DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN...

27
*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh 1 DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN BERORIENTASI EKSPOR-WILAYAH PERBATASAN (LPBE-WP) DI PROVINSI ACEH BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017 Tim Pembangunan Perbatasan Aceh

Transcript of DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN...

Page 1: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh 1

DESIGN

PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN BERORIENTASI EKSPOR-WILAYAH

PERBATASAN (LPBE-WP) DI PROVINSI ACEH

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2017

Tim Pembangunan Perbatasan Aceh

Page 2: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

2

KATA PENGANTAR

Agenda pembangunan dalam Nawa Cita yang termaktub dalam dokumen

RPJMN 2015-2019 menegaskan tentang pentingnya kebijakan, program dan

kegiatan yang nyata dan terukur untuk percepatan pembangunan Indonesia.

Nawa Cita mengamanahkan pembangunan dari wilayah pinggir (border) dengan

memperkuat pembangunan di wilayah tersebut serta untuk meningkatkan daya

saing, dalam hal ini adalah produk-produk pertanian. Teknis percepatan

pembangunan pertanian di wilayah perbatasan hanya dapat dilakukan dengan

memperkuat kerjasama (sinergi) antar stakeholder dan shareholder serta

berkelanjutan.

Pada konteks kewilayahan, Provinsi Aceh merupakan salah satu wilayah

yang memiliki perbatasan langsung (laut) dengan beberapa Negara, sehingga

menjadi salah satu beranda Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini

difokuskan kepada Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Kawasan ini

dipilih karena secara ketahanan pangan (food-security) masih sangat rentan akibat

kurangnya sarana dan prasarana. Dengan produktivitas eksisting padi yang hanya

3 ton/ha, maka wilayah ini minus 500 ton/tahun beras dan harus didatangkan dari

Banda Aceh. Fakta inilah yang menjadi tantangan untuk setidaknya dalam 1 tahun

kedepan dapat terpenuhi (mandiri) dengan melakukan introduksi VUB padi potensi

hasil tinggi dan relative tahan kekeringan (ampibi).

Dokumen ini memaparkan potensi, peluang dan tantangan untuk

menjadikan Kecamatan Pulo Aceh Mandiri Pangan. Selain itu juga memaparkan

konsep, strategi dan program pengembangan jangka pendek, menengah dan

panjang dalam pencapaian kemandirian tersebut.

Akhirnya, kami menyadari kekurangan dari design ini. Kami sangat

membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design ini.

Semoga design ini bermanfaat bagi insan pembangunan pertanian di Provinsi

Aceh.

Banda Aceh, Oktober 2017

Tim Pembangunan Perbatasan Aceh

Ir. Basri A. Bakar, M.Si

Page 3: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh 3

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………….. ii

Daftar Gambar …................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………………….. 1

1.2 Dasar Pertimbangan ……………………………………………………………………….. 2

1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………………….. 3

1.4 Keluaran yang Diharapkan .............................................................. 3

1.5 Dasar Hukum ………………………………………………………………………………….. 3

II. POTENSI, PELUANG DAN TANTANGAN …………………………………………………… 4

2.1 Gambaran Umum Wilayah ……………………………………………………………….. 4

2.2 Sumberdaya Lahan Pertanian dan Iklim …………………………………………….. 7

2.3 Sistem Usaha Pertanian ……………………………………………………………………. 9

2.4 Analisis SWOT …………………………………………………………………………………. 9

III. KONSEP DAN STRATEGI PENGEMBANGAN …………………………………………….. 11

3.1 Pengertian dan Konsepsi Umum ………………………………………………………. 11

3.2 Konsepsi Pembangunan LPBE Provinsi Aceh ……………………………………… 12

3.3 Model Konseptual Pengembangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh …. 13

3.4 Model Operasional Pengembangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh .. 14

3.5 Tahapan Pengembangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh ……………… 15

IV. IMPLEMENTASI DESAIN ……………………………………………………………………….. 17

4.1 Aspek Teknis …………………………………………………………………………………. 17

4.2 Aspek Sosial ………………………………………………………………………………….. 19

V. KESIMPULAN ………………………………………………………………………………………… 20

UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………………………………………. 21

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………. 22

Page 4: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

4

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Posisi Kecamatan Pulo Aceh di Provinsi Aceh ………………………………………………….. 3

2. Kepala BPTP Aceh di Dermaga Lampuyang …………………………………………............. 4

3. Sarana Transportasi antar desa selain Sepeda Motor ……………………………………….. 5

4. Suasana Bongkar Muat Kebutuhan Pokok di Pelabuhan Lampuyang …………………… 5

5. Kondisi jalan di Kecamatan Pulo Aceh Proses Pengerasan …………………………………. 6

6. Salah Satu Objek pariwisata di Kecamatan Pulo Aceh Mercusuar ……………………….. 6

7. Sawah tadah hujan di Kecamatan Pulo Aceh …………………………………………………….. 7

8. Kondisi saluran irigasi swadaya masyarakat ……………………………………………………… 7

9. Salah satu sumber mata air yang dapat dijadikan sumber irigasi ………………………… 8

10. Analisis SWOT Pembangunan Lumbung Pangan Provinsi Aceh ………………………….. 11

11. Konsep Pembangunan Perbatasan Provinsi Aceh ……………………………………………… 13

12. Kondisi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di Kecamatan Pulo Aceh ……………………. 14

13. Model Konseptual Pembanguan Pertanian Wilayah Perbatasan Aceh ………………….. 15

14. Model Operasional Pembanguan Wilayah Perbatasan Aceh ……………………………….. 16

15. Roadmap Pengembangan Wilayah Perbatasan Aceh …………………………………………. 17

Page 5: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh 5

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah Indonesia yang lokasinya berbatasan dengan negara tetangga,

cakupannya adalah kabupaten. Data empiris menunjukkan adanya korelasi antara

penguasaan teknologi dengan kemajuan perekonomian suatu negara. Salah satu

contoh nyata adalah Tiongkok. Dalam kasus Indonesia, meskipun kinerja

perekonomian Indonesia relatif baik, namun kontribusi teknologi terhadap

pertumbuhan ekonomi masih belum menggembirakan. Saat ini Indonesia masih

dihadapkan pada dua kendala yang menjadi tantangan utama, yaitu: (1)

keterbatasan kapasitas investasi nasional di sektor industri hilir untuk mengolah

bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi produk jadi, dan (2) belum

siapnya teknologi nasional untuk menyokong tumbuh kembang industri hilir

tersebut dan (3) belum meratanya tingkat adosi teknologi, terutama di wilayah

perbatasan. Demikian juga yang terjadi di Provinsi Aceh.

Pada konteks pertanian, sebenarnya inovasi yang dihasilkan secara oleh

institusi pencetak teknologi seperti Balitbang Pertanian dan perguruan tinggi sudah

cukup memadai. Balitbang Pertanian, melalui inovasi pertanian spesifik lokasi telah

menghasilkan paket teknologi spesifik lokasi yang secara teknis telah sesuai

dengan kebutuhan daerah yang dikaji. Namun fakta di lapangan menunjukkan

bahwa inovasi paket teknologi pertanian spesifik lokasi tersebut belum terlihat

nyata, terutama pada wilayah perbatasan yang merupakan etalase bangsa.

Berdasarkan geografis, salah satu wilayah yang memiliki perbatasan

langsung dengan negara lain adalah, Kabupaten Aceh Besar. Dalam hal ini spesifik

kepada Kecamatan Pulo Aceh. Fakta menunjukkan bahwa selain merupakan

etalase bangsa, hal terpenting lainnya adalah faktor kemandirian pangan (localy

food security). Hal ini disebabkan oleh wilayah Kecamatan Pulo Aceh yang terditi

dari beberapa pulau dapat dikatakan terisolir, akibat dari keterbatasan sarana

Page 6: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

6

transportasi sehingga sangat tergantung dari factor cuaca. Sebagian besar

ketersediaan pangan utama didatangkan dari Banda Aceh, melalui transportasi

laut. Jika terjadi iklim eskterm, seluruh kegiatan transportasi otomatis dihentikan,

sehingga sangat berpengaruh kepada sistem ketahanan pangan di wilayah

tersebut. Di lain pihak, kawasan Pulo Aceh memiliki potensi untuk dikembangkan

komoditas padi (tadah hujan), cabai merah, ternak (Sapi Aceh) dan beberapa

komoditas perkebunan seperti cengkeh dan lada.

Untuk mengatasi hal tersebut, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh akan

melakukan kegiatan pendampingan dalam penyediaan teknologi spesifik lokasi berbasis

komoditas hortikultura (cabai) dan padi sawah tadah hujan serta penyediaan pakan ternak

berbasis jerami yang sesuai kebutuhan, selain itu, secara aktif memberikan rekomendasi

untuk pengambil keputusan melalui inisiatif pertemuan dan mengkonsultasikannya kepada

pihak terkait sehingga mampu menumbuhkan pembangunan ekonomi di daerah. Melalui

Pelaksanaan Program dukungan inovasi teknologi di daerah perbatasan diharapkan akan

terjadi peningkatan produktivitas komoditas padi sawah tadah hujan, cabai dan ternak

yang secara eksisting merupakan potensi daerah, sehingga kemandirian pangan lokal di

kawasan Pulau Aceh dapat tercapai.

1.2. Dasar Pertimbangan

Salah satu isu penting dalam kabinet kerja adalah implementasi Nawacita yang

secara teknis dijabarkan melalui beberapa program. Dimana salah satunya adalah

pencapaian kemandirian pangan nasional di wilayah perbatasan yang merupakan beranda

(etalase) bangsa. Makna dari program ini adalah Bangsa Indonesia dalam memenuhi

pangan tidak tergantung kepada bangsa lain (impor). Termasuk juga pada wilayah

perbatasan. Upaya pencapaian target ini diwujudkan dengan dicanangkannya beberapa

program Kementerian Pertanian yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian, dalam

hal ini untuk konteks kewilayahan Provinsi Aceh adalah Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Aceh. Program dukungan agro inovasi teknologi di daerah perbatasan

dalam Pengembagan Lumbung Pangan Berorientasi Ekspor-Wilayah Perbatasan (LPBE-

WP) merupakan salah satu implementasi pengembangan komoditas unggulan Kementrian

pertanian.

Page 7: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh 7

1.3 Tujuan

Menyusun dokumen perencanaan yang dapat menjadi acuan penyusunan program

dan rencana aksi pengembangan LPBE-WP bagi semua pemangku kepentingan di

Kabupaten Aceh Besar.

1.4 Keluaran Yang Diharapkan

okumen perencanaan yang dapat menjadi acuan penyusunan program dan

rencana aksi pengembangan LPBE-WP bagi semua pemangku kepentingan di Kabupaten

Aceh Besar.

1.5 Dasar Hukum

1. Undang-undang no. 25 tahun 2004, tentang sistem perencanaan pembangunan

nasional.

2. Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang RPJP nasional tahun 2005-2015.

3. Undang-undang N0. 43 tahun 2008, tentang Batas Negara.

4. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2010, tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

5. Peraturan Presiden No. 2 tahun 2015, tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional.

6. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan No. 1 tahun 2011, tentang Desain

Besar Penggelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2025.

7. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan No. 2 tahun 2011, tentang Rencana

Induk Penggelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-

2025.

8. Peraturan Presiden No. 44 tahun 2017, tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden

No. 12 tahun 2010, tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

9. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019.

Page 8: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

8

II. POTENSI, PELUANG DAN TANTANGAN

2.1 Gambaran Umum Wilayah

Pulo Aceh adalah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh Besar,

secara Geografis Pulo Aceh adalah kumpulan pulau paling barat Indonesia (Gambar 1).

Pada tahun 2016, jumlah penduduk kecamatan ini tercatat 5.031 jiwa yang tersebar

pada 17 Desa. Luas wilayah Kecamatan Pulo Aceh adalah 9.056 ha (BPS, Kecamatan Pulo

Aceh, 2015). Pulau terbesar adalah Pulo Breuh tempat Ibu Kota Kecamatan Lempuyang

berada. Di pulau ini terdapat 13 Desa dan empat desa lainnya terdapat di Pulau Nasi.

Beberapa Pulau yang terdapat di kecamatan ini antara lain:Pulau Breuh, Nasi, Sidom, U,

Benggala, Keureusek dan Pulau Batee.

Gambar 1. Posisi Kecamatan Pulo Aceh di Provinsi Aceh

Berdasarkan ketersediaan sarana transportasi, Kecamatan Pulo Aceh dapat

ditempuh dari Kota Banda Aceh dengan menggunakan Kapal Feri Papuyu (ro-ro) ke Pulau

Breuh, dengan periode pelayaran 2 kali seminggu, ke wilayah Rinom juga dengan periode

yang sama, sedangkan ke Ibu Kota Kecamatan Lampuyang hanya dapat dicapai dengan

kapal nelayan kapasitas 10-15 GT, dengan periode pelayaran 1 kali/hari, kecuali hari

Page 9: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh 9

Jum’at. Ibu kota kecamatan tidak dapat dicapai dengan kapal Feri Papuyu akibat jalur

masuk ke pelabuhan yang sempit serta draft kedalaman pada saat surut hanya 1-1.5

meter (Gambar 2). Jarak tempuh dari Kota Banda Aceh ke Lampuyang sekitar 1.5-2 jam,

sedangkan jarak terjauh adalah ke daerah Meulingge, yaitu 2.-2.5 jam.

Gambar 2. Kepala BPTP Aceh bersama dengan PPL Pulo Aceh berada di dermaga

Lampuyang, terlihat alur masuk ke pelabuhan yang sempit

Dari sisi demografi, jumlah penduduk tercatat 4.140 jiwa, 53.85% berjenis kelamin

laki-laki dengan pertumbuhan stangan sejak tahun 2012, 82% warga kecamatan

berkategori pra-sejahtera I. Mata pencaharian utama (60%) warga Kecamatan Pulo Aceh

adalah nelayan penangkap ikan (laut), sedangkan sisanya adalah peternak sapi aceh dan

kambing, petani padi sawah tadah hujan dan pekebun terutama adalah cengkeh. Proporsi

usia tertinggi adalah pada umur antara 27-37 tahun yang mencapai 30.95%. Secara

administrasi wilayah, kecamatan ini terdiri dari 3 Mukim* yaitu Pulau Breuh Utara yang

terdiri dari Desa Alue Raya, Lapeng, Meulangge dan Rinom. Mukim Pulo Breuh Selatan

dengan Desa Blang Situngkoh, Gugop, Lampuyang dan Lhoh. Mukim Pulo Nasi terdiri dari

Desa Alue Reuyeung, Deudap, Lamteng, Pasi Janeng dan Rabo. Sarana transportasi antar

desa pada masing-masing mukim adalah dengan kapal nelayan kapasitas 1-3 GT (Gambar

3) dan jalan darat, umumnya dengan sepeda motor. Secara umum kondisi jalan di

Kecamatan Pulo Aceh kurang baik (Gambar 6), tetapi pada beberapa bagian masih

dilakukan perbaikan.

Page 10: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

10

Beberapa fasilitas pendukung yang terdapat di Kecamatan Pulo Aceh adalah

Pelabuhan yang terdapat pada masing-masing mukim dan desa, pasar desa dan

kecamatan, puskesmas, sekolah dasar dan smp/sederajat, pelabuhan perikanan,

penginapan yang dibangun oleh Badan pengelola Kawasan Sabang (BPKS), mercusuar

yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. Seluruh kebutuhan pokok utama

(minyak goring, gula, telur) dan penunjang kehidupan masyarakat Pulo Aceh didatangkan

di Kota Banda Aceh melalui eks pelabuhan perikanan di Lampulo (Gambar 4).

Di lain pihak, kecamatan ini memiliki potensi pariwisata yang sangat potensial

untuk dikembangkan. Panorama alam yang ada merupakan keunggulan komparatif yang

seharusnya dapat dimanfaatkan oleh stakeholder pariwisata provinsi maupun kabupaten.

Pantai berpasir putir halus, terumbu karang yang masih dalam kondisi baik, wisata

pemancingan karena banyak terdapat spot casting, mercusuar yang ada sejak jaman

kolonial Belanda (Gambar 6) merupakan potensi yang harus dikembangkan dan tidak

kalah dengan Pulau Weh (Sabang).

Gambar 3. Sarana transportasi antar desa, selain dengan sepeda motor

Gambar 4. Suasana bongkar muat kebutuhan pokok di pelabuhan Lampuyang

Page 11: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

11

Gambar 5. Kondisi jalan di Kecamatan Pulo Aceh proses pengerasan

Gambar 6. Salah satu objek pariwisata di Kecamatan Pulo Aceh Mercusuar

2.2 Sumberdaya Lahan, Pertanian dan Iklim

Secara umum sumberdaya lahan pertanian di Kecamatan Pulo Aceh adalah padi

sawah tadah hujan, perkebunan dan hortikultura serta peternakan. Berdasarkan

komoditas yang diusahakan antara lain padi, cabai, tomat, cabai rawit, kacang panjang,

cengkeh, jagung, kelapa dalam, pisang, rambutan, mangga, sapi, kerbau dan kambing.

Jika dilihat dari topografi lahan hanya sekitar 30-40 yang merupakan dataram, sisanya

adalah lereng dengan tingkat kemiringan lebih dari 30%. Khusus untuk pantai umumnya,

didominasi oleh pantai barbatu karang, terdapat juga dengan pantai berpasir, seperti di

teluk Rinom.

Khusus untuk komoditas padi sawah, luas lahan sawah tercatat 313.84 ha dengan

luas panen rata-rata hanya 221 ha, yang terdapat di Pulau Brueh dan Pulau Nasi (Gambar

8). Berdasarkan wawancara mendalam dengan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL)

Kecamatan Pulo Aceh, hampir seluruhnya sawah yang terdapat di kecamatan ini adalah

Page 12: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

12

sawah tadah hujan (rainfed-land), dengan produktivitas rata-rata tidak lebih dari 3.5

ton/ha. Periode penanaman hanya 1 kali pertahun. Hal ini dikarenkan terbatasnya sumber

mata air yang dapat dijadikan sumber air untuk irigasi (Gambar 9 dan 10), hanya sedikit

(< 2%) sawah yang dapat dialiri irigasi swadaya masyarakat. Varietas yang digunakan

masih menggunakan Ciherang yang sudah digunakan turun-temurun, sehingga sangat

sulit menghasilkan padi sesuai dengan potensi hasil serta sangat rentan terhadap

serangan hama dan penyakit, seperti wereng batang coklat, blast dan Hawar Daun

Bakteri.

foto; by ismail, 07

Gambar 7. Sawah tadah hujan di Kecamatan Pulo Aceh

foto; by ismail, 07

Gambar 8. Kondisi saluran irigasi swadaya masyarakat

Page 13: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

13

foto; by Lamhot, 07

Gambar 9. Salah satu sumber mata air yang dapat dijadikan sumber irigasi

Potensi sektor pertanian dari Kecamatan Pulo Aceh lainnya adalah dari

perkebunan, dengan komoditas utama adalah kelapa dalam dan pisang. Beberapa laporan

non-formal menyatakan bahwa salah satu kelapa dalam terbaik dari Provinsi Aceh adalah

yang berasal dari kecamatan ini, nilai jualnya juga sangat tinggi, yaitu mencapai Rp.

2.500-3.000 per butir, dengan wilayah pemasaran di Kota Banda Aceh. Demikian juga

dengan pisang, permintaan pisang dari Kecamatan Pulo Aceh sangat tinggi, selain

buahnya, pisang dari kecamatan ini sangat bagus untuk digunakan campuran pada gulai

khas Aceh Besar (kuah beulangong).

Dari sektor peternakan, komoditas yang utama adalah kerbau, sapi dan kambing.

Khusus untuk komoditas sapi, di Kecamatan Pulo Aceh merupakan wilayah pengembangan

sapi aceh, yang merupakan species khas Provinsi Aceh. Walaun relatif lebih kecil (bobot

kurang dari 400 kg) dari sapi peranakan luar, seperti Liemosin, Cimental, Peranakan

Onggol (PO), Bali, Brahman, kualitas daging (serat) dari sapi aceh lebih disukai, sehingga

harga jual dagingnya sedikit lebih tinggi dari jenis-jenis sapi tersebut. Polulasi sapi, kerbau

dan kambing di Kecamatan Pulo Aceh tercatat 1.090 ekor sapi dan 641 ekor kerbau dan

805 ekor kambing. Selain itu juga terdapat peternakan unggas yaitu, ayam buras 4.137

ekor dan itik tercatat 415 ekor. Wilayah pemasaran komoditi ini umumnya adalah ke kota

Banda Aceh.

Page 14: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

14

Pengembangan sektor pertanian tentunya tidak dapat dipisahkan dengan iklim

yang mempengaruhi kondisi cuaca di Kecamatan Pulo Aceh. Berdasarkan laporan dari

suhu rata-rata berkisar 22-34%0C, dengan kelembaban 80-90%. Musim hujan umumnya

dari Bulan Otober-April setiap tahunnya, periode musim umumnya antara 6-7 bulan.

Kecamatan ini juga dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari sisi barat dan timur yang

tentunya berpangaruh kepada aktivitas perekonomian warga. Data-data untuk iklim di

kecamatan ini masih sangat terbatas, padahal data ini sangat dibutuhkan untuk

pengembangan komoditas pertanian.

2.3 Sistem Usaha Pertanian

Potensi pembangunan wilayah perbatasan di Kecamatan Pulo Aceh dapat dilihat

dari produksi komoditas utama yang diusahakan di kecamatan ini. Komoditas utama

adalah padi, hortikultura dan ternak. Dalam hal ini diluar komoditas perikanan yang

merupakan ranah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kondisi eksisting usaha

pertanian komoditas utama tersebut masih skala kecil (tani), hal ini dapat dilihat dari

luasan lahan dan sistem yang digunakan, yaitu masih menggunakan teknologi

konvensional pada aspek penggunaan benih/bibit, alsintan, sistem pertanaman dan pasca

panen.

Secara fungsional, sistem usaha pertanian di Kecamatan Pulau Aceh belum

berjalan, fakta ini menunjukan bahwa hal yang menjadi tujuan (goal) program adalah

bagaimana meningkatkan kinerja sistem usahatani yang ada menjadi sistem usaha

pertanian berbasis inovasi teknologi, yang dapat diintroduksi oleh Balitbangtan melalui

BPTP Aceh bersama dengan stakeholder pada level Kabupaten Aceh Besar maupun

Provinsi Aceh.

2.4 Analisis SWOT

Untuk meningkatkan presisi dari perancangan (design) program pembangunan

lumbung pangan pangan berorientasi ekspor-wilayah perbatasan, sangat dibutuhkan suatu

analisis yang dapat membantu tim pelaksana untuk menelaah faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan program yakni sesuai dengan target dan sasaran. Alat bantu

yang digunakan adalah analisis SWOT, yang membagi faktor menjadi 4 kuadran (Gambar

11), berdasarkan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (Oppurtunity) dan

Page 15: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

15

ancaman (threath). Pada penyusunan desain pembangunan wilayah perbatasan di

Provinsi Aceh, menggunakan analisis SWOT (Rangkuti, 1999) dalam format kualitatif. Hal

ini dilakukan karena keterbatasan waktu, akan tetapi sangat diperlukan analisis SWOT

yang bersifat kuantitatif, sehingga dapat ditelaah secara mendalam faktor-faktor yang

mempengaruhi dan strategi yang dapat disusun untuk pencapaian tujuan program.

Pendalaman analisis SWOT juga disintesis dengan teknik Analytical Hierarcy Process (AHP)

untuk menentukan bobot dari masing-masing faktor (Marimin, 2004), serta pelibatan

narasumber (expert survei) yang berkompeten dalam perumusan strategi pembangunan

komoditas khusus pertanian, dalam hal ini adalah tanaman pangan dan hortikultura serta

peternakan wilayah perbatasan di Provinsi Aceh, spesifik pada Kecamatan Pulo Aceh,

Kabupaten Aceh Besar.

Gambar 10. Analisis SWOT Pembangunan Lumbung Pangan Provinsi Aceh

• Peningkatan produktivitas produk pertanian

•Tingginya permintaan produk pertanian dari

Banda Aceh

•Migrasi penduduk

•Belum tertatanya kelembagaan wilayah perbatasan

•Keterbatasan sarana dan parasarana

•Rendahnya daya saing produk

•Ketimpangan pembangunan

•Ketersediaan & kesesuaian lahan

•Kearifan lokal

S W

OT

Page 16: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

16

III. KONSEP DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

Program pembangunan lumpangan pangan berorientasi ekspor-wilayah

perbatasan, dalam hal ini fokus kepada Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar,

Provinsi Aceh pada dasarnya adalah suatu kegiatan usaha tani berbasis kawasan atau

yang bersentuhan langsung dengan berbagai aspek pada sektor pembangunan. Secara

teknis pembangunan wilayah perbatasan tidak hanya pada aspek teknis semata, misalnya

peningkatan produktivitas, pertambahan luas tanam dan luas panen, tetapi juga harus

menyentuh aspek sosial, ekonomi, budaya, regulasi serta arus politik yang ada. Secara

khusus dapat dikatakan bahwa masing-masing aspek tersebut satu sama lain saling

beririsan. Terdapat 4 kata kunci dari program ini, yaitu “lumbung”, “pangan”, “ekspor” dan

“perbatasan”. Dalam konteks kewilayahan, yaitu Kecamatan Pulo Aceh dapat kita lihat

seperti apa kesesuaian 4 kata kunci tersebut.

3.1 Pengertian dan Konsepsi Umum

Secara harpiah lumbung adalah tempat menyimpan, sedangkan pangan adalah

suatu bahan yang dapat dikonsumsi oleh manusia dan jika digabung menjadi lumbung

pangan menjadi tempat atau bangunan untuk menyimpan bahan pangan dalam

menghadapi masa paceklik atau menjadi cadangan pangan, misalnya padi/beras dan

jagung (Kementerian Petanian, 2017). Dalam konteks dengan program

pengambangan wilayah perbatasan lumbung pangan diarikan sebagai suatu kawasan

atau wilayah yang fungsi utamanya adalah memproduksi pangan yang sebagiannya

digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan di luar kawasan tersebut.

Jika dihubungkan dengan visi pembangunan pertanian Indonesia, yaitu Indonesia

sebagai salah satu lumbungan dunia tahun 2045, konsep lumbung pangan diperluas yaitu

sebagai sentra produksi pangan, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal (self-

suffiency) tapi juga sebagai penyangga (buffer-stock) daerah/negara lain. Visi ini juga

sejalan dengan Nawacita yang merupakan pedoman pelaksanaan pembangunan, dengan

salah satu butirnya adalah pembangunan yang dimulai dari kawasan/wilayah pinggir

(border) yang dapat diartikan sebagai wilayah perbatasan. Dalam UU No. 43 tahun 2008,

dapat dijelaskan bahwa wilayah perbatasan tidak hanya sebatas kawasan geografis, tetapi

Page 17: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

17

juga merupakan kawasan strategis pembangunan nasional yang dapat dijadikan lokalita

perdana pengembangan lumbung pangan. Dalam kenteksnya dengan kewilayahan

Provinsi Aceh, dalam hal ini fokus kepada Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar,

makna konsep umum lumbung pangan adalah upaya pemenuhan kebutuhan pokok (food

security) bagi kawasan Pulo Aceh, karena pada kenyataanya sampai dengan saat ini

kebutuhan pokok masih minus 200-300 ton/tahun dan umumnya harus didatangkan dari

Kota Banda Aceh.

3.2 Konsepsi Pembangunan LPBE-WP Provinsi Aceh

Pada dasarnya pembangunan lumbung pangan wilayah perbatasan di Provinsi Aceh

adalah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui inovasi teknologi pertanian serta

mengurangi kesenjangan pertumbuhan antar wilayah. Dalam konteks program ini,

lumbung pangan dapat dimaknai sebagai konsep swasembada pangan yang diperluas,

artinya bukan hanya pada aspek teknis, tetapi juga menyangkut aspek sosial, ekonomi,

budaya dan politik. Mengacu kepada grand-design LPBE-WP yang diterbitkan oleh

Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian dapat disimplifikasi konsep

pembangunan lumbung pangan, spesifik Aceh (Gambar 11).

Gambar 11. Konsep Pembangunan Perbatasan Provinsi Aceh (adaptasi Kementan, 2017)

Swasembada

Kondisi Eksisting: • Lahan

• SDM

• Teknologi

• Budaya

Lingkungan Strategis:

• Pertumbuhan ekonomi

• Perubahan iklim

• Kebijakan Pemda

• Pertumbuhan penduduk

Dukungan Sarana dan Prasarana Pertanian: Tan. Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Peternakan

Tata Kelola Air

Jasa Alsintan Agro-input: benih, pupuk

Revitalisasi Penyuluhan

Inovasi Tek. Pertanian

Implementasi Sistem

Kemandirian pangan wilayah dan perdagangan antar pulau

Page 18: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

18

Dalam upaya pencapaian tujuan program yaitu terpenuhinya (food-security)

kebutuhan pokok masyarakat Pulo Aceh tentunya memerlukan dukungan

infrastruktur, baik yang berhubungan langsung dengan pertanian atau yang

sifatnya pendukung. Faktor-faktor tersebut mencakup tata kelola air, yang dapat

dimaknai pembangunan irigasi dan manajemenya sesuai dengan kebutuhan, hal

yang tak kalah penting juga adalah penyediaan jasa alsintan, terutama adalah alat

pengolah tanah (traktor) yang saat ini jumlahnya hanya 1 unit, mempermudah

(aksesibilitas) terhadap sarana produksi, terutama adalah pupuk bersubsidi yang

saat ini toko penyalurnya terdapat di Kecamatan Peukan Bada yang berada di

Pulau Sumatera. Hal mendesak lainya adalah revitalisasi penyuluhan, dengan luas

lahan sawah 313 ha hanya terdapat 3 orang tenaga PPL, serta dengan kondisi

kantor yang tidak layak untuk digunakan (Gambar 12). Demikian juga dengan

peran inovasi teknologi pertanian yang sesuai dengan kondisi wilayah setempat.

Gambar 12. Kondisi Kantor Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Pulo Aceh

3.3 Model Konseptual Pengembangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh

Secara teknis, pembangunan wilayah perbatasan sebagai lumbung pangan di

Provinsi Aceh, fokus kepada Kecamatan Pulo Aceh tentu tidaklah mudah. Dengan segala

keterbatasan, pelaku dituntut untuk dapat mencapai target sesuai dengan peta jalan yang

Page 19: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

19

Pertanian Berkelanjutan

Pertanian Terpadu

Pertanian Modern

telah disusun. Pencapaian tujuan dapat direalisasikan tentunya dengan suatu sistem

pertanian yang mampu meningkatkan kinerja usahatani ekisting melalui sistem usahatani

berkelanjutan dengan skala luas (economically) dan perenarapan inovasi teknologi dan

harus ramah lingkungan (go-green).

Teknologi Pertanian modern adalah usaha pertanian yang memanfaatkan teknologi

maju yang sesuai dengan agroekologi dan sosial ekonomi petani serta lebih produktif,

efisien dan menguntungkan petani (Gambar 13). Di lain pihak pencapaian tujuan program

tentunya harus didukung oleh perangkat SDM yang handal. Dalam hal ini Balitbangtan,

yang direfresentasikan oleh BPTP Aceh dapat mengintroduksi inovasi teknologi pertanian,

melalui dukungan inovasi yang diartikan sebagai Pendampingan inovasi pertanian yaitu

kegiatan yang dilakukan oleh BPTP terkait dengan penerapan teknologi pertanian inovatif

guna meningkatkan pemahaman dan akselerasi adopsi teknologi pertanian inovatif untuk

mendukung keberhasilan pengembangan Lumbung Pangan di Wilayah Perbatasan

Provinsi Aceh.

Gambar 13. Model Konseptual Pembanguan Pertanian Wilayah Perbatasan Aceh (adaptasi

Kementan, 2017)

Dalam penyusunan desain pembangunan wilayah perbatasan di Provisni Aceh,

pendekatan yang digunakan adalah sistem (system approach) karena kompleksitas

masalah yang dielaborasi, termasuk juga pelaku terlibat multi-stakeholder dan lintas

disiplin. Eriyatno (1998) menyatakan dalam pelaksanaan program yang melibatkan lintas

sektoral dan menyangkut sistem sosial, sebaiknya menggunakan pendekatan sistem

• Food • Feed • Fuel

• Fertilizer

Page 20: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

20

karena kemampuannya dalam mendefenisikan problem secara holistic, tidak persektor

seperti pada pendekatan reduksionime, walaupun Marimin (2004) yang menyatakan

bahwa, pendekatan sistem mempunyai beberapa kekurangan misalnya spectrum

penelitian yang cukup luas, sehingga cenderung tidak fokus serta memerlukan

sumberdaya yang sangat besar, jika dibandingkan dengan pendekatan reduksionisme atau

riset operasi.

3.4 Model Operasional Pengembangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh

Secara konseptual program pembangunan wilayah perbatasan di Provinsi Aceh

diarahkan kepada pembangunan sistem pertanian modern berbasis kawasan. Sistem

pertanian modern mengacu kepada aspek teknis dan manajerial. Aspek teknis adalah

penggunaan input yang telah teruji kesesuaianya dengan kondisi lokasi, misalnya

penggunan binih/bibit unggul (VUB), sistem pertanaman anjuran (jajar legowo 2:1) untuk

komoditas padi sawah, penggunaan alsintan (taktor, transplanter), pupuk sesuai anjuran,

plus penggunaan bahan-bahan organik. Sasaran yang ingin dicapai adalah adanya

peningkatan produktivitas, kualitas dan daya saing produk. Spesifik pembanguan wilayah

perbatasan di Kecamatan Pulo Aceh adalah pencapaian ketahanan pangan lokal

(swasemba) dan menuju perdagangan antar pulau.

Secara teknis, daya saing dapat dicapai setidaknya melalui 3 pendekatan yaitu,

efisiensi faktor produksi, pemilihan jenis komoditas (fokus) dan peningkatan mutu melalui

aplikasi sistem pertanian modern dan tentunya berbasis kearifan lokal. Dalam desian inii

diaplikasikan sistem pertanian terpadu yang didukung oleh inovasi teknologi, khususnya

untuk usahatani eksisting. Berdasarkan desain pengembangan LPBE-WP nasional

(Kementan, 2017) terdapat 2 varian model pengembangan, khusus untuk Kecamatan Pulo

Aceh, yang sesuai adalah model pembangunan wilayah perbatasan berbasis intensifikasi

dan moderenisasi, karena terbatasnya ketersediaan lahan pengembangan, terutama untuk

komoditas padi sawah. Terkait dengan komoditas, model yang dapat diaplikasikan adalah

model LPBE-WP berbasis komoditas tanaman pangan (Gambar 14).

Page 21: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

21

Padi• Sawah

• Gogo

Hortikul

tura

• Cabai

• Bawang

Ternak• Sapi

• Kambing

Gambar 14. Model Operasional Pembanguan Wilayah Perbatasan Aceh

3.5 Tahapan (Roadmap) Pengembangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh

Sesuai dengan model operasional yang telah ditetapkan, maka dalam proses

pelaksanaan pengembangan wilayah perbatasan di Provinsi Aceh terdiri dari beberapa

tahapan (roadmap) sesuai dengan kerangka waktu (time-frame) yang telah ditentukan,

atau lebih dikenal dengan siklus proyek (Gambar 15). Secara umum time-frame dibagi

menjadi jangka pendek (2017-2019), jangka menengah (2017-2024) dan jangka panjang

(2017-2045). Time-frame ini menacu kepada visi dan misi serta rencana strategis dari

Kementerian Pertanian, serta telah disinkronkan dengan Rencana Pembangunan Jangka

menengah (RPJMP dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dari Provinsi Aceh,

yang dalam hal ini berdasarkan kerangka acuan pembangunan yang ditetapkan oleh

Gubernur Provinsi Aceh, drh Irwandi Yusuf, M.Sc yang lebih dikenal dengan istilah Aceh-

Troe.

Model Perbatasan

Aceh

Page 22: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

22

Pendek (2017-2019)

Menengah

(2019-2024)

Panjang (2024-2045)

Gambar 15. Roadmap Pengembangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh

1. Pemantapan SUT

eksisting (konsep)

2. Perancangan

sistem

3. Implementasi

sistem untuk food-

security

4. Penjaringan

umpan balik

1. Penguatan

pelaksanaan

program

2. Implementasi

Pertanian Moderen

3. Implementasi SUP

berbasis kawasan

4. Pencapaian sistem

perdagangan antar

pulau

Perbaikan sistem usaha

pertanian (SUP) menuju

Indonesia sebagai

Lumbung Pangan

Dunia.

1. Nawacita

2. Renstra Kementan

3. Aceh-Troh

Page 23: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

23

IV. IMPLEMENTASI DESAIN

4.1 Aspek Teknis

Sesuai dengan model operasional yang telah disusun (Gambar 14), dapat

dijabarkan bahwa dalam pencapaian program pengembagan wilayah perbatasan di

Provinsi Aceh, yang fokus kepada pencapaian ketahanan pangan (food-security) sesuai

dengan roadmap jangka pendek. Upaya pencapaian program ketahanan pangan dicapai

dengan peningkatan produksi dan produktivitas pada komoditas padi. Berdasarkan aspek

kewilayahan, yaitu Kecamatan Pulo Aceh peningkatan produksi dan produktivitas

dilakukan dengan introduksi Varietas Unggul Baru (VUB) berkategori varietas ampibi yang

relatif tahan terhadap keterbatasan air, aplikasi sistem pertanaman Jajar Legowo 2:1

(Jajar Legowo 2:1), Penggunaan pupuk berimbang. Kegiatan dilaksanakan di Desa

Blangsitungkoh, Mukim Pulo Aceh Selatan. Luas lahan padi sawah tadah hujan yang

digunakan 3 ha, yang terbagi menjadi 2 persil lahan. Kelompok tani yang dilibatkan adalah

Bungong Jeumpa, dengan ketua Zulkifli, sedangkan petani adalah bapak Dahlan.

Target peningkatan produktivitas adalah 50-60% dari kondisi ekisting, yaitu dari 3

ton/ha menjadi 4.5-5 ton/ha yang pada dasarnya adalah untuk memenuhi kekurangan

produksi beras sampai 132 ton/tahun (Gambar 16) agar kekurangan beras dapat dipenuhi

secara mandiri. Pada kajian ini, benih yang digunakan berlabel putih (foundation seed/FS),

sehingga dapat digunakan kembali sebanyak 2 kali oleh petani. Selain pada peningkatan

produktivitas, dirancang juga perluasan luas tanam melalui program cetak sawah baru

yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar, bekerjasama dengan

TNI-AD.

Dalam pencapaian target yang telah dicanangkan pada roadmap jangka pendek,

fokus peningkatan produktivitas dilakukan dengan introduksi VUB Ampibi, yaitu Inpari 30,

38, 39 dan 42 (Gambar 16), serta diintroduksi juga Inpago 8, yang secara teknis teruji di

Provinsi Aceh, saat kegiatan Pekan Pertanian Nasional (Penas) Bulan Mei 2017.

Berdasarkan dengan identifikasi potensi lahan pertanian, bahwa kondisi eksisting lahan

sawah di Kecamatan Pulo Aceh adalah tadah hujan, sehingga sangat cocok jika pada

tahap awal diintroduksi varietas yang relatif tahan terhadap kekeringan, dengan potensi

hasil yang tidak jauh berbeda dengan padi sawah lahan irigasi. Sampai dengan laporan ini

Page 24: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

24

disusun kegiatan introduksi VUB baru pada tahap pemeliharaan, karena dengan kondisi

lahan tadah hujan maka penamanan padi baru dapat dilakukan pada saat musim hujan

tiba. Saat ini kondisi pertanaman padi berumur 40 hari, dengan kondisi tanaman sangat

baik. Diperkirakan panen padi akan dilaksanakan pada awal Januari.

Hal mendasar dari pelaksanaan kegiatan ini adalah, terbatasnya pengetahuan

petani terhadap teknologi VUB dan sistem pertanaman Jarwo, dalam hal ini belum

mencapai Jarwosuper. fakta ini menunjukan bahwa belum berjalanya sistem diseminasi

yang dilakukan oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) kecamatan Pulo Aceh. Hal ini sesuai

dengan hasil dari identifikasi kondisi eksisting kelembagaan penyuluhan di Kecamatan Pulo

Aceh. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kapasitas penyuluh pertanian lapangan (PPL),

termasuk juga jumlah dari PPL yang ada, yaitu hanya 3 orang untuk cakupan wilayah

kerja lebih dari 9.000 ha, artinya masing-masing PPL memiliki cakupan wilayah kerja 3.000

ha/PPL. Selain keterbatasan pada kapasitas dan jumlah, kegiatan penyuluhan juga

terhambat pada minimnya sarana dan parasana, misalnya alat peraga untuk materi

penyuluhan dan fasilitas dikantor BPP.

Gambar 16. Kondisi Pertanaman Padi per 27/Oktober/2017

Page 25: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

25

Gambar 17. Target pemenuhan kekurangan produksi beras

ket: @berdasarkan BPS, 2014

2. Aspek Sosial

Berdasarkan model konseptual (Gambar 13), dapat diilustrasikan bahwa,

pengembangan wilayah perbatasan di Provinsi Aceh adalah berbasis pertanian

berkelanjutan. Dasar pengembagan pertanian berkelanjutan adalah interrelasi antar 3

aspek, yaitu teknis, ekonomi dan sosial. Dalam program ini, yang dimaksud dengan aspek

sosial adalah dilihat dari sistem sosial yang berhubungan dengan sistem pertanian di

Kecamatan Pulo Aceh. Secara operasional, kajian aspek sosial dimulai dari bagaimana

kondisi eksisting pelaku sistem pertanian di lokai kegiatan, kemudian dilakukan rekayasa

melalui beberapa pendekatan kelembagaan sosial, seperti peran dari tokoh masyarakat

terhadap tahapan adopsi teknologi Jarwo 2:1.

Secara cultural, petani di Kecamatan Pulo Aceh sampai dengan saat ini masih

menanam varietas Ciherang, yang benihnya didapatkan secara turun-temurun. Aspek

teknis varietas Ciherang sudah jauh menurun karena hilangnya keungulan dari varietas

tersebut, terutama adalah dari serangan penyakit Blast, HDB dan hama Wereng Batang

Coklat (WBC). Selain itu banyak penangkar lokal juga telah menghasilkan benih tanpa

proses sertifikasi, selain itu relatif resisten terhadap pestida yang beredar. Fakta ini yang

membuat membuat Kementerian Pertanian berusaha mengganti Varietas Ciherang

tersebut dengan Inpari 30 yang secara teknis sangat mirip dengan Ciherang.

Dalam program pengembangan wilayah perbatasan, upaya percepatan adopsi

teknologi, terutama adalah adopsi varietas Inpari selain melalui teknis (demplot) dan

Page 26: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

26

peran PPL setempat, juga menggunakan petani yang secara teknis telah mengaplikasi

sepenuhnya introduksi VUB (Inpari) dan sistem pertanaman jarwo. Dalam hal ini adalah

petani yang berasal dari Kecamatan Kota Jantho, yang merupakan kawasan Taman

Teknologi Pertanian (TTP) Kota Jantho. Dengan melibatkan petani, artinya terjadi

kesetaraan antar pelaku di lapangan, sehingga dengan menggunakan bahasa universal

sesame petani, tentu lebih mudah dipahami oleh petani di Kecamatan Pulo Aceh.

Demikian juga dengan Penyuluh, diperlukan juga penyampaian materi penyuluhan oleh

penyuluh di daerah yang dianggap sukses dalam introduksi teknologi pertanian.

V. KESIMPULAN

Secara umum, pelaksanaan program pengembangan wilayah perbatasan di

Provinsi Aceh telah sesuai dengan roadmap, yaitu pada kerangka waktu pengembangan

jangka pendek. Dengan peningkatan produktivitas antara 60-70% dari kondisi eksisting,

tentunya terjadi peningkatan produksi beras sampai 550 ton/tahun. Berdasarkan hal ini,

upaya pencapaian program ketahanan pangan (food-security) dapat dicapai, pada tahun

pertama kegiatan. Diharapkan, tahun selanjutnya peningkatan produktivitas tidak saja

pada komoditas padi, tetapi juga pada komoditas hortikultura dan peternakan, sehingga

meningkatkan pendapatan pelaku pertanian di Kecamatan Pulo Aceh, dan pada tahun

2019 dimulai perdagangan antar pulau, yaitu ke Pulau Weh dan Kota Banda Aceh.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini tim Pengembangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh,

mengucapak terima kasih kepada Camat Pulo Aceh, Penyuluh Pertanian Lapang (PPL)

Kecamatan Pulo Aceh, Kepala BPP Kecamatan Pulo Aceh, Armiya, SP, Danramil Kecamatan

Pulo Aceh dan Babinsa Desa Blang Situngkoh yang telah membantu kegiatan di lapangan.

Page 27: DESIGN PENGEMBANGAN LUMBANG PANGAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/...Dukungan_InovasiPerbatasanrev1.pdf · membutuhkan kritik dan saran konstruktif untuk selalu memperbaiki design

*daerah administrasi setingkat di bawah kecamatan, khusus untuk Provinsi Aceh

27

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2013. Aceh Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Provinsi Aceh, Banda Aceh

Budianta A. 2010. Pengembangan Wilayah Perbatasan Sebagai Upaya Pemerataan Pembangunan Wilayah Di Indonesia. Jurnal SMARTek, 8 (1): 70-82.

BPS. 2015. Kecamatan Pulo Aceh dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kec. Pulo Aceh, Lampuyang.

BPS. 2013. Aceh Besar Dalam Angka. Biro Pusat Statistik, Jantho.

Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: meningkatkan mutu dan efektifitas manajemen. Bogor: UIPB-Press.

Jackson MC. 2003. Systems thinking: Creative holism for managers. JohnWiley & Sons Ltd. England.

Lyneis JM. 1988. Corporate planning and policy design. A system dynamic approach. Cambride, Massachusetts: Pugh-Roberts Assosiate, Inc.

Marimin, 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk: Teknik dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Grasindo.

______, 2009. Sistem Pakar dalam teknologi manajerial: Teori dan aplikasi. Bogor: IPB-Press.

Mayona EL, Salahudin, Kusmatuti R. 2011. Penyusunan Arahan Strategi dan Prioritas Pengembangan Perbatasan Antar Negara di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Tata Loka, 13 (2): 119-134.

Nitti Aayog. 2015. Evaluation Study on Border Area Development Programme (BADP). Programme Evaluation Organization Government of India, New Delhi-110001.

Kementerian Pertanian. 2017. Grand Design Pengembangan Lumbung Pangan Berorientasi Ekspor-Wilayah Perbatasan (draft 1), Jakarta.

Parnell GS, Driscoll PJ, Henderson DL. 2011. Decision Making in System Engineering and Management. John Wiley and Son, Inc. New Jersey.

Raharjo SNI. 2013. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Darat Indonesia-

Malaysia (Studi Evaluatif Di Kecamatan Entikong). Widyariset, 16 (1): 73-80.

van Houtum H. 1998. The Development of Cross-Border Economic Relations. Thela Thesis Publishers Amsterdam the Netherlands.