makalh
description
Transcript of makalh
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat
timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan
hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status
kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial
ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun
meningkat. Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi
demografi yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua.
Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru
menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat.
(Martono,1999)
Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi
masalah besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah
penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO pada
tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian
pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia
merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia
dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian
anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-
anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat
pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh
dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20
kasus/100 anak/tahun (10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO
mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah
penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah
terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika
1
Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO Global Tuberculosis Control,
2010).
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia
juga dikaitkan dengan penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti
diabetes melitus, penyakit jantung, malnutrisi, dan penyakit hati
kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan penurunan
fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis.
Pada gagal jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi
clearance paru berkurang sehingga kolonisasi kuman pernafasan
mudah berkembangbiak. Pasien yang sebelumnya sering
mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko
tinggi mengalami aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi.
Hal itu disebabkan kedua obat tersebut menekan rangsang batuk dan
kerja clearance mukosilier. (Mangunegoro, I992)
Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih
panjang, biaya rawat yang lebih besar serta sering timbulnya
komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup.
Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut
menjadi pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia
sering tidak khas yang menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum
lagi meningkatnya resistensi mikroba terhadap antibiotika. Adapun
peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah ataupun
menangani gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia
adalah memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk mencegah
terjadinya gangguan yang lebih kronis dan memberikan tindakan
keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai
indikasi yang diderita oleh lansia.
(http://crackleandwheeze.blogspot.com/2010/05/gangguan-
pernafasan-pada-lanjut-usia.html).
Maka dari itu selain untuk memenuhi mata ajar Keperawatan
Komunitas II kelompok kami tertarik untuk membahas dan membuat
2
makalah tentang perubahan sistem respirasi pada lansia. Karena
penyakit respirasi ini merupakan penyakit yang terbanyak diderita
oleh lansia.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk memberikan gambaran dan mengetahui tentang masalah
respirasi pada lansia.
2. untuk mengetahaui konsep dasar penyakit pernapasan pada lansia.
3. untuk membahas Asuhan Keperawatan pada lansia dengan
maslah pernapasan
C. Metode Penulisan
Penyusunan makalah ini mengunakan metode deskriptif melalui
pendekatan studi kasus dengan cara mengumpulkan data, menganalisa
data dan menarik kesimpulan dengan cara studi Kepustakaan atau
Literatur. Langkah ini dilakukan dengan mempelajari kepustakaan
yang berhubungan dengan judul dan permasalahan pada makalah ini.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematika yang terdiri dari 3 Bab yaitu
sebagia berikut :
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri atas latar be;lakang,
tujuanpenulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis dan konsep dasar penyakit tentang masalah
pernapasan pada lansia, asuhan keperawatan pada lansia
dengan masalah pernapasan.
3
BAB III: Penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Lansia
1. Pengertian
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh
semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari
siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang,
yaitu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode
terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh
dengan manfaat. (Hurlock, 2000)
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)
yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki – laki atau
perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih
berkemampuan ( potensial) maupun karena sesuatu hal yang tidak mampu
berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial)
Wheeler, mengungkapkan usia tua tidak hanya dilihat dari
perhitungan kronologis atau berdasarkakan kalender saja, tetapi juga
menurut kondisi kesehatan seseorang ( health age ). Sehingga umur
sesungguh nya dari seseorang merupakan gabungan dari ketiga - tiganya
(Haryanto 2005).
Jadi usia lanjut menurut kelompok kami adalah seseorang yang
berusia diatas 60 tahun baik laki – laki maupun perempuan, sehat ataupun
tidak sehat.
2. Batasan usia lanjut
Menurut Setyonegoro, dalam Nugroho ( 2000), pengelompokkan usia
lanjut adalah sebagai berikut :
a. Usia dewasa muda ( Elderly adulhood), 18 atau 20 – 25 tahun.
b. Usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas, 25 – 60 atau 65
tahun.
5
c. Lanjut usia ( geriatric age ), lebih dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk
umur 70 – 75 tahun ( young old), 75 – 80 tahun (old), dan lebih dari 80
tahun ( very old ).
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya
(Nugroho, 2008). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagi berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan
banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Keget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh yak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan
serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dlam melakukan
sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila
dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian
6
Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia
mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung
keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan seara tidak langsung ,
lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dipanti werda, lansia yang
dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
B. Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
Menurut Nugroho (2008) perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut
usia adalah :
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda ( multiple
pathology ), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh dan sebagainya. Secara
umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun
sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang
sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan
kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada
usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,
misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan
jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru
selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena
pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang,
7
penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer.
Factor psikologis yang menyertai lansia adalah :
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia.
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal.
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.
3. Perubahan Aspek Sosial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain
sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan
berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut :
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya
tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap
sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini
ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika
8
pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe
ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan
yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera
bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi morat-marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia
tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit
dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
4. Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati
hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan
harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada
point tiga di atas.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada
yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang
seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap
tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik
positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia
9
dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar
pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun
yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan
diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan
memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan
terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu
dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap
memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan
setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan
yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya
cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak
jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat
hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa
disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif
lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga
lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi
tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
5. Perubahan dalam Peran Sosial Dimasyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak
fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk,
pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya
sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak
untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan
10
menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak
kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya
lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya
ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti
anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut
membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau
sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi
hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
C. Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia
Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia yang
dimulai dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan fisiologik
jantung:
1. Perubahan anatomik pada respirasi
Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan
yang terjadi baik dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-
perubahan anatomi pada lansia mengenai hampir seluruh susunan
anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.
Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap perubahan
fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk mempertahankan
homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga saat seseorang
memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi. Perubahan anatomik sistem respirastory akibat penuaan adalah
sebagai berikut :
a. Paru-paru kecil dan kendur.
b. Pembesaran alveoli.
c. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu
d. Kelenjar mucus kurang produktif
11
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi
f. Penurunan sensivitas sfingter esophagush.
g. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangani.
h. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
Penurunan sensivitas kemoreseptor. (Stanley, 2006).
2. Perubahan Fisiologik pada pernapasan
Menurut Blair, 2006 perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi
pada lansia, yaitu:
Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan muntah
pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan pada
sistem respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak akan
segera merespon atau bereaksi apabila terdapat benda asing didalam
saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah pada lansia telah
mengalami penurunan.
Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal
ini menyebabkan jumlah udara (O2) yang dapat masuk ke
dalam saluran pernafasan menurun dan menyebabkan terjadinya
peningkatan kerja pernafasan guna memenuhi kebutuhan tubuh.
Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan.
Kedua hal ini menyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai
mestinya sehingga klien mengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini
dapat menyebabkan kompensasi penigkatan RR yang dapat
menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.
Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan
alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang menyeb
abkan klien kekurangan suplay O2.
Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya tonus
sfringter kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami
aspirasi yang apabila terjadi dapat mengganggu fisiologis pernafasan.
12
Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil
menyebabkan ruangatau permukaan difusi gas berkurang bila
dibandingkan dengan dewasa.
3. Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru
Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan,
terdapat beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru,
(Silverman dan Speizer, 1996; Tim Pneumobil Indonesia,
1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
a. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi
penyempitan saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan
mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang
besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru.
b. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru
seseorang. Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak
pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat
mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume
paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan
timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif,
c. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan
gerak saat otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa
atau volume paru akan "relatif' berkurang. Imobilitas karena
kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk
fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan
imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru
dan sebagainya. Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan
dengan menjalankan olah raga secara intensif.
13
d. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal
paru. Dari pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti
memberikan pengaruh faal paru adalah:
1) Pembedahan toraks (jantung dan paru)
2) Pembedahan abdomen bagian atas.
3) Anestesi atau jenis obat anestesi tertentu
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan
proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah
kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca
bedah mudah menimbulkan komplikasi paru : atelektasis,
infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian,
karena timbulnya gagal nafas.
4. Penyakit pernapasan pada Usia Lanjut
Pada proses menua terjadi penurunan compliance dinding dada,
tekanan maksimalinspirasi dan ekspirasi menurun dan elastisistas
jaringan paru juga menurun. Pada pengukuranterlihat FEV1, FVC
menurun, PaO2 menurun, V/Q naik. Penurunan ventilasi alveolar,
merupakanrisiko untuk terjadinya gagal napas. Selain itu terjadi
perubahan berupa (Lukman, 2009):
a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasiberkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensialterjadi penumpukan sekret.
c. Penurunan aktivitas paru ( inspirasi & ekspirasi ) sehingga jumlah
udara pernafasan yangmasuk keparu mengalami penurunan, kalau
pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas
permukaan normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.
14
e. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu
proses oksigenasi darihemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut
semua kejaringan.
f. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri
juga menurun yanglama kelamaan menjadi racun pada tubuh
sendiri.
g. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret &
corpus alium dari salurannafas berkurang sehingga potensial
terjadinya obstruksi.
Penyebab kegawatan napas pada lansia meliputi obstruksi
jalan napas atas, hipoksi karenapenyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), pneumotoraks, pneumonia aspirasi, rasa nyeri,
bronkopneumonia, emboli paru, dan asidosis metabolik. Akan
tetapi penyakit respirasi yang sering terjadi pada lansia adalah
pneumonia, tuberkulosis paru, sesak napas, nyeri dada.
Dalam makalah ini kelompok kami hanya menjelaskan
tetang Pneumonia dan TB Paru.
1) Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan
pertukaran gas setempat. Pneumonia memiliki tanda klasik
berupa demam, batuk, sesak. Tetapi pada usia lanjut usia,
gejalanya menjadi atipikal, yaitu suhu normal, takada batuk,
status mental terganggu, nafsu makan menurun, aktivitas
berkurang. Pemeriksaan fisikdidapatkan ronki, bronkofoni,
suara napas menurun. Leukosit naik, dan pada rontgen
thoraksterlihat infiltrat (Lukman, 2009).
15
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia
yang mempengaruhi kapasitasdan fungsi paru meliputi:
a) Peningkatan diameter anteroposterior dada
b) Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta
c) Penurunan efisiensi otot pernapasanPeningkatan rigiditas
paru
d) Penurunan luas permukaan alveoli.
Etiologi dari pneumonia adalah :
a) Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia
lanjut. Organisme gram positif seperti streptococcus
pnemonia, S. Aureus dan S. Pyogenesis. Bakteri gram
negatif seperti Haemophilus influenza, klabsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
b) Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar
melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini di
kenal sebagai penyebab utama pnemonia virus.
c) Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti
histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang
mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung, tanah serta kompos.
d) Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis sarini
pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang
mengalami imunosupresi.
Manifestasi klinis:
a) Kesulitan dan sakit pada saat bernapas
b) Nyeri pleurutik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea
16
c) Bunyi napas diatas area yang mengalami konsulidasi
d) Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronkhi,
egofoni
e) Gerakan dada tidak simetris
f) Menggigil dan demam 38,8-41,10C, delirium
g) Batuk kental, produktif
h) Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan/berkarat.
Pemeriksaan penunjang:
a) Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, emfiema (staphyococcus),
infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau
penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar X dada mungkin bersih
b) GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan
biopsi jarum, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi fiberotik
atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab.
d) JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih
rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun
memungkinkan berkembangnya pnemonia bakterial.
e) Pemeriksaan serologi: titer virus atau legionella, aglutinin
dingin.
Penatalaksanaan:
a) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk
penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum
17
dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila
penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral,
sedangkan bila berat deberikan secara parenteral. Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan,
maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik
tertentu perlu penyusaian dosis.
(1) Pengobatan umum
(2) Terapi oksigen
(3) Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat
dehidrasi dilakukan secara parenteral
(4) Fisioterapi
(5) Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu
diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik,
kelemahan dan dekubitus.
b) Emboli paru
Emboli paru memiliki gejala klinis berupa sesak
napas mendadak, nyeri dada pleuritik, takipneu, takikardia,
hipoksemia, subfebril, batuk, hemoptisis. Sering didapat
bila pasien imobilisasiadalah komplikasi menjadi deep vein
thrombose (DVT).
2. TB Paru
Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
basilmikobakterium tuberkulosa tipe humanus (jarang oleh tipe
M. Bovinus). TB Paru merupakan penyakit infeksi penting
saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer
(ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening
setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Tb paru
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
18
tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (harrison,
2002)
a) Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium
teberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian
besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid ini
adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
bertahan-tahan dalam lemari es).
b) Tanda dan gejala
(1) Berkeringat
(2) Batuk disetai dahak lebih dari 3 minggu
(3) Sesak napas dan nyeri dada
(4) Badan lemah, kurang enak badan pada malam hari
walau tanpa kegiatan
(5) Berat badan menurun (penyakit infeksi TB paru dan
ekstra paru, misnadiary).
c) Pemeriksaan diagnostik
(1) Kultur sputum adalah mikobakterium tuberkolosis
positif pada tahap akhir penyakit
(2) Tes tuberkalin adalah mantolix test reaksi positif (area
indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam)
(3) Foto toraks adalah infiltrasi lesi awal pada area paru
atas: pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak
seperti awan dengan batas tidak jelas: pada aktivitas
19
bayangan, berupa cincin: pada klasifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi
(4) Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus
atau kerusakan paru karen Tb paru
(5) Darah adalah peningkatan leukosit dan laju endapan
darah (LED)
(6) Spirometriadalah penurunan fungsi paru dengan
kapasitas vital menurun.
d) Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkolosis terbagi menjadi 2 fase
yaitu: fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
rifampisin, INH, pirasinamid, streptomisin dan etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan adalah kanamisin,
kulnolon, makvolide, dan amoksilin ditambah dengan
asam klavulanat, derivat rifampisin/INH.
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
GANGGUAN SISTEM RESPIRASI
Asuhan Keperawatan yang pertama bisa dilakukan pada klien
lansia dengan gangguan sistem respirasi meliputi pengkajian, penentuan
diagnose, serta intervensi atau rencana keperawatan yang harus dilakukan
untuk klien lansia dengan gangguan sistem respirasi. (Doengoes, 2000)
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan menurut Doengoes (2000) adalah :
1. Pola manajemen kesehatan – persepsi kesehatan
a. Apakah klien menganggap bahwa kesehatan itu penting?
b. Bagaimanakah sikap klien bila menderita suatu penyakit?
2. Pola metabolik – nutrisi
a. Apakah asupan gizi klien mencukupi kebutuhan metabolik?
b. Bagaimanakah status ekonomi keluarga klien? Apakah
mempengaruhi asupan nutrisi klien?
3. Pola eliminasi
a. Bagaimana status BAB dan BAK klien?
4. Pola aktivitas-latihan
a. Bagaimana aktivitas sehari-hari klien, terutama pekerjaannya?
b. Apakah klien mendapat bantuan dari anggota keluarga dalam
melaksanakan aktivitasnya?
5. Pola istirahat – tidur
a. Bagaimanakah keadaan tidur klien sebelum dan sesudah masuk
rumah sakit?
b. Bagaimanakah suasana tidur klien biasanya?
6. Pola persepsi – kognitif
a. Apakah klien memahami tentang penyakitnya, termasuk obat dan
penyebabnya?
b. Bagaimanakah fungsi kognitif klien?
21
c. Persepsi diri / konsep diri
d. Bagaimanakah klien serta keluarganya memandang penyakitnya?
e. Apakah ada kecemasan atau ketakutan pada klien?
7. Pola konsep diri – persepsi diri
a. Apakah ada kejadian yang akhirnya mengubah gambaran terhadap
diri klien?
b. Apa hal yang paling menjadi pikiran terhadap klien?
8. Pola hubungan – peran
a. Bagaimanakah hubungan klien dengan orang lain, terutama
keluarganya?
b. Apakah klien bersosialisasi dengan baik dalam lingkungannya?
c. Bagaimanakah sikap klien terhadap pekerjaannya?
9. Pola produktif – seksualitas
a. Bagaimanakah hubungan seksual serta derajat kepuasan klien?
10. Pola toleransi terhadap setres – koping
a. Bagaimanakah sikap klien bila terjadi masalah dalam dirinya?
11. Pola keyakinan – nilai
a. Bagaimanakah kegiatan spiritual klien (hubungan klien dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa) ?
b. Bagaimanakah kepercayaan cultural klien yang berkaitan dengan
kesehatan dan penyakitnya.
B. Diagnosa dan intervensi keperawatan.
Berikut ini adalah diagnose serta intervensi yang bisa dilakukan pada
klien lansia dengan gangguan sistem repirasi (Herdman, T. Heather, 2012)
Diagnosa Batasan karakteristik Faktor yang
berhubungan
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Definisi: keidakmampuan
1. Suara napas tambahan
2. Perubahan frekuensi
napas
1. Mukus dalam
jumlah berlebihan
2. Sekresi yang
22
untuk membersihkan
sekresi atau obstruksidari
salura napas untuk
mempertahankan
bersihan jalan napas.
3. Perubahan irama napas
4. Penurunan bunyi napas
5. Dispnea
6. Sputum dalam jumlah
yang berlebihan.
tertahan / sisa
sekresi sekresi
dalam bronkhi
3. Asma
4. Penyakit paru
obstruksi kronis
Gangguan pertukaran gas
Definisi: kelebihan atau
defisit pada oksigenasi
dan/atau eliminasi karbon
dioksida pada membran
alveolar-kapiler
1. Pernapasan abnormal
2. Warna kulit abnormal
3. Sianosis
4. Dispnea
5. Hipoksemia
6. Hipoksia
7. Napas cuping hidung
8. Takikardia
1. Perubahan
membran kapiler
alveolar-kapiler
2. Ventilasi-perfusi
Resiko tinggi terhadap
infeksi
Definisi: mengalami
peningkatan resiko
terserang organisme
patogenik.
1. Merokok
2. Trauma jaringan
3. malnutrisi
1. gangguan
pernapasan
2. berhubungan
dengan
melemahnya daya
tahan tubuh
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi: asupan nutrisi
tidak cukup memenuhi
kebutuhan metabolik
1. ketidak mampuan
memakan makanan
2. kelemahan otot
mengunyah
3. kelemahan otot untuk
menelan
1. faktor biologis
2. faktor ekonomi
3. ketidak mampuan
untuk
mengabsorbsi
nutrien
4. ketidakmampuan
untuk mencerna
makanan
23
5. ketidak mampuan
menelan makanan.
Intoleransi aktifitas
Definisi: ketidakcukupan
energi psikologis atau
fisiologis untuk
melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang
ingin dilakukan.
5. ketidaknyamanan setelah
beraktifitas
6. dispnea setelah
beraktivitas
7. menyatakan merasa letih
8. menyatakan merasa lemah
1. tirah baring
2. kelemahan umum
3. ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen
4. imobilitas
C. intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan
bronkhokonstriksi,
akumulasi sekret jalan
napas, dan
menurunnya
kemampuan batuk
efektif.
Tujuan: dalam waktu
3x24 jam setelah di
berika intervensi jalan
napas kembali efektif
ditandai dengan
berkurangnya kuantitas
dan viskositas sputum
untuk memperbaiki
ventilasi paru dan
pertukaran gas.
Kriteria hasil: dapat
menyatakan dan
mendemonstrasikan
batuk efektif, tidak ada
suara napas tambahan,
a. Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, misal:
mengi, krekels, ronki.
b. Kaji/pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi
mengi (emfisema)
c. Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman misal: peninggian
kepala tempat tidur, duduk dan
sandaran tempat tidur.
d. Pertahankan polusi lingkungan
minimum debu, asap dll
e. Pantau latihan nafas
abdomen/bibirajarkan teknik
nafas dalam batuk efektif
24
wheeing(-) dan
pernapasan klien
normal (16-20x/menit)
tanpa ada penggunaan
otot bantu napas.
f. Berikan obat sesuai indikasi.
Gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan retensi CO2
peningkatan sekresi,
peningkatan
pernapasan, dan proses
penyakit.
Tujuan: dalam waktu
3x24 jam setelah di
berikan intervensi
pertukaran gas
membaik.
Kriteria hasil:
frekuansi napas 16-
20x/menit , frekuensi
nadi 70-90x/menit, dan
wwarna kulit normal,
tidak ada dispnea dan
GDA dalam batas
normal.
a. Kaji frekuensi kedalaman
pernafasan, catat penggunaan
otot aksesori napas dan
bibir,kemampuan bicara.
b. Tinggikan kepala ditempat
tidur bantu klien untuk
memilih posisi yang nyaman
untuk bernapas.
c. Dorong pengeluaran
sputum,penghisapan bila
diindikasikan
d. Awasi secara rutin kulit dan
warna membran mukosa
e. Awasi tanda vital dan irama
jantung
f. Berikan oksigen sesuai
indikasi.
Resiko tinggi terhadap
infeksi pernapsan
berhubungan dengan
akumulasi sekret jalan
napas dan menurunnya
kemampuan batuk
efektif.
Tujuan: infeksi dapata
dikendalikan untuk
menghilangkan edema
inflamasi dan untuk
memunginkan
penembuhan aksi
siliaris normal.
Kriteria hasil:
a. Awasi suhu badan klien
b. Kaji pentingnya latihan
napas,batuk efektif,
perubahan posisi sering dan
masukan cairan adekuat
c. Tunjukkan pada psien tentang
pembuangan tisu dan sputum
d. Dorong keseimbangan antara
25
frekuansi napas 16-
20x/menit, frekuensi
nadi 70-90x/menit, dan
kemampuan batuk
efektif dapat optimal,
tidak ada tanda
peningkatan suhu
tubuh.
aktifitas dan istirahat
e. Dapatkan spesimen dengan
batuk
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
keletihan, anoreksia
atau dispnea, dan
peningkatan
metabolisme tubuh.
Tujuan: dalam waktu
3x24 jam setelah
diberikan tindakan
keperaatan, intake
nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
Klien dapat
mempertahankan
status gizinya dari
yang semula kurang
menjadi adekuat
Pernyataan motivasi
kuat untuk
memenuhi
kebutuhan
nutrisinya
a. Kaji kebiasaan diet,masukkan
makanan sehat ini, catat
derajat kesulitan
makan,evaluasi berat badan
dan ukuran tubuh
b. Tunjukkan dan bantu pasien
dalam pembuangan tisu dan
sputum
c. Dorong keseimbagan
aktifitas dan istirahat
d. Dapatkan spesimen dengan
batuk
e. Berikan anti mikrobia sesuai
indikasi.
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan
kelemahan fisik,
peningkatan
metabolisme umum
sekunder dari
Kriteria hasil:
Klien
mendemostrasikan
peningkatan
toleransi terhadap
aktivitas
a. Evaluasi pasien terhadap
aktifitas
b. Catat laporan
dipsnea,peningkatan
kelemahan
c. Bantu aktifitas yang
26
kerusakan pertukaran
gas.
Klien dapat
melakukan aktivitas,
dapat berjalan lebih
jauh tanpa
mengalami napas
tersengal-sengal,
sesak napas dan
kelelahan.
diperlukan
d. Ajarkan klien untuk
mengurangi aktifitas yang
dapat menimbulkan
kelelahan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
27
usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia
60 tahun atau lebih yang pasti akan dialami oleh semua orang dan tidak
bisa dihindari oleh siapapun. Pada lansia mengalami penurunan anatomi
dan fisiologi tubuh, tidak terkecuali pada sistem pernapasan lansia.
Banyak pada lansia mengalami gangguan pada sistem pernapasan dengan
keluhan sulit untuk bernapas dan karena terserang berbagai macam
penyakit yang kebanyakan menyerang paru – paru pada lansia.
Hal tersebut bisa terjadi karena disebabkan beberapa faktor selama
lansia menjalani kebiasaan kehidupan dari usia muda sampai dia sudah
lansia seperti faktor merokok,imobilisasi, obesitas, dan lain – lain. Banyak
penyakit yang dapat menyerang sistem pernapasan pada lansia seperti :
pneomonia, emboli paru, tb paru dan masih banyak penyakit lain nya.
Oleh karena itu maka diperlukan penanganan – penanganan khusus
untuk penanganan hal tersebut, supaya lansia bisa merasa nyaman dalam
menjalankan aktifitas sehari – hari.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang akan timbul karena
lansia menderita penyakit tersebut seperti : Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi, gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder,
dan lain – lain.
B. Saran
Saran sesuai dengan masalah yang telah disimpulkan oleh penulis,
pada akhir makalah penulis memberikan saran bahwa untuk
penaggulangan penyakit/gangguan pada sistem pernapasan lansia pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya, lansia/masyarakat harus
menjaga serta memperhatikan kesehatan guna untuk tetap dapat
melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kendala ataupun masalah.
Ada beberapa hal yang diharapkan setelah disusunnya makalah ini
guna untuk memperkecil risiko gangguan persapasan:
28
1. Perawat diharapkan dapat menerapkan asuhan keperawatan kepada
lansia dengan penyakit pada sistem respirasi
2. Institusi pelayanan keperawatan khususnya rumah sakit maupun
puskesmas diharapkan mampu memberikan asuhan yang tepat kepada
klien yang sakit khususnya pada lansia dengan gangguan respirasi
3. Institusi pendidikan keperawatan dapat memberikan pendidikan yang
mendalam mengenai asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan respirasi mengenai salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk mengkaji penyebab timbulnya penyakit ini
4. Klien/pasien diharapkan dapat mengenali tanda-tanda gangguan sistem
respirasi pada lansia dan segera memeriksakannya ke rumah sakit
apabila terdapat tanda dan gejala penyakit tersebut.
5. Masyarakat diharapkan dapat memahami tanda dan gejala serta cara
pencegahan pada gangguan sistem pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B, Martono H. 2006. Buku ajar geriatri edisi ke-3. Jakarta: balai penerbit
fakultas kedokteran universitas indonesia.
29
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather.2012. diagnosis keperawatan: definisi danklasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC
Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.
Lukman HM. 2009. Kegawat darutanan pada pasien geriatri. In: buku ajar ilmu
penyakit dalam. Interna publishing: jakarta. Ed V jilid 1.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.
(http://crackleandwheeze.blogspot.com/2010/05/gangguan-pernafasan-pada-
lanjut-usia.html).
30