Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan adalah pilihan sekaligus orientasi pengembangan peradaban bangsa sebagai investasi masa depan pembangunan bangsa berjangka panjang. Orientasi ini mutlak dilakukan oleh karena pendidikan diyakini sebagai sarana utama pengembangan kualitas sumber daya manusia. Dalam konteks itulah revitalisasi kebijakan pendidikan terus menjadi perhatian pemerintah. Salah satu bentuk revitalisasi itu ialah kebijakan pengelolaan sistem pendidikan dari kebijakan yang semula sentralistik berubah menjadi desentralistik. Sebagai konsekuensi logis dari bentuk desentralisasi pendidikan ialah munculnya kebijakan pengelolaan pendidikan berbasis sekolah (school based management). Dengan sistem pengelolaan pendidikan berbasis sekolah tersebut diasumsikan kualitas pendidikan dapat ditingkatkan dan juga peran serta masyarakat dan prakarsa lembaga pendidikan di tingkat mikro (sekolah) akan lebih meningkat. B. Rumusan Masalah a. Apa konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah? b. Apa pentingnyanya pendidikan berkualitas? c. Apa kualtias pendidikan yang direncanakan? d. Bagaimana strategi peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan mbs? e. Apa sajakah prinsip-prinsip manajemen peningkatan mutu sekolah? f. Bagaimana perencanaan strategi mutu pendidikan? g. Bagaimana analisis kelebihan dan kelemahan mbs? h. Bagimana implementasi kebijakannya?

Transcript of Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

Page 1: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan adalah pilihan sekaligus orientasi

pengembangan peradaban bangsa sebagai investasi masa depan pembangunan

bangsa berjangka panjang. Orientasi ini mutlak dilakukan oleh karena

pendidikan diyakini sebagai sarana utama pengembangan kualitas sumber

daya manusia.

Dalam konteks itulah revitalisasi kebijakan pendidikan terus menjadi

perhatian pemerintah. Salah satu bentuk revitalisasi itu ialah kebijakan

pengelolaan sistem pendidikan dari kebijakan yang semula sentralistik

berubah menjadi desentralistik. Sebagai konsekuensi logis dari bentuk

desentralisasi pendidikan ialah munculnya kebijakan pengelolaan pendidikan

berbasis sekolah (school based management).

Dengan sistem pengelolaan pendidikan berbasis sekolah tersebut

diasumsikan kualitas pendidikan dapat ditingkatkan dan juga peran serta

masyarakat dan prakarsa lembaga pendidikan di tingkat mikro (sekolah) akan

lebih meningkat.

B. Rumusan Masalah

a. Apa konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah?

b. Apa pentingnyanya pendidikan berkualitas?

c. Apa kualtias pendidikan yang direncanakan?

d. Bagaimana strategi peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan mbs?

e. Apa sajakah prinsip-prinsip manajemen peningkatan mutu sekolah?

f. Bagaimana perencanaan strategi mutu pendidikan?

g. Bagaimana analisis kelebihan dan kelemahan mbs?

h. Bagimana implementasi kebijakannya?

Page 2: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

2

C. Tujuan Makalah

a. Dapat mengetahui Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah

b. Dapat mengetahui Perlunya Pendidikan Berkualitas

c. Dapat mengetahui Kualtias Pendidikan yang direncanakan

d. Dapat mengetahui Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui

Penerapan MBS

e. Dapat mengetahui Prinsip-Prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah

f. Dapat mengetahui Perencanaan Strategi Mutu

g. Dapat mengetahui Analisis Kelebihan dan Kelemahan

h. Dapat mengetahui Implementasi Kebijakan

Page 3: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan MPMBS

Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan

dari school based management. Istilah ini pertama kali muncul di

Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi

pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat.

MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada

sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan

mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi

keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara

sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Pada hakikatnya MBS merupakan

pemberian otonomi kepada sekolah, untuk secara aktif serta mandiri

mengembangkan dan melakukan berbagai program peningkatan mutu

pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri.

Beberapa Negara juga telah menerapkan Manajemen Berbasis

Sekolah, misalnya seperti di Negara-Negara berikut ini:

Amerika Serikat, MBS disebut Side-Bised Management (SBM), yang

menekankan partisipasi dari berbagai pihak.

Kanada, MBS disebut School-Site Decision Making (SSDM) atau

pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah.

Hongkong, MBS disebut The School Management Intiative (SMI)

atau manajemen sekolah inisiatif.

Inggris yang disebut Grant Mainted School (GMS) atau manajemen

dana swakelola pada tingkat local.

Indonesia juga telah memperkenalkan manajemen berbasis sekolah

sejak tahun 1997/1998. Model MBS di Indonesia juga bisa disebut

Page 4: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

4

dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS),

yang mulai diterapkan sejak tahun 1998.

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada

peningkatan mutu pendidikan, secara otonomi direncanakan,

diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan semua

stakeholder sekolah.

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS) juga dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang

memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah

untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif untuk

memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu

sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, esensi

MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipasif

untuk mencapai sasaran mutu sekolah.

Secara operasional MPMBS dapat didefinisikan sebagai

keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan

dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh

kepala sekolah bersama semua pihak yang terkait atau berkepentingan

dengan mutu pendidikan.

2. Karakteristik MPMBS

Menurut Levavic dalam Bafadal terdapat tiga karakteristik kunci

MPMBS, yaitu sebagai berikut:

Kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang

berhubungan peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan

kepada para stakeholder sekolah.

Domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang mencakup

keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, mencakup

keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, penerimaan siswa

baru, dan kurikulum.

Page 5: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

5

Walaupun keseluruhan domain manajemen peningkatan mutu

pendidikan didesentralisasikan ke sekolah-sekolah, namun diperlukan

adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi control pusat

terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab

sekolah.

Karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah secara

inklusif memuat elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan

menjadi;input, proses dan output. Selanjutnya yang dikategorikan

menjadi input, output dan proses yaitu;

Input (masukan), Secara umum input sekolah meliputi: visi, misi,

tujuan, sasaran, manajemen, sumberdaya manusia, dan lainnya.

Proses, meliputi proses belajar mengajar, kepemimpinan, lingkungan

sekolah, pengelolaan tenaga kependidikan, sekolah memilki budaya

mutu, sekolah memilki tem work yang kompak, sekolah memilki

kewenangan, partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan

masyarakat, sekolah memilki transparansi manajemen, sekolah

memiliki kemauan untuk berubah, melakukan evaluasi secara

berkelanjutan, sekolah responsive, memiliki komunikasi yang baik,

memiliki akuntabilitas, dan kemampuan menjaga sustainabilitas.

Output adalah prestasi yang diraih sekolah akibat dari proses belajar

mengajar dan manajemen sekolah, baik berupa prestasi akademik

maupun non akademik.

3. Tujuan dan faktor yang mendorong penerapan MPMBS

MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan

sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah,

pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola

sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan

masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rincinya,

MPMBS bertujuan untuk :

Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian,

fleksibelitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas,

Page 6: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

6

sustainbilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan,

dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan

bersama.

Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua,

masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.

Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu

pendidikan yang akan dicapai.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

(2000). MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan

sekolah melalui pemberian wewenang, keluwesan, dan sumber daya

untuk meningkatkan mutu sekolah.

MPMBS diterapakan karena beberapa factor diantaranya adalah

sebagai berikut:

Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman

bagi dirinya sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber

daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

Sekolah lebih mengetahui kebutuhan, khususnya input pendidikan

yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses

pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan

peserta didik.

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok

untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang

paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.

Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan

keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang

sehat.

Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-

masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik dan masyarakat

pada umumnya, sehingga akan berupaya semaksimal mungkin untuk

Page 7: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

7

melaksanakan dna mencapai sasaran mutu pendidikna yang telah

direncanakan. (Dikmenum, 2001).

B. Perlunya Pendidikan Berkualitas

Definisi tentang kualitas selalu terkait dengan produk. Yang menjadi

pertanyana selanjutnya adalah apakah produk pendidikan itu? Pertanyaan itu

penting untuk diajukan karena untuk mengetahui pendidikan itu berkualtias

atau tidak maka kita perlu tahu produk pendidikan itu sendiri? Pendidikan itu

adalah jasa atau pelayanan (service) dan bukan produksi barang. Pemahaman

karakteristik kualtias jasa lebih sulit untuk didefinisikan daripada kualtias

produk fisik.

Dalam konsep relatif kualitas pendidikan biasanya diukur dari sisi

pelanggannya baik pelanggan internal maupun eksternal. Namun, berdasarkan

perkembangan paradigma baru pendidikan, kualtias pendidikan seharusnya

juga diukur dari sisi pelanggan internal yang tak lain adalha kepala sekolah,

guru, tenaga kepdndidikan lain hingga pegawai tata usaha sekalipun.

Ada suatu pendapat yang memfokuskan pada pealnggan eksternal

primer, yaitu peserta didikk bahwa pendidikan berkualtias adalah pendidikan

yang mempersiapkan peserta didik menjadi: pertama, pembelajaran sepanjang

hayat, kedua, komunitkaotr yang baik dalam bahasa nasional dan

itnernasional, ketiga, berketrampilan teknologi untuk lalapangan kerja

dankehidupan sehari-hari, keempat, siap secara kognitif untuk pekerjaan yang

kompleks, pemecahan masalah dan penciptaan pengetahuan, kelima, menjadi

warga negara yang bertanggung jawab secara sosial, politik, dan budaya.

Dari sudut pandangn internal tentu saja pendidikan berkualtias adalah

yang memungkinkan tenaga pengajar dan staf lainnya mampu berkembang

baik secara fisik maupun psikis. Berkembang secara fisik antara lain

mendapatkan imbalan finansial dan kesejahteraan hidup secar alayak,

sedangkan perkembangn secara psikis adalah bila mereka diberi kesempatan

untuk teurs belajar dan mengembangkan kemampuan, bakat, dan

Page 8: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

8

kreativitasnya. Tenaga pengajar dan staf juga akan merasa puas bila suasana

kerja atau budaya kerja disekolah mendukung.

Untuk mencapai pendidikan yang berkualtias di negeri ini menghadapi

banyak kendala: pertama, akuntabiltias dalam penyelenggaraan pendidikan

kepada masyarakat masih sangat rendah karena terlalu kuatnya dominasi

pemerintah pusat dalam manajemen mikro penyelenggaraan pendidikan.

Kedua, penggunaan sumber daya tidak optimal dan tidak efisien dikarenakan

rendahnya anggaran pendidikan dan sistem pengelolaan anggaran yang

terpusat. Ketiga, partisipasi masyarakat yang masih rendah padahal secara

historis peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan di Indonesia

sangat besar. Keempat, sekolah tidak mampu mengikuti perubahan yang

terjadi di lingkungannya, speerti perubahan politik, ekonomi, sosial, budaya,

ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dengan cepat.

C. Kualtias Pendidikan yang direncanakan

Pendidikan adalah jasa sehingga kontrol sebelum pelayanan diberikan

kepada pengguna akhir harus menjadi perhatian utama. Untuk menghasilkan

pendidikan berkualtias maka program pendidikan harus dipersiapkan secara

baik. Oleh karena itu, sistem pendidikan ktia harus direformasi secara besar-

besaran baik dari perencanana, pelaksanaan, penilaian dan lain-lain.

Terdapat beberapa kondisi yang diperlukan untuk suksesnya

perencanaan pendidikan, yaitu (1) adanya komitmen politik padaperencanaan

pendidikan, (2) perencanaan pendidikan harus tahu betul apa yang menjadi

hak, tugas dan tanggung jawabnya, (3) harus ada perbedaan yang tegas, antara

area politis, teknis, dan administratif pada perencanaan pendidikan, (4)

perhatian lebih besar diberikan pada penyebaran kekuasaan untuk membuat

keputusan politis dan teknis, (5) perhatian lebih ebsar ddiberikan pada

pengembangan kebijakan dan prioritas pendidikan yang terarah, (6) tugas

utama prencanaan pendidikan adalah pengembangan secara terarah dan

memberikan alternatif teknis sebagai sarana untuk mencapai tujuan politi

pendidikan, (7) harus mengurangi politisasi pengetahuan, (8) harus berusaha

Page 9: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

9

lebih ebsar untuk mengetahui opini publik terhadap perkembangan masa

depan dan arah pendidikan, (9) administrator pendidikan harus lebih aktif

mendorong perubahan-perubahan dalam perencanaan pendidikan, dan (10)

ketika pemerintah tidak menguasai lagi semua aspek pendidikan maka harus

lebih diupayakan kerja sama yang saling menguntungkan antara pemerintah-

swasta-universitas yang memegang otoritas pendidikan.

Selain itu, terdapat dua strategi penting dalam perencanaan

pendidikan, yaitu (1) Penetapan target, dan (2) penetapan prioritas.

Menyangikut strategi kedua ini terdapat nema area kiritas yang harus

dipertimbangkan, yaitu pilian antara tingkat pendidikan, pilihan antara

kuantitas dan kualitas, pilihan antara ilu pengetahuan dan teknologi dengan

pengetahuan budaya, pilihan antara pendidikan formal dan pelatihan

nonformal, pilihan tetang insentif serta piliahn tetang tujuan pendidikan.

D. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS

Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan

paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan

agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah

satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat

menerapkan MBS, yakni :

1. Peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk

masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala

sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan

MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity

building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe

menegaskan.

2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan,

dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan

pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di

papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic

Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga

Page 10: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

10

membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster

tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah

dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.

3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan

kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan

kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS

di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.

4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya

sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan

pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah

berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang

lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat

berdasarkan kriteria berikut:

1. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses

pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.

2. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan.

3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga

dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan

sekolah dan pendidikan.

4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat

kedewasaan guru dan pegawai lain disekolah.

5. Bekerja dengan tim manajemen

6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan.

Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode

peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan

sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif &

kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara

berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi

Page 11: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

11

sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam

Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingtkat MPM, terkandung upaya:

a) Mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler

maupun administrasi.

b) Melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti

diagnose,

c) Memerlukan partisipasi semua fihak : kepala sekolah, guru, staf

administrasi, orang tua, siswa dan pakar.

E. Prinsip-Prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah

Berdasarkan pengertian di atas dapat difahami bahwa Manajemen

Peningkatan Mutu memiliki prinsip, diantaranya:

1. Peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah.

2. Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya

kepemimpinan yang baik

3. Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik bersifat

kualitatif maupun kuantitatif

4. Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur

yang ada di sekolah

5. Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan

kepuasan kepada siswa, orang tua dan masyarakat. (Hand out, pelatihan

calon Kepala sekolah: 2000).

Adapun penyusunan program peningkatan mutu dengan

mengaplikasikan empat teknik : a) school review, b) benchmarking, c) quality

assurance, dan d) quality control. Berdasarkan Panduan Manajemen Sekolah

(2000:200-202) dijelaskan sebagai berikut:

a. School Review

Suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama

khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional (ahli) untuk

mengevaluasi dan menilai efektivitas sekolah serta mutu lulusan.

School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut :

Page 12: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

12

Apakah yang dicapai sekolah sudah sesuai dengan harapan orang tua

siswa dan siswa sendiri?

Bagaimana prestasi siswa ?

Faktor apakah yang menghambat upaya untuk meningkatkan mutu ?

Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah ?

School review akan menghasilkan rumusan tentang kelemahan-

kelemahan, kelebihan-kelebihan dan prestasi siswa, serta rekomendasi

untuk pengembangan program tahun mendatang.

b. Benchmarking

Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan

dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan

untuk individu, kelompok ataupun lembaga. Tiga pertanyaan mendasar

yang akan dijawab oleh benchmarking adalah:

Seberapa baik kondisi kita?

Harus menjadi seberapa baik?

Bagaimana untuk mencapai yang baik tersebut?

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

1. Tentukan focus

2. Tentukan aspek/variabel atau indicator

3. Tentukan standar

4. Tentukan gap (kesenjangan) yang terjadi.

5. Bandingkan standar dengan kita

6. Rencanakan target untuk mencapai standar

7. Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target.

c. Quality Assurance

Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah

berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat

dideteksi adanya penyimpangan yang terjadi pada proses. Teknik

menekankan pada monitoring yang berkesinambungan dan melembaga

menjadi sub sistem sekolah.

d. Quality Control

Page 13: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

13

Suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas out

mput yang tidak sesuai dengan standar Quality control memerlukan

indikator kualitas yang jelas dan dan pasti sehingga dapat ditentukan

penyimpangan kualitas yang terjadi.

F. Perencanaan Strategi Mutu Pendidikan

Strategi adalah rencana yang menyangkut hal-hal yang pervasive,

vital, dan atau secara terus menerus penting dalam organisasi (Sharplin dalam

Sonhadji, 2003). Perencanaan ini biasanya bersifat luas dan jangka panjang.

Perencanaan strategi disebut juga formulasi strategi.

Perencanaan strategi dalam hal ini terdapat 5 langkah pokok, yaitu: (1)

perumusan misi (mission determination), (2) asesmen lingkungan eksternal

(environmental external assessment), (3) asesmen organisasi (organizational

assessment), (4) perumusan tujuan khusus (objective setting), dan (5)

penentuan strategi (strategy setting).

G. Analisis Kelebihan dan Kelemahan

MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah,

disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang

memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan

strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, MBS mempunyai kelebihan,

yaitu:

1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil

keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.

2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam

pengambilan keputusan penting.

3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program

pembelajaran.

4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung

tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.

Page 14: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

14

5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan

guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran,

dan biaya program-program sekolah.

6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di

semua level.

Dengan kelebihan-kelebihan di atas tentunya memajemen ini juga

mempunyai sisi kelemahan dalam pelaksanaannya, yang diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Penerapan MBS juga mengalami masalah, khususnya di daerah yang

pedesaan atau daerah yang terpencil (remote areas). Banyak orangtua siswa

dan masyarakat di pedesaan yang tidak mau terlibat dalam kegiatan Komite

Sekolah. Masalahnya ternyata bukan hanya karena masalah kapasitasnya

yang rendah, tetapi lebih karena budaya yang hanya menyerahkan bulat-

bulat urusan pendidikan kepada pihak sekolah. Bahkan, dalam beberapa

kasus, penerapan MBS lebih sebagai instrumen politik untuk membangun

kekuasaan. Dengan MBS, seakan-akan pemerintah telah memberikan

otonomi kepada sekolah, padahal sesungguhnya sekolah dan masyarakat

belum siap untuk menerima semua itu.

2. Penerapan MBS di sekolah di banyak negara berkembang, walaupun

bagaimana, sering tidak memperoleh dukungan yang memadai dari pihak

penguasa lokal maupun dari masyarakat. Pemerintah daerah yang lemah

tidak dapat diharapkan untuk mendukung pelaksanaan prinsip manajemen

modern (demokratis, transparan, dan akuntabel).

3. Sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun

yang dipimpin. Yang dipimpin bergerak karena “perintah” atasan, bukan

karena rasa tanggung jawab. Yang memimpin sebaliknya, terkadang tidak

memberi kepercayaan, tidak memberi kebebasan berinisiatif,

mendelegasikan wewenang.

4. Kepala sekolahnya masih cenderung manampilkan gaya kepemimpinan

otoriter, hal ini karena lemahnya kemandirian sekolah akibat pembinaan

pemerintah yang sangat sentralistik. Birokratik, formalistik, konformistik,

Page 15: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

15

uniformistik dan mekanistik. Pembinaan yang demikian ini tidak

memberdayakan potensi sekolah.

5. Dalam manajemen mutu pendidikan adalah terkadang tidak adanya tindak

lanjut dari evaluasi program. Hampir semua program dimonitor dan

dievaluasi dengan baik, Namun tindak lanjutnya tidak dilaksanakan.

Akibatnya pelaksanaan pendidikan selanjutnya tidak ditandai oleh

peningkatan mutu.

H. Implementasi Kebijakan

Peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan

manajerial para kepala sekolah. Sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke

tahun. Karena itu, hubungan baik antarguru perlu diciptakan agar terjalin iklim

dan suasana kerja yang kondusif dna menyenangkan. Demikian halnya

penataan penampilan fisik dan manajemen sekolah perlu dibina agar sekolah

menjadi lingkungan pendidikan yang dapat menumbuhkan kreativitas, disiplin,

dan semangat belajar peserta didik. Dalam kerangka inilah dirasakan perlunya

implementasi MBS.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2000)

penerapan MPMBS di sekolah itu melalui:

1. Penyusunan data dan profil sekolah yang komprehensif , akurat, valid, dan

sistematis.

2. Melakukan evaluasi diri, menganalisis kelemahan dan kekuatan seluruh

komponen sekolah.

3. Mengidentifikasi kebutuhan sekolah, merumuskan visi misi dan tujuan

dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan bagi siswa berdasarkan hasil

evaluasi diri.

4. Menyusun program kerja jangka panjang dan jangka pendek sesuai dengan

visi misi dan tujuan yang telah dirumuskan, yang diprioritaskan pada

peningkatan mutu pendidikan.

5. Mengimplementasikan program kerja.

Page 16: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

16

6. Melakukan monitoring dan evaluasi atas program kerja yang

diimplementasikan; dan

7. Menyusun program lanjutan (untuk tahun berikutnya) atas dasar hasil

monitoring dan evaluasi.

Konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS),

sebagaimana telah diuraikan di atas, esensinya adalah otonomi sekolah plus

pengambilan keputusan secara partisipatif. Konsep ini membawa konsekwensi

bahwa pelaksanaan MPMBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan

“idiograpik” (membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan MPMBS)

dan bukan lagi menggunakan pendekatan “nomotetik” (cara melaksanakan

MPMBS yang cenderung konformitas untuk semua sekolah). Oleh karena itu,

dalam arti yang sebenarnya, tidak ada satu resep pelaksanaan MPMBS yang

sama untuk diberlakukan ke semua sekolah. Tetapi satu hal yang perlu

diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen peningkatan mutu

berbasis pusat menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot and quick-

fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan

melibatkan semua pihak yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan

pendidikan persekolahan. Paling tidak, proses menuju MPMBS memerlukan

perubahan empat hal pokok berikut:

Pertama, perlu perubahan aturan main formal (peraturan perundang-

undangan/hukum-hukum pendidikan/ketentuan-ketentuan yang bersifat

legalistik). Peraturan perundang-undangan yang ada sekarang perlu diubah,

dari yang semula menempatkan sekolah sebagai subordinasi birokrasi semata

dan kedudukan sekolah bersifat marginal, menjadi sekolah yang bersifat

otonomis dan mendudukannya sebagai unit utama.

Kedua, kebiasaan berperilaku unsur-unsur sekolah perlu diubah,

karena MPMBS menuntut kebiasaan-kebiasaan berperilaku yang mandiri,

proaktif, kooperatif, kreatif, luwes, dan professional.

Ketiga, peran sekolah yang selama ini biasa diatur (penganut) perlu

diubah menjadi sekolah yang bermotivasi-diri tinggi (self-motivator).

Page 17: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

17

Perubahan peran ini merupakan konsekwensi dari perubahan peraturan

perundang-undangan dan hukum-hukum pendidikan, baik undang-undang,

peraturan pemerintah, keputusan menteri, peraturan daerah, dsb.

Keempat, hubungan antar unsur-unsur dalam sekolah, antar sekolah

dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Propinsi

perlu diubah. Hubungan yang semula bersifat komando dan direktif, perlu

diubah menjadi hubungan yang bersifat koordinatif dan fasilitatif. Tentu saja

perubahan hubungan antar unsur-unsur tersebut juga tergantung perubahan

peraturan perundang-undangan dan hukum-hukum pendidikan.

Dilandasi oleh konsep MPMBS dan berbagai pemikiran mengenai

pelaksanaannya tersebut di atas, maka berikut ini beberapa tahapan dalam

pelaksanaan MPMBS yang sifatnya masih “umum” dan “luwes”. Sekolah

dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian pentahapan tersebut sesuai dengan

kondisi sekolah masing-masing, maka untuk pelaksanaan MPMBS setidaknya

diperlukan tahapan sebagai berikut:

1. Melakukan Sosialisasi

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh sekolah adalah

mensosialiasikan konsep MPMBS keseluruh unsur sekolah (guru,siswa,

wakil kepala sekolah, konselor, karyawan dan unsur-unsur terkait lainnya

(orangtua murid, pengawas, pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,

pejabat Dinas Pendidikan Propinsi, dsb.) melalui berbagai mekanisme,

misalnya seminar, semiloka, diskusi, rapat kerja, symposium, forum

ilmiah, dan media masa. Dalam melakukan sosialisasi MPMBS, yang

penting dilakukan adalah “membaca” dan “membentuk” budaya MPMBS

disekolahnya.

2. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah

Pada tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang

hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah.

Tantangan adalah selisih (ketidaksesuaian) antara output sekolah saat ini

dan output sekolah yang diharapkan dimasa mendatang. Besar kecilnya

ketidaksesuaian antara output sekolah saat ini (kenyataan) dengan output

Page 18: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

18

sekolah yang diharapkan (idealnya) di masa yang akan datang

memberitahukan besar kecilnya tantangan (loncatan). Output sekolah yang

dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu kualitas, produktivitas,

efektivitas, dan efisiensi.

3. Merumuskan Tujuan Situasional/Tujuan Jangka Pendek (Sasaran) Sekolah

Tujuan situasional adalah tujuan yang dirumuskan dengan

memperhitungkan tantangan yang nyata dihadapi oleh sekolah.

Berdasarkan tantangan yang nyata, maka dirumuskanlah tujuan situasional

yang akan dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan

atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran

tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah, karena

visi, misi, dan tujuan sekolah merupakan pengertian dan dasar-dasar

perhitungan perumusan sasaran sekolah. Karena itu, setiap sekolah harus

memiliki visi, misi, dan tujuan sekolah, sebelum merumuskan sasaran yang

akan dicapai. Tujuan situasional sering juga disebut tujuan jangka

pendek/sasaran.

4. Melakukan Analisis SWOT

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam analisis SWOT adalah

mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai

tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya.

Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, meliputi: proses belajar

mengajar, perencanaan instruksional, manajemen personalia, pengelolaan

uang, pengembangan siswa, pengembangan iklim akademik sekolah,

pengembangan hubungan sekolah-masyarakat, dan pengembangan

fasilitas.

Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran

diidentifikasi, maka langkah kedua adalah menentukan tingkat kesiapan

setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength,

Weaknes, Opportunity, and Threat).

Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat

kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan

Page 19: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

19

untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dari hasil analisis SWOT,

kemudian langkah selanjutnya adalah memilih langkah-langkah

pemecahan persoalan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang

diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang

siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan ada

ketidaksiapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan

tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan-

tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan

yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan persoalan,

yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan

dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan

memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau

peluang.

5. Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu

Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah

bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk

jangka pendek, menengah, dan panjang, beserta program-programnya

untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak selalu memiliki

sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi

pelaksanaan MPMBS, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk jangka

pendek, menengah, dan panjang.

Jika rencana adalah merupakan deskripsi hasil yang diharapkan dan

dapat digunakan untuk keperluan penyelenggaraan kegiatan sekolah,

maka program adalah alokasi sumberdaya (sumberdaya manusia dan

sumberdaya selebihnya, misalnya, uang, bahan, peralatan, perlengkapan,

perbekalan, dsb.) kedalam kegiatan-kegiatan, menurut jadwal waktu dan

menunjukkan tatalaksana yang sinkron. Dengan kata lain, program adalah

bentuk dokumen untuk menggambarkan langkah mewujudkan sinkronisasi

dalam ketatalaksanaan.

6. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu

Page 20: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

20

Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang

telah disetujui bersama antara sekolah, orangtua peserta didik, dan

masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk

mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan

guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia

semaksimal mungkin, menggunakan pengalaman-pengalaman masa lalu

yang dianggap efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu

meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepala sekolah dan guru bebas

mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program yang

diproyeksikan dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

Karena itu, sekolah harus dapat membebaskan diri dari keterikatan-

keterikatan birokratis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan

pendidikan.

Untuk menghindari berbagai penyimpangan, kepala sekolah perlu

melakukan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan-kegiatan

peningkatan mutu yang dilakukan di sekolah. Kepala sekolah sebagai

manajer dan pemimpin pendidikan di sekolahnya berhak dan perlu

memberikan arahan, bimbingan, dukungan, dan teguran kepada guru dan

tenaga lainnya jika ada kegiatan yang tidak sesuai dengan jalur-jalur yang

telah ditetapkan. Namun demikian, bimbingan dan arahan jangan sampai

membuat guru dan tenaga lainnya menjadi amat terkekang dalam

melaksanakan kegiatan, sehingga kegiatan tidak mencapai sasaran.

7. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu

mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek maupun

jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap

akhir semester untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap.

Bilamana pada satu semester dinilai adanya faktor-faktor yang tidak

mendukung, maka sekolah harus dapat memperbaiki pelaksanaan program

peningkatan mutu pada semester berikutnya. Evaluasi jangka menengah

dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk mengetahui seberapa jauh

Page 21: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

21

program peningkatan mutu telah mencapai sasaran-sasaran mutu yang

telah ditetapkan sebelumnya. Dengan evaluasi ini akan diketahui kekuatan

dan kelemahan program untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.

Dalam melaksanakan evaluasi, kepala sekolah harus mengikutsertakan

setiap unsur yang terlibat dalam program

8. Merumuskan Sasaran Mutu Baru

Sebagaimana dikemukakan terdahulu, hasil evaluasi berguna untuk

dijadikan alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Namun

yang tidak kalah pentingnya, hasil evaluasi merupakan masukan bagi

sekolah dan orangtua peserta didik untuk merumuskan sasaran mutu baru

untuk tahun yang akan datang. Jika dianggap berhasil, sasaran mutu dapat

ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Jika

tidak, bisa saja sasaran mutu tetap seperti sediakala, namun dilakukan

perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Namun tidak

tertutup kemungkinan, bahwa sasaran mutu diturunkan, karena dianggap

terlalu berat atau tidak sepadan dengan sumberdaya pendidikan yang ada

(tenaga, sarana dan prasarana, dana) yang tersedia.

Setelah sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT

untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah,

sehingga dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.

Page 22: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

22

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat

didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih

besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan

keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau

untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional.

Oleh karena itu, esensi MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan

keputusan partisipasif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.

Pelaksanaan MPMBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan

“idiograpik” (membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan

MPMBS) dan bukan lagi menggunakan pendekatan “nomotetik” (cara

melaksanakan MPMBS yang cenderung konformitas untuk semua sekolah).

Oleh karena itu, dalam arti yang sebenarnya, tidak ada satu resep pelaksanaan

MPMBS yang sama untuk diberlakukan ke semua sekolah. Tetapi satu hal

yang perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen peningkatan

mutu berbasis pusat menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot and

quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus

menerus dan melibatkan semua pihak yang bertanggungjawab dalam

penyelenggaraan pendidikan persekolahan.