Malaria

42
1 MALARIA I. PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak- anak dan orang dewasa di negara tropis. Diperkirakan terdapat 400 juta kasus yang dilaporkan dari seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian setiap tahunnya, lebih dari 90% terjadi pada anak-anak usia di bawah lima tahun di daerah Sub-Sahara, Afrika. (1) Di Indonesia terdapar 15 juta kasus malaria dengan 38000 kasus kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35 % penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria, 167 kabupaten/kota di Indonesia merupakan wilayah endemis malaria. (1, 2) Plasmodium falciparum yang paling banyak menyebabkan kematian. Anak- anak usia di bawah lima tahun dan wisatawan non-imun mudah diserang infeksi berat. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan manifestasi klinik dan ditemukan parasit plasmodium pada darah perifer pasien. (1-6) Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%). (2,7) Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, serta surveilans dan pengendalian vektor dalam hal pendidikan masyarakat dan pengertian tentang kesehatan lingkungan, yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. (2 ,7) Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991 untuk P.

Transcript of Malaria

  • 1

    MALARIA

    I. PENDAHULUAN

    Malaria merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak-

    anak dan orang dewasa di negara tropis. Diperkirakan terdapat 400 juta kasus

    yang dilaporkan dari seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian

    setiap tahunnya, lebih dari 90% terjadi pada anak-anak usia di bawah lima tahun

    di daerah Sub-Sahara, Afrika. (1)

    Di Indonesia terdapar 15 juta kasus malaria dengan 38000 kasus kematian

    setiap tahunnya. Diperkirakan 35 % penduduk Indonesia tinggal di daerah yang

    beresiko tertular malaria, 167 kabupaten/kota di Indonesia merupakan wilayah

    endemis malaria.(1, 2)

    Plasmodium falciparum yang paling banyak menyebabkan kematian. Anak-

    anak usia di bawah lima tahun dan wisatawan non-imun mudah diserang infeksi

    berat. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan manifestasi klinik dan ditemukan

    parasit plasmodium pada darah perifer pasien. (1-6)

    Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah

    0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa

    Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung,

    Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh.

    Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua

    Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%). (2,7)

    Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui

    program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis

    dini, pengobatan cepat dan tepat, serta surveilans dan pengendalian vektor dalam

    hal pendidikan masyarakat dan pengertian tentang kesehatan lingkungan, yang

    kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. (2 ,7)

    Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama kali di

    Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991 untuk P.

  • 2

    vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin

    meluas di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya

    resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di

    Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit

    malaria. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut

    (multiple drugs resistance) dan adanya obat anti malaria baru yang lebih paten,

    maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan

    SP, yaitu kombinasi derivate artemisinin dengan obat anti malaria lainnya yang

    biasa disebut dengan Artemisinin based Combination Therapy (ACT).(1, 2, 8)

    II. DEFINISI

    Malaria adalah penyakit akut atau kronik yang ditandai dengan demam yang

    rekuren, menggigil, berkeringat, lelah, anemia dan splenomegali. (2, 9)

    Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium, ditularkan

    oleh gigitan nyamuk Anopheles betina, yang menyerang eritrosit dan ditandai

    dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria dapat

    berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang

    dikenal sebagai malaria berat. (2, 6, 9-10)

    III. EPIDEMIOLOGI

    Berdasarkan perkiraan terbaru WHO yang dirilis pada bulan Desember tahun

    2013, terdapat sekitar 207 juta kasus malaria pada tahun 2012 (perkiraan jumlah

    yang diambil antara 135 juta sampai 287 juta kasus) dan kematian sekitar 627.000

    jiwa (perkiraan jumlah yang diambil antara 473.000 sampai 789.000 kematian).

    Angka kematian (mortality rate) malaria secara global telah menurun sampai 45%

    sejak tahun 2000, dan 49 % pada wilayah pemantauan WHO di Africa. (11)

  • 3

    Sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak di Afrika, di mana setiap

    menitnya ada satu anak yang mati karena malaria. Angka kematian anak karena

    malaria di Afrika telah menurun sebesar 54% sejak tahun 2000. (11)

    Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

    dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi,

    anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan

    anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. (2, 7)

    Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya

    sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria.

    Berdasarkan hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di

    Indonesia menurun dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010).

    Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun 2000-2009, angka

    kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000 penduduk pada

    tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan 1,96 tahun

    2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%. (2)

    Pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan kebijakan

    penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria yaitu dnegan

    untuk menggunakan Annual Parasite Incidence (API). Kebijakan ini

    mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil

    pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan

    pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based

    Combination Therapies). (2, 7)

    Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara

    nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi

    dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria yang

    rendah sering terjadi kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai akibat adanya kasus

    impor. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388

    kasus. (7)

  • 4

    Sumber : Kepustakaan no 7

    Gambar 1. Peta Stratifikasi Malaria 2009

    Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah

    0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa

    Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung,

    Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh.

    Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua

    Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%). (2)

    Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada umur

    5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1-4 tahun (0,8%) dan paling

    rendah pada umur 15 tahun (10,8%), nomor

    dua paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling rendah tetap

    pada umur 15 tahun ke usia 1-4 tahun. Oleh karena

    itu perlu intervensi pencegahan malaria pada usia 1-4 tahun, memperkuat promosi

    anak dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu berinsektisida serta menyediakan

    obat malaria yang sesuai dengan umur balita. (7)

  • 5

    IV. ETIOLOGI

    Malaria disebabkan oleh infeksi Plasmodium, yaitu protozoa intraseluler yang

    disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina sebagai vektor

    malaria. Nyamuk ini umumnya aktif menggigit saat petang dan fajar. (6, 11, 12)

    Selain menginfeksi manusia, plasmodium juga menginfeksi binatang seperti

    golongan burung, reptile, dan mamalia. Secara keseluruhan ada lebih dari 100

    plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptile dan 22

    pada binatang primata). Namun yang dapat menyebabkan malaria pada manusia

    hanya 4, yaitu Plasmodium falciparum,Plasmodium vivax, Plasmodium malariae

    dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax adalah

    yang paling sering ditemukan. Dan Plasmodium falciparum yang paling

    mematikan. (1-7,9-12)

    Dalam beberapa tahun terakhir dilaporkan beberapa manusia juga menderita

    malaria dari infeksi Plasmodium knowlesi , yaitu spesies yang selama ini hanya

    menyerang primata yang hidup di area hutan Asia Tenggara. (11)

    Malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah, jarum suntik yang

    terkontaminasi, dan dari wanita hamil ke janinnya. Meskipun demikian, resiko

    penularan melalui transfusi darah sangat kecil dan telah menurun di Amerika

    tetapi dapat terjadi pada pemberian whole blood, packed red blood cells (PRC),

    platelets, leukocytes, dan transplantasi organ. (12)

    IV.A. TRANSMISI

    Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Intensitas penularan

    bergantung pada faktor-faktor yang berhubungan dengan parasit, vektor, tuan

    rumah (manusia), dan kondisi lingkungan. (1, 6, 11)

    Nyamuk Anopheles bertelur di air dan setiap spesies memiliki pilihan

    tertentu untuk bertelur, misalnya beberapa lebih menyukai di air bersih yang

    dangkal, seperti sawah dan genangan air. Transmisi lebih aktif pada tempat di

    mana nyamuk memiliki masa hidup lebih panjang (sehingga parasit memiliki

  • 6

    waktu untuk berkembang yang lebih lama di dalam tubuh nyamuk) dan di mana

    nyamuk lebih senang menggigit manusia daripada binatang. Sebagai contoh, jenis

    vektor yang ada di Afrika dengan masa hidup lebih lama dan lebih senang

    menggigit manusia, sehingga lebih dari 90% angka kematian akibat malari di

    dunia ada di daerah ini. (11)

    Transmisi juga tergantung dari cuaca yang mempengaruhi jumlah nyamuk

    yang hidup, misalnya pola hujan, temperature, dan kelembaban udara. Di banyak

    tempat, transmisi terjadi secara musiman dengan puncaknya selama dan setelah

    musim hujan. Epidemi malaria bisa terjadi ketika iklim dan kondisi lain tiba-tiba

    cocok untuk transmisi di area di mana penduduknya sedikit atau tidak memiliki

    imunitas terhadap malaria. Malaria juga bisa terjadi pada orang dengan imunitas

    rendah yang pergi ke daerah dengan transmisi malaria yang tinggi. (11)

    Di Indonesia konfirmasi vektor telah dilakukan sejak tahun 1919 sampai

    tahun 2009, dan selama periode tersebut terdapat 25 spesies ditemukan positif

    membawa parasit malaria, dengan penyebaran seperti ditunjukan dalam peta di

    bawah ini. (7)

    Sumber : Kepustakaan no 7

    Gambar 2. Vektor Malaria di Indonesia

  • 7

    IV.B. SIFAT VEKTOR

    Menurut tempat berkembang biak, vektor malaria dapat dikelompokkan

    dalam tiga tipe yaitu berkembang biak di persawahan, perbukitan/hutan dan

    pantai/aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang biak di daerah persawahan

    adalah An. aconitus, An. Annullaris, An. barbirostris, An. kochi, An karwari,

    An.nigerrimus, An.sinensis, An.tesellatus, An.Vagus, An. letifer. Vektor malaria

    yang berkembang biak di perbukitan/hutan adalah An.balabacensis, An.bancrofti,

    An.punculatus, An.Umbrosus. Sedangkan untuk daerah pantai/aliran sungai jenis

    vekor malaria adalah An.flavirostris, An.Koliensis, An.ludlowi, An.minimus,

    An.punctulatus, An.parangensis, An.sundaicus, An.subpictus. (7, 13)

    Gambar 3. Anopheles Aconitus

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Gambar 4. Anopheles balabacensis Martin

    Dohrn, Science Photo Library

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Gambar 5. Anopheles stephensi James

    Gathany / CDC / William Collins

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Gambar 6. Anopheles minimus James

    Gathany / CDC

    Sumber : kepustakaan no. 14

  • 8

    Gambar 7. Anopheles gambiae Jim Gathany

    / CDC

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Gambar 8. Anopheles albimanus James

    Gathany / CDC

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Gambar 9. Anopheles farauti

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Gambar 10. Anopheles freeborni James

    Gathany / CDC

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Gambar 11. Anopheles funestus James

    Gathany, CDC; Dr Frank Collins, University of

    Notre Dame

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Gambar 12. Anopheles stephensi saat terbang

    Hugh Sturrock, Wellcome Images

    Sumber : kepustakaan no. 14

    Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu jam

    17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00), sete-lah jam 24 (00.00-4.00).Vektor

  • 9

    malaria yang aktivitas menggigitnya jam 17.00-18.00 adalah An.tesselatus,

    sebelum jam 24 adalah An.Aconitus, An.annullaris, An.barbirostris, An.kochi,

    An.sinensis, An.Vagus, sedangkan yang menggigit setelah jam 24 adalah

    An.farauti, An.koliensis, An.leucosphyrosis, An.unctullatus. (7)

    Perilaku vektor malaria seperti tempat berkembang biak dan waktu aktivitas

    menggigit ini sangat penting diketahui oleh pengambil keputusan sebagai dasar

    pertimbangan untuk menentukan intervensi dalam pengendalian vektor yang lebih

    efektif. (7)

    IV.C. SIKLUS HIDUP PLASMODIUM

    Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

    yang dapat ditandai dengan demam, hepatosplenomegali dan anemia. Plasmodium

    hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara

    alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. (2)

    Spesies Plasmodium pada manusia adalah : (1-7, 9-12)

    1) Plasmodium falciparum (P. falciparum).

    2) Plasmodium vivax (P. vivax)

    3) Plasmodium ovale (P. ovale)

    4) Plasmodium malariae (P. malariae)

    5) Plasmodium knowlesi (P. knowlesi)

    Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.

    falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa

    provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P ovale pernah

    ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. (2)

    Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu

    manusia dan nyamuk Anopheles betina (2)

  • 10

    Sumber : Kepustakaan no 2

    Gambar 13. Siklus hidup plasmodium.

    IV.C.1. Siklus Pada Manusia.

    Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit

    yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama

    lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan

    menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri

    dari 10,000-30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). (2)

    Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih

    kurang 2 minggu.Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak

    langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman

    yang disebut hipnozoit.Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama

    berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh

    menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh). (2)

    Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran

    darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut

    berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung

  • 11

    spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya

    eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan

    menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. (2)

    Pada P. falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit

    yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit

    jantan dan betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini

    terkait dengan waktu dan jenis pengobatan untuk eradikasi. (2)

    IV.C.2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina.

    Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung

    gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan

    pembuahan menjadi zigot.Zigot berkembangmenjadi ookinet kemudian

    menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet

    akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat

    infektif dan siap ditularkan ke manusia. (2)

    Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh

    manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa

    inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium Masa prepaten adalah rentang

    waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai parasit dapat dideteksi

    dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik. (2)

    Masa Inkubasi Plasmodium (Rata-Rata)

    Plasmodium Masa Inkubasi Rata-Rata

    P. falciparum

    P. vivax

    P. ovale

    P. malariae

    P.knowlesi

    9 14 hari (12) 12 17 hari (15) 16 18 hari (17) 18 40 hari (28) 10 12 hari (11)

    Sumber : Kepustakaan no 2

    Tabel 1. Masa inkubasi plasmodium rata-rata

  • 12

    V. PATOGENESIS

    Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang

    mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel

    makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,

    antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6

    akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu

    tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium

    memerlukan waktu yang bebeda-beda. Plasmodium falciparum memerlukan

    waktu 36-48 jam, P. vivax/P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada

    P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari,

    dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari. (2)

    Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun

    yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah

    merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah,

    sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya

    1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax ,

    P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium

    falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat

    terjadi pada infeksi akut dan kronis. (2)

    Splenomegali

    Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium

    dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini

    akan menyebabkan splenomegali. (2)

    Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.

    Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu

    tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam

    tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob

    yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF,IL-6 dan lain-lain) akan

    diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan

    terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan

  • 13

    reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini

    terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan

    terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh rosester

    bentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit

    dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses

    imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6

    dan lainlain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan

    fungsi pada jaringan tertentu. (2)

    Untuk P. vivax dan Plasmodium lainnya diduga ada mekanisme tersendiri

    yang perlu penelitian lebih lanjut. (2)

    Sumber : Kepustakaan no 2

    Gambar 14. Patofisiologi sitoadherensi

    VI. MANIFESTASI KLINIS

    Malaria dapat menyerupai setiap penyakit demam dan harus dicurigai pada

    setiap anak demam yang baru-baru ini berada di daerah malaria. Anak yang lebih

    besar dapat bermanifestasi periodisitas klasik demam dan menggigil.(15)

  • 14

    Setelah gigitan nyamuk, anak-anak tidak menunjukkan gejala sementara

    parasit menyelesaikan siklus hati dan 1 siklus erythrocytic, yang memakan waktu

    8-18 hari, tergantung pada spesies. Anak-anak kemudian menjadi gelisah,

    mengantuk, apatis, dan anoreksia. Anak yang lebih besar dapat melaporkan tubuh

    sakit, sakit kepala, dan mual.(15)

    Demam biasanya terus menerus dan mungkin sangat tinggi ( 40 C ) dari hari

    pertama. Banyak anak hanya memiliki gejala pernafasan seperti flu pada

    presentasi, dengan batuk ringan dan dingin. Gejala ini mereda dalam 1-2 hari,

    dengan atau tanpa pengobatan.(15)

    Muntah sangat sering terjadi pada anak dengan malaria dan dapat membuat

    terapi oral tidak efektif. Diare ringan sering diamati, dengan konsistensi tinja

    berlendir hijau. Kadang-kadang didapatkan, diare dengan dehidrasi berat dan

    kegagalan sirkulasi.(15)

    Kejang yang umum dapat terjadi pada awal penyakit, bahkan sebelum demam

    tinggi sehingga untuk membedakan dengan gangguan kesadaran akibat malaria

    serebral seringkali sulit. (15)

    Parasitemia pada neonatus dalam waktu 7 hari dari kelahiran menandakan

    terjadinya transmisi transplasenta. Malaria bawaan ini biasanya berhubungan

    dengan parasitemia plasenta, yang kadang-kadang tetap ada bahkan setelah

    pengobatan cukup dengan obat antimalaria. Gejalanya pada bayi mengalami

    demam, irritable, tidak mau menetak, anemia, ikterus, dan hepatosplenomegali. (15)

    Anak-anak yang tinggal di daerah di mana malaria adalah endemik akan

    sering infeksi dan dapat meningkatkan serta mempertahankan kekebalan

    parsialnya. Anak-anak ini sering memberikan gejala hanya demam ringan ,

    anemia, nafsu makan yang buruk, dan malaise. Kelelahan, gelisah, batuk, dan

    diare adalah gejala lain yang mungkin terjadi. (15)

    Relaps pada penyakit malaria tergantung pada spesies Plasmodium yang

    terlibat. P vivax dan P ovale keduanya menimbulkan hypnozoites di hati. P

  • 15

    malaria vivax dapat relaps hingga 3 tahun dan P ovale selama 1-1,5 tahun. P

    falciparum dan P malariae tidak membentuk hypnozoites, sehingga mereka tidak

    relaps secara baik. Namun, bisa terjadi kembali setelah suatu jangka waktu yang

    lama karena bentuk erythrocyticnya tetap hidup. (15)

    Meskipun P falciparum dapat terjadi kembali sampai waktu 1 tahun, P

    malariae dapat terus menyebabkan serangan malaria klinis bahkan 20 tahun

    setelah infeksi awal. Hanya sporozoit (yang diperkenalkan oleh nyamuk itu

    sendiri) dapat menembus sel-sel hati. Jadi, jika malaria diperoleh melalui transfusi

    darah atau plasenta, tidak terjadi infeksi pada hati maka ke kambuhan tidak

    terjadi. (15)

    VII. DIAGNOSIS

    Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan

    jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain, seperti demam

    typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.

    Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue

    atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan

    dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam

    sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. (2)

    Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat

    perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus

    dilakukan. (2)

    Diagnosis dan penanganan dini malaria dapat mengurangi tingkat keparahan

    penyakit dan mencegah kematian. Selain itu juga berkontribusi terhadap

    penularan transmisi malaria. (11)

    Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan

    anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. WHO

    merekomendasikan untuk mengkonfirmasi terlebih dahulu pasien suspek malaria

  • 16

    dengan rapid-test atau dengan mikroskop sebelum memberi pengobatan malaria.

    Diagnosa pasti malaria apabila ditemukan parasit malaria dalam darah. Hasil

    pemeriksaan parasitologi dapat diperoleh dalam waktu 15 menit. Pengobatan yang

    hanya berdasar pada gejala klinis saja hanya dapat dipertimbangkan jika

    pemeriksaan secara parasitologi tidak dapat dilakukan. (2, 11)

    VII.A. ANAMNESIS

    Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan

    dapat disertai sakit kepala, mual , muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-

    pegal.Pada anamnesis juga perlu ditanyakan: (2)

    1.Riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria

    2.Riwayat tinggal di daerah endemik malaria

    3.Riwayat sakit malaria atau riwayat demam

    4.Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir

    5.Riwayat mendapat transfusi darah

    VII.B. PEMERIKSAAN FISIK

    Terdapat gejala klinis utama dan tambahan yang dapat diperhatikan dalam

    mendiagnosis malaria, yaitu: (9)

    a) Gejala Utama

    1) Demam yang bersifat serangan dan berulang (2, 9)

    Demam yang bersifat serangan dengan interval tertentu disebut

    paroksisme. Satu periode peroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium

    yaitu : (9)

    Stadium dingin : dimulai dengan menggigil dan perasaan yang

    sangat dingin. Gigi gemeretak, badan gemetar, bibir dan jari-jari

    pucat atau sianosis. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai

    1 jam. (9)

  • 17

    Stadium demam : pada stadium ini penderita merasa kepanasan, suhu

    badan meningkat dengan cepat (dapat sampai 41oC atau lebih), muka

    merah, kulit kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar.

    Biasanya penderita merasa sangat haus. Stadium ini berlangsung

    antara 2 sampai 12 jam. (9)

    Stadium berkeringat : pada stadium ini penderita berkeringat banyak

    sekali kemudian suhu badan menurun dengan cepat kadang-kadang

    sampai di bawah normal. Stadium ini berlangsung 1 sampai 2 jam. (9)

    Gejala-gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setiap penderita

    tergantung pada spesies parasit, beratnya infeksi, umur dan status

    imunitas penderita. Serangan demam ini berlangsung setiap 48 jam (hari

    ke 3) dari serangan demam sebelumnya pada malaria vivax (tertian) dan

    ovale, dan setiap 72 jam (hari ke 4) untuk malaria malariae (quartana).

    Pada malaria falciparum serangan-serangan demam ini sering tidak

    teratur dan jarang periodic. (9)

    Makin muda usia maka serangan-serangan demam makin tidak spesifik

    (terutama anak-anak usia

  • 18

    b) Gejala Tambahan (9)

    1) Sakit kepala, kejang

    2) Lemah, lesu, nyeri otot-otot dan tulang

    3) Anoreksia, mual, muntah, sakit perut dan diare

    4) Ikterus

    5) Pembesaran hati (hepatomegaly)

    6) Tanda-tanda distress pernapasan.

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

    Bayi-bayi dan anak kecil yang mengalami demam lama ( 1 minggu)

    dengan kausa yang tidak jelas perlu dipertimbangkan kausa malaria. (9)

    Bila sudah diketahui menderita malaria maka perlu dipertanyakan tempat

    tinggal, daerah asal sebelumnya, riwayat bepergian dan perjalanan

    sebelumnya untuk menentukan risiko resistensi. (9)

    c) Manifestasi Malaria yang Berat (9)

    Manifestasi malaria berat adalah manifestasi malaria falciparum yang disertai

    komplikasi, yaitu: (2, 9)

    1) Hiperpireksia

    2) Malaria serebral (malaria yang disertai penurunan kesadaran ringan

    sampai berat)

    3) Kolaps sirkulasi (renjatan)

    4) Hemoglobinuria, urin berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever)

    5) Koagulapati intravaskuler menyeluruh (DIC)

    6) Hipoglikemia (gula darah 1,5 mg/dl dan urin < 240 ml/m2/24 jam

    untuk anak, dan < 1 ml/KgBB/jam pada bayi)

  • 19

    VII.C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan

    sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut. (2, 9)

    a) Pemeriksaan dengan mikroskop

    Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku)

    untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan

    membuat sediaan darah tebal dan tipis. (2, 9)

    Sediaan darah tebal : menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif atau

    negatif) (9)

    Sediaan darah tipis : untuk mengidentifikasi spesies dan stadium

    plasmodium. Pada sediaan darah tipis juga dapat digunakan untuk

    menentukan kepadatan parasit dengan cara semi kuantitatif dan kuantitaif:

    (2, 9)

    1) Semi Kuantitatif (2)

    (-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan

    pandang besar)

    (+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)

    (++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)

    (+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)

    (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

    Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

    - Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %

    - Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %

    - Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %

    2) Kuantitatif (2)

    Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal

    (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

  • 20

    Contoh :

    Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit

    8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000

    parasit/uL.

    Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit

    4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000

    parasit/uL.

    Pemeriksaan darah tepi ini diulang setelah 3 hari (hari ke-4) dan setelah 7 hari

    (hari ke-8) sejak saat dimulai pengobatan, yang bertujuan untuk memantau

    hasil pemgobatan. (9)

    Perbedaan morfologi dari ketiga jenis malaria adalah sebagai berikut (9)

    Jenis plasmodium P. vivax P. falciparum P. malariae

    1. Jenis eritrosit

    2. Titik Schuffner 3. Titik Maurer 4. Parasit:

    Semua bentuk pada darah tepi

    Bentuk akole

    Bentuk cincin dengan 2 inti

    Bentuk pita (tropozoit tua)

    Gametosit bentuk pisang

    Infeksi ganda

    Tanda lain

    Eritrosit muda

    (retikulosit)

    eritrosit

    membesar

    +

    -

    +

    -

    Jarang

    -

    -

    -

    Tropozoit tua

    sitoplasma

    amuboid

    Semua bentuk

    eritrosit

    -

    +

    -

    +

    +

    -

    +

    +

    Parasit muda

    bentuk cincin

    yang banyak

    (star in the

    sky)

    Terutama

    eritrosit

    matang

    -

    -

    +

    -

    -

    +

    -

    -

    Skizon bentuk

    bunga ros

    (rosette form)

  • 21

    Gambar 17. Tropozoit tua P. vivax,

    sitoplasma ireguler (ameboid) dengan inti

    satu, pigmen jelas (kuning tengguli) bintik-

    bintik Schuffner

    Sumber : Kepustakaan no 17

    Gambar 18. Skizon tua P. vivax, dengan 8-

    10 merozoit tersusun seperti bunga ros

    (rosette form)

    Sumber : Kepustakaan no 17

    Gambar 19. Tropozoit muda P. falciparum,

    bentuk cincin dengan 2 inti, bentuk akole

    dengan titik Maurer.

    Sumber : Kepustakaan no 17

    Gambar 20. Mikrogametosit Plasmodium

    falciparum, bentuk seperti pisang dengan

    kedua ujung tumpul.

    Sumber : Kepustakaan no 17

    b) Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)(2)

    Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,dengan

    menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat

    darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia

    fasilitas laboratorium mikroskopis.(2)

  • 22

    Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar

    terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam

    kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang

    digunakan oleh Program Pengendalian Malaria adalah yang dapat

    mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. falcifarum.(2)

    Gambar 21. Contoh alat Rapid Diagnostic Test/RDT yang ada di Indonesia.

    Sumber : Kepustakaan no 18

    c) Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing

    DNA (2)

    Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini

    penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P.

    falcifarum.Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium

    yang jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang

    mikroskopis.Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting

    dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau

    indigenous.(2)

    d) Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang

    yang perlu dilakukan adalah: (2, 9)

    Darah rutin (Hemoglobin, jumlah leukosit, hitung jenis)

    Retikulosit

    Bilirubin darah

  • 23

    Urin rutin

    Bila ada tanda-tanda malaria berat (malaria falciparum kompliaksi),

    maka dilakukan pemeriksaan tambahan sesua jenis komplikasi antara

    lain: glukosa darah, ureum, kreatinin, PT, PTT, waktu perdarahan,

    jumlah trombosit, analisis gas darah, elektrolit darah dan foto toraks.(9)

    VIII. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

    Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai

    berat, terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini: (2)

    VIII.A. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit

    infeksi lain sebagai berikut.

    a. Demam Tifoid

    Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,

    obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis

    relatif, aneosinofilia, uji serologidan kultur.(2)

    b. Demam Dengue

    Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit

    kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif,

    penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit

    pada demam berdarah dengue, tes serologi (antigen dan antibodi). (2)

    c. Leptospirosis

    Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,

    conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata) dan nyeri

    betis yang mencolok.Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination

    Test (MAT) atau tes serologi positif.(2)

  • 24

    VIII.B. Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai

    berikut.

    a. Infeksi otak

    Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya

    kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.Padapenderita

    dapat dilakukan analisa cairan otak dan imaging otak.(2)

    b. Stroke (gangguan serebrovaskuler)

    Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik lateralisasi

    (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada penyakit yang mendasari

    (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain).(2)

    c. Ensefalopati tifosa

    Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda

    demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal, seperti nyeri

    perut dan diare).didukung pemeriksaan penunjang sesuai demam tifoid dan

    Hepatitis A. Bagi prodromal hepatitis didapatkan gejala seperti demam,

    mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti dengan timbulnya

    ikterus tanpa panas, mata atau kulit kuning, dan urin seperti air teh. Kadar

    SGOT dan SGPT meningkat > 5 kali tanpa gejala klinis atau meningkat > 3

    kali dengan gejala klinis.(2)

    e. Leptospirosis berat/penyakit Weil

    Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan

    yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih selokan,

    sampah, dan lain lain), leukositosis, gagal ginjal. Insidens penyakit ini

    meningkat biasanya setelah banjir.(2)

    f. Glomerulonefritis akut

    Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap malaria

    negatif. (2)

  • 25

    g. Sepsis

    Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan

    sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan

    mikrobiologi. (2)

    h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome

    Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa syok

    dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi

    perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan

    melena), sering muntah, penurunan jumlah trombosit dan peningkatan

    hemoglobin dan hematokrit, uji serologi positif( antigen dan antibodi) (2)

    IX. PENATALAKSANAAN

    Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan

    membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk

    stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat

    kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan. (2)

    Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong

    karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih

    dahulu setiap akan minum obat anti malaria. Dosis pemberian obat sebaiknya

    berdasarkan berat badan. (2)

    Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM)

    kombinasi. Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah

    penggunaan dua atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan

    farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya resistensi.(2)

  • 26

    Gambar 22. Sediaan obat anti malaria di Indonesia.

    Sumber : Kepustakaan no 18

    Terapi yang direkomendasikan oleh WHO saat ini adalah kombinasi

    artemisin (ACT - artemisinin base combination treatment) sebagai lini pertama.

    Klorokuin dan dan Sulfadoksin-pirimetamin tidak lagi menjadi obat anti malaria

    lini pertama maupun kedua karena tingginya angka resistensi terhadap obat ini di

    banyak negara untuk Malaria falsiparum. (8, 19)

    Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan

    mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria.(2)

    Pengobatan kombinasi malaria harus: (2)

    a. aman dan toleran untuk semua umur;

    b. efektif dan cepat kerjanya;

    c. resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi; dan

    d. harga murah dan terjangkau.

  • 27

    Gambar 23. Target kerja obat anti malaria dalam memutus rantai siklus

    plasmodium dalam tubuh manusia.

    Sumber : Kepustakaan no 18

    Prinsip pengobatan pada malaria bertujuan untuk: (9)

    a) Menghancurkan bentuk-bentuk eritrositik aseksual parasit dengan

    skizontosida eritrositik. Obat jenis ini dipakai untuk penyembuhan klinik dan

    profilaksis supresif (untuk smeua jenis malaria). Obatnya adalah klorokuin,

    proguanil, dan sulfadoksin-primetamin. (9)

  • 28

    b) Menghancurkan bentuk-bentuk parasit pada fase jaringan laten di hati dengan

    skizontosida jaringan (ditujukan untuk malaria vivax). Obat jenis ini

    digunakan untuk pengobatan radikal malaria, sebagai obat antu relaps.

    Obatnya adalah primakuin. (9)

    c) Menghancurkan semua bentuk seksual parasit dengan gametosida. Obatnya

    adalah primakuin sebagai gametosida untuk ke empat spesies, dan klorokuin

    dan kina sebagai gametosida untuk P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. (9)

    Gambar 24. Artemisin dalam kapsul

    Sumber : Kepustakaan no 18

    Saat ini yang digunakan program nasional sesuai rekomendasi WHO adalah

    derivat artemisinin dengan golongan aminokuinolin. Diberikan selama 3 hari

    dengan dosis sebagai berikut:(2, 8, 19)

    1. Artesunat + Amodiakuin (AS+AQ)

    Kemasan artesunat amodiakuin yang ada pada program pengendalian

    malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg

    dan 4 tablet amodiakuin 150 mg.

    Artesunat : 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari

    Amodiakuin : 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari

  • 29

    Gambar 25. Sediaan artesunat + amodiakuin (AS + AQ)

    Sumber : Kepustakaan no 18

    2. Dihydroartemisinin + Piperakuin (DHP)

    Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC)

    Satu tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg

    piperakuin. Obat ini diberikan per oral selama tiga hari dengan range dosis

    tunggal harian sebagai berikut:

    Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB

    Piperakuin : 16-32mg/kgBB

    Gambar 26. Sediaan kombinasi dosis tetap dihydroartemisinin

    dan piperakuin di Indonesia

    Sumber : Kepustakaan no 18

    3. Artesunat + Sulfadoksin /pirimetamin (SP)

    Tablet terpisah 50 mg artesunat dan 500 mg sulfadoksin/25 mg pirimetamin:

    Artesunat : 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari

    SP : 25 mg (Sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal

  • 30

    Gambar 27. Sediaan Artesunat injeksi di Indonesia

    Sumber : Kepustakaan no 18

    4. Artemeter/lumefantrin

    Tablet kombinasi yang mengandung 20 mg artemeter dan 120 mg

    lumefentrin:

    Artemeter : 3,2 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis

    Lumefentrin : 20 mg/kgBB

    Tablet kombinasi ini dibagi dalam dua dosis dan diberikan selama 3 hari

    5. Amodiakuin + SP

    Tablet terpisah 153 mg amodiakuin basa dan 500 mg sulfadoksin/25 mg

    pirimetamin

    Amodiakuin : 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal

    SP : 25 mg (sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal

    Untuk malaria falciparum khusus untuk anak usia >1 tahun tambahkan

    primakuin 0,75 mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 1 hari. Untuk vivax,

    ovale dan malariae tambahkan primakuin basa 0,25 mg/kgBB/hari dosis

    selama 14 hari.

  • 31

    Tabel 2 . Penggunaan Menurut Umur Dengan ACT ( AS+AQ) (19)

    Hari

    Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

    Dosis tunggal

    0 1 bulan

    2 11 bulan

    1 - 4 tahun

    5 - 9 tahun

    10 - 14 tahun

    > 15 tahun

    1

    Artesunate 1 2 3 4

    Amodiakuin 1 2 3 4

    Fal: Primakuin

    -- -- 1 2 2 - 3

    2 Artesunate 1 2 3 4

    Amodiakuin 1 2 3 4

    3 Artesunate 1 2 3 4

    Amodiakuin 1 2 3 4

    14 Vivaks:

    Primakuin - - 1

    AS+AQ efektif untuk P.falsiparum dan P.Vivax, hanya pada beberapa daerah telah dilaporkan

    kegagalan yang tinggi (> 20%) seperti di Papua, Lampung, Sulawesi Utara, Nusatenggara.

    Obat ACT yang lain ialah kombinasi Artemeter-lumefantrine (Coartem).

    Merupakan kombinasi tetap ( fixed dose combination ), dapat dipakai untuk

    malaria falsiparum dan malaria vivaks. Studi di Papua respon terhadap vivaks

    lebih rendah dibanding kombinasi lainnya. Adapun dosis Coartem seperti pada

    tabel 3. (19)

    Tabel 3 . Dosis Penggunaan Artemeher + Lumefentrin (19)

    Hari

    Jenis obat Umur < 3 tahun > 3 - 8

    tahun > 9 14 th > 14 th

    Berat Badan

    (Kg)

    Jam 5 14 kg 15 24 kg 25 34 kg > 34 kg

    1

    A - L 0 jam 1 2 3 4

    A - L 8 jam 1 2 3 4

    Falc:

    Primakuin 12 jam 1 2 2 - 3

    2 A - L 24 jam 1 2 3 4

    A - L 36 jam 1 2 3 4

    3 A - L 48 jam 1 2 3 4

    A - L 60 jam 1 2 3 4

    H: 1-14 Vivaks:

    Primakuin - 1

    AL merupakan ACT yang disiapkan untuk sektor swasta sehingga obat ini tidak tersedia sebagai

    obat program departemen kesehatan. AL, berisi Artemeter 20 mg dan lumefantrine 120 mg.

  • 32

    ACT yang relatif baru yaitu dihydroartemisinin + piperakuin (DHP). Kombinasi

    ini dipilih untuk mengatasi kegagalan kombinasi sebelumnya yaitu artesunate +

    amodiakuin. Obat ini efektif untuk P. Falsiparum dan P.vivax, merupakan ACT

    yang dikemas secara FDC dan diberikan sebagai dosis tunggal selama 3 hari. Obat

    ini disiapkan untuk program dan dipakai di Puskesmas/ RS pemerintah. Adapun

    dosisnya seperti pada table 4. (19)

    Tabel 4. Dosis Pengobatan DHP Pada Malaria Falsiparum(19)

    Hari

    Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

    Dosis

    tung-gal

    0 - 1

    bulan

    >1-11

    bulan

    1 - 4

    tahun

    5 - 9

    tahun

    10 - 14

    tahun

    > 15

    tahun

    H1-3 DHP 1 1 2 3 - 4

    Falc:

    H1 Primakuin - - 1 2 2 - 3

    Vivaks:

    H1-14 Primakuin - - 1

    Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kg BB

    Piperakuin : 16-32 mg/kg BB

    Primakuin : 0.75 mg/kgBB

    Gambar 28. Sediaan Primakuin tablet di Indonesia

    Sumber : Kepustakaan no 18

  • 33

    Pemantauan (Follow up) pengobatan malaria : (19)

    Penderita perlu diperiksa sediaan darah untuk malaria pada hari ke 2, 3 dan

    hari 7, 14, 21 dan 28. Bila penderita rawat jalan dan tidak memungkinkan kembali

    hari ke-2 (48 jam setelah mulai pengobatan), boleh datang hari ke-3. Penderita

    yang terma-suk gagal pengobatan dini ataupun kasep harus diberikan pengobatan

    yang lain. Dikatakan gagal pengobatan, bila terdapat salah satu/lebih kriteria

    berikut (WHO, 2003) : (19)

    a. Gagal pengobatan dini (early treatment failure) : didefinisikan sebagai

    berkembangnya menjadi 1 atau lebih kondisi beri-kut ini pada 3 hari pertama : (19)

    Parasitemia dengan komplikasi klinis malaria berat pada hari 1, 2, 3.

    Parasitemia pada hari ke 2 > hari 0.

    Parasitemia pada hari ke 3 (>25 % dari hari 0)

    Parasitemia pada hari ke 3 masih positif + suhu aksila > 37,5 o C.

    b. Gagal pengobatan kasep (late treatment failure) : (19)

    Didefinisikan sebagai berkembangnya menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini

    antara hari ke 4 s/d ke 28, dan dibagi dalam 2 sub grup :

    Late Clinical (and Parasitological) Failure (LCF) :

    Parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0) dengan komplikasi malaria berat

    setelah hari ke 3.

    Suhu aksila > 37,5 o C disertai parasitemia antara hari ke 4 s/d ke 28.

    Late Parasitological Failure (LPF) : (19)

    Ditemukan parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0) pada hari ke 7 sampai

    hari 28 tanpa disertai peningkatan suhu aksila < 37,5 oC. (19)

    Catatan :

    Bila SD negatif dan masih ada gejala diberi pengobatan simptomatik dan ini

    tidak termasuk kegagalan pengobatan.

    Bila terjadi kegagalan pada pengobatan ACT ( lini I ), diberikan pengobatan

    dengan ACT lain yang lebih efektif atau lini II yang terdiri dari kombinasi Kina +

    Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin. Doksisiklin 1 tablet 100 mg dosis 3 5

  • 34

    mg/kg BB satu kali sehari selama 7 hari, dan tetrasiklin 250 mg ( dosis 4 mg/kg

    BB) 4 x sehari. Untuk wanita hamil dan anak dibawah 11 tahum TIDAK boleh

    memakai doksisiklin/ tetrasiklin dan menggunakan clindamycin 10 mg/kgBB 2 x

    sehari selama 7 hari. (19)

    Adapun pengobatan malaria pada anak di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar

    sebagai berikut:

    a) Pengobatan malaria vivax (9)

    Dengan klorokuin basa (dosis tidak terbagi)

    Hari I : 10 mg/kgBB

    Hari II : 10 mg/kgBB

    Hari III : 5 mg/kgBB

    Pemberian primakuin basa dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari mulai hari 1

    sampai 14 hari untuk menghancurkan bentuk-bentuk parasit pada fase

    jaringan laten (untuk mencegah relaps). Primakuin basa ini tidak diberikan

    pada bayi-bayi usia < 1 tahun. (9)

    Gambar 29. Sediaan Klorokuin tablet di Indonesia

    Sumber : Kepustakaan no 18

  • 35

    b) Pengobatan malaria falciparum (9)

    1. Malaria falciparum tanpa komplikasi

    Dengan Klorokuin basa (dosis tidak terbagi)

    Hari I : 10 mg/kgBB + Primakuin 0,75 mg/kgBB

    Hari II : 10 mg/kgBB

    Hari III : 5 mg/kgBB

    Setelah 3 hari (hari ke-4) dilakukan pemeriksaan darah tepi, dan bila

    masih ditemukan parasit atau penderita masih demam kasus dianggap

    resisten, maka pengobatan dilanjutkan dengan: (9)

    Kina sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (interval 8 jam)

    selama 7 hari, atau

    Kombinasi

    2. Pengobatan malaria falciparum dengan komplikasi(9)

    Diberikan Kinin dihidroklorida 10 mg/kgBB, yang diencerkan dengan

    Dextrose 5% atau NaCl 0,9% (100-200 ml) diberikan selama 4 jam,

    kemudian diulang setiap 8 jam (30 mg/kgBB/hari) sampai pemberian oral

    memungkinkan. Selanjutnya diberikan tablet Kina Sulfat per oral 10

    mg/kgBB tiap 8 jam selama 7 hari (dosis maksimal 2000 mg/24 jam)

    c) Malaria malariae (kuartana): (9)

    Pengobatan malaria malariae adalah sama dengan pengobatan malaria

    falciparum tanpa komplikasi

    d) Pengobatan suportif : (9)

    Menjamin intake cairan dan elektrolit. Bila perlu dengan pemberian infus

    Ringer laktat atau Asering. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan

    kebutuhan cairan per hari, dan ditambah 10 12% pada setiap kenaikan

    suhu badan 1oC dari suhu normal.

    Transfusi PRC bila kadar Hb < 6 gr/dl

    Bila terjadi renjatan maka ditangani sesuai protokol renjatan

    Bila penderita mengalami kejang, diterapi sesuai protokol

    penatalaksanaan kejang pada anak.

  • 36

    X. EDUKASI

    Selama di daerah yang terjangkit, ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk

    mengurangi resiko digigit nyamuk: (6)

    Hindari berada di luar bangunan antara senja dan fajar, terutama di daerah

    yang kurang penerangannya, daerah perkampungan, atau pinggiran kota

    besar (6)

    Tutupi badan Anda (terutama lengan, tungkai kaki dan telapak kaki) antara

    senja dan fajar pakaian yang longgar dan berwarna terang adalah yang

    terbaik. (6)

    Gunakan penolak serangga pada kulit yang tidak terlindungi pada jam-jam

    yang beresiko tinggi; pilih penolak yang mengandung DEET atau

    picaradin. (6)

    Hindari bau-bauan pada tubuh, misalnya parfum, deodoran, dan keringat,

    karena dapat menarik nyamuk (6)

    Jika akomodasi tidak terlindung dengan baik, tidur dengan menggunakan

    kelambu. Gunakan kelambu dan pakaian yang telah disemprot penolak

    serangga di daerah beresiko tinggi. (6)

    Gunakan obat nyamuk bakar atau pembasmi serangga dalam bentuk uap di

    ruang tertutup. (6)

    Jika Anda kembali dari daerah yang terjangkit malaria dan menunjukkan gejala-

    gejala malaria : (6)

    Jika Anda menunjukkan gejala-gejala malaria dalam 2 tahun setelah

    mengunjungi daerah yang terjangkit malaria, hubungi dokter atau bagian gawat

    darurat rumah sakit dengan segera untuk pemeriksaan medis. Jangan lupa

    memberi tahu petugas kesehatan tempat-tempat yang Anda kunjungi karena ini

    akan membantu menentukan tingkat resiko Anda terkena malaria dan jenis

    perawatan yang diperlukan. (6)

    Jika Anda terkena malaria, orang-orang yang bepergian bersama Anda

    (terutama ke daerah beresiko tinggi seperti Afrika, PNG, Timor Timur dan bagian

  • 37

    dari Indonesia termasuk Flores, Lombok dan kepulauan sekitarnya) perlu juga

    diperiksa. (6)

    XI. PENCEGAHAN

    A. Obat Profilaksis (6)

    Obat profilaksis pada daerah dengan malaria resistensi klorokuin digunakan:

    Atovaquone + proguanil tablet 62.5+25 mg (6)

    11 - 20 kg : 1 tablet/oral

    21 - 30 kg : 2 tablet/oral

    31 - 40 kg : 3 tablet/oral,

    Sebaiknya banyak makan makanan berlemak dan susu kaya lemak setiap hari

    (mulai 1-2 hari sebelum masuk ke daerah endemis, dan dilanjutkan sampai 7

    hari setelah meninggalkan daerah tersebut).

    Atau

    Doxycycline 100 mg (6)

    > 8 tahun : 2.5 mg/kgBB/hari maksimal 100 mg. tablet diminum

    setiap hari (mulai 1-2 hari sebelum masuk ke daerah endemis, dan dilanjutkan

    sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut)

    Atau

    Mefloquine 250 mg (6)

    Berat 5 - 9 kg : 31.25 mg [= 1/8 tablet];

    Berat 10 - 19 kg : 62.5 mg [= 1/4 tablet];

    Berat 20 - 29 kg : 125 mg [= 1/2 tablet];

    Berat 30 - 44 kg : 187.5 mg [= 3/4 tablet],

    Diminum sekali seminggi (mulai 2 3 minggu sebelum masuk dan

    diteruskan sampai 4 minggu seteleah keluar dari daerah endemis malaria)

    Doxycycline dapat menyebabkan Ooesophagitis (dapat dicegah dengan

    minum obat setelah makan dan minum banyak air, paling lama 30 menit

    setelah makan), fotosensitif, dan vaginal thrush. (6)

  • 38

    B. Kontrol Vektor

    Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian

    terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya

    pengendalian vektor yang dapat dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan

    larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi,

    menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan

    jentik), manajemen lingkungan, dan lain-lain.(19)

    Gambar 30. Kelambu berinsektisida yang dibagikan WHO

    kepada penduduk Afrika untuk mencegah gigitan nyamuk.

    Sumber : Kepustakaan no 10

    Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan

    dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau

    menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa

    pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien,

    suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang

    luas dan bionomik vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding

    places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran

    pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian

    vektor malaria. (19)

    C. Vaksin Malaria (16)

    Vaksin malaria bekerja pada tiga tahap siklus perkembangan Plasmodium,

    yaitu pada fase pre-eritrosit (Pre-erithrocytic vaccines), fase aseksual dalam darah

    (blood stage vaccines), dan fase seksual dalam tubuh nyamuk (transmission

  • 39

    blocking vaccines). Vaksin pre-eritrosit (stadium hati) memblok jalan masuk

    sporozoit ke sel hati atau menghancurkan sel hati yang terinfeksi dengan demikian

    mencegah klinis penyakit. Blood stage vaccines bekerja pada fase aseksual

    plasmodium dalam darah dengan tujuan mencegah munculnya gejala klinis

    malaria. Sedangkan transmission blocking vaccines dirancang untuk

    mengendalikan vektor plasmodium yaitu nyamuk Anopheles. Vaksin ini berupa

    antigen yang bekerja pada protein pada permukaan lambung atau kelenjar liur

    nyamuk yang membawa parasit plasmodium. (16)

    Gambar 31. Tempat kerja vaksin malaria pada tiga tahap

    siklus perkembangan Plasmodium. Sumber : Kepustakaan no 16

  • 40

    XII. KOMPLIKASI

    Malaria serebral merupakan komplikasi dari infeksi P. falciparum dan sering

    menjadi penyebab kematian (20% sampai 40%), terutama di kalangan anak-anak

    dan orang dewasa non-immun. Serupa dengan komplikasi lain, malaria serebral

    adalah lebih mungkin terjadi di antara pasien dengan parasitemia intens (> 5%).

    Komplikasi lainnya termasuk ruptur limpa, gagal ginjal, hemolisis parah (demam

    blackwater), edema paru, hipoglikemia, trombositopenia, dan malaria algid

    (sindrom sepsis dengan kolaps vaskuler).(2)

    XIII. PROGNOSIS

    Kematian dapat terjadi dengan salah satu spesies malaria, tetapi yang paling

    sering dengan rumit malaria P. falciparum.Kemungkinan kematian meningkat

    pada anak-anak dengan masalah kesehatan yang sudah ada sebelumnya, seperti

    campak, parasit usus, schistosomiasis, anemia, dan malnutrisi. Kematian adalah

    jauh lebih umum di negara-negara berkembang yang miskin.(2)

    XIV. KESIMPULAN

    Parasit malaria terus menginfeksi anak-anak di seluruh dunia. Dengan

    memberikan perhatian khusus pada pasien dengan kemungkinan adanya infeksi

    malaria dan uji laboratorium yang tepat, keterlambatan diagnosis dapat dihindari.

    Dengan adanya alat dan teknik diagnostik dan terapi terbaru akan mengurangi

    morbiditas dan mortalitas akibat malaria. Meskipun demikian, vaksin yang efektif

    dan aman tetap dibutuhkan untuk mencegah kesakitan dan kematian anak setiap

    tahunnya akibat malaria.(4)

  • 41

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Tatura SNN. Efikasi Obat Kloroquine, Kina, Artesunate-SP, Artesunate-

    Amodiaquine, Artesunate-Lumafentrin pada Anak Malaria Falciparum di

    BLU RSUP Prof. Dr. RD. Kandou Manado. Sari Pediatri. 2009;10(6):417-23.

    2. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun

    2013 tentang Pedoman Tata Laksana Malaria. Jakarta: Menteri Kesehatan

    Republik Indonesia; 2013.

    3. Kundu R, Ganguly N, Ghosh TK, Choudhury P, Shah RC. Diagnosis and

    Management of malaria in Children. Indian Pediatrics. 2005;42:1101-14.

    Epub 2 Januari 2014.

    4. Stauffer W, Fischer PR. Diagnosis and Treatment of Malaria in Children.

    Clinical Infectious Diseases. 2003;37:1340-8. Epub 15 November.

    5. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Guidelines for the treatment

    of malaria 2nd edition. Geneva: World Health Organization; 2010.

    6. Centre for Disease Control DaIDU, Royal Darwin Hospital. The Malaria

    Treatment Guidelines. Darwin, Australia: Department of Health Northern

    Territory Government; September 2012.

    7. RI PDdIKK. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Jendela: Data dan

    Informasi Kesehatan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian

    Kesehatan RI; 2011. p. 1-17.

    8. World Health Organization. Country Office for Indonesia. Pedoman elayanan

    kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/ WHO ;

    alih bahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta : WHO Indonesia, 2009. p. 168-

    9.

    9. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUH. Malaria. Standar Pelayan Medik.

    Makassar: SMF Anak RSWS; 2013. p. 19-24.

    10. United Nations Childrens Fund. Malaria and Children: Progress in

    intervention coverage. New York: UNICEF; 2007

  • 42

    11. World Health Organization Media Center. Malaria. World Health

    Organization; 2013 [updated Desember 2013; cited 2013 23th Desember];

    Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/#.

    12. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson

    HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Eighteenth ed.

    United States of America: Saunders, An Imprint of Elsevier 2007.

    13. Sinka ME, Bangs MJ, Manguin S, Chareonviriyaphap T, Patil AP, Temperley

    WH, et al. The dominant Anopheles vectors of human malaria in the Asia-

    Pacific region: occurrence data, distribution maps and bionomic prcis.

    Parasites & Vectors. 2011; 4(89):1-46.

    http://www.parasitesandvectors.com/content/4/1/89

    14. Project MA. Mosquito Malaria Vectors

    http://www.map.ox.ac.uk/explore/mosquito-malaria-vectors/bionomics/:

    Malaria Atlas Project; 2014 [cited 2014 11 Januari]

    15. Mehta PN, Steele RW. Pediatric Malaria Treatment & Management.

    Medscape; 2013 [updated Juli 30, 2013; cited 2013 26 Desember 2013];

    Available from: http://emedicine.medscape.com.

    16. Crawley J, Chu C, Mtove G, Nosten F. Malaria in children. Lancet.

    2010;375:1468-81. Epub 24 April 2010.

    17. Slide Kuliah Tropis Fakultas Kedokteran Unversitas Hasanuddin.

    Plasmodium. Makassar: Bagian Parasitologi FK UH; 2013. p 1-30.

    18. Image from www.google.com diakses tanggal 12 Januari 2014.

    19. Harijanto PN. Tata Laksana Malaria untuk Indonesia. Buletin Jendela: Data

    dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian

    Kesehatan RI; 2011. p. 22-7.

    .