Pedoman Peningkatan Mutu - Edit

30
PEDOMAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS ABC

Transcript of Pedoman Peningkatan Mutu - Edit

  • PEDOMAN

    UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

    RS ABC

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup

    sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

    yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional.

    Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan

    kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.

    Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial

    ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai

    berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik,

    lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin

    meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi

    pelayanan RS ABC secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif

    dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.

    Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS ABC dapat seperti yang

    diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS

    ABC. Buku pedoman tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu

    pelayanan RS ABC, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RS ABC dalam

    melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku

    pedoman ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah

    pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

  • 3

    BAB II

    SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN

    MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

    Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang

    baru. Pada tahun (1820 1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris

    menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah

    satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah hospital should do the patient

    no harm, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.

    Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh

    ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan

    beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena

    seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena

    kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian

    dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini

    adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan

    kemudian mencari jalan keluarnya.

    Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons

    (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi

    adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu

    pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan

    sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu

    dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang.

    Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin

    lain secara umum.

    Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of

    Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint

    Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk

    menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .

    Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan

    essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit , namun

    telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-

    tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru

  • 4

    ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa

    tahun sekali diadakan revisi.

    Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah

    Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan Medicare Act.

    Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang

    ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH

    tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal

    asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3%

    biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.

    Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus

    akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu

    yang dilaksanakan dengan baik.

    Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan

    dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru

    berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima

    kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan

    sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.

    Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di

    Amerika.

    Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,

    namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur

    bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika

    sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di

    Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an

    mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan

    pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan

    kesehatan masing-masing.

    Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang

    upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri

    Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di

    Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah

    mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.

  • 5

    Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada

    simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara

    nasional upaya peningkatan mutu diberbagai negara Eropa Barat masih pada

    perkembangan awal.

    Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu

    dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak

    menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan

    peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,

    Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah

    dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu

    penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan

    No.033/Birhup/1972, Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap

    kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-

    standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut

    pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah

    Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai

    pedoman dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.

    Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai

    indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit

    pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari

    Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan

    disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan

    indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C

    juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi

    penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur

    kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah

    awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep

    QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian

    standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui

    penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang

    sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.

  • 6

    BAB III

    KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU

    PELAYANAN RS ABC

    Agar upaya peningkatan peningkatan mutu di RS ABC dapat dilaksanakan

    secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep

    dasar upaya penigkatan mutu pelayanan.

    A. MUTU PELAYANAN RS ABC

    1. Pengertian mutu

    a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.

    b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang

    selalu dicurahkan pada pekerjaan.

    c. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar.

    c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

    2. Definisi Mutu Pelayanan RS ABC

    Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RS ABC untuk memenuhi kebutuhan

    masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar

    dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di RS ABC secara

    wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai

    dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan

    kemampuan RS ABC dan masyarakat konsumen.

    3. Pihak yang berkepentingan dengan Mutu

    a. Konsumen

    b. Pembayar/perusahaan/asuransi

    c. Manajemen RS ABC

    d. Karyawan RS ABC

    e. Masyarakat

    f. Pemerintah

    g. Ikatan profesi

    Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan

    kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.

    4. Dimensi Mutu

  • 7

    a. Keprofesian

    b. Efisiensi

    c. Keamanan Pasien

    d. Kepuasan Pasien

    e. Aspek Sosial Budaya

    5. Mutu Terkait dengan Input , Proses, Output

    Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur

    dengan menggunakan 3 variabel, yaitu :

    1). Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan

    pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan,

    teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang

    bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan

    struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan

    penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

    2). Proses, ialah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan

    konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian

    mutu yang penting.

    3). Output, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang

    terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari

    konsumen tersebut.

    RS ABC adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks,

    padat profesi dan padat modal. Agar RS ABC mampu melaksanakan fungsi

    yang demikian kompleks, RS ABC harus memiliki sumber daya manusia yang

    profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan.

    Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RS ABC harus mempunyai suatu

    ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.

    B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS ABC

    Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya

    dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu

    pelayanan RS ABC, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan

    keluarnya, sehingga mutu pelayanan RS ABC akan menjadi lebih baik.

  • 8

    Di RS ABC upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan

    memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya

    peningkatan mutu pelayanan RS ABC akan sangat berarti dan efektif bilamana

    upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RS ABC

    termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang. Upaya

    peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau

    pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun

    disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik

    selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih rendah.

    Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya

    peningkatan mutu pelayanan RS ABC.

    1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS ABC

    Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif

    yang menyangkut input, proses dan output secara obyektif, sistematik dan

    berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap

    pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga

    pelayanan yang diberikan di RS ABC berdaya guna dan berhasil guna.

    2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS ABC

    Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan

    mutu pelayanan RS ABC secara efektif dan efisien agar tercapai

    derajat kesehatan yang optimal.

    Khusus : Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS ABC melalui :

    a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.

    b.Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar

    pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu

    sesuai dengan kebutuhan pasien.

    c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan

    pengembangan pelayanan kesehatan.

    4. Strategi

    Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS ABC maka disusunlah strategi

    sebagai berikut :

  • 9

    1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip

    mutu pelayanan RS ABC sehingga dapat menerapkan langkah-langkah

    upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.

    2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia

    di RS ABC, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.

    3) Menciptakan budaya mutu di RS ABC. Termasuk di dalamnya menyusun

    program mutu RS ABC dengan pendekatan PDCA cycle.

    5. Pendekatan Pemecahan Masalah

    Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur)

    yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah

    identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting

    dari seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan

    selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul

    apabila :

    Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan

    Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

    Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan

    tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah

    diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang

    tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah

    terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga

    proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

  • 10

    BAB IV

    PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN

    MUTU PELAYANAN

    Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan

    ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan

    untuk mengukur mutu pelayanan RS ABC.

    Indikator :

    Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator

    merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator

    yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

    Kriteria :

    Adalah spesifikasi dari indikator.

    Standar :

    Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab

    untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.

    Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.

    Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu. Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan

    prinsip dasar sebagai berikut:

    1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan

    Keprofesian Efisiensi Keamanan pasien Kepuasan pasien Sarana dan lingkungan fisik

    2. Indikator yang dipilih

    a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses

  • 11

    b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada

    untuk perorangan.

    c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit

    d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk

    dimonitor

    e. Didasarkan pada data yang ada.

    3. Kriteria yang digunakan

    Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai

    indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan

    mutu tidak baik.

    4. Standar yang digunakan

    Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :

    a. Acuan dari berbagai sumber

    b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara

    c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

  • 12

    BAB V

    PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

    Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan

    untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa

    pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah

    pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan

    pelanggan (quality os customers satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari

    setiap bagian di RS ABC.

    Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus

    pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus Plan-Do-Check-Action (P-D-

    C-A) = Relaksasi (rencanakan laksanakan periksa aksi). Pola P-D-C-A ini

    dikenal sebagai siklus Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter

    Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,

    metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit siklus Deming. Hal ini karena

    Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas

    penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang

    bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous

    improvement) tanpa berhenti.

    Konsep P-D-C-A tersebut merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk

    proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti

    tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian

    organisasi, seperti tampak pada gambar 1.

    Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan

    dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu

    didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur

    subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang

    bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan

    dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan

    standar pelayanan.

    Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan

    berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under

    P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan

  • 13

    siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan

    siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam

    gambar 3.

    Check Action

    Follow-up

    Improvement

    Corrective Action

    DoPlan

    Gambar 2. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle

    Peningkatan

    Pemecahan masalah dan peningkatan A P

    C D

    Standar

    Pemecahan masalah dan peningkatan

    A P

    C D

    Standar

    Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

  • 14

    Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan

    sebagai berikut :

    a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan

    Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.

    Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi.

    Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.

    Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan

    dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah

    tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,

    semakin rinci informasi.

    b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan

    Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai

    tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan

    (1) Menentukan Tujuan dan sasaran

    (2) Menetapkan Metode untuk Mencapai tujuan

    Menyelenggarakan Pendidikan dan latihan

    (3) (4)

    Melaksanakan pekerjaan

    (5)

    Memeriksa akibat pelaksanaan

    (6) Mengambil tindakan yang tepat

    Action

    Check

    Plan

    Do

    Gambar 3. Siklus PDCA

  • 15

    harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan

    untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang kan

    digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima

    dan dimengerti oleh semua karyawan.

    c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do

    Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar

    dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan

    untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.

    d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan Do

    Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan

    standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah.

    Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan

    modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan

    karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.

    e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan Check

    Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik

    atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

    dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang

    harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu

    dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang

    bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan

    pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh

    manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul

    dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.

    f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat Action

    Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan

    penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya

    penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak

    terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah

  • 16

    mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam

    pengendalian kualitas pelayanan.

    Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang

    efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan

    yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua

    proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan

    diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang

    semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat

    yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang

    dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak

    seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.

    Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup

    semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung

    jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam

    pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya

    terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan

    menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai

    jikalau terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana

    dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik

    antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanngung jawab bersama

    untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu

    proses.

  • 17

    BAB VI

    INDIKATOR KINERJA MUTU

    UNIT KERJA : Rekam Medis RUANG LINGKUP : Kelengkapan Rekam Medik Rawat Jalan NAMA INDIKATOR : Ketidak Lengkapan Rekam Medik Rawat Jalan DASAR PEMIKIRAN : Rekam Medik Merupakan Bukti Dokumentasi Semua

    Upaya Pelayanan Di Rumah Sakit DEFINISI INDIKATOR : Angka Ketidak Lengkapan Pengisian Rekam Medik

    Pada Rawat Jalan KRITERIA :

    Inklusi : Identitas Pasien, Data Klinik ,(Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis Terapi dan Tindakan) ,Tanda Tangan/Paraf Dokter, Nama/Inisial Dokter, Resume

    Eksklusi : - TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah Rekam Medik Yang Tidak Lengkap Dalam

    Periode Waktu Tertentu PENYEBUT (Denominator) : Seluruh Rekam Medik Pada Waktu Yang Sama STANDARD : KETERANGAN :

  • 18

    UNIT KERJA : Rekam Medis RUANG LINGKUP : Kelengkapan Rekam Medik Rawat Inap NAMA INDIKATOR : Ketidak Lengkapan Rekam Medik Rawat Inap DASAR PEMIKIRAN : Rekam Medik Merupakan Bukti Dokumentasi Semua

    Upaya Pelayanan Di Rumah Sakit DEFINISI INDIKATOR : Angka Ketidak Lengkapan Pengisian Rekam Medik

    Pada Rawat Inap KRITERIA :

    Inklusi : Identitas Pasien, Data Perjalanan Penyakit (Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis, Terapi dan Tindakan yang dilengkapi dgn Informed Consent dan Laporan),Tanda Tangan/Paraf Dokter Nama/Inisial Dokter, Resume Medik dan Keperawatan, ICD dan Kode Peringatan.

    Eksklusi : Kelengkapan Administrasi dan Keuangan , Lembar

    Pemantauan, dan Resep TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah Rekam Medik Yang Tidak Lengkap Dalam Periode Waktu Tertentu PENYEBUT (Denominator) : Seluruh Rekam Medik Pada Waktu Yang Sama STANDARD : KETERANGAN :

  • 19

    UNIT KERJA : Bagian Rekam Medis RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan rekam medis NAMA INDIKATOR : Angka Keterlambatan Pengembalian Rekam Medik DASAR PEMIKIRAN : Ketepatan pengembalian rekam medik yang lengkap

    diperlukan terutama untuk pelaporan, studi kasus, laporan kematian dan sebagai aspek legal

    DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian berkas yang dikembalikan ke Bagian

    Rekam Medik lebih dari 2 X 24 jam KRITERIA :

    Inklusi :

    Eksklusi : TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah keterlambatan rekam medik dalam waktu dua

    kali dua puluh empat jam setelah keluar rumah sakit PENYEBUT (Denominator) : Seluruh pasien yang keluar rumah sakit STANDARD : Kurang dari 5% KETERANGAN :

  • 20

    UNIT KERJA : Perawatan RUANG LINGKUP : Efektifitas Asuhan Keperawatan NAMA INDIKATOR : Angka Kejadian Dekubitus DASAR PEMIKIRAN : Terjadinya Dekubitus menunjukkan Asuhan

    Keperawatan yang tidak baik. DEFINISI INDIKATOR : Suatu daerah yang jaringan cutaneousnya mengalami

    kerusakan diakibatkan oleh tekanan yang terus menerus pada pasien non ambulatory yang tidak dilakukan alih posisi

    KRITERIA : Inklusi : Luka lecet pada bagian bawah pasien tirah baring.

    Eksklusi : Luka lecet yang terjadi diluar area tekanan pada pasien tirah baring.

    TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah Kasus Dekubitus PENYEBUT (Denominator) : Jumlah Pasien yang Non Ambulatory STANDARD : 3% KETERANGAN :

  • 21

    UNIT KERJA : Kamar Bedah RUANG LINGKUP : Waktu Operasi NAMA INDIKATOR : Jumlah Keterlambatan Waktu Operasi Lebih dari 2

    Jam DASAR PEMIKIRAN : Keterlambatan waktu operasi lebih dari 2 jam dapat

    menimbulkan kegelisahan bagi pasien dan keluarganya

    DEFINISI INDIKATOR : Angka Kejadian Tertundanya operasi lebih dari 2 jam KRITERIA :

    Inklusi : Semua pasien yang saat mulainya operasi tertunda lebih dari 2 jam yang bukan disebabkan oleh karena faktor pasien dan atau keluarganya

    Eksklusi : Semua pasien yang saat mulainya operasi tertunda

    lebih dari 2 jam yang disebabkan oleh karena faktor pasien dan atau keluarganya

    TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien yang operasinya tertunda lebih dari 2

    jam PENYEBUT (Denominator) : Jumlah semua pasien operasi dalam periode waktu

    yang sama STANDARD : KETERANGAN :

  • 22

    UNIT KERJA : Gawat Darurat RUANG LINGKUP : Pelayanan Gawat Darurat NAMA INDIKATOR : Angka Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat

    Darurat (KPPGD) DASAR PEMIKIRAN : Keterlambatan pertolongan pasien gawat darurat dapat

    berakibat memperburuk prognosis DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian pasien true emergency yang mendapat

    pertolongan pertama lebih dari 15 menit di Unit Gawat Darurat

    KRITERIA :

    Inklusi : Waktu pertolongan pertama terhadap pasien true emergency oleh petugas UGD

    Eksklusi : Semua pasien yang bukan true emergency

    TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien true emergency yang mendapat

    pertolongan pertama lebih dari 15 menit PENYEBUT (Denominator) : Jumlah semua pasien true emergency yang mendapat

    pertolongan pertama dalam periode waktu yang sama STANDARD : 0% KETERANGAN :

  • 23

    UNIT KERJA : Instalasi Rawat Inap RUANG LINGKUP : Kamar Bersalin NAMA INDIKATOR : Perpanjangan Lama Perawatan Persalinan dengan

    Seksio Sesaria DASAR PEMIKIRAN : Pelayanan persalinan dengan seksio sesaria yang baik

    dan bermutu tidak memerlukan perpanjangan lama perawatan

    DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian perpanjangan lama perawatan

    persalinan seksio sesaria KRITERIA :

    Inklusi : Pasien hamil aterm yang dilakukan tindakan seksio

    sesaria

    Eksklusi : Pasien kala dua yang dirujuk. TIPE INDIKATOR : Rate Based

    PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien persalinan dengan seksio sesaria yang dirawat lebih dari lima hari.

    PENYEBUT (Denominator) : Jumlah semua pasien persalinan seksio sesaria yang

    dirawat kurang atau sama dengan lima hari. STANDARD : KETERANGAN :

  • 24

    UNIT KERJA : Instalasi Kamar Bedah RUANG LINGKUP : Kamar bedah NAMA INDIKATOR : Angka Infeksi Luka Operasi DASAR PEMIKIRAN : Operasi bersih yang memenuhi prosedur standard tidak

    menimbulkan infeksi luka operasi DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian infeksi luka operasi pada pasien pasca

    operasi bersih KRITERIA :

    Inklusi : Pasien operasi bersih

    Eksklusi : TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien infeksi luka operasi bersih PENYEBUT (Denominator) : Jumlah seluruh pasien operasi bersih dalam periode

    waktu yang sama dengan lama perawatan post operatif sama dengan atau lebih dari lima hari

    STANDARD : 2 % KETERANGAN :

  • 25

    UNIT KERJA : Instalasi rawat inap RUANG LINGKUP : Keperawatan NAMA INDIKATOR : Angka kejadian operasi ulang DASAR PEMIKIRAN : DEFINISI INDIKATOR : KRITERIA :

    Inklusi :

    Eksklusi : TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien yang harus dioperasi kembali unplaned

    (tanpa rencana) selama perawatan PENYEBUT (Denominator) : Jumlah seluruh pasien yang dioperasi dalam periode

    yang sama STANDARD : 0,5% KETERANGAN :

  • 26

    UNIT KERJA : Instalasi Rawat Inap RUANG LINGKUP : Keamanan dan efektifitas pasien rawat inap NAMA INDIKATOR : Angka Perawatan Ulang DASAR PEMIKIRAN : Pasien rawat inap yang dikelola dengan baik tidak

    akan memerlukan perawatan ulang yang tidak direncanakan.

    DEFINISI INDIKATOR : Jumlah pasien rawat inap ulang dengan penyakit sama

    dalam kurun waktu kurang dari tujuh hari setelah pasien pulang dari rumah sakit

    KRITERIA :

    Inklusi : Semua pasien dengan penyakit akut yang mengalami rawat ulang dengan masalah kesehatan yang sama

    Eksklusi : Pasien pulang paksa, rawat ulang yang direncanakan

    dan kehamilan aterm. TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien rawat ulang dalam periode tertentu PENYEBUT (Denominator) : Jumlah pasien rawat inap dalam periode yang sama STANDARD : 0% KETERANGAN :

  • 27

    UNIT KERJA : Instalasi Radiologi RUANG LINGKUP : Efektifitas Pelayanan Radiologi NAMA INDIKATOR : Angka Kerusakan Film DASAR PEMIKIRAN : Diperlukan pengendalian mutu pada pemeriksaan

    radiologi DEFINISI INDIKATOR : Angka kejadian kerusakan film pada pemeriksaan

    radiologi KRITERIA :

    Inklusi : Semua pemeriksaan radiologi yang harus diulang karena hasil yang tidak baik yang disebabkan oleh 1. Radiografer 2. Film yang ditolak dibaca

    Eksklusi :

    TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah film yang rusak PENYEBUT (Denominator) : Jumlah seluruh film yang digunakan STANDARD : Kurang dari 5 % KETERANGAN :

  • 28

    UNIT KERJA : Instalasi rawat inap RUANG LINGKUP : Efektifitas dan keamanan dari asuhan keperawatan dari

    pasien rawat inap yang mendapatkan infus NAMA INDIKATOR : Angka Infeksi Jarum Infus DASAR PEMIKIRAN : Tromboflebitis yang terjadi akan berdampak pada

    kesehatan pasien dengan menimbulkan karakteristik berupa nyeri, rasa tidak enak, panas, pembengkakan lokal dan kemerahan pada atau sekitar insersi jarum infus dan berakibat mengurangi mobilitas ekstremitas serta meningkatkan biaya perawatan keadaan ini juga menunjukkan kualitas asuhan keperawatan.

    DEFINISI INDIKATOR : KRITERIA :

    Inklusi : Semua pasien yang mendapatkan infus

    Eksklusi : TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah lokasi infus yang mengalami infeksi PENYEBUT (Denominator) : Jumlah seluruh lokasi jarum infus STANDARD : KETERANGAN :

  • 29

    UNIT KERJA : Instalasi Gawat Darurat RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan gawat darurat NAMA INDIKATOR : Angka kematian di Instalasi gawat darurat DASAR PEMIKIRAN : Keberhasilan penanganan kegawatan pasien true

    emergency sangat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan di Unit Gawat Darurat

    DEFINISI INDIKATOR : Jumlah pasien true emergency dengen kegawatan

    medik yang meninggal dui unit gawat darurat KRITERIA :

    Inklusi :

    Eksklusi : DOA (death on arrival), pasien meninggal di luar Unit Gawat darurat

    TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien through emergency yang gawat yang

    meninggal di UGD dalam periode tertentu. PENYEBUT (Denominator) : Jumlah seluruh pasien through emergency yang gawat

    dalam waktu yang sama STANDARD : KETERANGAN :

  • 30

    UNIT KERJA : Instalasi Gizi RUANG LINGKUP : Efektifitas pelayanan gizi pasien rawat inap NAMA INDIKATOR : Angka daya terima makanan DASAR PEMIKIRAN : Keberhasilan penanganan pasien rawat inap

    dipengaruhi oleh kualitas pelayanan gizi DEFINISI INDIKATOR : Jumlah pasien yang menyisakan makan siangnya KRITERIA :

    Inklusi : Pasien menolak makan siang karena tidak menyukai makanannya, makan tidak habis apapun alasannya

    Eksklusi : Pasien tidak makan siang karena indikasi medis

    TIPE INDIKATOR : Rate Based PEMBILANG (Numerator) : Jumlah pasien yang menyisakan makan siangnya. PENYEBUT (Denominator) : Jumlah seluruh pasien rawat inap yang bisa makan

    siang STANDARD : Minimal 80 % KETERANGAN :