Makalah Surveu Di Polonia Finis
-
Upload
budi-zamil -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
Transcript of Makalah Surveu Di Polonia Finis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu,
ancaman dan kerentanan bekerjasama. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi
setiap saat dimana saja dan kapan saja, disamping menimbulkan kerugian material dan
imaterial bagi kehidupan masyarakat. Gerakan tanah adalah salah satu bencana alam yang
sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan
kerusakan sarana dan prasarana lainnya yang membawa dampak sosial dan ekonomi.
Bencana adalah sesuatu yang tidak kita harapkan, oleh karena itu pemahaman terhadap
proses terjadinya gerakan tanah berikut faktor penyebabnya menjadi sangat penting bagi
pemerintah maupun masyarakat. Alternatif penanggulangan bencana baik dari aspek
pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi) maupun penanggulangan (rehabilitasi) perlu
dikaji secara mendalam. Oleh karena itu makalah ini perlu dibuat sebagai bahan acuan
pembelajaran terhadap siswa agar lebih tanggap terhadap bencana khususnya longsor lahan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan jenis longsor lahan?
2. Bagaimana karakteristik dan penyebab longsor lahan?
3. Bagaimana gejala dan wilayah yang rawan longsor lahan?
4. Bagaimana pencegahan dan penanganan bencana longsor lahan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan jenis longsor lahan.
2. Untuk mengetahui karakter dan penyebab longsor lahan.
3. Untuk mengetahui gejala dan wilayah yang rawan longsor.
4. Untuk mengetahui pencegahan dan penanganan bencana longsor.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kami melakukan survey di wilayah ruas Jalan Komodor Udara Adisucipto Kecamatan
Medan Polonia. Tanggal 12 dan 16 Desember 2013.
Hujan deras disertai angin kencang, Kamis (12/12) sore, membuat sejumlah ruas jalan di
Medan dilanda banjir termasuk longsornya sisi Jalan Komodor Udara Adisucipto, Kecamatan
MedanPolonia.
Kemacetan parah terjadi di Jalan Komodor Udara Adisucipto yang bersebelahan dengan
bandara eks Polonia lantaran sisi jalan tersebut amblas ke Sungai Deli. Menurut informasi
yang Kami peroleh, longsornya jalan alternatif itu disebabkan hujan deras yang terjadi Kamis
(12/12) sore. Hujan mengakibatkan air mengalir menuju Sungai Deli tidak hanya melalui
pipa air bawah tanah, namun juga mengalir deras melintasi jalan dengan ketinggian mencapai
30 cm. Akibat kondisi itu, beberapa pohon yang lokasinya berada di sisi jalan tumbang
karena tak kuat menahan derasnya air yang mengalir dari Pangkalan Udara Soewondo.
2
Gambar 1Petugas Dishub Medan
tampak mengatur arus lalu lintas
di ruas Jalan Komodor Udara
Adisucipto Kecamatan Medan
Polonia yang longsor kemarin.
Tebing di sisi jalan ini
mengalami longsor karena hujan
deras mengguyur Kota Medan
sejak Kamis (12/12).
3
Gambar 2. Kemacetan yang terjadi akibat kejadian longsor tersebut
Gambar 5.Tampak beberapa pohon yang tumbang akibat terjangan air
Gorong-gorong baru
Gambar 4.Pembangunan Gorong-gorong baru yang sebelumnya hancur dan hanyut akibat derasnya air
Gambar 3.Tampak Petugas dari Kawasan TNI AU memantau daerah longsor
A. Pengertian dan Jenis Longsor Lahan
1. Pengertian Longsor Lahan
Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor. Gerakan tanah
mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah dan atau batuan
menuruni lereng, akibatnya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut terganggu.
Longsor adalah proses perpindahan massa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir
lengkung atau lurus (Siswanto, 2009 : 10). Dengan demikian longsor merupakan salah satu
jenis Gerakan Tanah. Longsor lahan adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang
meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai
tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah
pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
2. Jenis Gerakan Tanah/longsor
a. Gerakan Cepat
Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran dan aliran.
Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidang gelincir. Jenis material yang
bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan, bahan rombakan tanah campur batuan. Jenis
gerakan terdiri dari jatuhan tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah serta
batu. Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenis material yang
bergerak terdiri dari tanah, batuan, bahan rombakan. Jenis gerakan disebut luncuran tanah,
luncuran batuan, dan luncuran bahan rombakan tanah dan batu. Aliran yaitu pergerakan
massa jenuh air (lumpur). Jenis material yang bergerak adalah tanah, batuan, dan bahan
rombakan. Jenis gerakan disebut aliran tanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.
b. Gerakan Lambat
Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat. Jenis material
yang bergerak adalah tanah.
3. Jenis longsor lahan
Ada 6 jenis longsor lahan yakni longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan
blok, runtuhan batu, rayapan tanah dan aliran bahan rombakan. Jenis longsor translasi dn
4
rotasi yang paling sering terjadi di Indonesia, sedangkan longsor yang paling sering memakan
korban jiwa adalah aliran bahan rombakan.
a. Longsor Translasi
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk rata atau menggelombang landai.
b. Longsoran rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk cekung.
c. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir
berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
d. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke
bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga
menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan
kerusakan yang parah.
e. Rayapan Tanah
Rayapan tanah adalah jenis longsor lahan yang bergerak lambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak bisa dikenali. Setelah
waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon,
pohon atau rumah miring ke bawah.
f. Aliran Bahan Rombakan
Jenis longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan
aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya.
Gerakan terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di
beberapa tempat bisa mencapai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung
api. Aliran tanah ini dapat memakan korban yang cukup banyak.
5
B. Karakteristik dan Penyebab Longsor Lahan
1. Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan:
a. Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi
b. Kawasan rawan gempa, dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng lebih curam dari 20 0.
Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air yang pada umumnya berada
di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti di atas, pada umumnya
merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak dimanfaatkan untuk kawasan budidaya,
terutama pertanian dan pemukiman. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat
terkait dengan tingkat kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat
kurang siap dalam menghadapi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan apabila terjadi
bencana longsor, akan menjadi lebih besar.
Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasan yang
dikategorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi:
a. Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai
pada bagian kaki lereng.
b. Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai, yang ada
pemukimannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi hidrologi lereng menjelaskan
bahwa daerah tekuk lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian
lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami
peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel
tanah dan memicu terjadinya longsoran.
c. Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan pemukiman. Daerah ini
dicirikan oleh adanya lembah atau sungai dengan lereng curam (> 400) dan tersusun oleh
batuan yang terkekarkan (retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan
munculnya beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan tersebut
dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya, sehingga dapat terjadi jatuhan
atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi
getaran pada lereng.
Menurut Dwikorita Karnawati (2001) ada 3 tipologi lereng yang rentan untuk
longsor, yaitu:
a. lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih
kompak.
b. lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng.
c. lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan
6
2. Mengonrol kestabilan lereng
Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung, pegunungan,
bukit, perbukitan lereng dan lembah. Kemiringan lereng, pelapisan batuan (stratigrafi),
patahan, kekar, retakan pada lereng yang membentuk bidang atau zona lemah (struktur
geologi), tata air (kondisi hidrologi) pada lereng. Faktor-faktor tersebut mengkondisikan
lereng menjadi rentan (berpotensi/berbakat) longsor, namun longsor baru akan terjadi apabila
ada pemicu.
a. Ciri lereng rentan bergerak
Tidak ada tempat yang tidak ada lereng, walaupun di dataran rendah. Berikut ciri lereng yang
rentan bergerak:
1) Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan lebih 2 meter.
2) Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring ke arah luar lereng.
3) Lereng tersusun dari batuan retak-retak.
4) Lembah sungai jalur patahan.
5) Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkahan-bongkahan batuan
(rentan mengalami luncuran/gelindingan batu).
6) Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas.
7) Perbukitan gundul, curam oleh batuan/tanah yang mudah lepas.
b. Ciri zona rawan terkena gerakan tanah
1) Daerah yang terletak di kaki bukit
2) Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padat pemukiman.
c. Pemicu gerakan tanah
Lereng rentan tidak akan longsor tanpa adanya pemicu, berikut beberapa hal yang dapat
memicu gerakan tanah: infiltrasi (resapan), air, misal: air hujan dan kolam/saluran irigasi
yang tidak kerap air.
1) Getaran, misalya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat pada lereng.
2) Pemanfaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebanan lereng yang
berlebihan oleh rumah/bangunan dan pohon yang terlalu lebat dan pemotongan lereng tanpa
perhitungan.
7
3. Penyebab Longsor Lahan
Pada prinsipnya longsor lahan terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar
dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan
tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air,
beban serta berat jenis tanah batuan.
a. Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya
intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan
air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau
rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan
menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada
awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan
air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat
menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi
di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di
permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar
tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.
b. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng
yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang
longsorannya mendatar.
c. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan
lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk
terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan
terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu
panas.
8
d. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara
kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi
tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila
terdapat pada lereng yang terjal.
e. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk
mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga
mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di
daerah longsoran lama.
f. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin,
dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan,
lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
g. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi
hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah
yang biasanya diikuti oleh retakan.
h. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada
daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang
arahnya ke arah lembah.
i. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
9
j. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan
pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum
terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan
akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
k. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material
gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit
bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri :
1) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
2) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan
subur.
3) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
4) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
5) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada
longsoran lama.
6) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.
7) Longsoran lama ini cukup luas.
Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
1) Bidang perlapisan batuan
2) Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
3) Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
4) Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak
melewatkan air (kedap air).
5) Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
6) Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang
luncuran tanah longsor.
10
m. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana
pengikatan air tanah sangat kurang.
n. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah
banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti
yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini
menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan
dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan
lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alam dan
faktor manusia.
a. Faktor alam
Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:
1) Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiriringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung,
struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan
gunung api.
2) Iklim: curah hujan yang tinggi.
3) Keadaan topografi: lereng yang curam.
4) Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam,
pelarutan dan tekanan hidrostatika.
5) Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal tanah kritis.
b. Faktor manusia
Ulah manusia yang tidak bersabat dengan alam antara lain:
1) Pemotongan tebing pada penambangan batu dilereng yang terjal.
2) Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
3) Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
4) Penggundulan hutan.
5) Budidaya kolam ikan diatas lereng.
6) Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
11
7) Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran
masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan
sendiri.
8) Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.
Sedangkan menurut Siswanto (2009: 19-21) membagi klasifikasi dan faktor
penyebab bencana longsor, seperti:
TIPOLOGI A
Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1) Faktor Kondisi Alam
a) Lereng
Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20° (40%). Kondisi tanah
/ batuan penyusun lereng : lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (>2 m), bersifat gembur
dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang diatas
batuan dasarnya (misal andesit, breksi andesit, tur, napal dan batu lempung) yang lebih
kompak (kedap) dan padat air. Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (>2 m), bersifat
gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual atau tanah kolovial, yang di
dalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan
permeabilitas lebih tinggi yang menumpang diatas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan
permeabilitas lebih rendah. Lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang diskontiunitas
atau struktur reatakan/ kekar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun oleh perlapisan
batuan miring ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringan lereng),
misalnya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, tuf dan napal.
b) Curah hujan
Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm/ jam) dengan
curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm. curah hujan kurang dari 70 mm/jam, tetapi
berlangsung menerus selama lebih dari 2 jam, hingga beberapa hari.
c) Keairan lereng
Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada
bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeabel.
d) Kegempaan
Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah.
12
2) Faktor Aktivitas Manusia
a) Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya di tanami tanaman berakar
serabut, demanfaatkan sebagai sawah/ladang dan hutan pinus.
b) Dilakukan penggalian atau pemotongan lereng, misal untuk jalan atau bangunan dan
penambangan, tanpa memperhatikan struktur perlapisan tanah atau batuan pada lereng dan
tanpa perhitungan analisis kestabilan lereng.
c) Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke
dalam lereng.
d) Sistem drainase tidak memadai
e) Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar
3) Jenis Gerakan Tanah Longsor, yang Dapat Terjadi :
a) Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan.
b) Luncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan rombakan dengan
bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak beraturan.
c) Aliran, misalnya aliran tanah, aliran batuan, dan aliran bahan rombakan batuan.
d) Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.
e) Dengan gerakan relatif cepat (lebih dari 2 m per hari hingga dapat mencapai 25 m per
menit)
TIPOLOGI B
Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini di cirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1) Faktor Kondisi Alam
a) Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 10° (20%) hingga 20° (40%).
b) Kondisi tanah atau batuan penyusun lereng: umumnya merupakan lereng yang tersusun
oleh tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis montmorillonite).
c) Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari. Curah hujan tahunan
mencapai lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa.
d) Keairan lereng
e) Sering mucul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang
kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.
13
2) Faktor Aktivitas Manusia
a) Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke
dalam lereng.
b) Sistem drainase tidak memadai.
c) Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui daya dukung tanah.
3) Jenis Gerakan Tanah (Longsor)
a) Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa rayapan tanah yang
mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.
b) Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatan kurang dari 2 m per hari).
TIPOLOGI C
Daerah tebing atau lembah sungai.
Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut:
1) Faktor Kondisi Alam
a) Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai lebih dari 10° (40%).
b) Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau batuan sedimen hasil
endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 m.
c) Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari. Curah hujan tahunan mencapai
lebih dari 2500 mm, sehingga debit sungai dapat meningkat dan mengerosi kaki tebing
sungai.
d) Keairan lereng.
e) Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang
kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.
f) Kegempaan.
g) Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah.
2) Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tingkat Kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap :
a) Kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah atau batuan, struktur geologi,
curah hujan, dan geohidrologi lereng).
b) Pemanfaatan lereng.
c) Kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta
d) Kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.
14
Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor, di bedakan menjadi :
a) Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah dan
cukup padat permukimannya, atau terdapat konstruksi bangunan sangat mahal dan penting.
Kawasan ini sering mengalami gerakan tanah ( lonsoran), terutama pada musim hujan atau
pada saat gempa terjadi.
b) Kawasan dengan Tingkat Kerawan Menengah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah,namun
tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak
penting.
c) Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah,
namun tidak ada resiko terjadinya korban jiwa terhadap manusia ataupun resiko terhadap
bangunan. Kawasan yang kurang berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya
terdapat permukiman atau konstruksi mahal atau penting, juga di kategorikan sebagai
kawasan dengan tingkat kerawanan rendah
C. Gejala dan Wilayah yang Rawan Longsor Lahan
1. Gejala longsor lahan
Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanya dapat/mudah
diamati. Hal ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika kita mampu mengenali tanda-
tandanya.berikut adalah tanda-tanda gejala longsor:
a. Munculnya retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan.
b. Terjadi amblesan tanah.
c. Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng.
d. Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada daerah lereng sulit dibuka, karena terjadi
perubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah.
e. Pohon-pohon, tiang-tiang, rumah-rumah miring.
f. Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit untuk dibuka.
g. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran
h. Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjir bandang yang
dipicu longsor).
i. Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelah hujan.
j. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
15
k. Keretakan pada lantai dan tembok bangunan.
l. Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada lereng.
m. Terjadinya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi penguat lereng.
n. Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba.
o. Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba.
p. Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.
Tanda-tanda tersebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lereng yang
curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengan tekstur tanah, banyak
wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahaya longsor. Resiko terjadinya longsor makin
meninggi ketika memasuki musim penghujan. Pada saat intensitas curah hujan tinggi (di atas
normal 115-300mm), biasanya sekitar bulan Februari. Potensi terjadinya tanah longsor sangat
besar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawan banjir dan tanah
longsor (Siswanto, 2009 : 16).
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hujan mengakibatkan air mengalir menuju Sungai Deli tidak hanya melalui
pipa air bawah tanah, namun juga mengalir deras melintasi jalan dengan ketinggian
mencapai 30 cm. Akibat kondisi itu, beberapa pohon yang lokasinya berada di sisi
jalan tumbang karena tak kuat menahan derasnya air yang mengalir dari Pangkalan
Udara Soewondo.
Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor.
Gerakan tanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah
dan atau batuan menuruni lereng, akibatnya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahan massa tanah/batuan
pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus (Siswanto, 2009 : 10).
Dengan demikian longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah. Longsor lahan
adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,
tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses
terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke
dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah
kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah
pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
B. Pesan
Pembangunan dari irigasi atau pengairan hendaknya diperlukan analisa yang
tepat dan prediksi yang akurat tentang jumlah air yang akan melalui bangunan
tersebut. Agar tidak terjadi pelimpahan air yang melampaui perkiraan dan
mengakibatkan amlasnya tanah atau longsor. Perlunya kita mengurai dan mencari
tahu data curah hujan dari tahun ke tahun.
17