MANAJEMEN-BIMBINGAN-KONSELING----
-
Upload
muhammad-kharis -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of MANAJEMEN-BIMBINGAN-KONSELING----
MANAJEMEN BIMBINGAN KONSELING
(PROFESI, PENGEMBANGAN DAN KORELASINYA DENGAN PAI)
A. Pendahuluan
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting
dalam pendidikan. Hal ini mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah
suatu kegiatan bantuan tuntutan yang diberikan kepada individu pada
umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka untuk
meningkatkan mutunya. Sebuah sekolah atau lembaga pendidikan secara
umum dapat dikatakan berkualitas dengan cara melihat output yang
dihasilkan oleh sebuah sekolah. Artinya, masyarakat menganggap sebuah
sekolah itu berkualitas apabila siswa atau peserta yang dihasilkan memiliki
kualitas dan memenuhi harapan masyarakat.
Ukuran kualitas lulusan tidak hanya diukur dari kematangan kognitif
saja, akan tetapi ukuran seorang peserta didik bisa dikatakan berkualitas
apabila dia sudah matang secara emosional, sosial, dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan, dapat mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya.
Selain itu, lulusan tersebut juga dapat memenuhi kebutuhannya secara
mandiri. Yang paling krusial, yaitu kematangan moral. Siswa dikatakan
berkualitas jika dia memiliki moral yang baik, baik itu moral yang
berlandaskan kepada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat maupun
moral yang ada dalam agama.
Salah satu komponen dalam mendukung dan menciptkan output siswa
yang baik adalah melalui manajemen bimbingan dan konseling. Pendidikan
merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang
berkaitan satu sama lain. Untuk itu diperlukan pengelolaan usaha pendidikan
sebagai suatu sistem yang terstruktur melalui manajemen. Optimalisasi
pelayanan bimbingan dan konseling perlu dilakukan sehingga pelayanan
Bimbingan dan Konseling benar-benar memberikan kontribusi pada
pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah yang bersangkutan. Suatu program
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak mungkin akan tersusun,
terselenggara dan tercapai apabila tidak dikelola dalam suatu sistem
manajemen yang bermutu. Manajemen yang bermutu sendiri akan banyak
ditentukan oleh kemampuan manajer pendidikan di sekolah dalam
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan
sumber daya yang ada.
Oleh karena itu, sebagai bagian yang penting, manajemen bimbingan
konseling harus ditata dan diatur dengan baik. Bimbingan dan konseling
merupakan upaya bantuan untuk mewujudkan perkembangan manusia secara
optimal baik secara kelompok maupun individual sesuai dengan hakikat
kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan,
kelemahan, serta permasalahannya. Dengan kata lain, pelaksanakan
manajemen bimbingan dan konseling harus dirumuskan secara matang baik
dari segi program pelayanan bimbingan dan konseling, meneliti hal-hal apa
sajakah yang dibutuhkan oleh para siswa, materi-materi yang harus diajarkan
untuk membentuk kematangan siswa, satuan layanan dan kegiatan dalam
bimbingan dan konseling, dapat merumuskan dengan baik tatalaksana
bimbingan dan konseling, dan mengevaluasi program yang telah
dilaksanakan.
B. Permasalahan
1. Mengapa BK dikatakan sebagai profesi?
2. Bagaimana upaya pengembangan profesi BK?
3. Bagaimana korelasi profesi BK dengan PAI?
C. Pembahasan
1. Pengertian Profesi BK
Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji
terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu
pekerjaan, tidak berganti-ganti pekerjaan dan selalu bertanggung jawab
terhadap keputusan yang diambil dan bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan, serta mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya. Definisi
yang hampir senada mengatakan, profesi adalah pekerjaan tetap bidang
tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung
jawab, dengan tujuan memperoleh penghasilan.1
Istilah “profesi” memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak
semua pekerjaan dapat disebut profesi. Profesi adalah suatu jabatan atau
pekerjaan yang menuntut keterampilan dan keahlian tertentu dari para
petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak setiap orang
bisa melakukannya dan tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih
serta orang yang tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk
melakukan pekerjaan itu.
Sementara itu, bimbingan dan konseling (BK) merupakan dua
istilah yang sering dirangkaikan sebagai kata majemuk. Beberapa ahli
mengatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati dari
kegiatan bimbingan. Adapula yang menyatakan bahwa konseling
merupakan salah satu jenis layanan bimbingan. Dengan demikian dalam
istilah bimbingan sudah termasuk di dalamnya kegiatan konseling.
Banyak para ahli berusaha merumuskan pengertian bimbingan dan
konseling, diantaranya, menurut Rochman Natawidjaja (1978), bimbingan
adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya
sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai
dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
Menurut Bimo Walgito, bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam
kehidupannya, agar individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya.2
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para
ahli, dapat dikemukakan bahwa bimbingan merupakan (a) suatu proses 1 Ismantoro Dwi Yuwono, 2011, Memahami Berbagai Etika Profesi &
Pekerjaan,Yogyakarta: Pustaka Yustisia, hlm 14
2 Bimo Walgito, Psikologi Umum, UGM, Yogyakarta, 1985, hlm 12
yang berkesinambungan, (b) suatu proses membantu individu , (c) bantuan
yang diberikan dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat
mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan
kemampuan/potensinya, dan (4) kegiatan yang bertujuan utama
memberikan bantuan agar individu dapat memahami keadaan dirinya dan
mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
Sedangkan konseling, menurut James P. Adam, konseling adalah
suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana yang
seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih
baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang
dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
Menurut Bimo Walgito, konseling adalah bantuan yang diberikan
kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan
wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang
dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling sebagai
profesi merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan, dimana disana
terdapat proses membantu orang lain atau bias dikatakan membimbing
orang lain agar orang tersebut memiliki pribadi yang lebih baik dalam
memahami dirinya yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu pekerjaan
(profesi).
2. BK sebagai Profesi
Dari pengertian di atas profesi BK adalah keahlian seseorang
dalam proses membantu orang lain atau membimbing orang lain agar
orang tersebut memiliki pribadi yang lebih baik dalam memahami dirinya
dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya. Profesi BK
kemudian biasa disebut sebagai konselor.
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa konselor merupakan bagian dari
pendidik. Secara tegas dalam pasal 1 ayat 6 disebutkan “Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan”. Oleh karena itu, tak bisa dipungkiri
bahwa konselor (BK) merupakan sebuah profesi yang harus menjalankan
tugas konselor secara profesional.3
Menurut Prayitno, profesionalitas konselor tak bisa dilepaskan
dari tugas dan fungsi pendidik, dimana dalam UU Sistem Pendidikan
nasional pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyrakat bangsa dan Negara”.
Di situ, Prayitno menekankan pada dua hal, yakni suasana belajar
dan proses pembelajaran. Pada suasana belajar, dimana terjadi interaksi
pada klien yang menjalani proses konseling, terjadi beberapa kondisi yang
bervariasi. Ada klien yang sangat antusias, dengan motivasi tinggi,
sebaliknya ada juga kondisi klien yang tanpa semangat, tanpa motivasi
untuk melibatkan diri, bahkan ada yang ingin melepaskan diri dari proses
konseling tersebut.
Pada kondisi klien yang bersemangat akan terjadi pembelajaran
yang efektif, meaningful learning. Sedangkan suasana yang kedua, akan
berkembang suasana tidak bersemangat, bosan, malas, tanpa harapan yang
akan mengarah pada gagalnya pembelajaran, no learning. Bahkan kondisi
ini akan mudah menjadi kondisi kacau dalam belajar. Di sinilah peran
konselor yang professional berkewajiban mewujudkan kondisi meaning
learning dan menghindarkan kondisi no learning. Hal inilah yang disebut
dengan proses konseling yang efektif. Proses konselor yang efektif inilah
3 Prayitno, Seni Panduan Layanan dan Kegiatan pendukung Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan Negeri Padang, 2012, hlm. 5
yang harus ada dalam proses pembelajaran, dimana diartikan sebagai
kegiatan pendidik (guru, dosen, konselor) untuk mendorong atau
menggerakkan orang lain (peserta didik) dalam menjalani kegiatan belajar
atau berada dalam suasana belajar. Peserta didik harus didorong oleh
pendidik untuk belajar dalam upaya menguasai sesuatu yang baru.4
Dengan demikian, konselor, yang merupakan tenaga profesi yang
menuntut keahlian khusus dalam bidang memberikan pelayanan bantuan
keahlian untuk pengembangan pribadi dan pemecahan masalah, harus
memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan nasional serta kehidupan
masyarakat dan bangsa pada umumnya. Dari sudut pandang profesi
bantuan (helping profession) pelayanan konseling diabdikan bagi
peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan dengan cara menfasilitasi
perkembangan individu atau kelompok individu sesuai dengan kekuatan,
kemampuan potensial dan aktual serta peluang-peluang yang dimilikinya,
dan membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta kendala yang
dihadapi dalam perkembangan dirinya.
3. Upaya Pengembangan Profesi BK
Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan
manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa
mencapai kematangan emosional dan sosial. Di sini bimbingan dan
konseling memang menangani masalah-masalah atau hal-hal di luar
bidang garapan pengajaran, tetapi secara tidak langsung menunjang
tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran. Tak dapat dipungkiri,
keberadaan bimbingan dan konseling semakin hari semakin dibutuhkan
dan diperlukan keberadaannya di setiap sekolah. Oleh karena itu perlu
adanya pengembangan profesi bimbingan dan konseling.
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain
melalui; standardisasi untuk kerja professional konselor, standardisasi
4 Ibid., 6-7
penyiapan konselor, akreditasi, stratifikasi dan lisensi, dan
pengembangan organisasi profesi.
a. standarisasi kerja profesional konselor
Pekerjaan konselor tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang.
Selama ini pekerjaan ini dianggap bisa dilakukan siapa pun juga dan
ada anggapan yang mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan
berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit.
Akan tetapi pada dasarnya, berbagai jenis bantuan dan kegiatan itu
menuntut adanya kinerja yang professional, tak terkecuali dalam
konselor.
Adapun rumusan tentang standar professional konselor antara
lain :
- Mengajar dalam bidang psikologi dan bimbingan dan konseling.
- Mengorganisasikan program bimbingan dan konseling.
- Menyusun program bimbingan dan konseling.
- Memasyaratkan pelayanan bimbingan dan konseling.
- Menyelenggarakan pengumpulan data tentang minat, bakat,
kemampuan, dan kondisi kepribadian.
- Menyusun dan mengembangkan himpunan data.
- Menyelenggarakan konseling perorangan.
- Menyelenggarakan bimbingan dan konseling kelompok.
- Menyelenggarakan orientasi studi siswa.
- Menyelenggarakan kegiatan ko/ekstrakurikuler.
- Membantu guru bidang studi dalam mendiagnosis kesulitan belajar
siswa.
- Membantu guru bidang studi dalam menyelenggarakan pengajaran
perbaikan dan program pengayaan.
- Menyelenggarakan bimbingan kelompok belajar.
- Menyelenggarakan pelayanan penempatan siswa.
- Menyelenggarakan bimbingan karier dan pemberian informasi
pendidikan/jabatan.
- Menyelenggarakan konferensi kasus.
- Menyelenggarakan terapi kepustakaan.
- Melakukan kunjungan rumah.
- Menyelenggarakan lingkungan klien.
- Merangsang perubahan lingkungan klien.
- Menyelenggarakan konsultasi khusus.
- Mengantar dan menerima alih tangan.
- Menyelenggarakan diskusi professional.
- Memahami dan menulis karya-karya ilmiah dalam bidang BK.
- Memahami dan menyelenggarakan penelitian dalam bidang BK.
- Menyelenggarakan kegiatan BK pada lembaga/lingkungan yang
berbeda.
- Berpartisipasi aktif dalam pengembangan profesi BK.
b. Standarisasi Penyiapan Konselor
Pada dasarnya tujuan penyiapan konselor ialah agar para
konselor memiliki wawasan sehingga dapat melaksanakan dengan
sebaik-baiknya materi dan keterampilan yang terkandung dalam
rumusan kinerja profesional. Penyiapan konselor melalui program
pendidikan dalam jabatan, memang waktunya cukup lama, tentunya
dimulai dari seleksi dan penerimaan calon mahasiswa yang akan
mengikuti program sampai pada saat lulus.
Pemilihan calon mahasiswa adalah tahap awal dalam proses
penyiapan konselor. Kegiatan ini sangat penting dalam menentukan
pemerolehan calon konselor yang diharapkan. Komisi tugas, standar,
dan kualifikasi konselor Amerika Serikat mengemukakan syarat-
syarat pribadi yang harus dimiliki oleh konselor sebagai berikut:
1) Memiliki bakat skolastik yang memadai untuk mengikuti
pendidikan tingkat sarjana atau yang lebih tinggi.
2) Memiliki bakat dan kemauan yang besar untuk bekerja sama
dengan orang lain.
3) Memiliki kemampuan untuk bekerja dengan orang-orang dari
berbagai latar belakang.
4) Memiliki kematangan pribadi dan sosial, meliputi kepekaan
terhadap orang lain, kebijaksanan, keajegan, rasa homor, bebas
dari kecenderungan suka menyendiri, mampu mengambil
pelajaran dari kesalahan-kesalahan, dan mampu menerima
kritik, berpenampilan menyenangkan, sehat, suara
menyenangkan, memiliki daya tarik, dan bebas dari tingkah laku
yang tidak menyenangkan.
c. Akreditasi.
Selain upaya di atas, uapaya pengembangan profesi BK
juga dapat dilakukan melalui pengembangan lembaga pendidikan
konselor yang perlu diakreditasi untuk menjamin mutu
lulusannya. Akreditasi merupakan prosedur yang secara resmi
diakui bagi suatu profesi untuk mempengaruhi jenis dan mutu
anggota profesi yang dimaksud.
Tujuan pokok akreditasi adalah untuk memantapkan
kredibilitas profesi. Tujuan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
1) untuk menilai bahwa program yang ada memenuhi standar
yang ditetapkan oleh profesi
2) untuk menegaskan misi dan tujuan program.
3) untuk menarik calon konselor dan tenaga pengajar yang
bermutu tinggi.
4) untuk meningkatkan kemampuan program dan pengakuan
terhadap program tersebut.
5) untuk meningkatkan program dari penampilan dan penutupan.
6) untuk membantu mahasiswa yang berpotensi dalam seleksi
memakai program pendidikan konselor
7) membantu para pemakai lulusan untuk mengetahui program
mana yang telah standar.
8) untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat tentang
kemantapan pelayanan bimbingan dan konseling.
d. Sertifikasi dan Lisensi
Sertifikasi merupakan upaya lebih lanjut untuk lebih
memantapkan dan menjamin profesionalisasi bimbingan dan
konseling. Lulusan pendidikan konselor yang akan bekerja di
lembaga-lembaga pemerintah memang diharuskan menempuh
program sertifikasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Mereka
yang hendak bekerja di luar lembaga atau badan
pemerintah diwajibkan memperoleh lisensi atau sertifikat
kredensial dari organisasi profesi bimbingan dan konseling.
e. Pengembangan Organisasi Profesi
Organisasi profesi tidak berorientasi pada keuntungan
ekonomi ataupun keuntungan yang bersifat material lainnya. Tujuan
organisasi profesi dapat dirumuskan, yaitu: (1) Pengembangan ilmu,
(2) Pengembangan pelayanan, dan (3) Penegakan kode etik
professional.
Ketiga tujuan organisasi profesi itu saling bersangkutan.
Peningkatan keilmuan jelas menunjang praktek di lapangan dan
pengalaman praktek di lapangan dianalisis dan disusun menjadi
unsur-unsur keilmuan yang secara terus-menerus menambah
khasanah keilmuan. Dengan demikian, organisasi profesi yang
benar-benar mantap secara serempak menyelenggarakan dengan baik
ketiga darmanya itu.
4. Korelasi profesi BK dengan PAI
Sebagaimana disebutkan di atas, sesuai amanat Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional, profesi BK (konselor) adalah menjadi
bagian dari pendidik. Karenanya, konselor menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini, tentu saja menjadi
bagianyangtak terpisahkan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI).
Konselor bertugas membimbing dan melayani peserta didik dalam
memecahkan persoalannya. Peran ini, juga dilakukan oleh guru mata
pelajaran dalam batas teretntu. Oleh karenanya peran dan konstribusi guru
mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan
efisien pelayanan bimbingan dan konseling. Guru tidak hanya berfungsi
memberikan pengetahuan dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, tetapi
juga dapat mengembangkan seluruh kepribadian anak. Guru harus
mengetahui lebih dari sekedar masalah bagaimana mengajar yang efektif.
Ia harus dapat membantu murid dalam mengembangkan seluruh aspek
kepribadian dan lingkungannya, sepanjang itu memungkinkan secara
profesional.5
Tugas dan tanggung jawab guru sebagaimana yang tersebut di atas
juga diemban oleh guru Pendidikan Agama Islam. Lebih dari sekedar
bimbingan belajar, guru Pendidikan Agama Islam haruslah dapat
memberikan bimbingan akhlak dan moral serta keimanan kepada para
siswanya. Oleh karena itu, fungsi bimbingan dan konseling pada guru
Pendidikan Agama Islam jauh lebih berat dibandingkan dengan guru mata
pelajaran lain.
PAI menjadi garda depan, dalam menelurkan generasi yang islami,
yang berakhlak mulia sesuai tuntunan agama Islam. Tentu saja hal ini
sangat berkorelasi dengan BK dalam mewujudkan visi tersebut. Dalam
hal korelasi ini, ajaran Islam telah memberikan ajaran-ajaran tentang
konseling. Teori-teori konseling dalam Islam adalah landasan yang benar
dalam melaksanakan proses bimbingan dan konseling agar dapat
berlangsung dengan baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif
bagi klien mengenai cara dan paradigma berfikir, cara menggunakan
potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah
laku berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
5 Heru Mugiarso, Bimbingan Konseling, Semarang:Unnes Perss, 2006, hlm.2
Allah berfirman dalam Al-Quran: serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. [An-Nahl
(16): 125]. Ayat tersebut menjelaskan beberapa teori atau metode dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling. Teori-teori tersebut sebagaimana
yang telah dipaparkan oleh Hamdani Bakran adalah sebagaimana berikut:
a. Teori Al-Hikmah
Sebuah pedoman, penuntun dan pembimbing untuk memberi
bantuan kepada individu yang sangat membutuhkan pertolongan
dalam mendidik dan mengembangkan eksistensi dirinya hingga ia
dapat menemukan jati diri dan citra dirinya serta dapat
menyelesaikan atau mengatasi berbagai permasalahan hidup secara
mandiri. Proses aplikasi konseling teori ini semata-mata dapat
dilakukan oleh konselor dengan pertolongan Allah, baik secara
langsung maupun melalui perantara, dimana ia hadir dalam jiwa
konselor atas izin-Nya.
b. Teori Al-Mauidhoh Hasanah
Yaitu teori bimbingan atau konseling dengan cara mengambil
pelajaran-pelajaran dari perjalanan kehidupan para Nabi dan Rasul.
Bagaimana Allah membimbing dan mengarahkan cara berfikir, cara
berperasaan, cara berperilaku serta menanggulangi berbagai problem
kehidupan. Bagaimana cara mereka membangun ketaatan dan
ketaqwaan kepada-Nya.
Yang dimaksud dengan Al-Mau’izhoh Al-Hasanah ialah
pelajaran yang baik dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya, yaitu
dapat membantu klien untuk menyelesaikan atau menanggulangi
problem yang sedang dihadapinya.
c. Teori Mujadalah yang baik
Yang dimaksud teori Mujadalah ialah teori konseling yang
terjadi dimana seorang klien sedang dalam kebimbangan. Teori ini
biasa digunakan ketika seorang klien ingin mencari suatu kebenaran
yang dapat menyakinkan dirinya, yang selama ini ia memiliki
problem kesulitan mengambil suatu keputusan dari dua hal atau
lebih; sedangkan ia berasumsi bahwa kedua atau lebih itu lebih baik
dan benar untuk dirinya. Padahal dalam pandangan konselor hal itu
dapat membahayakan perkembangan jiwa, akal pikiran, emosional,
dan lingkungannya. 6
Jadi, peran guru dan konselor berada dalam satu korider dan visi
yang sama, yakni mengawal proses pembelajaran yang efektif, sehingga
tujuan pendidikan dapat tercapai. Selain itu, dalam batas-batas tertentu,
guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Berkenaan
dengan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan konseling, guru-guru
mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus bersifat
manusiawi dan religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan
asli.7 Begitu pula dengan guru Pendidikan Agama Islam, semua yang
bimbingan dan konseling yang di berikan oleh guru Pendidikan Agama
Islam hendaknya berdasarkan dan berlandaskan ajaran Agama Islam.
Dalam konteks efesien dan efektivitas konseling, tugas dan
tanggungjawab guru mata pelajaran adalah:
a. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada siswa.
b. Membantu guru pembimbing/ konselor mengidentifikasi siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling.
c. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan
dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.
d. Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor.
6 Hamdani Bakran, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka, Yogyakarta, 2002, hlm 34-37
7 Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, Pustaka Setia, Bandung, 2010, hlm.192
e. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan
hubungan antar siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan
pembimbingan dan konseling.
f. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling.
g. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa.
h. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka
penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak
lanjutnya.8
5. Analisis
Dari paparan di atas, penulis menyadari, ternyata kebutuhan akan
profesi BK begitu menunjang dalam keberhasilan proses belajar
mengajar. Peran dan fungsinya begitu fital. Akan tetapi dari data di
lapangan, ternyata masih banyak sekolah/madrasah di kabupaten Kudus
yang masih mengabaikan peran dan fungsi dari profesi BK. Ini terbukti
dari masih minimnya guru BK dalam suatu sekolah, sehingga
keterbatasan guru BK ini tidak sebanding dengan jumlah peserta didik.
Bahkan, ada beberapa sekolah/madrasah yang belum memiliki guru BK,
padahal kebutuhan akan guru BK sudah nyata. Oleh karenya, sudah
menjadi tugas kita bersama untuk mensosialiskan dan mengkampenyakan
ke sekolah/madrasah akan pentingnya profesi BK dalam sebuah lembaga
pendidikan.
Upaya peningkatan profesionalitas BK tentu saja menjadi
kebutuhan. Selain upaya-upaya yang ada dalam system peningkatan
SDM melalui pendidikan profesi BK dan juga pendidikan (kurikulum)
dalam perguruan tinggi BK, juga yang tidak kalah penting, adalah praktik
langsung di lapangan. Kegiatan praktik konseling tidak boleh hanya
sekali dua kali dilakukan, tetapi harus sesering mungkin. Karena praktik
konseling akan menjadi pengalaman luar bisas, dan akan menemukan
8 Ibid., hlm. 192
ilmu baru dalam konseling itu sendiri. Lebih dari itu, selama ini ada
kesan bahwa praktik konseling oleh mahasiswa jarang yang dibimbing
dan diarahkan langsung (apalagi dites dan ditunggui dosen secara
langsung dalam praktik konseling). Oleh karenanya, penulis berharap
peran dan bimbingan dari dosen pada praktik konseling ini dapat
ditingkatkan.
D. Kesimpulan
1. BK disebut sebagi profesi karena pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang, tetapi harus seorang yang ahli, yakni seseorang yang
ahli dalam proses membantu orang lain atau membimbing orang lain agar
orang tersebut memiliki pribadi yang lebih baik dalam memahami dirinya
dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya.
2. Upaya pengembangan profesi bimbingan dan konseling mau tak mau
melalui upaya meningkatkan kualitas SDM konselor tersebut. Upaya
tersebut antara lain, dilakukan dengan: (1) standardisasi untuk kerja
professional konselor, (2) standarisasi penyiapan konselor, (3) akreditasi,
(4) stratifikasi dan lisensi, dan (5) pengembangan organisasi profesi
3. Korelasi profesi BK (konselor) dan PAI adalah menjadi bagian dari dunia
pendidikan yang tak terpisahkan. Konselor menjadi bagian dari pendidik,
dimana tujuan akhirnya sama-sama membimbing dan melayani peserta
didik dalam memecahkan persoalan. Pada akhirnya profesi BK dan PAI
adalah sama-sama menjadi “tim” dalam mensukseskan tercapainya
tujuan pendidikan seperti yang diamanatkan undang-undang.
E. Penutup
Demikian makalah ini kami paparkan. Penulis menyadari sepenuhnya
atas keterbatasan kemampuan pada diri penulis, maka dari itu penulis mohon
maaf atas keterbatasan ini, juga menerima saran dan kritik yang konstruktif
untuk penyempurnaan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini menjadi
manfaat bagi kita bersama.
F. Daftar Pustaka
Ismantoro Dwi Yuwono, Memahami Berbagai Etika Profesi &
Pekerjaan,Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011
Bimo Walgito, Psikologi Umum, UGM, Yogyakarta, 1985
Prayitno, Seni Panduan Layanan dan Kegiatan pendukung Konseling,
Fakultas Ilmu Pendidikan Negeri Padang, 2012
Heru Mugiarso, Bimbingan Konseling, Semarang:Unnes Perss, 2006
Hamdani Bakran, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka,
Yogyakarta, 2002
Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, Pustaka Setia, Bandung, 2010,