Bimbingan Konseling Keluarga
-
Author
sumadiyasa -
Category
Documents
-
view
588 -
download
3
Embed Size (px)
description
Transcript of Bimbingan Konseling Keluarga

BIMBINGAN KONSELING KELUARGA
“DEGRADASI NILAI, KONDISI KELUARGA MODERN
KRISIS KELUARGA, MENANGANI KRISIS KELUARGA”
Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Bimbingan Konseling Keluarga
Dosen Pengampu : Dra. Ni Made Setuti, M.Erg., Kons.
Disusun Oleh :
Febrianti Hidayah Ramdayani ( 1111011001 )
Nyoman Gede Hadi Purnama ( 1111011002 )
Ni Wayan Winarni Tirta Dewi ( 1111011004 )
Ni Komang Yeni Rusita Dewi ( 1111011005 )
I Made Sumadiyasa ( 1011011103 )
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2013

ii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat beliaulah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari
pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses
penyusunan dan pembuatan makalah ini. Rasa terima kasih kami sampaikan
kepada Ibu dosen pembimbing Dra. Ni Made Setuti, M.Erg., Kons. yang telah
bersedia menuntun dan membantu kami dalam pembuatan makalah ini serta
narasumber dan pihak-pihak lainnya yang turut serta membantu demi
terselesaikannya makalah ini sesuai dengan apa yang telah diharapkan
sebelumnya.
Kami sebagai manusia yang banyak memiliki kekurangan menyadari
bahwa apa yang kami sampaikan dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dalam proses penyampaiannya maupun isi atau hal-hal yang
terkandung di dalamnya. Maka dari itu kami selaku penulis dan penyusun
makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang kami
banggakan yang bersifat membangun sehingga dapat membantu kami untuk dapat
lebih menyempurnakan lagi makalah yang kami buat ini. Kami sangat berharap
apa yang kami sajikan dan apa yang kami sajikan dalam makalah ini dapat
memberikan manfaat-manfaat yang sedianya dapat berguna pagi pembaca pada
umumnya dan para calon konselor pada khususnya sehingga apa yang menjadi
tujuan pendidikan di Indonesia serta tujuan Bangsa Indonesia dapat tercapai
sebagaimana yang diharapkan.
Singaraja, 24 Februari 2013
Kelompok 1,

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................... 2
1.3. Tujuan..................................................................................... 3
1.4. Manfaat.................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN......................................................................... 4
2.1. Degradasi Nilai-Nilai............................................................. 4
2.2. Kondisi Keluarga Modern..................................................... 10
2.3. Krisis Keluarga...................................................................... 12
2.4. Upaya Mengatasi Krisis Keluarga......................................... 18
BAB III PENUTUP.................................................................................. 22
3.1. Kesimpulan............................................................................. 22
3.2. Saran....................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 23

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
UU Nomor 10 Tahun 1992, mendefinisikan keluarga sebagai unit
terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Menurut Melson
(1980), keluarga adalah kelompok dari individu-individu yang mencari
pemaksimalan sumberdaya materi dan fisik agar mencapai tujuan personal
dan kelompok. Saxton (1990) mengartikan keluarga sebagai hubungan
antara dua atau lebih orang melalui kelahiran, adopsi, atau perkawinan dan
hidup dalam satu rumah tangga.
Keluarga masa kini berbeda dengan keluarga zaman dulu. Dalam
ikatan keluarga, orang-orang mengalami pergolakan dan perubahan yang
hebat khususnya meraka yang hidup di kota. Apabila ditinjau keluarga-
keluarga di daerah yang belum mengalami maupun menikmati hasil
kemajuan teknologi, kemajuan dalam dunia industri dan sebagainya, maka
gambaran mengenai ikatan dan fungsi keluarga adalah jauh berbeda jika
dibandingkan dengan keluarga yang berada di tengah segala kemewahan
materi.
Sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas
selaku penerus keturunan saja. Dalam bidang pendidikan, keluarga
merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan
kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan
anggota keluarganya sendiri. Keluarga merupakan produsen dan konsumen
sekaligus, dan harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan
sehari-hari seperti sandang dan pangan. Setiap anggota keluarga dibutuhkan
dan saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka dapat hidup lebih
senang dan tenang. Hasil kerja mereka harus dinikmati bersama. Jelaslah
bahwa keluarga zaman silam, yang belum terkena pengaruh penggantian
tenaga manusia dengan tenaga mesin, atau sudah terpengaruh arus

2
globalisasi merupakan keluarga yang banyak fungsinya dan kuat ikatan
keluarganya. Masing-masing anggota keluarga mempunyai peranan yang
penting dalam roda kehidupan serta dibutuhkan oleh anggota lainnya.
Sebaliknya keluarga masa kini sudah banyak kehilangan fungsi dan
artinya. Fungsi pendidikan sudah diserahkan pada lembaga-lembaga
pendidikan seperti sekolah-sekolah, sehingga tugas orang tua dalam hal
memperkembangkan segi intelektual anak menjadi lebih ringan. Fungsi
rekreasi juga telah berpindah dari pusatnya dalam keluarga ke tempat-
tempat hiburan di luar rumah, baik bagi anak-anak maupun orang tua. Anak-
anak tidak senang bermai di rumah dan berkumpul dengan keluarga, hal ni
disebabkan orang tua yang hanya sibuk memenuhi kebutuhan materil dan
mengabiakan aspek keakraban dalam keluarga. Dengan pergesaran fungsi
keluarga yang terjadi saat ini, fungsi keluarga menjadi sangat berkurang dan
arti keluarga dan ikatanyya seolah-olah mengalami guncangan. Degradasi
nilai agama, adat istiadat dan nilai sosial yang marak di mayarakat merasuk
ke dalam keluarga. Maka tak heran banyak masalah-masalah timbul di
keluarga pada masa kini, dan menjadi cikal bakal permasalahan-
permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat pada umumnya.
Dengan banyaknya timbul permasalahan-permasalahan yang terjadi
pada keluarga di masa kini, pelayanan konseling khususunya konseling
keluarga (family counseling) sangat diharapkan eksistensinya sebagai
sebagai salah satu cara dalam mengatasai permasalahan-permasalahan yang
terjadi pada suatu keluarga.
1.2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa saja degradasi nilai-nilai yang terjadi pada masyarakat yang
sangat mempengaruhi kehidupan keluarga ?
2. Bagaimana kondisi keluarga modern saat ini ?

3
3. Menjelaskan mengenai krisis keluarga ?
4. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis keluarga
yang terjadi ?
1.3. Tujuan Penulisan.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan
makalah ini, yaitu:
1. Mendeskripsikan degradasi nilai-nilai yang terjadi pada masyarakat
yang sangat berpengaruh pada kehidupan keluarga.
2. Mendeskripsikan keluarga modern saat ini.
3. Menjelaskan mengenai krisis keluarga.
4. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi
krisis keluarga.
5. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah BK Keluarga.
1.4. Manfaat Penulisan.
1. Bagi pembaca
Pembaca dapat mengetahui dan memahami materi yang disampaikan
dalam makalah ini terkait dalam mata kuliah yang dibahas.
2. Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui dan memahami kajian awal dalam paparan
materi mata kuliah “Bimbingan Konseling Keluarga”, khususnya
materi tentang Latar Belakang Kehidupan Keluarga. Dan
terselesaikannya tugas mata kuliah BK Keluarga.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Degradasi Nilai-nilai.
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga tidak terlepas dari sistem
nilai yang ada di masyarakat tersebut. Sistem nilai menentukan perilaku
anggota masyarakat. Berbagai sistem nilai ada di masyarakat yaitu agama,
adat istiadat, nilai-nilai sosial, dan nilai kesakralan.
Degradasi Nilai-nilai Agama
Degradasi nilai-nilai agama akhir-akhir ini sangat terasa dan
kentara. Semua agama merasakan bahwa di era kebanyakan umatnya
kurang setia terhadap agama yang dianutnya. Dengan kata lain,
banyak umat saat ini kurang taat beribadah sebagaiman diperintahkan
oleh agamanya. Hal ini juga terasa pada kehidupan keluarga.
Keluarga memerankan peranan penting dalam pendidikan
agama. Namun sebagian besar keadaan keluarga sangat rapuh
sehingga tidak memenuhi syarat-syarat pendidikan, seperti tidak
memiliki/menguasai pengertian, keyakinan dan ketrampilan agama, di
samping tidak mempunyai cukup waktu dan energi untuk mendidik,
serta pendidikannya masih rendah untuk menghadapi persoalan anak
didiknya. Tak hanya itu, situasi dan kondisi keluarga tidak menunjang
pendidikan agama, di samping masuknya pengaruh negatif yang
datang melalui media komunikasi yang ada. Belum lagi keadaan
perumahan dan ruang tinggal yang sangat tidak menunjang dalam
pelaksanaan pendidikan agama.
Di keluarga demikian pula, jarang anak-anak yang menjadikan
ibadah sebagai suatu prioritas utama. Mereka lebih senang menonton
TV atau asyik bermain game atau hal-hal lain yang lebih menarik
untuk mereka lakukan. Orang tua pun tidak memberikan teladan dan
contoh untuk anak-anak mereka. Di samping itu ada pula suatu

5
keluarga di mana orang tua yang aktif beragama, namun sangat sulit
mengajak anaknya untuk berpartisipasi beribadah. Pengaruh
lingkungan yang materialistis telah menyebabkan kendala-kendala
atau tantangan untuk beribadah sesuai tuntutan agamanya. Karena
keluarga imannya minim, ketika menghadapi hidup yang sulit atau
terjadi masalah, sering mereka cepat terganggu psikisnya atau
kejiwaannya seperti mudah tersinggung, cepat marah, bertengkar, dan
bahkan ada yang pula sampai mengamuk. Banyak kita saksikan dalam
berita-berita di media massa, ada gangguan jiwa yang disebabkan oleh
kesulitan ekonomi samapi seorang ayah beranak lima tega bunuh diri,
sebab tak sanggup menghidupi keluarganya. Tak hanya di dunianya
orang tua, di kalangan remaja pun demikian pula. Ada yang bunuh diri
karena putus dengan pacar. Jika manusia memiliki iman yang kuat,
lalu dihadapkan oleh suatu masalah yang hebat, maka iman yang kuat
tersebut mampu menjadi tameng untuk tidak berbuat negatif terhadap
orang lain.
Kehidupan keluarga yang mengutamakan pencapaian harta
dunia, tampak sibuk. Ibu dan bapak dalam satu keluarga sama-sama
bekerja. Urusan anak diserahkan dengan mudahnya kepada pembantu
rumah tangga ( PRT ) yang notabene rendah pendidikan dan
agamanya. Nah, akibatnya anak-anak yang diasuh oleh pembantu
rumah tangga ( PRT ) selama bertahun-tahun sering mengalami
kemunduran di bidang akhlak. Bahkan tidak tertutup kemungkinan
anak-anak yang diasuh oleh pembantu rumah tangga mengalami
keterbelakangan mental dan kelainan perilaku akibat pola asuh yang
salah.
Degradasi Nilai Adat Istiadat.
Di samping menurunnya nilai-nilai agama, ada pula degradasi
nilai-nilai adat istiadat yang sering disebut tata susila atau kesopanan.
Hal ini terlihat pada perilaku anak dan remaja akhir-akhir ini.
Kekerasan remaja, pengeroyokan teman sebaya, dan lain sebagainya.

6
Mereka berlaku tidak sopan terhadap orang tua, guru dan orang yang
lebih tua yang lainnya. Di sekolah permasalahan ini juga terasa.
Kebanyakan siswa jarang menyapa atau bahkan sekadar tersenyum
jika lewat di depan guru. Atau ketika lewat di depan guru hendaknya
mengucapkan “permisi atau minta maaf”. Padahal setiap masyarakat
di setiap etnis di Indonesia oleh nenek-nenek zaman dulu selalu
diajarkan jika kita lewat di depan orang tua agar membungkukkan
badan, tangan kanan ke bawah, sambil mengucapkan “maaf pak/bu”.
Saat ini semuanya berubah secara drastis. Yaitu lenyapnya nilai-
nilai adat istiadat dan kesopanan tersebut. Apa sesungguhnya sumber
penyebab dari menghilangnya nilai-nilai kesopanan tersebut? Banyak
sumber penyebab yang dapat disebutkan. Pertama, menghilangnya
kurikulum pendidikan kesopanan di sekolah. Atau dengan bahasa
umum dapat dikatakan bahwa di setiap sekolah tidak berminat untuk
menjadikan adat kesopanan atau adat tata susila sebagai mata
pelajaran muatan lokal. Kedua, kurangnya teladan dari guru dan orang
tua pada umumnya dalam hal adat kesopanan. Misalnya, merokok.
Banyak guru dan orang tua melakukannya di depan anak dan remaja.
Dampaknya adalah anak dan remaja ikut menjadi pecandu rokok. Dan
harus kita akui bahwa merokok adalah jembatan menuju kecanduan
narkoba. Sudah menjadi rahasia pula bahwa sebagian pecandu
narkoba adalah anak muda. Kehancuran hidup anak dan remaja
terlibat narkoba amat memprihatinkan. Yaitu putus sekolah atau
kuliah, kerusakan otak, dan yang parah lagi akibat mengkonsumsi
narkoba membawa efek sampingan penyakit lain seperti hepatitis C
dan bahkan penyakit AIDS yang sampai saat ini belum ada obatnya
itu. Dengan kata lain, penderita akibat kecanduan narkoba telah
menghancurkan kehidupan mereka. Dari sekitar 5 juta pecandu
narkoba di Indonesia, sebagian besar adalah pemuda dan remaja.
Mereka kehilangan masa depan, dan bangsa Indonesia kehilangan
potensi generasi muda. Akibat narkoba, yang berkepanjangan dan

7
terus meluas di kalangan generasi muda, bangsa ini terjadi lost
generation atau kehilangan generasi penerus bangsa.
Ketiga, melemahnya ekonomi sebagian besar rakyat sebagai
akibat kesulitan ekonomi negara dan meluasnya korupsi. Hal ini
membuat negara tidak mampu membuka lapangan kerja khususnya
untuk generasi muda di kota dan pedesaan. Banyaknya pengangguran
generasi muda sangat berdampak buruk terhadap keamanan dan
ketentraman hidup di masyarakat. Banyak sekali terjadi pencopetan,
pencurian, dan bahkan perampokan yang terjadi di masyarakat saat
ini.
Dampak negatif kelemahan ekonomi adalah banyaknya keluarga
yang tidak lagi melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang yang
lebih tinggi atau para orang tua tidak dapat memberikan pendidikan
yang tepat kepada anaknya. Akibatnya makin banyak anggota
masyarakat yang berpendidikan rendah, dan itu berdampak akan daya
saing masyarakat Indonesia di tingkat dunia.
Degradasi Nilai-nilai Sosial.
Telah umum diketahui dalam era Globalisasi ini sikap
individualistik telah berkembang di masyarakat. Artinya banyak
anggota masyarakat yang hanya mementingkan dirinya sendiri, dan
enggan berbagi kepada orang tidak mampu. Beberapa ciri sikap
individualistik yang berkembang di masyarakat, dapat dilukiskan
sebagai berikut :
Mementingkan diri sendiri dalam segala hal.
Enggan berbagai harta, pikiran, saran dan pendapat.
Tidak mau bergaul terutama dengan orang rendahan.
Memutuskan tali silaturahmi dengan keluarga.

8
Sikap individualistik ini telah menyebar di masyarakat saat ini.
Tidak ada lagi semangat kegotongroyongan. Yang ada kehidupan
penuh persaingan tak sehat, keras dan saling jegal.
Bahkan sikap individualistik ini merasuk dan terjadi di keluarga.
Mulai dari sikap orang tua terhadap anak dan juga sikap anak terhadap
orang tua. Sikap orang tua yang individualistik biasanya bersumber
dari kesibukan sehingga tidak sempat mencurahkan perhatian dan
kasih sayang. Apalagi jika orang tua bekerja jauh dari rumah dan
terpisah. Anak-anak dibiarkan bersama pembantu tinggal sendiri. Jika
anak telah tumbuh remaja maka timbullah sikap egoisme sebagai
akibat tidak adanya perhatian orang tua. Apalagi jika orang tua hanya
menunjukkan perhatiannya hanya lewat materi, sehingga anak terbiasa
hidup berfoya-foya dengan uang yang banyak. Remaja tersebut terjun
ke dunia hitam dengan bermain seks, ganja, alkohol, dan sebagainya,
Lebih jauh lagi remaja itu terjun ke dunia narkoba, akhirnya tertular
penyakit AIDS karena sering bergantung memakai jarum suntik.
Setelah orang tua sadar akan sikapnya, dan ingin memperbaiki
hubungan dengan anak remajanya, dan ternyata itu sudah terlambat.
Sekarang peran orang tua tinggal mengobati penyakit anaknya karena
menderita akibat narkoba dan tak kalah pentingnya memberikan kasih
sayang serta memotivasi mereka agar tidak putus asa.
Pertanyaan yang penting apakah gejala mementingkan diri
sendiri di masyarakat bersumber dari pendidikan keluarga?
Jawabannya YA. Semua anggota masyarakat berasal dari keluarga.
Aspek penting untuk membina anggota keluarga adalah agama dan
pendidikan. Jika dua hal ini tidak berfungsi, maka dapat dipastikan
anak-anak akan menjadi anggota masyarakat yang tidak diinginkan.
Dia anak nakal, jahat, dan tidak bermoral dan berperikemanusiaan.
Karena itu rumah tangga dengan pimpinan orang tua harus mendidik
anak-anak dengan agama dan pendidikan kemanusiaan, kesopanan,

9
tanggung jawab, dan rasa belas kasihan kepada orang lain. Jangankan
membunuh, menyakiti hati orang lain saja anak tidak tega.
Di samping keluarga, lembaga pendidikan menjadi sumber
pembentukan sikap dan nilai-nilai sosial. Karena di mana anak didik
yang lama mendapatkan interaksi pendidikan selain di rumah. Di
tempat ini peran guru sangatlah penting untuk mencapai tujuan
tersebut. Karena guru adalah “orang tua” kedua bagi anak didik.
Apabila guru tidak berperan membentuk pribadi siswa, maka dapat
dipastikan tujuan dari pendidikan tidak tercapai. Sebab paling sedikit
ada empat peran pembentukan sekolah terhadap anak didik. Pertama
pembentukan pribadi yang mandiri, sosial, dan moral religius. Kedua,
pembentukan akal dan intelegensi melalui teori dan latihan-latihan,
misalnya mengasah kualitas kemampuan berpikir matematis, logis,
sistematis, dan teknologis. Ketiga, pembentukan emosi dan karakter
jiwa yang sabar, ikhlas, berani bertanggung jawab, serta berakhlak
mulia, dan cinta damai. Sifat-sifat ini amat penting terutama untuk
menghadapi perubahan zaman yang serba drastis tanpa adanya
toleransi. Keempat, pembentukan keterampilan seperti teknis, bahasa,
manajemen, dan sebagainya. Tujuan hal ini adalah agar pelajaran
agama tidak hanya menjadi sekedar teori belaka. Hal ini tidak akan
berkesan jika diberikan teori saja dan akan berakibat agama tidak
mampu membentengi moral anak didik. Selain itu masyarakat juga
berperan dalam membentuk sikap moral dan sosial siswa.
Degradasi Nilai Kesakralan Keluarga.
Terdapat kasus suami membunuh istri, dan sebaliknya. Karena
sepele misalnya tidak terhidang makanan ketika suami pulang kerja,
maka sang suami naik pitam dan langsung memukuli istrinya sampai
mati. Dahulu kala jarang terjadi saling bunuh antara suami dan istri.
Masyarakat dahulu lebih terbimbing prilakunya oleh adat dan agama.
Saat ini masyarakat amat materialistis, egoistis, dan terimbas
prilakunya dari kekejaman-kekejaman manusia yang ditayangkan di

10
TV, film dan video luar negeri. Padahal bangsa kita sesungguhnya
adalah bangsa yang ramah, sabar, dan teratur. Jadi telah terjadi
degradasi ( penurunan ) kemuliaan dan kesakralan institusi keluarga.
Untuk mengembalikan kesakralan keluarga adalah mempererat basis
pendidikan agama di keluarga terutama orang tua atau calon orang
tua. Sebelum mereka dinikahkan harus ada upaya dari lembaga
pernikahan bekerja sama dengan orang tua si calon mempelai untuk
memberi bimbingan agama. Yaitu bagaimana menjalankan keluarga
berdasarkan agama serta nanti mendidik anak-anaknya beragama.
Berikut adalah beberapa fakta yang terjadi di masyarakat yang
menunjukkan terjadinya degradasi kesakralan keluarga :
a. Seringnya terjadi perceraian.
b. Banyak terjadi perselingkuhan, baik oleh suami maupun istri.
c. Banyak kasus kekejaman dalam keluarga ( KDRT ).
d. Keluarga retak karena perselingkuhan maupun faktor ekonomi.
2.2. Kondisi Keluarga Modern
Keluarga modern mempunyai ciri utama kemajuan dan perkembangan
di bidang pendidikan, ekonomi, dan pergaulan. Kebanyakan keluarga
modern berada di kota-kota. Mungkin juga ada keluarga modern yang
tinggal di pedesaan, akan tetapi jarang berinteraksi dengan masyarakat
pedesaan. Kelengkapan alat transportasi dan komunikasi memungkinkan
mereka cepat berinteraksi di kota yaitu dengan keluarga atau dengan pihak
lainnya.
Pendidikan.
Keluarga modern rata-rata minimal berpendidikan Sekolah
Menengah Atas ( SMA ). Dengan modal pendidikan demikian, mereka
lancar berinteraksi dengan menggunakan bahasa daerah terutama jika
berhadapan dengan orang sekampungnya. Di rumah ada kemungkinan
dua bahasa digunakan, bahasa daerah dan bahasa nasional ( Bahasa

11
Indonesia). Terutama jika anak-anaknya lahir di kota maka mereka sulit
berbahasa daerah.
Pendidikan menentukan perilaku seseorang, orang yang
berpendidikan lumayan baik akan tampak pada sikap, ucapan, dan
pergaulannya. Demikian pula dengan masyarakat yang berpendidikan
rendah maka sikap, ucapan, dan perbuatannya hanya sesuai dengan
kemampuan pendidikannya. Pada umumnya orang yang berpendidikan
tinggi, pergaulannya akan elit dan luas. Karena pergaulan itu banyak
peluang yang dapat dimanfaatkan asal kreatif dan produktif. Terutama
di bidang ekonomi dan pekerjaan.
Lain halnya dengan keluarga modern di kota-kota, mungkin di
bidang ekonomi mereka berhasil, akan tetapi di bidang lain seperti
moral, perilaku, dan memahami kemodernannya sering mereka lemah.
Misalnya budaya barat yang ditayangkan di TV, video, dan internet,
mereka anggap sebagai rujukan perilaku yang baik. Hal ini
menyebabkan terjadinya krisis moral, penyimpangan perilaku seks,
pecandu alkohol, dan narkoba. Kalau demikian dapat disimpulkan
bahwa kekuatan ekonomi saja tidaklah cukup, seharusnya ada modal
religius dan moral yang baik berdasarkan agama serta norma-norma
yang berlaku. Agama mengajarkan bahwa seharusnya orang yang sudah
berkecukupan ( kaya ) bisa membantu orang yang berekonomi rendah.
Namun setelah zaman atau era reformasi berjalan, banyak timbul
penyakit seperti tindak korupsi semakin marak.
Dari gambaran di atas, keluarga modern mempunyai ciri-ciri
yang nampak yaitu : cinta materi ( materialistis ), cenderung pada
kebebasan, lemah bidang agama, sebagian mereka banyak yang
terjerumus ke hal-hal negatif. Ciri-ciri yang nampak itu amat
bertentangan dengan kemodernan yang sebenarnya. Yaitu kreatif,
produktif, cinta bangsa sendiri, suka menolong orang yang sedang
keadaan susah. Jadi modern dilihat dari segi intelektual dan keimanan.

12
Keterampilan
Untuk memperoleh keterampilan hidup banyak peluang bagi
keluarga modern. Hal ini disebabkan keadaan ekonomi yang
memadai. Mereka dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-
sekolah seperti SMK ( Sekolah Menengah Kejuruan ). Atau yang
ingin meneruskan anak-anaknya kuliah di perguruan tinggi ( PT ) baik
negeri atau swasta, mereka dapat memilih kejuruan seperti teknik dan
akuntansi. Sedangkan bagi keluarga yang masih terbelakang atau
tertinggal, masih sulit menyekolahkan anak-anak ke tingkat menengah
atas maupun PT. Faktor ekonomi dan pemahaman orang tua amat
menentukan. Di samping itu peluang sekolah di pedesaan, amat
sedikit pilihan yaitu SD dan paling tinggi SMP. Jika ingin ke SMA
dan SMK mereka harus meneruskan pendidikan di kota yang jauh dari
desa mereka. Pasti terbentur soal biaya. Karena itu banyak anak-anak
desa yang hanya tamat SD dan banyak pula yang putus sekolah atau
dropout.
Remaja-remaja desa yang tidak memiliki keterampilan datang
ke kota-kota untuk mencari pekerjaan. Akhirnya mereka menjadi
pengangguran. Ada yang jadi pengamen, gelandangan minta-minta,
dan banyak yang menjadi pencopet dan perampok.
Bagaimana memberikan keterampilan kerja bagi anak-anak desa
dari keluarga miskin? Ini pertanyaan amat sulit. Semestinya
pendidikan 9 tahun dibebaskan dari biaya, disumbang buku-buku, dan
pakaian seragam. Lalu setelah tamat SD 9 tahun, anak-anak itu diberi
latihan latihan keterampilan seperti teknik-teknik untuk siap pakai,
bahasa Inggris, dan komputer. Jika mereka telah terampil, maka
mereka akan mendapatkan pekerjaan. Tapi sayang pemerintah cukup
repot dengan pendidikan karena anggaran biaya pendidikan amat
minim. Sehingga tidak mungkin membuat sekolah atau tempat
pelatihan keterampilan di pedesaan.

13
2.3. Krisis Keluarga.
Krisis keluarga artinya kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tak
teratur dan terarah, orang tua kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan
kehidupan anak-anaknya terutama remaja, mereka melawan orang tua, dan
terjadi pertengkaran terus menerus antara ibu dengan bapak terutama
mengenai soal mendidik anak-anak. Bahkan keluarga krisis bisa membawa
kepada perceraian suami - istri. Dengan kata lain krisis keluarga adalah
suatu kondisi yang sangat labil di keluarga, di mana komunikasi dua arah
dalam kondisi demokratis sudah tidak ada. Jika terjadi perceraian sebagai
puncak dari krisis yang berkepanjangan, maka yang paling menderita adalah
anak-anak. Sering perkara perceraian di pengadilan agama, yang paling
rumit adalah siapakah yang akan mengurus anak-anak. Sering pengadilan
memenangkan hak asuh kepada pihak laki-laki atau bapak. Dalam hal ini
pengadilan agama hanya berdasarkan fakta hukum belaka. Akan tetapi
melupakan faktor psikologis anak. Yaitu ibu memiliki kedekatan psikologis
dengan ibu mulai dari menyusui hingga anak berusia dua tahun. Kemudian
memberi makanan bergizi, memberi sentuhan sentuhan psikologis sehingga
anak cepat tumbuh, cepat pintar berbicara, dan melakukan gerakan-gerakan
fisik lainnya dengan terampil. Hal ini disebabkan ibu lebih banyak punya
waktu untuk mengurus anak. Terutama jika ibu tidak bekerja. Lain halnya
jika anak sering diurus oleh pembantu rumah tangga ( PRT ). PRT tidak
merasa anak itu sebagai anaknya sendiri. Tugasnya hanyalah memberikan
makan, memandikan, mengganti pakaian, dan mengajak bermain. Namun
sentuhan-sentuhan PRT tidak sama dengan sentuhan ibu sendiri yang penuh
kasih sayang. Jika saat ini banyak terjadi kenakalan anak dan remaja, salah
satu faktor penyebab adalah kebanyakan bayi atau anak diurus oleh PRT.
Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya krisis keluarga,
yaitu:
1. Kurang atau putus komunikasi di antara anggota keluarga terutama
ayah dan ibu.
Sering dituding faktor kesibukan sebagai biang keladi. Dalam
keluarga sibuk, di mana ayah dan ibu keduanya bekerja dari pagi

14
hingga sore hari. Mereka tidak punya waktu untuk makan siang
bersama, beribadah bersama-sama anggota keluarga. Di meja makan
dan di tempat ibadah, banyak hal yang bisa ditanyakan ayah atau ibu
kepada anak anak. Seperti pelajaran sekolah, teman di sekolah,
kesedihan dan kesenangan yang dialami anak. Dan anak-anak akan
mengungkapkan pengalaman, perasaan, dan pemikiran - pemikirannya
tentang kebaikan keluarga, termasuk kritik terhadap orang tua mereka.
Yang sering terjadi adalah, kedua orang tua pulang hampir malam,
karena jalanan macet. Badan capek, sampai di rumah mata sudah
mengantuk dan tertidur. Tentu orang tua tidak punya kesempatan
untuk berdiskusi dengan anak-anaknya. Lama kelamaan anak-anak
menjadi remaja yang tidak terurus secara psikologis, mereka
mengambil keputusan - keputusan tertentu yang membahayakan
dirinya, seperti berteman dengan anak anak nakal, merokok,
meminum minuman beralkohol, main kebut-kebutan di jalanan
sehingga menyusahkan masyarakat. Dan bahayanya jika dia terlibat
menjadi pemakai narkoba, akhirnya ditangkap polisi, dan orang tua
baru sadar bahwa melepas tanggung jawab terhadap anak adalah amat
berbahaya. Orang tua hanya berusaha mencari uang yang banyak
untuk diberikan kepada anaknya, namun anak akan semakin dimanja
dengan uang tersebut yang pada akhirnya menjerumuskan anak ke
hal-hal yang negatif.
2. Sikap egosentrisme.
Sikap egosentrisme masing-masing suami istri merupakan
pertengkaran terus menerus. Egoisme adalah suatu sifat buruk
manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Yang lebih berbahaya
lagi adalah sifat egosentrisme, yaitu sifat yang menjadikan dirinya
pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara.
Pada orang yang seperti ini, orang lain tidaklah penting. Dia
mementingkan dirinya sendiri dan bagaimana menarik perhatian pihak
lain agar mengikutinya minimal memperhatikannya. Akibat sifat
egoisme atau egosentrisme ini sering orang lain tersinggung, dan tidak

15
mau mengikutinya. Misalnya ayah dan. Ibu bertengkar karena ayah
tidak mau membantu mengurus anaknya yang kecil yang lagi
menangis. Alasannya ayah akan pergi main badminton. Padahal ibu
sedang sibuk di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah, dan ayah pun
membalas kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat di depan
anak anaknya, suatu hal yang buruk yang diberi contoh oleh
keduanya. Egoisme orang tua akan berdampak terhadap anak, yaitu
timbulnya sikap membandel, sulit disuruh, dan suka bertengkar
dengan saudaranya. Ada pun sikap membandel adalah aplikasi dari
rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang
tua memberi contoh sikap yang baik seperti suka bekerja sama, saling
membantu, bersahabat, dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari
egoisme atau egosentrisme.
3. Masalah ekonomi
Dalam hal ini ada dua jenis penyebab krisis keluarga, yaitu
kemiskinan dan gaya hidup.
Keluarga miskin masih besar jumlahnya di negeri ini. Berbagai
cara diusahakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Akan
tetapi tetap saja kemiskinan tidak terkendali. Terakhir pemerintah
memberikan bantuan langsung tunai ( BLT ) pada tahun 2007 dan
2008. Kemiskinan jelas berdampak terhadap kehidupan keluarga. Jika
kehidupan emosional suami istri tidak dewasa, maka akan timbul
pertengkaran. Sebab, istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan
minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya
dapat memberi makan dan rumah petak tempat berlindung yang
sewanya terjangkau. Akan tetapi yang namanya manusia sering
bernafsu ingin memiliki televisi, radio, dan sebagainya sebagaimana
layaknya sebuah keluarga yang normal. Karena suami tidak sanggup
memenuhi tuntutan istri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan
yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami istri yang
sering menjurus ke arah perceraian. Suami yang egois dan tidak dapat

16
menahan emosinya lalu menceraikan istrinya. Akibatnya terjadilah
kehancuran sebuah keluarga sebagai dampak kekurangan ekonomi.
Berbeda dengan keluarga miskin, maka keluarga kaya
mengembangkan gaya hidup internasional yang serba luks. Mobil,
rumah mewah, serta segala macam barang yang baru mengikuti mode
dunia. Namun tidak semua suami suka hidup glamor atau sebaliknya.
Di sinilah awal pertentangan suami istri, yaitu soal gaya hidup. Jika
istri yang mengikuti gaya hidup dunia, sedangkan suami ingin biasa
saja, maka pertengkaran dan krisis akan terjadi. Mungkin suami
berselingkuh sebagai balas dendam terhadap istrinya yang sulit diatur.
Hal ini jika ketahuan akan bertambah parah krisis keluarga kaya ini,
dan dapat berujung pada perceraian, dan yang menderita adalah anak-
anak mereka.
7. Masalah Kesibukan
Kesibukan, adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat
modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi
yaitu harta dan uang. Mengapa demikian? Karena filsafat hidup
mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang.
Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di
samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi, kedudukan atau
posisi yang “basah” yang bergelimang uang. Jika ternyata ada orang
yang gagal dalam masalah ekonomi dan keuangan, maka dia menjadi
frustrasi ( kecewa berat ), kadang terlihat banyak orang yang bunuh
diri karena kegagalan ekonomi.
Makna kesuksesan hidup tidaklah semata-mata berorientasi
materi. Ajaran agama mempunyai filsafat atau makna sukses dalam
hidup. Ada tiga ukuran kesuksesan hidup manusia menurut ajaran
agama. Pertama, hidup bermanfaat bagi orang lain. Jika hidup hanya
untuk kepentingan diri dan keluarga saja, sedangkan kepentingan
masyarakat diabaikan, dan masyarakat merasa akan kehadirannya di
dunia adalah tidak bermanfaat, maka orang tersebut tidak sukses sama
sekali kehidupannya. Sebaliknya jika seorang sukses dirinya dapat

17
dimanfaatkan oleh orang banyak, berarti hidupnya sukses. Orang
banyak sangat membutuhkan kehadirannya karena dengan cara
demikian masyarakat banyak sangat tertolong terutama kaum tak
mampu. Kedua, adanya keseimbangan hidup dunia dan akhirat.
Artinya kesibukan dunia harus diimbangi dengan kegiatan akhirat
yaitu ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka beranggapan
bahwa dunia ini adalah akhir perjalanan manusia, sehingga harus
dipuas-puaskan. Ketiga, akhir hidup yang baik yang diterima oleh
Tuhan sebagai akhir yang membahagiakan di akhirat ( bersatu
dengan-Nya ). Banyak orang yang pada akhir hidupnya mengalami
hidup yang buruk. Hidup yang baik yang diberkati oleh Tuhan akan
berakhir dengan membahagiakan. Sedangkan akhir hidup yang jelek
disebabkan akhir hidupnya banyak berbuat kesalahan terhadap Tuhan
dan masyarakat.
Kembali kepada kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi
sudah menjadi kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Akan tetapi
sah-sah saja setiap keluarga berusaha mengejar kebahagiaan materi.
Akan tetapi bila tidak mampu, jangan stres, jangan bertengkar, dan
jangan bercerai. Berusahalah sabar dan selalu usaha, mungkin
nantinya akan berhasil.
7. Masalah Pendidikan.
Masalah pendidikan sering merupakan penyebab terjadinya
krisis di dalam keluarga. Jika tingkat pendidikan yang dimiliki suami
istri lumayan maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat
dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang
pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami liku liku
keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan jika terjadi persoalan
dalam keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang berujung
perceraian.
6. Masalah perselingkuhan.
Sering kita baca di surat kabar banyak permasalahan suami istri
yang berujung perceraian salah satunya adalah masalah

18
perselingkuhan. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya
perselingkuhan. Pertama, hubungan suami istri yang sudah hilang
kemesraan dan cinta kasih. Hal ini berhubungan dengan
ketidakpuasan seks, istri kurang berdandan di rumah kecuali jika pergi
ke undangan atau pesta, cemburu baik secara pribadi ataupun atas
hasutan pihak ketiga. Kedua, tekanan pihak ketiga seperti mertua dan
lain-lain ( anggota keluarga lain ) dalam hal ekonomi, dan terakhir,
adanya kesibukan masing-masing sehingga kehidupan kantor lebih
nyaman dari kehidupan keluarga.
7. Jauh dari Agama
Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan dia jauh
dari agama. Sebab agama mengajarkan manusia berbuat baik dan
mencegah orang berbuat keji atau menjauhi nilai-nilai agama.
8. Ketidakberfungsian Sistem Keluarga.
Ada beberapa ketidakberfungsian keluarga menurut Aponte dan
Deusen ( 1980 ) yaitu :
Tembusnya batasan-batasan dan aturan dalam keluarga. Pada
keluarga yang fungsional batasan atau aturan keluarga
dimengerti dan fleksibel. Akan tetapi pada keluarga tak
fungsional akan terjadi sebaliknya, akibatnya akan campur
aduk perilaku.
Terjadi blok-blok dalam keluarga. Misalnya istri membentuk
blok dengan ibunya, untuk melawan suaminya.
Menurunnya kewibawaan. Jika kewibawaan suami/orang tua
sudah hilang atau orang tua/suami otoriter, maka keluarga itu
tidak akan berfungsi.
2.4. Upaya Mengatasi Krisis Keluarga.
Setiap masalah seharusnya ada jalan keluar untuk penyelesaiannya.
Demikian pula dengan krisis keluarga yang merupakan masalah keluarga
yang sangat rumit. Karena harus dicari akar masalahnya, lalu ditemukan
solusinya. Akar masalah dari krisis keluarga bersumber pada: 1) Suami, 2)

19
Istri, 3) Anak-anak. Jika persoalan keluarga bersumber dari internal ( Ayah,
Ibu, Anak ), mungkin penyelesaiannya akan lebih jelas dan agak mudah.
Akan tetapi jika sumber persoalan ini makin sulit untuk dipecahkan dan
mencari solusinya. Sebagai contoh, adanya pihak ketiga antara suami istri
yaitu orang yang mencintai suami/istri, yang dikenal dengan selingkuh. Hal
ini sulit untuk dibicarakan dengan selingkuhannya itu, karena dapat
dipastikan akan mengelak atau menghilang. Jika dia terus terang maka akan
berbahaya bagi dirinya alias terancam sebagai pengacau rumah tangga orang
lain.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan krisis
keluarga. Ada dengan cara-cara tradisional dan ada pula dengan cara
modern atau yang sering disebut dengan cara ilmiah.
Cara pemecahan masalah keluarga dengan sifat tradisional terbagi dua
bagian. Pertama kearifan kedua orang tua dalam menyelesaikan, terutama
yang berhubungan dengan masalah anak dan istri. Istilah kearifan adalah
cara-cara yang penuh dengan kasih sayang, kekeluargaan, memelihara
jangan sampai yang terluka hatinya oleh sikap dan atau perubahan sikap
orang tua. Dengan kata lain kearifan orang tua dapat terjadi jika : 1)
mempunyai cukup waktu di rumah, 2) selalu menciptakan suasana rumah
yang harmonis penuh kasih sayang dan perhatian, 3) kedua orang tua
seharusnya memiliki pengetahuan psikologi anak dan remaja serta cara-cara
membimbing anak. Kedua, bantuan orang bijak ( tokoh agama ), karena
mereka cukup mempunyai kearifan dalam bimbingan agama dan akan
langsung menasehati jika terjadi penyimpangan perilaku pada anak dan
remaja.
Cara ilmiah adalah cara konseling keluarga ( Family Counseling ).
Konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu
anggota keluarga melalui sistem anggota keluarga ( pembenahan
komunikasi anggota keluarga ) agar potensinya berkembang seoptimal
mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar keinginan membantu dari
semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap
keluarga. Penanganan terhadap keluarga sebagai sistem bertujuan untuk

20
membantu anggota keluarga yang mengalami gangguan emosi melalui
sistem keluarga. Yaitu setiap anggota memberikan kontribusi positif dan
pemahaman yang mendalam akan hakikat gangguan tersebut. Dengan kata
lain keluarga yang berjasa untuk membantu perkembangan anggotanya dan
menyembuhkan anggota yang terganggu. Cara ini telah dilakukan oleh para
ahli konseling di seluruh dunia. Ada dua pendekatan yang dilakukan dalam
hal ini :
1. Pendekatan individual disebut juga individual konseling, yaitu upaya
untuk menggali emosi, pengalaman dan pemikiran klien.
2. Pendekatan kelompok yaitu diskusi dalam keluarga yang dibimbing
oleh konselor keluarga.
Sebelum kita memasuki konseling keluarga yang amat sangat penting
hendaknya kita mendekati secara individual dengan individual konseling,
yang bertujuan agar : 1) klien dapat mengekspresikan perasaan-perasaan
yang mengganjal, menyakitkan, menyedihkan dan yang melukai hatinya.
Hal ini penting karena perasaan seperti inilah yang menyebabkan individu
berprilaku salah seperti menjadi nakal, lari dari rumah, minum-minuman
keras, dan lain-lain, sehingga akan menyebabkan kedua orang tua menjadi
malu. Kalau hal ini terjadi maka remaja tersebut akan merasa puas. Jika
perasaan-perasaan negatif itu dapat diungkapkan dalam konseling individual
maka klien akan menjadi lega, puas dan agak tenang. 2) setelah muncul
perasaan lega dan agak tenang maka tugas konselor adalah mengungkapkan
pengalaman-pengalaman klien yang berhubungan dengan perasaan negatif
dalam dirinya. Tujuannya adalah agar konselor memahami perilaku-perilaku
apa yang ada di antara orang tua, saudara terhadap dirinya. Dengan
demikian akan mudah konselor untuk memberikan pengarahan di dalam
konseling keluarga nanti terutama terhadap sikap-sikap orang tua dan
saudaranya terhadap diri klien. 3) selanjutnya konselor berusaha
memunculkan pikiran-pikiran sehat klien agar tercipta suatu keluarga yang
utuh.
Konseling keluarga dilakukan setelah permasalahan anggota keluarga
telah dapat diselesaikan oleh konselor secara konseling individu. Dengan

21
cara demikian tugas konselor keluarga akan lebih ringan dalam membantu
keluarga menyelesaikan masalahnya dan menciptakan keluarga yang utuh
setelah lancarnya komunikasi antara mereka. Di dalam proses konseling
keluarga, konselor berupaya sekuat tenaga agar setiap anggota keluarga
yang terlibat dapat berbicara bebas menyatakan perasaan, pengalaman dan
pemikiran tentang ayah, ibu dan saudara-saudaranya.

22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
Dalam perkembangan era globalisasi ini telah menimbulkan berbagai
gejolak di lingkungan masyarakat seperti salah satunya yaitu degradasi nilai,
degradasi nilai ini menyangkut penurunan atau degradasi berbagai nilai
yang ada di masyarakat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan
akibat pengaruh globalisasi ini juga mempengaruhi bagaimana kondisi
keluarga modern saat ini, yang kemudian dapat berkembang ke arah yang
negatif sehingga menimbulkan krisis dalam keluarga tersebut. Untuk
mengatasi krisis keluarga yang telah terjadi tersebut maka dapat dilakukan
dengan beberapa cara yang juga telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
3.2. Saran.
Melalui makalah ini, penulis menyarankan agar mahasiswa sebagai
calon konselor hendaknya memahami paparan tentang “Latar Belakang
Kehidupan Keluarga”, khususnya sebagai pemahaman awal terhadap
realitas bahwa kehidupan keluarga pada masa kini sangat penuh tantangan
dan betapa pentingnya konseling keluarga sebagai sebuah cara yang
strategis dalam mengatasi problem-problem yang terjadi di keluarga.

23
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno, Eiida & Erlamsyah. Bahan Ajar Program Semi-Que IV. Padang : Direktorat Jrnderal Pendidikan Tinggi.
Pujosuwarno, Sayekti. 1994. Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta : Menara Mas Offset.
Chatib, Munif. 2011. Gurunya Manusia. Bandung : Kaifa.
Gunarsa, D.Singgih. 1981. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Willis, S. Sofyan. 2011. Konseling Keluarga ( Family Counseling ). Bandung : Alfabeta.
Anonimous. 2012. Resume Buku Konseling Keluarga. Diakses pada 27 February 2013 dari http://aderahmatillahconseling.wordpress.com/bimbingan-konseling-keluarga/.
Anonimous. 2012. Review Buku Konseling Keluarga. Diakses pada 27 February 2013 dari http://ajenganjar.blogspot.com/2012/03/bagaimanakah-konseling-keluarga-itu.html.