Makalah Teknologi DNA Rekombinan (TDR)

download Makalah Teknologi DNA Rekombinan (TDR)

of 32

description

Perkembangan bioteknologi sekarang ini sudah semakin pesat terutama di negara-negara maju. Penerapan bioteknologi di bidang pangan dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan (TDR) menghasilkan tanaman dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang berkualitas tinggi dibandingkan tanaman biasa, serta lebih tahan terhadap hama penyakit dan tekanan lingkungan. Teknologi DNA rekombinan adalah rekayasa genetika untuk menghasilkan sifat baru dengan cara merekombinasikan gen tertentu dengan DNA genom.

Transcript of Makalah Teknologi DNA Rekombinan (TDR)

  • TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

    Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bioteknologi

    Dosen Pengampu

    Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes

    Disusun Oleh Kelompok 1

    Andy Maryam (12708251011)

    Nurul Imtihan (12708251026)

    HBA Jayawardana (12708251036)

    PRODI PENDIDIKAN SAINS

    PROGRAM PASCA SARJANA

    UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

    2013

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Perkembangan bioteknologi sekarang ini sudah semakin pesat terutama di

    negara-negara maju. Penerapan bioteknologi di bidang pangan dengan menggunakan

    teknologi DNA rekombinan menghasilkan tanaman dan produk unggul karena

    mengandung zat gizi yang berkualitas tinggi dibandingkan tanaman biasa, serta lebih

    tahan terhadap hama penyakit dan tekanan lingkungan. Teknologi DNA rekombinan

    adalah rekayasa genetika untuk menghasilkan sifat baru dengan cara

    merekombinasikan gen tertentu dengan DNA genom.

    Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua manfaat yaitu pertama, dengan

    mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan

    tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan

    diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar

    daripada produksi secara konvensional. Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan

    suatu produk yang diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan

    beberapa tahapan tertentu.

    Tahapan-tahapan tersebut adalah isoasi DNA genomik yang akan diklon,

    pemotongan molekul DNA menjdi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran,

    isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan

    DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan,

    reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA rekombinan.

    Pada makalah ini secara khusus akan membahas mengenai prinsip dasar dalam

    teknologi DNA rekombinan, proses pemotongan dan penyisipan gen.

  • 2

    BAB II

    TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

    A. Prinsip Dasar Teknologi DNA Rekombinan Teknik dalam manipulasi gen sangat kompleks dan beragam. Namun

    prinsip-prinsip dasar dalam teknologi DNA rekombinan cukup sederhana yang

    meliputi tahapan sebagai berikut (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

    1. Generasi fragmen DNA dan pemilihan bagian yang diinginkan dari DNA

    (misalnya gen manusia).

    2. Memasukkan atau menyisipkan DNA yang terpilih ke dalam kloning vektor

    untuk membuat DNA rekombinan.

    3. Pengenalan vektor rekombinan ke sel inang (misalnya bakteri).

    4. Perbanyakan dan seleksi klon yang mengandung molekul rekombinan.

    5. Ekspresi gen untuk menghasilkan produk yang diinginkan.

    Gambar 1. Prinsip dasar teknologi DNA rekombinan

    B. Aspek-aspek dalam Teknologi DNA Rekombinan Teknologi DNA rekombinan secara khusus mengacu pada aspek-aspek

    diantaranya bahan molekuler rekayasa genetika, sel inang, vektor, metode

    transfer gen, dan strategi dalam kloning gen (Chakrapani dan Satyanarayana,

    2007).

  • 3

    1. Bahan Molekuler dalam Rekayasa Genetika Perangkat rekayasa genetika atau bahan molekuler yang umum

    digunakan dalam penelitian teknologi DNA rekombinan adalah enzim. Enzim

    yang berperan penting dalam teknologi DNA rekombinan adalah enzim

    restriksi dan enzim DNA ligase. Enzim restriksi merupakan suatu

    endonuklease yang memiliki kemampuan mengenal dan memotong urutan

    nukleotida pada basa-basa secara spesifik (DNA sekuens spesifik yang

    panjangnya empat sampai dengan enam pasang basa), sehingga

    pemotongannya bersifat terarah (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

    Enzim restriksi juga dikenal dengan nama enzim endonuklease restriksi

    yang ditemukan oleh Werner Arber dan Hamilton Smith tahun 1960 dari

    mikroba yang memotong DNA untai ganda. Enzim restriksi memotong DNA

    pada tempat yang tepat (bukan sembarang tempat). Bagian yang dipotong oleh

    enzim ini dinamakan sekuens pengenal. Suatu sekuens pengenal adalah urutan

    nukleotida (urutan basa) tertentu yang dikenal oleh enzim restriksi sebagai

    tempat atau bagian yang akan dipotongnya (Tjahjoleksono, 2010). Berikut ini

    beberapa enzim restriksi, sekuens pengenal dan produk.

    Sumber Sekuens Pengenal Produk EcoRI (Escherichia coli)

    5....G-A-A-T-T-C...3 3....C-T-T-A-A-G....5

    A-A-T-T-C... G... ....G C-T-T-A-A

    BamHI (Bacillus amyloliquefaciens)

    5....G-G-A-T-C-C....3 3....C-C-T-A-G-G....5

    G-A-T-C-C... G... ....G ....C-C-T-A-G

    HaeIII (Haemophilus aegyptius)

    5....G-G-C-C....3 3....C-C-G-G....5

    *C-C... G-G... ....*G-G .... C-C

    HindIII (Haemophilus influenza)

    5....A-A-G-C-T-T....3 3....T-T-C-G-A-A....5

    A-G-C-T-T... A... ...A ....T-T-C-G-A

  • 4

    Noti (Nocardia otitidis)

    5....G-C-G-G-C-C-G-C....3 3....C-G-C-C-G-G-C-G....5

    G-G-C-C-G-C... C-G... ...G-C ...C-G-C-C-G-G...

    Catatan:tanda(-) merupakan daerah yang dipotong. Tanda (*) adalah produk dengan ujung tumpul sedangkan yang lainnya adalah produk dengan ujung lancip/lengket

    Tabel 1. Beberapa enzim restriksi, sekuens pengenal dan produk

    Salah satu enzim restriksi ini adalah enzim EcoRI yang telah diisolasi

    pertama kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli

    (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007). Enzim EcoRI memotong DNA pada

    bagian yang urutan basanya GAATTC (sekuens pengenal bagi EcoRI). Pada

    DNA untai ganda, sekuens GAATTC ini akan berpasangan dengan sekuens

    yang sama tetapi berlawanan arah. Enzim EcoRI ini memotong setiap untai

    dari untai ganda tersebut pada bagian antara G dan A. Potongan-potongan atau

    fragmen-fragmen DNA untai ganda yang dihasilkan akibat pemotongan di

    setiap untainya akan memiliki ujung beruntai tunggal. Ujung ini dikenal

    dengan istilah sticky ends atau cohesive ends (ujung kohesif) dan blunt ends

    (ujung tumpul) (Tjahjoleksono, 2010). Fragmen DNA dengan sticky ends

    adalah partikel yang digunakan untuk eksperimen DNA rekombinan. Hal ini

    karena ujung untai tunggal DNA-nya mudah berpasangan dengan fragmen

    DNA komplementer lain yang memiliki sticky ends (Chakrapani dan

    Satyanarayana, 2007).

    Tatanama enzim restriksi mengikuti standar prosedur berdasarkan

    sumber bakteri yang diisolasi. Huruf pertama pada enzim yang ditulis miring

    menunjukkan nama genus, diikuti dua huruf berikutnya juga ditulis miring

    menunjukkan spesies, selanjutnya adalah strain organisme dan terakhir angka

    Romawi yang menunjukkan urutan penemuan. Beberapa contoh penamaan

    enzim seperti berikut ini. EcoRI adalah enzim yang berasal dari Escherichia

    (E) coli (co), strain Ry13 (R), dan merupakan endonuklease pertama (I) yang

    ditemukan. HindIII adalah Haemophilus (H) influenzae (in), strain Rd (d), dan

    merupakan endonukleus ketiga (III)yang ditemukan.

  • 5

    Enzim DNA ligase digunakan untuk menyambung atau menyisipkan

    DNA. Pada tahun 1972, David Jackson, Robert Simon, dan Paul Berg berhasil

    membuat molekul DNA rekombinan. Mereka menggabungkan fragmen-

    fragmen DNA dengan cara memasangkan (anneal) ujung sticky ends dari satu

    fragmen dengan ujung sticky ends fragmen lainnya, kemudian

    menyambungkan kedua ujung fragmen tersebut secara kovalen dengan

    menggunakan enzim DNA ligase (Tjahjoleksono, 2010).

    Keberadaan enzim DNA ligase sangat diperlukan untuk menangkap

    potongan DNA asing. Selain kedua enzim tersebut enzim (restriksi dan enzim

    DNA ligase), terdapat beberapa enzim yang ikut berperan dalam teknologi

    DNA rekombinan seperti dalam tabel berikut.

    Enzim Kegunaan/Reaksi Alkalin posfatase Menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5 pada untai

    ganda/tunggal DNA (atau RNA) Bal 31 nuklease For the progressive shortening of DNA DNA ligase Menyambungkan dua mulekul/fragmen DNA DNA polymerase I Mengisi kekosongan dalam dupleks dngan penambahan

    nukleotida pada ujung 3 Dnase I Memproduksi single-standed nicks dalam DNA Endonuklease III Menghilangkan residu nukleotida dari ujung 3 untai

    DNA eksonuklease Menghilangkan residu nukleotida dari ujung 5 suatu

    dupleks untuk membuka ujung 3 untai tunggal Polynukleotida kinase Menambah fosfat pada ujung 5-OH polinukleotida untuk

    melabel atau melangsungkan terjadinya ligasi Enzim restriksi Memotong untai ganda DNA pada urutan basa yang

    spesifik Transkriptase balik Membuat salinan DNA dari molekul RNA Rnase A Memotong dan mencerna RNA (tidak termasuk DNA) Rnase H Memotong dan mencerna untai RNA pada RNA-DNA

    heterodupleks Taq DNA polymerase Digunakan dalam PCR (Polymerase Chain Reaction) SI nuclease Mendegradasi untai tunggal DNA dan RNA Terminal transferase Menambahkan ekor homopolimer pada ujung 3-OH

    dupleks linier

    Tabel 2. Beberapa enzim yang biasa digunakan dalam teknologi DNA rekombinan/rekayasa genetika (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

  • 6

    2. Sel Inang Sel inang merupakan sistem kehidupan atau sel yang membawa

    molekul DNA rekombinan. Jenis sel inang pada prokariotik (bakteri) berbeda

    dengan sel inang pada eukariotik (jamur, hewan dan tumbuhan). Beberapa

    contoh sel inang yang digunakan dalam rekayasa genetika dapat dilihat pada

    tabel sebagai berikut.

    Kelompok Contoh Prokariotik

    Bakteri Escherichia coli Bacillus subtilis Streptomyces sp

    Eukariotik Fungi Hewan Tumbuhan

    Saccharomyces cerevisiae Aspergillus nidulans Insect cells Oocytes Mammalian cells Whole organisms Protoplasts lntact ells Whole plants

    Tabel 3. Beberapa contoh sel inang yang digunakan dalam rekayasa genetika

    Selain efektif menggabungkan materi genetik vektor, sel inang juga mudah

    dibudidayakan di laboratorium untuk menghasilkan produk. Secara umum,

    mikroorganisme lebih banyak dimanfaatkan sebagai sel inang karena

    kemampuan berkembang biaknya lebih cepat dibandingkan dengan sel-sel dari

    organisme tingkat tinggi (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

    Sel inang prokariotik. Escherichia coli merupakan mikroorganisme

    pertama yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan dan terus menjadi

    inang pilihan oleh para ilmuwan. Bacillus subtilis adalah bakteri non-patogen

    berbentuk batang. Bakteri ini telah digunakan sebagai sel inang dalam bidang

    industri untuk memproduksi enzim, antibiotik, insektisida dan lain-lain.

    Beberapa ilmuwan menggunakan Bacillus subtilis sebagai pengganti

    Escherichia coli (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

  • 7

    Sel inang eukariotik. Organisme eukariotik merupakan sel inang yang

    banyak digunakan untuk memproduksi protein manusia karena memiliki

    struktur yang komplek sehingga cocok untuk mensintesis protein komplek.

    Organisme eukariotik yang sering digunakan adalah ragi (Saccharomyces

    cerevisiae

    3. Vektor/Pembawa

    ). Selain ragi, sel inang yang dapat digunakan dalam teknologi DNA

    rekombinan adalah sel mamalia (seperti sel-sel tikus). Keuntungan

    menggunakan sel mamalia sebagai sel inang adalah beberapa protein komplek

    yang tidak dapat disintesis oleh bakteri dapat diproduksi oleh sel mamalia

    seperti jaringan aktivator plasminogen. Hal ini karena sel-sel mamalia memiliki

    mekanisme untuk memodifikasi protein ke bentuk aktif (modifikasi setelah

    proses translasi).

    Vektor dalam DNA rekombinan adalah molekul DNA yang membawa

    fragmen DNA asing yang akan dikloning.

    a. Plasmid Plasmid merupakan DNA bakteri yang ekstrakromosomal karena

    terpisah dari kromosom bakteri. DNA plasmid dapat berbentuk double-

    stranded (untai ganda) dan sirkular serta memiliki kemampuan mereplikasi

    diri. Hampir semua bakteri memiliki plasmid baik dalam jumlah yang

    sedikit (1-4 per sel) bahkan memiliki jumlah yang banyak (10-100 per sel).

    Ukurannya bervariasi antara 10-500 kb. Plasmid menyumbang 0,5-5% dari

    jumlah DNA bakteri.

    Plasmid yang digunakan sebagai vektor dalam rekayasa genetika

    memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

    (1) Ukuran kecil, sehingga mudah diisolasi dalam keadaan utuh.

    (2) Mempunyai bentuk DNA sirkuler sehingga tetap stabil pada saat

    diisolasi.

    (3) Melangsungkan replikasi sendiri sehinga berlangsung di luar kontrol

    sel.

    (4) Terdapat dalam beberapa copy di dalam sel

    (5) Berisi sisi pengenal tunggal untuk satu atau lebih enzim restriksi.

    (6) Memiliki gen resistensi terhadap antibiotik sehingga memudahkan

    deteksi dan seleksi terhadap plasmid yang berisi gen yang diinginkan.

  • 8

    Plasmid yang memenuhi kriteria sifat tersebut yang paling banyak

    digunakan sebagai vektor adalah pBR322 (untai DNA 4,361 bp). pBR322

    membawa gen yang resisten untuk ampicilin (Amp) dan tetracycline (Tel)

    sebagai penanda yang dikenal sebagai klon yang membawa plasmid.

    Plasmid pBR322 ini memiliki pengenalan yang baik pada reaksi enzim

    endonuklease retriksi pada EcoRI, HindIII, BamHI, SalI dan PstlI.

    Gambar 3. Plasmid dalam sel bakteri dan plasmid pBR322

    Sifat-sifat plasmid pBR322 adalah sebagai berikut:

    (1) Relatif kecil dengan berat molekul 2,6 x 10

    (2) Stabil, bertahan pada sel inang (host) dengan jumlah 1 0 copy/sel.

    6

    (3) Dapat diperbanyak jumlahnya sampai 1.000 3.000 copy tiap sel

    (dengan jalan menghambat sintesis protein).

    (4) Dapat menyisipkan DNA asing yang besar (sampai 10 kb).

    (5) Memiliki urutan nukleotida secara komplit sebanyak 4.362

    (6) Mempunyai sisi pemutus tunggal untuk enzim restriksi PstI, SaII,

    EcoRI, HindIII, BamHI.

    (7) Mempunyai dua penanda reistensi untuk antibiotik ampicilin dan

    tetrasiklin sehingga mudah diseleksi.

  • 9

    Jenis plasmid lain adalah pUC19 (2,686 bp) memiliki gen yang

    resisten terhadap ampicilin. Sedangkan yang lain adalah derivat pBR322-

    pBR325, pBR328 dan pBR329.

    b. Bakteriofag Bakteriofag adalah virus yang bereplikasi di dalam tubuh bakteri.

    DNA bakteriofag menyatu dan tinggal secara permanen di dalam

    kromosom bakteri. Fag sebagai vektor mampu menerima fragmen DNA

    asing ke dalam genomnya. Penggunaan fag sebagai vektor menguntungkan

    sebab memiliki kemampuan membawa DNA yang lebih besar daripada

    plasmid. Oleh karena itu, fag lebih disukai untuk rekayasa genom sel

    manusia. Jenis fag yang sering dipakai adalah bacteriophage (phage )

    dan bachteriophage (M13).

    Gambar 4. Struktur fag

    c. Cosmid Cosmid merupakan vektor yang memiliki karakteristik campuran

    antara plasmid dan bacteriophage . Nama cosmid terdiri atas dua kata

    yaitu cos yang menunjukkan bahwa cosmid mengandung ujung kohesif

    (kompak/lengket) atau cossite (wadahcos). Bagian ujung tersebut perlu

    untuk mengemas DNA ke dalam kepala fag. Kata yang kedua adalah mid

    menunjukkan bahwa cosmid membawa sifat plasmid yang bisa bereplikasi.

    Cosmid dibentuk dengan menambahkan fragmen DNA phage

    termasuk cos site ke dalam plasmid. DNA asing dapat disisipkan ke dalam

    cosmid DNA menjadi DNA rekombinan yang bisa dikemas dalam bentuk

    fag. Kemudian fag tersebut diinjeksikan ke dalam E.coli. Perilaku fag

    seperti plasmid membuat fag tersebut memiliki kemampuan bereplikasi.

  • 10

    pBR322-plasmid dapat dimodifikasi menjadi cosmid. Sebagai

    plasmid, cosmid ini memiliki kemampuan replikasi dan pengenalan

    terhadap enzim retriksi (Zubey et al., 1995). Setelah reaksi pengemasan

    dilakukan, partikel yang terbentuk dipakai untuk menginfeksi sel E.coli.

    Keuntungan dari penggunaan cosmid adalah kemampuannya yang bisa

    membawa fragmen DNA asing yang lebih besar daripada plasmid.

    d. Artificial Chromosome Vector (vektor buatan) Dikenal tiga jenis vektor buatan yaitu:

    (1) Human Artificial Chromosome (HAC)

    HAC dikembangakn tahun 1997 oleh H. Willard berupa kromosom

    manusia buatan. Kromosom ini merupakan vektor DNA yang dibuat

    secara sintetis dan memiliki kareteristik seperti kromosom manusia.

    HAC adalah mikrokromosom yang dimungkinkan mampu mereplikasi

    diri dengan rentang ukuran 1/10 1/5 bagian dari kromosom manusia.

    Keuntungan dari penggunaan HAC adalah kemampuannya membawa

    gen manusia yang ukurannya cukup panjang. Lebih jauh lagi HAC

    berfungsi untuk membawa gen yang diintroduksi (dikenalkan) ke dalam

    sel untuk keperluan terapi gen.

    (2) Yeast Artificial Chromosome (YACs)

    Yeast Artificial Chromosome (YACs) merupakan DNA sintesis yang

    bisa menampung DNA asing dalam jumlah besar (khususnya DNA

    manusia). Dengan vektor ini dapat dilakukan kloning potongan DNA

    dalam ukuran besar.

    (3) Bacterial Artificial Chromosome (BACs)

    Struktur BACs berdasarkan F-plasmid yang memiliki ukuran lebih

    besar dari plasmid lain yang difungsikan sebagi vektor. BACs dapat

    menerima sisipan DNA sekitar 300 kb.

    e. Vektor Khusus Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pemilihan suatu vektor adalah

    ukuran dari fragmen DNA asing yang akan disisipkan. Efisiensi proses ini

    sangat penting untuk menentukan kesuksesan kloning. Tabel di bawah

    menunjukkan ukuran DNA sisipan.

  • 11

    Vetor Inang Ukuran DNA asing yang disisipkan

    Phage E. coli 5-25 kb Cosmid E. coli 35-45 kb Plasmid artificial chromosome (PAC)

    E. coli 100-300 kb

    Bacterial artificial chromosome (BAC)

    E. coli 100-300 kb

    Yeast chromosome E. coli 200-2000 kb

    Tabel 4. Contoh berbagai Ukuran fragmen DNA yang disisip dan vektor

    4. Metode Transfer Gen a. Transformasi

    Transformasi merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari

    lingkungan di sekelilingnya. DNA yang berada di sekitar bakteri (DNA

    asing) dapat berupa potongan DNA atau fragmen DNA yang berasal dari

    sel bakteri lainnya atau dari organisme lainnya. Masuknya DNA dari

    lingkungan ke dalam sel bakteri ini dapat terjadi secara alami. Fenomena

    transformasi ini telah diamati oleh Griffith (1928) dan kelompok Avery

    (1944). Griffith (1928) telah menemukan bahwa strain bakteri yang tidak

    virulen (strain yang penampilan koloninya kasar) dapat berubah sifatnya

    menjadi strain yang virulen (penampilan koloninya halus). Perubahan sifat

    ini disebabkan karena strain yanng tidak virulen (strain kasar) dicampuran

    dengan sel-sel bakteri strain virulen (strain halus) yang telah dimatikan.

    Gambar 5. Bagan Transformasi Gen

    Avery, McCleod, dan McCarty (1944) menemukan bahwa

    perubahan sifat atau transformasi dari bakteri kasar menjadi bakteri halus

  • 12

    atau perubahan dari tidak virulen menjadi virulen tersebut disebabkan oleh

    adanya DNA dari sel bakteri halus yang masuk ke dalam sel bakteri kasar.

    Berdasarkan pada mekanisme transformasi alami ini, kita dapat melakukan

    transformasi bakteri secara buatan. Dengan perlakuan tertentu, kita dapat

    memasukkan potongan DNA ke dalam sel bakteri. Prinsipnya sederhana

    yaitu mencampurkan sel-sel bakteri hidup dengan potongan DNA tertentu

    di dalam tabung reaksi. Beberapa waktu kemudian kita dapat menyeleksi

    sel-sel bakteri yang sudah mengandung potongan DNA tertentu tersebut.

    Gambar 6. Transformasi Gen

    b. Konjugasi

    Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke

    dalam sel bakteri lainnya (sel resipien) melalui kontak fisik antara kedua

    sel. Sel donor (sel jantan) memasukkan sebagian DNA-nya ke dalam sel

    resipien (sel betina). Transfer DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh

    sel jantan. Sel betina tidak memiliki pili seks. DNA dari sel jantan

    berpindah ke dalam sel betina secara replikatif. Oleh karena itu, setelah

    proses konjugasi selesai, sel jantan tidak kehilangan DNA. Setelah

    konjugasi selesai kedua sel berpisah kembali dan jumlah sel tidak

    bertambah (setelah konjugasi tidak dihasilkan anak sel). Oleh karena itu,

    proses konjugasi ini disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual

    yang tidak reproduktif.

  • 13

    Gambar 7. Konjugasi, Transformasi, Transduksi Gen

    c. Elektroporasi

    Elektroporasi merupakan metode yang menggunakan kejutan listrik

    untuk memperbesar pori-pori membran sel sehingga meningkatkan

    permeabilitas membran. Untuk melakukan metode ini, sel harus terlebih

    dahulu ditumbuhkan pada media hingga mencapai masa di sekitar

    pertengahan fase log. Kemudian sinyal elektrik akan menginduksi

    perbesaran pori-pori membran sehingga molekul yang berukuran kecil

    seperti DNA dapat masuk (Gruber, 1995; Watson JD, 2008).

    Gambar 8. Peralatan Elektroporasi

    Metode ini memiliki kemungkinan berhasil yang tinggi serta

    efisiensi yang tinggi dibanding metode transformasi lainnya namun

    memiliki risiko kematian sel bakteri yang lebih besar serta biayanya

    pun relatif mahal. Tingkat keberhasilan dari metode ini juga tergantung

  • 14

    pada kandungan garam yang ada di lingkungan. Selain elektroporasi,

    metode untuk memasukkan DNA plasmid ke dalam suatu sel adalah

    dengan menggunakan perlakuan gelembung liposom (berukuran nano)

    serta kejutan suara ( Oswald, 2007;

    Metode elektroporasi sudah diaplikasikan dalam berbagai bidang.

    Dalam bidang pertanian, elektroporasi dapat digunakan untuk

    memodifikasi mikroorganisme agar dapat menambat nitrogen bebas yaitu

    dengan menyisipkan gen yang dapat menambat nitrogen bebas. Selain itu

    juga dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki genotipe yang

    lebih istimewa (seperti peningkatan mutu, rasa dan ketahanan

    misalnya). Dalam bidang kedokteran, elektroporasi juga dapat digunakan

    untuk menyisipkan gen ke dalam suatu bakteri untuk penghasilan

    produk komersil seperti hormon insulin yang berguna untuk

    penderita diabetes. Selain itu, di bidang bioremediasi, elektroporasi dapat

    digunakan untuk memodifikasi mikroorganisme sehingga

    mikroorganisme dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan seperti

    tumpahan minyak di laut dengan memindahkan gen yang

    menyandikan enzim yang dapat menguraikan minyak pada bakteri target

    (Seidman, 2001;

    Suzuki, 2008)

    d. Transfer gen dengan mediasi liposom

    Madigan, 2009)

    Liposom adalah molekul lipid sirkular, yang memiliki interior cair

    yang dapat membawa asam nukleat. Beberapa teknik telah dikembangkan

    untuk merangkum DNA dalam liposom. Transfer gen dengan mediasi

    liposom disebut sebagai lipofection.

    Pada transfer fragmen DNA dengan liposom, potongan-potongan

    DNA bisa dikemas dalam liposom. Liposom ini dapat melekat pada

    membran sel dan menyatu dengan mereka untuk mentransfer fragmen

    DNA. Dengan demikian, DNA memasuki sel dan kemudian menuju

    nukleus.

    e. Transfer langsung

    Transfer DNA ke dalam nukleus secara langsung juga dapat menggunakan

    teknik mikro injeksi dan penembakan/pengeboman partikel.

  • 15

    5. Strategi Pengkloningan Gen Kloning gen merupakan suatu terobosan baru untuk mendapatkan

    sebuah gen yang mungkin sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Kloning

    gen meliputi serangkaian proses isolasi fragmen DNA spesifik

    dari genom suatu organisme, penentuan sekuen DNA, pembentukan

    molekul DNA rekombinan, dan ekspresi gen target dalam sel inang.

    Penentuan sekuen DNA melalui sekuensing bertujuan untuk

    memastikan fragmen DNA yang diisolasi adalah gen target sesuai dengan

    kehendak. Gen target yang diperoleh selanjutnya diklon dalam

    sebuah vektor (plasmid, fag, atau cosmid) melalui teknologi DNA rekombinan

    yang selanjutnya membentuk molekul DNA rekombinan. DNA rekombinan

    yang dihasilkan kemudian ditransformasi ke dalam sel inang (biasanya

    sel bakteri, misalnya strain E. coli) untuk diproduksi lebih banyak. Gen-Gen

    target yang ada di dalam sel inang jika diekspresikan akan menghasilkan

    produk gen yang kita inginkan.

    Aplikasi kloning gen misalnya adalah produksi insulin

    Tujuan pengkloningan gen adalah untuk:

    . Fragmen DNA

    spesifik penyandi insulin diisolasi dan diklon dalam suatu vektor membentuk

    DNA rekombinan yang selanjutnya produksi insulin dilakukan di dalam sel

    inang bakteri E. coli.

    a. Menentukan urutan basa nukleotida penyusun gen tersebut

    b. Menganalisis atau mengidentifikasi urutan basa nukleotida pengendali gen

    tersebut

    c. Mempelajari fungsi RNA / protein/enzim yang disandi gen tersebut

    d. Mengidentifikasi muntasi yang terjadi pada kecacatan gen yang

    mengakibatkan penyakit bawaan

    e. Merekayasa organisme untuk tujuan tertentu, misalnya memproduksi

    insulin, ketahanan terhadap hama, dll.

    Sumber DNA untuk dikloning dapat diperoleh dari DNA kromosom,

    cDNA (complementary DNA) yang disintesis menggunakan mRNA sebagai

    cetakan (template), dan DNA yang dihasilkan dari perbanyakan menggunakan

    PCR. Sedangkan komponen-komponen yang diperlukan untuk kloning yaitu:

    a. Enzim endonuklease restriksi

  • 16

    b. Enzim ligase

    c. Vektors

    d. Inang (Host)

    e. Metode atau mekanisme untuk memasukkan/menyisipkan DNA ke dalam

    sel inang.

    Mekanisme penyisipan gen atau DNA tersebut yaitu:

    a. DNA yang ingin disisipkan, diisolasi, dan dipotong oleh enzim

    endonuklease restriksi, di tempat yang urutan nukleotidanya spesifik.

    b. DNA yang akan digunakan sebagai inang, misalnya plasmid bakteri E. coli,

    diisolasi dan dipotong pula oleh enzim yang sama. Plasmid ini biasanya

    disebut sebagai vektor pengklon.

    c. Fragmen DNA kemudian disisipkan ke dalam vektor dan disatukan oleh

    enzim endonuklease ligase.

    d. Plasmid yang telah disisipi, dimasukkan kembali ke dalam bakteri,

    kemudian bakteri tersebut dikembangbiakkan menjadi banyak sehingga

    rekombinan pun ikut bertambah banyak, demikian pula hasil ekspresi

    gennya.

    Gambar 9. Mekanisme Kloning Gen

  • 17

    C. Teknik DNA Rekombinan 1. Isolasi dan Pemurnian DNA

    Molekul DNA dalam suatu sel dapat diisolasi atau diekstraksi untuk

    berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui

    elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan

    DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama

    dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau

    pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta

    pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008).

    Menurut Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

    dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya

    kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif dan bisa

    dilakukan untuk semua spesies, metode yang dilakukan tidak boleh

    mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana

    dan cepat.

    Prinsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada

    berbagai organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam

    hal teknik dan bahan yang digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih

    mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi oleh suatu perusahaan

    sebagai contoh kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti

    Kit Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan

    GeneJETTM Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi

    DNA dalam setiap langkahnya memiliki protokol sendiri yang disesuaikan

    dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan manual

    memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional memiliki

    kelebihan harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara

    kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang

    diperoleh tergantung jenis sampel.

    Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau

    penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan

    tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel.

    Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan

  • 18

    cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle

    dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan

    iradiasi (Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan

    kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi

    seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel

    sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara

    enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan

    membran pada sel darah serta mendegradasi protein globular maupun rantai

    polipeptida dalam komponen sel (Surzycki (2000).

    Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent

    seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan

    menginaktivasi enzim DNAse yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi,

    EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium

    dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan

    Rapley, 2008).

    DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu

    dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti

    polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian

    yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein,

    ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan

    kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan

    dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008).

    Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah

    sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada

    lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan

    RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein

    yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase

    organik. Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform

    atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi

    protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA

    sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian

    RNAse.

  • 19

    Gambar 10. Proses Pemurnian DNA

    Tahap terakhir adalah pemurnian DNA. Pemurnian DNA dari

    ekstrak sel dengan menggunakan salah satu kemikalia seperti berikut ini:

    Fenol, kloroform, Isopropanol, isoamyl alkohol. Selain itu untuk pemurnian

    DNA dari kontaminan protein digunakan enzim protease yaitu

    Pronase atau Proteinase-K dan kontaminan RNA dengan

    menggunakan RNase. Pemisahan DNA dari molekul RNA dan protein dapat

    dilakukan dengan menggunakan densitas gradien sentrifugasi Cesium

    Chlorida (CsCl), dengan cara ini DNA akan terpisah pada band yang berbeda

    dengan protein dan RNA bahkan antara linier DNA dan sirkuler DNA. Selain

    itu, dengan menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi, seperti 0,25 M

    sodium acetate atau 0,1 M sodium chlorida (Fatchiyah, 2011).

    2. Teknik Blotting DNA Teknik blotting adalah teknik pemindahan molekul DNA, RNA, atau

    protein yang telah terpisahkan berdasarkan prinsip tertentu (misal berat

    molekul) dari gel ke membrane, misal membrane nitroselulosa. Molekul yang

    telah berada pada membrane tersebut selanjutnya dianalisis lebih lanjut

    (Juniarka, 2011)

  • 20

    Teknik blotting pada dasarnya ada tiga macam yaitu southern blotting

    (untuk blotting DNA), northen blotting (untuk RNA), dan dot blotting (untuk

    DNA/RNA), kemudian muncul istilah-istilah lain misalnya western blotting,

    eastern blotting, dan sebagainya, tetapi intinya sama yaitu teknik untuk

    memblotting. Dalam makalah ini hanya akan dijelaskan mengenai teknik

    southern blotting saja karena lebih fokus ke DNA.

    Gambar 9. Prinsip Dasar Southern Blotting

    Gambar 11. Mekanisme Southern Blotting

    Southern blotting merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang

    terpisah secara elektroforesis dari gel ke membran. Metode ini diambil dari

  • 21

    nama penemunya yaitu Edward M. Southern. Prinsipnya adalah kapilaritas,

    dimana bufer yang merupakan fase gerak diasumsikan akan membawa

    fragmen DNA dari gel ke membran. Karena muatan DNA negatif sedangkan

    muatan membran positif maka fragmen DNA akan menempel (blot) pada

    membran. Membran yang digunakan pada proses blot southern adalah

    membran

    Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk

    memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer

    ke membran filter untuk selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe

    (pelacak). Untuk mengidentifikasi ataupun melacak suatu fragmen DNA

    spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan terlebih dahulu

    dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita

    DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang

    diinginkan (Southern, 1975:503-517).

    nitroselulosa (Watson, 2004: 77-85; Zuppaedo, 1998: 2601-26006)

    Tahap awal metode shoutern blotting adalah penguraian DNA dengan

    enzim restriksiendonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang

    lebih kecil. Kemudian DNA dipisahkan sesuai ukuran

    dengan elektroforesis agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan pemindahan

    DNA ke membran nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap

    blotting. Membran nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel

    agarosa. Pada teknik blotting dengan menggunakan vakum, membran

    diletakkan pada bagian bawah gel. Tekanan diberikan secara merata pada gel

    untuk memastikan terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses transfer

    berlangsung dengan memanfaatkan dayakapilaritas. Setelah DNA ditransfer

    ke gel, membran nitroselulosa dipanaskan dengan suhu tinggi (60oC-100oC)

    kemudian membran diberi radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan

    permanen antara pita-pita DNA dengan membran. Lalu, membran dicampur

    dengan probe (pelacak) yang telah dilabeli radioaktif, tetapi dapat juga

    digunakan label nonradioaktif yang dapat berpendar. Probe yang digunakan

    adalah DNA untai tunggal yang memiliki sekuen yang akan dideteksi. Probe

    diinkubasi dengan membran agar dapat berhibridisasi dengan DNA yang ada

    pada membran. Setelah proses hibridisasi, probe yang tidak terikat dicuci dari

    membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan DNA di

  • 22

    membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi pada

    film X-ray melalui autoradiografi (Molecular Station, 2013)

    Teknik Blot Southern telah digunakan dalam berbagaia aplikasi di

    bidang kesehatan maupun pada rekayasa genetika. Salah satunya digunakan

    untuk menganalisis sistem major histokompatibilitas pada tikus dan

    menganalisis penyusunan klon dari gen T-cell receptor penyakit luka yang

    diakibatkan oleh mikosis dari fungoides (Gunther, 1989: 1257-1261; Dosaka,

    1989: 626-629)

    3. DNA Sequencing (sekuen DNA) Sekuen DNA merupakan proses penyusunan dan pengenalan DNA yang

    dilakukan untuk mengetahui fungsi gen dan kemunginan adanya penyakit

    yang diwariskan melalui gen. Teknik sekuen DNA menggunakan bantuan

    pereaksi kimia ataupun enzim.

    a. Teknik Maxam dan Gilbert

    Metode ini memerlukan label radioaktif pada satu ujung dan pemurnian

    fragmen DNA yang akan disekuens. Perlakuan kimia menghasilkan

    pemutusan pada proporsi yang kecil satu atau dua dari empat basa

    nukeotida pada masing-masing reaksi (G, A+G, C, C+T). Sehingga

    sebuah seri dari fragmen yang dilabel dihasilkan dari ujung yang

    diradiolabel ke situs pemutusan pertama pada tiap molekul. Fragmen pada

    ke-empat reaksi diatur bersebelahan pada gel elektroforesis untuk

    pemisahan berdasarkan ukuran. Untuk memvisualisasi fragmen, gel

    diekspos kepada X-ray film untuk autoradiografi. Dan menghasilkan

    sebuah seri band yang gelap yang masing-masing mewakili fragmen

    DNA yang diradiolabel.

    b. Metode Dideoxynucleotid

    Metode ini lebih disukai dibandingkan teknik Maxam dan Gilbert.

    Metode dideoxynucleotide menggunakan molekul dideoxynucleotide

    yang tidak memiliki gugus hidroksil pada karbon no-3 dari gula,

    sedangkan deoxyribonucleotide normal memiliki group 3-hydroxyl pada

    unit gulanya. Selama replikasi DNA, deoxynucleoside triphosphate yang

    datang berikatan pada 5-phosphate dengan 3-hydroxyl dari nukleotida

  • 23

    Gambar 12. Teknik Maxam Dan Gilbert

    yang sudah ada. Tetapi jika yang berikatan adalah dideoxynucleotide,

    maka sintesis DNA akan berhenti.

    Teknik dideoxynucleotide

    memerlukan primer sebagai pemula

    reaksi sintesis untai komplementer.

    Reaksi sintesis untai DNA dimulai

    dengan penambahan polimerase

    Klenow dan masing-masing dari ke-4

    deoksinukleotid (dATP, dTTP, dGTP,

    dCTP). Di samping itu ditambahkan

    pula satu nukleotide yang dimodifikasi

    yaitu dideoxinukleotid (misalnya

    dideoksi ATP). Nukeotid ini

    menyebabkan penghentian sintesis

    untai selanjutnya. Jika dideoksi ATP

    ditambahkan, penghentian akan terjadi

    pada posisi yang berlawanan dengan

    timidin pada DNA cetakan. Tetapi

    penghentian tidak selalu terjadi pada

    timidin pertama, karena dATP yang

    normal juga terdapat dan mungkin

    digabungkan lebih dulu daripada dideoxinukeotida. Rasio dATP terhadap

    dideoxinukeotida adalah sedemikian sehingga tiap-tiap untai

    mengalamisasi polimerisasi sampai cukup panjang sebelum dideoxy-ATP

    ditambahkan. Sehingga diperoleh kumpulan untai baru yang semua

    memiliki panjang yang berbeda tetapi masing-masing berakhir pada

    dideoxi-ATP.

    Reaksi sintesis untai DNA dilakukan empat kali secara paralel.

    Terdapat juga reaksi dengan dideoxy-TTP, dideoxy-GTP dan dideoxy-

    CTP. Langkah selanjutnya adalah memisahkan komponen tiap-tiap

    kelompok yang dapat dilakukan dengan gel elektroforesis. Kondisinya

    harus diatur dengan baik agar dapat terjadi pemisahan dengan panjang

    yang berbeda hanya satu nukeotida. Elektroforesis dilakukan dengan gel

  • 24

    poliakrilamid yang sangat tipis dan panjang. Tiap pita dalam gel akan

    mengandung DNA dalam jumlah kecil sehingga diperlukan autoradiografi

    dengan memasukkan deoksinukeotide radioaktif.

    Dalam perkembangan selanjutnya, radioaktif digantikan dengan

    label fluorescent.label fluorescent berikatan dengan dideoxynucleotide,

    sehingga tiap molekul chain-terminated membawa label tunggal pada

    ujung 3. Fluorochrome yang berbeda dapat digunakan untuk tiap di-

    deoxyNTP. Deteksi signal fluorescent dapat dilakukan dengan sistem

    imaging yang khusus yang menggunakan komputer untuk membaca

    sekuens DNA. Teknologi sekuen DNA terbaru antara lain

    AutomatedDNASequencing (sekuen DNA otomatis) dan DNA Chips

    (microarray).

    4. Metode Transfer Gen (Sudah dijelaskan)

    5. Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah teknik untuk menghasilkan suatu

    jenis DNA spesifik dalam jumlah besar secara in vitro. PCR dipakai untuk

    menghasilkan fragmen DNA dan RNA yang ingin dianalisis. Teknik ini

    melalui tiga tahap yaitu:

    - Denaturasi: fragmen DNA dipanaskan pada temperatur tinggi (95C)

    sehingga mengurangi jumlah DNA dobel heliks menjadi untai tunggal

    (untai primer).

    - Annealing: Setelah DNA menjadi untai tunggal, suhu diturukan ke

    kisaran 40-60C selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi

    primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen

    dengan sekuen primer.

    - Ekstensi/elongasi: Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu

    kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72C. Pada tahap ini

    DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada

    pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang

    dNTP, dan seterusnya. Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga

    ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang

    akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.

  • 25

    6. Produksi Antibodi Monoklonal Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber

    tunggal atau sel klona yang hanya mengenal satu jenis antigen. Pembentukan

    antibodi monoklonal dilakukan dengan menggunakan kelinci atau tikus.

    Gambar 13. Gambaran sederhana proses produksi antibodi monoklonal

    7. Pustaka Genom Koleksi fragmen DNA disimpan dalam pustaka genom untuk

    menyempurnakan koleksi gen yang diisolasi dari sel. Gen-gen tersebut

    dipotong dalam bentuk fragmen dan diklon pada vektor yang sesuai. Pustaka

    genom/bank gen berhasil mengoleksi gen manusia dalam berbagai ukuran

    fragmen DNA.

    Pembuatan pustaka genom dilakukan dengan penguraian genom sel

    dengan enzim retriksi untuk meproduksi fragmen DNA dalam jumlah

  • 26

    Gambar 14. Pustaka Genom

    banyak. Saat ini, dengan adanya mesin PCR sangat membantu proses

    tersebut.

    Proses ini membutuhkan

    beberapa bahan baku seperti

    tersedianya prekursor DNA

    (dNTP), enzim polimerase, dan

    primer. Pustaka genom yang

    dimiliki dijadikan sebagai bahan

    analisis menurut kebutuhan.

    Teknik analisisnya antara lain:

    Random Amplified Polymorphic

    DNA (RAPD), Restricted

    Fragment Length Polymorphism

    (RFLP), Degradative Gradien Gel

    Electrophoresis (DGGE), analisis

    sekuen dan Macro-restricted

    Fragment LengthPolymorphism

    (MFLP).

    8. Site-Directed Mutagenesis dan Rekayasa Protein Side-directed mutagenesis adalah teknik untuk menghasilkan asam

    amino dengan melakukan rekayasa pada kode DNA. Teknik ini

    memungkinkan produksi enzim spesifik. Dua jenis protein yang

    dikembangkan dengan teknik Site-directed mutagenesis dan rekayasa protein

    adalah Tissue Plasminogen Activator (tPA) dan Hirudin. Protein yang sudah

    direkayasa tersebut disebut mutan.

    Rekayasa protein bisa didefinisikan sebagai suatu proses

    pengembangan secara logika dari suatu protein untuk mencapai sifat-sifat

    protein yang diinginkan dengan cara mengganti atau mengubah sifat-sifat

    fisiologis protein. Sifat fisiologis ini bisa dengan cara mengubah aktivitas

    atau fungsinya.

  • 27

    Teknik rekayasa protein dilakukan dengan cara: (a) pointmutan:

    penyisipan mutan pada urutan asam amino tertentu; (b) delesimutan:

    penguraian asam amino pada untainya; (c) hibrid/penggabungan; (d)

    pembuatan protein baru dengan komposisi baru; (e) penghubungan fungsi

    dan struktur; (e) menghasilkan protein minimal berbentuk satu jenis protein

    yang ingin diproduksi. Tujuan utama dari rekayasa protein adalah

    meningkatkan nilai jual pemanfaatan protein untuk aplikasi industri atau

    medis.

  • 28

    BAB V

    PENUTUP

    1. Kesimpulan a. Teknologi DNA Rekombinan (TDR) merupakan teknologi untuk merekayasa

    genetika yang mebutuhkan teknik pemotongan dan penyisipan DNA dengan

    berbagai jenis teknik.

    b. Proses pemotongan dan penyisipan gen melibatkan berbagai aspek yaitu: (1)

    bahan molekular dalam TDR (enzim restriksi dan enzim ligase); (2) sel inang;

    (3) Vektor; (4) metode transfer gen; (5) strategi pengkloningan gen

    c. Teknik dan metode DNA Rekombinan terus dikembangkan melalui berbagai

    cara yang pada prinsipnya selalu melibatkan pemotongan dan penyisipan gen.

    2. Saran Teknologi DNA Rekombinan terus berkembang secara pesat sehingga teknik

    baru banyak ditemukan. Perlu bagi pembaca untuk memperluas wawasan dengan

    belajar dari berbagai sumber bacaan terbaru.

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Andy Vierstraete. 1999. Polymerase Chain Reaction. http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcr.html (21 Februari 2013)

    Avery, McCleod, dan McCarty. 1944. Studi on The Chemical Nature of The Substance Incuding Transformation of Pneumococcal Types. J. Exp. Med. 79: 137-158

    Corkill, G., Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools andTechniques. In: Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed: Walker, J.M., Rapley, R. Humana Press, NJ, USA.

    Dosaka N, Tanaka T, Fujita M, Miyachi Y, Horio T, Imamura S. 1989. Southern blot analysis of clonal rearrangement of T-cell receptor gene in plaque lesion of mycosis fungoides. Journal Invest Dermatology 93;626-629.

    Fakultas Pertanian Universitas Udayana. DNA Sequensing. http://www.fp.unud.ac.id/biotek/analisis-molekuler/dna-sequencing/ (25 Februari 2013)

    Fatchiyah. 2011. Isolasi DNA. Malang: Universitas Brawijaya

    Frederick A. Bettelheim, Joseph Marvin Landesberg. 2007. Laboratory Experiments for General, Organic And Biochemistry. USA: Brooks

    Gerald Carp. 2008. Cell and Molecular Biology: Conceps and Experiment. Michigan: Universitas Michigan

    Gunther E, Wurst W, Wonigeit K, Epplen JT. 1989. Analysis of the rat major histocompatibility system by Southern blot hybridization. Journal of Immunol 143(2);1257-1261.

    Gruber CE. 1995. Electropotation Protocols for Microorganisms. Vol. 47 : 67-79.

    I Gede Agus Juniarka. 2011. Westernblot Untuk IgG dan IgM. Program Pasacasarjana Farmasi UGM

    IPGRI and Cornell University. 2003. Using Molecular Marker Technology in Studies on Plant Genetic Diversity DNA Based Technologies PCR-based, Technologies PCR basics. http://www.bioversityinternational.org/fileadmin/bioversityDocs/Training/molecular_markers_volume_1/english/MolMarkers%20Vol1%20III%20PCR%20basics.pdf

  • 30

    James R. Griffith. 1928. Reinforced Concrete Design Simplified. Virginia: University of Virginia

    K.H. Khan. 2009. Vector Used in Gene Manipulation, a Retrospective. Advance Biotech Journal-online.

    Luigi Giacomazzi, P. Umari, and Alfredo Pasquarello. 2005. Medium-Range Structural Properties of Vitreous Germania Obtained through First Principles Analysis of Vibrational Spectra. Phys. Rev. Lett 95, 075505

    Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2009. Brock Biology of Microorganisms. San Fransisco: Pearson Education, Inc.

    Mochamad Saeffulloh

    MolecularStation. 2008. Southern Blot. http://www.molecularstation.com/dna/southern-blot/ [22 Februari 2013].

    . Antibodi Monoklonal. http://2.bp.blogspot.com/-eKoGS2K8RIU/UBxSIBNo9ZI/AAAAAAAAAeE/ozuXSZgIaSM/s1600/jpg(25 Februari 2013)

    Oswald N. 2007. E.coli Electroporation vs Chemical Transformation. [terhubung berkala]. http://bitesizebio.com/2007/09/18/ecoli-electroporation-vs-chemical-transformation/ [23 Mar 2009].

    Seidman CE, Struhl K, Sheen J, Jessen T. 2001. Introduction of plasmid DNA into cells.

    Southern EM. 1975. Detection of Specific Sequences Among DNA Fragments Separated by Gel Electrophoresis. Journal of Molekular Biologi 98:503-517.

    Curr Protoc Mol Biol. 1 : 1.8.

    Surzycki, S.J. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag Publisher ISBN 3-540-66678-8.

    Suzuki R, Takizawa T, Negishi Y, Utoguchi N, Maruyama K. 2008. Effective gene delivery with novel liposomal bubbles and ultrasonic destruction technology. International Journal of Pharmaceutics 354 (1-2):49-55.

    The Pennsylvania State University. Isolating and Analyzing Genes. http://www.personal.psu.edu/rch8/workmg/Isolat_analyz_genes_Chpt3.htm (25 Februari 2013)

  • 31

    U. Satyanarayana dan U. Chakrapani. 2007. Biochemistry. Kalkuta: Books and

    Allied (P) Ltd.

    Universitas Sains Malaysia. 2003. Gene Libraries. http://www.ppsk.usm.my/lecturers/mravi/PDF_FIles/Genelibraries2003_PF.pdf (21 Februari 2013)

    Watson JD, Baker TA, Bell SP, Gann A, Levine M, Losick R. 2004. Molecular Biology of The Gene 5th ed. San Fransisco : Benjamin Cummings.

    Wells KE, McMahon J, Foster H, Ferrer A, Wells DJ. 2008. Gene Delivery to Dystrophic Muscle. Methods Mol Biol 423:421-31.

    Yepy Hardi Rustam. 2009. Mengenal PCR (Polymerase Chain Reaction). http://sciencebiotech.net/mengenal-pcr-polymerase-chain-reaction/ (22 Februari 2013)

    Zuppaedo AB, Siebeling RJ. 1998. An Epimerase Gene Essential for Capsule Synthesis in Vibrio vulnificus. Infect Immun 66(6): 26012606

    - Ekstensi/elongasi: Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72 C. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan di...U. Satyanarayana dan U. Chakrapani. 2007. Biochemistry. Kalkuta: Books and Allied (P) Ltd.