MakalahGERD28042015.docx

38
Gastro Esophageal Reflux (GER) A. Embriologi Sistem Pencernaan Esophagus berkembang dari usus depan postpharyngeal dan dapat dibedakan dari perut pada usia embrio minggu ke empat. Pada saat yang sama, trakea mulai kuncup ke anterior esophagus yang berkembang. Gangguan tahap ini dapat mengakibatkan kelainan bawaan seperti tracheoesophageal fistula. Panjang esofagus adalah 8-10 cm pada saat lahir, dan dua kali lipat lebih panjang dalam 2-3 tahun pertama kehidupàan, dan mencapai 25 cm pada orang dewasa. Bagian abdominal dari esofagus berukuran besar pada minggu ke 8 janin tetapi secara bertahap memendek menjadi beberapa millimeter pada saat lahir, mencapai panjang akhir = 3 cm setelah beberapa tahun. 5 Lokasi intraabdominal pada kedua esofagus distal dan sphincter esophageal letak rendah (LES) merupakan mekanisme antireflux yang penting, karena peningkatan tekanan intra-abdominal juga ditularkan untuk sphincter, untuk meningkatkan pertahanan. Menelan dapat terlihat dalam rahim sedini mungkin pada usia 16-20 minggu kehamilan, untuk membantu sirkulasi cairan ketuban. Polihidramnion adalah tanda khas dari kurangnya menelan normal atau adanya obstruksi di 1

description

MakalahGERD28042015.docx

Transcript of MakalahGERD28042015.docx

Page 1: MakalahGERD28042015.docx

Gastro Esophageal Reflux (GER)

A. Embriologi Sistem Pencernaan

Esophagus berkembang dari usus depan postpharyngeal dan dapat

dibedakan dari perut pada usia embrio minggu ke empat. Pada saat yang sama,

trakea mulai kuncup ke anterior esophagus yang berkembang. Gangguan tahap ini

dapat mengakibatkan kelainan bawaan seperti tracheoesophageal fistula. Panjang

esofagus adalah 8-10 cm pada saat lahir, dan dua kali lipat lebih panjang dalam 2-

3 tahun pertama kehidupàan, dan mencapai 25 cm pada orang dewasa. Bagian

abdominal dari esofagus berukuran besar pada minggu ke 8 janin tetapi secara

bertahap memendek menjadi beberapa millimeter pada saat lahir, mencapai

panjang akhir = 3 cm setelah beberapa tahun.5

Lokasi intraabdominal pada kedua esofagus distal dan sphincter

esophageal letak rendah (LES) merupakan mekanisme antireflux yang penting,

karena peningkatan tekanan intra-abdominal juga ditularkan untuk sphincter,

untuk meningkatkan pertahanan. Menelan dapat terlihat dalam rahim sedini

mungkin pada usia 16-20 minggu kehamilan, untuk membantu sirkulasi cairan

ketuban. Polihidramnion adalah tanda khas dari kurangnya menelan normal atau

adanya obstruksi di esophagus atau di bagian atas saluran pencernaan. Mengisap

dan menelan tidak sepenuhnya terkoordinasi dengan baik sebelum minggu 3-4

kehamilan.5

B. Anatomi Sistem Pencernaan

Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter, sfingter esophagus

bagian atas (Upper Esophageal Sphincter/UES) pada otot cricopharingeus dan

sfingter esophagus bagian bawah (Lower Esophageal Sphincter/LES) pada

gastroesophageal junction (GEJ). Dalam keadaan normal berada dalam keadaan

tonik atau kontraksi kecuali waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah

bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi

lambung ke esophagus.4

1

Page 2: MakalahGERD28042015.docx

Dinding esophagus seperti juga bagian lain dari saluran cerna, terdiri dari

4 lapisan yaitu : mukosa, submokasa, muskularis dan serosa. Lapisan mukosa

terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring, epitel ini

mengalami perubahan mendadak pada berbatasan esophagus lambung (garis Z)

dan menjadi epitel selapis toraks. Mukosa esophagus dalam keadaan normal

bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan

submukosa mengandung sel-sel sekretori yang menghasilkan mucus. Mukus

mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melinduni mukosa dari

cedera akibat zat kimia.4

Lapisan otot luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular.

Otot pada 5% bagian atas esophagus merupakan otot rangka sedangkan otot pada

separuh bagian bawah merupakan otot polos. Bagian yang diantaranya itu terdiri

dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan saluran cerna lainnya,

bagian luar esophagus tidak memiliki lapisan serosa maupun selaput peritoneum,

melainkan lapisan luar yang terdiri dari lapisan ikat jarang yang menghubungkan

esophagus dengan struktur-struktur yang berdekatan.6

Persarafan esophagus dilakukan oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari

sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang

dianggap merupakan saraf motorik esophagus. Fungsi serabut simpatis kurang

diketahui. Selain persarafan ekstrinsik tersebut terdapat jala-jala serabut saraf

intramural intrinsic diantara lapisan otot sirkular dan otot longitudinal (pleksus

Aurbach atau Myenterikus) dan berperan untuk mengatur peristaltik esophagus

normal.6

Distribusi darah esophagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai

oleh cabang-cabang arteri tiroidea inferior dan subclavia. Bagian tengah disuplai

oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteri bronchial. Sedangkan bagian

subdiafragma disuplai oleh arteri gastrika sinistra dan frenika inferior. Aliran

darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena-vena esophagus daerah leher

mengalirkan darah ke vena azygous dan hemiazygous dan dibawah diafragma,

vena esofagia masuk ke dalam vena gasrika sinistra.6

C. Fisiologi Sistem Pencernaan

2

Page 3: MakalahGERD28042015.docx

Transpor dan pencampuran makanan dalam saluran pencernaan

a. Megunyah

Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua

makanan, tetapi terutama sekali untuk sebahagian besar buah dan sayur-

sayuran mentah karena zat ini mempunyai membran selulosa yang tidak dapat

dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus di uraikan sebelum

makanan dapat di gunakan. Selain itu, mengunyah akan membantu pencernaan

makanan karena enzim-enzim pencernaan hanya akan bekerja pada

permukaan partikel makanan. Selain itu, menggiling makanan hingga menjadi

partikel-partikel dengan konsistensi sangat halus akan mencegah ekskoriasi

traktus gastrointestinal dan meningkatkan kemudahan pengosongan makanan

dari lambung ke dalam usus halus dan kemudian ke semua segmen usus

berikutnya.7

b. Menelan

Pada umumnya, menelan dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter,

yang mencetuskan proses menelan, (2) tahap faringeal, yang bersifat

involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus,

dan (3) tahap esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya

makanan dari faring ke lambung.7

1. Tahap esofageal dari penelanan.

Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari

faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi

tersebut. Normalnya esofagus memperlihatkan dua tipe peristaltik :

peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya

merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring

dan menyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari penelanan.7

Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu

sekitar 8 sampai 10 detik. Makanan yang ditelan seseorang dalam posisi

tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah esofagus bahkan lebih cepat

dari gelombang peristaltik itu sendiri, sekitar 5-8 detik, akibat adanya

efek gravitasi tambahan yang menarik makanan ke bawah. Jika

3

Page 4: MakalahGERD28042015.docx

gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang

telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik

sekunder yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang

tertahan, dan terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke

dalam lambung. Gelombang sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit

saraf mienterikus esofagus dan sebagian oleh refleks-refleks yang

dihantarkan melalui serat-serat aferen vagus dari esofagus ke medula dan

kemudian kembali lagi ke esofagus melalui serat-serat eferen vagus.7

Susunan otot faring dan sepertiga bagian atas esofagus adalah

otot lurik. Karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini hanya diatur

oleh impuls saraf rangka dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada

duapertiga bagian bawah esofagus, ototnya merupakan otot polos, namun

bagian esofagus ini juga secara kuat diatur oleh saraf vagus yang bekerja

melalui hubungannya dengan sistem saraf mienterikus. Sewaktu saraf

vagus yang menuju esofagus terpotong, setelah beberapa hari pleksus

saraf mienterikus esofagus menjadi cukup terangsang untuk menimbulkan

gelombang peristaltik sekunder yang kuat bahkan tanpa bantuan dari

refleks vagal. Karena itu, sesudah paralisis refleks penelanan, makanan

yang didorong dengan cara lain ke dalam esofagus bagian bawah tetap

siap untuk masuk ke dalam lambung.7

Relaksasi reseptif dari lambung. Sewaktu gelombang peristaltik

esofagus berjalan ke arah lambung, timbul suatu gelombang relaksasi,

yang dihantarkan melalui neuron penghambat mienterikus, mendahului

peristaltik. Selanjutnya, seluruh lambung dan sedikit lebih luas bahkan

duodenum menjadi terelaksasi swaktu gelombang ini mencapai bagian

akhir esofagus dan dengan demikian mempersiapkan lebih awal untuk

menerima makanan yang didorong ke bawah esofagus selama proses

menelan.7

2. Fungsi sfingter esofagus bagian bawah ( sfingter gastroesofageal)

4

Page 5: MakalahGERD28042015.docx

Pada ujung bawah esofagus,meluas dari sekitar dua sampai lima

sentimeter diatas perbatasan dengan lambung, otot sirkular esofagus

berfungsi sebagai sfingter esofagus bagian bawah atau sfingter

gastroesofageal. Secara anatomis,sfingter ini tidak berbeda dengan bagian

esofagus yang lain. Secara fisiologis normalnya sfingter tetap

berkonstriksi secara tonik (dengan tekanan intraluminal pada titik ini di

esofagus sekitar 30 mmHg), berbeda dengan bagian tengah esofagus

antara sfingter bagian atas dan bagian bawah, yang normalnya tetap

berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati esofagus,

relaksasi reseptif akan merelaksasi sfingter esofagus bagian bawah

medahului gelombang peristaltik dan mempermudah dorongan makanan

yang ditelan ke dalam lambung. Sangat jarang, sfingter tidak berelaksasi

dengan baik, mengakibatkan keadaan yang disebut akalasia.7

Isi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim

proteolitik. Mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian bawah

esofagus, tidak mampu menahan kerja pencernaan yang lama dari sekresi

getah lambung. Konstriksi tonik dari sfingter esofageal bagian bawah

akan membantu untuk mencegah refluks yang bermakna dari isi lambung

ke dalam esofagus kecuali pada keadaan abnormal.7

Pencegahan tambahan terhadap refluks dengan penutupan seperti

katup di ujung distal esofagus. Faktor lain yang mencegah refluks adalah

mekanisme seperti katup pada bagian esofagus yang pendek yang terletak

tepat di bawah diafragma sebelum mencapai lambung. Peningkatan

tekanan intraabdominal akan mendesak esofagus pada titik ini ke dalam

pada saat yang bersamaan ketika tekanan ini meningkatkan tekanan

intragastrik. Jadi, penutupan seperti katup ini, pada esofagus bagian

bawah akan mencegah tekanan abdominal yang tinggi yang berasal dari

desakan isi lambung ke dalam esofagus. Kalau tidak, setiap kali kita

berjalan, batuk atau bernafas kuat, kita mungkin mengeluarkan asam ke

dalam esofagus.7

5

Page 6: MakalahGERD28042015.docx

D. Definisi

Refluks gastro esophageal atau gastro esophageal reflux (GER) adalah

suatu keadaan kembalinya isi lambung ke esophagus dengan atau tanpa

regurgitasi dan muntah.GER merupakan suatu keadaan fisiologis pada bayi, anak-

anak dan orang dewasa sehat. GER bisa terjadi beberapa kali dalam sehari,

dengan episode terbanyak kurang dari 3 menit, dan muncul setelah makan dengan

sedikit atau tanpa gejala. Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung

menyebabkan gangguan atau komplikasi, inilah yang disebut dengan GERD.1

Gastroesofageal reflux (GER) atau Refluks Gastroesofageal (RGE) adalah

suatu keadaan, dimana terjadi disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga

menyebabkan regurgitasi isi lambung ke dalam esofagus.Gastroesophageal reflux

disease (GERD) adalah GER yang dihubungkan dengan gejala patologis yang

mengakibatkan komplikasi dan gangguan kualitas hidup.8,9

E. Epidemiologi

Masih sedikit data yang ditemukan mengenai prevalensi dan insidensi

GERD pada anak. Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien

berusia 3-17 tahun melalui kuesioner sebuah study. Sebuah studi di UK pada

tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak dengan diagnosis awal GERD. Dan angka

kejadiannya adalah sekitar 0,84 per 1000 anak per tahun. Insiden ini menurun

pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannya hingga berumur 16-17

tahun.3

GERD terdapat hampir lebih dari 75 % pada anak dengan kelainan

neurologi. Hal ini dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara peristaltik

esophagus dan peningkatan tekanan intraabdominal yang berasal dari hipertonus

otot yang dihubungkan dengan spastisitas.Di Indonesia sendiri insidens RGE

sampai saat ini belum diketahui, tetapi menurut beberapa ahli, RGE terjadi pada

50% bayi baru lahir dan merupakan suatu keadaan yang normal.8,10

F. Etiologi

6

Page 7: MakalahGERD28042015.docx

Inflamasi esophagus bagian distal terjadi ketika cairan lambung dan

duedonum, termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu mengalami

regurgitasi ke dalam esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus bagian

bawah dan gangguan motilitas meningkatkan waktu pengosongan esophagus dan

menyebabkan GER. Inflamasi esophagus nantinya dapat mengakibatkan kedua

mekanisme diatas, seperti lingkaran setan.11

Walaupun penurunan tonus spingter bagian bawah terjadi pada bayi

dengan GER, GERD, dan kelainan dismotilitas, akan tetapi ada satu faktor yang

belakangan diakui sebagai pathogenesis terpenting pada GERD adalah terjadinya

relaksasi transien spingter esophagus bawah secara berulang. Faktor yang

meningkatkan waktu pengosongan esophagus termasuk didalamnya interaksi

antara postur dan gravitasi, ukuran dan isi makanan yang dimakan, pengosongan

lambung abnormal, dan kelainan peristalsis esophagus.11

G. Patogenesis

Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang mucul

beberapa kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang sehat. Pada umumnya

berlangsung kurang dari 3 menit, terjadi setelah makan, dan menyebabkan

beberapa gejala atau tanpa gejala. Hal ini disebabkan oleh relaksasi sementara

pada sfingter esofagus bawah atau inadekuatnya adaptasi tonus sfingter terhadap

perubahan tekanan abdominal. Kekuatan sfingter esofagus bawah, sebagai barier

antirefluks primer, normal pada kebanyakan anak dengan gastroesophageal

reflux.1, 12

Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif karena “katup” antara

lambung dan esofagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter

esofagus bawah, maupun karena posisi sambungan esofagus dan kardia tidak

sebagaimana lazimnya yang berfungsi sebagai katup. Kemungkinan terjadinya

refluks juga dipermudah oleh memanjangnya waktu pengosongan lambung.12

Jika sfingter esophagus bagian bawah tidak berfungsi baik, dapat timbul

refluks yang hebat dengan gejala yang menonjol. Meskipun dilaporkan bahwa

tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan refluks, tetapi

7

Page 8: MakalahGERD28042015.docx

mekanisme yang lebih penting adalah peran tonus sfingter yang berkurang, baik

dalam keadaan akut maupun menahun.2

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi jika isi lambung refluks

ke esofafus atau orofaring dan menimbulkan gejala. Petogenesis GERD ini

multifaktorial dan kompleks, melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung,

pengosongan lambung, mekanisme klirens esofagus, barier mukosa esofagus,

hipersensitivitas visceral, dan respon jalan napas.12

Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus

bawah tidak bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isi lambung

mengalir ke esofagus. Proporsi minor episode refluks terjadi ketika tekanan

sfingter esofagus bawah gagal meningkat saat peningkatan mendadak tekanan

intraabdominal atau ketika tekanan sfingter esofagus bawah saat istirahat

berkurang secara kronis. Perubahan pada beberapa mekanisme proteksi

memungkinkan refluks fisiologis menjadi Gastroesophageal Reflux Disease :

klirens dan pertahanan refluks yang tidak memadai, lambatnya pengosongan

lambung, kelainan pada pemulihan dan perbaikan epitel, dan menurunnya reflex

protektif neural pada saluran aerodigestif.1

H. Manifestasi Klinis

1. Anamnesis

Kita harus ingat bahwa gejala tipical / khas (misalnya, heartburn, muntah,

regurgitasi) pada orang dewasa tidak dapat langsung dinilai pada bayi dan anak-

anak. Pasien anak dengan refluks gastroesophageal (RGE) biasanya menangis dan

gangguan tidur serta penurunan nafsu makan. Berikut ini adalah beberapa dari

tanda-tanda umum dan gejala refluks gastroesofagus pada populasi anak-anak:14

Tanda dan gejala gastroesophageal reflux pada bayi dan anak kecil :

Tangisan khas atau tidak khas / gelisah

Apnea / bradikardi

Kurang nafsu makan

Peristiwa yang mengancam nyawa(ALTE)

Muntah

Mengi (wheezing)

8

Page 9: MakalahGERD28042015.docx

Nyeri perut / dada

Stridor

Berat badan atau pertumbuhan yang buruk (failure to thrive)

Pneumonitis berulang

Sakit tenggorokan

Batuk kronis

Waterbrash

Sandifer sindrom (yaitu, sikap dengan opisthotonus atau torticollis)

Suara serak / laringitis

Tanda dan gejala pada anak yang lebih tua - Semua yang diatas, ditambah

heartburn dan riwayat muntah, regurgitasi, gigi tidak sehat, dan mulut berbau

(halitosis).14

GER GERD

Regurgitasi dengan BB normal Regurgitasi dengan penurunan BB

Gejala dan tanda esofagitis tidak ada Gelisah persisten (persistent

irritability) bayi terlihat kesakitan.

Sakit dada bawah, sakit menelan,

pirosis pada anak

Hematemesis, anemia defisiensi besi. Gejala gangguan pernafasan tidak

ada

Apnu, sianosis pada bayi, Mengi Pnemonia aspirasi dan berulang Batuk kronis Stridor

Gejala gangguan neurologis tidak ada Posisi leher menjadi miring

Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis GER dan GERD pada bayi dan anak.

2. Pemeriksaan Fisik

Tidak ada tanda-tanda fisik klasik refluks gastroesophageal ditemukan

pada populasi anak-anak. Satu pengecualian akan menjadi sindrom Sandifer

9

Page 10: MakalahGERD28042015.docx

relatif tidak umum, yang sering salah diagnosis sebagai spastic torticollis. Pada

balita dan anak-anak yang lebih tua, regurgitasi yang berlebihan dapat

mengakibatkan masalah gigi signifikan disebabkan oleh efek asam pada enamel

gigi.14

ALTEs yang melibatkan apnea berhubungan dengan bradikardi, muka

pucat, dan / atau sianosis telah dikaitkan dengan refluks gastroesophageal,

terutama pada bayi prematur. Dalam peristiwa ini, refluks ke hipofaring

dipostulatkan untuk mengarah ke laryngospasm dan apnea obstruktif. Namun,

data hanya menunjukkan hubungan yang lemah diantara fenomena. Setiap

hubungan tersebut hanya dapat ditentukan secara objektif dengan memantau pH

esofagus, dilakukan bersamaan dengan pneumography dan baik termistor hidung

atau merekam denyut oksimetri.14

Beberapa pasien memiliki gejala atipikal (misalnya, batuk malam hari,

mengi, atau suara serak sebagai keluhan utama saja). Refluks gastroesophageal

merupakan faktor penyulit pada asma. Mekanisme ini dapat mencakup

microaspiration, yang mengarah ke reflex bronkokonstriksi. Asosiasi

gastroesophageal reflux dan jalan nafas atau penyakit saluran pernapasan adalah

umum. Batuk, stridor, dan faringitis semuanya telah dikaitkan dengan refluks

gastroesophageal. Selain itu, asosiasi dengan ruminasi umumnya diamati pada

pasien dengan gangguan perkembangan.14

Regurgitasi makanan, salah satu gejala presentasi yang paling umum pada

anak-anak, berkisar dari air liur sampai muntah proyektil. Paling sering,

regurgitasi adalah postprandial, meskipun penundaan 1-2 jam terjadi. Kita juga

harus mempertimbangkan anomali anatomi dan alergi protein pada anak muntah,

serta gangguan metabolisme bawaan (jarang).14

Esophagitis dapat bermanifestasi sebagai menangis dan rewel pada bayi

yang belum bisa bicara. Kegagalan untuk berkembang dapat mengakibatan asupan

kalori yang tidak cukup karena muntah berulang. Cegukan, gangguan tidur, dan

sindrom Sandifer (melengkung) juga telah terbukti berhubungan dengan refluks

gastroesofagus dan esofagitis.14

10

Page 11: MakalahGERD28042015.docx

I. Diagnosis

Diagnosis GERD sering dibuat klinis berdasarkan gejala mengganggu atau tanda-

tanda yang mungkin terkait dengan GERD (Tabel 2).1

Gejala Tanda

Regurgitasi berulang dengan atau tanpa

muntah

Esofagitis, striktur esofagus, esofagus

Barrett

Berat badan turun atau tidak naik Radang pada laring atau faring

Irritabilitas pada bayi Pneumonia berulang

Rasa terbakar di dada Anemia

Mengi (wheezing) Erosi gigi

Stridor Nafsu makan berkurang

Batuk Apnea

Hematemesis Apparent life-threatening events

Disfagia, odinofagia

Suara serak

TABEL 2. Gejala dan tanda yang mungkin berhubungan dengan penyakit refluks

gastroesophageal.

1. Riwayat dan Pemeriksaan Fisik

Peran utama dari mengetahui riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

dalam evaluasi GERD adalah untuk mengeliminasi kemungkinan penyakit lain

dengan gejala yang sama dan untuk mengidentifikasi komplikasi GERD. Gejala

khas dari penyakit refluks pada anak bervariasi sesuai dengan umur dan kondisi

medis yang mendasari, namun patofisiologi yang mendasari GERD dianggap

sama pada segala usia termasuk bayi prematur. Berdasarkan hasil studi,

regurgitasi atau muntah, sakit perut, dan batuk , kecuali heartburn, adalah gejala

yang paling sering dilaporkan pada anak-anak dan remaja dengan GERD. 1

2. Fluoroskopi dengan kontras barium

Fluoroskopi dan kontras barium merupakan metode yang sudah lama

digunakan untuk mendiagnosis refluks gastroesofageal. Pemeriksaan dengan

11

Page 12: MakalahGERD28042015.docx

kontras ini sering mengalami kegagalan dalam mendeteksi refluks gastroesofageal

secara dini, oleh karena refluks yang terjadi sering bersifat intermitten, jarang

bersifat kontinyu. Pemeriksaan barium kontras dilaksanakan secara seris dengan

mengamati refluks barium dari lambung ke esofagus.8

Dengan memakai fluoroskpi, refluks gasroesofageal lebih mudah

dideteksi.cara pemeriksaan dengan fluoroskopi : sebelum dilakukan pemeriksaan

fluoroskopi pada bayi pemberian makanan dan minuman dikurangi, sedangkan

pada anak yang lebih dewasa harus puasa, gerakana anak dikurangi. Dalam posisi

tidur barium diberikan sedikit demi sedikit dicampur dengan makanan atau

diberikan dengan memakai ‘nasogastric tube’.8

Pada bayi dapat diberikan dengan memakai botol susu. Pemberian barium

untuk mengevaluasi keadaan esofagus bagian atas terutama peristaltik esofagus

dan regurgitasi pada saat menelan. Setelah 1/3 dari total barium habis, dilakukan

pemotretan dengan sinar rontgen untuk mengevaluasi keadaan lambung dan

duodenum, stenosis pilorus, malrotasi intestinal dan melihat fungsi sfingter

gastroesofageal dengan mengganti-ganti posisi miring ke kiri dan ke kanan.8

3. Memeriksa PH esofagus

Pemeriksaan pH esofagus dapat menentukan apakah pH penderita dalam

keadaan normal atau mengalami perubahan. Pada keadaan normal pH esofagus

berkisar antrara 5-6. Selama episode refluks pH menurun < 4 dan lebih objektif

bila dapat dilakukan dengan berbagai macam posisi seperti berbaring, duduk, dan

kombinasi kedua posisi itu. Pengukuran pH ini dilakukan 2 jam setelah makan.

Dasar dari perubahan pH adalah terjadinya refluks asam dari cairan lambung.8

Caranya dengan memakan NGT dan dimasukkan cairan HCL 0,1 n

sebanyak 300cc/1,72 m2, kira-kira 3 cm dibawah sfingter esofagus bagian bawah,

dan dimonitor dengan fluoroskopi. 8

4. Radio Nuclide Gastro Esofagosgrafi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan Gastro esofageal scintigrafi dengan

mempergunakan “technetium 99m sulfur colloid”. Teknik ini memerlukan waktu

relatif lebih panjang dan non invasif. Pemberian secara oral dan bahannya tidak

12

Page 13: MakalahGERD28042015.docx

diserap. Kemudian keadaan ini dimonitor dengan gamma kamera. Kepekaannya

70-80 %. Adanya aspirasi pada paru-paru dinyatakan dengan adanya radioaktifitas

positif pada paru.8

Dengan scintigrafi ini Heyman dkk. dapat menunjukkan adanya aspirasi

pada paru-paru sebesar 0,025 ml. Cara ini cukup baik karena tidak memerlukan

penenang yang menurunkan sfingter esofagus bagian bawah.8

5. Biopsi esofagus

Dengan esofagoskopi dan diperiksa PA. Pada GERD didapatkan

proliferasi lapisan basal esofagus yang meningkat.8

6. Keterlambatan waktu pengosongan lambung

Keterlambatan waktu pengosongan lambung pada bayi dengan RGE

diduga karena terdapat ketidakmampuan otot fundus lambung untuk mengadakan

kontraksi, untuk mengosongkan isi lambung. Waktu pengosongan lambung

dievaluasi 3-4 jam setelah makan. Heillemer AC dkk. mengadakan penelitian

terhadap 23 bayi pada usia 7-14 bulan dengan mempergunakan esofageal

manometer untuk melihat terjadinya refluks pada bayi, 3 jam sesudah diberi

minum atau makan. Pada makanan ditambahkan 100uTc sulfur koloid, ternyata

didapatkan pengosongan lambung pada penderita adalah 1 jam.8

J. Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding GERD, antara lain :

a. Hiatus hernia.

Suatu kelainan yang terjadi sejak masa janin, dimana terjadi insufisiensi

kardia (inkompetensi kardia). Gejala yang timbul adalah muntah bercampur

lendir keputihan, kadang-kadang bercampur darah. Umumnya muntah tidak

eksplosif walaupun dapat terjadi muntah terus menerus. Pada penderita ini

tidak ditemukan pembesaran perut, dan pola defekasi normal. Diagnosis pasti

ditegakkan secara radiologis, yaitu studi kontras dari esophagus ke dalam

13

Page 14: MakalahGERD28042015.docx

gaster. Penatalaksanaan kelainan ini umumnya dicoba secara konservatif

yaitu dengan menjaga posisi bayi selalu dalam keadaan setengah duduk,

pemberian antasida dan juga pemberian makanan padat. Bila dengan tindakan

konservatif gagal dan ditemukan adanya gangguan tumbuh kembang, maka

dilakukan tindakan operasi untuk menghalangi refluks yaitu gastropeksi dan

fundoplikasi.8

b. Akhalasia

Merupakan suatu keadaan dimana tidak adanya relaksasi esophagus terminal.

Spasme esophagus dapat menimbulkan sumbatan partial pada daerah

perbatasan gaster-esophagus, dimana dengan Ba kontras, tampak adanya

konstriksi esophagus bagian terminal dan bagian atasnya melebar. Keadaan

ini sering ditemukan pada anak lebih besar , jarang pada bayi. Pengobatannya

dengan melebarkan bagian yang mengalami konstriksi dan perlu tindakan

berulang.8

c. Stenosis pylorus hipertrofi kongenital

Pada penderita dengan stenosis pylorus terdapat muntah yang projektil terjadi

pada umur lebih dari 1 minggu. Pada permulaan gejala muntah tidak

mencolok tetapi pada usia lebih dari 1 minggu, muntah lebih sering dan lebih

jelas. Gejalanya makin berat, berat badan tidak naik. Penyebabnya tidak jelas,

diduga ada tendensi familier karena 1% dari penderita ternyata orang tuanya

juga menderita kelainan yang sama. Beberapa peneliti menduga adanya

hipertrofi otot pilorus akibat adanya spasme otot. Pendapat sarjana lain adalah

respon terhadap rangsangan atau iritasi terhadap n. vagus.8

d. Obstruksi / atresia duodenum

Atresia duodenum adalah suatu keadaan kegagalan kanalisasi pada masa

embrional disertai atresia di bagian usus lainnya. Gejala klinis yang sering

terjadi adalah muntah-muntah yang mengandung empedu. Bila atresia di

bawah ampula vateri, muntahnya berupa gumpalan susu atau muntahnya

keruh. Gejala lainnya yaitu mekonium tidak keluar dalam waktu lebih dari 24

jam. Pada penderita atresia duodenum, distensi abdomen terjadi pada bagian

atas. Bila penderita habis minum, tampak gerakan peristaltik melintasi garis

14

Page 15: MakalahGERD28042015.docx

tengah, dari kiri ke kanan. Dengan foto abdomen polos, tampak adanya

gambaran “Double buble” yaitu tidak adanya gambaran udara di usus halus.

Pengobatan definitif adalah operasi.8

e. Mekonium ileus

Sering terjadi pada bayi dengan penyakit kista fibrosis yang dasar

penyakitnya adalah perubahan pada jaringan pankreas, asini atropi dan

inaktif, sehingga produksi enzim pankreas sangat berkurang. Juga disertai

perubahan pada kelenjer yang memproduksi lendir dari saluran pencernaan

dan saluran pernafasan. Penyumbatan usus oleh mekonium memberikan

gejala mekonium tidak keluar lebih dari 24 jam, perut gembung dan muntah-

muntah yang makin lama makin sering dan makin kental sehingga bayi akan

mengalami dehidrasi. Pada pemeriksaan dengan Ba kontras menunjukkan

gambaran kolon dibawah sumbatan mengecil. Pengobatan yang dikerjakan

pada dasarnya simptomatik dengan pemberian enzim pankreas dan mengatasi

masalah metabolik yang terjadi. Dapat dilakukan irigasi usus dengan

gastroprafin untuk melunakkan mekoneum yang kental. Bila pengobatan

tersebut gagal, maka dilakukan operasi.8

K. Penatalaksanaan GERD

Penatalaksanaan GERD mencakup beberapa aspek, antara lain :

1. Perubahan pola makan dan posisi pada bayi

Edukasi, bimbingan dan dukungan terhadap orang tua dibutuhkan untuk

menjaga bayi dengan gejala refluks fisiologis agar tetap sehat. Sensitivitas

terhadap protein susu terkadang menyebabkan bayi muntah dan menangis tanpa

sebab. Pemberian susu formula yang lebi kental ( atau formula anti regurgitasi

komersial, bila tersedia )mungkin bisa mengurangi regurgitasi yang terlihat tetapi

penurunuan frekuensi dari episode refluks sendiri tidak bisa diukur.1

Posisi terlentang mengurangi jumlah paparan asam lambung pada esofagus

yang bisa dikteahui melalui pemeriksaan PH, dibandingkan dengan posisi

telungkup. Akan tetapi, posisi telentang dan posisi lateral berhubungan dengan

15

Page 16: MakalahGERD28042015.docx

meningkatnya angka kejadian sindrom bayi mati mendadak atau sudden infant

death syndrome (SIDS). Oleh karena resiko tersebut, maka posisi telentang atau

lateral tidak terlalu direkomendasikan untuk bayi dengan GERD, tetapi sebagian

besar bayi usia dibawah 12 bulan lebih disarankan untuk ditidurkan dengan posisi

telungkup.1

2. Perubahan pola hidup pada anak dan dewasa

Pada anak yang lebih besar, tidak ada bukti yang jelas tentang

pengurangan konsumsi makanan-makanan tertentu. Pada dewasa, obesitas, makan

berlebih, dan makan pada malam hari sebelum tidur berhubungan dengan

timbulnya gejala GERD. Posisi tidur telentang atau posisi tidur pada sisi kiri dan

atau peninggian kepala tempat tidur, bs mengurangi gejala refluks.1

3. Terapi farmakologi

Agen farmakologi utama yang biasanya digunakan untuk mengatasi GERD pada

anak adalah agen buffering asam lambung, pertahanan mukosa, dan agen anti-

sekretorik lambung. Potensi efek samping dari penekanan sekresi asam lambung,

termasuk peningkatan resiko pneumonia community-acquired dan infeksi saluran

pencernaan, perlu diimbangi dengan manfaat terapi.1

Pada bayi yang didiagnosa GERD, diperlukan manajemen pengobatan

yang tepat. Obat penekan asam lambung berguna dalam mengobati esofagitis

yang disebabkan oleh refluks asam, bisa digunakan sebagai terapi tunggal maupun

kombinasi dengan agen prokinetik. Antagonis reseptor H2 (H2RAs; eg,

ranitidine, cimetidine, famotidine, nizatidine) dan penghambat pompa proton

inhibitors (PPIs; eg, omeprazole, esomeprazole, lansoprazole) terbukti efektif

dalam penatalaksanaan GERD. Sejumlah studi telah mendemonstrasikan

efektivitas dari H2RA pada orang dewasa dengan reflux, dan 3 uji coba acak

terkontrol pada anak menunjukkan bahwa H2RA efektif dalam mengurangi gejala

dan menyembuhkan esofagitis.15

Inhibitor pompa proton

Inhibitor pompa proton terkat dengan hydrogen/potassium adenosine

triphospatase, suatu enzim yang berperan sebagai pompa proton pada sel parietal,

16

Page 17: MakalahGERD28042015.docx

karena itu dapat menghambat pertukaran ion yang merupakan langkah akhir pada

sekresi asam hidroklorida. Obat ini menghambat sekresi asam tanpa memandang

apakah distimulasi oleh histamine, asetilkolin, atau gastrin. Untuk sekresi dari sel

parietal inhibitor pompa proton memerlukan aktivasi dalam lingkungan. Supaya

makanan tidak dapat mempengaruhi absorpsi dan konsentrasi puncak obat dalam

plasma, obat ini paling baik diminum sekitar 30 menit sebelum makan. Obat ini

kurang efektif selama kondisi puasa saat kondisi asam lebih rendah.8

Inhibitor pompa proton dinonaktifkan oleh asam lambung. Oleh karena itu

obat ini diformulasi dengan enteric coating, sehingaa obat ini mampu melewati

lambung dalam keadaan utuh dan memasuki usus, dimana PH nya kurang asam

dan obat diserap. Inhibitor pompa proton memiliki elimanis waktu paruh yang

pendek namun durasi aksi yang panjang karena ikatan dengan pompa proton

irreversibel dan penghentian aktifitas farmakologi memerlukan sintesis enzim

yang baru. Inhibitor pompa proton tidak mempengaruhi motilitas lambung atau

sekresi enzim lambung yang lainnya.8

Inhibitor pompa proton dapat berinteraksi dengan obat yang memerlukan

lingkungan asam untuk penyerapan (misalnya ketokonazol, itrakonazol). Inhibitor

pompa proton dimetabolisme oleh sitokrom P-450 2C19 dan 3A4 secara

bervariasi dan dapat berinteraksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim

ini. 8

Omeprasol dan lansoprasol golongan inhibitor pompa proton telah

diijinkan penggunaanya oleh FDA pada pasien anak. Keduanya tersedia dalam

bentuk kapsul yang mengandung granula salut enteric. Lansoprasol juga tersedia

dalam bentuk granual untuk penggunaanya dalam suspense oral dan secara oral

dalam betuk talet yang mengandung mikrogranula salut enteric. Oleh karena itu

obat ini tidak boleh dikunyah, harus ditelan dalam bentuk utuh karena akan

menurunkan efektifitasnya. Esomeprasol (bentuk isomer S dari omeprasol)

tersedia sebagai kapsul yang mengandung enteric coated pellet , dan rabeprasol,

sedangkan pantoprasol tersedia dalam bentuk enteric coated tablets.8

17

Page 18: MakalahGERD28042015.docx

Pantoprasol, rabeprasol, dan esomeprasol tidka dibenarkan penggunaanya

oleh FDA pada anak-anak. Saat ini percobaan klinis pada pasien anak-anak

sedang dilaksanakan.8

Omeprasol dan lansoprasol sebaiknya diminum dengan sedikit jus buah

yangaagak asam (jus apel, jeruk) atau yoghurt.8

Inhibitor pompa proton lebih efektif daripada antagonis reseptor histamine

H2 dalam mengurangi sekresi asam, mengurangi gejala RGE, dan emnyembuhkan

esofagitis. Inhibitor pompa proton juga lebih efektif daripada antagonis reseptor

histamine H2 dalam mempertahankan remisi.8

Perbaikan gejala bergantung pada dosis, dosis yang lebih tinggi dikaitkan

dengan perbaikan gejala yang lebih cepat. Namun, studi mengenai lansoprazol

juga menunjukkan bahwa bayi yang lebih muda dari 10 minggu mempunyai

farmakokinetik yang berbeda dan memerlukan dosis yang lebih rendah dan efek

samping yang mungkin lebih umum terjadi dibanding pada bayi yang lebih

muda dari 28 hari. Beberapa studi melaporkan bahwa PPI adalah pengobatan yang

efektif untuk esophagitis akibat refluks, tetapi belum ada studi yang

menunjukkan keunggulan H2RA dengan dosis yang tinggi.15

Agen Prokinetik meningkatkan gerakan peristaltik esofagus, mempercepat

pengosongan lambung, dan meningkatkan tonus sfingter esofagus bagian distal.

Cisapride efektif dalam menurunkan refluks, namun obat tersebut telah ditarik

dari pasaran karena efek toksik pada jantung berpotensi menyebabkan

kematian dan tersedia hanya dalam protokol penggunaan yang terbatas.

Metoclopramid adalah obat antidopaminergik dan kholinomimetik yang telah

digunakan. medis pengelolaan GERD.15

Antasid menetralisir asam lambung, dan sodium alginate melindungi

mukosa esophagus dengan membentuk suatu gel pada permukaan. Sukralfat

(suatu kompleks aluminium dari sucrose sulfat) terikat pada dan melindungi

mukosa esofagus. Efikasi obat ini pada anak-anak yang mengalami refluks

estrofageal belum diketahui dengan pasti. Obat ini tidak dibenarkan penggunaan

pada bayi dan aank oleh FDA dalam pengobatan RGE. Penggunaan antacid yang

mengandung aluminium dalam jangka panjang harus dihindari karena resiko

18

Page 19: MakalahGERD28042015.docx

toksisitas aluminium. Obat ini dapat digunakan secara intermitten untuk

meredakan gejala RGE pada anak yang berumur lebih besar.8

4. Terapi Bedah

Operasi antirefluks harus dipertimbangkan bila terapi medis gagal,

misalnya, gejala terus berlanjut atau timbul komplikasi GERD.

Pembedahan biasanya diindikasikan untuk pasien dengan refluks yang

berlanjut dan komplikasi esophagitis meskipun sudah diberi terapi medis. Nissen

fundoplication merupakan prosedur operasi yang paling umum dilakukan.

Tindakan yang dilakukan berupa pembungkusan fundus lambung 3600

sekitar esofagus distal.15

Alternatif dari nissen fundoplication adalah prosedur Thal (fundoplication

180° anterior), prosedur Toupet (fundoplication 2700 posterior),  prosedur Boix-

Ochoa (pemulihan esofagus intra-abdomen), dan Watson fundoplication

(fundoplication 1200 anterior ). Perbandingan antara berbagai operasi ini telah

menunjukkan tingkat setara dengan komplikasi, revisi, dan kepuasan jangka

panjang. Prosedur Nissen dan prosedur  terkait lainnya dapat dilakukan secara

laparoskopi. Fundoplication laparoskopik telah diteliti dengan baik dan telah

disetarakan dengan prosedur terbuka pada dewasa.15

L. Komplikasi GERD

Komplikasi yang sering ditumbulkan pada GERD, antara lain :

a. Esofagitis dan sekuelenya – striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma

Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan,

nyeri pada dada atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi

hematemesis, anemia, atau sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangan

dan parah dapat menyebabkan pembentukan striktura, yang biasanya

berlokasi di distal esophagus, yang menhasilkan disfagia, dan membutuhkan

dilatasi esophagus yang berulang dan fundoplikasi. Esofagitis yang

berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia dari epitel

19

Page 20: MakalahGERD28042015.docx

skuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor untuk

terjadinya adenocarcinoma esophagus.4

b. Nutrisi

Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal tumbuh

karena deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau

nasoyeyunal atau perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui

parenteral terkadang dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut.4

c. Extra esophagus

GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung

terhadap refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi atau

mikroaspirasi). Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit primer

saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran setan yang semakin

memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih intens

(biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan).4

M. Prognosis GERD pada anak

Sebagian besar pasien dengan GERD akan mebaik dengan pengobatan, walaupun

relaps mungkin akan muncul setelah terapi dan memerlukan terapi medis yang

lebih lama.15

Identifikasi subgrup pasien yang kemungkinan besar berkembang

mengalami komplikasi GERD dan penting untuk dilakukan perawatan secara

agresif. Pada pasien ini kemungkinan besar diindikasikan untuk mendapatkan

terapi pembedahan pada staium awal. Setelah laparoskopi Nissen fundoplication,

gejala teratasi pada 92% pasien.15

Kebanyakan kasus GER pada bayi dan balita adalah benigna dan berespon

terhadap terapi non farmakologi. 80% gejala berkurang pada umur 18 bulan.

Beberapa pasien memerlukan terapi menurunkan asam lambung dan hanya

sekelompok kecil yang memerlukan tindakan pembedahan karena gejala GER

setelah usia 18 tahun menunjukkan gejala yang kronik.Resiko jangka panjang

juga meningkat. Untuk pasien yang mengalami GER secara persisten periode

akhir usia anak selalunya memerlukan terapi agen anti sekretori.15

20

Page 21: MakalahGERD28042015.docx

Apabila kasus GERD ini disertai komplikasi (seperti striktur, aspirasi,

penyakit saluran nafas, Barrett esophagus), biasanya memerlukan terapi

pembedahan. Prognosis untuk pembedahan biasanya baik. Meskipun begitu,

mortaliti dan morbiditi adalah tinggi pada pasien pembedahan dengan masalah

medis yang kompleks.15

Data jangka panjang pada anak sangat jarang, namun kesuksesan terhadap

pembedahan antirefluks pada umumnya akan menjadi baik. Pada lebih dari 1000

laparoskopi Nissen fundoplication lebih dari 10 tahun pada bayi dan anak

menunjukkan hasil yang baik, dengan 4% angka kegagalan.15

Sebagian kecil laporan objektif setelah operasi mempertanyakan manfaat

dari pembedahan. Sebuah studi menemukan manfaat dari pembedahan yang

berhubungan dengan refluks pada anak usia 1-4 tahun, namun efek ini tidak

tercatat pada anak yang lebih tua. Kenyataannya, studi ini menujukkan bahwa

pada anak yang lebih tua dengan pengalaman gagal berkembang meningkatkan

angka rawat inap yang berhubungan dengan refluks setelah pembedahan.15

Pemeriksaan pH dalam 24 jam biasanya digunakan untuk mengevaluasi

secara objektif hasil dari pembedahan antirefluks. Sebuah pemeriksaan prospektif

dari 53 pasien pediatri yang diterapi dengan laparoskopi Thal fundoplication

ditemukan bahwa 25 % terdapat refluks patologi pada follow-up, namun 90 %

pasien dilaporkan bebas dari gejala.15

Kedua manajemen pembedahan dan terapi obat cenderung untuk

mendapatkan angka kegagalan yang tinggi pada anak dengan kelainan neurologi.

Kebanyakan dari pasien tersebut memiliki kemungkinan yang serius terhadap

morbiditas dan harapan hidup yang pendek. Sebuah studi pada 46 bayi yang

diperiksa 5 tahun setelah Nissenfundoplication ditemukan bahwa 24% meninggal

setelah gangguan medis lainnya. Yang lainnya, 74% tidak terdapat gejala

berulang, 12% membutuhkan operasi atau fundoplication berulang, dan 45%

mengalami komplikasi setelah operasi. Laporan lainnya dari 109 anak yang

menjalani prosedur Nissen or Boix-Ochoa antirefluks, setelah follow-up selama

10 tahun, ditemukan refluks rekuren pada 20% pasien.15

21

Page 22: MakalahGERD28042015.docx

22

Page 23: MakalahGERD28042015.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines.

Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition Vol. 49, No. 4,

October 2009 : 498–547.

2. Sunoto. Esofagus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Editor : AH

Markum ;Ismail S, Alatas H, et al. Jakarta : FKUI, 1991

3. Ruigómez A, Wallander M, Lundborg P, Johansson S, Rodriguez L.

Gastroesophageal reflux disease in children and adolescents in primary

care. Scandinavian Journal Of Gastroenterology. 2010; 45(2): 139-146.

Available from: MEDLINE with Full Text.

4. Orienstein SR, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain Z. The Esophagus.

Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of

pediatrics.edisi ke-17. Philadelphia : Sounders ; 2004. h.1217-27.

5. Sadler, T.W. Sistem Pencernaan. Dalam: Embriologi Kedokteran

Langman. Edisi ke-7. Jakarta: EGC ; 2000. hal 246-9

6. Wilson LM, Lindseth GN. Gangguan esofagus. Dalam: Price SA,Wilson

LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta

: EGC ; 2006. h. 404-16.

7. Guyton and Hall. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam: Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2000. hal 1050-2

8. Suraatmaja, Sudaryat. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita Selekta

Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007; hal 229-35

9. Cezard J. Managing gastro-oesophageal reflux disease in children.

Digestion. 2004 ; 69 Suppl 13-8.

10. Srivastava R, Jackson W, Barnhart D. Dysphagia and gastroesophageal

reflux disease: dilemmas in diagnosis and management in children with

neurological impairment. Pediatric Annals [serial on the Internet]. 2010 ;

39(4): 225-31.

23

Page 24: MakalahGERD28042015.docx

11. Jayant Deodhar, MD: Pediatric Esophagitis.

h ttp://emedicine.medscape.com/article/928891-overview#showall [diakses

13 April 2011].

12. North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition.

Pediatric GE Reflux Clinical Practice Guideline. Journal of Pediatric

Gastroenterology and Nutrition, Vol. 32, Supplement 2, 2001.

13. Rusdi I. Gangguan Ingesti, Anoreksia, Disfagia, dan Regurgitasi.

Gastroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta 1988.

14. Schwarz, SM. Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Presentation.

http://emedicine.medscape.com/article/930029-clinical#showall (diakses

14 april 2011).

15. Jaksic T. Pediatric Gastroesophageal Reflux Surgery Treatment and

Management. 2010. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/936596-treatment#a1132

24