MAkalah Tn K

91
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik. Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti 1

Transcript of MAkalah Tn K

Page 1: MAkalah Tn K

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga

pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat

mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada

rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2

s/d 4 cm H2O.

Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan

udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling

sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat

trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.

Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru

sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal

sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan

kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-

kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB,

TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura,

ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya

pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke

dalam rongga pleura, yaitu

1) Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.

2) Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau

abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam

rongga pleura.

3) Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas

misalnya pada empiema.

1

Page 2: MAkalah Tn K

Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak

kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai

sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar

antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada

pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1), paling

sering pada usia 20-30 tahun. Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks

spontan primer pada laki-laki adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya

sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang.

Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3

kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang.

Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks

spontan dengan laju yang semakin meningkat. Insidens pneumotoraks di

seluruh dunia belum diketahui. Kematian lebih sering terjadi pada pasien

pneumotoraks yang disertai PPOK dan pada pasien pneumotoraks spontan

sekunder dengan persentase sebesar 1 – 17 persen. Persentase yang lebih besar

yakni sebesar 25 persen pun terjadi pada pasien pneumotoraks disertai AIDS.

Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering

disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada

mereka yang mempunyai kebiasaan merokok.

B. Identifikasi masalah

Tn. K merupakan pasien di ruang ICU Rumah Sakit Fatmawati dengan

diagnosa Pneumotoraks, gagal napas, PPOK, TB paru duplex. Identifikasi

masalah keperawatan dilakukan dengan menggunakan pengkajian keperawatan

secara menyuluruh yang dilakukan oleh kelompok pada tanggal 17 Agustus

2013. Makalah ini menyajikan tentang data hasil pengkajian, analisa data,

masalah keperawatan, diagnosa keperawatan dan tindakan keperawatan yang

dilakukan pada Tn. K.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

2

Page 3: MAkalah Tn K

Untuk mendapatkan gambaran tentang proses keperawatan pada klien

Tn. K dengan diagnosa pneumotoraks, gagal napas, PPOK, TB paru

duplex di ruang ICU Rumah Sakit Fatmawati

2. Tujuan khusus

a. Dapat melakukan pengkajian, analisa data, merumuskan masalah

keperawatan, menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. K di

Rumah Sakit Fatmawati.

b. Dapat menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada Tn. K di

Rumah Sakit Fatmawati.

c. Dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang

nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.

d. Dapat menilai hasil (mengevaluasi tindakan) keperawatan yang

telah dilakukan.

e. Dapat mampu mengsinergiskan teori dengan kasus pada Tn. K.

D. Manfaat

1. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil makalah ini diharapkan mampu menjadi salah satu pertimbangan

yang dapat digunakan tenaga kesehatan untuk memperbaiki atau

meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit yang khususnya diberikan

pada pasien dengan pneumotoraks.

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka

meningkatkan upaya kesehatan khususnya tentang keperawatan kegawat

daruratan. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

menyusun perencanaan dan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit

3

Page 4: MAkalah Tn K

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Paru

Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks,

yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat

menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks

dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara

bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika

kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi),

karena penurunanan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika

dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi),

paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar

melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya

membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati

sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.

Pleura. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane

halus, licin, yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding

interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis

melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua

pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung

4

Page 5: MAkalah Tn K

sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan

keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.

Mediastinum. Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga

toraks menjadi dua bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian.

Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks

kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.

Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas

lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas,

tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen

yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasaan pleura.

Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam

setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan

dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus

segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan

struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling

efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi

menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat

yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf.

Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi

bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi

bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos

sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar

submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak

terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus

juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut”

pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang

konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing

menjauhi paru menuju laring.

5

Page 6: MAkalah Tn K

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus

terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus

terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap

menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara

pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung

sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut

serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik.

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan

sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida

terjadi dalam alveoli.

Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun

dalam kluster anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini

sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan

menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga

jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang

membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif

secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi

permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli

tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang

memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai

mekanisme pertahanan yang penting.

Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam

trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar

menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan.

Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru

secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup

varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens

paru. Varians tekanan udara, udara mengalir dari region yang tekanannya

tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan

diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan

6

Page 7: MAkalah Tn K

dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di

bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke

dalam alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru

mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan

alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari

paru-paru ke dalam atmosfir.

Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau

ukuran saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang

mengubah diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resistensi

jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan

tertentu selama respirasi. Factor-faktor umum yang dapat mengubah

diameter bronkial termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada

asma ; penebalan mukosa bronkus, seperti pada bronchitis kronis ; atau

obstruksi jalan udara akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan

elastisitas paru seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah

diameter bronkial karena jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan

membantunya tetap terbuka selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan

meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar

dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir

menyebabkan udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika

perubahan tekanan diterapkan dalam paru normal, maka terjadi perubahan

yang porposional dalam volume paru. Ukuran elastisita, ekspandibilitas,

dan distensibilitas paru-paru dan strukur torakas disebut kompliens. Factor

yang menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli

(normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis.,

kolagen dan elastin) paru-paru.

Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan

dalam paru-paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan

toraks dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan.

7

Page 8: MAkalah Tn K

Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika diberi tekanan.

Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan

daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis., emfisema). Saat paru-

paru dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang rendah atau

turun. Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak,

hemotorak, efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal.

Paru-paru dengan penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi

lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

B. Pneumotoraks

a. Definisi Pneumotoraks

Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura.

Pneumothorks dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British

Thoracic Society 2003). Tension pneumothoraks disebabkan

karena  tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat

inspirasi. Pneumothoraks dapat menyebabkan cardiorespiratory

distress dan cardiac arrest. Pneumothoraks ialah didapatkannya udara

didalam kavum pleura (Hendra Arif, 2000). Pneumotoraks adalah

suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat

robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika

pleura parietal ataupun visceral tertembus (robek) dan rongga pleura

terpapar dengan tekanan udara positif (Smeltzer et al,2008).

Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat

terjadi secara spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma

ataupun proses patologis, atau dimasukkan dengan sengaja (Dorland

1998 : 872).

b. Tipe Pneumotoraks

a) Simple pneumotoraks

Simple pneumotoraks merupakan pneumotoraks sederhana atau

spontan yang terjadiketika udara memasuki rongga paru melalui

penembusan pleura parietal ataupun visceral. Kondisi ini paling

8

Page 9: MAkalah Tn K

sering terjadi seiring dengan masuknya udara ke pleuramelalui

rupturnya fistula bronkopleural. Pneumotoraks spontan dapat

terjadi pada orangsehat tanpa adanya trauma, namun terjadi akibat

rupturnya blister pada permukaan paru,memungkinkan udara dari

jalan nafas memasuki rongga pleura. Kondisi ini

dapatdihubungkan dengan penyakit paru interstisial yang

menyebar, dan emfisema berat.

b) Traumatic pneumotoraks

Traumatic pneumotoraks terjadi ketika udara terlepas dari laserasi

pada paru dan memasuki rongga pleura, atau memasuki rongga

pleura melalui luka pada dinding dada.Pneumotoraks jenis ini

dapat terjadi akibat trauma tumpul, luka tembus dada

atauabdomen, serta robekan diafragmatik. Pneumotoraks

traumatic dapat terjadi selama prosedur invasive pada toraks,

seperti torasentesis, biopsi paru transbronkhial, serta pemasukan

akses sub klavia di mana dilakukan penusukan pada pleura, atau

karena barotrauma dari ventilator mekanik.Pneumotoraks

traumatic a cedera mayor seringkali disertai dengan hemotoraks.

Selainitu, gabungan dari udara dan darah juga kadang ditemukan

setelah trauma mayor.Pneumotoraks terbuka, salah satu jenis dari

pneumotoraks traumatic terjadi ketika perlukaan pada dinding

dada cukup besar untuk masuk dan keluarnya udara secara

bebassetiap kali usaha nafas dilakukan. Desakan udara terhadap

luka pada dinding dadamenimbulkan suara seperti hisapan.

c) Tension Pneumotoraks

Tension pneumotoraks terjadi ketika udara ditarik ke rongga pleura

dari paru yang mengalami laserasi atau melalui luka terbuka pada

dinding dada. Pneumotoraks jenis ini bisa menjadi komplikasi dari

tipe pneumotoraks lain. Udara yang masuk ke rongga dadaakan

terjebak setiap inspirasi, udara tersebut tidak dapat keluar saat

9

Page 10: MAkalah Tn K

ekspirasi melalui jalan nafas atau bukaan pada dinding dada.

Akibatnya, terjadi mekanisme ball valve dimana udara masuk ke

dalam rongga pleura, namun tidak dapat keluar. Setiap

tarikannafas, tekanan (positif) meningkat dalam rongga pleura yang

terkena. Hal inimenyebabkan pary-paru kolaps dan jantung,

pembuluh darah besar, dan trachea bergeser ke arah paru yang

tidak terkena (mediastinal shift ). Ketika mediastinal shift

terjadi,maka fungsi pernafasan dan sirkulasi akan terganggu karena

peningkatan tekanan intratoraks sehingga menurunkan aliran balik

vena ke jantung, menyebabkan penurunan cardiac output  dan

gangguan pada sirkulasi perifer.

c. Etiologi Pneumotoraks

1. Pneumotoraks Spontan

a) Pneumotoraks Spontan Primer

Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari

sebelumnya umumnya pada individu sehat dewasa muda, tidak

berhubungan. Dengan aktifitas fisik yang berat tetapi justru

terjadi pada saat istirahat da sampai sekarang belum diketahui

penyebabnya.

b) Pneumotoraks Spontan Sekunder

Suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyebab paru yang

mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK, asma bronchial,

pneumonia, tumor paru, dan sebagainya).

2. Pneumotoraks traumatic

Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetral kedalam rongga

pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum atau

kanul.

a) Pneumotorak Traumatic Bukan latrogenic.

Terjadi karena jejas kecelakaan, jejas dada terbuka atau tertutub,

barotraumas.

b) Pneumotoraks traumatic bukan latrogenic.

10

Page 11: MAkalah Tn K

3. Terjadi Akibat Tindakan Oleh Tenaga Medis

a) Pneumotoraks traumatic latrogenic aksidental

Akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi indakan

tersebut, misal: pada tindakan parasentetis dada, biopsy pleural

dan lain-lain.

b) Pneumotoraks traumatic iatrogenic artificial (deliberate)

Sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga

pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box

d. Patofisiologi Pneumotoraks

Paru-paru dibungkus oleh dua lapisan yang terdiri dari satu

membran yang membentuk pleura viceralis dan pleura parietalis.

Diantara pleura viceralis dan parietalis terdapat cavum pleura. Dalam

cavum pleura terdapat sekitar 1cc cairan pleura yang berguna sebagai

pelumas paru saat mengembang. Tekanan intra pleura selalu negatif

dalam keadaan normal. Tekanan negatif pada intrapleura membantu

dalam proses respirasi. Secara garis besar, semua jenis pneumotorak

mempunyai dasar patofisiologi yang hampir sama.

Mekanisme pada saat inspirasi oleh karena tekanan negatif

pleura maka bila ada hubungan antara dunia luar dengan cavum pleura

maka udara akan masuk ke dalam pleura dan paru tidak akan

mengembang. Pada pneumothoraks, tekanan dalam cavum pleura

menjadi semakin positif oleh karena terdapatnya udara di dalam rongga

pleura. Pada keadaan tersebut paru akan mengganggu ekspansi paru

oleh karena tekanan di rongga pleura yang negatif diperlukan untuk

menjaga supaya paru mengikuti gerak dinding dada. Bila jumlah udara

cukup banyak maka pada saat inspirasi terjadi hiperekspansi cavum

pleura yang dapat mengakibatkan penekanan pada mediastinum yang

kemudian menekan sisi dada yang sehat. Pada saat ekspirasi,

mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini

dikenal dengan mediastinal flutter.

11

Page 12: MAkalah Tn K

Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga

respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara

maksimal dan bekerja dengan sempurna. Bila karena luka yang bersifat

ventil atau tekanan, udara akan masuk ke rongga pleura setiap kali

inspirasi dan terperangkap saat ekspirasi, hiperekspansi cavum pleura

pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat

ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura terjadilah

penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi

jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh

karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension

pneumotorak

e. Manifestasi Klinis

Pneumotoraks dapat terjadi tanpa diketahui dengan jelas faktor

penyebabnya. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan

pneumotoraks adalah tuberkulosis paru, asma, penyakit paru obstruktif

kronik (penyakit yang disebabkan polusi dan rokok), serta penyakit

bawaan (sejak lahir dinding paru sangat tipis). Pneumotoraks secara

umum dapat diketahui dari gejala-gejala seperti sesak mendadak, nyeri

dada, dan sesak semakin lama kian memberat terutama jenis ventil. Ini

disebabkan udara kian lama makin banyak sehingga udara tersebut

mendesak organ-organ yang ada di rongga dada seperti jantung dan

pembuluh darah. Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis

pneumothoraks amat tergantung pada besarnya lesi pneumothoraks dan

ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan

keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada

pemeriksaaan foto dada rutin.

Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan

bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada

80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita

melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala

masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.

12

Page 13: MAkalah Tn K

Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menetap bila terjadi

perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu

perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumothoraks,

sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-pneumothoraks).

Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan

pneumothoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonor, fremitus

yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai

menghilang pada sisi yang sakit. Pada lesi yang lebih besar atau pada

tension pneumothoraks, trakea dan mediastinum dapat terdorong kesisi

kontralateral. Diafragma tertekam ke bawah, gerakan pernafasan

tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi

hipoksemia arterial dan curah jantung menurun. Kebanyakan

pneumothoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%)

dan bilateral hanya 2 %. Hampir 25 % dari pneumothoraks spontan

berkembang menjadi hidropneumothoraks.

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :

1. Inspeksi :

a) Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi

dinding dada)

b) Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c) Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a) Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b) Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c) Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a) Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak

menggetar

b) Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan

intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

13

Page 14: MAkalah Tn K

a) Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b) Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

f. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Rontgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus

pneumotoraks antara lain:

a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang

kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-

kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi

berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio

opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan

kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu

berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium

intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.

Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang

sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan

tekanan intra pleura yang tinggi.

d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi

keadaan sebagai berikut:

1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi

jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila

pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang

dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam

dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari

pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di

mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang

lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak

jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila

14

Page 15: MAkalah Tn K

jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak

jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan

belakang.

3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan

tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto Rontgen pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan

dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps.

2. Analisa Gas Darah

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema

bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra

dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks

spontan primer dan sekunder.

g. Komplikasi

Atelektasis, ARDs, infeksi, edema pulmonary, emboli paru, efusi

pleura, empyema, emfisema, penebalan pleura

15

Page 16: MAkalah Tn K

h. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan

kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan

pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O2 Apabila fistula yang menghubungkan

alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada

didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut

akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan

dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama

selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks

tertutup dan terbuka

2. Tindakan dekompresi Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada

kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini

bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat

hubungan antara rongga pleuradengan udara luar dengan cara:

a) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,

dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan

berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum

tersebut

b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada

sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah

dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang

berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak

gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di

dalam botol.

2) Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari

gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi

yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura,

jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian

dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini

16

Page 17: MAkalah Tn K

selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem

penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar

dari ujung infuse set yang berada di dalam botol

3) Pipa water sealed drainage (WSD) Pipa khusus (toraks kateter)

steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar

atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat

dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi

kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea

aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di

garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter

segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar

dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di

rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada

dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.

Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2

cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat

dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura

tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan

negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat

mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan

tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut

dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit

atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura

kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.

Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan

ekspirasi maksimal.

3. Torakoskopi

Suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks

dengan alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi

5. Tindakan bedah

17

Page 18: MAkalah Tn K

a) Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian

dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b) Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang

menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan

dekortikasi.

c) Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami

robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

d) Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,

kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel

6. Non medikamentosa

a) Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan

ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB

paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas

diberi antibiotik dan bronkodilator

b) Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.

c) Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat

dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti

emfisema

7. Rehabilitasi

a) Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan

pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.

b) Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau

bersin terlalu keras.

c) Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,

berilah laksan ringan.

d) Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan

batuk, sesak napas.

C. Gagal Nafas

a. Definisi gagal nafas

Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan

pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat. Gagal nafas terjadi bilamana

18

Page 19: MAkalah Tn K

pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat memelihara

laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga

menyebabkan PO2 <50>45 mmHg (Smeltzer, 2001). Gagal Nafas

didefinisikan sebagai ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan

pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat (Purnawan, 2008).

b. Tipe dan Patofisiologi

Gagal napas dibagi menjadi 2 tipe yaitu gagal napas hiperkapni dan

gagal napas hipoksemi.

1. Gagal napas hipoksemi

Gagal napas hipoksemi mempunyai nilai PO2 arteri yang rendah,

tetapi PaCO2 normal atau rendah. PaCO2 tersebut yang

membedakan dari gagal napas hiperkapni. Gagal napas hipoksemia

menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi parenkim paru

atau sirkulasi paru, misalnya pada pneumoni, aspirasi cairan

lambung, emboli paru, asma dan ARDS.

Patofisiologi:

Hipoksemi menunjukan PO2 darah arteri (PaO2) yang rendah, dan

dapat digunakan untuk menunjukan PO2 pada kapiler, vena dan

kapiler paru. Hipoksi menunjukan penurunan penyampaian O2 ke

jaringan. Hipoksi dapat disebabkan oleh hipoksemi berat,

rendahnya curah jantung, anemia, syok septik, atau keracunan

karbon monoksida.

Mekanisme hipoksemi dibagi dalam dua golongan utama yaitu

berkurangnya PO2 alveolar dan meningkatnya pengaruh campuran

darah vena (venous admixture).

a) Penurunan PO2 Alveolar

Tekanan total di ruang alveolar adalah jumlah dari PO2,

PCO22, PH2O, dan PN2. Bila PH2O dan PN2 tidak berubah

bermakna, maka setiap peningkatan pada PACO2 akan

menyebabkan penurunan PaO2. Hipoventilasi alveolar

menyebabkan penurunan PAO2, yang menimbulkan penurunan

19

Page 20: MAkalah Tn K

PaO2 bila darah arteri dalam keseimbangan dengan gas di

ruang alveolus.

b) Pencampuran Vena (venous admixture)

Perbedaan PO2 alveolar-arteri (P(A-a)O2) meningkat dalam

keadaan hipoksemi karena peningkatan pencampuran darah

vena. Dalam pernapasan udara ruangan, P(A-a)O2 normalnya

sekitar 10-20 mmHg, meningkat sesuai dengan usia dan pada

posisi tegak.

Penyebab meningkatnya pencampuran vena:

i. Pirau kanan ke kiri (right to left shunt)

ii. Ketidak sesuaian ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion

mismatching = V/Q mismatching)

iii. Keterbatasan difusi

2. Gagal napas hiperkapni

Gagal napas hiperkapni mempunyai kadar PCO2 arteri (PaCO2) yang

abnormal tinggi, terutama jika penyakit utama mengenai bagian bukan

parenkim paru seperti dinding dada, otot pernapasan atau batang otak.

PPOK, asma berat, fibrosis paru, dan ARDS dapat menunjukan gagal

napas hiperkapni.

Patofisiologi:

Hipoventilasi alveolar dalam keadaan stabil, pasien memproduksi

sejumlah CO2 dari proses metabolik setiap menit dan harus

mengeliminasi sejumlah CO2 tersebut dari kedua paru setiap menit.

Hiperkapni selalu ekuivalen dengan hipoventilasi alveolar.

Rumus : VCO2 (L/menit) = PaCO2 (mmHg) x VA (L/menit) x 1/863

VCO2 = keluaran semenit CO2, PaCO2 = kadar PCO2 arteri, VA =

ventilasi alveolar

Ventilasi semenit: jumlah total udara yang bergerak masuk dan keluar

kedua paru setiap menit (VE, L/menit), dapat diukur dengan rumus :

VE = VA + VD

Kemudian didapatkan rumus :

20

Page 21: MAkalah Tn K

VCO2 = PaCO2 x VE x ( 1-VD/VT)/863

VD/VT menunjukan derajat inefisiensi ventilasi kedua paru. Pada

orang normal yang sedang istirahat, nilai VD/VT sekitar 0,30 berarti

sekitar 30% dari ventilasi semenit tidak ikut berpartisipasi dalam

pertukaran udara.

Hiperkapni ( hipoventilasi alveolar ) terjadi saat:

1. Nilai VE dibawah normal

2. Nilai VE normal atau tinggi, tetapi rasio VD/VT meningkat

3. Nilai VE dibawah normal, dan rasio VD/VT meningkat

c. Etiologi

1. Depresi Sistem Saraf Pusat

Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat

pernafasan yang mengendalikan pernafasan, terletak dibawah batang

otak ( pons dan medulla ) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

Kelainan Neurologis Primer

Akan mempengaruhi fungsi pernafasan. Impuls yang timbul dalam

pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang

otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot- otot pernafasan.

Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot- otot

pernafasan atau pertemuan neuromuskuler yang terjadi pada

pernafasan akan / sangat mempengaruhi ventilasi.

Trauma

Disebabkan oleh kendaraan bermontor dapat menjadi penyebab gagal

nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran

dan pendarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi

jalan nafas atas dan depresi pernafasan. Hemothoraks, pnemothoraks

dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal

nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.

Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.

Penyakit Akut Paru

21

Page 22: MAkalah Tn K

Pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumonia kimiawi

atau pneumonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi

dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronchial, atelektasis,

embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang

menyebabkan gagal nafas.

Efusi pleura merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui

penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan

penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cidera

ini dapat menyebabkan gagal nafas.

d. Manifestasi klinis

Menurut Purnawan (2008) beberapa tanda dan gejala gagal nafas adalah :

a) Sianosis (warna kebiruan) dikarenakan rendahnya kadar oksiegen dalam

darah

b) Kebingungan dan perasaan mengantuk akibat tingginya kadar

karbondioksida dan peningkatan keasaman darah

c) Pernafasan cepat dan dalam, sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan karbondioksida tapi jika paru-paru tidak berfungsi secara

normal maka pola nafas seperti itu tidak dapat membantu.

d) Rendahnya kadar oksigen dengan segera bisa menyebabkan gangguan

pada otak dan jantung. Hal ini ditandai dengan penurunan kesadaran atau

pingsan; menyebabkan aritmia jantung yang bisa membawa pada

kematian.

e) Frekunsi nafas lebih dari 40 kali/menit, frekunsi normal nafas adalah

16-20 kali/menit, jika sampai 25 kali/menit, status pasien harus mulai

dievaluasi.

f) Kavasitas Vital kurang dari 10-20 ml/kg

e. Pemeriksaan Penunjang

a) Analisa Gas Darah Arteri

Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan adanya

asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui

22

Page 23: MAkalah Tn K

apakah klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau

keduanya pada klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain

itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi

serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan

terhadap klien.

b) Radiologi

Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta fluoroskopi

akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi,

pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab paru, dan

tumor paru.

c) Pengukuran Fugnsi Paru

Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya

gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83%

prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah

dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih

besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi.

d) Elektrokardiogram (EKG)

Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai

dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF,

serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan

aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan

oksigenasi.

e) Pemeriksaan Sputum

Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu

lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika

dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked),

kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia,

TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan

berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk

sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih

sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.

23

Page 24: MAkalah Tn K

D. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan ialah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktek keperawatan yang langsung diberikan pada klien dengan

menggunakan proses keperawatan yang terdiri dari pangkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi

1. Pengkajian Primer

a) Airway

• Peningkatan sekresi pernapasan

• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

b) Breathing

• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,

takipneu/bradipneu,retraksi.

• Menggunakan otot aksesori pernapasan

• Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

c) Circulation

• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

• Sakit kepala

• Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,

mengantuk

• Penurunan haluaran urine

2. Pengkajian

a) Riwayat keperawatan

Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada

paru yang meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok.

Penyakit yang sering ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks,

pleural effusion atau empiema. Klien bisa juga ditemukan adanya

riwayat trauma dada yang mendadak yang memerlukan tindakan

pembedahan.

24

Page 25: MAkalah Tn K

b) Aktivitas / istirahat. Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun

istirahat

c) Sirkulasi. Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3

atau S4 / irama jantung gallop, nadi apikal berpindah oleh adanya

penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah

sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam

mediastinum).

d) Psikososial. Tanda : ketakutan, gelisah.

e) Nyeri / kenyamanan. Gejala : nyeri dada unilateral meningkat

karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau

regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas

dalam, perilaku distraksi, mengerutkan wajah

f) Pernapasan. Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan

kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,

ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun, fremitus menurun,

perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi

dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,

berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Gejala :

kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit

paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan

(mis. Obstruksi tumor).

g) Pemeriksaan Diagnostik

Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area

pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang

dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan

mengkompensasi.

Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa

Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

25

Page 26: MAkalah Tn K

3. Diagnosa keperawatan

a) Pola pernapasan tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru,

gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.

b) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekresi

kental

c) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi

4. Intervensi keperawatan

a) Pola pernapasan tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru,

gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.

Intervensi:

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

Bersihkan mulut, hidung dan secret Trakea

Pertahankan jalan nafas yang paten

Observasi adanya tanda tanda hipoventilas

Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Monitor vital sign dan monitor pola nafas

b) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekresi

kental

Intervensi :

Berikan O2 ……l/mnt, metode……

Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Monitor status hemodinamik

26

Page 27: MAkalah Tn K

Monitor respirasi dan status O2

Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan

sekret

c) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi

Intervensi :

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Monitor respirasi dan status O2

Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot

tambahan

Monitor suara nafas

Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,

hiperventilasi

Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya

ventilasi dan suara tambahan

Monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental

Observasi sianosis khususnya membrane mukosa

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan

tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,

Suction, Inhalasi)

27

Page 28: MAkalah Tn K

BAB III

PENGKAJIAN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. K

Umur : 59 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku : Batak (WNI)

Pekerjaan : PNS

Pendidikan terakhir : SLTA

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 13 Agustus 2013

Tanggal Pengkajian : 17 Agustus 2013

Penanggung Jawab : Ny. H

Status : Istri

Alamat : Jln. Parkit Blok A9 Kunciran-Tangerang

Pelayan Kesehatan yang biasa di pergunakan : ASKES

Alasan masuk RS : Klien datang ke Rumah Sakit di antar keluarganya

dengan keluhan sesak sejak 1 hari sebelum masuk RS, sesak semakin

memberat, tidak hilang saat di bawa istirahat. Riwayat : Merokok (+), putus

OAT

Diagnosa Medis : Pneumothorak , TB paru putus OAT

28

Page 29: MAkalah Tn K

Riwayat Kesehatan yang Lalu : Obat-obatan yang di pergunakan : OAT,

Tindakan Kesehatan : Post rawat Juli 2013 TB Paru, Riwayat Alergi (-),

Hasil-hasil penunjang SMRS (-).

B. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

Kepala : Normochepal (+), Benjolan (-), Rambut Hitam merata, Bersih

Telingan : Simetris, serumen (-), tampak bersih, Benjolan (-)

Hidung : Benjolan (-), Secret (-), Polip (-). Sinis (-)

Mata : Simetris, Pupil : Isokor, Konjungtiba : Ananemis, Sklera :

Anikterik, Refleks : +/+.

Mulut : Mukosa bibir kering (+), Secret >>>, Warna Kuning Kehijauan,

Konsistensi : Kental, Stomatitis (-).

Leher : Benjolan (-), Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-).

Dada : Simetris, Ronchi +/+, Wheezing -/-.

Abdomen : Lunak, Datar, Bising Usus (+) 8 x/menit

Ekstremitas : Akral : hangat, Edema (-), Refleks :

Hasil Pengkajian Masalah

Keperawatan

Keadaan Umum :

1. Air Way

Otot pernafasan (-), Gerakan Dada : Simetris, Cuping

Hidung (-), Sumbatan (-), Batuk (+), Sputum >>>,

warna : Kuning Kehijaun, Konsistensi : Kental,

Penggunaan alat definitif : Ya, ETT

Bersihan Jalan Nafas

tidak efektif b.d

Penumpukan Secret

Berlebih

2. Brething

Alat Bantu : Ventilator

Pola : SIMV10 TV450 PS10

Gangguan

pertukaran gas b.d

ketidakseimbangan

29

Page 30: MAkalah Tn K

PEEP : 6

FIO2 : 60%

Frekuensi : 20 x/menit

Suara Paru : Ronchi +/+

AGD :

Ph 7,319

PCO2 71,8

PO2 82,1

BE 7,0

HCO3 36,1

SatO2 : 94,8%

Foto Thorax : Pneumothorak Kiri susp kolaps paru

kiri, TB lama Kedua paru

perfusi ventilasi

3. Circulation

TD : 140/80 mmHg

Suhu : 37 C

N : 112 x/menit

CRT < 3 detik

Akral : hangat

Warna Kulit : Kemerahan

Pupil : Isokor

Sianosis (-)

Suara Jantung : S1 & S2 Normal, Murmur (-),

Gallop (-)

EKG : ST

4. Disability

Tingkat kesadaran : Apatis

GCS : E2 M5 VETT

Gelisah (+)

Resiko Jatuh (Skala Morse) : 95 (Resiko Tinggi)

Resiko Jatuh

Intoleransi aktifitas

b.d ketidakmampuan

30

Page 31: MAkalah Tn K

suplai O2 terhadap

kebutuhan tubuh

Resiko Kerusakan

Integritas Kulit

5. Balance Cairan

Intake : 2539 cc

Output :1550 cc

IWL : 600 cc

Balance Cairan : +389 cc/24 Jam

Gangguan eliminasi urine : Tidak ada

Karakteristik urine : Kuning Pekat

Status Hidrasi : Turgor kulit : Kering, Mukosa bibir :

Kering, Jumlah Urine 1550 cc

Resiko ketidak

seimbangan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

Resiko

ketidakseimbangan

cairan

6. Theraphi

Enteral :

Rifampicin 1 x 500 mg

INH 1 x 300 mg

PZA 1 x 1000 mg

Etambutol 1x 750 mg

Salbutamol 3 x 1 tab

Curcurma 3 x 1 tab

FA 2 x 1 tab

Parenteral :

Ronem 3 x 2g

Streptomycin 1 x 750 mg

Gastrofer 2 x 40 mg

Vit C 2 x 200 mg

Dexamethason 1 x 50 mg

Vit K 3 x 10 mg

31

Page 32: MAkalah Tn K

Transamin 3 x 500 mg

Sohobion 1 x 1ampul

Recofol 1% 3ml/jam

C. Hasil Labolatorium

Pemeriksaan 18/08/2013 19/08/2013 20/08/2013 21/08/2013 Nilai

Normal

Hemoglobin 14,2 12,5 10,0 12,5 13,2-17,3

g/dL

Hematokrit 45 38 32 36 33-45 %

Leukosit 27,1 15,2 10,2 11,9 5,0-10,0

ribu/ul

Trombosit 237 199 198 204 150-440

ribu/ul

Eritrosit 4,76 4,01 3,46 3,50 4,40-5,90

juta/ul

VER 94,7 94,3 93,0 94,0 80-100 fl

HER 29,8 31,3 31,1 32,0 26,0-34,0

pg

KHER 31,5 33,0 33,4 33,0 32,0-36,0

g/dl

RDW 12,4 12,4 12,4 12,4 11,5-14,5 %

Ureum 39 39 21 24 20-40 mg/dl

Kreatinin 0,8 0,7 0,5 0,6 0,6-1,5

mg/dl

GDS 203 208 131 139 70-140

mg/dl

pH 7,319 7,407 7,425 7,406 7,370-7,440

PCO2 71,8 61,7 67,0 81 35-45

mmHg

PO2 82,1 85,5 89,7 86,3 83-108

32

Page 33: MAkalah Tn K

mmHg

BP 752 753,0 750

HCO3 36,1 38,0 43,0 54,8 21-28

mmol/L

O2 Sat 94,8 97 96,7 95 95-99 %

BE 7,0 10,6 14,9 24,8 -2,5- 2,5

mmol/L

Total CO2 43,6 39,9 45,0 55,8 19-24

mmol/L

Natrium 141 141 137 140 135-147

mmol/L

Kalium 3,86 3,39 3,54 3,45 3,10-5,10

mmol/L

Klorida 83 82 81 84 95-108

mmol/L

33

Page 34: MAkalah Tn K

D. ANALISA DATA

Data Masalah

DS : -

DO :

RR : 20 x/menit

Suara paru Rh +/+

Sputum >>>

Warna : Kuning Kehijaun

Konsistensi : Kental

Tampak Sputum di ETT

Batuk (+)

Gelisah (+)

Bersihan jalan nafas tidak efektif

b.d penumpukan secret berlebih

DS :-

DO:

Alat Bantu : Ventilator

Pola : SIMV10 TV450 PS10

PEEP : 6

FIO2 : 60%

Frekuensi : 20 x/menit

Suara Paru : Ronchi +/+

AGD 19/8/2013 :

Ph 7,319

PCO2 71,8

PO2 82,1

BE 7,0

HCO3 36,1

SatO2 : 94,8%

Foto Thorax : Pneumothorak Kiri susp

Gangguan pertukaran gas b.d

ketidakseimbangan perfusi

ventilasi

34

Page 35: MAkalah Tn K

kolaps paru kiri, TB lama Kedua paru

DS : -

DO :

Tingkat kesadaran : Apatis

GCS : E2 M5 VETT

TD : 140/80 mmHg

Nadi : 112 x/menit

Rr : 20 x /menit

Suhu : 37 C

Tirah Baring

Refleks

EKG : Sinus Takikardi

Intoleransi aktifitas b.d tirah

baring atau imobilisasi

DS : -

DO :

Tingkat kesadaran : Apatis

GCS : E2 M5 VETT

TD : 140/80 mmHg

Nadi : 112 x/menit

Rr : 20 x /menit

Suhu : 37 C

Gelisah (+)

Refleks

EKG : Sinus Takikardi

Resiko Jatuh (Skala Morse) : 95

(Resiko Tinggi)

Resiko Jatuh

E. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret berlebih

2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi

3. Intoleransi aktifitas b.d tirah baring atau imobilisasi

4. Resiko Jatuh35

Page 36: MAkalah Tn K

F. Rencana Asuhan Keperawatan

Nama : Tn. K

No. RM : 1235222

Ruangan : ICU

No. DX Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif

b.d penumpukan sekret yang

berlebih

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x24 jam

bersihan jalan nafas teratasi

Kriteria hasil:

TD : 120/80 mmHg

Nadi: 80-100 x/menit

RR: 12-20 x/menit

Tidak ada penumpukan secret

Tidak ada suara nafas

tambahan (Ronchi)

Jalan nafas tidak ada

sumbatan

Mandiri

1. Kaji kondisi pasien

2. Monitor status

hemodinamik

3. Monitor respirasi dan

saturasi oksigen

4. Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara nafas

tambahan

5. Lakukan suction, jika

diperlukan

6. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

Kolaborasi

1. Beri antibiotik sesuai

instruksi dokter

2. Gangguan pertukaran gas b.d

ketidakseimbangan perfusi

ventilasi

Tujuan:

Mandiri

1. Kaji kondisi pasien

2. Monitor respirasi dan

saturasi oksigen

36

Page 37: MAkalah Tn K

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x 24 jam

gangguan pertukaran gas teratasi

Kriteria Hasil:

TD : 120/80 mmHg

Nadi: 80-100 x/menit

RR: 12-20 x/menit

Nilai AGD dalam batas

normal

pH : 7,35 -7,45

PCO2: 35-45 mmHg

PO2 : 83-108 mmHg

HCO3 :21-28 mmol/L

Sat O2: 95-99 %

3. Monitor tanda-tanda vital,

AGD dan elektrolit

4. Catat pergerakan dada dan

pola nafas

5. Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara nafas

tambahan

6. Keluarkan secret dengan

suction

Kolaborasi

1. Beri terapi bronkodilator

sesuai program

3. Intoleransi aktivitas b.d

ketidakseimbangan suplai oksigen

dengan kebutuhan tubuh

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x24 jam

pasien dapat bertoleransi terhadap

aktivitas

Kriteria Hasil:

Klien mampu melakukan

aktivitas secara mandiri

bertahap

Mandiri

1. Observasi adanya

pembatasan klien dalam

melakukan aktivitas

2. Monitor respon

kardiorespiratorik

terhadap aktivitas

(takikardi, disritmia, sesak

nafas, pucat, perubahan

hemodinamik)

3. Monitor respon oksigen

pasien (denyut nadi, irama

jantung, tekanan

hemodinamik, dan

frekuensi nafas)

37

Page 38: MAkalah Tn K

4. Bantu pasien untuk

mengubah posisi secara

berkala, bersandar, duduk,

dan ambulasi sesuai

toleransi

5. Bantu ADL pasien

(mandi, oral

hygiene,merapikan tempat

tidur,makan, minum)

4. Resiko jatuh

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam

resiko jatuh tidak terjadi

Kriteria Hasil:

Kesadaran compos mentis

GCS :15

Tidak gelisah

Mandiri

1. Identifikasi kebutuhan

keamanan pasien sesuai

dengan kondisi fisik dan

fungsi kognitif

2. Hindari dari lingkungan

yang berbahaya

3. Pasang siderail tempat

tidur

4. Hindari barang-barang

yang dapat

membahayakan

5. Bantu pasien saat

ambulasi

6. Gunakan restrain fisik

untuk membatasi resiko

jatuh, jika perlu.

38

Page 39: MAkalah Tn K

G. Tindakan keperawatan dan Evaluasi

Tanggal &

jam

Tindakan Keperawatan Evaluasi

19/8/13

09.30 WIB

1. Mengkaji kondisi pasien

H/ : keadaan umum: sedang

2. Memonitor status hemodinamik

H/ :

TD : 140/80 mmHg

N : 112 x/menit

S: 37 derajat C

RR: 20 x/menit

3. Memonitor respirasi dan

saturasi oksigen

H/ :

RR: 20 x/menit

Sat O2: 97%

4. Mengauskultasi suara nafas,

catat adanya suara nafas

tambahan

H/ : Suara nafas: Ronchi +/+

5. Melakukan suction, jika

diperlukan

H/ : warna slym kuning

kehijauan, tampak menempel

pada ETT

6. Memposisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

H/ : posisi semifowler, sesak

berkurang, pasien rileks

S: -

O:

Keadaan umum :

sedang

TD : 140/80 mmHg

N : 112 x/menit

S: 37 derajat C

RR : 20 x/menit

Suara paru Rh +/+

Sputum >>>

Tampak Sputum di

ETT

Warna : Kuning

Kehijaun

Konsistensi : Kental

Batuk (+)

Gelisah (+)

Posisi semifowler,

sesak berkurang,

pasien rileks

Pemberian terapi

Ronem 3 x 2g

Streptomycin 1 x 750

mg

A: Bersihan jalan nafas

39

Page 40: MAkalah Tn K

Kolaborasi

1. Memberikan terapi antibiotik

H/ : Ronem 3 x 2g

Streptomycin 1 x 750 mg

tidak efektif

P:

Pantau respirasi

Lakukan suction

Posisikan pasien

untuk

memaksimalkan

ventilasi

Monitor respirasi

dan saturasi O2

Monitor

hemodinamik

19/8/13

10.00 WIB

1. Mengkaji kondisi pasien

H/ :

keadaan umum: sedang

kesadaran : Apatis

2. Memonitor respirasi dan

saturasi oksigen

H/ :

RR : 20 x/menit

Saturasi O2 : 97 %

3. Memonitor tanda-tanda vital,

AGD dan elektrolit

H/ :

TD : 140/80 mmHg

N : 112 x/menit

S: 37 derajat C

RR: 20 x/menit

Hasil AGD tgl 19/8/2013

pH : 7,407

PCO2: 61,7 mmHg

S : -

O :

keadaan umum:

sedang

kesadaran : Apatis

TD : 140/80 mmHg

N : 112 x/menit

S: 37 derajat C

RR: 20 x/menit

Hasil AGD tgl 19/8/2013

pH : 7,407

PCO2: 61,7 mmHg

PO2: 85,5 mmHg

HCO3: 38,0 mmol/L

Sat O2: 97 %

Pergerakan dada

simetris

Pola pernafasan

VSIMV10 Tv 450

40

Page 41: MAkalah Tn K

PO2: 85,5 mmHg

HCO3: 38,0 mmol/L

Sat O2: 97 %

4. Mencatat pergerakan dada dan

pola nafas

H/ :

Pergerakan dada simetris

Pola pernafasan VSIMV10 Tv

450 PS10

FIO2 60%

PEEP 6

5. Mengauskultasi suara nafas,

catat adanya suara nafas

tambahan

H/ :

suara nafas: ronchi +/+

Foto Thorax : Pneumothorak

Kiri susp kolaps paru kiri, TB

lama Kedua paru

PS10 FIO2 60%

PEEP 6

Suara nafas: ronchi +/+

Foto Thorax :

Pneumothorak Kiri

susp kolaps paru kiri,

TB lama Kedua paru

A : Gangguan pertukaran

gas

P:

Pantau Sat O2

Pantau AGD

Monitor status

hemodinamik

Catat pergerakan dan

dan pola nafas

19/8/2013 1. Mengobservasi adanya

pembatasan klien dalam

melakukan aktivitas

H/ :

Terpasang ventilator

2. Memonitor respon

kardiorespiratorik terhadap

aktivitas (takikardi, disritmia,

sesak nafas, pucat, perubahan

hemodinamik)

H/ :

S : -

O :

Keadan umum :

Sedang

GCS : E2 M5

VETT

kesadaran : Apatis

EKG : Sinus

takikardi

TD : 140/80

mmHg

41

Page 42: MAkalah Tn K

EKG : ST

Nadi : 112x/menit

3. Memonitor respon oksigen

pasien (denyut nadi, irama

jantung, tekanan hemodinamik,

dan frekuensi nafas)

H/ :

TD : 140/80 mmHg

N : 112 x/menit

RR: 20 x/menit

Irama jantung: irreguler

4. Membantu pasien untuk

mengubah posisi secara berkala,

bersandar, duduk, dan ambulasi

sesuai toleransi

H/ miring kanan, miring kiri

setiap 2 jam

5. Membantu ADL pasien (mandi,

oral hygiene,merapikan tempat

tidur,makan, minum)

N : 112 x/menit

S: 37 derajat C

RR: 20 x/menit

A : Intoleransi aktifitas

P :

Monitor respon

kardiorespiratorik

terhadap aktivitas

(takikardi,

disritmia, sesak

nafas, pucat,

perubahan

hemodinamik)

Monitor respon

oksigen pasien

(denyut nadi,

irama jantung,

tekanan

hemodinamik, dan

frekuensi nafas)

Bantu ADL pasien

(mandi, oral

hygiene,merapikan

tempat

tidur,makan,

minum)

19/08/13 1. Mengidentifikasi kebutuhan

keamanan pasien sesuai dengan

kondisi fisik dan fungsi kognitif

S: -

O :

Kesadaran : Apatis

42

Page 43: MAkalah Tn K

H/ : kesadaran : apatis

GCS : E:2 M:5 V:ETT

Gelisah

2. Menghindari dari lingkungan

yang berbahaya

3. Memasang siderail tempat tidur

H/ terpasang siderail di tempat

tidur

4. Mengindari barang-barang yang

dapat membahayakan

5. Membantu pasien saat ambulasi

6. Menggunakan restrain fisik

untuk membatasi resiko jatuh,

jika perlu.

GCS: E2 M5 Vett

Gelisah

Terpasang restrain

A : Resiko Jatuh

P :

Identifikasi kebutuhan

keamanan pasien

sesuai dengan kondisi

fisik dan fungsi

kognitif

Pasang siderail tempat

tidur

Hindari dari

lingkungan yang

berbahaya

Tanggal

& jam

Tindakan Keperawatan Evaluasi

20/08/13

09.30

WIB

1. Memantau respirasi dan sat O2

H/ :

RR: 23x/menit

Sat O2: 96%

2. Melakukan suction

H/ : warna slym kuning kehijauan,

tampak menempel pada ETT

3. Memposisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

H/ : posisi semifowler, sesak

berkurang, pasien rileks

S: -

O:

Keadaan umum :

sedang

TD : 130/76

mmHg

N : 80x/menit

S: 36 derajat C

RR : 23x/menit

43

Page 44: MAkalah Tn K

4. Memonitor hemodinamik

H/ :

TD : 130/76 mmHg

N : 80 x/menit

S: 36 derajat C

RR: 23 x/menit

5. Melakukan auskultasi suara nafas

H/ Rh +/+, wh -/-

6. Memberikan terapi antibiotic sesuai

instruksi dokter

H/

Ronem 3 x 2g

Streptomycin 1 x 750 mg

Suara paru Rh +/+

Sputum >>>

Tampak Sputum di

ETT

Warna : Kuning

Kehijaun

Konsistensi : Kental

Batuk (+)

Gelisah (+)

Posisi semifowler,

sesak berkurang,

pasien rileks

A: Bersihan jalan nafas

tidak efektif

P:

Pantau respirasi

Lakukan suction

Posisikan pasien

untuk

memaksimalkan

ventilasi

Monitor respirasi

dan saturasi O2

Monitor

hemodinamik

20/08/13

10.0 WIB

1. Memantau Sat O2

H/

SatO2 96,7%

2. Memantau AGD

H/

S : -

O :

keadaan umum:

sedang

kesadaran : Apatis

44

Page 45: MAkalah Tn K

PH 7,425

PCO 2 67,0

PO2 89,7

HCO3 43,0

BE 14,9

3. Memonitor status hemodinamik

H/

TD :130/76 mmHg

N : 80x/menit

S: 36 derajat C

RR: 23x/menit

4. Mencatat pergerakan dan pola nafas

H/

Pergerakan dada simetris

Pola pernafasan VSIMV10 Tv 450

PS10 FIO2 60% PEEP 6

TD : mmHg

N : x/menit

S: derajat C

RR: x/menit

Hasil AGD tgl

20/8/2013

Pergerakan dada

simetris

Pola pernafasan

VSIMV10 Tv 450

PS10 FIO2 60%

PEEP 6

Suara nafas: ronchi

+/+

Foto Thorax :

Pneumothorak Kiri

susp kolaps paru kiri,

TB lama Kedua paru

A : Gangguan

pertukaran gas

P:

Pantau Sat O2

Pantau AGD

Monitor status

hemodinamik

Catat pergerakan

dan dan pola nafas

45

Page 46: MAkalah Tn K

20/08/13 1. Mengobservasi adanya

pembatasan klien dalam

melakukan aktivitas

H/ :

Terpasang ventilator

2. Memonitor respon

kardiorespiratorik terhadap

aktivitas (takikardi, disritmia,

sesak nafas, pucat, perubahan

hemodinamik)

H/ :

EKG : SR

Nadi : 80x/menit

6. Memonitor respon oksigen pasien

(denyut nadi, irama jantung,

tekanan hemodinamik, dan

frekuensi nafas)

H/ :

TD : 130/76 mmHg

N : 80 x/menit

RR: 23 x/menit

Irama jantung: irreguler

7. Membantu pasien untuk mengubah

posisi secara berkala, bersandar,

duduk, dan ambulasi sesuai

toleransi

H/

Miring kanan dan kiri

8. Membantu ADL pasien (mandi,

oral hygiene,merapikan tempat

tidur,makan, minum)

S : -

O :

Keadan umum :

Sedang

GCS : E2 M5

VETT

kesadaran :

Apatis

EKG : SR

TD : 130/76

mmHg

N :80 x/menit

S: 36 derajat C

RR: 23x/menit

A : Intoleransi aktifitas

P :

Monitor respon

kardiorespiratori

k terhadap

aktivitas

(takikardi,

disritmia, sesak

nafas, pucat,

perubahan

hemodinamik)

Monitor respon

oksigen pasien

(denyut nadi,

irama jantung,

tekanan

46

Page 47: MAkalah Tn K

hemodinamik,

dan frekuensi

nafas)

Bantu ADL

pasien (mandi,

oral

hygiene,merapik

an tempat

tidur,makan,

minum)

20/08/13 1. Mengidentifikasi kebutuhan

keamanan pasien sesuai dengan

kondisi fisik dan fungsi kognitif

H/ Terpasang siderail tempat tidur

2. Memasang siderail tempat tidur

H/

Terpasang siderail tempat tidur

3. Menghindari dari lingkungan yang

berbahaya

S: -

O :

Kesadaran : Apatis

GCS: E2 M5 Vett

Gelisah

Terpasang restrain

A : Resiko Jatuh

P :

Identifikasi

kebutuhan

keamanan pasien

sesuai dengan

kondisi fisik dan

fungsi kognitif

Pasang siderail

tempat tidur

Hindari dari

lingkungan yang

berbahaya

47

Page 48: MAkalah Tn K

Tanggal

& jam

Tindakan Keperawatan Evaluasi

21/08/13

09.30

WIB

1. Memantau respirasi dan sat O2

H/ :

RR: 26 x/menit

Sat O2: 95 %

2. Melakukan suction

H/ : warna slym kuning kehijauan,

tampak menempel pada ETT

3. Memposisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

H/ : posisi semifowler, sesak

berkurang, pasien rileks

4. Memonitor hemodinamik

H/ :

TD : 123/77 mmHg

N : 114 x/menit

S: 36 derajat C

RR: 26 x/menit

5. Melakukan auskultasi suara nafas

H/ Rh +/+, wh -/-

S: -

O:

Keadaan umum :

sedang

TD : 123/77

mmHg

N : 114x/menit

S: 36 derajat C

RR : 26x/menit

Suara paru Rh +/+

Sputum >>>

Tampak Sputum di

ETT

Warna : Kuning

Kehijaun

Konsistensi : Kental

Batuk (+)

Gelisah (+)

Posisi semifowler,

sesak berkurang,

pasien rileks

A: Bersihan jalan nafas

tidak efektif

P:

48

Page 49: MAkalah Tn K

Pantau respirasi

Lakukan suction

Posisikan pasien

untuk

memaksimalkan

ventilasi

Monitor respirasi

dan saturasi O2

Monitor

hemodinamik

21/08/13

11.00WIB

1. Memantau Sat O2

H/

SatO2 96,7%

2. Memantau AGD

H/

PH 7,406

PCO 2 81

PO2 86,3

HCO3 54,8

BE 24,8

3. Memonitor status hemodinamik

H/

TD :123/77 mmHg

N :114 x/menit

S: 36 derajat C

RR: 26x/menit

4. Catat pergerakan dan pola nafas

H/

Pergerakan dada simetris

Pola pernafasan spontan dengan

NRM,

S : -

O :

keadaan umum:

sedang

kesadaran : Apatis

TD :123/77 mmHg

N :114 x/menit

S: 36 derajat C

RR: 26x/menit

Hasil AGD tgl

21/8/2013

PH 7,406

PCO 2 81

PO2 86,3

HCO3 54,8

BE 24,8

Pergerakan dada

simetris

Pola pernafasan

spontan dengan NRM

Suara nafas: ronchi

49

Page 50: MAkalah Tn K

+/+

Foto Thorax : tidak

tampak lagi

pneumothorak kiri.

TB lama ke dua paru.

A : Gangguan

pertukaran gas

P:

Pantau Sat O2

Pantau AGD

Monitor status

hemodinamik

Catat pergerakan

dan dan pola nafas

21/08/13

1. Mengobservasi adanya pembatasan

klien dalam melakukan aktivitas

H/ :

Terpasang ventilator

2. Memonitor respon

kardiorespiratorik terhadap aktivitas

(takikardi, disritmia, sesak nafas,

pucat, perubahan hemodinamik)

H/ :

EKG : ST

Nadi : 114x/menit

3. Memonitor respon oksigen pasien

(denyut nadi, irama jantung, tekanan

S : -

O :

Keadan umum :

Sedang

GCS : E4 M6

V5

kesadaran : CM

EKG : Sinus

takikardi

TD : 123/77

mmHg

N :114 x/menit

S: 36 derajat C

50

Page 51: MAkalah Tn K

hemodinamik, dan frekuensi nafas)

H/ :

TD : 123/77 mmHg

N : 114 x/menit

RR: 26x/menit

Irama jantung: irreguler

4. Membantu pasien untuk mengubah

posisi secara berkala, bersandar,

duduk, dan ambulasi sesuai toleransi

H/

Miring kanan dan kiri

5. Membantu ADL pasien (mandi, oral

hygiene,merapikan tempat

tidur,makan, minum)

RR: 26x/menit

A : Intoleransi aktifitas

P :

Monitor respon

kardiorespiratori

k terhadap

aktivitas

(takikardi,

disritmia, sesak

nafas, pucat,

perubahan

hemodinamik)

Monitor respon

oksigen pasien

(denyut nadi,

irama jantung,

tekanan

hemodinamik,

dan frekuensi

nafas)

Bantu ADL

pasien (mandi,

oral

hygiene,merapik

an tempat

tidur,makan,

minum)

21/08/13 1. Mengidentifikasi kebutuhan

keamanan pasien sesuai dengan

S: -

O :

51

Page 52: MAkalah Tn K

kondisi fisik dan fungsi kognitif

H/

2. Memasang siderail tempat tidur

H/ Terpasang siderail tempat tidur

3. Menghindari dari lingkungan yang

berbahaya

Kesadaran : CM

GCS: E4 M6 V5

A : Tidak terjaid Resiko

Jatuh

P :

Identifikasi

kebutuhan

keamanan pasien

sesuai dengan

kondisi fisik dan

fungsi kognitif

Pasang siderail

tempat tidur

Hindari dari

lingkungan yang

berbahaya

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial

antara pleura viseral dan parietal (Mansoer, 2008). Pneumothoraks merupakan

pengumpulan udara dalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal nafas

yang dapat terjadi spontan atau karena trauma. Masuknya udara kedalam

52

Page 53: MAkalah Tn K

rongga dapat melalui luka pada dinding dada atau meluasnya radang paru-paru.

Tanda gejala yang muncul pada pasien pneumothotaks seperti nyeri dada,

sesak nafas dan dada terasa sempit.

Hasil pengkajian didapatkan kesamaan anatara teori dengan praktek

bahwa tanda dan gejala yang muncul pada Tn. K yaitu nyeri dada, sesak,

dipsneu dan dada terasa sempit sehingga menyebabkan klien menjadi gagal

nafas. Riwayat penyakit dahulu Tn. K yaitu TB paru lama dengan putus OAT.

Adapun data-data yang mendukung terjadinya pneumothoraks pada Tn. K yaitu

riwayat merokok yang lama. Kondisi tersebut dapat menyebabkan infeksi atau

perlukaan pada paru sehingga dapat menyebabkan udara masuk pada rongga

pleura.

Pada kondisi tersebut dapat memperburuk kondisi Tn. K, dibuktikan

dengan hasil foto thorak yaitu : Pneumothorak Kiri, susp kolaps paru kiri, TB

lama kedua paru. Selain itu terjadi perubahan pada Analisa Gas Darah Tn. K

yang memperkuat penegakan diagnosa. Klien masuk ICU dengan diagnosa

Pneumothoraks dan gagal nafas, Kesadaran Somnolen, pupil isokor, respirasi

spontan dengan O2 8 liter/menit (NRM), terpasang infus NaCl, DC dan WSD

undulasi (+).

Saat pengkajian, klien sudah 3 hari di rawat di ICU, kondisi klien saat

itu kesadaran somnolen, GCS : E2 M5 VETT, Pupil isokor, respirasi dengan

ventilator, pola SIMV14 VT450 FIO2 70%, PEEP 6, Hemodinamik belum

stabil dengan vaskon 0,2 mikro, CRT < 3 detik, akral hangat, skala more 80

(Resiko tinggi), BPS 8 (Resiko tinggi), norton 12 (Rentan resiko), klien

terpasang segitiga fall risk, penghalang tempat tidur dan restrain dengan sedasi

MO 50 mg, sedacum 15 mg.

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)

diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga

53

Page 54: MAkalah Tn K

atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/ proses

kehidupan yang aktual atau risiko.

Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi

untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun

persyaratan dari diagnosa keperawatan adalah perumusan harus jelas dan

singkat dari respons klien terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik

dan akurat, memberikan arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan

oleh perawat dan mencerminkan keadaan kesehatan klien.

Diagnosa yang muncul pada Tn. K diantaranya yaitu bersihan Jalan

nafas tidak efektif b.d penumpukan secret berlebih, gangguan pertukaran gas

b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, Intoleransi aktifitas b.d

ketidakmampuan suplai O2 terhadap kebutuhan tubuh dan resiko jatuh.

Diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret

berlebih. Bersihan jalan nafas adalah ketidak mampuan untuk membersihkan

secret atau obstruksi saluran nafas guna mempertahankan jalan nafas yang

bersih (NANDA). Penumpukan secret disebabkan karena adanya infeksi pada

paru di tambah dengan pemasangan ETT yang dapat merangsang penumpukan

secret berlebih. Diagnosa ini diangkat karena didukung oleh beberapa data

seperti data objektif yang ditemukan adalah RR : 20 x/menit, Suara paru Rh

+/+, Sputum >>>, Warna : Kuning Kehijaun, Konsistensi : Kental, Tampak

Sputum di ETT, Batuk (+), Gelisah (+).

Diagnosa gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi

ventilasi. Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan

oksigenasi atau eleminasi karbon dioksida di membran kapiler alveolar

(NANDA). Diagnosa ini di dukung dengan data-data klien menggunakan alat

bantu : Ventilator , Pola : SIMV10 TV450 PS10, PEEP : 6, FIO2 : 60%,

Frekuensi : 20 x/menit, Suara Paru : Ronchi +/+, AGD : Ph 7,319 PCO2 71,8

PO2 82,1 BE 7,0 HCO3 36,1 SatO2 : 94,8%, Foto Thorax : Pneumothorak Kiri

susp kolaps paru kiri, TB lama Kedua paru.

54

Page 55: MAkalah Tn K

Diagnosa intoleransi aktifitas b.d tirah baring atau kelemahan umum.

Intoleransi aktifitas adalah ketidakmampuan energi fisiologis atau psikologis

untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau

harus dilakukan. Diagnosa tersebut didukung dengan data-data : Tingkat

kesadaran : Apatis, GCS : E2 M5 VETT, TD : 140 mmHg, Nadi : 112 x/menit,

Rr : 20 x /menit, Suhu : 37 C, Tirah Baring, EKG : Sinus Takikardi.

Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan terhadap resiko jatuh yang

dapat menyebabkan bahaya fisik (NANDA). Di dukung oleh data-data Tingkat

kesadaran : Apatis, GCS : E2 M5 VETT, TD : 140 mmHg, Nadi : 112 x/menit,

Rr : 20 x /menit, Suhu : 37 C, Gelisah (+), EKG : Sinus Takikardi, Resiko

Jatuh (Skala Morse) : 95 (Resiko Tinggi).

C. Perencanaan keperawatan

Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan

terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi

tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di

rumuskan dengan tepat memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu

perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai

kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.

Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh

perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga

mencakup kebutuhan klien jangka panjang (Potter,1997).

Dalam pelaksanaan pembuatan rencana asuhan keperawatan, tidak ada

perbedaan yang kami dapatkan ketika mencoba menerapkan ke pasien, setiap

perencanaan dalam teori disesuaikan dengan kondisi ruangan serta kemajuan

dan tingkat kebutuhan pasien.

Pedoman intervensi yang dilakukan adalah dengan panduan Buku Saku

Diagnosis Keperawatan NANDA. Intervensi di terapkan sesuai dengan

intervensi NANDA yang berkaitan dengan diagnosa yang muncul.

D. Implementasi

55

Page 56: MAkalah Tn K

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk

memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien

(Perry & Potter, 1997)

Dalam implementasi keperawatan, kami tidak menemukan kesulitan

yang cukup berarti. Implementasi dilakukan dengan pengawasan perawat

ruangan seperti melakukan suction, pemberian terapi obat, serta membantu

pelaksanaan ADL.

Pelaksanaan impelementasi pada diagnose bersihan jalan nafas yaitu

Mengaji kondisi pasien, Memonitor status hemodinamik , Monitor respirasi

dan saturasi oksigen, melakukan auskultasi suara nafas, mencatat adanya suara

nafas tambahan, melakukan suction jika diperlukan, memposisikan pasien

untuk memaksimalkan ventilasi dan kolaborasi pemberian antibiotik sesuai

instruksi dokter.

Sedangkan pada diagnosa gangguan pertukaran gas yaitu mengkaji

kondisi pasien, memonitor respirasi dan saturasi oksigen, memonitor tanda-

tanda vital, AGD dan elektrolit, mencatat pergerakan dada dan pola nafas,

melakukan auskultasi suara nafas, mencatat adanya suara nafas tambahan,

mengeluarkan secret dengan suction dan Kolaborasi pemberian terapi

bronkodilator sesuai program.

Diagnosa intoleransi aktifitas implementasinya diantanya

mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas,

memonitor respon kardiorespiratorik terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,

sesak nafas, pucat, perubahan hemodinamik), memonitor respon oksigen

pasien (denyut nadi, irama jantung, tekanan hemodinamik, dan frekuensi

nafas), membantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar,

duduk, dan ambulasi sesuai toleransi, membantu ADL pasien (mandi, oral

hygiene,merapikan tempat tidur,makan, minum).

Diagnosa resiko jatuh dilakukan implementasi mengidentifikasi

kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif,

56

Page 57: MAkalah Tn K

mengindari dari lingkungan yang berbahaya, memasang siderail tempat tidur,

menghindarkan barang-barang yang dapat membahayakan, membantu pasien

saat ambulasi, Gunakan restrain fisik untuk membatasi resiko jatuh, jika perlu.

E. Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan

keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan

jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.

Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara

tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan

kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. (Perry

dan Potter, 1997)

Hasil Evaluasi terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :

1. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara

maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.

3. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan

perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru dalam hal

ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat

data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai

yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.

Evaluasi pada pelaksanaan tindakan keperawatan pada Tn. K tidak

semua masalah keperawatan yang dapat tercapai sepenuhnya. Pada diagnosa

bersihan jalan nafas belum teratasi sebagian kareana pada kondisi saat ini

pasien masih banyak produksi secret >>> warna kuning kehijauan dan di

dukung data-data lain yaitu suara paru Rh +/+, Batuk (+).

Diagnosa gangguan pertukaran gas teratasi dikarenakan pada hasil

pemeriksaan AGD cenderung semakin membaik. Sesak semakin berkurang.

Pada tanggal 21 Agustus 2013 Klien sudah tidak menggunakan ventilator dan

ETT dan klien dalam observari penggunaan Non rebrithing Mask dengan O2

10liter/menit.

57

Page 58: MAkalah Tn K

Intoleransi aktifitas teratasi sebagian karna pada kondisi saat ini klien

belum sepenuhnya mampu melakukan aktifitas secara mandiri, tetapi bertahap

dengan cara klien mampu mengelap, membersihkan secretnya sendiri dan

mengambil tisue sendri.

Resiko jatuh tidak terjadi, setelah hari ke 4 dilakukan pengkajian

kesadaran klien Compos Mentis, Gelisah (-), skala morse 50 (resiko rendah).

Sehingga pada diagnosa resiko jatuh tidak terjadi.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasien Tn. K (59 tahun) denagn diagnosa Pneumothorak + gagal nafas +

PPOK + TB Paru lama merupakan penyakit paru yang progresif pada

perjalanannya. Mekanisme terjadinya pneumothorak adalah disebabkan

kareana riwayat TB paru lama, putus OAT dan riwayat merokok sehingga

58

Page 59: MAkalah Tn K

mengakibatkan perlukaan pada paru dan udara masuk ke rongga pleura .

manifestasi klinis pneumothorak dapat berupa sesak, nyeri dada dan mudah

lelah. Pemeriksaan diagnostic meliputi hasil laboratorium, AGD, Rontgen

Thorax.

Diagnosa dan Intervensi yang diambil dan diterapkan meliputi semua

sistem. Pada kasus ini, intervensi dan implementasi lebih di tekankan pada

perawatan pemantauan status respirasi. Diagnosa yang ditegakan dalam kasus

ini adalah bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret berlebih,

gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, Intoleransi

aktifitas b.d ketidakmampuan suplai O2 terhadap kebutuhan tubuh dan resiko

jatuh.

Implementasi seluruhnya di lakukan sesuai diagnosa yang telah ditegakan

dan intervensi yang direncanakan. Evaluasi dilakukan sesuai dignosa.

Daftar Pustaka

Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati S, volume 1, EGC,  Jakarta

Tucker, Martin dkk, (1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin Aih dkk, volume 4, edisi V, EGC, Jakarta.

59

Page 60: MAkalah Tn K

Alsagaff, Hood, dkk. (1993), Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya.

Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby Year Book, Toronto.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PneumonatorakVentil101.pdf/

08PneumonatorakVentil101.html

60