makalh

46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat. (Martono,1999) Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke- 6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey 1

description

iyaa benr

Transcript of makalh

Page 1: makalh

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat

timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan

hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status

kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial

ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun

meningkat. Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi

demografi yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua.

Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru

menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat.

(Martono,1999)

Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi

masalah besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah

penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO pada

tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian

pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia

merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia

dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian

anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-

anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat

pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh

dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20

kasus/100 anak/tahun (10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO

mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah

penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah

terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika

1

Page 2: makalh

Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO Global Tuberculosis Control,

2010).

Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia

juga dikaitkan dengan penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti

diabetes melitus, penyakit jantung, malnutrisi, dan penyakit hati

kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan penurunan

fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis.

Pada gagal jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi

clearance paru berkurang sehingga kolonisasi kuman pernafasan

mudah berkembangbiak. Pasien yang sebelumnya sering

mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko

tinggi mengalami aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi.

Hal itu disebabkan kedua obat tersebut menekan rangsang batuk dan

kerja clearance mukosilier. (Mangunegoro, I992)

Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih

panjang, biaya rawat yang lebih besar serta sering timbulnya

komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup.

Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut

menjadi pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia

sering tidak khas yang menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum

lagi meningkatnya resistensi mikroba terhadap antibiotika. Adapun

peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah ataupun

menangani gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia

adalah memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk mencegah

terjadinya gangguan yang lebih kronis dan memberikan tindakan

keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai

indikasi yang diderita oleh lansia.

(http://crackleandwheeze.blogspot.com/2010/05/gangguan-

pernafasan-pada-lanjut-usia.html).

Maka dari itu selain untuk memenuhi mata ajar Keperawatan

Komunitas II kelompok kami tertarik untuk membahas dan membuat

2

Page 3: makalh

makalah tentang perubahan sistem respirasi pada lansia. Karena

penyakit respirasi ini merupakan penyakit yang terbanyak diderita

oleh lansia.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang diharapkan dalam pembuatan makalah ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk memberikan gambaran dan mengetahui tentang masalah

respirasi pada lansia.

2. untuk mengetahaui konsep dasar penyakit pernapasan pada lansia.

3. untuk membahas Asuhan Keperawatan pada lansia dengan

maslah pernapasan

C. Metode Penulisan

Penyusunan makalah ini mengunakan metode deskriptif melalui

pendekatan studi kasus dengan cara mengumpulkan data, menganalisa

data dan menarik kesimpulan dengan cara studi Kepustakaan atau

Literatur. Langkah ini dilakukan dengan mempelajari kepustakaan

yang berhubungan dengan judul dan permasalahan pada makalah ini.

D. Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun secara sistematika yang terdiri dari 3 Bab yaitu

sebagia berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri atas latar be;lakang,

tujuanpenulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan,

dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis dan konsep dasar penyakit tentang masalah

pernapasan pada lansia, asuhan keperawatan pada lansia

dengan masalah pernapasan.

3

Page 4: makalh

BAB III: Penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA

4

Page 5: makalh

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Lansia

1. Pengertian

Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh

semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari

siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang,

yaitu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode

terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh

dengan manfaat. (Hurlock, 2000)

Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)

yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki – laki atau

perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih

berkemampuan ( potensial) maupun karena sesuatu hal yang tidak mampu

berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial)

Wheeler, mengungkapkan usia tua tidak hanya dilihat dari

perhitungan kronologis atau berdasarkakan kalender saja, tetapi juga

menurut kondisi kesehatan seseorang ( health age ). Sehingga umur

sesungguh nya dari seseorang merupakan gabungan dari ketiga - tiganya

(Haryanto 2005).

Jadi usia lanjut menurut kelompok kami adalah seseorang yang

berusia diatas 60 tahun baik laki – laki maupun perempuan, sehat ataupun

tidak sehat.

2. Batasan usia lanjut

Menurut Setyonegoro, dalam Nugroho ( 2000), pengelompokkan usia

lanjut adalah sebagai berikut :

a. Usia dewasa muda ( Elderly adulhood), 18 atau 20 – 25 tahun.

b. Usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas, 25 – 60 atau 65

tahun.

5

Page 6: makalh

c. Lanjut usia ( geriatric age ), lebih dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk

umur 70 – 75 tahun ( young old), 75 – 80 tahun (old), dan lebih dari 80

tahun ( very old ).

3. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman

hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya

(Nugroho, 2008). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagi berikut:

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan

banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Keget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, dan acuh yak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe

dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan

serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dlam melakukan

sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila

dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan

kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian

6

Page 7: makalh

Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia

mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung

keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan seara tidak langsung ,

lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dipanti werda, lansia yang

dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

B. Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

Menurut Nugroho (2008) perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut

usia adalah :

1. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi

adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda ( multiple

pathology ), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin

keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh dan sebagainya. Secara

umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia

mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat

menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun

sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan

ketergantungan kepada orang lain.

Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang

sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan

kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada

usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.

Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,

misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali

berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan

jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru

selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena

pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang,

7

Page 8: makalh

penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,

tranquilizer.

Factor psikologis yang menyertai lansia adalah :

a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada

lansia.

b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta

diperkuat oleh tradisi dan budaya.

c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam

kehidupannya.

d. Pasangan hidup telah meninggal.

e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah

kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan

sebagainya.

3. Perubahan Aspek Sosial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami

penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi

proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain

sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin

lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang

berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,

koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga

mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan

kepribadian lansia.  Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan

berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut :

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya

tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap

sampai sangat tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini

ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika

8

Page 9: makalh

pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat

memberikan otonomi pada dirinya.

c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe

ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila

kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak

bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan

yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera

bangkit dari kedukaannya.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini

setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan

kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak

diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi

ekonominya menjadi morat-marit.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia

tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit

dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

4. Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.

Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati

hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering

diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai

kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan

harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih

tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada

point tiga di atas.

Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada

yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang

seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap

tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik

positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia

9

Page 10: makalh

dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar

pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun

yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan

diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan

memperoleh gaji penuh.

Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan

terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu

dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap

memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan

setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan

yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya

cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak

jenis dan macamnya.

Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat

hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa

disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif

lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga

lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi

tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

5. Perubahan dalam Peran Sosial Dimasyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak

fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan

kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk,

pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya

sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah

dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang

bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau

diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak

untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus

muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,

mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan

10

Page 11: makalh

menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak

kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya

lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya

ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti

anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut

membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan

pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau

sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup

namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi

hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

C. Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia

Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia yang

dimulai dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan fisiologik

jantung:

1. Perubahan anatomik pada respirasi

Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan

yang terjadi baik dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-

perubahan anatomi pada lansia mengenai hampir seluruh susunan

anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.

Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap perubahan

fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk mempertahankan

homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga saat seseorang

memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi. Perubahan anatomik sistem respirastory akibat penuaan adalah

sebagai berikut :

a. Paru-paru kecil dan kendur.

b. Pembesaran alveoli.

c. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu

d. Kelenjar mucus kurang produktif 

11

Page 12: makalh

e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi

f. Penurunan sensivitas sfingter esophagush.

g. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi

pengembangani.

h. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.

Penurunan sensivitas kemoreseptor. (Stanley, 2006).

2. Perubahan Fisiologik pada pernapasan

Menurut Blair, 2006 perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi

pada lansia, yaitu:

Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan muntah

pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan pada

sistem respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak akan

segera merespon atau bereaksi apabila terdapat benda asing didalam

saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah pada lansia telah

mengalami penurunan.

Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal

ini menyebabkan jumlah udara (O2) yang dapat masuk ke

dalam saluran pernafasan menurun dan menyebabkan terjadinya

peningkatan kerja pernafasan guna memenuhi kebutuhan tubuh.

Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan.

Kedua hal ini menyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai

mestinya sehingga klien mengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini

dapat menyebabkan kompensasi penigkatan RR yang dapat

menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.

Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan

alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang menyeb

abkan klien kekurangan suplay O2.

Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya tonus

sfringter kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami

aspirasi yang apabila terjadi dapat mengganggu fisiologis pernafasan.

12

Page 13: makalh

Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil

menyebabkan ruangatau permukaan difusi gas berkurang bila

dibandingkan dengan dewasa.

3. Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru

Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan,

terdapat beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru,

(Silverman dan Speizer, 1996; Tim Pneumobil Indonesia,

1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :

a. Faktor merokok

Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi

penyempitan saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan

mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang

besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru.

b. Obesitas

Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru

seseorang. Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak

pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat

mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume

paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan

timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif,

c. Imobilitas

Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan

gerak saat otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa

atau volume paru akan "relatif' berkurang. Imobilitas karena

kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk

fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan

imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru

dan sebagainya. Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan

dengan menjalankan olah raga secara intensif.

13

Page 14: makalh

d. Operasi

Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal

paru. Dari pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti

memberikan pengaruh faal paru adalah:

1) Pembedahan toraks (jantung dan paru)

2) Pembedahan abdomen bagian atas.

3) Anestesi atau jenis obat anestesi tertentu

Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan

proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah

kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca

bedah mudah menimbulkan komplikasi paru : atelektasis,

infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian,

karena timbulnya gagal nafas.

4. Penyakit pernapasan pada Usia Lanjut

Pada proses menua terjadi penurunan compliance dinding dada,

tekanan maksimalinspirasi dan ekspirasi menurun dan elastisistas

jaringan paru juga menurun. Pada pengukuranterlihat FEV1, FVC

menurun, PaO2 menurun, V/Q naik. Penurunan ventilasi alveolar,

merupakanrisiko untuk terjadinya gagal napas. Selain itu terjadi

perubahan berupa (Lukman, 2009):

a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume

udara inspirasiberkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.

b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk

sehingga potensialterjadi penumpukan sekret.

c. Penurunan aktivitas paru ( inspirasi & ekspirasi ) sehingga jumlah

udara pernafasan yangmasuk keparu mengalami penurunan, kalau

pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.

d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas

permukaan normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.

14

Page 15: makalh

e. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu

proses oksigenasi darihemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut

semua kejaringan.

f. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri

juga menurun yanglama kelamaan menjadi racun pada tubuh

sendiri.

g. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret &

corpus alium dari salurannafas berkurang sehingga potensial

terjadinya obstruksi.

Penyebab kegawatan napas pada lansia meliputi obstruksi

jalan napas atas, hipoksi karenapenyakit paru obstruktif kronik

(PPOK), pneumotoraks, pneumonia aspirasi, rasa nyeri,

bronkopneumonia, emboli paru, dan asidosis metabolik. Akan

tetapi penyakit respirasi yang sering terjadi pada lansia adalah

pneumonia, tuberkulosis paru, sesak napas, nyeri dada.

Dalam makalah ini kelompok kami hanya menjelaskan

tetang Pneumonia dan TB Paru.

1) Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim

paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup

bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan

pertukaran gas setempat. Pneumonia memiliki tanda klasik

berupa demam, batuk, sesak. Tetapi pada usia lanjut usia,

gejalanya menjadi atipikal, yaitu suhu normal, takada batuk,

status mental terganggu, nafsu makan menurun, aktivitas

berkurang. Pemeriksaan fisikdidapatkan ronki, bronkofoni,

suara napas menurun. Leukosit naik, dan pada rontgen

thoraksterlihat infiltrat (Lukman, 2009).

15

Page 16: makalh

Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia

yang mempengaruhi kapasitasdan fungsi paru meliputi:

a) Peningkatan diameter anteroposterior dada

b) Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta

c) Penurunan efisiensi otot pernapasanPeningkatan rigiditas

paru

d) Penurunan luas permukaan alveoli.

Etiologi dari pneumonia adalah :

a) Bakteri

Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia

lanjut. Organisme gram positif seperti streptococcus

pnemonia, S. Aureus dan S. Pyogenesis. Bakteri gram

negatif seperti Haemophilus influenza, klabsiella

pneumonia dan P. Aeruginosa.

b) Virus

Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar

melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini di

kenal sebagai penyebab utama pnemonia virus.

c) Jamur

Infeksi yang disebabkan jamur seperti

histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang

mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran

burung, tanah serta kompos.

d) Protozoa

Menimbulkan terjadinya pneumocystis sarini

pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang

mengalami imunosupresi.

Manifestasi klinis:

a) Kesulitan dan sakit pada saat bernapas

b) Nyeri pleurutik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea

16

Page 17: makalh

c) Bunyi napas diatas area yang mengalami konsulidasi

d) Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronkhi,

egofoni

e) Gerakan dada tidak simetris

f) Menggigil dan demam 38,8-41,10C, delirium

g) Batuk kental, produktif

h) Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi

kemerahan/berkarat.

Pemeriksaan penunjang:

a) Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga

menyatakan abses luas/infiltrat, emfiema (staphyococcus),

infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau

penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia

mikoplasma sinar X dada mungkin bersih

b) GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas

paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.

c) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan

biopsi jarum, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi fiberotik

atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme

penyebab.

d) JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih

rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun

memungkinkan berkembangnya pnemonia bakterial.

e) Pemeriksaan serologi: titer virus atau legionella, aglutinin

dingin.

Penatalaksanaan:

a) Kemoterapi

Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk

penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum

17

Page 18: makalh

dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila

penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral,

sedangkan bila berat deberikan secara parenteral. Apabila

terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan,

maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik

tertentu perlu penyusaian dosis.

(1) Pengobatan umum

(2) Terapi oksigen

(3) Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat

dehidrasi dilakukan secara parenteral

(4) Fisioterapi

(5) Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu

diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik,

kelemahan dan dekubitus.

b) Emboli paru

Emboli paru memiliki gejala klinis berupa sesak

napas mendadak, nyeri dada pleuritik, takipneu, takikardia,

hipoksemia, subfebril, batuk, hemoptisis. Sering didapat

bila pasien imobilisasiadalah komplikasi menjadi deep vein

thrombose (DVT).

2. TB Paru

Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

basilmikobakterium tuberkulosa tipe humanus (jarang oleh tipe

M. Bovinus). TB Paru merupakan penyakit infeksi penting

saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa

tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas

(droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer

(ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening

setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Tb paru

adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium

18

Page 19: makalh

tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (harrison,

2002)

a) Etiologi

Penyebabnya adalah kuman mycobacterium

teberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian

besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid ini

adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada

udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat

bertahan-tahan dalam lemari es).

b) Tanda dan gejala

(1) Berkeringat

(2) Batuk disetai dahak lebih dari 3 minggu

(3) Sesak napas dan nyeri dada

(4) Badan lemah, kurang enak badan pada malam hari

walau tanpa kegiatan

(5) Berat badan menurun (penyakit infeksi TB paru dan

ekstra paru, misnadiary).

c) Pemeriksaan diagnostik

(1) Kultur sputum adalah mikobakterium tuberkolosis

positif pada tahap akhir penyakit

(2) Tes tuberkalin adalah mantolix test reaksi positif (area

indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam)

(3) Foto toraks adalah infiltrasi lesi awal pada area paru

atas: pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak

seperti awan dengan batas tidak jelas: pada aktivitas

19

Page 20: makalh

bayangan, berupa cincin: pada klasifikasi tampak

bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi

(4) Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus

atau kerusakan paru karen Tb paru

(5) Darah adalah peningkatan leukosit dan laju endapan

darah (LED)

(6) Spirometriadalah penurunan fungsi paru dengan

kapasitas vital menurun.

d) Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkolosis terbagi menjadi 2 fase

yaitu: fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7

bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat

utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang

digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah

rifampisin, INH, pirasinamid, streptomisin dan etambutol.

Sedangkan jenis obat tambahan adalah kanamisin,

kulnolon, makvolide, dan amoksilin ditambah dengan

asam klavulanat, derivat rifampisin/INH.

20

Page 21: makalh

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

GANGGUAN SISTEM RESPIRASI

Asuhan Keperawatan yang pertama bisa dilakukan pada klien

lansia dengan gangguan sistem respirasi meliputi pengkajian, penentuan

diagnose, serta intervensi atau rencana keperawatan yang harus dilakukan

untuk klien lansia dengan gangguan sistem respirasi. (Doengoes, 2000)

A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan menurut Doengoes (2000) adalah :

1. Pola manajemen kesehatan – persepsi kesehatan

a. Apakah klien menganggap bahwa kesehatan itu penting?

b. Bagaimanakah sikap klien bila menderita suatu penyakit?

2. Pola metabolik – nutrisi

a. Apakah asupan gizi klien mencukupi kebutuhan metabolik?

b. Bagaimanakah status ekonomi keluarga klien? Apakah

mempengaruhi asupan nutrisi klien?

3. Pola eliminasi

a. Bagaimana status BAB dan BAK klien?

4. Pola aktivitas-latihan

a. Bagaimana aktivitas sehari-hari klien, terutama pekerjaannya?

b. Apakah klien mendapat bantuan dari anggota keluarga dalam

melaksanakan aktivitasnya?

5. Pola istirahat – tidur

a. Bagaimanakah keadaan tidur klien sebelum dan sesudah masuk

rumah sakit?

b. Bagaimanakah suasana tidur klien biasanya?

6. Pola persepsi – kognitif

a. Apakah klien memahami tentang penyakitnya, termasuk obat dan

penyebabnya?

b. Bagaimanakah fungsi kognitif klien?

21

Page 22: makalh

c. Persepsi diri / konsep diri

d. Bagaimanakah klien serta keluarganya memandang penyakitnya?

e. Apakah ada kecemasan atau ketakutan pada klien?

7. Pola konsep diri – persepsi diri

a. Apakah ada kejadian yang akhirnya mengubah gambaran terhadap

diri klien?

b. Apa hal yang paling menjadi pikiran terhadap klien?

8. Pola hubungan – peran

a. Bagaimanakah hubungan klien dengan orang lain, terutama

keluarganya?

b. Apakah klien bersosialisasi dengan baik dalam lingkungannya?

c. Bagaimanakah sikap klien terhadap pekerjaannya?

9. Pola produktif – seksualitas

a. Bagaimanakah hubungan seksual serta derajat kepuasan klien?

10. Pola toleransi terhadap setres – koping

a. Bagaimanakah sikap klien bila terjadi masalah dalam dirinya?

11. Pola keyakinan – nilai

a. Bagaimanakah kegiatan spiritual klien (hubungan klien dengan

Tuhan Yang Maha Kuasa) ?

b. Bagaimanakah kepercayaan cultural klien yang berkaitan dengan

kesehatan dan penyakitnya.

B. Diagnosa dan intervensi keperawatan.

Berikut ini adalah diagnose serta intervensi yang bisa dilakukan pada

klien lansia dengan gangguan sistem repirasi (Herdman, T. Heather, 2012)

Diagnosa Batasan karakteristik Faktor yang

berhubungan

Ketidakefektifan bersihan

jalan nafas

Definisi: keidakmampuan

1. Suara napas tambahan

2. Perubahan frekuensi

napas

1. Mukus dalam

jumlah berlebihan

2. Sekresi yang

22

Page 23: makalh

untuk membersihkan

sekresi atau obstruksidari

salura napas untuk

mempertahankan

bersihan jalan napas.

3. Perubahan irama napas

4. Penurunan bunyi napas

5. Dispnea

6. Sputum dalam jumlah

yang berlebihan.

tertahan / sisa

sekresi sekresi

dalam bronkhi

3. Asma

4. Penyakit paru

obstruksi kronis

Gangguan pertukaran gas

Definisi: kelebihan atau

defisit pada oksigenasi

dan/atau eliminasi karbon

dioksida pada membran

alveolar-kapiler

1. Pernapasan abnormal

2. Warna kulit abnormal

3. Sianosis

4. Dispnea

5. Hipoksemia

6. Hipoksia

7. Napas cuping hidung

8. Takikardia

1. Perubahan

membran kapiler

alveolar-kapiler

2. Ventilasi-perfusi

Resiko tinggi terhadap

infeksi

Definisi: mengalami

peningkatan resiko

terserang organisme

patogenik.

1. Merokok

2. Trauma jaringan

3. malnutrisi

1. gangguan

pernapasan

2. berhubungan

dengan

melemahnya daya

tahan tubuh

Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Definisi: asupan nutrisi

tidak cukup memenuhi

kebutuhan metabolik

1. ketidak mampuan

memakan makanan

2. kelemahan otot

mengunyah

3. kelemahan otot untuk

menelan

1. faktor biologis

2. faktor ekonomi

3. ketidak mampuan

untuk

mengabsorbsi

nutrien

4. ketidakmampuan

untuk mencerna

makanan

23

Page 24: makalh

5. ketidak mampuan

menelan makanan.

Intoleransi aktifitas

Definisi: ketidakcukupan

energi psikologis atau

fisiologis untuk

melanjutkan atau

menyelesaikan aktivitas

kehidupan sehari-hari

yang harus atau yang

ingin dilakukan.

5. ketidaknyamanan setelah

beraktifitas

6. dispnea setelah

beraktivitas

7. menyatakan merasa letih

8. menyatakan merasa lemah

1. tirah baring

2. kelemahan umum

3. ketidakseimbangan

antara suplai dan

kebutuhan oksigen

4. imobilitas

C. intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi

Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

berhubungan dengan

bronkhokonstriksi,

akumulasi sekret jalan

napas, dan

menurunnya

kemampuan batuk

efektif.

Tujuan: dalam waktu

3x24 jam setelah di

berika intervensi jalan

napas kembali efektif

ditandai dengan

berkurangnya kuantitas

dan viskositas sputum

untuk memperbaiki

ventilasi paru dan

pertukaran gas.

Kriteria hasil: dapat

menyatakan dan

mendemonstrasikan

batuk efektif, tidak ada

suara napas tambahan,

a. Auskultasi bunyi nafas, catat

adanya bunyi nafas, misal:

mengi, krekels, ronki.

b. Kaji/pantau frekuensi

pernafasan, catat rasio inspirasi

mengi (emfisema)

c. Kaji pasien untuk posisi yang

nyaman misal: peninggian

kepala tempat tidur, duduk dan

sandaran tempat tidur.

d. Pertahankan polusi lingkungan

minimum debu, asap dll

e. Pantau latihan nafas

abdomen/bibirajarkan teknik

nafas dalam batuk efektif

24

Page 25: makalh

wheeing(-) dan

pernapasan klien

normal (16-20x/menit)

tanpa ada penggunaan

otot bantu napas.

f. Berikan obat sesuai indikasi.

Gangguan pertukaran

gas berhubungan

dengan retensi CO2

peningkatan sekresi,

peningkatan

pernapasan, dan proses

penyakit.

Tujuan: dalam waktu

3x24 jam setelah di

berikan intervensi

pertukaran gas

membaik.

Kriteria hasil:

frekuansi napas 16-

20x/menit , frekuensi

nadi 70-90x/menit, dan

wwarna kulit normal,

tidak ada dispnea dan

GDA dalam batas

normal.

a. Kaji frekuensi kedalaman

pernafasan, catat penggunaan

otot aksesori napas dan

bibir,kemampuan bicara.

b. Tinggikan kepala ditempat

tidur bantu klien untuk

memilih posisi yang nyaman

untuk bernapas.

c. Dorong pengeluaran

sputum,penghisapan bila

diindikasikan

d. Awasi secara rutin kulit dan

warna membran mukosa

e. Awasi tanda vital dan irama

jantung

f. Berikan oksigen sesuai

indikasi.

Resiko tinggi terhadap

infeksi pernapsan

berhubungan dengan

akumulasi sekret jalan

napas dan menurunnya

kemampuan batuk

efektif.

Tujuan: infeksi dapata

dikendalikan untuk

menghilangkan edema

inflamasi dan untuk

memunginkan

penembuhan aksi

siliaris normal.

Kriteria hasil:

a. Awasi suhu badan klien

b. Kaji pentingnya latihan

napas,batuk efektif,

perubahan posisi sering dan

masukan cairan adekuat

c. Tunjukkan pada psien tentang

pembuangan tisu dan sputum

d. Dorong keseimbangan antara

25

Page 26: makalh

frekuansi napas 16-

20x/menit, frekuensi

nadi 70-90x/menit, dan

kemampuan batuk

efektif dapat optimal,

tidak ada tanda

peningkatan suhu

tubuh.

aktifitas dan istirahat

e. Dapatkan spesimen dengan

batuk

Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

keletihan, anoreksia

atau dispnea, dan

peningkatan

metabolisme tubuh.

Tujuan: dalam waktu

3x24 jam setelah

diberikan tindakan

keperaatan, intake

nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil:

Klien dapat

mempertahankan

status gizinya dari

yang semula kurang

menjadi adekuat

Pernyataan motivasi

kuat untuk

memenuhi

kebutuhan

nutrisinya

a. Kaji kebiasaan diet,masukkan

makanan sehat ini, catat

derajat kesulitan

makan,evaluasi berat badan

dan ukuran tubuh

b. Tunjukkan dan bantu pasien

dalam pembuangan tisu dan

sputum

c. Dorong keseimbagan

aktifitas dan istirahat

d. Dapatkan spesimen dengan

batuk

e. Berikan anti mikrobia sesuai

indikasi.

Intoleransi aktifitas

berhubungan dengan

kelemahan fisik,

peningkatan

metabolisme umum

sekunder dari

Kriteria hasil:

Klien

mendemostrasikan

peningkatan

toleransi terhadap

aktivitas

a. Evaluasi pasien terhadap

aktifitas

b. Catat laporan

dipsnea,peningkatan

kelemahan

c. Bantu aktifitas yang

26

Page 27: makalh

kerusakan pertukaran

gas.

Klien dapat

melakukan aktivitas,

dapat berjalan lebih

jauh tanpa

mengalami napas

tersengal-sengal,

sesak napas dan

kelelahan.

diperlukan

d. Ajarkan klien untuk

mengurangi aktifitas yang

dapat menimbulkan

kelelahan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

27

Page 28: makalh

usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia

60 tahun atau lebih yang pasti akan dialami oleh semua orang dan tidak

bisa dihindari oleh siapapun. Pada lansia mengalami penurunan anatomi

dan fisiologi tubuh, tidak terkecuali pada sistem pernapasan lansia.

Banyak pada lansia mengalami gangguan pada sistem pernapasan dengan

keluhan sulit untuk bernapas dan karena terserang berbagai macam

penyakit yang kebanyakan menyerang paru – paru pada lansia.

Hal tersebut bisa terjadi karena disebabkan beberapa faktor selama

lansia menjalani kebiasaan kehidupan dari usia muda sampai dia sudah

lansia seperti faktor merokok,imobilisasi, obesitas, dan lain – lain. Banyak

penyakit yang dapat menyerang sistem pernapasan pada lansia seperti :

pneomonia, emboli paru, tb paru dan masih banyak penyakit lain nya.

Oleh karena itu maka diperlukan penanganan – penanganan khusus

untuk penanganan hal tersebut, supaya lansia bisa merasa nyaman dalam

menjalankan aktifitas sehari – hari.

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang akan timbul karena

lansia menderita penyakit tersebut seperti : Ketidakefektifan bersihan jalan

nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi, gangguan pertukaran gas

berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, resiko tinggi terhadap

infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder,

dan lain – lain.

B. Saran

Saran sesuai dengan masalah yang telah disimpulkan oleh penulis,

pada akhir makalah penulis memberikan saran bahwa untuk

penaggulangan penyakit/gangguan pada sistem pernapasan lansia pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya, lansia/masyarakat harus

menjaga serta memperhatikan kesehatan guna untuk tetap dapat

melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kendala ataupun masalah.

Ada beberapa hal yang diharapkan setelah disusunnya makalah ini

guna untuk memperkecil risiko gangguan persapasan:

28

Page 29: makalh

1. Perawat diharapkan dapat menerapkan asuhan keperawatan kepada

lansia dengan penyakit pada sistem respirasi

2. Institusi pelayanan keperawatan khususnya rumah sakit maupun

puskesmas diharapkan mampu memberikan asuhan yang tepat kepada

klien yang sakit khususnya pada lansia dengan gangguan respirasi

3. Institusi pendidikan keperawatan dapat memberikan pendidikan yang

mendalam mengenai asuhan keperawatan pada lansia dengan

gangguan respirasi mengenai salah satu alternatif yang dapat

digunakan untuk mengkaji penyebab timbulnya penyakit ini

4. Klien/pasien diharapkan dapat mengenali tanda-tanda gangguan sistem

respirasi pada lansia dan segera memeriksakannya ke rumah sakit

apabila terdapat tanda dan gejala penyakit tersebut.

5. Masyarakat diharapkan dapat memahami tanda dan gejala serta cara

pencegahan pada gangguan sistem pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo B, Martono H. 2006. Buku ajar geriatri edisi ke-3. Jakarta: balai penerbit

fakultas kedokteran universitas indonesia.

29

Page 30: makalh

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Herdman, T. Heather.2012. diagnosis keperawatan: definisi danklasifikasi 2012-

2014. Jakarta: EGC

Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.

Lukman HM. 2009. Kegawat darutanan pada pasien geriatri. In: buku ajar ilmu

penyakit dalam. Interna publishing: jakarta. Ed V jilid 1.

Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.

Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.

(http://crackleandwheeze.blogspot.com/2010/05/gangguan-pernafasan-pada-

lanjut-usia.html).

30