MAkalah Tn K
Transcript of MAkalah Tn K
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga
pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada
rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2
s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan
udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling
sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat
trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru
sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan
kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-
kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB,
TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura,
ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya
pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke
dalam rongga pleura, yaitu
1) Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2) Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau
abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam
rongga pleura.
3) Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas
misalnya pada empiema.
1
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak
kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai
sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar
antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada
pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1), paling
sering pada usia 20-30 tahun. Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks
spontan primer pada laki-laki adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya
sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang.
Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3
kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang.
Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks
spontan dengan laju yang semakin meningkat. Insidens pneumotoraks di
seluruh dunia belum diketahui. Kematian lebih sering terjadi pada pasien
pneumotoraks yang disertai PPOK dan pada pasien pneumotoraks spontan
sekunder dengan persentase sebesar 1 – 17 persen. Persentase yang lebih besar
yakni sebesar 25 persen pun terjadi pada pasien pneumotoraks disertai AIDS.
Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering
disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada
mereka yang mempunyai kebiasaan merokok.
B. Identifikasi masalah
Tn. K merupakan pasien di ruang ICU Rumah Sakit Fatmawati dengan
diagnosa Pneumotoraks, gagal napas, PPOK, TB paru duplex. Identifikasi
masalah keperawatan dilakukan dengan menggunakan pengkajian keperawatan
secara menyuluruh yang dilakukan oleh kelompok pada tanggal 17 Agustus
2013. Makalah ini menyajikan tentang data hasil pengkajian, analisa data,
masalah keperawatan, diagnosa keperawatan dan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada Tn. K.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
2
Untuk mendapatkan gambaran tentang proses keperawatan pada klien
Tn. K dengan diagnosa pneumotoraks, gagal napas, PPOK, TB paru
duplex di ruang ICU Rumah Sakit Fatmawati
2. Tujuan khusus
a. Dapat melakukan pengkajian, analisa data, merumuskan masalah
keperawatan, menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. K di
Rumah Sakit Fatmawati.
b. Dapat menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada Tn. K di
Rumah Sakit Fatmawati.
c. Dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang
nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
d. Dapat menilai hasil (mengevaluasi tindakan) keperawatan yang
telah dilakukan.
e. Dapat mampu mengsinergiskan teori dengan kasus pada Tn. K.
D. Manfaat
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil makalah ini diharapkan mampu menjadi salah satu pertimbangan
yang dapat digunakan tenaga kesehatan untuk memperbaiki atau
meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit yang khususnya diberikan
pada pasien dengan pneumotoraks.
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka
meningkatkan upaya kesehatan khususnya tentang keperawatan kegawat
daruratan. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menyusun perencanaan dan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi Paru
Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks,
yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat
menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks
dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara
bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika
kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi),
karena penurunanan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika
dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi),
paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar
melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya
membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati
sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.
Pleura. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane
halus, licin, yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding
interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis
melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua
pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung
4
sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Mediastinum. Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga
toraks menjadi dua bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks
kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.
Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas
lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas,
tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen
yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasaan pleura.
Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam
setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan
dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus
segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan
struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling
efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi
menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi
bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos
sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar
submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus
juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut”
pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang
konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing
menjauhi paru menuju laring.
5
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap
menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung
sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut
serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik.
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida
terjadi dalam alveoli.
Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun
dalam kluster anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini
sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan
menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga
jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang
membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif
secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli
tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang
memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting.
Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam
trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar
menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan.
Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru
secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup
varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens
paru. Varians tekanan udara, udara mengalir dari region yang tekanannya
tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan
diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan
6
dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di
bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke
dalam alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru
mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan
alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari
paru-paru ke dalam atmosfir.
Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau
ukuran saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang
mengubah diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resistensi
jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan
tertentu selama respirasi. Factor-faktor umum yang dapat mengubah
diameter bronkial termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada
asma ; penebalan mukosa bronkus, seperti pada bronchitis kronis ; atau
obstruksi jalan udara akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan
elastisitas paru seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah
diameter bronkial karena jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan
membantunya tetap terbuka selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan
meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar
dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.
Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir
menyebabkan udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika
perubahan tekanan diterapkan dalam paru normal, maka terjadi perubahan
yang porposional dalam volume paru. Ukuran elastisita, ekspandibilitas,
dan distensibilitas paru-paru dan strukur torakas disebut kompliens. Factor
yang menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli
(normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis.,
kolagen dan elastin) paru-paru.
Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan
dalam paru-paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan
toraks dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan.
7
Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika diberi tekanan.
Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan
daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis., emfisema). Saat paru-
paru dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang rendah atau
turun. Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak,
hemotorak, efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal.
Paru-paru dengan penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi
lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.
B. Pneumotoraks
a. Definisi Pneumotoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura.
Pneumothorks dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British
Thoracic Society 2003). Tension pneumothoraks disebabkan
karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat
inspirasi. Pneumothoraks dapat menyebabkan cardiorespiratory
distress dan cardiac arrest. Pneumothoraks ialah didapatkannya udara
didalam kavum pleura (Hendra Arif, 2000). Pneumotoraks adalah
suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat
robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika
pleura parietal ataupun visceral tertembus (robek) dan rongga pleura
terpapar dengan tekanan udara positif (Smeltzer et al,2008).
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat
terjadi secara spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma
ataupun proses patologis, atau dimasukkan dengan sengaja (Dorland
1998 : 872).
b. Tipe Pneumotoraks
a) Simple pneumotoraks
Simple pneumotoraks merupakan pneumotoraks sederhana atau
spontan yang terjadiketika udara memasuki rongga paru melalui
penembusan pleura parietal ataupun visceral. Kondisi ini paling
8
sering terjadi seiring dengan masuknya udara ke pleuramelalui
rupturnya fistula bronkopleural. Pneumotoraks spontan dapat
terjadi pada orangsehat tanpa adanya trauma, namun terjadi akibat
rupturnya blister pada permukaan paru,memungkinkan udara dari
jalan nafas memasuki rongga pleura. Kondisi ini
dapatdihubungkan dengan penyakit paru interstisial yang
menyebar, dan emfisema berat.
b) Traumatic pneumotoraks
Traumatic pneumotoraks terjadi ketika udara terlepas dari laserasi
pada paru dan memasuki rongga pleura, atau memasuki rongga
pleura melalui luka pada dinding dada.Pneumotoraks jenis ini
dapat terjadi akibat trauma tumpul, luka tembus dada
atauabdomen, serta robekan diafragmatik. Pneumotoraks
traumatic dapat terjadi selama prosedur invasive pada toraks,
seperti torasentesis, biopsi paru transbronkhial, serta pemasukan
akses sub klavia di mana dilakukan penusukan pada pleura, atau
karena barotrauma dari ventilator mekanik.Pneumotoraks
traumatic a cedera mayor seringkali disertai dengan hemotoraks.
Selainitu, gabungan dari udara dan darah juga kadang ditemukan
setelah trauma mayor.Pneumotoraks terbuka, salah satu jenis dari
pneumotoraks traumatic terjadi ketika perlukaan pada dinding
dada cukup besar untuk masuk dan keluarnya udara secara
bebassetiap kali usaha nafas dilakukan. Desakan udara terhadap
luka pada dinding dadamenimbulkan suara seperti hisapan.
c) Tension Pneumotoraks
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara ditarik ke rongga pleura
dari paru yang mengalami laserasi atau melalui luka terbuka pada
dinding dada. Pneumotoraks jenis ini bisa menjadi komplikasi dari
tipe pneumotoraks lain. Udara yang masuk ke rongga dadaakan
terjebak setiap inspirasi, udara tersebut tidak dapat keluar saat
9
ekspirasi melalui jalan nafas atau bukaan pada dinding dada.
Akibatnya, terjadi mekanisme ball valve dimana udara masuk ke
dalam rongga pleura, namun tidak dapat keluar. Setiap
tarikannafas, tekanan (positif) meningkat dalam rongga pleura yang
terkena. Hal inimenyebabkan pary-paru kolaps dan jantung,
pembuluh darah besar, dan trachea bergeser ke arah paru yang
tidak terkena (mediastinal shift ). Ketika mediastinal shift
terjadi,maka fungsi pernafasan dan sirkulasi akan terganggu karena
peningkatan tekanan intratoraks sehingga menurunkan aliran balik
vena ke jantung, menyebabkan penurunan cardiac output dan
gangguan pada sirkulasi perifer.
c. Etiologi Pneumotoraks
1. Pneumotoraks Spontan
a) Pneumotoraks Spontan Primer
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya umumnya pada individu sehat dewasa muda, tidak
berhubungan. Dengan aktifitas fisik yang berat tetapi justru
terjadi pada saat istirahat da sampai sekarang belum diketahui
penyebabnya.
b) Pneumotoraks Spontan Sekunder
Suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyebab paru yang
mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK, asma bronchial,
pneumonia, tumor paru, dan sebagainya).
2. Pneumotoraks traumatic
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetral kedalam rongga
pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum atau
kanul.
a) Pneumotorak Traumatic Bukan latrogenic.
Terjadi karena jejas kecelakaan, jejas dada terbuka atau tertutub,
barotraumas.
b) Pneumotoraks traumatic bukan latrogenic.
10
3. Terjadi Akibat Tindakan Oleh Tenaga Medis
a) Pneumotoraks traumatic latrogenic aksidental
Akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi indakan
tersebut, misal: pada tindakan parasentetis dada, biopsy pleural
dan lain-lain.
b) Pneumotoraks traumatic iatrogenic artificial (deliberate)
Sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga
pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box
d. Patofisiologi Pneumotoraks
Paru-paru dibungkus oleh dua lapisan yang terdiri dari satu
membran yang membentuk pleura viceralis dan pleura parietalis.
Diantara pleura viceralis dan parietalis terdapat cavum pleura. Dalam
cavum pleura terdapat sekitar 1cc cairan pleura yang berguna sebagai
pelumas paru saat mengembang. Tekanan intra pleura selalu negatif
dalam keadaan normal. Tekanan negatif pada intrapleura membantu
dalam proses respirasi. Secara garis besar, semua jenis pneumotorak
mempunyai dasar patofisiologi yang hampir sama.
Mekanisme pada saat inspirasi oleh karena tekanan negatif
pleura maka bila ada hubungan antara dunia luar dengan cavum pleura
maka udara akan masuk ke dalam pleura dan paru tidak akan
mengembang. Pada pneumothoraks, tekanan dalam cavum pleura
menjadi semakin positif oleh karena terdapatnya udara di dalam rongga
pleura. Pada keadaan tersebut paru akan mengganggu ekspansi paru
oleh karena tekanan di rongga pleura yang negatif diperlukan untuk
menjaga supaya paru mengikuti gerak dinding dada. Bila jumlah udara
cukup banyak maka pada saat inspirasi terjadi hiperekspansi cavum
pleura yang dapat mengakibatkan penekanan pada mediastinum yang
kemudian menekan sisi dada yang sehat. Pada saat ekspirasi,
mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini
dikenal dengan mediastinal flutter.
11
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga
respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara
maksimal dan bekerja dengan sempurna. Bila karena luka yang bersifat
ventil atau tekanan, udara akan masuk ke rongga pleura setiap kali
inspirasi dan terperangkap saat ekspirasi, hiperekspansi cavum pleura
pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat
ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura terjadilah
penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi
jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh
karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak
e. Manifestasi Klinis
Pneumotoraks dapat terjadi tanpa diketahui dengan jelas faktor
penyebabnya. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
pneumotoraks adalah tuberkulosis paru, asma, penyakit paru obstruktif
kronik (penyakit yang disebabkan polusi dan rokok), serta penyakit
bawaan (sejak lahir dinding paru sangat tipis). Pneumotoraks secara
umum dapat diketahui dari gejala-gejala seperti sesak mendadak, nyeri
dada, dan sesak semakin lama kian memberat terutama jenis ventil. Ini
disebabkan udara kian lama makin banyak sehingga udara tersebut
mendesak organ-organ yang ada di rongga dada seperti jantung dan
pembuluh darah. Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis
pneumothoraks amat tergantung pada besarnya lesi pneumothoraks dan
ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan
keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada
pemeriksaaan foto dada rutin.
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan
bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada
80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita
melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala
masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.
12
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menetap bila terjadi
perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu
perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumothoraks,
sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-pneumothoraks).
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan
pneumothoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonor, fremitus
yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai
menghilang pada sisi yang sakit. Pada lesi yang lebih besar atau pada
tension pneumothoraks, trakea dan mediastinum dapat terdorong kesisi
kontralateral. Diafragma tertekam ke bawah, gerakan pernafasan
tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi
hipoksemia arterial dan curah jantung menurun. Kebanyakan
pneumothoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%)
dan bilateral hanya 2 %. Hampir 25 % dari pneumothoraks spontan
berkembang menjadi hidropneumothoraks.
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :
1. Inspeksi :
a) Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b) Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c) Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a) Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b) Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c) Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a) Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b) Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
13
a) Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b) Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-
kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan
tekanan intra pleura yang tinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut:
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
14
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak
jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan
belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
Foto Rontgen pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan
dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps.
2. Analisa Gas Darah
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra
dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks
spontan primer dan sekunder.
g. Komplikasi
Atelektasis, ARDs, infeksi, edema pulmonary, emboli paru, efusi
pleura, empyema, emfisema, penebalan pleura
15
h. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan
pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2 Apabila fistula yang menghubungkan
alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada
didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut
akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan
dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama
selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks
tertutup dan terbuka
2. Tindakan dekompresi Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada
kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat
hubungan antara rongga pleuradengan udara luar dengan cara:
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada
sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah
dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di
dalam botol.
2) Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi
yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura,
jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian
dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
16
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infuse set yang berada di dalam botol
3) Pipa water sealed drainage (WSD) Pipa khusus (toraks kateter)
steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar
atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi
kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea
aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di
garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar
dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada
dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2
cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan
negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat
mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut
dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal.
3. Torakoskopi
Suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
17
a) Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b) Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c) Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d) Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel
6. Non medikamentosa
a) Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB
paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas
diberi antibiotik dan bronkodilator
b) Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
c) Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema
7. Rehabilitasi
a) Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b) Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
bersin terlalu keras.
c) Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,
berilah laksan ringan.
d) Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
batuk, sesak napas.
C. Gagal Nafas
a. Definisi gagal nafas
Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan
pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat. Gagal nafas terjadi bilamana
18
pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat memelihara
laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga
menyebabkan PO2 <50>45 mmHg (Smeltzer, 2001). Gagal Nafas
didefinisikan sebagai ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan
pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat (Purnawan, 2008).
b. Tipe dan Patofisiologi
Gagal napas dibagi menjadi 2 tipe yaitu gagal napas hiperkapni dan
gagal napas hipoksemi.
1. Gagal napas hipoksemi
Gagal napas hipoksemi mempunyai nilai PO2 arteri yang rendah,
tetapi PaCO2 normal atau rendah. PaCO2 tersebut yang
membedakan dari gagal napas hiperkapni. Gagal napas hipoksemia
menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi parenkim paru
atau sirkulasi paru, misalnya pada pneumoni, aspirasi cairan
lambung, emboli paru, asma dan ARDS.
Patofisiologi:
Hipoksemi menunjukan PO2 darah arteri (PaO2) yang rendah, dan
dapat digunakan untuk menunjukan PO2 pada kapiler, vena dan
kapiler paru. Hipoksi menunjukan penurunan penyampaian O2 ke
jaringan. Hipoksi dapat disebabkan oleh hipoksemi berat,
rendahnya curah jantung, anemia, syok septik, atau keracunan
karbon monoksida.
Mekanisme hipoksemi dibagi dalam dua golongan utama yaitu
berkurangnya PO2 alveolar dan meningkatnya pengaruh campuran
darah vena (venous admixture).
a) Penurunan PO2 Alveolar
Tekanan total di ruang alveolar adalah jumlah dari PO2,
PCO22, PH2O, dan PN2. Bila PH2O dan PN2 tidak berubah
bermakna, maka setiap peningkatan pada PACO2 akan
menyebabkan penurunan PaO2. Hipoventilasi alveolar
menyebabkan penurunan PAO2, yang menimbulkan penurunan
19
PaO2 bila darah arteri dalam keseimbangan dengan gas di
ruang alveolus.
b) Pencampuran Vena (venous admixture)
Perbedaan PO2 alveolar-arteri (P(A-a)O2) meningkat dalam
keadaan hipoksemi karena peningkatan pencampuran darah
vena. Dalam pernapasan udara ruangan, P(A-a)O2 normalnya
sekitar 10-20 mmHg, meningkat sesuai dengan usia dan pada
posisi tegak.
Penyebab meningkatnya pencampuran vena:
i. Pirau kanan ke kiri (right to left shunt)
ii. Ketidak sesuaian ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion
mismatching = V/Q mismatching)
iii. Keterbatasan difusi
2. Gagal napas hiperkapni
Gagal napas hiperkapni mempunyai kadar PCO2 arteri (PaCO2) yang
abnormal tinggi, terutama jika penyakit utama mengenai bagian bukan
parenkim paru seperti dinding dada, otot pernapasan atau batang otak.
PPOK, asma berat, fibrosis paru, dan ARDS dapat menunjukan gagal
napas hiperkapni.
Patofisiologi:
Hipoventilasi alveolar dalam keadaan stabil, pasien memproduksi
sejumlah CO2 dari proses metabolik setiap menit dan harus
mengeliminasi sejumlah CO2 tersebut dari kedua paru setiap menit.
Hiperkapni selalu ekuivalen dengan hipoventilasi alveolar.
Rumus : VCO2 (L/menit) = PaCO2 (mmHg) x VA (L/menit) x 1/863
VCO2 = keluaran semenit CO2, PaCO2 = kadar PCO2 arteri, VA =
ventilasi alveolar
Ventilasi semenit: jumlah total udara yang bergerak masuk dan keluar
kedua paru setiap menit (VE, L/menit), dapat diukur dengan rumus :
VE = VA + VD
Kemudian didapatkan rumus :
20
VCO2 = PaCO2 x VE x ( 1-VD/VT)/863
VD/VT menunjukan derajat inefisiensi ventilasi kedua paru. Pada
orang normal yang sedang istirahat, nilai VD/VT sekitar 0,30 berarti
sekitar 30% dari ventilasi semenit tidak ikut berpartisipasi dalam
pertukaran udara.
Hiperkapni ( hipoventilasi alveolar ) terjadi saat:
1. Nilai VE dibawah normal
2. Nilai VE normal atau tinggi, tetapi rasio VD/VT meningkat
3. Nilai VE dibawah normal, dan rasio VD/VT meningkat
c. Etiologi
1. Depresi Sistem Saraf Pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernafasan, terletak dibawah batang
otak ( pons dan medulla ) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
Kelainan Neurologis Primer
Akan mempengaruhi fungsi pernafasan. Impuls yang timbul dalam
pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang
otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot- otot pernafasan.
Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot- otot
pernafasan atau pertemuan neuromuskuler yang terjadi pada
pernafasan akan / sangat mempengaruhi ventilasi.
Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermontor dapat menjadi penyebab gagal
nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran
dan pendarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi
jalan nafas atas dan depresi pernafasan. Hemothoraks, pnemothoraks
dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal
nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
Penyakit Akut Paru
21
Pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumonia kimiawi
atau pneumonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi
dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronchial, atelektasis,
embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang
menyebabkan gagal nafas.
Efusi pleura merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui
penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan
penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cidera
ini dapat menyebabkan gagal nafas.
d. Manifestasi klinis
Menurut Purnawan (2008) beberapa tanda dan gejala gagal nafas adalah :
a) Sianosis (warna kebiruan) dikarenakan rendahnya kadar oksiegen dalam
darah
b) Kebingungan dan perasaan mengantuk akibat tingginya kadar
karbondioksida dan peningkatan keasaman darah
c) Pernafasan cepat dan dalam, sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan karbondioksida tapi jika paru-paru tidak berfungsi secara
normal maka pola nafas seperti itu tidak dapat membantu.
d) Rendahnya kadar oksigen dengan segera bisa menyebabkan gangguan
pada otak dan jantung. Hal ini ditandai dengan penurunan kesadaran atau
pingsan; menyebabkan aritmia jantung yang bisa membawa pada
kematian.
e) Frekunsi nafas lebih dari 40 kali/menit, frekunsi normal nafas adalah
16-20 kali/menit, jika sampai 25 kali/menit, status pasien harus mulai
dievaluasi.
f) Kavasitas Vital kurang dari 10-20 ml/kg
e. Pemeriksaan Penunjang
a) Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan adanya
asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui
22
apakah klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau
keduanya pada klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain
itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi
serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan
terhadap klien.
b) Radiologi
Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta fluoroskopi
akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi,
pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab paru, dan
tumor paru.
c) Pengukuran Fugnsi Paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya
gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83%
prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah
dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih
besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi.
d) Elektrokardiogram (EKG)
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai
dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF,
serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan
aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan
oksigenasi.
e) Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu
lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika
dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked),
kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia,
TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan
berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk
sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih
sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.
23
D. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan ialah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang langsung diberikan pada klien dengan
menggunakan proses keperawatan yang terdiri dari pangkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
1. Pengkajian Primer
a) Airway
• Peningkatan sekresi pernapasan
• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b) Breathing
• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu,retraksi.
• Menggunakan otot aksesori pernapasan
• Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c) Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
• Penurunan haluaran urine
2. Pengkajian
a) Riwayat keperawatan
Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada
paru yang meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok.
Penyakit yang sering ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks,
pleural effusion atau empiema. Klien bisa juga ditemukan adanya
riwayat trauma dada yang mendadak yang memerlukan tindakan
pembedahan.
24
b) Aktivitas / istirahat. Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun
istirahat
c) Sirkulasi. Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3
atau S4 / irama jantung gallop, nadi apikal berpindah oleh adanya
penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah
sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam
mediastinum).
d) Psikososial. Tanda : ketakutan, gelisah.
e) Nyeri / kenyamanan. Gejala : nyeri dada unilateral meningkat
karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau
regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas
dalam, perilaku distraksi, mengerutkan wajah
f) Pernapasan. Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan
kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,
ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun, fremitus menurun,
perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi
dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Gejala :
kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit
paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan
(mis. Obstruksi tumor).
g) Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area
pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan
mengkompensasi.
Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa
Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
25
3. Diagnosa keperawatan
a) Pola pernapasan tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru,
gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
b) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekresi
kental
c) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4. Intervensi keperawatan
a) Pola pernapasan tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru,
gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Intervensi:
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Bersihkan mulut, hidung dan secret Trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Observasi adanya tanda tanda hipoventilas
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Monitor vital sign dan monitor pola nafas
b) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekresi
kental
Intervensi :
Berikan O2 ……l/mnt, metode……
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Monitor status hemodinamik
26
Monitor respirasi dan status O2
Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan
sekret
c) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Intervensi :
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Monitor respirasi dan status O2
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan
Monitor suara nafas
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental
Observasi sianosis khususnya membrane mukosa
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
27
BAB III
PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Batak (WNI)
Pekerjaan : PNS
Pendidikan terakhir : SLTA
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 13 Agustus 2013
Tanggal Pengkajian : 17 Agustus 2013
Penanggung Jawab : Ny. H
Status : Istri
Alamat : Jln. Parkit Blok A9 Kunciran-Tangerang
Pelayan Kesehatan yang biasa di pergunakan : ASKES
Alasan masuk RS : Klien datang ke Rumah Sakit di antar keluarganya
dengan keluhan sesak sejak 1 hari sebelum masuk RS, sesak semakin
memberat, tidak hilang saat di bawa istirahat. Riwayat : Merokok (+), putus
OAT
Diagnosa Medis : Pneumothorak , TB paru putus OAT
28
Riwayat Kesehatan yang Lalu : Obat-obatan yang di pergunakan : OAT,
Tindakan Kesehatan : Post rawat Juli 2013 TB Paru, Riwayat Alergi (-),
Hasil-hasil penunjang SMRS (-).
B. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Kepala : Normochepal (+), Benjolan (-), Rambut Hitam merata, Bersih
Telingan : Simetris, serumen (-), tampak bersih, Benjolan (-)
Hidung : Benjolan (-), Secret (-), Polip (-). Sinis (-)
Mata : Simetris, Pupil : Isokor, Konjungtiba : Ananemis, Sklera :
Anikterik, Refleks : +/+.
Mulut : Mukosa bibir kering (+), Secret >>>, Warna Kuning Kehijauan,
Konsistensi : Kental, Stomatitis (-).
Leher : Benjolan (-), Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-).
Dada : Simetris, Ronchi +/+, Wheezing -/-.
Abdomen : Lunak, Datar, Bising Usus (+) 8 x/menit
Ekstremitas : Akral : hangat, Edema (-), Refleks :
Hasil Pengkajian Masalah
Keperawatan
Keadaan Umum :
1. Air Way
Otot pernafasan (-), Gerakan Dada : Simetris, Cuping
Hidung (-), Sumbatan (-), Batuk (+), Sputum >>>,
warna : Kuning Kehijaun, Konsistensi : Kental,
Penggunaan alat definitif : Ya, ETT
Bersihan Jalan Nafas
tidak efektif b.d
Penumpukan Secret
Berlebih
2. Brething
Alat Bantu : Ventilator
Pola : SIMV10 TV450 PS10
Gangguan
pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan
29
PEEP : 6
FIO2 : 60%
Frekuensi : 20 x/menit
Suara Paru : Ronchi +/+
AGD :
Ph 7,319
PCO2 71,8
PO2 82,1
BE 7,0
HCO3 36,1
SatO2 : 94,8%
Foto Thorax : Pneumothorak Kiri susp kolaps paru
kiri, TB lama Kedua paru
perfusi ventilasi
3. Circulation
TD : 140/80 mmHg
Suhu : 37 C
N : 112 x/menit
CRT < 3 detik
Akral : hangat
Warna Kulit : Kemerahan
Pupil : Isokor
Sianosis (-)
Suara Jantung : S1 & S2 Normal, Murmur (-),
Gallop (-)
EKG : ST
4. Disability
Tingkat kesadaran : Apatis
GCS : E2 M5 VETT
Gelisah (+)
Resiko Jatuh (Skala Morse) : 95 (Resiko Tinggi)
Resiko Jatuh
Intoleransi aktifitas
b.d ketidakmampuan
30
suplai O2 terhadap
kebutuhan tubuh
Resiko Kerusakan
Integritas Kulit
5. Balance Cairan
Intake : 2539 cc
Output :1550 cc
IWL : 600 cc
Balance Cairan : +389 cc/24 Jam
Gangguan eliminasi urine : Tidak ada
Karakteristik urine : Kuning Pekat
Status Hidrasi : Turgor kulit : Kering, Mukosa bibir :
Kering, Jumlah Urine 1550 cc
Resiko ketidak
seimbangan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Resiko
ketidakseimbangan
cairan
6. Theraphi
Enteral :
Rifampicin 1 x 500 mg
INH 1 x 300 mg
PZA 1 x 1000 mg
Etambutol 1x 750 mg
Salbutamol 3 x 1 tab
Curcurma 3 x 1 tab
FA 2 x 1 tab
Parenteral :
Ronem 3 x 2g
Streptomycin 1 x 750 mg
Gastrofer 2 x 40 mg
Vit C 2 x 200 mg
Dexamethason 1 x 50 mg
Vit K 3 x 10 mg
31
Transamin 3 x 500 mg
Sohobion 1 x 1ampul
Recofol 1% 3ml/jam
C. Hasil Labolatorium
Pemeriksaan 18/08/2013 19/08/2013 20/08/2013 21/08/2013 Nilai
Normal
Hemoglobin 14,2 12,5 10,0 12,5 13,2-17,3
g/dL
Hematokrit 45 38 32 36 33-45 %
Leukosit 27,1 15,2 10,2 11,9 5,0-10,0
ribu/ul
Trombosit 237 199 198 204 150-440
ribu/ul
Eritrosit 4,76 4,01 3,46 3,50 4,40-5,90
juta/ul
VER 94,7 94,3 93,0 94,0 80-100 fl
HER 29,8 31,3 31,1 32,0 26,0-34,0
pg
KHER 31,5 33,0 33,4 33,0 32,0-36,0
g/dl
RDW 12,4 12,4 12,4 12,4 11,5-14,5 %
Ureum 39 39 21 24 20-40 mg/dl
Kreatinin 0,8 0,7 0,5 0,6 0,6-1,5
mg/dl
GDS 203 208 131 139 70-140
mg/dl
pH 7,319 7,407 7,425 7,406 7,370-7,440
PCO2 71,8 61,7 67,0 81 35-45
mmHg
PO2 82,1 85,5 89,7 86,3 83-108
32
mmHg
BP 752 753,0 750
HCO3 36,1 38,0 43,0 54,8 21-28
mmol/L
O2 Sat 94,8 97 96,7 95 95-99 %
BE 7,0 10,6 14,9 24,8 -2,5- 2,5
mmol/L
Total CO2 43,6 39,9 45,0 55,8 19-24
mmol/L
Natrium 141 141 137 140 135-147
mmol/L
Kalium 3,86 3,39 3,54 3,45 3,10-5,10
mmol/L
Klorida 83 82 81 84 95-108
mmol/L
33
D. ANALISA DATA
Data Masalah
DS : -
DO :
RR : 20 x/menit
Suara paru Rh +/+
Sputum >>>
Warna : Kuning Kehijaun
Konsistensi : Kental
Tampak Sputum di ETT
Batuk (+)
Gelisah (+)
Bersihan jalan nafas tidak efektif
b.d penumpukan secret berlebih
DS :-
DO:
Alat Bantu : Ventilator
Pola : SIMV10 TV450 PS10
PEEP : 6
FIO2 : 60%
Frekuensi : 20 x/menit
Suara Paru : Ronchi +/+
AGD 19/8/2013 :
Ph 7,319
PCO2 71,8
PO2 82,1
BE 7,0
HCO3 36,1
SatO2 : 94,8%
Foto Thorax : Pneumothorak Kiri susp
Gangguan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
34
kolaps paru kiri, TB lama Kedua paru
DS : -
DO :
Tingkat kesadaran : Apatis
GCS : E2 M5 VETT
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 112 x/menit
Rr : 20 x /menit
Suhu : 37 C
Tirah Baring
Refleks
EKG : Sinus Takikardi
Intoleransi aktifitas b.d tirah
baring atau imobilisasi
DS : -
DO :
Tingkat kesadaran : Apatis
GCS : E2 M5 VETT
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 112 x/menit
Rr : 20 x /menit
Suhu : 37 C
Gelisah (+)
Refleks
EKG : Sinus Takikardi
Resiko Jatuh (Skala Morse) : 95
(Resiko Tinggi)
Resiko Jatuh
E. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret berlebih
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
3. Intoleransi aktifitas b.d tirah baring atau imobilisasi
4. Resiko Jatuh35
F. Rencana Asuhan Keperawatan
Nama : Tn. K
No. RM : 1235222
Ruangan : ICU
No. DX Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif
b.d penumpukan sekret yang
berlebih
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam
bersihan jalan nafas teratasi
Kriteria hasil:
TD : 120/80 mmHg
Nadi: 80-100 x/menit
RR: 12-20 x/menit
Tidak ada penumpukan secret
Tidak ada suara nafas
tambahan (Ronchi)
Jalan nafas tidak ada
sumbatan
Mandiri
1. Kaji kondisi pasien
2. Monitor status
hemodinamik
3. Monitor respirasi dan
saturasi oksigen
4. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara nafas
tambahan
5. Lakukan suction, jika
diperlukan
6. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Kolaborasi
1. Beri antibiotik sesuai
instruksi dokter
2. Gangguan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
Tujuan:
Mandiri
1. Kaji kondisi pasien
2. Monitor respirasi dan
saturasi oksigen
36
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam
gangguan pertukaran gas teratasi
Kriteria Hasil:
TD : 120/80 mmHg
Nadi: 80-100 x/menit
RR: 12-20 x/menit
Nilai AGD dalam batas
normal
pH : 7,35 -7,45
PCO2: 35-45 mmHg
PO2 : 83-108 mmHg
HCO3 :21-28 mmol/L
Sat O2: 95-99 %
3. Monitor tanda-tanda vital,
AGD dan elektrolit
4. Catat pergerakan dada dan
pola nafas
5. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara nafas
tambahan
6. Keluarkan secret dengan
suction
Kolaborasi
1. Beri terapi bronkodilator
sesuai program
3. Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan tubuh
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam
pasien dapat bertoleransi terhadap
aktivitas
Kriteria Hasil:
Klien mampu melakukan
aktivitas secara mandiri
bertahap
Mandiri
1. Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
2. Monitor respon
kardiorespiratorik
terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia, sesak
nafas, pucat, perubahan
hemodinamik)
3. Monitor respon oksigen
pasien (denyut nadi, irama
jantung, tekanan
hemodinamik, dan
frekuensi nafas)
37
4. Bantu pasien untuk
mengubah posisi secara
berkala, bersandar, duduk,
dan ambulasi sesuai
toleransi
5. Bantu ADL pasien
(mandi, oral
hygiene,merapikan tempat
tidur,makan, minum)
4. Resiko jatuh
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
resiko jatuh tidak terjadi
Kriteria Hasil:
Kesadaran compos mentis
GCS :15
Tidak gelisah
Mandiri
1. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif
2. Hindari dari lingkungan
yang berbahaya
3. Pasang siderail tempat
tidur
4. Hindari barang-barang
yang dapat
membahayakan
5. Bantu pasien saat
ambulasi
6. Gunakan restrain fisik
untuk membatasi resiko
jatuh, jika perlu.
38
G. Tindakan keperawatan dan Evaluasi
Tanggal &
jam
Tindakan Keperawatan Evaluasi
19/8/13
09.30 WIB
1. Mengkaji kondisi pasien
H/ : keadaan umum: sedang
2. Memonitor status hemodinamik
H/ :
TD : 140/80 mmHg
N : 112 x/menit
S: 37 derajat C
RR: 20 x/menit
3. Memonitor respirasi dan
saturasi oksigen
H/ :
RR: 20 x/menit
Sat O2: 97%
4. Mengauskultasi suara nafas,
catat adanya suara nafas
tambahan
H/ : Suara nafas: Ronchi +/+
5. Melakukan suction, jika
diperlukan
H/ : warna slym kuning
kehijauan, tampak menempel
pada ETT
6. Memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
H/ : posisi semifowler, sesak
berkurang, pasien rileks
S: -
O:
Keadaan umum :
sedang
TD : 140/80 mmHg
N : 112 x/menit
S: 37 derajat C
RR : 20 x/menit
Suara paru Rh +/+
Sputum >>>
Tampak Sputum di
ETT
Warna : Kuning
Kehijaun
Konsistensi : Kental
Batuk (+)
Gelisah (+)
Posisi semifowler,
sesak berkurang,
pasien rileks
Pemberian terapi
Ronem 3 x 2g
Streptomycin 1 x 750
mg
A: Bersihan jalan nafas
39
Kolaborasi
1. Memberikan terapi antibiotik
H/ : Ronem 3 x 2g
Streptomycin 1 x 750 mg
tidak efektif
P:
Pantau respirasi
Lakukan suction
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Monitor respirasi
dan saturasi O2
Monitor
hemodinamik
19/8/13
10.00 WIB
1. Mengkaji kondisi pasien
H/ :
keadaan umum: sedang
kesadaran : Apatis
2. Memonitor respirasi dan
saturasi oksigen
H/ :
RR : 20 x/menit
Saturasi O2 : 97 %
3. Memonitor tanda-tanda vital,
AGD dan elektrolit
H/ :
TD : 140/80 mmHg
N : 112 x/menit
S: 37 derajat C
RR: 20 x/menit
Hasil AGD tgl 19/8/2013
pH : 7,407
PCO2: 61,7 mmHg
S : -
O :
keadaan umum:
sedang
kesadaran : Apatis
TD : 140/80 mmHg
N : 112 x/menit
S: 37 derajat C
RR: 20 x/menit
Hasil AGD tgl 19/8/2013
pH : 7,407
PCO2: 61,7 mmHg
PO2: 85,5 mmHg
HCO3: 38,0 mmol/L
Sat O2: 97 %
Pergerakan dada
simetris
Pola pernafasan
VSIMV10 Tv 450
40
PO2: 85,5 mmHg
HCO3: 38,0 mmol/L
Sat O2: 97 %
4. Mencatat pergerakan dada dan
pola nafas
H/ :
Pergerakan dada simetris
Pola pernafasan VSIMV10 Tv
450 PS10
FIO2 60%
PEEP 6
5. Mengauskultasi suara nafas,
catat adanya suara nafas
tambahan
H/ :
suara nafas: ronchi +/+
Foto Thorax : Pneumothorak
Kiri susp kolaps paru kiri, TB
lama Kedua paru
PS10 FIO2 60%
PEEP 6
Suara nafas: ronchi +/+
Foto Thorax :
Pneumothorak Kiri
susp kolaps paru kiri,
TB lama Kedua paru
A : Gangguan pertukaran
gas
P:
Pantau Sat O2
Pantau AGD
Monitor status
hemodinamik
Catat pergerakan dan
dan pola nafas
19/8/2013 1. Mengobservasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
H/ :
Terpasang ventilator
2. Memonitor respon
kardiorespiratorik terhadap
aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, pucat, perubahan
hemodinamik)
H/ :
S : -
O :
Keadan umum :
Sedang
GCS : E2 M5
VETT
kesadaran : Apatis
EKG : Sinus
takikardi
TD : 140/80
mmHg
41
EKG : ST
Nadi : 112x/menit
3. Memonitor respon oksigen
pasien (denyut nadi, irama
jantung, tekanan hemodinamik,
dan frekuensi nafas)
H/ :
TD : 140/80 mmHg
N : 112 x/menit
RR: 20 x/menit
Irama jantung: irreguler
4. Membantu pasien untuk
mengubah posisi secara berkala,
bersandar, duduk, dan ambulasi
sesuai toleransi
H/ miring kanan, miring kiri
setiap 2 jam
5. Membantu ADL pasien (mandi,
oral hygiene,merapikan tempat
tidur,makan, minum)
N : 112 x/menit
S: 37 derajat C
RR: 20 x/menit
A : Intoleransi aktifitas
P :
Monitor respon
kardiorespiratorik
terhadap aktivitas
(takikardi,
disritmia, sesak
nafas, pucat,
perubahan
hemodinamik)
Monitor respon
oksigen pasien
(denyut nadi,
irama jantung,
tekanan
hemodinamik, dan
frekuensi nafas)
Bantu ADL pasien
(mandi, oral
hygiene,merapikan
tempat
tidur,makan,
minum)
19/08/13 1. Mengidentifikasi kebutuhan
keamanan pasien sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi kognitif
S: -
O :
Kesadaran : Apatis
42
H/ : kesadaran : apatis
GCS : E:2 M:5 V:ETT
Gelisah
2. Menghindari dari lingkungan
yang berbahaya
3. Memasang siderail tempat tidur
H/ terpasang siderail di tempat
tidur
4. Mengindari barang-barang yang
dapat membahayakan
5. Membantu pasien saat ambulasi
6. Menggunakan restrain fisik
untuk membatasi resiko jatuh,
jika perlu.
GCS: E2 M5 Vett
Gelisah
Terpasang restrain
A : Resiko Jatuh
P :
Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien
sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi
kognitif
Pasang siderail tempat
tidur
Hindari dari
lingkungan yang
berbahaya
Tanggal
& jam
Tindakan Keperawatan Evaluasi
20/08/13
09.30
WIB
1. Memantau respirasi dan sat O2
H/ :
RR: 23x/menit
Sat O2: 96%
2. Melakukan suction
H/ : warna slym kuning kehijauan,
tampak menempel pada ETT
3. Memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
H/ : posisi semifowler, sesak
berkurang, pasien rileks
S: -
O:
Keadaan umum :
sedang
TD : 130/76
mmHg
N : 80x/menit
S: 36 derajat C
RR : 23x/menit
43
4. Memonitor hemodinamik
H/ :
TD : 130/76 mmHg
N : 80 x/menit
S: 36 derajat C
RR: 23 x/menit
5. Melakukan auskultasi suara nafas
H/ Rh +/+, wh -/-
6. Memberikan terapi antibiotic sesuai
instruksi dokter
H/
Ronem 3 x 2g
Streptomycin 1 x 750 mg
Suara paru Rh +/+
Sputum >>>
Tampak Sputum di
ETT
Warna : Kuning
Kehijaun
Konsistensi : Kental
Batuk (+)
Gelisah (+)
Posisi semifowler,
sesak berkurang,
pasien rileks
A: Bersihan jalan nafas
tidak efektif
P:
Pantau respirasi
Lakukan suction
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Monitor respirasi
dan saturasi O2
Monitor
hemodinamik
20/08/13
10.0 WIB
1. Memantau Sat O2
H/
SatO2 96,7%
2. Memantau AGD
H/
S : -
O :
keadaan umum:
sedang
kesadaran : Apatis
44
PH 7,425
PCO 2 67,0
PO2 89,7
HCO3 43,0
BE 14,9
3. Memonitor status hemodinamik
H/
TD :130/76 mmHg
N : 80x/menit
S: 36 derajat C
RR: 23x/menit
4. Mencatat pergerakan dan pola nafas
H/
Pergerakan dada simetris
Pola pernafasan VSIMV10 Tv 450
PS10 FIO2 60% PEEP 6
TD : mmHg
N : x/menit
S: derajat C
RR: x/menit
Hasil AGD tgl
20/8/2013
Pergerakan dada
simetris
Pola pernafasan
VSIMV10 Tv 450
PS10 FIO2 60%
PEEP 6
Suara nafas: ronchi
+/+
Foto Thorax :
Pneumothorak Kiri
susp kolaps paru kiri,
TB lama Kedua paru
A : Gangguan
pertukaran gas
P:
Pantau Sat O2
Pantau AGD
Monitor status
hemodinamik
Catat pergerakan
dan dan pola nafas
45
20/08/13 1. Mengobservasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
H/ :
Terpasang ventilator
2. Memonitor respon
kardiorespiratorik terhadap
aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, pucat, perubahan
hemodinamik)
H/ :
EKG : SR
Nadi : 80x/menit
6. Memonitor respon oksigen pasien
(denyut nadi, irama jantung,
tekanan hemodinamik, dan
frekuensi nafas)
H/ :
TD : 130/76 mmHg
N : 80 x/menit
RR: 23 x/menit
Irama jantung: irreguler
7. Membantu pasien untuk mengubah
posisi secara berkala, bersandar,
duduk, dan ambulasi sesuai
toleransi
H/
Miring kanan dan kiri
8. Membantu ADL pasien (mandi,
oral hygiene,merapikan tempat
tidur,makan, minum)
S : -
O :
Keadan umum :
Sedang
GCS : E2 M5
VETT
kesadaran :
Apatis
EKG : SR
TD : 130/76
mmHg
N :80 x/menit
S: 36 derajat C
RR: 23x/menit
A : Intoleransi aktifitas
P :
Monitor respon
kardiorespiratori
k terhadap
aktivitas
(takikardi,
disritmia, sesak
nafas, pucat,
perubahan
hemodinamik)
Monitor respon
oksigen pasien
(denyut nadi,
irama jantung,
tekanan
46
hemodinamik,
dan frekuensi
nafas)
Bantu ADL
pasien (mandi,
oral
hygiene,merapik
an tempat
tidur,makan,
minum)
20/08/13 1. Mengidentifikasi kebutuhan
keamanan pasien sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi kognitif
H/ Terpasang siderail tempat tidur
2. Memasang siderail tempat tidur
H/
Terpasang siderail tempat tidur
3. Menghindari dari lingkungan yang
berbahaya
S: -
O :
Kesadaran : Apatis
GCS: E2 M5 Vett
Gelisah
Terpasang restrain
A : Resiko Jatuh
P :
Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien
sesuai dengan
kondisi fisik dan
fungsi kognitif
Pasang siderail
tempat tidur
Hindari dari
lingkungan yang
berbahaya
47
Tanggal
& jam
Tindakan Keperawatan Evaluasi
21/08/13
09.30
WIB
1. Memantau respirasi dan sat O2
H/ :
RR: 26 x/menit
Sat O2: 95 %
2. Melakukan suction
H/ : warna slym kuning kehijauan,
tampak menempel pada ETT
3. Memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
H/ : posisi semifowler, sesak
berkurang, pasien rileks
4. Memonitor hemodinamik
H/ :
TD : 123/77 mmHg
N : 114 x/menit
S: 36 derajat C
RR: 26 x/menit
5. Melakukan auskultasi suara nafas
H/ Rh +/+, wh -/-
S: -
O:
Keadaan umum :
sedang
TD : 123/77
mmHg
N : 114x/menit
S: 36 derajat C
RR : 26x/menit
Suara paru Rh +/+
Sputum >>>
Tampak Sputum di
ETT
Warna : Kuning
Kehijaun
Konsistensi : Kental
Batuk (+)
Gelisah (+)
Posisi semifowler,
sesak berkurang,
pasien rileks
A: Bersihan jalan nafas
tidak efektif
P:
48
Pantau respirasi
Lakukan suction
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Monitor respirasi
dan saturasi O2
Monitor
hemodinamik
21/08/13
11.00WIB
1. Memantau Sat O2
H/
SatO2 96,7%
2. Memantau AGD
H/
PH 7,406
PCO 2 81
PO2 86,3
HCO3 54,8
BE 24,8
3. Memonitor status hemodinamik
H/
TD :123/77 mmHg
N :114 x/menit
S: 36 derajat C
RR: 26x/menit
4. Catat pergerakan dan pola nafas
H/
Pergerakan dada simetris
Pola pernafasan spontan dengan
NRM,
S : -
O :
keadaan umum:
sedang
kesadaran : Apatis
TD :123/77 mmHg
N :114 x/menit
S: 36 derajat C
RR: 26x/menit
Hasil AGD tgl
21/8/2013
PH 7,406
PCO 2 81
PO2 86,3
HCO3 54,8
BE 24,8
Pergerakan dada
simetris
Pola pernafasan
spontan dengan NRM
Suara nafas: ronchi
49
+/+
Foto Thorax : tidak
tampak lagi
pneumothorak kiri.
TB lama ke dua paru.
A : Gangguan
pertukaran gas
P:
Pantau Sat O2
Pantau AGD
Monitor status
hemodinamik
Catat pergerakan
dan dan pola nafas
21/08/13
1. Mengobservasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
H/ :
Terpasang ventilator
2. Memonitor respon
kardiorespiratorik terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia, sesak nafas,
pucat, perubahan hemodinamik)
H/ :
EKG : ST
Nadi : 114x/menit
3. Memonitor respon oksigen pasien
(denyut nadi, irama jantung, tekanan
S : -
O :
Keadan umum :
Sedang
GCS : E4 M6
V5
kesadaran : CM
EKG : Sinus
takikardi
TD : 123/77
mmHg
N :114 x/menit
S: 36 derajat C
50
hemodinamik, dan frekuensi nafas)
H/ :
TD : 123/77 mmHg
N : 114 x/menit
RR: 26x/menit
Irama jantung: irreguler
4. Membantu pasien untuk mengubah
posisi secara berkala, bersandar,
duduk, dan ambulasi sesuai toleransi
H/
Miring kanan dan kiri
5. Membantu ADL pasien (mandi, oral
hygiene,merapikan tempat
tidur,makan, minum)
RR: 26x/menit
A : Intoleransi aktifitas
P :
Monitor respon
kardiorespiratori
k terhadap
aktivitas
(takikardi,
disritmia, sesak
nafas, pucat,
perubahan
hemodinamik)
Monitor respon
oksigen pasien
(denyut nadi,
irama jantung,
tekanan
hemodinamik,
dan frekuensi
nafas)
Bantu ADL
pasien (mandi,
oral
hygiene,merapik
an tempat
tidur,makan,
minum)
21/08/13 1. Mengidentifikasi kebutuhan
keamanan pasien sesuai dengan
S: -
O :
51
kondisi fisik dan fungsi kognitif
H/
2. Memasang siderail tempat tidur
H/ Terpasang siderail tempat tidur
3. Menghindari dari lingkungan yang
berbahaya
Kesadaran : CM
GCS: E4 M6 V5
A : Tidak terjaid Resiko
Jatuh
P :
Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien
sesuai dengan
kondisi fisik dan
fungsi kognitif
Pasang siderail
tempat tidur
Hindari dari
lingkungan yang
berbahaya
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial
antara pleura viseral dan parietal (Mansoer, 2008). Pneumothoraks merupakan
pengumpulan udara dalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal nafas
yang dapat terjadi spontan atau karena trauma. Masuknya udara kedalam
52
rongga dapat melalui luka pada dinding dada atau meluasnya radang paru-paru.
Tanda gejala yang muncul pada pasien pneumothotaks seperti nyeri dada,
sesak nafas dan dada terasa sempit.
Hasil pengkajian didapatkan kesamaan anatara teori dengan praktek
bahwa tanda dan gejala yang muncul pada Tn. K yaitu nyeri dada, sesak,
dipsneu dan dada terasa sempit sehingga menyebabkan klien menjadi gagal
nafas. Riwayat penyakit dahulu Tn. K yaitu TB paru lama dengan putus OAT.
Adapun data-data yang mendukung terjadinya pneumothoraks pada Tn. K yaitu
riwayat merokok yang lama. Kondisi tersebut dapat menyebabkan infeksi atau
perlukaan pada paru sehingga dapat menyebabkan udara masuk pada rongga
pleura.
Pada kondisi tersebut dapat memperburuk kondisi Tn. K, dibuktikan
dengan hasil foto thorak yaitu : Pneumothorak Kiri, susp kolaps paru kiri, TB
lama kedua paru. Selain itu terjadi perubahan pada Analisa Gas Darah Tn. K
yang memperkuat penegakan diagnosa. Klien masuk ICU dengan diagnosa
Pneumothoraks dan gagal nafas, Kesadaran Somnolen, pupil isokor, respirasi
spontan dengan O2 8 liter/menit (NRM), terpasang infus NaCl, DC dan WSD
undulasi (+).
Saat pengkajian, klien sudah 3 hari di rawat di ICU, kondisi klien saat
itu kesadaran somnolen, GCS : E2 M5 VETT, Pupil isokor, respirasi dengan
ventilator, pola SIMV14 VT450 FIO2 70%, PEEP 6, Hemodinamik belum
stabil dengan vaskon 0,2 mikro, CRT < 3 detik, akral hangat, skala more 80
(Resiko tinggi), BPS 8 (Resiko tinggi), norton 12 (Rentan resiko), klien
terpasang segitiga fall risk, penghalang tempat tidur dan restrain dengan sedasi
MO 50 mg, sedacum 15 mg.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)
diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga
53
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/ proses
kehidupan yang aktual atau risiko.
Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi
untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun
persyaratan dari diagnosa keperawatan adalah perumusan harus jelas dan
singkat dari respons klien terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik
dan akurat, memberikan arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan
oleh perawat dan mencerminkan keadaan kesehatan klien.
Diagnosa yang muncul pada Tn. K diantaranya yaitu bersihan Jalan
nafas tidak efektif b.d penumpukan secret berlebih, gangguan pertukaran gas
b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, Intoleransi aktifitas b.d
ketidakmampuan suplai O2 terhadap kebutuhan tubuh dan resiko jatuh.
Diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret
berlebih. Bersihan jalan nafas adalah ketidak mampuan untuk membersihkan
secret atau obstruksi saluran nafas guna mempertahankan jalan nafas yang
bersih (NANDA). Penumpukan secret disebabkan karena adanya infeksi pada
paru di tambah dengan pemasangan ETT yang dapat merangsang penumpukan
secret berlebih. Diagnosa ini diangkat karena didukung oleh beberapa data
seperti data objektif yang ditemukan adalah RR : 20 x/menit, Suara paru Rh
+/+, Sputum >>>, Warna : Kuning Kehijaun, Konsistensi : Kental, Tampak
Sputum di ETT, Batuk (+), Gelisah (+).
Diagnosa gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi. Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan
oksigenasi atau eleminasi karbon dioksida di membran kapiler alveolar
(NANDA). Diagnosa ini di dukung dengan data-data klien menggunakan alat
bantu : Ventilator , Pola : SIMV10 TV450 PS10, PEEP : 6, FIO2 : 60%,
Frekuensi : 20 x/menit, Suara Paru : Ronchi +/+, AGD : Ph 7,319 PCO2 71,8
PO2 82,1 BE 7,0 HCO3 36,1 SatO2 : 94,8%, Foto Thorax : Pneumothorak Kiri
susp kolaps paru kiri, TB lama Kedua paru.
54
Diagnosa intoleransi aktifitas b.d tirah baring atau kelemahan umum.
Intoleransi aktifitas adalah ketidakmampuan energi fisiologis atau psikologis
untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau
harus dilakukan. Diagnosa tersebut didukung dengan data-data : Tingkat
kesadaran : Apatis, GCS : E2 M5 VETT, TD : 140 mmHg, Nadi : 112 x/menit,
Rr : 20 x /menit, Suhu : 37 C, Tirah Baring, EKG : Sinus Takikardi.
Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan terhadap resiko jatuh yang
dapat menyebabkan bahaya fisik (NANDA). Di dukung oleh data-data Tingkat
kesadaran : Apatis, GCS : E2 M5 VETT, TD : 140 mmHg, Nadi : 112 x/menit,
Rr : 20 x /menit, Suhu : 37 C, Gelisah (+), EKG : Sinus Takikardi, Resiko
Jatuh (Skala Morse) : 95 (Resiko Tinggi).
C. Perencanaan keperawatan
Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan
terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi
tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di
rumuskan dengan tepat memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu
perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai
kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.
Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh
perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga
mencakup kebutuhan klien jangka panjang (Potter,1997).
Dalam pelaksanaan pembuatan rencana asuhan keperawatan, tidak ada
perbedaan yang kami dapatkan ketika mencoba menerapkan ke pasien, setiap
perencanaan dalam teori disesuaikan dengan kondisi ruangan serta kemajuan
dan tingkat kebutuhan pasien.
Pedoman intervensi yang dilakukan adalah dengan panduan Buku Saku
Diagnosis Keperawatan NANDA. Intervensi di terapkan sesuai dengan
intervensi NANDA yang berkaitan dengan diagnosa yang muncul.
D. Implementasi
55
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien
(Perry & Potter, 1997)
Dalam implementasi keperawatan, kami tidak menemukan kesulitan
yang cukup berarti. Implementasi dilakukan dengan pengawasan perawat
ruangan seperti melakukan suction, pemberian terapi obat, serta membantu
pelaksanaan ADL.
Pelaksanaan impelementasi pada diagnose bersihan jalan nafas yaitu
Mengaji kondisi pasien, Memonitor status hemodinamik , Monitor respirasi
dan saturasi oksigen, melakukan auskultasi suara nafas, mencatat adanya suara
nafas tambahan, melakukan suction jika diperlukan, memposisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi dan kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
instruksi dokter.
Sedangkan pada diagnosa gangguan pertukaran gas yaitu mengkaji
kondisi pasien, memonitor respirasi dan saturasi oksigen, memonitor tanda-
tanda vital, AGD dan elektrolit, mencatat pergerakan dada dan pola nafas,
melakukan auskultasi suara nafas, mencatat adanya suara nafas tambahan,
mengeluarkan secret dengan suction dan Kolaborasi pemberian terapi
bronkodilator sesuai program.
Diagnosa intoleransi aktifitas implementasinya diantanya
mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas,
memonitor respon kardiorespiratorik terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, pucat, perubahan hemodinamik), memonitor respon oksigen
pasien (denyut nadi, irama jantung, tekanan hemodinamik, dan frekuensi
nafas), membantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar,
duduk, dan ambulasi sesuai toleransi, membantu ADL pasien (mandi, oral
hygiene,merapikan tempat tidur,makan, minum).
Diagnosa resiko jatuh dilakukan implementasi mengidentifikasi
kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif,
56
mengindari dari lingkungan yang berbahaya, memasang siderail tempat tidur,
menghindarkan barang-barang yang dapat membahayakan, membantu pasien
saat ambulasi, Gunakan restrain fisik untuk membatasi resiko jatuh, jika perlu.
E. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan
jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. (Perry
dan Potter, 1997)
Hasil Evaluasi terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
1. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara
maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
3. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan
perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru dalam hal
ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat
data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai
yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.
Evaluasi pada pelaksanaan tindakan keperawatan pada Tn. K tidak
semua masalah keperawatan yang dapat tercapai sepenuhnya. Pada diagnosa
bersihan jalan nafas belum teratasi sebagian kareana pada kondisi saat ini
pasien masih banyak produksi secret >>> warna kuning kehijauan dan di
dukung data-data lain yaitu suara paru Rh +/+, Batuk (+).
Diagnosa gangguan pertukaran gas teratasi dikarenakan pada hasil
pemeriksaan AGD cenderung semakin membaik. Sesak semakin berkurang.
Pada tanggal 21 Agustus 2013 Klien sudah tidak menggunakan ventilator dan
ETT dan klien dalam observari penggunaan Non rebrithing Mask dengan O2
10liter/menit.
57
Intoleransi aktifitas teratasi sebagian karna pada kondisi saat ini klien
belum sepenuhnya mampu melakukan aktifitas secara mandiri, tetapi bertahap
dengan cara klien mampu mengelap, membersihkan secretnya sendiri dan
mengambil tisue sendri.
Resiko jatuh tidak terjadi, setelah hari ke 4 dilakukan pengkajian
kesadaran klien Compos Mentis, Gelisah (-), skala morse 50 (resiko rendah).
Sehingga pada diagnosa resiko jatuh tidak terjadi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasien Tn. K (59 tahun) denagn diagnosa Pneumothorak + gagal nafas +
PPOK + TB Paru lama merupakan penyakit paru yang progresif pada
perjalanannya. Mekanisme terjadinya pneumothorak adalah disebabkan
kareana riwayat TB paru lama, putus OAT dan riwayat merokok sehingga
58
mengakibatkan perlukaan pada paru dan udara masuk ke rongga pleura .
manifestasi klinis pneumothorak dapat berupa sesak, nyeri dada dan mudah
lelah. Pemeriksaan diagnostic meliputi hasil laboratorium, AGD, Rontgen
Thorax.
Diagnosa dan Intervensi yang diambil dan diterapkan meliputi semua
sistem. Pada kasus ini, intervensi dan implementasi lebih di tekankan pada
perawatan pemantauan status respirasi. Diagnosa yang ditegakan dalam kasus
ini adalah bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret berlebih,
gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, Intoleransi
aktifitas b.d ketidakmampuan suplai O2 terhadap kebutuhan tubuh dan resiko
jatuh.
Implementasi seluruhnya di lakukan sesuai diagnosa yang telah ditegakan
dan intervensi yang direncanakan. Evaluasi dilakukan sesuai dignosa.
Daftar Pustaka
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati S, volume 1, EGC, Jakarta
Tucker, Martin dkk, (1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin Aih dkk, volume 4, edisi V, EGC, Jakarta.
59
Alsagaff, Hood, dkk. (1993), Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya.
Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby Year Book, Toronto.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PneumonatorakVentil101.pdf/
08PneumonatorakVentil101.html
60