malaria serebral

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, yang secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik, disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria cerebral. Kasus malaria terbanyak terdapat di kawasan Afrika dan beberapa Negara Asia, termasuk Indonesia. 1 Penyebab mortalitas penyakit malaria ialah infeksi Plasmodium falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Kejadian malaria berat masih merupakan ancaman karena mortalitasnya masih bervariasi antara 10-50% tergantung dari kemampuan diagnosis dan pelayanan kesehatan untuk pengobatan yang adekuat. 2 Berdasarkan hasil studi baru diketahui Plasmodium falciparum berasal dari gorila, dan ditemukan jenis baru yaitu Plasmodium knowlesi yang ada pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Kematian pada manusia akibat dari parasit menempel dan dapat menyumbat pembuluh darah kapiler yang halus. 3 Patogenesis malaria komplikasi meliputi cytoadherent 1

Transcript of malaria serebral

Page 1: malaria serebral

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus

Plasmodium, yang secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik,

disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa

seperti ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria cerebral.

Kasus malaria terbanyak terdapat di kawasan Afrika dan beberapa Negara Asia, termasuk

Indonesia.1

Penyebab mortalitas penyakit malaria ialah infeksi Plasmodium falciparum yang

dapat menyebabkan malaria berat baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Kejadian

malaria berat masih merupakan ancaman karena mortalitasnya masih bervariasi antara 10-

50% tergantung dari kemampuan diagnosis dan pelayanan kesehatan untuk pengobatan

yang adekuat.2

Berdasarkan hasil studi baru diketahui Plasmodium falciparum berasal dari gorila,

dan ditemukan jenis baru yaitu Plasmodium knowlesi yang ada pada monyet ekor panjang

(Macaca fascicularis). Kematian pada manusia akibat dari parasit menempel dan dapat

menyumbat pembuluh darah kapiler yang halus.3

Patogenesis malaria komplikasi meliputi cytoadherent pada mikrovaskular

terhadap eritrosit terinfeksi parasit, adherens antara eritrosit normal dengan eritrosit

yang mengandung parasit ( rosetting ), dan pengeluaran sitokin sebagai respons terhadap

substansi toksik yang dikeluarkan oleh Plasmodium falciparum yang menyebabkan

kerusakan jaringan. Namun, pada keadaan tertentu pengeluaran sitokin sebagai respons

terhadap substansi toksik dari Plasmodium falciparum terjadi secara berlebihan sehingga

menyebabkan kerusakan jaringan yang sangat berat dan fatal. 4

1

Page 2: malaria serebral

BAB II

ISI

2.1 Malaria Secara Umum

Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit

ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.5

Gambar 1. Mikroskopik Plasmodium sp.

Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Secara

parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang berbeda bentuk

demamnya, yaitu : 1

1) Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria tertiana disebabkan serangan

demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.

2) Plasmodium malaria, secara klinis dikenal sebagai Malaria Quartana karena serangan

2

Page 3: malaria serebral

demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.

3) Plasmodium ovale, secara klinis dikenal sebagai Malaria Ovale dengan pola demam

tidak khas setiap 2-1 hari sekali.

4) Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau Malaria

tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3 hari sekali

dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis plasmodium lainnya.

Sekarang ditemukan jenis malaria baru yang disebabkan oleh Plasmodium

knowlesi. Dulu jenis ini hanya ada pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis),

namun sekarang ditemukan juga pada tubuh manusia.3

Penelitian sebuah tim internasional dalam Clinical Infectious Disease

memaparkan hasil tes pada 150 pasien di rumah sakit Serawak Malaysia Juli 2006 sampai

Januari 2008, dua per tiga kasus malaria disebabkan oleh infeksi Plasmodium knowlesi.3

Gambar 2: siklus hidup dan infeksi Plasmodium: 5

3

Page 4: malaria serebral

Secara epidemiologi, spesies yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah

plasmodium falciparum dan vivax. Plasmodium malaria dapat ditemukan di beberapa

provinsi antara lain: Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Plasmodium ovale

pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. 5

a. Fase aseksual

Dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit

yang terdapat dalam air liurnya ke dalam sirkulasi darah manusia. Dalam waktu 30 menit

– 1 jam, sporozoit masuk kedalam sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk

skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut intrahepatic

schizogony atau pre-erythrocyte schizogony atau skizogoni eksoeritrosit, karena parasit

belum masuk kedalam eritrosit (sel darah merah). Lamanya fase ini berbeda-beda untuk

tiap spesies plasmodium; butuh waktu 5,5 hari untuk P.falciparum dan 15 hari untuk

P.malariae. Pada akhir fase terjadi sporulasi, dimana skizon hati pecah dan banyak

mengeluarkan merozoit ke dalam sirkulasi darah. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian

sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun,

atau dikenal sebagai sporozoit “tidur” yang dapat mengakibatkan relaps pada malaria,

yaitu kambuhnya penyakit setelah tampak mereda selama periode tertentu. Fase eritrosit

dimulai saat merozoit dalam sirkulasi menyerang sel darah merah melalui reseptor

permukaan eritrosit dan membentuk trofozoit. Reseptor pada P.vivax berhubungan

dengan faktor antigen Duffy Fya dan Fyb. Oleh karena itu individu dengan golongan

darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor P.falciparum diduga

merupakan suatu glikoforin, sedangkan pada P.malariae dan P.ovale belum diketahui.

Dalam kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk cincin; pada P.falciparum

berubah menjadi bentuk stereo-headphones didalam sitoplasma yang intinya mengandung

kromatin. Parasit malaria tumbuh dengan mengonsumsi hemoglobin. Bentuk eritrosit

yang mengandung parasit menjadi lebih elastis dan berbentuk lonjong. Setelah 36 jam

4

Page 5: malaria serebral

menginvasi eritrosit, parasit berubah menjadi skizon. Setiap skizon yang pecah akan

mengeluarkan 6-36 merozoit yang siap menginfeksi eritrosit lain. Siklus aseksual P.

knowlesi terjadi dalam waktu 24 jam sedangkan P.falciparum, P.vivax, dan P.ovale

adalah 48 jam dan P.malaria adalah 72 jam.3 Dengan kata lain, proses menjadi trofozoit

–skizon – merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi merozoit terbentuk, sebagian

berubah menjadi bentuk seksual, gamet jantan dan gamet betina.6

b. Fase seksual

Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit

malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini mengalami

pematangan menjadi mikrogametosit dan makrogametosit, yang kemudian terjadi

pembuahan membentuk zygote (ookinet). Selanjutnya, ookinet menembus dinding

lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan

dan bermigrasi mencapai kelenjar air liur nyamuk. Pada saat itu sporozoit siap

menginfeksi jika nyamuk menggigit manusia.6

Gambar 3. Distribusi geografik malaria di seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu

wilayah dengan angka kejadian yang tinggi7

5

Page 6: malaria serebral

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui

dua cara yaitu : 8

1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit

malaria

2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,

misalnya melalui transfusi darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta

ibu yang terinfeksi (kongenital).

2.2 Pengertian Malaria Serebral

Malaria serebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium

falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang

terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya

mendapatkan perawatan yang tepat.1 Pada malaria falciparum, 10% kasus akan mengalami

komplikasi malaria serebral, dan jumlah ini memenuhi 80% kematian pada malaria.9

Malaria serebral merupakan penyebab utama ensefalopati non-traumatik di dunia,

sehingga merupakan penyakit parasitik terpenting pada manusia. Malaria diperkirakan

telah sekitar 5% populasi dunia dan menyebabkan 0,5 – 2,5 juta jiwa meninggal setiap

tahun.10

2.3 Etiopatogenesis Malaria Serebral

Penyebab malaria cerebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak

karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.1

Selain itu, beberapa faktor yang juga mempengaruhi manifestasi neurologi pada malaria,

antara lain: 11

- Demam derajat tinggi, akan mengganggu kesadaran, kejang demam (pada anak), dan

psikosis. Manifestasi tersebut akan menurun bila derajat panas diturunkan. Apabila

kesadaran tidak mengalami gangguan setelah serangan kejang atau demam, maka

prognosis penderita umumnya baik.

- Obat-obat antimalaria, seperti klorokuin, kuinin, meflokuin, dan halofantrin juga dapat

menyebabkan gangguan perilaku, kejang, halusinasi, dan psikosis.

6

Page 7: malaria serebral

Bila tidak terdapat demam tinggi atau parasitemia yang menyertai manifestasi neurologis,

maka kemungkinan penyebabnya adalah obat antimalaria.

- Hipoglikemia, pada infeksi malaria berat , dapat terjadi hipoglikemia. Kejadian

hipoglikemia lebih sering terjadi pada ibu hamil. Perlu adanya pertimbangan pemberian

infus dextrose 25-50% untuk mengatasi hal ini.

- Hiponatremia, hampir selalu terjadi pada kasus yang dialami orang tua dan seringkali

akibat muntah berlebih.

- Anemia berat dan hipoksemia dapat menyebabkan disfungsi serebral pada pasien

dengan malaria.

Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit masih

belum diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya sumbatan

mikrosirkulasi serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme pastinya masih

merupakan hipotesis.11

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit

ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami

perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.

Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, penurunan deformabilitas,

pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di permukaan sel, cytoadherence ,

sekuestrasi dan rosetting , peranan sitokin dan NO (Nitrit Oksida). 4

Cytoadherence adalah peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi

P.falsiparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Di samping itu juga

terjadi perlekatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit stadium lanjut dengan eritrosit

normal, dan dikenal dengan rossette form. Perlekatan tersebut mengakibatkan kerusakan

dinding pembuluh darah kapiler dan menghambat aliran darah ke pembuluh darah kapiler

akhir karena terbentuknya sloughing, sequestration dan roset. Proses tersebut

menyebabkan terjadinya edema dan hipoksia karena adanya kebocoran kapiler dan aliran

darah berkurang.12

Hanya P.falsiparum yang mengalami sequestration, karena pada plasmodium

lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sequestration terjadi pada

organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh, namun tertinggi terdapat di

7

Page 8: malaria serebral

otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung dan usus. Sehingga efek kumulatif dari

proses ini akan mempengaruhi organ-organ tersebut.13

Malaria berat juga dapat terjadi karena sistem kekebalan penderita bereaksi

berlebihan dan sebagai perantara kerusakan sel (saraf, hati, ginjal) melalui produk toksik

dari sel kekebalan (makrofag) yaitu sitokin antara lain Tumor Necrosing Factor (TNF),

Inter Leukin I (IL I), IL VI dan lain-lain.12

Pengeluaran TNF dirangsang oleh produk parasit yang dikeluarkan pada waktu

eritrosit yang terinfeksi pecah. Kelainan tubuh yang diakibatkan oleh TNF adalah demam,

peradangan, perubahan keadaan mental, trombositopenia, depresi fungsi sumsum tulang

dan merangsang sel kebal untuk mengeluarkan produk tambahan. 12

Salah satu produk toksik tambahan dari makrofag adalah nitrik oksid (NO) yang

dirangsang pengeluarannya oleh TNF. NO adalah gas yang larut dengan bebas menembus

sel membran sehingga dapat melewati blood-brain barrier. NO berfungsi sebagai

neurotransmitter dan merupakan komponen yang berperan pada reaksi kekebalan terhadap

parasit dalam sel, sehingga dapat membunuh sel hati yang terinfeksi malaria.12

Dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang

meninggal atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNFa

yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa komplikasi kadar TNFa , IL-1, IL-6 lebih

rendah dari malaria serebral. Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena juga

dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normal atau rendah atau pada malaria

serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi. Oleh karenanya diduga adanya peran dari

neurotransmiter yang lain sebagai free radical dalam kaskade ini seperti NO sebagai

faktor yang penting dalam patogenesis malaria berat.4

Hipotesis lain parasit malaria secara langsung menginduksi tingginya kadar TNF-a

sesuai dengan gejala klinis yang ditampilkan pada penyakit malaria serebral. Produk dari

eritrosit terinfeksi parasit yang mengalami ruptur akan memacu makrofag untuk

memproduksi TNF-a, yang merupakan respons pirogenik terhadap infeksi malaria. Juga

meningkatkan ekspresi adhesion molecute pada endotel mikrovaskular otak yang

nantinya memudahkan perlekatan eritrosit terinfeksi P. falciparum pada endotel

mikrovaskular otak. Terjadilah sequesterasi yang menyebabkan penyumbatan

8

Page 9: malaria serebral

mikrovaskular, suplai darah ke sel otak terhambat, dan mengakibatkan koma.10

Eritrosit yang terinfeksi P. vivax tidak berikatan dengan endotel, sehingga

merupakan satu alasan mengapa malaria vivax tidak bisa menyebabkan malaria serebral

walaupun kadar TNF-a dalam plasma sangat tinggi.10 Meskipun demikian, peran TNF-a

dalam patogenesis penyakit malaria lebih bersifat fisiologis dibanding patologis. Jika

dicapai kadar optimal dari TNF-a akan memberikan proteksi, tetapi jika kadarnya terlalu

tinggi akan menimbulkan reaksi patologis berhubungan dengan tingginya insiden anemia,

oedem pulmo, dan malaria serebral.4

2.4 Diagnosis Klinis

Diagnosis malaria serebral secara umum ditegakkan seperti diagnosis penyakit

lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Diagnosis dini dan

pegobatan cepat merupakan salah satu sasaran perbaikan strategi pemberantasan malaria.5

1. Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

- Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,

muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

- Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.

- Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

- Riwayat sakit malaria.

- Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

- Riwayat mendapat transfusi darah.

2. Pemeriksaaan Fisik :

- Demam (T = 37,5°C).

- Konjungtiva atau telapak tangan pucat.

- Pembesaran limpa (splenomegali).

- Pembesaran hati (hepatomegali).

Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:

- Temperatur rektal = 40°C.

- Nadi cepat dan lemah/kecil.

- Tekanan darah sistolik <70mmHg.

9

Page 10: malaria serebral

- Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit pada

balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.

- Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.

- Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

- Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,

produksi air seni berkurang.

- Tanda-tanda anemia berat: konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.

- Terlihat mata kuning atau ikterik.

- Adanya ronkhi pada kedua paru.

- Pembesaran limpa dan atau hepar.

- Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.

- Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.

Gejala paling dini dari malaria serebral pada anak-anak umumnya adalah demam

(37,5°C sampai 41°C) selanjutnya tidak bisa makan atau minum. Sering mengalami rasa

mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului koma dapat sangat singkat,

umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering kehilangan kesadaran setelah demam harus

diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama jika koma menetap lebih dari setengah

jam setelah kejang.8

Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat ditemukan: 11

1. GCS < 7 pada dewasa

2. Tonus otot dapat meningkat atau turun

3. Refleks tendon bervariasi

4. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)

5. Mulut mencebil ( pouting ) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul

6. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity

7. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi spasme

sering terjadi. Perdarahan sub konjungtiva dan retina serta papil udem kadang terlihat

8. Kekakuan leher ringan kadang ada. Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu

adanya meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)

10

Page 11: malaria serebral

9. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik ringan

Kriteria diagnosis lainnnya bisa dibagi dalam 2 fase: 1

1. Fase Prodromal:

Gejala yang timbul tidak spesifik, penderita mengeluh sakit pinggang, mialgia,

demam yang hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit kepala.

2. Fase Akut:

Gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya komplikasi seperti

sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk berdarah, gangguan

kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi dan dapat berakhir dengan kematian. Pada

pemeriksaan fisik akan ditemukan kornea mata divergen, anemia, ikterik, purpura,

akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda rangsang meningeal.

Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow atau modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma Blantyre, melalui

pengamatan terhadap respon rangsangan bunyi atau rasa nyeri yang standar, ketukan (knuckle) niga pada dada anak dan jika tidak ada respon lakukan

tekanan kuat pada kuku ibu jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi kemungkinan hipoglikemia. Skala koma dapat digunakan

berulang kali untuk menilai ada kemajuan atau kemunduran. 8

Penilaian Spontan Nilai

Pergerakan mata Terarah (misalnya mengikuti wajah ibunya)

Tidak terarah

1

0

Respons verbal Menangis yang wajar

Menangis yang tidak wajar atau merintih

Tidak ada

2

1

0

Respons motorik Rangsangan nyeri setempat (ketuk iga atau

sternum)

Menarik tungkai dari sumber nyeri (tekan kuat

pada kuku dengan pensil)

Respons yang tidak spesifik atau tidak ada

2

1

0

Jumlah 0-5

Pada skala koma Blantyre disebut unrousable coma bila jumlah nilai < 3

11

Page 12: malaria serebral

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:

- Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).

- Spesies dan stadium plasmodium.

- Kepadatan parasit.

a. Semi Kuantitatif

(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)

(+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)

(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)

(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

b. Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau

sediaan darah tipis (eritrosit)

Contoh : Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8000/uL

maka hitung parasit = 8000/200 x 1500 parasit = 60000 parasit/uL

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam

sampai 3 hari berturut-turut

2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak

ditemukan parasit, maka diagnosis malaria disingkirkan.

Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat ( Rapid Diagnostic Test ) 5

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan

metoda immunokromatografi, dalam bentuk dipstik.

Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung :

1. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan

12

Page 13: malaria serebral

gametosit muda P. falciparum

2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh

parasit bentuk aseksual atau seksual plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale,

dan P. malariae.

Tes serologi

Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada

keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes yang digunakan adalah IFA (indirect

fluorescent antibody test), IHA (indirect hemaglutination test) dan ELISA (enzyme linked

immunosorbent assay). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat

terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam

darah. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring

donor darah.8

2.5. Penatalaksanaan 5

Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi

klinis berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama.

Apabila fasilitas tidak atau kurang memungkinkan, maka penderita dipersiapkan untuk

dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan yang lebih lengkap.

Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi :

1. Tindakan umum

2. Pengobatan simptomatik

3. Pemberian obat anti malaria

4. Penanganan komplikasi

I. Tindakan umum

Meliputi :

13

Page 14: malaria serebral

1. Bebaskan jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu

beri oksigen (O2)

2. Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum)

3. Monitor tanda-tanda vital (keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah,

suhu, dan nadi setiap 30 menit)

4. Pantau tekanan darah, warna kulit dan suhu. Penderita hipotensi ditidurkan dalam

posisi Trendenlenburg

5. Lakukan pemeriksaan darah tebal ulang untuk konfirmasi diagnosis

6. Catat pada rekam-medik penderita : Identitas, riwayat perjalanan penyakit,

riwayat penyakit dahulu, Riwayat bepergian, riwayat transfusi, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium (bila tersedia), diagnosis kerja, diagnosis banding,

tindakan dan pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan/pengobatan, dan

lain-lain yang dianggap perlu.

7. Bila pasien koma lakukan prinsip ABC + D, antara lain:

Airway (jalan nafas)

Jaga jalan nafas agar selalu bersih, tanpa hambatan, dengan cara :

- Bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan dan lain-lain

- Tempat tidur datar tanpa bantal

- Mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran pernafasan, dengan cara

mengatur posisi pasien ke lateral dan pemasangan Naso Gastric Tube (NGT)

untuk menyedot isi lambung

Breathing (pernafasan)

Bila takipnoe atau pernafasan asidosis : berikan oksigen dan rujuk ke ICU

Circulation (sirkulasi darah)

a. Periksa dan catat : nadi, tekanan darah, penilaian turgor kulit. Pasang Jugular

Venous Pressure (JVP) atau Central Venous Pressure (CVP) bila

memungkinkan

14

Page 15: malaria serebral

b. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan melakukan monitoring balans

cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara akurat.

c. Pasang kateter urethra dengan drainage/bag tertutup untuk mendeteksi

terjadinya dehidrasi, overhidrasi dan fungsi ginjal dengan mengukur volume

urin. Volume urin normal : 1 ml/kgbb/jam. Bila volume urin < 30 ml/jam,

mungkin terjadi dehidrasi (periksa juga tanda-tanda lain dehidrasi). Bila

terbukti ada dehidrasi, tambahkan intake cairan melalui iv-line. Bila volume

urin > 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk mencegah overload yang

mengakibatkan oedem paru. Monitoring paling tepat dengan mnggunakan

CVP-line.

d. Pada pemeriksaan jantung , bila ada aritmia dan pembesaran jantung, maka

hati-hati pada pemberian kina dan cairan.

Drug / defibrilasi

Disesuaikan dengan fasilitas dan protokol RS

II. Pengobatan simptomatik

1. Berikan antipiretik pada penderita demam untuk mencegah hipertermia.

Anak:

a. Pemberian antipiretik untuk mencegah hiperpireksia : parasetamol 10

mg/kgbb/kali, diberikan setiap 4-6 jam, dan lakukan kompres hangat

b. Bila terjadi hipertermia (suhu rektal >400C) beri parasetamol dosis inisial :

20 mg/kgbb, diikuti 15 mg/kgbb setiap 4-6 jam sampai panas turun < 400C

2. Berikan antikonvulsan pada penderita kejang

Dewasa :

a. Diazepam intra-vena (perlahan-lahan 1 mg/menit) dosis : 0,3-0,5

mg/kgbb/kali, atau diazepam per rectal dengan dosis ; 5 mg untuk berat

badan < 10 kg dan 10 mg untuk BB > 10 kg.

15

Page 16: malaria serebral

b. Bila kejang belum teratasi setelah 2 kali pemberian diazepam, berikan

phenytoin dengan dosis inisial 10-15 mg/kgbb dalam NaCl 0,9% diberikan

secara bolus intra vena perlahan.

c. Kemudian diikuti dosis rumat phenytoin 5 mg/kgbb (dibagi 2-3 dosis/hari)

d. Bila tidak ada pilihan lain sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital

sebagai berikut :

Tabel 3 Pemberian dosis awal Phenobarbital :

Umur Dosis awal

Umur < 1 bulan 30 mg im

Umur 1 bulan-1 tahun 50 mg im

Umur > 1 tahun 75 mg im

Setelah 4 jam dari pemberian dosis awal, dilanjutkan dengan Phenobarbital 8

mg/kgbb/hari, dibagi 2 dosis (diberikan selama 2 hari). Pemberian

Phenobarbital maksimum 200 mg/hari. Selanjutnya diberikan dosis rumat : 4

mg/kgbb/hari, dibagi 2 dosis, sampai 3 hari bebas panas.

III. Pemberian obat anti malaria

Artesunat parenteral direkomendasi untuk digunakan di Rumah Sakit atau

Puskesmas perawatan , sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di

lapangan atau puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada

ibu hamil trimester I yang menderita malaria berat.

16

Pilihan utama : derivate artemisin parenteral

- Artesunat intravena atau intramuskular- Artemeter intramuskular

Page 17: malaria serebral

Kemasan dan cara pemberian artesunat

Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik

dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5 %.Untuk membuat

larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6

ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan dextrose 5% sebanyak 3-5cc.

Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus : 2,4 mg/kgbb per-iv selama ±

2menit , dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat

diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.

Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m) dengan dosis yang

sama.

Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen

artesunat + amodiakuin + primakuin (lihat dosis pengobatan lini pertama malaria

falsiparum tanpa komplikasi)

Kemasan dan cara pemberian artemeter

Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan

minyak. Artemeter diberikan dengan loading dose : 3,2 mg/kgbb intramuskular.

Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai

penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan

dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (lihat dosis pengobatan

lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).

Obat alternatif malaria berat

Kemasan dan cara pemberian kina parenteral

Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah yang

tidak tersedia derivat artemisin parenteral, dan pada ibu hamil trimester pertama. Obat 17

Kina dihidroklorida parenteral

Page 18: malaria serebral

ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg /

2ml.

Dosis anak-anak : Kina HCL 25% (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan :6-8

mg/kg bb) diencerkan dengan dextrose 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5-10cc/kgbb

diberikan selama 4 jam , diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum

obat.

Kina dihidroklorida pada kasus pra-rujukan :

Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-infus, maka dapat diberikan kina

dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular dengan masing-masing ½ dosis pada paha

depan kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong). Untuk pemakaian intramuskular, kina

diencerkan dengan 5-8cc NaCl 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml.

Efek samping yang dapat timbul berupa sinkonisme ringan sampai sedang dengan gejala

telinga berdenging, sakit kepala, gangguang keseimbangan dan penglihatan kabur,

pusing, dan depresi.14

CATATAN :

- Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena toksik bagi jantung

dan dapat meimbulkan kematian

- Pada penderita dengan gagal ginjal, loading dose tidak diberikan dan dosis

maintenance kina diturunkan ½ nya.

- Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75

mg/kgbb

- Dosis maksimum dewasa : 2000 mg/hari.

Exchange Transfusion

18

Page 19: malaria serebral

Tindakan exchange transfusion dapat menurunkan secara cepat pada

keadaan parasitemi. Pada malaria berat exchange transfusion berguna untuk

mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan kadar toksin hasil parasit dan

metabolismenya (sitokin dan radikal bebas) dan memperbaiki anemia.2

19

Page 20: malaria serebral

IV. Penanganan Komplikasi 5

Malaria Serebral

Perawatan pasien tidak sadar meliputi :

a. Buat grafik suhu, nadi, dan pernafasan secara akurat

b. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang

sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari

c. Pasang kateter urethra dengan drainase/kantong tertutup. Pemasangan kateter

dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.

d. Pasang gastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah

aspirasi pneumonia

e. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang

dapat terjadi karena tidak adanya reflek mengedip pada pasien tidak sadar.

f. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena

kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.

g. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan

hipostatik pneumonia

h. Hal-hal yang perlu dimonitor:

-Tensi, nadi, suhu, dan pernafasan setiap 30 menit

-Pemeriksaan derajat kesadaran setiap 6 jam

-Hitung parasit setiap 6 jam

-Ht dan atau Hb setiap hari, bilirubin dan kreatinin pada hari ke 1 dan 320

Page 21: malaria serebral

-Gula darah setiap 6 jam

-Pemeriksaan lain sesuai indikasi (misal Ureum,creatinin, dan kalium darah

pada komplikasi gagal ginjal)

2.6 Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila

terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Biasanya ditujukan kepada orang yang

berpergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sehubungan

dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin,

maka tidak digunakan klorokuin sebagai kemoprofilaksis, oleh sebab itu doksisiklin

menjadi pilihan, diminum satu hari sebelum keberangkatan dengan dosis 2 mg/kgbb setiap

hari selama tidak lebih dari 12 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak

umur < 8 tahun dan ibu hamil.5

2.7 Prognosis

Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan

pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitasnya sekitar 4%

sampai 46%. Faktor resiko prognosis yang buruk biasanya pada pasien malaria serebral

dengan distress pernafasan, gangguan kesadaran, hipoglikemi, ikterik, kejang dan oedema

pupil.15

Mengingat dari keparahan manifestasi klinis malaria serebral, kurang dari 10%

dari anak yang menderita malaria serebral dapat bertahan hidup memiliki defisit

neurologis. Defisit yang paling sering ialah kebutaan kotikal, gangguan bicara, dan

gangguan motorik seperti hemiplegi dan ataksia. 15

Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada

kegagalan 2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %.

Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %.5

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:2

- Kepadatan parasit < 100.000 u/L, maka mortalitas < 1 %

- Kepadatan parasit > 100.000 u/L, maka mortalitas > 1 %

- Kepadatan parasit > 500.000 u/L, maka mortalitas > 50 %

21

Page 22: malaria serebral

Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.

Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap dengan

konsultasi kepada dokter RS Kabupaten. Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk

kepada RS Propinsi. Cara merujuk : 5

1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang diagnosa,

riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang sudah diberikan.

2) Apabila dibuat preparat sediaan darah malaria, harus diikutsertakan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Prevalensi penyakit malaria masih banyak terutama di negara-negara tropis. Yang

dapat menyebabkan malaria berat yaitu Plasmodium falcifarum dan Plasmodium knowlesi.

Seseorang bisa terkena malaria berat tergantung dari sistem imum dari masing-masing

individu. Untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan sediaan darah tebal

dan tipis. Pencegahan harus dilakukan untuk seseorang yang akan pergi ke daerah endemis

malaria, yaitu dengan meminum obat anti malaria 2 minggu sebelum keberangkatan

sampai 4 minggu sesudah kembali.

22

Page 23: malaria serebral

DAFTAR PUSTAKA

1. Munthe CE. Malaria serebral:Laporan Kasus.Cermin Dunia Kedokteran.2001;131:5-6.

2. Harijanto PN. Perubahan Radikal dalam Pengobatan Malaria di Indonesia. Cermin

Dunia Kedokteran. 2006;152:30-36.

3. Gunawan. Ancaman Parasit dari Monyet. Kompas, 26 April 2012. p 13.

4. Mohanty S, DK Patel, SK Mishra. Adjuvant Therapy in Cerebral Malaria. Indian J

Med Res. 2006; 124:245-260.

5. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. 2008.

6. Pelayanan Kefarmasian untuk Penyakit Malaria. Departemen Kesehatan RI. 2008.

Available at http://binfar.depkes.go.id. Access on December 1, 2012.

7. NL Study Makes Malaria Diagnosis Breakthrough. Radio Netherlands Worldwide. 2009. Available at http://www.rnw.nl. Access on November 28, 2012.

8. Soedarmo,S, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi ke-2. 2010. Jakarta:

Ikatan Dokter Anak Indonesia. p 408-437.

9. Lou J, Ralf L, and Georges. Pathogenesis of Cerebral Malaria: Recent Experimental

Data and Possible Application for Human. Clinical Microbiology Reviews. 2001. p

810-818.

10. Newton CRJC, Hien TT, White N. Neurological aspects of tropical disease: Cerebral

malaria. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2000;69:433-441.

23

Page 24: malaria serebral

11. Kakkilaya BS. Central nervous system involvement in P. Falciparum malaria. 2009.

Available at www.malariasite.com . Access on November 28, 2012.

12. Tjitra E. Manifestasi klinis dan pengobatan malaria. Cermin Dunia

Kedokteran.1994;101:5-11.

13. Behrman, dkk. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak vol.2 edisi 17. Jakarta: EGC. 1998. p

1477-1485.

14. Tarigan, Jerahim. Kombinasi Kina Tetrasiklin Pada Pengobatan Malaria Falciparum

Tanpa Komplikasi Di Daerah Resisten Multidrug Malaria. USU digital library. 2003.

15. John CC and Richard I. Cerebral Malaria in Children. Infect Med. 2003; 20: 53-58.

24