Manajemen Persalinan Letak Sunsang Pada Bekas SC
Transcript of Manajemen Persalinan Letak Sunsang Pada Bekas SC
BAB I
PENDAHULUAN
"Sekali cesarea, akan selalu bedah cesarea." Kata-kata ini dimulai
sejak tahun 1916 oleh para dokter kandungan di Amerika Serikat kepada
New York Asosiasi Obstetricians & Gynecologists. Sehingga, selama 50-60
tahun kedepan, mencerminkan sebagian besar pengelolaan kepada para
pasien dengan kelahiran secara cesarea sebelumnya.Caughey 2011 Dulu,
dikatakan bahwa seorang wanita yang pernah melahirkan secara cesarea,
untuk anak berikutnya sang ibu akan melahirkan dengan cara yang
sama.Flamm 1997 Pada 1988, tingkat kelahiran melalui seksio cesarea dari
seluruh persalinan sebanyak 25% yang mengalami peningkatan sebanyak
5% pada awal tahun 1970. Angka kelahiran cesarea di Amerika meningkat
dari 5-20.8% antara tahun 1970 dan 1995, dan mencapai 24.7% pada 1998.
Hanya sekitar 3% dari bayi lahir hidup melalui persalinan pervaginam setelah
riwayat sesarea sebelumnya.Caughey 2011
Saat ini banyak wanita yang pernah melahirkan secara cesarea dapat
melahirkan secara vaginal dengan aman yang disebut kelahiran “Vaginal
Birth After Cesareaean” (VBAC). Meskipun upaya percobaan persalinan
pervaginam setelah riwayat cesarea sebelumnya secara praktik dapat
diterima, namun tingkat percobaan persalinan pervaginam yang sukses
setelah cesarea sebelumnya mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir.
Terdapat sekitar 40-50% wanita yang mencoba VBAC pada tahun 1996 dan
sedikitnya terdapat 20% dari pasien dengan kelahiran cesarea sebelumnya
yang melakukan percobaan persalinan pervaginam pada tahun 2002. Hobbins
2008; Caughey 2011
Penanganan persalinan pada bekas seksio sesarea dapat dengan
melakukan persalinan pervaginam/Vaginal Birth After Cesarean, jika gagal
dilanjutkan dengan seksio cesarea darurat atau dengan seksio cesarea
1
ulangan. Keuntungan dan kerugian mengulangi seksio sesarea dan mencoba
persalinan pervaginam pada pasien dengan bekas seksio cesarea harus
benar-benar dipertimbangkan. Persalinan pervaginam dilakukan apabila
syarat-syarat “Trial of Scar “ terpenuhi.Scott JR, 1997
Salah satu komplikasi dari percobaan VBAC yaitu terjadinya ruptur
uteri. Beberapa penelitian telah melaporkan adanya percobaan VBAC yang
gagal dan berakhir dengan ruptura uteri. Sebagian orang khawatir terjadinya
ruptura uteri saat percobaan VBAC, yang mengakibatkan turunnya jumlah
VBAC di negara maju dan meningginya angka bedah cesarea.Cheung 2008 Pada
tahun 1999, sebuah pedoman dari American College of Obstetricians dan
Gynecologists (ACOG) dengan jelas menyatakan bahwa pasien yang
menjalani percobaan VBAC memerlukan kehadiran dari dokter kandungan,
ahli anestesi, dan staf lainnya yang mampu melaksanakan suatu kelahiran
cesarea darurat pada percobaan VBAC yang gagal.Hobbins 2008
Dalam upaya untuk mengatasi tingkat kelahiran secara sectio
cesareaea yang meningkat, American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) pada tahun 1988 merekomendasikan bahwa
kebanyakan wanita dengan satu kelahiran cesarea sebelumnya dengan insisi
uterus melintang rendah, harus diberi konseling untuk mencoba kelahiran
melalui vagina pada kehamilan berikutnya. Dengan demikian, frekuensi
persalinan pervaginam setelah bedah cesarea sering disebut sebagai VBAC
meningkat secara signifikan. Cunningham 2010
Berikut ini akan diajukan suatu kasus dengan Diagnosa G2P1A0H1
parturient aterm kala I fase aktif + Bekas SC, Janin Hidup Tunggal Intra
Uterin, Presentasi Bokong Sakrum Depan HII-III. Pasien diterminasi dengan
Seksio Cesarea lahir bayi Laki-laki dengan berat badan 3282 gram, panjang
badan 50 cm, dan A/S : 8/9. Masalah yang timbul pada kasus ini adalah
pasien merupakan bekas SC dengan letak bokong datang dalam kondisi
inpartu dan mengalami kemajuan persalinan dengan his yang adekuat. Pada
pasien ini dilakukan terminasi secara seksio cesarea dengan pertimbangan
2
bahwa malpresentasi merupakan kontraindikasi untuk dilakukan VBAC. SOGC,
1997 dan Scott, 1997, Perhimpunan Kedokteran Fetomaternal, 2011
Hal yang menarik disini adalah kepustakaan yang ada hanya
menyebutkan kontraindikasi VBAC pada letak sungsang, pada kehamilan
cukup bulan yang tidak inpartu, sedangkan pada kasus ini pasien datang
dalam kondisi inpartu dimana ada kemungkinan besar bayi bisa dilahirkan
secara pervaginam tetapi pasien ditatalaksana secara seksio cesarea, oleh
karena itu penulis tertarik untuk mengambil kasus ini sebagai bahan
presentasi kasus dimana pada kasus ini penulis lebih setuju ditatalaksana
secara pervaginam diluar kelaziman tindakan.
3
BAB II
KASUS
Nama : Ny. Desmawati
Umur : 29 tahun
No. RM : 78 07 56
Alamat : Kampung Jua no.44
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 10-4- 2012
Seorang pasien wanita usia 29 tahun datang ke KB RSMJ tanggal 10-4-2012,
pukul 15.45 WIB kiriman RSUD Air Pacah dengan Diagnosa G2P1A0H1
Inpartu kala I fase aktif +anak hidup tunggal intra uterin+Letsu+Bekas SC
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri pinggang menjalar keari-ari sejak 7 jam yang lalu
Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 7 jam yang lalu
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu
Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
Tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu, menarche usia 13 tahun. siklus
haid 3 bulan terakhir, tidak teratur lamanya 5-7 hari, banyaknya 2-3 x
ganti duk, nyeri (-), kontrasepsi minum pil KB dari tahun 2008-2010
HPHT : lupa, (terakhir haid bulan juli) TP : sukar ditentukan
Gerak anak dirasakan sejak ± 5 bulan yang lalu.
Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan (-).
Pasien kontrol kehamilan ke bidan tiap bulan.
Riwayat hamil tua : mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :4
Tidak ada riwayat alergi
Tidak ada riwayat penyakit asma dan penyakit paru lainnya
Tidak ada riwayat penyakit darah tinggi
Tidak ada riwayat penyakit kencing manis
Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, dan ginjal lainnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat keluarga mempunyai penyakit keturunan, menular dan
kejiwaan.
Riwayat Perkawinan : 1x bulan agustus Tahun 2007
Riwayat Kehamilan / Persalinan / Abortus : 2 / 0 / 1
I. Tahun 2008, ♀ , 3300 gr, cukup bulan, SC a.i PRM lama, RS
swasta, anak hidup, luka operasi sembuh dalam 7 hari.
II. Sekarang
Riwayat Kontrasepsi : minum pil kontrasepsi dari tahun 2008-2010
Riwayat Imunisasi : (-)
Pemeriksaan Fisik
KU : Sedang
Kesadaran : Komposmentis, kooperatif
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 65 kg
BB sebelum hamil : 55 Kg
LILA : 26 cm
BMI : 24,4 kg/m2
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37 C⁰
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar5
Thorak :
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di LMCS ICS V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
o Kanan : ICS IV parasternal dekstra
o Kiri : ICS II midclavikula sinistra
o Atas : ICS II parasternal sinistra
Auskultasi : bunyi jantung murni reguler, murmur (-)
- Pulmo
Inspeksi : simetris, kiri=kanan
Palpasi : vokal fremitus, kiri=kanan
Perkusi : sonor, kiri=kanan
Auskultasi : vesikuler, kiri=kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : status obstetrikus
Genitalia : status obstetrikus
Ekstremitas : edema -/-, Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis -/-
Status Obstetrikus
Muka : Chloasma gravidarum (+)
Mammae : membesar, areolla & papilla hiperpigmentasi, colostrum (+)
Abdomen :
Inspeksi : Tampak membuncit sesuai kehamilan aterm
Linea mediana hiperpigmentasi, sikatrik (+)
Panensteil, striae gravidarum (+)
Palpasi : L1 - Fundus uteri teraba 3 jari bawah proc. xypoideus
Teraba massa bulat keras, melenting
L2 - Tahanan terbesar janin teraba di sebelah kiri
Bagian kecil janin teraba di sebelah kanan
L3 - Teraba massa besar, lunak , noduler
6
L4 - paralel
TFU : 33 cm TBA : (33-12)x155=3255 gram
His : 3-4x / 45” / K
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal, DJJ : 149 x/mnt
Genitalia :
Inspeksi : Vulva & uretra tenang, tumor (-), varikoses (-),
lividae (+), sikatriks (-)
Vaginal Toucher : Ø 6-7cm
Ketuban (-) mekonium (+)
Teraba bokong-sakrum depan HII-III
UPD :
- Promontorium sulit dinilai
- Linea inominata sulit dinilai
- Dinding samping panggul sulit dinilai
- os. Sacrum cekung
- Spina ischiadica tidak menonjol
- os. Coccigeus mudah digerakkan
- Arcus pubis > 90⁰
UPL : DIT dapat dilewati satu tinju orang dewasa (>10.5cm)
Kesan : Panggul luas
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
Hb : 12,9 gr/dl
Lekosit : 14.600/mm³
Hematokrit : 41%
Trombosit : 313.000/mm3
Diagnosis : G2P1A0H1 parturient aterm kala I fase aktif + Bekas SC
7
Janin hidup tunggal intra uterin, presentasi bokong sakrum
depan HII-III
Sikap :
Kontrol keadaan umum,tanda vital, his, dan DJJ
Informed consent
Siapkan darah ke PMI
Antibiotika (skin test)
Konsul anestesi dan lapor OK
Rencana : SC sito
Tanggal 10 -4- 2012,
Pukul 16.55 WIB : Dilakukan SCTPP
Pukul 17.00 WIB
Lahir seorang bayi laki-laki (♂) secara SCTPP, dengan :
- Berat Badan : 3282gram
- Panjang Badan : 50 cm
- APGAR Score : 8/9
Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan pada tali pusat, lengkap, 1 buah,
ukuran 17x16x2.5 cm, berat ± 500 gr, panjang tali pusat ± 50cm, insersi
parasentralis.
Dilakukan pemasangan IUD
Perdarahan selama tindakan : ± 250 cc
Diagnosis : P2A0H2 Post SCTPP a.i Bekas SC+ Letsu + akseptor IUD
Ibu dan anak dalam perawatan
Sikap : Awasi Pasca Tindakan
Pasca Tindakan8
Jam Waktu TD Nadi Respirasi Suhu TFU Kontraksi Kandung PPV
Uterus Kemih
I 17.00 110/70 80 20 36.4 2 jbpst Baik
17.15 110/70 80 20 2 jbpst Baik
17.30 110/70 80 22 2 jbpst Baik 40cc
II 18.00 110/70 80 20 36.7 2 jbpst Baik
18.30 110/70 82 20 2 jbpst Baik
19.00 110/70 82 20 2 jbpst Baik 50cc 1 duk
Tanggal 10 -4- 2011
19.00 wib
Keluhan : demam (-), perdarahan pervaginam (-), ASI +/+, BAK (+) via
kateter, BAB (-)
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposentis, kooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36.7 C⁰
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : tampak sedikit membuncit, luka operasi tertutup verband
Palpasi : Fundus uteri teraba 2 jari di bawah pusat, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-), defense muscular (-)
Perkusi : Timpani
9
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : vulva dan uretra tenang, perdarahan pervaginam (-)
Ekstremitas : edema -/-, Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis -/-
Diagnosis : P2A0H2 Post SCTPP a.i Bekas SC+Letsu+Nifas hari I
Ibu dan anak baik
Sikap :
Kontrol keadaan umum, tanda vital, perdarahan pervaginam
Pasien tidur telentang dengan satu bantal
IVFD RL:D5% : 3:1 28 tetes / menit
Cek HB post operasi
Ceftriaxon 2x1gr
Pronalges supp K/P
Boleh minum bila BU (+) normal
Tanggal 11 April 2012, jam 07.00 wib
Keluhan : demam (-), perdarahan pervaginam (-), ASI +/+, BAK (+) via
kateter, BAB (-)
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposentis, kooperatif
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36.5 C⁰
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen :
10
Inspeksi : tampak sedikit membuncit, luka operasi tertutup verband
Palpasi : Fundus uteri teraba 2 jari di bawah pusat, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-), defense muscular (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : vulva dan uretra tenang, perdarahan pervaginam (-)
Ekstremitas : edema -/-, Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis -/-
Diagnosis : P2A0H2 Post SCTPP a.i bekas SC+Letsu+akseptor IUD Nifas
hari II
Ibu dan anak baik
Sikap :
Kontrol keadaan umum, tanda vital, perdarahan pervaginam
Diet tinggi kalori tinggi protein
Breast care dan vulva hygiene
Mobilisasi
Terapi : Ceftriaxon 2 x 1 gram
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Benovit C 1 x 1 tab.
Rencana :pindah KR
Pukul 18.00 pasien minta pulang paksa dengan alasan takut gempa.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA11
A. Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)
1. Definisi
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) ialah proses persalinan
pervaginam yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami
seksio cesarea pada kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami
operasi pada kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami operasi
pada dinding rahim (misalnya satu ataupun lebih miomektomi
intramural).Scott JR, 1997
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi VBAC
Awal tahun 1989, karena terdapatnya peningkatan jumlah
wanita yang melahirkan pervaginam, semakin banyak laporan yang
mengenai peningkatan angka kejadian ruptura uteri. Morbiditas dan
mortalitas perinatal mengakibatkan beberapa ahli menyarankan bahwa
VBAC mungkin lebih berisiko Flamm, 1997; Leveno , 1999; Scott, 1991.
Pada tahun 1998 dan 1999, American College of Obstetricians
and Gynecologists (ACOG) mengeluarkan pernyataan terbaru untuk
mendukung VBAC, akan tetapi memerlukan tindakan yang hati-hati
dalam melaksanakan VBAC. Selanjutnya, terdapat presentase wanita
yang lebih sedikit untuk melakukan VBAC, dan ada peningkatan yang
sesuai pada tingkat kelahiran cesarea secara keseluruhan. Pada
tahun 2007, tingkat VBAC di AS turun ke tingkat 8.5% (Hamilton dan
rekan, 2009). Cunningham 2010
Menurut ACOG tahun 1999 memberikan rekomendasi untuk
menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan pervaginam
pada bekas seksio cesarea.
Kriteria seleksinya adalah sebagai berikut :
12
Riwayat 1 atau 2 kali seksio cesarea dengan insisi segmen bawah
rahim
Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan
monitoring, persalinan dan seksio cesarea emergensi
Sarana dan personil anestesi siap untuk menangani seksio
cesarea darurat
Dalam menentukan kesuksesan persalinan pervaginam pada
pasien bekas SC ada beberapa penilaian yang dapat dipakai. Diantara
beberapa sistem penilaian yang telah diajukan untuk memprediksi
keberhasilan persalinan pervaginam pada wanita yang mempunyai
riwayat persalinan seksio cesarea pada persalinan terdahulunya, salah
satunya adalah sistem penilaian Flamm - Geiger. Pada sistem
penilaian Flamm - Geiger, variabel yang digunakan untuk memprediksi
keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio cesarea
adalah usia ibu < 40 tahun, riwayat persalinan pervaginam sebelum
seksio cesarea dan indikasi seksio cesarea terdahulu selain distosia,
penipisan serviks saat masuk, pembukaan saat masuk ≥ 4 cm. Untuk
meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas
seksio cesarea, Flamm - Geiger menetapkan sistem penilaian seperti
yang tertera pada tabel 1 di bawah ini. Cuningham, 2010
No Karakteristik Skor
13
1
2
3
4
5
Usia < 40 tahun
Riwayat persalinan pervaginam
- sebelum dan sesudah seksio cesarea
- persalinan pervaginam sesudah seksio cesarea
- persalinan pervaginam sebelum seksio cesarea
- tidak ada
Alasan seksio cesarea terdahulu yang lain
Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah
Sakit dalam keadaan inpartu:
- 75 %
- 25 – 75 %
- < 25 %
Dilatasi serviks 4 cm
2
4
2
1
0
1
2
1
0
1
Tabel 1 Skoring menurut Flamm dan Geiger
Dari variabel-variabel tersebut didapatkan nilai total 0 - 2 maka
kesempatan untuk melahirkan pervaginam setelah bekas seksio
cesarea sebesar 49%, untuk nilai total 3 – 7 memiliki rata – rata untuk
keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio cesarea
sebesar 77%, di mana untuk skor 3 didapatkan angka keberhasilan
pervaginam sebesar 59,9% dan untuk skor 7 didapatkan angka
keberhasilan persalinan pervaginam sebesar 92,6%, jika skor 8 – 10
kesempatan untuk melahirkan pervaginam pada pasien dengan bekas
seksio cesarea sebesar 95%.Cuningham, 2010
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap score
development group diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini :
14
Skor Angka Keberhasilan (%)
0-2
3
4
5
6
7
8-10
42-49
59-60
64-67
77-79
88-89
93
95-99
Total 74-75
Tabel 2 Angka keberhasilan VBAC menurut Flamm dan Geiger
Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring yang
bertujuan untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam
pada bekas seksio cesarea, adapun sistem skoring yang digunakan
adalah
FAKTOR TIDAK YA
Bishop Score 4
Riwayat persalinan pervaginam sebelum seksio
cesarea
Indikasi seksio cesarea yang lalu
Malpresentasi, Preeklampsi/Eklampsi, Kembar
HAP, PRM, Persalinan Prematur
Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat
Makrosemia, IUGR
0
0
0
0
0
0
4
2
6
5
4
3
Tabel 3 Skoring menurut Weinstein dkk
15
Angka keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio
cesarea pada sistem skoring menurut Weinstein dkk adalah seperti
di tabel berikut:
Nilai scoring Keberhasilan
4
6
8
10
12
58 %
67 %
78 %
85 %
88 %
Tabel 4 Angka keberhasilan VBAC menurut Weinstein dkk
Indikasi seksio yang lalu Keberhasilan VBAC
1. Letak sungsang
2. Fetal distress
3. Solusio plasenta
4. Plasenta previa
5. Gagal induksi
6. Disfungsi persalinan
91
84
100
100
79.6
63.4
Dikutip dari Flamm Cuningham, 2010
Tabel 5. Hubungan indikasi seksio cesarea lalu dengan keberhasilan
penanganan persalinan pervaginam bekas seksio cesarea
a. Karakteristik Maternal
Dalam percobaan VBAC, terdapat 3 penelitian yang semuanya
menunjukkan bahwa wanita dengan obesitas memiliki risiko lebih
tinggi gagal dalam percobaan VBAC. Peningkatan berat badan selama
hamil telah terbukti dapat meningkatkan risiko kegagalan dalam VBAC,
16
akan tetapi penurunan berat badan selama kehamilan tidak
menunjukkan perbaikan dalam keberhasilan VBAC. Caughey 2011
Usia ibu juga diteliti dalam beberapa studi dalam literatur VBAC.
Wanita yang lebih tua dari 40 tahun yang telah mengalami kelahiran
cesarea sebelumnya memiliki risiko yang lebih tinggi, yaitu sekitar 3
kali lipat untuk gagal dibandingkan dengan wanita yang lebih muda
dari 40 tahun. Dalam satu sistem penilaian, wanita yang lebih muda
dari 40 tahun diberi jalur tambahan sebagai prediktor untuk VBAC
yang sukses (Flamm et al, 1997). Caughey 2011
b. Jenis Insisi pada uterus
1. Klasik histerotomi
Tidak diragukan lagi, seorang dokter tidak akan merasa
aman membiarkan seorang pasien yang telah memiliki riwayat
histerotomi klasik sebelumnya untuk menjalani suatu VBAC.
Pasien dengan histerotomi klasik sebelumnya memiliki risiko
terjadinya ruptura uteri yang lebih tinggi pada kehamilan
berikutnya. Risiko ruptura uteri dapat dihindari dengan jalan
persalinan dilakukan sebelum kehamilan 36-37 minggu. Meskipun
data yang tersedia terbatas, risiko ruptura uteri pada kelompok
pasien diatas diperkirakan sebesar 6-12%. Caughey 2011
2. Low vertikal (Krönig) histerotomi
Penelitian kohort retrospektif telah menunjukkan bahwa
risiko terjadinya ruptura uteri tidak lebih besar pada pasien yang
telah mengalami sayatan vertikal di segmen bawah uterus
dibanding mereka dengan sayatan melintang. Tingkat terjadinya
ruptura uteri dari studi ini sebesar 0.8-1.3%. Ketika
membandingkan pasien dengan histerotomi Krönig sebelumnya
dengan pasien dengan sayatan melintang rendah, tidak ada
17
perbedaan statistik, baik analisis univariat maupun multivariat. Caughey 2011
3. Low transverse (Kerr) histerotomi
Kebanyakan bayi yang dilahirkan melalui abdominal dengan
sayatan melintang di segmen bawah rahim (Kerr hysterotomy).
Dalam beberapa penelitian kohort retrospektif yang besar, tingkat
ruptura uteri yang dilaporkan sebesar 0.3-1%. Tingkat ruptura uteri
sebesar 0.5-1% (1 dari 200 - 1 dari 100) biasanya didapat pada
pasien tanpa resiko tambahan lainnya. Caughey 2011
c. Riwayat infeksi sebelumnya
Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan yang
memiliki riwayat infeksi pada saat melahirkan secara cesarea
sebelumnya memiliki risiko terjadinya ruptura uteri yang lebih tinggi
saat melakukan percobaan VBAC. Mekanisme kausal diasumsikan
oleh karena penyembuhan yang buruk dari histerotomi terhadap
infeksi.
d. Berat lahir
Berat janin lebih dari 4000 gram berhubungan dengan 4 kali
risiko untuk seksio cesarea. Angka keberhasilan VBAC untuk janin
dengan berat lebih dari 4000 gram adalah 58-73%, sedangkan untuk
janin dengan berat lebih dari 4500 gram adalah 43%.
e. Riwayat obstetri dan Indikasi persalinan cesarea sebelumnya
Adanya riwayat obstetri sangat penting untuk menentukan
keberhasilan sebuah VBAC. Indikator dari meningkatnya sebuah
keberhasilan VBAC termasuk diantaranya tidak terdapat riwayat sectio
cesarea yang berulang pada persalinan sebelumnya misalnya untuk
indikasi presentasi sungsang, plasenta previa dan adanya riwayat
18
persalinan secara pervaginam sebelumnya. Riwayat disproporsi
cephalopelvic (CPD), partus tidak maju, tidak adanya riwayat
persalinan pervaginam sebelumnya, atau kelahiran cesarea
sebelumnya dilakukan pada kala dua persalinan sebagai prediktor
negatif keberhasilan dalam persalinan berikutnya. Caughey 2011
Pasien dengan lebih dari satu kali seksio cesarea meningkatkan
risiko terjadinya ruptura uteri hingga mencapai 5 kali dibandingkan
dengan pasien yang hanya 1 kali seksio cesarea sebelumnya.
Beberapa studi telah meneliti indikasi untuk kelahiran cesarea
sebelumnya sebagai prediktor hasil dalam VBAC. Dalam semua studi,
CPD memiliki tingkat keberhasilan VBAC terendah (60-65%), fetal
distres memiliki tingkat keberhasilan kedua terendah VBAC (69-73%).
Indikasi Nonrecurrent, seperti kelahiran sungsang, herpes, dan
plasenta previa, dikaitkan dengan tingkat keberhasilan tertinggi (77-
89%). Partus tidak maju, CPD, atau distosia sebagai indikasi yang
terkait dengan proporsi yang lebih tinggi pada pasien untuk tidak
melakukan VBAC. Dalam meta analisis dari literatur yang ada sebelum
tahun 1990, Rosen et al menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat
persalinan cesarea sebelumnya atas indikasi CPD, mempunyai
kemungkinan VBAC yang besar untuk gagal. Cunningham 2010
f. Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya
Pasien dengan riwayat persalinan pervaginam sebelumnya
memiliki kemungkinan berhasilnya VBAC yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien tanpa kelahiran pervaginam sebelumnya.
Selanjutnya, wanita yang berhasil melakukan VBAC memiliki tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi dalam persalinan berikutnya
dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat persalinan
pervaginam setelah sectio cesarea. Dalam perbandingan yang
disesuaikan, pasien dengan satu persalinan pervaginam sebelumnya
19
memiliki tingkat keberhasilan VBAC 89% dibandingkan dengan pasien
tanpa riwayat persalinan pervaginam sebelumnya, yaitu sekitar 70%.
Penelitian lain juga menyebutkan, pasien dengan VBAC sebelumnya,
tingkat keberhasilan 93% dibandingkan dengan pasien tanpa VBAC
sebelumnya, yaitu sebanyak 85 %. Caughey 2011
Hanya satu studi meneliti dengan seksama mengenai riwayat
persalinan pervaginam sebelumnya sebagai variabel. Sebuah studi
pada tahun 2000 oleh Zelop et al menunjukkan bahwa pasien dengan
persalinan pervaginam sebelumnya memiliki risiko sebesar 0.2% untuk
terjadinya ruptura uteri dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat
persalinan pervaginam sebelumnya, yaitu sebesar 1.1%. Rasio odds
yang disesuaikan mengendalikan faktor pembaur adalah 6.2. Tidak
ada penelitian yang membandingkan tingkat ruptura uteri pada pasien
dengan VBAC sebelumnya dengan mereka yang melahirkan melalui
vagina sebelum kelahiran cesarean.Caughey 2011
Setiap persalinan melalui vagina sebelumnya, baik sebelum
atau setelah melahirkan cesarea, secara signifikan meningkatkan
prognosis untuk melakukan persalinan melalui vagina selanjutnya baik
secara spontan atau diinduksi (Grinstead dan Grobman, 2004; Hendler
dan rekan kerja, 2004; Mercer dan rekan, 2008). Adanya riwayat
persalinan melalui vagina juga menurunkan resiko ruptura uteri
berikutnya dan morbiditas lainnya (Cahill dan rekan kerja, 2006; Zelop
dan rekan, 2000). Memang, faktor prognosis yang paling
menguntungkan adalah adanya riwayat persalinan melaui vagina
sebelumnya. American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) 2004, telah menetapkan bahwa bagi wanita dengan dua
kelahiran cesarea secara low transverse, hanya bagi mereka yang
pernah melahirkan melalui vagina sebelumnya harus dipertimbangkan
untuk menjadi calon untuk percobaan VBAC. Cunningham 2010
20
g. Dilatasi serviks pada persalinan cesarea sebelumnya
Hanya satu studi dengan hati-hati yang menguji dilatasi serviks
pada saat kelahiran cesarea sebelumnya. Dalam studi ini, tingkat
dilatasi serviks dalam penyampaian sebelumnya secara langsung
berhubungan dengan kemungkinan keberhasilan dalam persalinan
berikutnya. Misalnya, pasien dengan dilatasi serviks sebanyak 5 cm
atau kurang pada saat persalinan mereka memiliki kemungkinan 67%
VBAC yang sukses dibandingkan dengan pasien dengan dilatasi
serviks sebesar 6-9 cm, yaitu sebanyak 73%. Tingkat keberhasilan
yang jauh lebih rendah bagi pasien dengan partus tidak maju pada
kala dua, hanya sekitar 13% dari pasien dengan dilatasi serviks yang
lengkap saat persalinan memiliki VBAC sukses. Dalam studi yang
sama, pasien dengan riwayat persalinan cesarea sebelumnya pada
kala satu dari persalinan memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk
keberhasilan VBAC dibanding dengan mereka yang telah memasuki
kala dua persalinan. Namun, dalam studi ini, terdapat sekitar 66%
VBAC yang berhasil dari pasien yang menjalani persalinan secara
cesarea sebelumnya. Caughey 2011
Serviks yang sudah berdilatasi atau mendatar pada saat
persalinan berhubungan dengan keberhasilan persalinan pervaginam.
Flamm et al menunjukkan bahwa pasien dengan dilatasi serviks lebih
atau sama dengan 4 cm mempunyai angka keberhasilan VBAC kurang
lebih 86 %.
h. Usia Gestasi
Sebuah penelitian menunjukan hasil yang hampir sama antara
cara persalinan dan usia kehamilan pada wanita tanpa riwayat
kelahiran cesarea sebelumnya, usia kehamilan yang lebih tua
dikaitkan dengan tingkat menurunya angka keberhasilan VBAC. Tiga
21
faktor yang berpotensi dan berkaitan dengan hubungan antara
bertambahnya usia kehamilan dengan tingkat peningkatan kelahiran
cesarea yaitu, berat lahir meningkat, meningkatnya risiko intoleransi
janin terhadap persalinan, dan meningkatnya kebutuhan untuk induksi
persalinan. Namun, dalam studi terbaru, untuk berat lahir dan induksi /
augmentasi tenaga kerja, usia kehamilan yang lebih dari 41 minggu
masih dikaitkan dengan gagalnya percobaan VBAC. Caughey 2011
i. Jarak Kehamilan
Tampaknya logis untuk mengasumsikan bahwa terjadinya risiko
ruptur uteri akan meningkat jika bekas luka histerotomi tidak punya
waktu yang cukup untuk penyembuhan. Berdasarkan pencitraan
resonansi magnetik, penyembuhan dari miometrium menunjukkan
bahwa involusi rahim lengkap dan pemulihan anatomi mungkin
memerlukan minimal 6 bulan.Cunningham 2010
Dalam analisis lainnya, wanita yang memiliki jarak kehamilan
lebih dari 18 bulan memiliki kemungkinan VBAC untuk berhasil
sebanyak 86%, sementara wanita dengan jarak kehamilan yang
kurang dari 18 bulan memiliki tingkat keberhasilan VBAC sebesar
79%. Perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, dan apakah jarak
kehamilan memang memiliki efek pada keberhasilan atau lebih
memiliki efek pada risiko ruptura uteri belum begitu jelas. Caughey 2011
Untuk mengeksplorasi masalah ini lebih lanjut, Shipp dan rekan
(2001) menguji hubungan antara interval interdelivery dan uterus pada
2409 wanita yang memiliki satu kelahiran caesar sebelumnya.
Berdasarkan observasi didapatkan 29 orang wanita atau sebanyak 1,4
persen perempuan yang menjadi ruptur uteri. Jarak persalinan selama
18 bulan atau kurang dikaitkan dengan risiko tiga kali lipat pada
persalinan berikutnya dibandingkan dengan interval persalinan lebih
dari 18 bulan. Demikian pula, Stamilio dan rekan kerja (2007)
22
mencatat tiga kali lipat peningkatan risiko ruptur uteri pada wanita
dengan interval kehamilan kurang dari 6 bulan dibandingkan dengan
jarak persalinan 6 bulan atau lebih. Namun, interval persalinan 6
sampai 18 bulan, tidak meningkatkan risiko ruptur uteri atau morbiditas
ibu. Cunningham 2010
j. Riwayat histerotomi yang tidak diketahui
Bila seorang dokter kandungan tidak memperoleh adanya
riwayat laporan operasi cesarea sebelumnya, riwayat kehamilan
mungkin dapat membantu untuk menentukan jenis sayatan uterus.
Sebagai contoh, seorang pasien yang menjalani kelahiran cesarea
untuk presentasi sungsang di usia kehamilan 28 minggu memiliki risiko
jauh lebih tinggi untuk dilakukannya suatu sayatan pada rahim secara
vertikal. Karena sebagian besar kelahiran cesarea melalui low
transverse hysterotomy, risiko terjadinya ruptura uteri untuk pasien
dengan bekas luka uterus yang tidak diketahui biasanya hampir sama
dengan pasien yang memiliki riwayat low transverse histerotomi
sebelumnya. Caughey 2011
Beberapa penelitian meneliti masalah ini telah menunjukkan
bahwa tingkat terjadinya ruptura uteri untuk pasien dengan insisi
uterus yang tidak diketahui adalah sekitar 0.6% (Leung, Petani, et al,
1993). Caughey 2011
3. Syarat
a.Usia kehamilan cukup bulan (37 minggu - 41 minggu)
b.Presentasi belakang kepala (verteks) dan tunggal
c.Tidak ada tanda-tanda infeksi
d.Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau
NST Scott, 1997
23
4. Indikasi
a. Seksio cesarea hanya satu kali
b. Insisi seksio cesarea yang lalu adalah segmen bawah rahim
c. Indikasi seksio cesarea yang lalu bukan indikasi tetap
d. Post operatif seksio cesarea yang lalu tidak ada komplikasi
e. Tidak ada komplikasi pada kehamilan sekarang Achadiat C, 2004
5. Kontraindikasi VBAC setelah Seksio Cesarea
a.Seksio cesarea terdahulu adalah seksio corporal (klasik) atau
inverted T.
b.Sebelumnya telah menjalani operasi hysterotomy atau
myomectomy yang menembus kavum uteri.
c.Telah terjadi riwayat ruptur uteri sebelumnya.
d.Kontraindikasi pada persalinan seperti plasenta previa atau
malposisi/malpresentasi.
e.Wanita yang menolak partus percobaan setelah seksio cesarea
dan atas permintaan seksio cesarea elektif.
f. Tiga atau lebih riwayat seksio cesarean SOGC, 1997 dan Scott, 1997, Perhimpunan
Kedokteran Fetomaternal, 2011
6. Ruptura Uteri
Ruptura uteri merupakan suatu komplikasi yang serius dari
percobaan VBAC. Ruptura uteri didefinisikan sebagai terjadinya
robekan dari miometrium dengan atau tanpa ekstrusi dari bagian-
bagian janin ke dalam rongga peritoneum ibu, dan sehingga
membutuhkan laparatomy segera. Risiko terjadinya ruptura uteri pada
24
VBAC cukup jarang, namun erat kaitannya dengan morbiditas dan
mortalitas ibu serta janin. Tanda yang paling umum dari ruptura uteri
selain adanya nonreassuring pada detak jantung janin, juga terdapat
tanda-tanda klinis lainnya termasuk terhentinya kontraksi, tidak
terdeteksinya presentasi janin pada pemeriksaan vagina, adanya nyeri
perut, perdarahan pervaginam, hematuria, atau ketidakstabilan dari
kardiovaskular ibu. Marie 2005
Tanda-tanda ruptura uteri adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Preseting partnya tinggi pada pemeriksaan pervaginam
6. Perdarahan pervaginam Caughey 2011
Sampel penelitian (N) Jumlah
Miller (1994) 10,880 63 kasus ruptura uteri (0.6%) *
Flamm (1994) 5,022 39 kasus ruptura uteri (0.8%)
McMahon (1996) 3,49 10 kasus ruptura uteri (0.3%)
25
Shipp (1999) 2,912 28 kasus ruptura uteri (1%)
Landon (2004) 17,898 124 kasus ruptura uteri (0.7%)
* Termasuk kasus yang tidak diketahui
Tabel 6 Tingkat Ruptura Uteri
Risiko ruptura uteri tinggi Risiko ruptura uteri rendah
Riwayat dua atau lebih bedah
cesarea sebelumnya
Partus spontan
Klasik hysterotomy Persalinan pervaginam
sebelumnya
Induksi persalinan Jarak persalinan yang jauh
Penggunaan prostaglandin
Infeksi saat melahirkan
cesarea sebelumnya
Tabel 7 Prediktor Ruptura Uter
7. Penatalaksanaan
a. Pada kehamilan
Pemeriksaan antenatal harus sering untuk mencegah terjadinya
komplikasi pada kehamilan.
Jika terjadi anemia harus segera diatasi.
26
Pasien harus dirujuk segera mungkin / trimester III ke RS
Kabupaten.
Awasi kemungkinan terjadinya ruptura uteri spontan sebelum ibu
in partu Saifuddin AB 2006
b. Pada persalinan
1. Jika pasien dalam fase persalinan, pasien harus diawasi ketat :
- Tanda-tanda vital
- Rasa sakit pada parut / uterus bagian bawah
- Perdarahan dan tanda-tanda ruptura uteri spontan
2. Tentukan letak / presentasi janin dan turunnya presentasi.
3. Jika janin presentasi kepala lakukan partus percobaan, jika
kriteria untuk persalinan pervaginam dipenuhi dan tidak ada
kontraindikasi.
4. Lakukan penilaian partus percobaan setiap dua jam, kalau tidak
ada kemajuan lakukan seksio cesarea ulangan.
5. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau
ekstraksi forseps (cunam).
6. Indikasi untuk melakukan seksio cesarea elektif adalah :
- Seksio cesarea yang lalu adalah korporal
- Ada panggul sempit / CPD
- Malpresentasi
- Diabetes mellitus
- Penyembuhan luka seksio cesarea yang lalu tidak baik.
B. Persalinan Sungsang
1. Definisi
27
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri cunningham 2010, wiknjosastro H 2010 . Tipe letak
sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ;
Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai
bawah ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas
ekstensi, presentasi kaki Cunningham 2010
2. Insiden
Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan cunningham 2010. Kejadian letak sungsang berkurang dengan bertambahnya
usia kehamilan. Letak sungsang pada usia kehamilan kurang dari 28
minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32 minggu 7% dan, 1-3% pada
kehamilan aterm .Richard F 2002
3. Etiologi
Mendekati masa kelahiran, ruang uterus biasanya
mengakomodasi fetus pada letak longitudinal dengan presentasi
kepala. Faktor lain selain umur kehamilan yang merupakan
predisposisi presentasi bokong meliputi hidramnion, paritas tinggi
dengan uterus yang berelaksasi, kehamilan multiple, oligohidramnion,
hidrosefali, anensefali, kelahiran bokong sebelumnya, anomaly uterus,
plasenta previa, implantasi plasenta di fundus, dan tumor pelvis.
Venditteli dan rekan (2008) baru-baru saja mendeskripsikan
peningkatan insiden sebanyak dua kali lipat pada presentasi bokong
dan riwayat kelahiran sesar sebelumnya Cunningham 2010
4. Diagnosis
Diagnosis letak bokong dapat ditentukan dengan persepsi
gerakan janin oleh ibu, pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut
28
jantung janin di atas umbilikus, pemeriksaan dalam, USG dan Foto
sinar-X cunningham 2010.
5. Jenis Persalinan
Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni
dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai
apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan.
Jika nilai kurang atau sama dengan 3 dilakukan persalinan
perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi kembali secara cermat,
khususnya berat badan janin, bila nilai tetap dapat dilahirkan
pervaginam, jika nilai lebih dari 5 dilahirkan pervaginam Setjalilakusuma L.
ALARM memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam
yaitu jenis letak sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala
fetus tidak hiperekstensi dan taksiran berat janin 2500-3600 gram
serta tindakan augmentasi dan induksi persalinan diperbolehkan pada
janin letak sungsang.
6. Prinsip Dasar Persalinan Sungsang
a. Persalinan pervaginam
I. Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan
tenaga ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht.
II. Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian
dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan
tenaga penolong.
III. Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan
seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
b. Persalinan perabdominan (seksio cesarea) iii cunningham 2010, wiknjosastro H,
Setjalilakusuma L 2007
Prosedur persalinan sungsang secara spontan :
29
1. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan
fase yang tidak berbahaya.
2. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini
kepala janin masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
3. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala
keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar
yang tekanannya lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan
perlahan-lahan untuk menghindari pendarahan intrakranial
(adanya tentorium cerebellum) Setjalilakusuma L 2007
Teknik persalinan Setjalilakusuma L 2007
1. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat
bokong mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin
intramuskulus. Dilakukan episiotomi.
3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara
Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha,
sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
4. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan
terlebih dahulu.
5. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi
gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut
ibu, gerakan ini disesuaikan dengan gaya berat badan janin.
Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten melakukan
ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat
sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin
tetap dalam posisi fleksi, dan menghindari ruang kosong antara
fundus uterus dan kepala janin, sehingga tidak teradi lengan
menjungkit.
30
6. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut,
bahu, lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu Setjalilakusuma L 2007
Keuntungan :
1. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga
mengurangi infeksi.
2. Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada
janin.
Kerugian :
Terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin besar,
jalan lahir kaki, misalnya primigravida lengan menjungkit atau
menunjuk.
Prosedur manual aid (partial breech extraction) :
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya
terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
1. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu
sendiri.
2. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan
cara klasik (Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
3. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid
and Martin Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper. Setjalilakusuma L 2007
Cara klasik : Setjalilakusuma L 2007, cunningham 2010
31
1. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena
lengan belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru
kemudian melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika
lengan depan sulit dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi
lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah
belakang dan kemudian lengan belakang dilahirkan.
2. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin
sehingga perut janin mendekati perut ibu.
3. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam
jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu
janin sampai fossa cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan
gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.
4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki
janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke
bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
6. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi
lengan belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir
dicengkram dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa
sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di punggung dan
sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain
mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin
sehingga lengan depan terletak di belakang kemudian lengan
dilahirkan dengan cara yang sama. Setjalilakusuma L 2007
Cara Mueller :
32
1. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu
dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan
belakang.
2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari
penolong diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk
pada crista illiaca dan jari-jari lain mencengkram paha bagian
depan. Badan janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai
bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan depan dilahirkan
dengan mengait lengan di bawahnya.
3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang
masih dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu
ke belakang lahir. Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya,
maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah
dengan kedua jari penolong. Setjalilakusuma L 2007
Keuntungan :
Tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir sehingga
bahaya infeksi minimal.
Cara louvset :
1. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-
balik sambil dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang
sebelumnya berada dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan
traksi curam ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran,
sehingga bahu belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil
dilakukan traksi, badan janin diputar lagi ke arah yang berlawanan
setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik sehingga bahu
belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
33
1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke
dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari
telunjuk dan jari ke 4 mencengkram fossa kanina, sedangkan jari
lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan di atas lengan
bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk
dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari
arah punggung.
2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah
sambil seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga
tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang
mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika suboksiput
tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu,
mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir
seluruh kepala janin. Setjalilakusuma L 2007
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama
dengan pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya
pada kasus ini, cunam dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar
pelipatan paha belakang. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan
dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Setelah
suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas
dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir
dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir. Setjalilakusuma
L 2007
Prosedur persalinan sunggang perabdominan
34
Beberapa kriteria yang dipakai pegangan bahwa letak sungsang
harus perabdominam adalah :
1. Primigravida tua
2. Nilai sosial tinggi
3. Riwayat persalinan yang buruk
4. Janin besar, lebih dari 3,5-4 kg
5. Dicurigai kesempitan panggul
6. Prematuritas Setjalilakusuma L 2007
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis
untuk menilai lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan
pervaginam atau perabdominan, sebagai berikut : Saifuddin, Setjalilakusuma L 2007.
0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Umur kehamilan >39 mgg 38 mgg < 37 mgg
Taksiran Berat Janin >3630 gr 3629 gr – 3176
gr
< 3176 gr
Pernah letak sungsang Tidak 1x >2x
Pembukaan serviks <2 cm 3 cm >4 cm
Station <-3 <-2 -1 atau
lebih
rendah
Arti nilai :
< 3 persalinan perabdomen
4 evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila
nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam
> 5 dilahirkan pervaginam.
C. VBAC pada Letak Sungsang
35
Beberapa literatur kebanyakan hanya membahas perbandingan
seksio cesarea yang terencana dengan dilakukan nya trial of labour pada
letak sungsang. Tidak ada literatur yang membahas VBAC pada kondisi yang
sudah inpartu, Beberapa literatur menjadikan kontraindikasi dilakukan VBAC
pada malpresentasi dengan kehamilan aterm. SOGC, 1997 dan Scott, 1997, Perhimpunan
Kedokteran Fetomaternal, 2011
Perinatal dan neonatal outcome menunjukan hasil yang lebih baik bila
dilakukan seksio cesarea elektif berencana bila dibandingkan dengan
dilakukan VBAC pada pasien dengan presentasi sungsang yang aterm. SOGC,
1997
BAB IV
PEMBAHASAN
36
Pasien Ny. D, 29 tahun datang ke RSUP Dr. M.Djamil Padang pada
tanggal 10 april 2012 pukul 15.45 WIB. Pada kasus ini terdapat beberapa
hal yang perlu dibahas, antara lain :
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini sudah
tepat?
Ad 1. Diagnosa pada pasien ini
Pasien didiagnosa dengan G2P1A0H1 Parturient Aterm Kala I
Fase Aktif + Bekas SC, Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, Presentasi
Bokong Sakrum Depan HII-III. Diagnosa G2P1A0H1 didapatkan dari
anamnesa bahwa pasien ini hamil yang kedua,pernah melahirkan satu
bayi hidup sebelumnya dan tidak pernah mengalami keguguran.
Diagnosa parturien aterm kala I fase aktif ditegakan dari anamnesis
dimana pada pasien ini ditemukan tanda inpartu yaitu nyeri pinggang
menjakar keari-ari, keluar lendir bercampur darah, pada pemeriksaan
dalam ditemukan pembukaan 6-7 dengan ketuban sudah pecah dan
ditemukan adanya mekonium. Diagnosa aterm didapat kan dari
anamnesa bahwa pasien ini sudah tidak haid sejak 9 bulan yang lalu
dan pada pemeriksaan Leopold didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari
dibawah procesus xipoideus. Karena HPHT pada pasien ini lupa
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi untuk melihat apakah
janin sudah aterm atau masih pretem. Pemeriksaan ultrasonografi
juga berguna untuk melihat apakah posisi kepala bayi fleksi atatu
defleksi, dan juga untuk menilai ketebalan SBR. Diagnosa janin hidup
tunggal intra uterin didapatkan dari pemeriksaan fisik dan auskultasi
denyut jantung janin dimana pada pemeriksaan denyut jantung janin
ditemukan hanya satu janin dalam rahim. Diagnosa presentasi bokong
sacrum depan HII-III didapatkan dari pemeriksaan Leopold dan pada 37
pemeriksaan dalam teraba sacrum didepan berada di hodge II-III.
Dengan ini disimpulkan bahwa diagnosa yang ditegakan pada pasien
ini sudah benar.
Ad.2 Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah tepat
Pasien didiagnosa dengan G2P1A0H1 Parturient Aterm Kala I
Fase Aktif + Bekas SC, Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, Presentasi
Bokong Sakrum Depan HII-III. Pasien ini diterminasi secara Seksio
Cesarea dengan merujuk pada literatur yang mengatakan bahwa
persalinan dengan malpresentasi pada bekas SC yang sudah aterm
merupakan kontraindikasi dilakukan VBAC. SOGC, 1997 dan Scott, 1997, Perhimpunan
Kedokteran Fetomaternal, 2011
Perinatal dan neonatal outcome menunjukan hasil yang lebih
baik bila dilakukan seksio cesarea elektif berencana bila dibandingkan
dengan dilakukan VBAC pada pasien dengan presentasi sungsang
yang aterm. SOGC, 1997
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pasien ini adalah :
1. Bekas SC
2. Letak sungsang
3. Inpartu
4. Terdapat kemajuan persalinan
Literatur yang ada hanya menyebutkan bahwa kontraindikasi
dilakukan VBAC pada malpresentasi atau sungsang hanya pada
kondisi kehamilan tanpa tanda inpartu. Jadi pada kasus ini, pasien
datang dengan kondisi inpartu dimana pada pemeriksaan dalam
didapatkan pembukaan 6-7cm, teraba bokong-sakrum depan HII-III.
Pemeriksaan ukuran panggul dalam dan ukuran panggul luar
memberikan kesan panggul luas. Disini dapat dilihat bahwa kemajuan
persalinan baik . Ditambah lagi pasien ini memiliki His yang adekuat
untuk mendukung keberhasilan VBAC
38
Pada pasien ini memenuhi kriteria untuk dilakukanya VBAC yaitu
1. Riwayat 1 kali seksio cesarea dengan insisi SBR
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
pada tahun 2004 menyimpulkan bahwa, walaupun ada bukti yang
terbatas, wanita yang melahirkan dengan insisi low transverse
sebelumnya tanpa insisi ke fundal, dapat menjadi kandidat VBAC
yang baik. Cunningham, 2010
Pada pasien ini didapatkan datanya pernah dilakukan seksio
cesarea satu kali dengan insisi di SBR, Seksio Cesarea yang
dahulu atas indikasi PRM lama.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
Beberapa studi telah meneliti indikasi untuk kelahiran cesarea
sebelumnya sebagai prediktor hasil dalam VBAC. Dalam semua
studi, CPD memiliki tingkat keberhasilan VBAC terendah (60-65%),
fetal distres memiliki tingkat keberhasilan kedua terendah VBAC
(69-73%). Indikasi Nonrecurrent, seperti kelahiran sungsang,
herpes, dan plasenta previa, dikaitkan dengan tingkat keberhasilan
tertinggi (77-89%). Partus tidak maju, CPD, atau distosia sebagai
indikasi yang terkait dengan proporsi yang lebih tinggi pada pasien
untuk tidak melakukan VBAC. Dalam meta analisis dari literatur
yang ada sebelum tahun 1990, Rosen et al menunjukkan bahwa
wanita dengan riwayat persalinan cesarea sebelumnya atas indikasi
CPD, mempunyai kemungkinan VBAC yang besar untuk gagal. Cunningham 2010
Pada pemeriksaan didapatkan ukuran panggul dalam dan
ukuran panggul luar pasien memberikan kesan panggul luas, hal
ini memenuhi salah satu syarat untuk dilakukan VBAC.
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
39
Riwayat penyembuhan luka operasi pada pasien ini baik
dimana luka operasinya sembuh dalam 7 hari, dan tidak ada
ditemukan bekas ruptur uteri dan bekas operasi lain pada uterus.
4. Indikasi operasi sebelumnya bukan merupakan indikasi mutlak
Dari autoanamnesis didapatkan bahwa Seksio Cesarea yang
dahulu dilakukan atas indikasi PRM lama.
5. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio cesarea emergensi
6. Sarana dan personil anestesi siap untuk menangani seksio cesarea
darurat
Berdasarkan sistem skoring dari Weinstein didapatkan prediksi
keberhasilan VBAC yaitu :
1. Skor bishop lebih dari 4 didapatkan point 4
2. Indikasi SC terdahulu adalah PRM didapatkan point 5
Total skor didapatkan 9, berdasarkan prediksi keberhasilan
VBAC dengan skor 9 pada sistem skoring Weinstein angka
keberhasilan VBAC sekitar ≥ 78 . Skor ini memberikan gambaran yang
cukup baik bila dilakukan VBAC pada pasien ini.
Dari skor Flamm dan Geiger didapatkan prediksi angka
keberhasilan untuk VBAC sangat baik
1. Usia < 40 tahun
pasien ini berusia 29 tahun sehingga didapatkan skor 2
2. Alasan seksio cesarea pasien dahulu adalah PRM lama sehingga
diberikan skor 1 pada pasien ini
3. Pasien masuk Rumah sakit dalam keadaan inpartu dimana
penipisan serviknya sudah lebih dari 75% sehingga didapatkan
skor 2
40
4. Pada pasien ini dilatasi serviknya saat masuk 7 cm sehingga
diberikan skor 1
Total skor Flamm dan Geiger pada pasien ini adalah 6 dimana
angka keberhasilannya jika dilakukan VBAC sekitar 88-89%. Jadi
terminasi pada pasien ini secara seksio cesarea kurang tepat,
sebaiknya pasien ini diikuti proses persalinanya, jika dalam observasi
proses kemajuan persalinan mengalami hambatan atau gawat janin
perlu dipertimbangkan tindakan seksio cesarea.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
41
KESIMPULAN
1. Diagnosa pada pasien ini sudah tepat, tapi untuk lebih mendukung lagi
sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG pada pasien ini untuk melihat
apakah kepala janin dalam kondisi fleksi atau ekstensi yang nantinya
berkaitan dengan prognosis persalinanya.
2. Terminasi pada pasien ini secara seksio cesarea kurang tepat, literatur
yang ada hanya menyebutkan bahwa malpresentasi dalam kehamilan
menjadi kontraindikasi dilakukan VBAC, namun tidak ada yang
menyebutkan kontraindikasi pada keadaan inpartu, pada kasus ini
kondisi pasien sudah inpartu dan memiliki kemungkinan besar untuk
dilakukan VBAC , maka persalinan secara pervaginam pada pasien ini
adalah pilihan yang tepat.
SARAN
1. Pada pasien hamil dengan riwayat bekas SC, pemeriksaan ANC
sebaiknya dilakukan oleh oleh dokter dan dilakukan kontrol kehamilan
sesering mungkin.
2. Persalinan selanjutnya hanya boleh dilakukan di rumah sakit yang
lengkap kamar operasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat C. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi . Jakarta:EGC. 2004.
42
Caughey AB, Vaginal Birth After Cesarean Delivery, Updated : Mar 9, 2011. Diakses
dari http://emedicine.medscape.com/article/272187-overview#showall
Cheung, Vincent Y.T. Sonographic Measurement of the Lower Uterine Segment
Thickness: Is it Truly Predictive of Uterine Rupture? February JOGC, 2008.
Cunningham FG dkk. Williams Obstetrics 23rd ed, McGraw-Hill Companies, 2010.
Flamm, Bruce L. Vaginal Birth after Cesarean Delivery: An Admission Scoring
System. Obstet Gynecol 1997; 90:907-10 Diakses dari
http://www.obgyn.net/women/women.asp?page=/jr/review17
Hannah ME, Hannah WJ, Hewson SA, Planned cesarean section versus planned
vaginal birth for breech presentation at term: a randomised multicenter trial.
Lancet 2000;356: 1375-83.
Hobbins JC, Vaginal birth after Cesarean Section Revisited, University of Colorado
Health Sciences Center, Mercer BM, et al. Obstet Gynecol; 111: 285-294,
Denver, 2008
Marie-Jocelyne Martel. Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.
SOGC Clinical Practice Guidelines No 155, February 2005
National Center for Health Statistics. Health, United States, 2003. Hyattsville, MD:
National Center for Health Statistics, 2003
Perhimpunan Kedokteran Fetomaternal. Vaginal Birth After Caesarean Section.
Clinical Guideline. 2011
Rosen MG, Dickinson JC. Vaginal birth after cesarean: a meta-analysis of indicators
for success. Obstet Gynecol. 1990;76:865-869.
Saifuddin AB. Buku Acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Cetakan IV, Jakarta, 2006. Hal
315-322.
Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Buku Acuan Nasional, Ilmu Bedah Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Cetakan VII, Jakarta, 2007.
Hal 106
43
Scott JR.Avoiding Labor Problems During Vaginal birth After Cesarean
Delivery. In : Clinical Obtetrics and Gynecology.1997;40:533
Society of Obstetricans and Gynaecologists of Canada. Vaginal birth after
previous Cesarean birth. Clinical Practice Guideline No. 68. Ottawa (ON):
SOGC; 1997.
Society of Obstetricans and Gynaecologists of Canada. SOGC statement on vaginal
breech. Ottawa (ON): SOGC; 1999.
Statewide Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Vaginal birth after
caesarean section (VBAC). Queensland Government. November, 2009.
Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penangananya, Ilmu Kebidanan, edisi ke-3
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta 2005.
44