MALPRAKTEK REVISI

download MALPRAKTEK REVISI

of 38

description

WWWE

Transcript of MALPRAKTEK REVISI

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan malpraktik makin meningkat termasuk di negara Indonesia. Pada tahun 2004, LBH Kesehatan melaporkan bahwa dalam 8 bulan terakhir telah terjadi 111 kasus dugaan malpraktik.1 Sedangkan sejak tahun 2006 lalu, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sudah menindak 13 dokter yang telah melakukan kesalahan dalam menjalankan praktek kedokterannya.2 Salah satu kasus dugaan malpraktik yang banyak dibicarakan oleh berbagai media massa pada pertengahan tahun 2004 tersebut yaitu kasus Ny.Agian yang mengalami kelumpuhan dan koma setelah dilakukan operasi Sectio Caesaria di Rumah Sakit Islam Bogor dan dalam referat ini penulis menggunakan kasus Ny.Agian sebagai contoh kasus dugaan malpraktik yang terjadi di Indonesia.

Dalam melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya, seorang dokter dituntut untuk melaksanakannya dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab. Seorang dokter hendaknya mampu menegakkkan diagnosis dengan benar sesuai dengan prosedur, memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan medik. Di sisi lain kesadaran masyarakat akan hak-haknya semakin meningkat. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit yang disomasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang berakibat sebagai sebuah trauma bagi para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan dikemudian hari.

Secara psikologis hal tersebut patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimetris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Tuntutan ini tentunya belum pasti dokter tersebut telah melakukan kesalahan dalam melakukan pelayanan kesehatannya. Banyak faktor yang berpengaruh pada hasil pelayanan tersebut. Pasien tampaknya berpikir bahwa berobat ke dokter pasti mengalami kesembuhan. Sedangkan di lain pihak, pelayanan kedokteran didasarkan atas ilmu kedokteran yang empiris, sehingga ketidakpastian merupakan salah satu ciri khasnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran masih menyisakan kemungkinan adanya bias dan ketidaktahuan, meskipun perkembangannya telah sangat cepat sehingga sukar diikuti oleh standar prosedur yang baku dan kaku. Kedokteran tidak menjanjikan hasil layanannya, melainkan hanya menjanjikan upayanya (inspanningsverbintennis).3 B. Permasalahan

1. Apakah yang dimaksud dengan malpraktik medik?

2. Bagaimana ketentuan hukum yang berkaitan dengan malpraktik medik?

3. Bagaimana prosedur tuntutan kasus malpraktik medik?

C. Tujuan

1. Mampu menyebutkan definisi malpraktik medik

2. Mampu menyebutkan jenis-jenis malpraktik medik

3. Mampu mengerti ketentuan hukum yang berkaitan dengan malpraltek medik

4. Mampu mengerti prosedur tuntutan kasus malpraktik medik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. NEGLIGENCE

Kata negligence berasal dari bahasa Inggris yang diartikan sebagai kelalaian dalam bahasa Indonesia. Kelalaian disini dapat dilihat dari dua aspek. Aspek pertama adalah tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan terhadap suatu perkara, sedangkan aspek kedua adalah apabila tindakan yang dilakukan mengakibatkan kerusakan ataupun kerugian. Kelalaian dapat terjadi pada semua disiplin ilmu, dan apabila dilakukan oleh tenaga professional dinamakan sebagai malpraktik.

Setiap petugas baik dari bidang kesehatan maupun bidang lainnya memiliki kewajiban untuk memperlakukan setiap klien dengan benar yaitu dengan menghindari kerusakan dan kerugian yang mungkin terjadi dan hal ini diatur oleh ketentuan hukum yang berlaku pada masing-masing negara. Dalam situasi ini yang berperan adalah reasonable, prudent person yaitu orang yang berakal sehat dan bijaksana sesuai disiplin ilmu. Dalam kasus terjadinya kerusakan atau kerugian di luar kendali manusia atau yang disebut dengan takdir Tuhan, orang tersebut tidak dapat dimintakan ganti rugi baik kerugian materiil maupun non materiil. Untuk menentukan apakah terjadi kelalaian atau tidak pada suatu kasus, hal ini diputuskan pada tingkat pengadilan. .(4)Dalam bidang kedokteran, professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud, penahanan pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, misrepresentasi atau fraud, keterangan palsu, menggunakan iptekdok yang belum teruji atau yang belum diterima, berpraktek tanpa SIP, berpraktek di luar kompetensinya, dan banyak lagi contoh lainnya. (4)Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah improper). Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.

Kecerobohan medis merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pengertian istilah kecerobohan medis tersirat dari pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (1992), yaitu: medical malpractice involves the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the patients condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.

Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap ceroboh apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu :

1. Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.

3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi layanan.

4. Direct causal relationship atau hubungan sebagai akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya merupakan proximate cause.(5)Saat ini tuntutan kasus kelalaian merupakan sumber utama gugatan. Sebagian besar kasus merupakan kasus kecelakaan lalu lintas, asuransi, dan tuntutan kriminal. Dalam bidang kesehatan, psikoterapeutik, dan hukum kelalaian diukur dari ilmu pengetahuan dan standar praktek yang telah ditetapkan dan diterima, dan dikenal sebagai malpraktik.

Dari segi hukum, dapat dipahami bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja, tindakan kecerobohan ataupun suatu kekurang-mahiran yang tidak beralasan. Malpraktik dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya oleh dokter. Profesional di bidang hukum, perbankan dan akuntansi adalah beberapa profesional lain di luar kedokteran yang dapat ditunjuk sebagai pelaku malpraktik dalam pekerjaannya masing-masing.(6)B. MALPRAKTIKKelalaian dapat terjadi pada semua disiplin ilmu, dan apabila dilakukan oleh tenaga professional dinamakan sebagai malpraktik. Malpraktik atau malpractice berasal dari kata mal yang berarti buruk. Sedangkan kata practice berarti suatu tindakan atau praktik. Dengan demikian secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu tindakan medik buruk yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien.

Di Indonesia, istilah malpraktik sudah sangat dikenal oleh para tenaga kesehatan sebenarnya hanya merupakan suatu bentuk medical malpractice, yaitu medical negligence yang dalam bahasa indonesia disebut kelalaian medik.

Beberapa pakar telah mengemukakan pendapatnya tentang pengertian malpraktik, diantaranya:

1. malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter, oleh karena pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak menilai, tidak memeriksa, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakuakan oleh dokter pada umumnya, didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorstman)

2. malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh seorang dokter, oleh karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat bdilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama.(Hoekema)

3. malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh seorang dokter, yang didalamnya termasuk kesalahan karena perbuatan-perbuatan yang tidak masuk akal serta kesalahan karena keterampilan atau kesetiaan yang kurang dalam menyelenggarakan kewajiban dan atau kepercayaan profesional yang dimilikinya.(Peters) (7)Malpraktik adalah kelalaian seorang dokter yang mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Yang dimaksud kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan seseorang yang dengan siakp hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik.(8)Pegangan pokok yang dipakai untuk menetapkan malprakteik cukup jelas yakni adanya kesalahan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter pada waktu melakukan perawatan dan ada pihak lain yang dirugikan atas tindakan dokter tersebut. Kenyataannya ternyata tidak mudah untuk menetapkan kapan adanya kesalahan profesional tersebut. Menurut Azrul Azwar yang mengutip pendapat dari Benard Knight bahwa dalam praktik sehari-hari ada tiga kriteria untuk menentukan adanya kesalahan profesional, yaitu:

1. adanya kewajiban dokter untuk menyelenggarakan pelayanan kedokteran bagi pasiennya, titik tolak dari kemungkinan terjadinya kesalahan profesional yang menimbulkan kerugian bagi orang lain tersebut adalah adanya kewajiban pada diri dokter melakukan tindakan medik atau pelayanan kedokteran bagi pasienya, kewajiban yang dimaksud disini, yang tunduk pada hukum perjanjian, maupun mempunyai beberapa ciri khusus dan jika disederhanakan dapat dibedakan atas: pertama: profesional duties, kedua: doctor patient relationship, ketiga: informed consent, keempat: professional medical standard, kelima: lingkup profesional yang dimiliki tersebut hanya untuk upaya yang akan dilaksanakan saja, bukan hasil akhir.

2. adanya pelanggaran kewajiban dokter terhadap pasiennya, sesuai dengan pengertian kewajiban sebagaimana dikemukakan diatas maka pelanggaran yang dimaksud disini hanyalah yang sesuai dengan kelima ciri kewajiban profesional seorang dokter. Misalnya: pertama tidak melakukan kewajiban profesional seorang dokter sebagaimana yang lazimnya dilakukan oleh setiap dokter, kedua: telah terjadi kontrak terapeutik, tetapi dokter tidak melakukan kewajiban profesionalnya, sebagaimana yang lazim dilakukan oleh seorang dokter pada setiap pelayanan kesehatan, ketiga: tidak meminta persetujuan pasien sebelum melakukan suatu tindakan medik dan atau pelayanan kedokteran, keempat: tidak melaksanakan tindakan medik dan atau pelayanan kedokteran sesuai dengan standar profesi, dan kelima: menjanjikan hasil tindakan medik pelayanan kedokteran yang kenyataanya tidak sesuai dengan perjanjian

3. sebagai akibat pelanggaran kewajiban timbul kerugian terhadap pasien, kerugian yang dimaksud disini semata-mata terjadi karena adanya kesalahan profesional, bukan karena resiko suatu tindakan medik.Untuk itu dokter perlu menyadari bahwa dokter mempunyai tanggung jawab profesinal yang harus diamalkan, meliputi:1. kewajiban mempertahankan dan meningkatkan kompetensi profesionalnya

2. kewajiban untuk berkata dan berlaku jujur kepada pasien

3. kewajiban untuk memelihara hubungan dan komunikasi yang sepantasnya dengan pasien

4. kewajiban untuk merningkatkan mutu pelayanan kepada pasien

5. kewajiban untuk menyesuaikan distribusi pelayanan dalam hal keterbatasan fasilitas

6. kewajiban meningkatkan jangkauan pelayanan pasien

7. kewajiban untuk melindungi kerahasiaan pasien

8. kewajiban terhadap ilmu pengetahuan

9. kewajiban memelihara kepercayaan dengan pengelolaan konflik kepentingan secara baik

Malpraktik kedokteran dibedakan menjadi:

1. malpraktik kriminal

menipu penderita

membuat keterangan palsu

melakukan kesalahan dalam mengobati penderita sehingga mengakibatkan kematian atau luka

pelanggaran kesusilaan

abortus provocatus tanpa indikasi yang medis

membocorkan rahasia kedokteran dan hal itu diadukan oleh penderita yang bersangkutan

sengaja membiarkan penderita tak tertolong

tak memberi pertolongan pada orang yang dalam bahaya maut

memberikan atau menjual obat palsu

euthanasia

2. malpraktik perdata, dasarnya KUH perdata 1366

tidak konsultasi dengan dokter ahli pada kasus yang seharusnya dikonsultasikan

melakukan pembedahan tanpa surat izin tertulis keluarga yang berwenang padahal tidak dalam keadaan yang darurat

kesalahan diagnosa tidak dapat dituntut, kecuali bila hal itu disebabkan oleh kesalahan dokter

3. malpraktik etis

menjual obat ditempat praktek, tanpa izin menyimpan obat bagi dokter

menjual obat sampel

mengadakan kerjasama atau perjanjian dengan apotek atau analis diluar bidang kedokteran

melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu, dengan harapan agar mendapat imbalan yang lebih tinggi

kunjungan pasien diperbanyak dengan alasan yang sama

usaha menarik perhatian umum

meminta uang muka atas tindakan yang akan dilakukan (9)C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN MALPRAKTIK MEDIS

Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan malpraktik medis yang berlaku di Indonesia yaitu:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran3. Kitab Undang-Undang Hukum PidanaBerikut ini akan kami bahas peraturan perundang-undangan satu-persatu:C.1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN

Pasal 15

(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.

b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasar pertimbangan tim ahli.

c. Dengan persetujuan ibu hamil ybs atau suami atau keluarganya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diterapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Pasal 15

(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum,norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.

(2) Penjelasan per butir

a. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan atau janinnya yang terancam bahaya maut.

b. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum melakukan tindakan tersebut, ia harus meminta pertimbangan tim ahli yang dapat terdiri dan berbagai bidang seperti: medis, agama, hukum, dan psikologi.

c. Hak utama memberikan persetujuan adalah ibu hamil ybs, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuan, dapat dimintakan dari suami atau keluarganya.

d. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai dan telah ditunjuk oleh pemerintah.

(3) Dalam Peraturan Pemerintah sebagai peleksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan, bentuk persetujuan, dan sarana kesehatan yang ditunjuk.

Pasal 53

(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.

(4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Pasal 53

(1) Cukup jelas.

(2) Standar profesi adalah pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk, dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat kedua (second opinion).

(3) Dalam upaya pembuktian, tenaga kesehatan dapat diminta untuk membuktikan tindakan medis terhadap seseorang, baik dalam perkara pidana maupun perkara lainnya. Permintaan ini diajukan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menangani masalah tersebut. Meskipun untuk suatu tindakan medis harus didasarkan atas suatu indikasi medis, namun dalam kaitan dengan pembuktian tenaga kesehatan harus melakukan tindakan medis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali bila tenaga kesehatan menilai bahwa pada orang yang dilakukan tindakan tersebut terdapat hal yang merupakan indikasi kontra dari tindakan medis yang dilakukan. Dalam hal ini ia dapat menolak dan menghentikan tindakan tersebut.

(4) Cukup jelas.

Pasal 54

(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

(2) Penentuan ada tidanknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

(3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Penjelasan Pasal 54

(1) Tindakan disiplin dalam ayat ini adalah salah satu bentuk tindakan administrative misalnya pencabutan izin untuk jangka waktu tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan.

(2) Untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif baik kepada tenaga kesehatan maupun pihak penerima pelayanan kesehatan, pertimbangan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian atas penerapan standar profesi dilakukan oleh sebuah majelis. Majelis ini tidak hanya terdiri dari tenaga kesehatan saja tetapi juga tenaga bidang lain yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi seperti ahli hukum, ahli psikologi, ahli social, ahli agama, yang diketuai oleh seorang sarjana hukum.

(3) Cukup jelas.

Pasal 55

(1) Setiap oaring berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan Pasal 55

(1) Pemberian hak atas ganti rugi merupakan suatu upaya untuk memberikan perlindunga bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun non fisik karena kesalahan atau kelalaian atau kesalahan itu mungkin dapat menyebabkan kamatian atau menimbulkan cacat yang permanen. Yang dimaksud dengan kerugian fisik adalah hilangnya atau tidak berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, sedangkan kerugian non fisik berkaitan dengan martabat seseorang.

(2) Cukup jelas.

Pasal 80

(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tak berbentuk badan hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta).

Penjelasan Pasal 80

(1) Cukup jelas.

(2) Cukup jelas.(10)C.2.UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Pasal 44

(1)Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

(2)Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

(3)Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Penjelasan Pasal 44

(1) Yang dimaksud dengan standar pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran.

(2) Yang dimaksud dengan strata sarana pelayanan adalah tingkatan pelayanan yang standar tenaga dan peralatannya sesuai dengan kemampuan yang diberikan.

(3) Cukup jelas.

Pasal 45

(1)Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2)Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

(3)Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:

a.diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b.tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c.alternatif tindakan lain dan risikonya;

d.risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e.prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

(4)Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

(5)Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(6)Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.Penjelasan Pasal 45

(1) Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan (under curatele) persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudarasaudara kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, maka penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar. Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya sedangkan tindakan medis harus dilakukan maka penjelasan diberikan kepada anak yang bersangkutan atau pada kesempatan pertama pasien sudah sadar.

(2) Cukup jelas.

(3) Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti karena penjelasan merupakan landasan untuk memberikan persetujuan. Aspek lain yang juga sebaiknya diberikan penjelasan yaitu yang berkaitan dengan pembiayaan.

(4) Persetujuan lisan dalam ayat ini adalah persetujuan yang diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang diartikan sebagai ucapan setuju.

(5) Yang dimaksud dengan tindakan medis berisiko tinggi adalah seperti tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.

(6) Cukup jelas.

Pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :

a.memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b.memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

c.memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;dan

d.menerima imbalan jasa.

Penjelasan Pasal 50

Yang dimaksud dengan standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Yang dimaksud dengan standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Penjelasan Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. menolak tindakan medis; dan

e. mendapatkan isi rekam medis.Penjelasan Pasal 52Cukup jelas.Pasal 53

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :

a.memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

b.mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

c.mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d.memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Penjelasan Pasal 53Cukup jelas.

C3. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak membahas malpraktek secara jelas, melainkan membahas kasus-kasus pidana yang dapat terjadi akibat tindakan malpraktikEuthanasia dan Bunuh Diri

Pasal 344 KUHP

Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesunguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 345 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Pengguguran Kandungan Kriminalis

Pasal 346 KUHP

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 KUHP

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dnegan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu, mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 KUHP

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima enam bulan tahun.

(2) Jika perbuatan itu, mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP

Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal 347 dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Kematian dan perlukaan akibat kealpaan

Pasal 359 KUHP

Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun

Pasal 360 KUHP

(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam pidana penjara paling lama Sembilan tahun atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ribu rupiah.(11)

D. PROSEDUR TUNTUTAN KASUS MALPRAKTIK MEDIK

PELANGGARAN ETIK DOKTER DI RUMAH SAKIT

Pelayanan rumah sakit pada masa kini jauh lebih komplek dibanding dengan beberapa dasawarsa sebelumya. Situasi pelayanan kesehatan yang komplek kurang dapat dipahami oleh pasien, keluarga dan masyarakat, dan dokter kesulitan menjelaskan hal ini sehingga berakibat pada munculnya berbagai keluhan, ketidakpercayaan kepada pemberi jasa pelayanan kesehatan. Kompleksitas pelayanan rumah sakit ini terkadang akan menimbulkan pelangggaran etk oleh dokter atau petugas pelayanan rumah sakit.

Dokter dalam melaksanakan tugasnya terikat oleh norma etik yaitu suatu norma yang terkait dengan nilai-nilai moral menyangkut baik atau buruk dan pantas atau tidak pantas suatu perbuatan itu dilakukan oleh seorang profesi IDI. Norma etik disusun untuk mengatur norma perilaku pelaksanaan profesi para dokter. Perbuatan dokter di rumah sakit yang diilai secara moral adalah buruk atau tidak pantas dilakukan maka yang bersangkutan dinilai telah melakukan pelanggaran etik.

Pengaduan terhadap dokter yang diduga telah melakukan pelanggaran etik di rumah sakit dapat diproses oleh Komite Etik dan Hukum, dan jika terbukti Dokter tersebut telah melakukan pelanggaran etik maka Direktur rumah sakit dapat berfungsi sebagai eksekutor dengan cara memberi perigatan secara lisan maupun trtulis terhadap dokter tersebut. Jika aduan dugaan pelanggaran etik di rumah sakit tidak dapat diselesaikan secara internal maka pihak rumah sakit dapat mengadukan permasalahannya ke MKEK IDI dan MAKERSI PERSI

PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DI RUMAH SAKIT

Dugaan telah terjadi pelanggaran disiplin kedokteran di rumah sakit, maka kasusnya sebaiknya dapat segera dilakukan kajian atau analisa. Setiap kaasus yang muncul dugaan pelanggaran disiplin, dibuatkan laporan ke Direktur, an Direktur brkoordinasi dengan Komite Etik dan hukum untuk dikaji dan diadakan forum penegakan etik, diplin dan hukum oleh KERS.

Rumah sakit belum semuanya punya komite etik an hukum, sehingga penanganan intrnal rumah sakit dapat digantikan oleh komite medik, khususnya di panitia etik profesi medik.

Dugaan pelanggaran disiplin kedoktraan jika trbukti, maka Direktur sebagai eksekutor dapat memberikan peringatan kepada sejawat dokter yang bersalah, bisa peringatan lisan, peringatan tertuis sampai dengan pembatasan kewenangan psien, jika direkomendasikan oleh komite medik, bahkan jika suda melebihi batas toleransi, dapat dilakukan PHK.

Pelanggaran disiplin kedokteran yang disertai dengan tuntutan pasien, maka sebelum kasusnya keluar, maka sebaiknya diselesaikan secara cepat oleh pihak rumah sakit,khususnya dotr yang bersangkutan . jika diperlukan maka komite etik dan hukum dapat mengambil peran memfasilitasi penyelesaiannya atau jika perlu sebagai mediator. Kasus ugatan pasien atas pelanggaran disiplin kedokteran bisa dimediasi oleh ketiga/mediator profesional, sebelumn kasusnya keluar rumah sakit dan dilakuakn ke MKDKI.

Kasus dugaan pelanggaran disiplin yang sudah terlanjur diadukan ke MKDKI tidak dapat dicabut pengaduannya jika sudah sampai disidangkan di Majelis Pemeriksa Awal(MPA),maka pengadu dapat mencabut aduannya. Untuk itu, upaya mediasi untuk damai masih dimungkinkan sebelum sidang MPA.

Berikut ini saya sampaikan alur atau bagan pemeriksaan di MKDKI pada tataran awal pemeriksaan oleh MPA (12) :

BAB III

CONTOH KASUS

Seorang wanita hamil datang ke Rumah Sakit Islam Bogor dalam kondisi eklampsia. Dalam perjalanan penyakitnya, pihak dokter kemudian memutuskan untuk melakukan operasi Sectio Caesaria sebagai tindakan penyelamatan terhadap ibu dan janinnya. Namun setelah operasi berlangsung, wanita tersebut berada dalam kondisi tidak sadarkan diri dan mengalami kelumpuhan. Oleh karena kondisi tersebut, suami penderita menuntut pertanggungjawaban kepada pihak Rumah Sakit Islam Bogor. Dalam perawatan pasca operasi, penderita kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) Jakarta dan dirawat di ruang intensif. Pihak RSCM menjelaskan bahwa kondisi tidak sadarkan diri ini dikarenakan akibat kerusakan otak permanen pada penderita. Selama masa perawatan, kondisi penderita tidak menunjukkan kemajuan yang berarti, sehingga pihak suami meminta pihak RSCM untuk melakukan tindakan menyuntik mati (euthanasia) kepada istrinya. Keputusan suami tersebut diambil atas dasar kurangnya biaya pengobatan dan pihak suami merasa bahwa tidak ada harapan bagi istrinya untuk hidup normal kembali. Permintaan euthanasia tersebut kemudian dilayangkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Namun demikian, pihak RSCM menolak untuk melakukan euthanasia dikarenakan hal tersebut melanggar ketentuan hukum yang berlakumedis kondisi ibu tersebut tidak dapat dikatakan sebagai koma meskipun dia tidak bisa melakukan kontak.

Menurut suami ibu tersebut, pemerintah tidak memperhatikan kondisi istrinya. Hal ini diungkapkan setelah pemerintah menolak hak mati istrinya dan tidak memperhatikan hak hidupnya. Namun pemerintah melalui Departemen Kesehatan menyangkal hal tersebut dengan berkomitmen akan memperhatikan kondisi istrinya dengan membantu biaya perawatan ibu tersebut melalui program Jaring Pengaman Sosial untuk Keluarga Miskin. (13-17)BAB IV

PEMBAHASAN

Dari kasus tersebut dilaporkan bahwa seorang wanita hamil datang dalam kondisi eklampsia ke RS . Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia. Tujuan pengobatan eklampsia adalah untuk menghentikan dan mencegah kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin, dan mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin. Pengelolaan eklampsia terdiri dari pengelolaan konservatif dan pengelolaan obstetrik. Pada pengelolaan konservatif dapat diberikan terapi anti kejang yaitu MgSO4, dan pada pengelolaan obstetrik dilakukan tindakan pengakhiran kehamilan dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan eklamsi maka menurut dasar keilmuan pasien seharusnya dikelola dengan diberikan terapi anti kejang dan pengakhiran persalinan dengan bedah caesar. Jika dokter tidak melakukan sesuai dengan dasar keilmuan maka dokter melanggar Undang-undang praktek kedokteran pasal 44, 50, 51, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pasal 15, 54 dan 80. Namun sebelum melakukan tindakan medis dokter perlu memberikan penjelasan dan meminta persetujuan kepada keluarga, dalam kasus ini dokter perlu memberikan penjelasan dan meminta persetujuan kepada suami sebagai orang yang bertanggung jawab. Penjelasan yang harus diberikan adalah tentang penyakit, hal-hal yang menyebabkan timbulya penyakit tersebut, pengelolaan yang akan dilakukan dan efek samping dari pengelolaan, selain itu perlu juga dijelaskan tentang komplikasi dari penyakit tersebut. Hal ini harus dipenuhi oleh dokter dan jika tidak dilakukan maka dokter dapat dikenai Undang-Undang Praktik Kedokteran pasal 45, 50, 52.Ternyata setelah dilakukan bedah caesar kondisi pasien memburuk sampai terjadi koma dan lumpuh. Pada eklampsia dapat terjadi spasme pembuluh darah diseluruh tubuh, termasuk di otak. Otak merupakan organ yang sangat sensitif jika terjadi kekurangan suplai darah. Akibat dari hal ini dapat menyebabkan kerusakan otak permanen, yang dapat menimbulkan gejala sesuai dengan lokasinya seperti kebutaan, kelumpuhan, bahkan koma.(18,19) Jika pada penyelidikan ditemukan bahwa dokter tidak memberikan pengelolaan sesuai standar medis maka pasien dan keluarga dapat menuntut ganti rugi pada dokter, yang didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pasal 54, 55, dan Undang-Undang Praktik Kedokteran pasal 53. Karena kondisi pasien tidak membaik setelah tiga bulan kemudian, maka suami pasien meminta dilakukan suntik mati karena ketiadaan biaya dan tidak ada harapan lagi untuk isterinya untuk hidup normal kembali. Dalam kedokteran suntik mati yang dimaksudkan adalah euthanasia. Euthanasia, yang dalam bahasa Yunani disebut euthanatos, berasal dari kata eu yang berarti baik dan thanatos yang berarti mati. Arti harfiahnya sama dengan good death atau easy death. Sering pula disebut mercy killing karena pada hakikatnya euthanasia merupakan tindakan pembunuhan atas dasar perasaan kasihan.(20) Sedangkan menurut rumusan yang dibuat oleh Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri. (8)

Berdasarkan rumusan definisinya euthanasia memiliki essensi sebagai berikut: (1) tindakan tersebut, baik positive act maupun negative act, mengakibatkan kematian, (2) dilakukan pada saat yang bersangkutan masih dalam keadaan hidup, (3) penyakitnya sudah tidak ada harapan lagi untuk disembuhkan dan sudah berada pada stadium terminal, (4) motifnya karena yang melakukannya merasa kasihan melihat penderitaan berkepanjangan, (5) tujuannya untuk mengakhiri penderitaan. (20)

Namun demikian tindakan euthanisia tidak diperbolehkan menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hukum yang mengatur tentang euthanasia seperti yang tercantum dalam KUHP Pasal 344. Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum di Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks hukum di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup, ancaman hukuman ini harus dihadapinya.

Pada kasus Ny.Agian tersebut, pihak Rumah Sakit menolak melakukan suntik mati karena hal ini bertentangan dengan KUHP Pasal 340, 344, 345, 359 dan 388, dan apabila euthanasia tersebut tetap dilakukan baik secara langsung ataupun secara tidak langsung yaitu dengan melakukan tindakan yang mendorong terjadinya euthanasia seperti dengan menolong atau memberi harapan ke arah perbuatan itu, maka hal-hal tersebut akan mendapat ancaman pidana.BAB V

KESIMPULAN

1. Malpraktik secara harafiah berasal dari kata mal yang berarti salah dan praktek yang berarti pelaksanaan atau tindakan, sehingga dapat diartikan pelaksanaan atau tindakan yang salah. Akan tetapi, malpraktik biasanya dipakai khusus untuk tindakan yang salah pada pelaksanaan suatu profesi.

Malpraktik medik kegagalan dokter untuk memenuhi standar pelayanan medis terhadap pasien, memiliki ketrampilan yang kurang, atau kelalaian dalam merawat pasien yang menyebabkan luka langsung pada pasien. Definisi lain adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.

2. Malpraktik kedokteran dibedakan menjadi: malpraktik kriminal

malpraktik perdata, dasarnya KUH perdata 1366

malpraktik etis

3. Dasar-dasar hukum yang berkaitan dengan malpraktik adalah Undang-Undang kesehatan pasal 15, 53-55, 80; Undang-undang praktek kedokteran pasal 35, 44, 45, 50-53, 66-69. Sedangkan yang berhubungan dengan euthanasia adalah KUHP pasal 344, 345.4. Dugaan kasus malpraktik dimulai dengan keluhan dan tuduhan dari pasien/keluarganya yang sampai pada dokter secara lisan atau tulisan. Dokter sebaiknya tidak menanggapi secara tertulis maupun lisan, namun sebaiknya segera melapor kepada pengurus IDI Cabang dan MKEK IDI Cabang. Pengurus IDI Cabang, BP2A IDI Cabang, dan MKEK IDI Cabang sebaiknya tidak perlu menunggu laporan dari dokter yang mengalami konflik, tetapi segera minta Resume Medik mengenai pasien bersangkutan, memberi saran/bantuan dan bilamana perlu mendampingi dokter yang bersangkutan dalam melakukan dialog. Apabila ingin membuat surat perdamaian tersebut harus dibuat di atas meterai yang berisi persetujuan dan pernyataan telah diterima uang simpati dengan baik dan penuh, serta pernyataan telah berakhirnya perselisihan antara kedua belah pihak secara tuntas, dengan saling memberikan pelunasan oleh yang satu terhadap yang lain (Acquit et Decharge) mengenai semua perhitungan dan semua pertanggungjawaban sesuai denga ketentuan pasal 1851 KUHPerdata.

DAFTAR PUSTAKA1. http://www.detiknews.com/read/2004/06/17/175542/164212/10/8-bulan-111-kasus-malpraktek

2. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/04/23/brk,20080423-121851,id.html3. http://www.freewebs.com/pemberitaanmalpraktik 4. Tedeschi CG, Eckert WG, Tedeschi LG. Forensic Medicine. WB Saunders. Philadelphia:1997.5. Anonymus. The Columbia Electronic Encyclopedia Ed 6. Columbia University Press.Columbia:2003.

6. Anonymus. West's Encyclopedia of American Law. The Gale Group, Inc:1998.

7. Soewono, H. Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Dokter dalam Transaksi Terapeutik. Srikandi. 2007

8. Hanafiah J, Amri A. Etika Kedoteran & Hukum Kedokteran Ed 3.EGC.Jakarta;1999.

9. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kristal-Kristal Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; 1981

10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pustaka Widyatama. Yogyakarta, 2004.

11. Gatot S. Peraturan Perundangan yang Berkaitan Bidang Kedokteran. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang, 2007.

12. Hartono HS, Gatot S, Indra W. Etika Medikolegal. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2008.

13. Indah WS. Hasan Sayangkan Sikap Pemerintah. Cited [21 Desember 2008]. Available from:http://music.detikhot.com/read/2004/09/27/230244/214904/10/hasan-sayangkan-sikap-pemerintah

14. Muhammad A. Kasus Ny Again Rs Telah Lakukan Euthanasia Pasif. Cited [21 Desember 2008]. Available from:http://music.detikhot.com/read/2004/10/16/135003/225608/10/kasus-ny-agian-rs-telah-lakukan-euthanasia-pasif

15. Fedhly AE. Ny Again Pindah Ke Bangsal Kelas Iii Keluarga Protes. Cited [21 Desember 2008]. Available from:http://music.detikhot.com/read/2005/02/14/135831/289868/10/ny-agian-dipindah-ke-bangsal-kelas-iii-keluarga-protes

16. Badriah. Kuasa Hukum Ny. Agian Tetap Lanjutkan Gugatan. Cited [21 Desember 2008]. Available from: http://www.tempointeraktif.Com - Kuasa Hukum Ny. Agian Tetap Lanjutkan Gugatan.mht

17. Hardi. Isu Malpraktek Antara Dugaan Dan Kenyataan. Cited [21 Desember 2008]. Available from:http://www.hardisman.co.cc/isu-malpraktek-antara-dugaan-dan kenyataan.htm18. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia Ed 2. Jakarta. 2005.

19. Sarwono P, Hanifa W. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2006.

20. Dahlan,Sofwan. Hukum Kesehatan Rambu-rambu Bagi Profesi Dokter. Edisi 2. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2000.Organisasi Profesi

Penetapan Majelis Pemeriksa Disiplin oleh Ketua MKDKI

Sekretariat MKDKI / MKDKI-P

Kepada pengadu

PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAJELIS PEMERIKSA AWAL

Pelanggaran disiplin

Pelanggaran Etik

Di tolak di luar disiplin

Pemeriksaan Awal Investagasi

Keputusan MPA

Penetapan Majelis Pemeriksa Awal oleh MKDKI

Pengaduan tertulis

Verikasi

Setiap orang atau kepentingan yang dirugikan

Kolegium

Institusi Pendidikan

Dokter / dokter Gigi

Dokter / Dokter Gigi

Dokter / Dokter Gigi

KKI

Dinkes

Kab / Kota

KKI

Sekretariat MKDKI / MKDKI-P

Sekretariat MKDKI / MKDKI-P

Sekretariat MKDKI / MKDKI-P

Sekretariat MKDKI / MKDKI-P

PELAKSANAAN KEPUTUSAN

Mengikuti pendidikan / pelatihan

Rekomendasi pencabutan SIP / STR

Peringatan tertulis

Bebas / tidak bersalah

Keputusan

Pemeriksaan proses pembuktian

Penetapan Majelis Pemeriksa oleh Ketua MKDKI

Pemeriksaan awal pelanggaran disiplin

PAGE 35