Makalah_Wayang Membangun Budaya Konstruktif Bangsa_Pitoyo Amrih

3
Reinterpr etasi dan Rekonstru ksi Budaya Konstruktif Pitoyo Amrih Selasa, 28 Juni 2011 halaman 1 Wayang Membangun Budaya Konstruktif Bangsa Pitoyo Amrih  Disusun dalam rangka diskusi yang bertema Reinterpr etasi dan Rekonstruksi Buday a Konstruktif, dalam rangka Pekan Budaya Masuk Kampus 2011, Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Selasa, 28 Juni 2011. Saya beranggapan bahwa sebagian besar dari kita pasti pernah mendengar istilah Wayang dalam kehidupannya. Tapi apakah wayang itu? Apakah wayang sekedar murni sebuah karya seni pentas? Ataukah lebih dari itu? Bila kita melihat di literatur, secara akademis memang banyak sekali para  budayaw an berusaha membuat defini si tentang wayang ini. Dalam hal ini, saya menco ba untuk membuat cakupan definisi yang lebih luas. Tentunya sekedar merangkum dari semua definisi yang pernah ada. Seperti yang pernah saya sampaikan pada seminar dalam rangka Bandung Wayang Festival 2011 yang  baru lalu, bahwa w ayang ad alah : Media kreatif pertunjukkan dengan peraga menceritakan simbol-simbol sebuah kisah dalam rangka mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan Sesuai yang saya garis bawahi pada kalimat di atas. Untuk mempermudah memetakan pemahan ini saya coba bagi menjadi tiga perspektif dalam kita melihat wayang ini, yaitu : Wayang pada perspektif Pertunjukan Dengan Peraga  Dalam sejarah kita mengenal wayang beber, wayang kulit purwa, kemudian di wilayah Sunda kita mengenal wayang golek, kemudian ada wayang tengul, wayang orang, sampai kemudian yang modern saat ini muncul kreasi wayang suket, wayang climen, wayang kampung sebelah, dan entah kreasi pertunjukan wayang apa lagi yang mungkin muncul di masa datang. Ini semua adalah hasil kreasi budi daya, yang juga banyak memiliki nilai kehidupan yang bisa memberikan kepada kita b anyak pembelajaran. Misalnya konsep kata ‘Wayang’ itu sendiri. Atau falsafah ‘kelir’ dalam pertunjukan wayang. Yang seharusnya kita gali, kita tafsirkan, kita maknai, diskusikan sehingga menjadi bagian dari pembangunan karakter kita sendiri. Wayang dengan pendekatan Simbol-simbol Sebuah Kisah Sebuah pertunjukan dengan peraga butuh sebuah kisah yang juga merupakan analogi dan  personifikasi dari kehidupan yang diharapkan menjadi inspirasi nilai bagi setiap penikmatnya. Kisah yang kebetulan popular adalah kisah Ramayana dan Mahabarata. Tapi kemudian banyak orang yang menganggap bahwa kisah itu sama dengan kisah yang ada di India. Kisah Ramayana dan Mahabarata yang dipakai dalam pertunjukan wayang adalah kisah yang sudah digubah dan melalui proses akulturasi budaya yang begitu panjang di tanah Jawa. Jadi ketika kita membaca kisah terjemahan asli dari India, akan terasa benar beda nuansa dan roh-nya bila kita bandingkan

Transcript of Makalah_Wayang Membangun Budaya Konstruktif Bangsa_Pitoyo Amrih

5/7/2018 Makalah_Wayang Membangun Budaya Konstruktif Bangsa_Pitoyo Amrih - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalahwayang-membangun-budaya-konstruktif-bangsapitoyo-amrih 1/3

 

Reinterpretasi dan Rekonstruksi Budaya Konstruktif Pitoyo Amrih

Selasa, 28 Juni 2011 halaman 1

Wayang Membangun Budaya Konstruktif BangsaPitoyo Amrih

 Disusun dalam rangka diskusi yang bertema Reinterpretasi dan Rekonstruksi Budaya Konstruktif, dalam

rangka Pekan Budaya Masuk Kampus 2011, Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Selasa, 28 Juni

2011.

Saya beranggapan bahwa sebagian besar dari kita pasti pernah mendengar istilah ‘Wayang’ dalam

kehidupannya. Tapi apakah wayang itu? Apakah wayang sekedar murni sebuah karya seni pentas?

Ataukah lebih dari itu? Bila kita melihat di literatur, secara akademis memang banyak sekali para

budayawan berusaha membuat definisi tentang wayang ini. Dalam hal ini, saya mencoba untuk membuat

cakupan definisi yang lebih luas. Tentunya sekedar merangkum dari semua definisi yang pernah ada.

Seperti yang pernah saya sampaikan pada seminar dalam rangka Bandung Wayang Festival 2011 yang

baru lalu, bahwa wayang adalah :

Media kreatif pertunjukkan dengan peraga menceritakan simbol-simbol sebuah kisahdalam rangka mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan

Sesuai yang saya garis bawahi pada kalimat di atas. Untuk mempermudah memetakan pemahan

ini saya coba bagi menjadi tiga perspektif dalam kita melihat wayang ini, yaitu :

Wayang pada perspektif Pertunjukan Dengan Peraga 

Dalam sejarah kita mengenal wayang beber, wayang kulit purwa, kemudian di wilayah Sunda

kita mengenal wayang golek, kemudian ada wayang tengul, wayang orang, sampai kemudian

yang modern saat ini muncul kreasi wayang suket, wayang climen, wayang kampung sebelah,dan entah kreasi pertunjukan wayang apa lagi yang mungkin muncul di masa datang.

Ini semua adalah hasil kreasi budi daya, yang juga banyak memiliki nilai kehidupan yang bisa

memberikan kepada kita banyak pembelajaran. Misalnya konsep kata ‘Wayang’ itu sendiri. Ataufalsafah ‘kelir’ dalam pertunjukan wayang. Yang seharusnya kita gali, kita tafsirkan, kita

maknai, diskusikan sehingga menjadi bagian dari pembangunan karakter kita sendiri.

Wayang dengan pendekatan Simbol-simbol Sebuah Kisah

Sebuah pertunjukan dengan peraga butuh sebuah kisah yang juga merupakan analogi danpersonifikasi dari kehidupan yang diharapkan menjadi inspirasi nilai bagi setiap penikmatnya.

Kisah yang kebetulan popular adalah kisah Ramayana dan Mahabarata. Tapi kemudian banyak 

orang yang menganggap bahwa kisah itu sama dengan kisah yang ada di India. Kisah Ramayana

dan Mahabarata yang dipakai dalam pertunjukan wayang adalah kisah yang sudah digubah dan

melalui proses akulturasi budaya yang begitu panjang di tanah Jawa. Jadi ketika kita membaca

kisah terjemahan asli dari India, akan terasa benar beda nuansa dan roh-nya bila kita bandingkan

5/7/2018 Makalah_Wayang Membangun Budaya Konstruktif Bangsa_Pitoyo Amrih - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalahwayang-membangun-budaya-konstruktif-bangsapitoyo-amrih 2/3

 

Reinterpretasi dan Rekonstruksi Budaya Konstruktif Pitoyo Amrih

Selasa, 28 Juni 2011 halaman 2

dengan kisah yang dipertunjukkan dalam wayang, walaupun menggunakan nama-nama tokoh

yang sama.

Kisah inilah yang kemudian coba saya tulis kembali ketika kita merasakan bahwa sedikit sekali

naskah yang menceritakan kisah tersebut dalam akulturasi budaya Jawa. Karena kisah inilahyang sebenarnya memuat nilai-nilai budaya lokal yang bisa menjadi pondasi bagi pembangunan

karakter bangsa.

Wayang sebagai Pengkomunikasi Nilai-nilai

Dalam hal ini saya mencoba untuk memberi penekanan bahwa bila kita melihat secara

keseluruhan, maka wayang sebenarnya tidak berhenti hanya menjadi sebuah komoditi budaya,

baik dalam bentuk pertunjukkan, maupun dalam perspektif kisah yang dipakai. Ada hal yang

  juga penting ketika kita melihat bahwa wayang pada hakekatnya adalah sebuah media untuk 

mengkomunikasikan nilai-nilai budaya kita sendiri yang sudah ada begitu lama.

Nilai-nilai yang tertuang dalam ungkapan, tembang, perlambang, nasehat kearifan, kata-kata,

dialog dalam kisah Dunia Wayang, yang menjadi tugas kita semua untuk terus mencari,

menggali, mengumpulkan, membuat tafsir terhadapnya, merenungi, memaknainya, dan setiap

kebaikan yang ada padanya, coba kita jadikan menjadi bagian dari kehidupan kita.

Sampai di sini, kita bisa melihat bahwa Wayang membawa sebuah nilai. Dan Nilai, yang saya

pahami adalah pengertian sederhana dari pemikiran kita ketika melihat sebuah kejadian, apa

yang ada dikepala kita dalam rangka mengkonfirmasi benar salahnya sesuai pemahaman kita

akan benar salah, sehingga kita bisa melakukan telaahan ‘bagaimana seharusnya’. Konstruksi

‘Bagaimana seharusnya’ inilah yang disebut sebagai Nilai. Sehingga, sesuai tema dalam diskusikali ini, bahwa sebuah nilai, apapun itu, apakah itu nilai agama, nilai estetika, nilai budaya,

ataupun nilai pribadi, pastilah sebuah produk dari budaya konstruktif.

Pertanyaan berikutnya adalah, di tengah budaya global dan budaya modern saat ini, apakah

wayang masih relevan bisa dipakai sebagai bagian dari budaya konstruktif. Hal ini tentunya

berawal dari kebutuhan orang masa kini akan sebuah nilai. Kita melihat banyak teori

pengembangan diri modern yang cukup laku, baik itu di lingkungan pribadi, instansi pemerintah,

maupun perusahaan. Ini adalah bukti bahwa manusia haus akan nilai. Sehingga menjadi

kewajiban kita untuk juga membawa ke permukaan hal-hal yang seharusnya merupakan

pengembangan diri dari karakter budaya lokal ataupun bangsa kita sendiri.

Di sinilah kita kemudian menjadi wajib untuk tidak sekedar belajar atas nilai budaya konstruktif 

yang dimiliki bangsa lain, tapi juga mau belajar, menggali, menginterpretasikan kembali

membuat tafsir-tafsir apa yang sudah diupayakan pendahulu kita dalam menyusun nilai dari

suatu peradaban kita sendiri. Nilai yang bisa jadi tersimpan dalam karya sastra, bangunan,

upacara adat, seni pertunjukan, termasuk wayang di antaranya.

5/7/2018 Makalah_Wayang Membangun Budaya Konstruktif Bangsa_Pitoyo Amrih - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalahwayang-membangun-budaya-konstruktif-bangsapitoyo-amrih 3/3

 

Reinterpretasi dan Rekonstruksi Budaya Konstruktif Pitoyo Amrih

Selasa, 28 Juni 2011 halaman 3

Saya bisa sebutkan di sini contoh-contoh budaya konstruktif yang berangkat dari karifan budaya lokal

sebagai bagian dari karakter bangsa kita sendiri yang masih relevan dan termuat dalam wayang. Baik itu

dilihat dari falsafah seni pentasnya, atau pun nilai cerita yang terkandung di dalamnya. Misalnya

mengenai nilai-nilai kepemimpinan, nilai kejujuran dan integritas, nilai perjuangan, produktifitas,nasionalisme, termasuk hal-hal yang bisa tumbuh sebagai budaya kostruktif bagi bangsa, seperti sikap

bangga sebagai bangsa, berpikir positif, gotong-royong, mnghargai perbedaan, menghindari kekerasan,

tidak menyerah, sadar hak orang lain, dan sebagainya.

Pitoyo Amrih

Profil: http://profil.pitoyo.com