10 triliun atau 11,8 persendari total nilai APBN Rp 763,6 triliun. Tahun 2006, pemerintah pusatmengalokasikan Rp 44,1 triliun atau 9,4 p