makalah toksikologi

23
MAKALAH FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI “Obat-obat Penginduksi Nefrototoksik” Di susun oleh : Kelompok V Triary Prawidiastuti 1343050016 Siska Aprilia 1343050018 Shomadiyah Ayu M 1343050043 Siska Nurul Fitriani 1343050046 Diah Farida A 1343050061 Nurlita Sari 1343050075 Glori Elisabeth 1343050095 Yuliana Sumaranita 1343050102 Ahmad Khanifudin 1343050125 Hani Mu’ani 1343050149 Achmad Hubaeri 1343050143 Ijah Munfarijah FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 2016

Transcript of makalah toksikologi

Page 1: makalah toksikologi

MAKALAH FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI“Obat-obat Penginduksi Nefrototoksik”

Di susun oleh :Kelompok V

Triary Prawidiastuti 1343050016Siska Aprilia 1343050018Shomadiyah Ayu M 1343050043 Siska Nurul Fitriani 1343050046Diah Farida A 1343050061Nurlita Sari 1343050075Glori Elisabeth 1343050095Yuliana Sumaranita 1343050102Ahmad Khanifudin 1343050125Hani Mu’ani 1343050149Achmad Hubaeri 1343050143Ijah Munfarijah

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

2016

Page 2: makalah toksikologi

Pendahuluan

Obat penginduksi Nephrotoxicity (Drug-Induced-Nephrotoxicity) adalah kondisi yang sangat umum dan bertanggung jawab untuk berbagai efek patologis pada ginjal. Hal ini didefinisikan sebagai penyakit ginjal atau disfungsi yang timbul sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari paparan drugs. Insiden nefrotoksisitas yang diinduksi obat telah meningkat dengan meningkatnya penggunaan obat-obatan dan ketersediaannya sebagai obat over-the-counter terutama non-steroid anti-inflammatory (NSAID), antibiotik, dll.

Obat penginduksi gagal ginjal akut (Acute Renal Failure / ARF) menyumbang 20% dari semua kasus ARF dalam study di India. Di antara geriatric, kejadian obat penginduksi nefrotoksisitas setinggi 66%, karena insiden diabetes dan penyakit kardiovaskular yang tinggi dan memaksa untuk menggunakan beberapa obat. Walaupun gangguan ginjal sering bersifat reversibel, masih mungkin memerlukan intervensi dan perawatan. Sebagian besar obat yang ditemukan nefrotoksik memiliki satu atau lebih umum mekanisme patogen. Termasuk pengubahan hemodinamik intraglomerular, toksisitas sel tubular, peradangan, nefropati kristal, rhabdomyolysis, dan microangiopathy trombotik. Pengetahuan menyinggung obat dan mekanisme patogen tertentu mereka cedera ginjal sangat penting untuk mengenali dan mencegah gangguan ginjal akibat obat.

Page 3: makalah toksikologi

ISI

Ginjal

Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan dengan cara membuang sampah-sampah sisa metabolisme dan menahan zat-zat yang dibutuhkan tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk menjaga homeostatis. Secara singkat, kerja ginjal bisa diuraikan sebagai berikut:

Mempertahankan keseimbangan kadar air (H2O) tubuh Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh Mengatur volume plasma Membantu mempertahankan kadar asam-basa cairan tubuh Membuang sampah-sampah sisa metabolisme yang beracun bagi tubuh terutama otak Mengatur jumlah dan konsentrasi dari kebanyakan ion di cairan ekstraselular Membuang berbagai komponen asing obat, bahan aditif makanan,pestisida, dan bahan

exogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh Memproduksi erythropoietin Memproduksi renin untuk menahan garam Mengubah vitamin D ke bentuk aktifnya

Page 4: makalah toksikologi

Gangguan Ginjal.

Setiap organ dapat mengalami kerusakan salah satunya adalah ginjal. Berbagai macam zat dapat mengganggu dari fungsi ginjal sehingga merusak dari aktifitas ginjal . Zat-zat yang dapat menyebabkan toksik pada ginjal disebut nefrotoksik. Penyebab nefrotoksik berasal dari oksigen (misal, CCI4, merkuri, siklosporin, bahan kontras). Dan endogen (misalnya, hemoglobin, mioglobin, asam urat, protein bencejones). Selain itu penyebab lain dari hipoperfusi ginjal, mekanisme patogenik penyebab ATN adalah vasokonstriksi intrarenal khususnya arteriol aferen, kebocoran cairan tubular melewati dasar membrane, obstruksi tubulus oleh silinder dan umpan balik tubuloglomerular.

Gagal ginjal atau juga disebut insufisiensi ginjal adalah kondisi ketika ginjal tidak lagi berfungsi cukup untuk mempertahankan keadaan normal kesehatan.

A. Gagal Ginjal Akut (GGA)Gagal ginjal akut (GGA, acute renal failure, ARF) ditandai oleh penurunan cepat laju filtrasi glomerulus (LFG) dalam hitungan jam sampai hari. Retensi zat-zat buangan nitrogen, oligouria (curah urin <400 mL/hari), serta kelainan elektrolit dan asam basa merupakan gambaran klinis yang sering dijumpai. GGA biasanya asimtomatik dan didiagnosis ketika pada pemantauan biokimiai pasien yang sedang dirawat inap memperlihatkan peningkatan konsentrasi urea dan kreatinin serum. GGA berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas rawat inap yang signifikan, berkisar antara 30-60%, bergantung pada situasi klinis dan ada tidaknya kegagalan organ selain ginjal. Untuk tujuan diagnosis dan tata laksana, kausa GGA dibagi menjadi 3 kategori utama:

1. Penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal, sehingga terjadi penurunan fungsi tanpa kerusakan parenkim yang nyata (GGA prerenal atau azotemia)

2. Penyakit yang secara langsung mengenai parenkim ginjal (GGA intrinsik)3. Penyakit yang berkaitan dengan obstruksi saluran kemih (GGA pascarenal).

(Jameson, Loscalzo. 2008)

B. Gagal Ginjal KronikGagal ginjal kronik (GGK, Chronic Kidney Dissease, CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan ditegakan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah sindrom akibat gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu dialisis atau transplantasi). (Anonim, 2000).Patofisiologi penyakit ginjal kronik mencakup 2 rangkaian mekanisme kerusakan yang luas: (1) mekanisme pemicu yang spesifiki untuk etiologi yang mendasari (mis. Kompleks imun dan mediator inflamasi pada jenis-jenis tertentu yang mengenai tubulus dan interstisium); dan (2) serangkaian mekanisme progresif, melibatkan hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron hidup yang tersisa, yang merupakan konsekuensi umum setelah berkurangnya massa ginjal dalam jangka panjang, apapun etiologi yang

Page 5: makalah toksikologi

mendasarinya. Respons terhadap pengurangan jumlah nefron ini diperantarai oleh hormone vasoaktif, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Akhirnya, hipertrofi ini menjadi maladaptive karena peningkatan tekanan dan aliran mempermudah terjadinya sclerosis dan lenyapnya nefron yang tersisa. Meningkatnya aktivitas intrarenal sumbu renin-angiotensin tampaknya ikut berperan baik dalam maladaptive tahap berikutnya, yang terakhir disebut, sebagian, berkaitan dengan stimulasi transforming growth factor-β (TGF-β).

Page 6: makalah toksikologi

ISI

NefrotoksisNefrotoksik adalah zat – zat yang beracun untuk nefron (ginjal), sedangkan Nefropati

adalah kerusakan pada nefron (ginjal). Penyebab Nefrotoksistas antara lain oksigen (missal, CCI4, merkuri, siklosporin, bahan kontras), endogen (misalnya, hemoglobin, mioglobin, asam urat, protein bencejones). Selain itu penyebab lain dari hipoperfusi ginjal, mekanisme patogenik antara lain vasokonstriksi intrarenal khususnya arteriol aferen, kebocoran cairan tubular melewati dasar membrane, obstruksi tubulus oleh silinder dan umpan balik tubuloglomerular.

Mekanisme Umum Kebanyakan obat ditemukan menyebabkan nefrotoksisitas mengerahkan efek toksik oleh

satu atau lebih umum mekanisme patogenik. Termasuk diantaranya : Altered intraglomerular hemodynamic, toksisitas sel tubular, inflamasi, Kristal nefropati, rhabdomiolisis, dan microangiopati thrombotic.

a. Altered Intraglomerular hemodynamic Pada orang dewasa muda yang sehat, sekitar 120 mL plasma disaring di bawah tekanan melalui glomerulus per menit yang berhubungan dengan GFR. Ginjal mempertahankan atau autoregulasi tekanan intraglomerulus dengan modulasi arteri aferen dan eferen untuk menjaga GFR dan output urin. Contohnya pada pasien dengan penurunan volume, perfusi ginjal bergantung pada sirkulasi prostaglandin untuk vasodilatasi arteriol aferen, yang memungkinkan peningkatan aliran darah melalui glomerulus. Pada saat yang sama, tekanan intraglomerularditopang oleh aksi angiotensinII yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol eferen.Obat dengan aktivitas antiprostaglandin (Mis, obat anti-inflamasi nonsteroid[NSAID]) atau dengan aktivitas antiangiotensin-II (misalnya, angiotensin-converting enzyme[ACE] inhibitor, angiotensin receptor blocker[ARB]) dapat mengganggu ginjal dalam hal kemampuan ginjal untuk autoregulasi tekanan glomerulus dan menurunkan GFR.10,32 Obat lain, seperti kalsineurininhibitor (misalnya, siklosporin [Neoral],tacrolimus [Prograf]), penyebab pengaruh dosis dengan vasokontriksi arteriol aferen menyebabkan gangguan ginjal pada pasien yang berisiko tinggi.

b. Toksistas Sel TubularSel tubulus ginjal, khususnya sel tubulus proksimal rentan terhadap efek racun dari obat karena perannya dan konsentasikan dan reabsorbsi hasil filtrasi glomerulus yang mengandung toksin. Obat yang dapat menyebabkan toksisitas sel tubular melalui mengacaukan fungsi mitokondria, mengganggu transport tubular, meningkatkan stress oksidative atau membentuk radikal bebas. Obat yang menggunakan mekanisme ini antara lain : aminoglikosida, amfoterisin, antiretroviral, cisplatin.

c. Inflamasi

Page 7: makalah toksikologi

Obat dapat menyebabkan perubahan inflamasi di glomerulus, sel-sel tubulus ginjal, dan sekitar interstitium, yang mengarah ke fibrosis dan jaringan parut ginjal. Glomerulonefritisadalah kondisi peradangan yang disebabkan terutamaoleh mekanisme kekebalan tubuh dan seringdikaitkan dengan proteinuria di nefrotik. Obat seperti terapi emas, hydralazine, interferon-alfa, lithium, NSAID, propylthiouracil,dan pamidronat. Penyebab nefritis interstitial akut (Acute Interstial Nephritis), yang dapatdiakibatkan dari reaksi alergi terhadap obat, berkembang pada idiosinkrasi dan non-dose-dependent. Obat yang menyebabkan nefritis interstitial akut melalui pengikatan dengan antigen di ginjal atay bertindak sebagai antigen dan terdeposit pada interstitium, menyebabkan reaksi imun. Contoh obat : Allupurinol, antibiotic, PPi.

d. Kristal Nefropati Gangguan ginjal dapat mengakibatkan dari penggunaan obat-obatan yang menghasilkan kristal yang tidak larut dalam urin manusia. Kristal mengendap,biasanya dalam lumen tubular distal, menghalangi aliran urin dan memunculkan sebuah reaksi interstitial Umumnya diresepkanobat terkait dengan produksikristal termasuk antibiotik (misalnya, ampisilin,ciprofloxacin [Cipro], sulfonamid); antiviral(Mis, asiklovir, foscarnet, gansiklovir[Cytovene]); indinavir; methotrexate.

e. Rhabdomyolisis Rhabdomyolysis adalah sindrom di mana cedera otot rangka menyebabkan lisis dari miosit, melepaskan konten intraseluler yakni mioglobin dan creatine kinase keplasma. Mioglobin menginduksi cedera ginjal sekunder menjadi toksisitas langsung, obstruksi tubular, dan perubahan GFR. Obat dapat menyebabkan rhabdomyolysis langsung sekunderuntuk efek toksik pada fungsi miosit, atau tidak langsung oleh predisposisi miosit untuk injury. Contoh obat : Statin adalah agen yang paling dikenal terkait, kokain, heroin, ketamine, metadon.

f. Trombotik MicroangiopathyDalam microangiopathy trombotik, kerusakan organ disebabkan oleh trombi platelet di mikrosirkulasi, seperti di trombotik trombositopenia purpura. Mekanisme dari cedera sekunder dari renal menjadi obat menginduksi trombotik microangipati termasuk reaksi imun atau toksisitas endothelial langsung. Contoh obat : antiplatelet, cyclosporine, mitomisin, quinine.

Faktor risiko pasien

1. Usia diatas 60 tahun 2. Diabetes3. Terkena paparan banyak nephrotoxin4. Gagal Jantung 5. Sepsis 6. Deplesi volume intravascular 7. Keadaan insufisiensi ginjal ( GFR < 60 mL per menit per 1.73 m2)

Page 8: makalah toksikologi

Faktor Risiko Obat - Drug-induced Nephrotoxicity

Obat penginduksi Nefrotoksisitas antara lain :

1. Antibiotika.

Beberapa obat antibiotika yang sering menimbulkan gangguan fungsi ginja antara lain : golongan aminoglikosida, betalaktam, dan vancomisin, golongan sulfanilamid, golongan acyclovir, golongan rifampisin, golongan amfoterisin B, serta golongan tetrasiklin. Berdasarkan aktivitas antibiotika terhadap kuman gram positif dan gram negative, maka aktivitas antibiotika terhadap gram negative relative lebih bersifat nefrotoksis.

a. Golongan aminoglikosidaAminoglikosida merupakan antibiotika yang penggunaannya sangat luas

terutama untuk pengobatan infeksi gram negative, namun demikian penggunaannya perlu dibatasi karena dapat menyebabkan nefroktoksik. Kegagalan fungsi ginjal akibat pemakaian aminoglikosida terjadi bila kenaikan kadar kreatinin plasma hingga ≥45 µmol/L selama atau setelah terapi. Mekanisme terjadinya nefrotoksis: Aminoglikosida masuk kedalam ginjal mencapai maksimal di korteks ginjal

dan sel tubulus, melalui proses endositosis dan sequestration, aminogliosida berikatan dengan lisosom membentuk myeloid body / lisosom sekunder dan fosfolipidosis. Kemudian membrane lisosom poach dan melepaskan asam hydrolase dan mengakibatkan kematian sel.

Mekanisme lain dapat diketahui lewat permukaan sel, G protein bergabung dengan Ca ++ (Polyvalent cation)-sensing receptor dimana reseptor ini berada di nefron distalis serta lumen tubulus proksimal, dan terlibat dalam proses kerusakan sel.

Page 9: makalah toksikologi

Faktor risiko toksistas aminoglikosida antara lain adanya depletion ion natrium dan kalium, ischemia ginjal, usia, penggunaan diuretika, penyakit hati, dan obat lain. Menurut urutan toksisitasnya golongan aminoglikosida dari yang paling toksis adalah Neomisin>Gentamisin> Tobramisin> Netilmisin> Amikasin > Streptomisin.

b. Golongan Sulfonamid. Penggunaan obat golongan sulfonamid meningkat dengan adanya AIDS, bila

dikombinasikan dengan beberapa obat dapat digunakan untuk pengobatan malaria (Sulfadoksin dan Pyrimethamine) Mekanisme terjadinya nefrototoksis :

Pembentukan kristaluria pada pemakaian lama golongan sulfa. Contoh : Sulfadiazin diekskresi di urin menjadi asetilsulfadiazin yang merupakan asam lemah mengendap pada lumen tubulus saat pH urin di bawah 5,5. Kristal hasil pengendapan ini menyebabkan obstruksi pada lumen tubulus di nefron distal

c. Amphotericin B (Am-B)Penggunaan obat ini sangat efektif sebagai anti jamur. Namun, dapat pula

menyebabkan efek nefrotoksik. Am-B diberi secara infus intravena secara perlahan selama 4-6 jam. Dosis permulaan 1-5 mg/hari, ditingkatkan 5 mg/hari sampai mencapai dosis 0,4-0,7 mg/kg BB. Am-B dalam dosis terapoutik sering menimbulkan gangguan fungsi ginjal dan fungsi hepatoseluler serta anemia. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun dan terdapat perubahan fungsi tubuler ginjal. Hal ini akan menurunkan kliren kreatinin dan meningkatkan kliren kalium.bila terdapat gangguan fungsi ginjal, dosis amfoterisin B harus diturunkan. Metilester dari amfoterisin B kurang nefrotoksik tapi menimbulkan perubahan mental dan neurologik. (staf pengajar departemen farmakologi fakultas kedokteran universitas sriwijaya,Kumpulan Kuliah Farmakologi2009.EGC hal 225)Mekanisme terjadinya nefrototoksis :

Am-B bersifat hidrofilik sehingga mudah bercampur dengan membrane sel epithel dan meningkatkan permeabilitas. Hal ini akan merusak sel endotel yang mengakibatkan vasokontriksi arteriole afferent dan efferent glomerulus dan menyebabkan penurunan GFR dan berakibat terjadi oligouria.

Liposomal Am-B mengurangi toksisitas ginjal. Total dosis tinggi 5 mg/kg/hari dibandingkan dengan maksimum 0,5-1,5 mg/kg/hari dengan Am-B hidrofil dapat dicapai tanpa risiko ke jaringan ginjal.

d. RifampisinMerupakan obat anti tuberculosis yang mempunyai efek nefrotoksis

dibandingkan dengan anti tuberculosis lainnya. Mekanisme terjadinya nefrototoksis :

Rifampisin menginduksi terjadinya anemia hemolitik yang dapat menyebabkan GGA.

e. Acyclovir Merupakan obat anti virus, bila diberikan lebih dari 500 mg/ m2 intravena akan

menyebabkan nefrotoksis,

Page 10: makalah toksikologi

Mekanisme terjadinya nefrototoksis : Kelarutan yang rendah menyebabkan presipitasi intratubuler dengan gejala

obstruksi uropati dan hematuri, f. Golongan Penicillin, Sefalosporin dan Betalaktam lain.

Walaupun umumnya tidak nefrotoksis tetapi nefropati dapat terjadi pada pemberian Meticillin, Penicillin G, dan ampisilin. Kelainannya berupa nefritis interstitialis, diperkirakan terjadi berdasarkan mekanisme reaksi immune yang tergantung pada dosis dan lama pemberian. Sefaosporin merupakan zat yang nefrotoksis, meskipun jauh lebih kurang dari aminoglikosida, dan polimiksi. Nefrototoksis terutama pada sefalodrin dosis 4 g / hari, kombinasi dengan gentamisin dan tobramisin mempermudah nefrototoksis. Mekanisme nefrotoksis melalui reaksi ischemia dan endotoksemia serta renal cortex mitochondria injury.

g. Kapreomisin Obat ini adalah suatu antibiotika polipeptida yang diisolasi dari

Streptomycescapreolus. Obat ini mudah larut dalam air dan tidak berwarna. Mekanisme kerja obat ini tidak diketahui dengan pasti. Obat ini menghambat basil TBC pada konsentrasi 1-5 µg/ml. Bisa terjadi resistensi silang antara kapreomisin dan kanamisin serta neomisin. Absorpsinya di saluran cerna kurang baik sehingga harus diberikan secara parenteral. Konsentrasi puncak serum 28-32 µg/ml yang dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian dosis harian 1 gr/hari. Obat ini diekskresikan dalam bentuk utuh di urine dan ditemukan lebih dari 50% dalam waktu 12 jam.Obat ini bersfat nefrotoksik, ditandai dengan peningkatan kadar nitrogen urea, menurunnya kebersihan kreatinin,albuminuria,dan silinderuria. Obat ini juga bersifat ototoksik. (staf pengajar departemen farmakologi fakultas kedokteran universitas sriwijaya,Kumpulan Kuliah Farmakologi2009.EGC hal 659)

2. NSAID

Ketersediaan obat NSAID pada Over-the-counter menyebabkan risiko pada populasi banyak. Penggunaan dosis yang tinggi, deplesi volume, Gagal Jantung kongestif, sindrom nefrotik, sirosis dengan ascites, adanya gangguan ginjal dan usia > 65 tahun adalah factor-faktor yang meningkatkan toksisitas.

Mekanisme terjadinya nefrototoksis :

Nephrotoksisitas diakibatkan keterlambatan respon hipersensitivitas dengan menyingkirkan metabolit asam arasidonat ke jalur lipoxygenase. Leukotrien menyebabkan kemotaksis dari sel darah putih yang berahir dengan infiltasi sel ( T-Cell dan eosinophil). Selain itu, Penghambatan vasodilatasi prostaglandin pada arteriola afferen ginjal. Penghambatan menyebabkan konstriksi dari arteriola afferen dan terjadi penurunan tekanan dan laju filtrasi glomerular. Pemberian NSAID > 3 gram / 24 jam menyebabkan interstisial nefritis akut. Hal ini terjadi jika penggunaan NSAID dilakukan selama 18 bulan.

Page 11: makalah toksikologi

3. Cisplatin

Nefrotoksisitas adalah efek samping utama dari obat ini, namun ini bersifat kumulatif dan berhubungan dengan dosis (>25-33 mg/m2/minggu)

Mekanisme terjadinya nefrotoksistas :

Menyebabkan nekrosis tubular dengan peningkatkan BUN, serum kreatininin, dan penurunan serum Na+, K+, Mg++, Ca++ terjadi karena kerusakan tubular proksimal.

4. Cyclosporine (CS-A)

Nefrotoksisitas acute reversible dan chronic irreversible adalah 2 hal yang berhubungan dengan CS.

Mekanisme terjadinya nefrotoksistas :

Disebabkan karena arteriolopathy, atropi tubular, dan fibrosis interstitial. Atropi tubular dengan difusi fibrosis dapat terlihat seperti strip (lesi). Lesi berat diperlihatkan oleh pasien dengan dosis kumulative > 1.8 g/kg lebih dari 6 bulan berhubungan dengan thrombosis pada mikrosirkulasi renal bersamaan dengan trombositopenia dan anemia hemolitik.

5. Captopril

Captopril merupakan jenis obat yang dieksresikan sebagian besar melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah. Captopril akan dieksresikan melalui urin sebesar 40%-65% dalam bentuk tidak berubah. Sebesar 30% dari obat ini terikat dengan protein plasma. Sehingga dengan bobot molekul protein yang terikat akan merusak glomerulus.

6. Carbon tetra chloride (CCl4)

CCl4 adalah suatu racun protoplasma, yang mana direabsorbsi dengan cepat dari bagian gastroinstestinal ke portal circulation yang mengandung lipid dan diekresikan oleh paru-paru. CCl4 menyebabkan nekrosis nefron tubulus pada lengkung henle dan nekrosis sel hati.

CCl4 dapat masuk kedalam tubuh melalui inhalasi karena CCl4 dapat menguap pada suhu kamar, selain itu CCl4 juga bisa masuk melalui oral seperti melalui minuman yang terkontaminasi CCl4

Keracunan CCl4 akut yang menyebabkan gagal ginjal akut, bisa diterapi dengan :- Conservative treatment (penggunaan obat-obat hepatotropic, obat-obat diuretik)- Transfusi darah- Renal replacement therapy (dialisis peritonial, hemodialisis, plasmapheresis).

[15,17,20,27].7. Amanita phalloides – pada jamur

Page 12: makalah toksikologi

Jamur amanita phalloides pada dosis letal (0,1 mg/kgBB) menyebabkan nekrosis tubulus pada bagian nefron lengkung henle.

Jika terjadi keracunan jamur amanita phalloides, untuk penanganan pertama dalam 24 setelah keracunan dilakukan:

- Conservative treatment (meliputi: pencucian saluan Gastrointestinal, infus glukosa secara intravena, crystalic penicillin dalam dosis besar untuk mencegah ikatan amatoxin pada serum albumin, thioctacid acid, sylimarin, sulfamethoxazol, carboxylasis, vitamin B,C,K, obat-obat diuretik, dan lainnya)

- Renal replacement therapy8. Ethylene glycol

Etylen glikol merupakan zat yang toksik pada tubulus, yang mana menyebabkan nekrosis tubulus pada bagian tubulus distal, tubulus proximal, dan daerah penurunan pada lengkung henle. Hal yang paling penting dalam mendeteksi adanya keracunan etylen glikol adalah dengan melihat terjadinya metabolik asidosis dengan peningkatan anion osmolal gap, dan leuositosis.

Keracunan etylen glikol menyebabkan berbagai gejala neurologi (keram, hemiparesis, koma), metabolik asidosis, leukositosis, hepatitis akut, dan gagal ginjal akut.

Baru-baru ini untuk pengobatan pada keracunan etylen glikol:- Diberikan etylalcohol sebagai antidotum- Diberikan obat-obat diuretik- Diberikan 4-methyl-pyrazol pada dosis 2x10 mg i.v per hari - Dianjurkan penggunaan asetat/bicarbonat hemodialisis jika terjadi syndrom

uremic dan metabolik asidosis meningkat secara ekstrim.- Penggunaan larutan dialisis dengan konsentrasi phosphat sebesar 1,3 mmol/L

untuk resiko terajadinya hypophosphatemia selama dilakukan hemodialisis- Diberikan Vitamin B6 yang dibutuhkan untuk pengubahan glyoxalate menjadi

glycine9. Kalium dikromat / Potasium dichromate

Kalium dichromate berisi sedikit dialysable Cr6+, yang dimasukkan ke dalam eritrosit dalam 90%, setelah 30 menit menelan nya. Hal itu disebabkan selain bahan kimia terbakar dari selaput lender dari saluran pencernaan, ginjal akut dan hepatitis akut beracun dan juga penghambatan beracun di sumsum tulang dan hemolisis. Selain itu menyebabkan nekrosis tabung dalam bagian awal dari tubulus proksimal

Page 13: makalah toksikologi

Parameter Nefrotoksik

Penanda biokimia memainkan peran penting dalam diagnosis yang akurat dan juga

untuk menilai risiko dan mengadopsi terapi yang meningkatkan hasil klinis. Biomarker yang ada seperti kreatinin serum dan BUN, untuk memantau keselamatan ginjal yang tidak sensitive dan menunjukkan spesifitas terbatas. Dalam decade terakhir, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengidentifikasi lebih baik penanda nefrotoksik menggunakan pendekatan proteomik dan genomik. Penanda baru ini lebih sensitive dan dapat mendeteksi kerusakan lebih awal dari BUN dan tingkat kreatinin.

Page 14: makalah toksikologi

. Nefrotoksik dilihat berdasarkan klasifikasi gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury) dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum; (4)penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja (Rusli R, 2007).

Parameter 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel 2. (Rusli R, 2007).

Tabel. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007Kategori Peningkatan kadar SCr Penurunan LFG Kriteria UORisk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

>6 jamInjury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

>12 jamFailure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, >24

jamLoss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4

minggu

End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3Bulan

Treatment Terhadap Nefrotoksik

1. Monitoring parameter organ vital : temperature, diuresis, pengaturan status hidrasi, elektrolit, keseimbangan asam basa dan osmolality.

2. Pencucian saluran lambung-usus.3. Penggunaan antidotum

Zat penginduksi Nefrotoksik Anti dotum

Lithium Amiloride

Carbon tetra chloride Acetylcysteine, hyperbaric oxygen.

Aminoglycosides No specific antidotum. Hemodialisis / dialysis peritonial

Ethylene glycol Dahulu : Ethyl alcohol

Page 15: makalah toksikologi

Sekarang : 4-methyl-pyrazole (fomepizol)

Acetaminophen Cholestramine

Asiklovir (i.v) Diuresis Saline

4. Terapi penggantian ginjal / conservative (dialysis peritoneal, haemodialisis bicarbonate, transfuse pertukaran darah, haemodiafiltration, haemodialisis dgn albumin, haemoperfusi dengan arang aktif atau adsorben lain) Hemodialisa, Pengertian proses hemodialisa dalam hal ini adalah terjadinya difusi pasif racun dari plasma kedalam cairan diálisis melalui sebuah membran.Tindakan ini dilakukan pada keracunan dengan koma yang dalam, hipotensi berat, kelainan asam basa dan elektrolit, penyakit ginjal berat, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit hati, dan pada kehamilan. Umumnya dilakukan pada keracunan pada dosis letal dari bahan alcohol, barbiturat,karbamat, paracetamol, aspirin, amfetamin, logam berat dan striknin.Pada proses hemodialisis ini menguntungkan karena susunan caiaran diálisis dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Pada proses dialisis in dapat ditambahkan adsorbensia. Adsorbensia cukup menguntungkan karena sifat ikatan yang kuat serta kapasitas ikatan yang tinggi untuk beberapa zat . Tetapi penggunanaan zat ini memiliki kerugian yaitu komponen yang tidak toksis seperti vitamin, hormon, asam amino dan bahan makanan juga dapat ditarik dari plasma.Pelaksanaan tindakan ini cukup merepotkan dan mahal, tetapi tindakan ini harus dilakukan pada kasus keracunan berat seperti pada keracunan zat nefrotoksik kuat (misal : raksa (II florida). Zat nefrotoksik dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang parah sehingga eliminasi ginjal akan sangat berkurang. Langkah ini berlaku pada racun yang dapat melewati membrane diálisis. Pada umumnya pada zat yang mengalami ultraflitrasi oleh ginjal. Berikut ini adalah zat yang perlu dilakukan diálisis jika kadar pada plasma melampaui konsentrasi berikut ini, antara lain untuk: metanol (50 mg/ 100 ml plasma), fenobarbital (20 mg/ 100 ml plasma), dan asam salisilat (90 mg / 100 mlplasma).

5. Treatment lain

Page 16: makalah toksikologi

DAFTAR PUSTAKAChasani, Shofa. 2008. Antibiotik Nefrotoksik : Penggunaan Pada Gangguan Fungsi Ginjal. SemarangDhodi, D. K., et all. 2014. Drug-induced nephrotoxicity. India : International Journal of Basic & Clincial Pharmacology. doi: 10.5455/2319-2003.ijbcp20140826Lameson, J. L., Loscalzo, J.,2013. Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa. Jakarta: EGC

Naughton, C. A. 2008. Drug Induced Nephrotoxicity. North Dakota: American Family Physician Volume 78 Nomor 6.

Bullock, B.L. & Henze, R. L. (2000). Focus on pathophysiology.Phildelphia:Lippincott.

Guyton,A.C & Hall,J.E.(1996).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.(ed.9).Jakarta:EGC

Suyono, S. (2001).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (ed.3).Jakarta:FKUI.

Price,S.A & Wilson, L.M. (1994).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.(ed.4).Jakarta.EGC

Roesli R. Kriteria “RIFLE” cara yang mudah dan terpercaya untuk menegakkan diagnosis dan memprediksi prognosis gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi. 2007;7(1):18-24.

M. Ade Junaidi, FK UI., 2009

Wirasuta, I Made Agus Gelgel,Rasmaya Niruri.2007. Toksikologi umum. Universitas Udayana

Miroslav, et all. 2013. Renal replacement therapy in acute poisonings-one center experience. Slovak Republic: Przeglad Lekarski Volume 70 Nomor 6.

Jobson Lopes de oliveira, et all. Lithium Nephrotoxicity Rev Assoc Med Bras 2010; 56(5): 600-6

Siegers, C.P, Moller-Hartman.W, 1989. Cholestyramine as an antidote against paracetamol-induced hepato- and nephrotoxicity in the rat. May;47(2):179-84.