Makalah Sumber Protein

24
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam usaha peternakan yang dikelola secara intensif. Ketersediaan komponen penyusun pakan (terutama pakan konsentrat) yang terbatas dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan, baik oleh manusia maupun ternak, menyebabkan Indonesia harus mengimpor bahan pakan dari negara lain. harga bahan pakan yang diproduksi di dalam negeri tidak terlalu jauh berbeda, sehingga pengusaha dan atau Bulog begitu mudahnya melakukan impor dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan dengan jaminan kualitas dan kuantitas. Hal ini menyebabkan pengusaha pakan ternak dan mungkin juga pemerintah tidak terlalu memberikan perhatian dalam peningkatan produksi bahan pakan dalam negeri maupun meningkatkan penggunaan bahan pakan alternatif yang belum lazim digunakan. Bahan pakan lokal selalu dikaitkan dengan harga yang murah. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan suatu bahan pakan,

description

BPPR

Transcript of Makalah Sumber Protein

IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam usaha peternakan yang dikelola secara intensif. Ketersediaan komponen penyusun pakan (terutama pakan konsentrat) yang terbatas dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan, baik oleh manusia maupun ternak, menyebabkan Indonesia harus mengimpor bahan pakan dari negara lain. harga bahan pakan yang diproduksi di dalam negeri tidak terlalu jauh berbeda, sehingga pengusaha dan atau Bulog begitu mudahnya melakukan impor dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan dengan jaminan kualitas dan kuantitas. Hal ini menyebabkan pengusaha pakan ternak dan mungkin juga pemerintah tidak terlalu memberikan perhatian dalam peningkatan produksi bahan pakan dalam negeri maupun meningkatkan penggunaan bahan pakan alternatif yang belum lazim digunakan. Bahan pakan lokal selalu dikaitkan dengan harga yang murah. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan suatu bahan pakan, seperti jumlah ketersediaan, kandungan gizi, harga, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat racun atau zat anti nutrisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum dapat digunakan sebagai pakan ternak. Jumlah bahan yang tersedia di suatu daerah perlu diketahui untuk menentukan kelayakan ekonomi dalam penggunaan bahan tersebut. Informasi ini sangat perlu dalam perencanaan (formulasi pakan, volume produksi, dan biaya produksi) usaha peternakan. Dengan sentuhan teknologi akan sangat membantu mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dan produk samping industri pertanian sebagai sumber pakan alternatif.

1.2. Identifikasi Masalah1. Apakah pengertian dari bahan pakan sumber protein?2. Bahan pakan apa saja yang mengandung sumber protein nabati serta batasannya?3. Bahan pakan apa saja yang mengandung sumber protein hewani serta batasannya?

1.3. Maksud dan Tujuan1. Untuk mengetahui pengertian dari bahan pakan sumber protein.2. Untuk mengetahui bahan pakan yang mengandung sumber protein nabati serta batasanya.3. Untuk mengetahui bahan pakan yang mengandung sumber protein hewani serta batasanya.

IIPEMBAHASAN

2.1. Definisi Pakan Sumber ProteinBahan baku sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung protein tinggi. Bahan tersebut bisa berasal dari hewan ( hewani ) dan tumbuhan ( nabati ). Bahan pakan sumber protein tersebut misalkan bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, tepung biji karet,tepung ikan, tepung udang, dan tepung daging. Protein sebagai zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno,1991). Penggunaan protein pada bahan pakan akan membutuhkan biaya yang tinggi sehingga memerlukan beberapa pertimbangan dalam pemberiannya untuk pakan ternak ruminansia.Protein merupakan zat makanan yang kritis, terutama untuk ternak yang berumur muda, ternak yang tumbuh cepat, dan ternak dewasa sperti sapi perah yang sedang berproduksi tinggi. Penggunaan protein secara optimal harus tercakup dalam sistem pemberian makanan yang praktis karena sumber protein umumnya lebih mahal dibandingkan harga bahan pakan sumber energi, dan pemborosan pemakaiannya meningkatkan biaya produksi ternak.Kebutuhan protein bagi setiap jenis ternak akan bervariasi. Bagi ternak monogastrik dan ruminan muda yang masih menyusui ( preruminan ), ransum yang dikonsumsinya harus dapat mencukupi kebutuhan asam amino esensial, kualitas protein juga merupakan suatu hal penting karena kualitas protein merupakan suatu ukuran kemampuan dari sutu protein untuk memasok asam amino yang dibutuhkan dalam ransum. Bagi spesies ternak ruminan, kebutuhan zat makanan merupakan kebutuhan unttuk memberi makanan mikroba dan untuk mencukupi pasokan kebutuhan asam Amino yang dapat dicerna didalam usus. Ternak ruminan yang memiliki potensi produksi tinggi membutuhkan sejumlah besar protein yang dapat langsung masuk kedalam usus halus tanpa melalui proses metabolisme didalam rumen. Kualitas protein merupakan suatu hal penting pada ternak yang memiliki produksi tinggi, dibandingkan dengan ternak yang berproduksi rendah, dan mengkonsimsi makanan dalam junlah sedikit.Bahan pakan sumber protein didefinisikan oleh national research council (nrc), sebagai bahan pakan yang memiliki kandungan protein kasar lebih besar dari 20%. Beberapa protein yang berasal dari hewan/ternak, ikan, tanaman, ataupun mikroba memiliki nilai ketersediaan yang lebih baik dari non protein nitrogen seperti urea atau biuret yang berasal dari proses kimia.Penentuan bahan pakan yang akan digunakan sumber protein didalam formulasi ransum dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan. Alasan pertama adalah ketersediaan dan harga bahan pakan disuatu daerah. Alasan kedua dan merupakan faktor yang cukup penting untuk ternak monogastrik adalah kandungan dan ketersediaan asam amino. Kandungan protein pada bahan pakan sudah banyak ditetapkan, tetapi informasi mengenai ketersediaanya sangat sedikit yang disampaikan. Peranan protein dalam tubuh ternak adalah sebagai berikut, sebagai bahan pembangun dan pengganti tenunan tubuh yang terpakai, bahan baku pembuatan enzim, hormon, dan zat kekebalan ( antibodi ), mengatur lalulintas cairan tubuh dan zat yang larut di dalamnya ke dalam dan keluar sel, maupun sebagai penyedia energi.

2.2. Bahan Pakan yang Mengandung Sumber Protein Nabati Serta BatasannyaBeberapa bahan komersil sumber protein yang cukup penting dan merupakan protein tumbuhan ( nabati ) berasal dari kacang kedelai, biji kapas, biji karet, biji bunga matahari,. Secara garis besar dijelaskan oleh Church (1984).

2.2.1. Bungkil Kacang Kedelai Di Amerika Serikat, bungkil kacang kedelai diproduksi dalam jumlah besar dan selalu meningkat serta merupakan bahan pakan yang disukai karena cukup palatabel, daya cerna dan nilai energinya tinggi serta menghasilkan penampilan produksi yang tinggi ketika digunakan pada semua jenis ternak. Methionin merupakan asam amino pembatas, dengan kandungan vitamin B yang rendah. Namun, secara keseluruhan bungkil kacang kedelai merupakan bahan pakan sumber protein asal tanaman yang terbaik dan merupakan bahan pakan sumber protein standar pada ransum ayam broiler.Kacang kedelai mengandung minyak 15 sampai 21 %, biasanya dikeluarkan dengan ekraksi solvent. Bungkil yang diperoleh dipanggang, proses ini dapat memperbaiki nilai biologis proteinnya, kandungan protein distandarisasikan pada 44 atau 50 % ( BK ) dengan menghilangkan kulitnya.Kacang kedelai yang sudah dihilangkan kulitnya, bungkil kacang kedelai hasil ekstrasi solvent sering kali digunakan sebagai bahan pakan. Proses penghilangan kulit menghasilkan kandungan protein tinggi dengan serat kasar yang rendah. Kacang kedelai yang tidak mengalami ekstrasi diberikan pada ternak setelah dipanaskan 110oC selama 3 menit dan digiling. Produk tersebut dikenal sebagai bahan pakan komersil dan disebut sebagai tepung kacang kedelai yang mengandung protein kasar 33%, lemak 18%, dan serat kasar 5% dan memiliki nilai energi yang tinggi karena masih mengandung minyak yang tinggi. Peralatan untuk pengepresan dan pemanasan dapat dikembangkan di peternakan dan cukup menguntungkan untuk pekerjaan dengan skala relatif kecil. Bungkil kacang kedelai seringdigunakan sebagai ransum sapi perah, dalam jumlah sedang dapat digunakan untuk ransum babi dan ayam. Kacang kedelai yang telah dipanaskan dapat digunakan untuk mengganti semua bungkil kacang kedelai didalam ransum yang terdiri dari jagung bungkil kacang kedelai untuk babi yang sedang tumbuh.Tepung kacang kedelai adalah material terbaik hasil penepungan yang diperoleh setelah penggilingan dan penyaringan, penghilangan kulit biji dan ekstrasi tepung bahan pakan ini biasanya digunakan sebagai pengganti sebagi protein susu pada pengganti susu (milk replacer). Untuk pangan komersil, soyprotein concentrate dihasilkan dari proses penghilangan kulit biji, ekstrasi lemak, dan pencucian dengan air (leaching) untuk menghilangkan senyawa non protein pada bahan pakan ini, tidak boleh kurang dari 70% pada kondisi kering oven. Bahan ini biasanya digunakan untuk memperkaya protein didalam produk pangan dan untuk tekstur dari produk daging buatan dengan mencampurnya dengan bahan berserat.Seperti halnya biji-bijian berminyak ( biji-bijian tanaman yang mengandung protein tinggi ), kacang memiliki sejumlah substansi beracun, perangsang maupun penghambat. Kacang kedelai mentah memiliki nilai nutrisi yang rendah dibandingkan kacang kedelai yang telah dipanaskan atau dalam bentuk bungkilnya. Sebagai contoh, anak ayam menunjukan pertumbuhan yang tertahan sebagai respon terhadap ransum yang mengandung kacang kedelai mentah pada 8-12 minggu awal kehidupan, tetapi akhirnya kecepatan pertumbuhan ( pbb ) ayam tersebut menjadi baik setelah mengkonsumsi kacang kedelai yang telah dipanaskan. Sapi, babi dan anak sapi juga dipengaruhi oleh substansi penghambat yang ada didalam kacang kedelai. Induk ayam yang sedang bertelur memproduksi telur yang fertil, tetapi terdapat beberapa bintik darah pada kuning telurnya. Biji kacang kedelai mentah meneyebabkan pembesaran pankreas ternak yang mengkonsumsinya dan absorpsi lemak menurun. Perlakuan panas, terutama pemasakan dengan tekanan cukup efektif menghilankan pengaruh substansi penghambat. Faktor penghambat tersebut menekan penggunaan methionin dan systine, tetapi penambahan asam amino tersebut kedalam ransumtidak memperbaiki penampilan produksi ternak yang mengkonsumsi biji kacang kedelai yang dipanaskan. Penambahan antibiotik dapat mempertinggi penampilan produksi ternak yang mengkonsumsi biji kacang kedelai mentah. Faktor anti kualitas seperti saponin yang menyebabkan penggumpalan sel darah merah secara labolatories, akhirnya dengan mudah dapat diinaktifkan oleh pepsin dan pemanasan. Biji kacang kedelai juga mengandung genistein yang merupakan estrogen tanaman yang pada beberapa kasus menyebabkan pertumbuhan yang tinggi. Beberapa macam bungkil juga mengandung asam phitat dengan kadar relatif tinggi yang dapat mengganggu penggunaan Zn.2.2.2. Tepung Biji KapasSejak tanaman kapas (Gossypium spp) dapat tumbuh di daerah panas, tepung biji kapas menjadi tersedia di berbagai daerah dimana kacang kedelai tidak tumbuh terutama di beberapa daerah di Amerika Selatan, Afrika Utara dan Asia. Protein tepung biji kapas memiliki nilai nutrisi yang cukup baik, umumnya kualitasnya bervariasi sebagai akibat perbedaan prosedur pengolahannya. Beberapa diantaranya distandarisaaikan (USA) pada kandungan protein kasar 41% (asfed), tetapi dapat juga ditemukan yang mengandung protein kasar44 dan 48%.Protein tepung biji kapas biasanya mengandung asam amino cytine, methionin dan cytine yang rendah, demikian juga kandungan mineral kalsium dan karotene. Tepung biji kapas cukup disukai oleh ternak ruminan, tetapi unggas dan babi kurang menyukainya. Namun tepung biji kapas digunakan secara luas dalam ransum ternak tetapi penggunaannya dibatasi oleh beberapa anti nutrisi.Biji kapas mengandung pigmen kuning yang disebut gossypol, substansi ini merupakan material beracun untuk ternak monogastrik, terutama babi muda dan anak ayam. Kandungan gossypol yang tinggi didalam biji terdapat dalam bentuk bebas, panas pengolahan dapat mengakibatkan prembentukan bermacam-macam ikatan kompleks diantaranya gossypol-lysine kompleks. Tepung biji kapas yang diperoleh dari prepress solvent memiliki gossypol terikat yang lebih tinggi, sedangkan yang diolah dengan screw press kandungan gossypol bebasnya lebih tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gossypol bebas merupakan bentuk racun. Secara umum dapat dinyatakan bahwa gossypol bebas pda taraf 40-100 ppm dari total ransum belum menimbulkan problem pada ayam petelur, broiler, dan babi. Daya racun gossypol pada babi dan unggas dapat diturunkan dengan penambahan garam besi seperti ferro sulpat. Taraf yang direkombinasikan adalah penambahan preparat fe sebanyak 1-2 ppm setiap ppm gossypol bebas untuk broiler, dan sekitar 4:1 untuk ayam petelur. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa gossypol memungkinkan untuk menonaktifkan di dalam rumen ternak ruminansia. Namun demikian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gossypol bebas pada taraf 24 gr/hari untuk sapi perah yang sedang bereproduksi tinggi menghasilkan daya racun (menekan hemoglobin darah, kerapuhan erythrosit, peningkatan protein total dalam plasma, peningkatan laju respirasi pada ambang batas temperatur panas). Gossypol juga ditemukan didalam hati dan plasma, tetapi tidak ditemukan didalam air susu yang dihasilkan dari sapi perah yang menkonsumsi tepung biji kapas pada taraf tinggi, penurunan konsumsi juga sering terjadi. Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa gossypol memungkinkan untuk melewati rumen tanpa di metabolisme oleh mikroba rumen.Gossypol dapat dihilangkan dengan cara ekstrasi menggunakan campuran hexane-aseton dan air, tetapi proses ekstarasi ini tidak digunakan secara praktik. Gossypol diproduksi didalam jaringan tanaman, sehingga dapat diturunkan atau dihilangkan dengan perubahan genetik tanaman. Tepung yang berasal dari biji yang dihilangkan jaringan penghasil gossypolnya dapat menghasilkan penampilan produksi yang baik pada induk ayam, tetapi tidak demikian pada babi muda. Tepung biji kapas yang telah direndahkan kadar gossypolnya telah dicoba diberikan pada induk ayam, tetapi menjadi tidak efisien karena biaya menjadi tinggi.2.2.3. Tepung Biji Karet Bagi sebagian rakyat Indonesia di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa usaha menanam karet hingga kini merupakan satu kegiatan yang dapat memberi penghidupan karena karet merupakan salah satu komoditi ekspor penting dan diharapkan dapat terus ditingkatkan sumbangannya dengan nilai yangsemakin mantap. Menurut Siswonoputranto (1981), indonesia tergolong produsen karet alam kedua setelah malaysia. Produksinya meliputi sekitar 25% dari seluruh produksi karet alam dunia atau berkisar antara 750.000-850.000 ton setahun.Menjelang berakhirnya musim hujan, pohon karet (Hevea bransillensis) meluruhkan seluruh daunnya untuk kemudian bersemi lagi sambil mulai berbunga. Masa luruh daun untuk masing-masing daerah berbeda-beda, bergantung kepada iklim setempat. Pertumbuhan dari bunga sampai biji yang tua selama 5,5 sampai 6 bulan. Di pulau jawa masaknya biji karet itu jatuh pada bulan Januari-Maret sedangkan pulau sumatera jatuh pada bulan oktober-november (soetedjo 1970). Produksi biji karet dari pohon yang baik adalah kira-kira 500-600 biji per pohon tahun (parakkasi, 1983). Nadaradjah dkk (1973) bahwa biji karet sangat ringan, berbentuk bulat telur gepeng pada salah satu bijinya. Biji karet mempunyai biji yang sangat kerasdan berwarna keras, berat biji karet antara lain 3-5 gram. Biji karet segar terdiri atas 37%kulit biji dan sekitar 20% dari berat isi biji adalah air. Kandungan minyak biji karet kering udara sekitar 50%. Biji karet segar 25% minyak biji karet.Bungkil biji karet adalah hasil ikutan dari produksi minyak biji karet dan dapat digunakan untuk makanan ternak. Pemisahan minyak biji karet dapat juga dilakukan dengan cara Ekstraksi Solvent, biji karet dikupas dan dikeluaran daging bijinya. Selanjutnya daging biji dipotong-potong untuk memperkecil ukuran partikel sehingga luas permukaan menjadi lebar, dilakukan dengan menggunakan hexane pada temperatur 80oC, uapkan secara vakum dalam Rotary Evaporator selama satu jam, sehingga diperoleh minyak biji karet sedangkan hasil sampingnya berupa bungkil karet terlebih dahulu dikukus pada suhu 90oC-100oc selama setengah jam. Keringkan bungkil biji karet dan siap untuk digunakan sebagai bahan pakan.Komposisi kimia biji dan bungkil karet (%)Komponen Zat MakananBijiBungkil

Air7,00-

Bahan kering-93,10

Protein17,2532,20

Lemak/estrak ether42,2314,10

Serat kasar5,5717,60

BETN24,49-

Abu3,375,96

Kalsium-0,11

Pospor-0,46

Sumber : *Parakkasi , 1983 *Toh dan Chia, 1977Selain dari kandungan zat makanan tersebut diatas, bungkil biji karet juga mengandung HCN (hydrocyanic acid) dan dalam batas tertentu dapat menyebabkan adanya keracunan. Menurut Elkins (1958) yang dikutip oleh Parakkasi (1983), bahwa yang menyebabkan gejala keracunan adalah ion CN. Cyanida tersebut bersenyawa dengan cytochrome oksidase membentuk cyano sehingga sel dalam jaringan tidak dapat menggunakan oksigen. Namun demikian, bahaya ini dapat dikurangi karena titik didih HCN cukup rendah (26oC) sehingga mudah menguap bila dimasak dan mudah larut dalam air.Selanjutnya Ong dan Yeong (1977) mengemukakan bahwa bila dilakukan pemanasan pada biji karet sehingga dicapai kadar air lebih kurang 8,0 % kandungan HCN bisa berkurang sampai sekitar 372 ppm. Disamping itu, pengaruh lama penyimpanan dapat menurunkan kadar HCN untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 2. Selanjutnya dikemukakan bahwa kandungan HCN dalam bentuk bungkil akan mengalami penurunan lagi yang kemudian mencapai nilai tetap sekitar 30-60 ppm. Menurut Jalaludin dan Oh (1977) yang dikutip Ong dan Yeong (1977), tingkat toleransi ayan terhadap HCN adalah sebesar 135 mg per kg ransum.Gejala yang dapat terlihat dalam proses keracunan tergantung pada kuantitas in CN- yang masuk kedalam tubuh. Bila cyanide yang dimakan oleh ayam tersebut dengan konsentrasi yang rendah tetapi terus menerus, maka pada waktu tertentu akan terlihat salivasi, pernapasan yang tiba-tiba menjadi cepat dan lemah, kejang, kelumpuhan, dan akhirnya mati. Sebelum mati biasanya memperlihatkan gejala membanting-bantingkan diri. Bila konsentrasi yang termakan cukup tinggi, maka hewan yang bersangkutan umunya menjadi kejang dan mati dalam beberapa menit (Parakkasi, 1983).2.2.4. Tepung Biji Bunga MatahariBunga matahari (Helianthus annus) dibudidayakan untuk memproduksi minyak dan biji, terutama di daerah Eropa bagian utara dan Rusia, beberapa tahun ini di Canada dan Amerika Serikat bagian utara. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah yang lebih dingin atau lebih panas dari tempat pertumbuhannya kacang kedelai atau kapas. Dalam bentuk tepung, setelah dihilangkan kulit bijinya mengandung protein cukup tinggi , yaitu sekitar 50% (pada kondisi kering jemur). Bahan pakan ini defisien asam amino lysine, tetapi kualitasnya relatif sama dengan kacang kedelai.Penelitian mengenai penggunaan tepung bunga biji matahari pada ternak ruminan menunjukkan penampilan produksi yang sama dengan tepung kacang kedelai maupun tepung biji kapas. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa pemberian biji bunga matahari utuh merupakan cara yang efisien untuk menyediakan zat makanan bagi kambing perah yang sedang laktasi tanpa resiko terjadinya acidosis maupun enterotoxemia karena tingginya serrat kasar.Namun, kandungan serat kasarnya relatif tinggi sehingga menekan penggunaannya sebagai bahan pakan untuk unggas dan babi, jumlah pemberiannya harus dibatasi karena kandungan serat kasarnya, terutama untuk ternak muda.2.3. Bahan Pakan yang Mengandung Sumber Protein Hewani Serta BatasannyaBeberapa bahan komersil sumber protein yang cukup penting dan merupakan protein hewan ( hewani ) berasal dari tepung ikan, tepung daging, tepung udang. Secara garis besar dijelaskan oleh Church (1984).1. Memiliki kandungan kalsium dan pospor yang lebih tinggi, terutama yang mengandung tulang.2. Memiliki kandungan vitamin B kompleks yang tinggi.3. Kandungan asam amino, terutama methionine dan sistine cukup baik.2.3.1. Tepung Ikan Potensi bahan pakan ini cukup besar, namun sampai saat ini belum banyak yang dimanfaatkan, terbukti hingga saat ini tepung ikan yang digunakan untuk penyusunan ransum ternak di Indonesia masih import, misalnya dari Brazil, Jepang dan Thailand.Kualitas tepung ikan dipengaruhi oleh materi (jenis dan bagian tubuh ikan), proses pengolahan (pengeringan atau penghilangan lemak), dan penyimpanan. Kadar air yang tinggi akan memudahkan proses pembusukan oleh mikroba, sedangkan kadar lemak yang tinggi akan mudah tengik dalam penyimpananya. Pada proses pengolahan ikan yang kaya lemak untuk dibuat tepung, biasanya harus dimasak misalnya dengan penguapan atau pengukusan, selanjutnya diperas untuk mengeluarkan lemanknya dan akhirnya digiling.2.3.2. Tepung DagingProduk bahan pakan ini terutama diperoleh dari tempat pemotongan ternak, dimana karkas dipotong-potong menurut cara setempat untuk dijual. Tepung daging memiliki kandungan protein dan zat makanan lainnya yang berbeda-beda karena prosesing dan materialnya. Penting untuk diperhatikan bahwa pada umunya tepung daging defisien triptopan, sehingga bahan pakan ini kurang baik jika dicampurkan dengan jagung, karena jagung juga defisien asam amino triptopan.2.3.3. Tepung Udang Bahan pakan ini masih jarang digunakan untuk ransum ternak, ketersediaanya masih sedikit. Produk ini sebagian besar terdiri dari kulit badan dan kepala. Kandungan protein kasar tepung udang adalah 47,95% .Beberapa bahan pakan lain yang dapat digunakan sebagai sumber protein hewan, diantaranya adalah tepung darah, produk dari susu, sisa usaha ternak unggas, dan protein sel tunggal.

IIIKESIMPULAN1. Bahan baku sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung protein tinggi. Bahan tersebut bisa berasal dari hewan ( hewani ) dan tumbuhan (nabati). Bahan pakan sumber protein tersebut misalkan bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, tepung biji karet, tepung udang, dan tepung daging.2. Kacang kedelai yang sudah dihilangkan kulitnya, bungkil kacang kedelai hasil ekstrasi solvent sering kali digunakan sebagai bahan pakan. Proses penghilangan kulit menghasilkan kandungan protein tinggi dengan serat kasar yang rendah. tepung kacang kedelai mengandung protein kasar 33%.3. Tepung biji kapas mengandung protein kasar 41% (asfed), tetapi dapat juga ditemukan yang mengandung protein kasar44 dan 48%. Tepung biji kapas cukup disukai oleh ternak ruminan, tetapi unggas dan babi kurang menyukainya.4. Bungkil biji karet adalah hasil ikutan dari produksi minyak biji karet dan dapat digunakan untuk makanan ternak. Pemisahan minyak biji karet dapat juga dilakukan dengan cara Ekstraksi Solvent, biji karet dikupas dan dikeluaran daging bijinya.5. Bunga matahari Dalam bentuk tepung, setelah dihilangkan kulit bijinya mengandung protein cukup tinggi , yaitu sekitar 50% (pada kondisi kering jemur). 6. Kualitas tepung ikan dipengaruhi oleh materi (jenis dan bagian tubuh ikan), proses pengolahan (pengeringan atau penghilangan lemak), dan penyimpanan.7. Tepung daging memiliki kandungan protein dan zat makanan lainnya yang berbeda-beda karena prosesing dan materialnya.8. Bahan pakan ini masih jarang digunakan untuk ransum ternak, ketersediaanya masih sedikit. Produk ini sebagian besar terdiri dari kulit badan dan kepala. Kandungan protein kasar tepung udang adalah 47,95%.

DAFTAR PUSTAKABuvanendran V., And J.A. Siriwardene. 1977. Rubber Seed Meal In Poultry Diet. Ceylon Vet. Xviii : 33.Church, D.C. 1984. Liestock Feeds And Feeding. Second Edition. Published And Distribute By O & B Books. Inc, Corvalis, Oregon. Hal 133-159Nadaradjah M., A. Abeysinghe, W.C. Dayaratne, And R. Tharma. 1973. The Potentialities Of Rubber Seed Collection And Its Utiliztion In Srilanka. Rrsilbuletin 8:9-21Ong K.H., And S.W. Yeong, 1977. Prosfect For The Use Of Rubber Seed Meal For Feeding Pigs And Poultry. Feedinstuffs For Livestock In South East Asia. Pp.337-344Parakkasi A, 1983. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak. Cetakan Ke Satu. Penerbit Angkasa, Bandung.Tidi Dhalika, 1984. Pengaruh Penggunaan Bungkil Biji Karet Dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Petelur. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.Toh K.S., And S.K. Chia, 1977. Nutritional Value Of Rubber Seed Meal In Livestock. Feedingstuffs For Livestock In South East Asia. Pp. 345-351Siswonoputranto P.S., 1981. Perkembangan Karet Internasional. Lembaga Penunjang Pembangunan (Leppenas)Soetedjo, 1977. Karet. Penerbit Pt Surungan, Jakarta.Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.