Makalah Surveu Di Polonia Finis

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen- komponen pemicu, ancaman dan kerentanan bekerjasama. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat dimana saja dan kapan saja, disamping menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi kehidupan masyarakat. Gerakan tanah adalah salah satu bencana alam yang sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lainnya yang membawa dampak sosial dan ekonomi. Bencana adalah sesuatu yang tidak kita harapkan, oleh karena itu pemahaman terhadap proses terjadinya gerakan tanah berikut faktor penyebabnya menjadi sangat penting bagi pemerintah maupun masyarakat. Alternatif penanggulangan bencana baik dari aspek pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi) maupun penanggulangan (rehabilitasi) perlu dikaji secara mendalam. Oleh karena itu makalah ini perlu dibuat sebagai bahan acuan pembelajaran terhadap siswa agar lebih tanggap terhadap bencana khususnya longsor lahan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian dan jenis longsor lahan? 2. Bagaimana karakteristik dan penyebab longsor lahan? 3. Bagaimana gejala dan wilayah yang rawan longsor lahan? 4. Bagaimana pencegahan dan penanganan bencana longsor lahan? 1

Transcript of Makalah Surveu Di Polonia Finis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu,

ancaman dan kerentanan bekerjasama. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi

setiap saat dimana saja dan kapan saja, disamping menimbulkan kerugian material dan

imaterial bagi kehidupan masyarakat. Gerakan tanah adalah salah satu bencana alam yang

sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan

kerusakan sarana dan prasarana lainnya yang membawa dampak sosial dan ekonomi.

Bencana adalah sesuatu yang tidak kita harapkan, oleh karena itu pemahaman terhadap

proses terjadinya gerakan tanah berikut faktor penyebabnya menjadi sangat penting bagi

pemerintah maupun masyarakat. Alternatif penanggulangan bencana baik dari aspek

pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi) maupun penanggulangan (rehabilitasi) perlu

dikaji secara mendalam. Oleh karena itu makalah ini perlu dibuat sebagai bahan acuan

pembelajaran terhadap siswa agar lebih tanggap terhadap bencana khususnya longsor lahan.

B. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pengertian dan jenis longsor lahan?

2.      Bagaimana karakteristik dan penyebab longsor lahan?

3.      Bagaimana gejala dan wilayah yang rawan longsor lahan?

4.      Bagaimana pencegahan dan penanganan bencana longsor lahan?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dan jenis longsor lahan.

2.      Untuk mengetahui karakter dan penyebab longsor lahan.

3.      Untuk mengetahui gejala dan wilayah yang rawan longsor.

4.      Untuk mengetahui pencegahan dan penanganan bencana longsor.

1

BAB II

PEMBAHASAN

Kami melakukan survey di wilayah ruas Jalan Komodor Udara Adisucipto Kecamatan

Medan Polonia. Tanggal 12 dan 16 Desember 2013.

Hujan deras disertai angin kencang, Kamis (12/12) sore, membuat sejumlah ruas jalan di

Medan dilanda banjir termasuk longsornya sisi Jalan Komodor Udara Adisucipto, Kecamatan

MedanPolonia.

Kemacetan parah terjadi di Jalan Komodor Udara Adisucipto yang bersebelahan dengan

bandara eks Polonia lantaran sisi jalan tersebut amblas ke Sungai Deli. Menurut informasi

yang Kami peroleh, longsornya jalan alternatif itu disebabkan hujan deras yang terjadi Kamis

(12/12) sore. Hujan mengakibatkan air mengalir menuju Sungai Deli tidak hanya melalui

pipa air bawah tanah, namun juga mengalir deras melintasi jalan dengan ketinggian mencapai

30 cm. Akibat kondisi itu, beberapa pohon yang lokasinya berada di sisi jalan tumbang

karena tak kuat menahan derasnya air yang mengalir dari Pangkalan Udara Soewondo.

2

Gambar 1Petugas Dishub Medan

tampak mengatur arus lalu lintas

di ruas Jalan Komodor Udara

Adisucipto Kecamatan Medan

Polonia yang longsor kemarin.

Tebing di sisi jalan ini

mengalami longsor karena hujan

deras mengguyur Kota Medan

sejak Kamis (12/12).

3

Gambar 2. Kemacetan yang terjadi akibat kejadian longsor tersebut

Gambar 5.Tampak beberapa pohon yang tumbang akibat terjangan air

Gorong-gorong baru

Gambar 4.Pembangunan Gorong-gorong baru yang sebelumnya hancur dan hanyut akibat derasnya air

Gambar 3.Tampak Petugas dari Kawasan TNI AU memantau daerah longsor

A. Pengertian dan Jenis Longsor Lahan

1.      Pengertian Longsor Lahan

Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor. Gerakan tanah

mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah dan atau batuan

menuruni lereng, akibatnya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut terganggu.

Longsor adalah proses perpindahan massa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir

lengkung atau lurus (Siswanto, 2009 : 10). Dengan demikian longsor merupakan salah satu

jenis Gerakan Tanah. Longsor lahan adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa

batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau

keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang

meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai

tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah

pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

2.      Jenis Gerakan Tanah/longsor

a.       Gerakan Cepat

Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran dan aliran.

Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidang gelincir. Jenis material yang

bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan, bahan rombakan tanah campur batuan. Jenis

gerakan terdiri dari jatuhan tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah serta

batu. Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenis material yang

bergerak terdiri dari tanah, batuan, bahan rombakan. Jenis gerakan disebut luncuran tanah,

luncuran batuan, dan luncuran bahan rombakan tanah dan batu. Aliran yaitu pergerakan

massa jenuh air (lumpur). Jenis material yang bergerak adalah tanah, batuan, dan bahan

rombakan. Jenis gerakan disebut aliran tanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.

b.      Gerakan Lambat

Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat. Jenis material

yang bergerak adalah tanah.

3.      Jenis longsor lahan

Ada 6 jenis longsor lahan yakni longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan

blok, runtuhan batu, rayapan tanah dan aliran bahan rombakan. Jenis longsor translasi dn

4

rotasi yang paling sering terjadi di Indonesia, sedangkan longsor yang paling sering memakan

korban jiwa adalah aliran bahan rombakan.

a.       Longsor Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir

berbentuk rata atau menggelombang landai.

b.      Longsoran rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir

berbentuk cekung.

c.       Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir

berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

d.      Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke

bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga

menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan

kerusakan yang parah.

e.       Rayapan Tanah

Rayapan tanah adalah jenis longsor lahan yang bergerak lambat. Jenis tanahnya

berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak bisa dikenali. Setelah

waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon,

pohon atau rumah miring ke bawah.

f.       Aliran Bahan Rombakan

Jenis longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan

aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya.

Gerakan terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter  jauhnya. Di

beberapa tempat bisa mencapai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung

api. Aliran tanah ini dapat memakan korban yang cukup banyak.

5

B.     Karakteristik dan Penyebab Longsor Lahan

1.      Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan:

a.       Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi

b.      Kawasan rawan gempa, dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng lebih curam dari 20 0.

Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air yang pada umumnya berada

di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti di atas, pada umumnya

merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak dimanfaatkan untuk kawasan budidaya,

terutama pertanian dan pemukiman. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat

terkait dengan tingkat kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat

kurang siap dalam menghadapi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan apabila terjadi

bencana longsor, akan menjadi lebih besar.

Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasan yang

dikategorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi:

a.       Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai

pada bagian kaki lereng.

b.      Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai, yang ada

pemukimannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi hidrologi lereng menjelaskan

bahwa daerah tekuk lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian

lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami

peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel

tanah dan memicu terjadinya longsoran.

c.       Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan pemukiman. Daerah ini

dicirikan oleh adanya lembah atau sungai dengan lereng curam (> 400) dan tersusun oleh

batuan yang terkekarkan (retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan

munculnya beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan tersebut

dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya, sehingga dapat terjadi jatuhan

atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi

getaran pada lereng.

Menurut Dwikorita Karnawati (2001) ada 3 tipologi lereng yang rentan untuk

longsor, yaitu:

a.       lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih

kompak.

b.      lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng.

c.       lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan

6

2.      Mengonrol kestabilan lereng

Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung, pegunungan,

bukit, perbukitan lereng dan lembah. Kemiringan lereng, pelapisan batuan (stratigrafi),

patahan, kekar, retakan pada lereng yang membentuk bidang atau zona lemah (struktur

geologi), tata air (kondisi hidrologi) pada lereng. Faktor-faktor tersebut mengkondisikan

lereng menjadi rentan (berpotensi/berbakat) longsor, namun longsor baru akan terjadi apabila

ada pemicu.

a.       Ciri lereng rentan bergerak

Tidak ada tempat yang tidak ada lereng, walaupun di dataran rendah. Berikut ciri lereng yang

rentan bergerak:

1)      Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan lebih 2 meter.

2)      Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring ke arah luar lereng.

3)      Lereng tersusun dari batuan retak-retak.

4)      Lembah sungai jalur patahan.

5)      Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkahan-bongkahan batuan

(rentan mengalami luncuran/gelindingan batu).

6)      Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas.

7)      Perbukitan gundul, curam oleh batuan/tanah yang mudah lepas.

b.      Ciri zona rawan terkena gerakan tanah

1)      Daerah yang terletak di kaki bukit

2)      Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padat pemukiman.

c.       Pemicu gerakan tanah

Lereng rentan tidak akan longsor tanpa adanya pemicu, berikut beberapa hal yang dapat

memicu gerakan tanah: infiltrasi (resapan), air, misal: air hujan dan kolam/saluran irigasi

yang tidak kerap air.

1)      Getaran, misalya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat pada lereng.

2)      Pemanfaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebanan lereng yang

berlebihan oleh rumah/bangunan dan pohon yang terlalu lebat dan pemotongan lereng tanpa

perhitungan.

7

3.      Penyebab Longsor Lahan

Pada prinsipnya longsor lahan terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar

dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan

tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air,

beban serta berat jenis tanah batuan. 

a.       Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya

intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan

air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau

rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan

menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada

awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan

air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat

menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi

di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di

permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar

tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah. 

b.      Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal

terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng

yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang

longsorannya mendatar. 

c.       Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan

lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk

terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan

terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu

panas.

8

d.      Batuan yang kurang kuat 

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara

kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi

tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila

terdapat pada lereng yang terjal.

e.       Jenis tata lahan 

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan

adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk

mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga

mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar

pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di

daerah longsoran lama.

f.       Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin,

dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan,

lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

g.      Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi

hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah

yang biasanya diikuti oleh retakan.

h.      Adanya beban tambahan 

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan

memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada

daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang

arahnya ke arah lembah.

i.        Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat

penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

9

j.        Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan

pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum

terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan

akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

k.      Bekas longsoran lama 

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material

gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit

bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri :

1)      Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.

2)      Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan

subur.

3)      Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.

4)      Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.

5)      Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada

longsoran lama.

6)      Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.

7)      Longsoran lama ini cukup luas.

Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

1)      Bidang perlapisan batuan

2)      Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

3)      Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.

4)      Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak

melewatkan air (kedap air).

5)      Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.

6)      Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang

luncuran tanah longsor.      

10

 

m.    Penggundulan hutan 

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana

pengikatan air tanah sangat kurang.       

n.      Daerah pembuangan sampah 

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah

banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti

yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini

menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.

Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan

dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan

lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alam dan

faktor manusia.

a.       Faktor alam

Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:

1)      Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiriringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung,

struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan

gunung api.

2)      Iklim: curah hujan yang tinggi.

3)      Keadaan topografi: lereng yang curam.

4)      Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam,

pelarutan dan tekanan hidrostatika.

5)      Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal tanah kritis.

b.      Faktor manusia

Ulah manusia yang tidak bersabat dengan alam antara lain:

1)      Pemotongan tebing pada penambangan batu dilereng yang terjal.

2)      Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.

3)      Kegagalan struktur dinding penahan tanah.

4)      Penggundulan hutan.

5)      Budidaya kolam ikan diatas lereng.

6)      Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.

11

7)     Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran

masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan

sendiri.

8)      Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.

Sedangkan menurut Siswanto (2009: 19-21) membagi klasifikasi dan faktor

penyebab bencana longsor, seperti:

TIPOLOGI A

Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.

Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

1)      Faktor Kondisi Alam

a)      Lereng

Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20° (40%). Kondisi tanah

/ batuan penyusun lereng : lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (>2 m), bersifat gembur

dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang diatas

batuan dasarnya (misal andesit, breksi andesit, tur, napal dan batu lempung) yang lebih

kompak (kedap) dan padat air. Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (>2 m), bersifat

gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual atau tanah kolovial, yang di

dalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan

permeabilitas lebih tinggi yang menumpang diatas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan

permeabilitas lebih rendah. Lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang diskontiunitas

atau struktur reatakan/ kekar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun oleh perlapisan

batuan miring ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringan lereng),

misalnya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, tuf dan napal.

b)      Curah hujan

Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm/ jam) dengan

curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm. curah hujan kurang dari 70 mm/jam, tetapi

berlangsung menerus selama lebih dari 2 jam, hingga beberapa hari.

c)      Keairan lereng

Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada

bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeabel.

d)     Kegempaan

Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah.

12

2)      Faktor Aktivitas Manusia

a)    Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya di tanami tanaman berakar

serabut, demanfaatkan sebagai sawah/ladang dan hutan pinus.

b)   Dilakukan penggalian atau pemotongan lereng, misal untuk jalan atau bangunan dan

penambangan, tanpa memperhatikan struktur perlapisan tanah atau batuan pada lereng dan

tanpa perhitungan analisis kestabilan lereng.

c)    Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke

dalam lereng.

d)   Sistem drainase tidak memadai

e)    Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar

3)      Jenis Gerakan Tanah Longsor, yang Dapat Terjadi :

a)      Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan.

b)      Luncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan rombakan dengan

bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak beraturan.

c)      Aliran, misalnya aliran tanah, aliran batuan, dan aliran bahan rombakan batuan.

d)     Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.

e)      Dengan gerakan relatif cepat (lebih dari 2 m per hari hingga dapat mencapai 25 m per

menit)

TIPOLOGI B

Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gung/pegunungan.

Kawasan rawan di daerah ini di cirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

1)      Faktor Kondisi Alam

a)    Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 10° (20%) hingga 20° (40%).

b)   Kondisi tanah atau batuan penyusun lereng: umumnya merupakan lereng yang tersusun

oleh tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis montmorillonite).

c)    Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari. Curah hujan tahunan

mencapai  lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa.

d)   Keairan lereng

e)    Sering mucul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang

kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.

13

2)      Faktor Aktivitas Manusia

a)    Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke

dalam lereng.

b)   Sistem drainase tidak memadai.

c)    Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui daya dukung tanah.

3)      Jenis Gerakan Tanah (Longsor)

a)      Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa rayapan tanah yang

mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.

b)      Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatan kurang dari 2 m per hari).

TIPOLOGI C

Daerah tebing atau lembah sungai.

Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut:

1)      Faktor Kondisi Alam

a)      Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai lebih dari 10° (40%).

b)      Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau batuan sedimen hasil

endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 m.

c)      Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari. Curah hujan tahunan mencapai 

lebih dari 2500 mm, sehingga debit sungai dapat meningkat dan mengerosi kaki tebing

sungai.

d)     Keairan lereng.

e)      Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang

kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.

f)       Kegempaan.

g)      Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah.

2)      Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor

Tingkat Kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap :

a)    Kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah atau batuan, struktur geologi,

curah hujan, dan geohidrologi lereng).

b)   Pemanfaatan lereng.

c)    Kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta

d)   Kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.

14

Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor, di bedakan menjadi :

a)      Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi

Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah dan

cukup padat permukimannya, atau terdapat konstruksi bangunan sangat mahal dan penting.

Kawasan ini sering mengalami gerakan tanah ( lonsoran), terutama pada musim hujan atau

pada saat gempa terjadi.

b)      Kawasan dengan Tingkat Kerawan Menengah

Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah,namun

tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak

penting.

c)      Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah

Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah,

namun tidak ada resiko terjadinya korban jiwa terhadap manusia ataupun resiko terhadap

bangunan. Kawasan yang kurang berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya

terdapat permukiman atau konstruksi mahal atau penting, juga di kategorikan sebagai

kawasan dengan tingkat kerawanan rendah

C.    Gejala dan Wilayah yang Rawan Longsor Lahan

1.      Gejala longsor lahan

Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanya dapat/mudah

diamati. Hal ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika kita mampu mengenali tanda-

tandanya.berikut adalah tanda-tanda gejala longsor:

a.       Munculnya retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan.

b.      Terjadi amblesan tanah.

c.       Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng.

d.      Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada daerah lereng sulit dibuka, karena terjadi

perubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah.

e.       Pohon-pohon, tiang-tiang, rumah-rumah miring.

f.       Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit untuk dibuka.

g.      Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran

h.      Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjir bandang yang

dipicu longsor).

i.        Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelah hujan.

j.        Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

15

k.      Keretakan pada lantai dan tembok bangunan.

l.        Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada lereng.

m.    Terjadinya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi penguat lereng.

n.      Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba.

o.      Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba.

p.      Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.

Tanda-tanda tersebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lereng yang

curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengan tekstur tanah, banyak

wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahaya longsor. Resiko terjadinya longsor makin

meninggi ketika memasuki musim penghujan. Pada saat intensitas curah hujan tinggi (di atas

normal 115-300mm), biasanya sekitar bulan Februari. Potensi terjadinya tanah longsor sangat

besar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawan banjir dan tanah

longsor (Siswanto, 2009 : 16).

16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hujan mengakibatkan air mengalir menuju Sungai Deli tidak hanya melalui

pipa air bawah tanah, namun juga mengalir deras melintasi jalan dengan ketinggian

mencapai 30 cm. Akibat kondisi itu, beberapa pohon yang lokasinya berada di sisi

jalan tumbang karena tak kuat menahan derasnya air yang mengalir dari Pangkalan

Udara Soewondo.

Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor.

Gerakan tanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah

dan atau batuan menuruni lereng, akibatnya kestabilan tanah atau batuan penyusun

lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahan massa tanah/batuan

pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus (Siswanto, 2009 : 10).

Dengan demikian longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah. Longsor lahan

adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,

tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses

terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke

dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah

kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah

pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

B. Pesan

Pembangunan dari irigasi atau pengairan hendaknya diperlukan analisa yang

tepat dan prediksi yang akurat tentang jumlah air yang akan melalui bangunan

tersebut. Agar tidak terjadi pelimpahan air yang melampaui perkiraan dan

mengakibatkan amlasnya tanah atau longsor. Perlunya kita mengurai dan mencari

tahu data curah hujan dari tahun ke tahun.

17

DOKUMENTASI

18