Manajemen Luka

6
MANAJEMEN LUKA: TIME APPROACH Luka bukan hanya masalah ‘lubang pada kulit’ tapi lebih dari itu ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai tujuan tertutupnya ‘lubang’ tersebut. Untuk itu perlu sebuah pendekatan sistematis dalam mendesain kerangka kerja agar tujuan penyembuhan luka dapat tercapai. Falanga (2004) mengembangkan kerangka kerja yang dikenal sebagai TIME untuk mendukung pendekatan yang lebih komprehensif dalam perawatan luka kronik. Istilah ini kemudian dimodifikasi eleh European Wound Management Association WBP Advosory Board untuk memaksimalkan penggunaannya agar lebih universal. Adapun kerangka kerja TIME adalah sebagai berikut: T : Tissue Management. I : Inflammation and infection control. M : Moisture balance. E : Epithelial (edge) advancement. A. TISSUE MANAGEMENT Tissue management atau manajemen jaringan luka ditujukan untuk menyiapkan bantalan luka. Oleh karena itu dipandang perlu untuk segera melakukan debridement untuk mengangkat jaringan nekrotik dan slough. Debridement dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, yaitu:

Transcript of Manajemen Luka

Page 1: Manajemen Luka

MANAJEMEN LUKA: TIME APPROACH

Luka bukan hanya masalah ‘lubang pada kulit’ tapi lebih dari itu ada banyak

aspek yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai tujuan tertutupnya ‘lubang’ tersebut.

Untuk itu perlu sebuah pendekatan sistematis dalam mendesain kerangka kerja agar

tujuan penyembuhan luka dapat tercapai.

Falanga (2004) mengembangkan kerangka kerja yang dikenal sebagai TIME

untuk mendukung pendekatan yang lebih komprehensif dalam perawatan luka kronik.

Istilah ini kemudian dimodifikasi eleh European Wound Management Association WBP

Advosory Board untuk memaksimalkan penggunaannya agar lebih universal. Adapun

kerangka kerja TIME adalah sebagai berikut:

T : Tissue Management.

I : Inflammation and infection control.

M : Moisture balance.

E : Epithelial (edge) advancement.

A. TISSUE MANAGEMENT

Tissue management atau manajemen jaringan luka ditujukan untuk menyiapkan

bantalan luka. Oleh karena itu dipandang perlu untuk segera melakukan debridement

untuk mengangkat jaringan nekrotik dan slough. Debridement dapat dilaksanakan

dengan berbagai cara, yaitu:

1. Autolytic debridement.

Debridement autolitik didasarkan pada kemampuan macrofag untuk

memfagositosis debris dan jarngan nekrotik. Penggunaan Hydrocoloids dan

hydrogels digunakan secara luas untuk mendukung lingkungan yang lembab

yang akan meningkatkan aktifitas makrofag. Alginat juga dapat digunakan untuk

mendukung suasana lembab.

Page 2: Manajemen Luka

2. Biological debridement.

Maggots atau belatung berasal dari larva lalat lucilia sericata yang

mensekresikan enzim yang dapat memecah jaringan nekrotik menjadi semi-

liquid form (lunak) sehingga dapat dicerna oleh belatung dan hanya

meninggalkan jaringan yang sehat (Thomas, 2001).

3. Enzymatic debridement.

Debridemen enzimatik juga dapat mendukung autolysis sontohnya penggunaan

enzym seperti elastase, collagenase, dan fibrinolysin. Enzim-enzim tersebut

dapat melepaskan ikatan jaringan nekrotik terhadap bantalan luka (Douglass,

2003).

4. Mechanical debridement.

Metode mechanical debridement antara lain; wet-to-dry dressing dengan

menggunakan kasa yang dilembabkan dengan NaCL kemudian ditempelkan pada

luka dan dibiarkan mengering, setelah itu diangkat. Cara ini dapat mengangkat

slough dan eschar ketika balutan luka diganti namun efek negatifnya

menimbulkan nyeri pada pasien dan dapat merusak jaringan yang baru. Irigasi

dengan tekanan tinggi juga dapat digunakan dan efektif untuk jumlah bakteri

pada luka dibanding dengan mencuci luka dengan cara biasa.

5. Sharp atau Surgical debridement.

Merupakan metode debridement yang paling cepat namun tidak cocok untuk

semua jenis luka (utamanya luka dengan perfusi jelek) selain itu sharp/surgical

debridement dapat menimbulkan resiko perdarahan, oleh karena itu harus

dilaksanakan oleh petugas yang telah kompeten, terlatih dan profesional

(Faibairn, et el., 2002).

B. INFLAMMATION AND INFECTION CONTROL

Page 3: Manajemen Luka

Luka kronik selalu dianggap terkontaminasi sehingga terjadi kolonisasi bakteri

yang pada akhirnya akan mengakibatkan infeksi. Sibbald (2002) menggambarkan

pentingnya mempertahankan keseimbangan bakteri ketika luka terkontaminasi atau

terkolonisasi oleh bakteri tapi tidak mengganggu proses penyembuhan. Jika luka

tidak sembuh dengan penggunaan topical therapy, penggunaan antibiotic sistemik

dapat dipertimbangkan, utamanya jika terjadi infeksi jaringan dalam.

Schultz et al. (2003) menekankan pentingnya debridement sebab dapat

mengurangi jumlah bakteri dengan mengangkat jaringan yang mati. Penggunaan

belatung untuk debridement juga sangat berguna bahkan dapat mencerna dan

menghancurkan bakteri, termasuk MRSA (Thomas, 2001).

Untuk pengunaan antiseptic topical seperti slow-release silver dan iodine hanya

menunjukkan efektifitas dalam dua minggu (Edmonds et al., 2004;Moffat et al.,

2004). Topical antibiotic sangat tidak direkomendasikan karena resiko resistensi.

C. MOISTURE BALANCE

Luka dapat memproduksi eksudat mulai dari jumlah sedikit, sedang, hingga

banyak. Luka dengan eksudat yang banyak dapat menyebabkan maserasi pada kulit

sekitar luka dilain pihak luka dengan eksudat sedikit atau tidak ada dapat menjadi

kering. Oleh karena itu perlu ada keseimbangan kelembaban pada luka. Untuk

menjaga keseimbangan kelembaban (moisture balance) pada luka maka dapat

dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Untuk luka dengan eksudat yang sangat banyak, gunakan balutan yang memiliki

daya serap yang tinggi. Contohnya alginate, foams, dan hydrofiber dressing. Bila

tidak ada dapat dimodifikasi misalnya penggunaan pampers dan pembalut.

2. Untuk luka dengan eksudat yang produktif seperti sinus dan fistula, dapat

digunakan ‘system kantong’ untuk menampung eksudat. ‘system kantong’ dapat

mencegah resiko kontaminasi kulit sekitar luka (yang mungkin masih sehat) dari

eksudat, volume dan warna eksudat dapat dipantau, dan bau eksudat dapat

Page 4: Manajemen Luka

dikontrol. Untuk aplikasi ‘system kantong’ dapat digunakan stoma bag, urostomy

bag, fistula bag, atau bila tidak ada dapat digunakan ‘parcel dressing’.

Apapun metode yang digunakan untuk menciptakan moisture balance, yang

paling penting adalah perawatan kulit sekitar luka. Eksudat yang berlebihan dapat

menimbulkan maserasi atau dermatitis irritant (Cutting & White, 2002).

D. EPHITELIAL (EDGE) ADVANCEMENT

Penyembuhan luka bukan hanya menyiapkan bantalan luka, tapi yang juga tak

kalah penting adalah menyiapkan tepi luka (wound edge). Selama ini dalam

perawatan luka kita hanya berfokus pada lukanya dan mengabaikan perawata kulit

sekitar luka. Tepi luka yang berwarna pink merupakan gambaran luka yang sehat

sebaliknya tepi luka yang menebal atau tidak jelas batasnya merupakan gambaran

luka yang kurang baik.

Untuk perawatan tepi luka dapat dilakukan dengan mengontrol eksudat agar tidak

mengenai tepi luka, memberi kelembaban pada kulit sekitar luka dapat menggunakan

skin tissue, skin lotion, dll.

Referensi

1. Carol Dealey (2005): The wound care of wounds: a guide for nurses, Blackwell

Publishing Ltd.

2. Saldy Yusuf (2008): Panduan Praktis Perawatan Luka: an evidence approach for

wound healing. STIKes Bina Bangsa Majene.

http://saldyusuf.blogspot.com/2009/03/manajemen-luka-time-approach.html