Makalah Kadar Protein
-
Upload
dwiwanra-ibnu-umar -
Category
Documents
-
view
555 -
download
15
Transcript of Makalah Kadar Protein
BAB I
PENDAHULUAN
Sebenarnya hampir disetiap bagian tubuh kita ini terdapat letak-letak
protein utamanya dalam setiap sel makhluk hidup. Kita dapat menjumpai protein
pada rambut, kulit, pembuluh darah, syaraf, otot, sel darah, hormon, dan juga
enzim. Bahkan tidak hanya itu saja, kita juga dapat menjumpai adanya protein dalam
bulu ayam, biji-bijian, dan dalam jaring laba-laba. Protein berasal dari bahasa Yunani
“Proteios” berarti yang pertama atau yang utama.
Protein berupa senyawa polimer (poliamida) dengan monomernya berupa
asam amino yang terbentuk melalui reaksi polimerisasi kondensasi dari bermacam-
macam asam amino. Protein mempunyai molekul besar dengan bobot molekul
bervariasi antara 5.000 sampai jutaan. Dengan cara yang dinamakan hidrolisis oleh
asam atau oleh enzim,protein akan menghasilkan asam-asam amino.
Protein memegang peranan penting dalam makhluk hidup, perannya yaitu
dalam struktur, fungsi dan reproduksi makhluk hidup dan merupakan salah satu
bahan makanan yang sangat penting. Unsur-unsur utama yang membangun molekul
protein adalah karbon, nitrogen, dan oksigen. Molekul protein mengandung pula
unsur fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti
besi dan tembaga. Untuk berbagai keperluan, kadar suatu protein dapat ditentukan.
Penentuan kadar protein dapat ditentukan. Penentuan kadar dalam bahan makanan
pada umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris atau secara tidak langsung,
karena pembentukan kadar protein secara absolut sukar dilakukan sehingga metode
tersebut hanya dilakukan untuk keperluan yang mendasar saja. Penentuan kadar
protein dapat dilakukan dengan berbagai metode bergantung pada jenis sampel dan
ketersediaan alat serta bahan (pereaksi). Metode yang paling umum digunakan
adalah metode Kjeldahl, Lowry dan Biuret.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Protein adalah makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel hidup dan
merupakan 50% atau lebih berat kering sel. Protein ditemukan dalam semua sel dan
semua bagian sel. Protein juga amat bervariasi, ratusan jenis yang berbeda dapat
ditemukan dalam satu sel. Semua protein, baik yang berasal dari bakteri yang paling
tua atau yang berasal dari bentuk kehidupan tertinggi, dibangun dari rangkaian
dasar yang sama dari 20 jenis asam amino yang berikatan kovalen dalam urutan
yang khas. Karena masing-masing asam amino mempunyai rantai samping yang
khusus, yang memberikan sifat kimia masing-masing individu, kelompok 20 molekul
unit pembangun ini dapat dianggap sebagai abjad struktur protein. Yang paling
istimewa adalah bahwa sel dapat merangkai ke-20 asam amino dalam berbagai
kombinasi dan urutan, menghasilkan peptida dan protein yang mempunyai sifat-
sifat dan aktivitas berbeda. Dari unit pembangun ini organisme yang berbeda dapat
membuat produk-produk yang demikian bervariasi, seperti enzim, hormon, lensa
protein pada mata, bulu ayam, jaring laba-laba, dan sebagainya (Lehninger, 1982).
Protein yang ditemukan kadang-kadang berkonjugasi dengan
makromolekul atau mikromolekul seperti lipid, polisakarida dan mungkion fosfat.
Protein terkonjugasi yang dikenal antara lain numleoprotein, fosfoprotein,
metaloprotein, lipoprotein, flavoprotein dan glikoprotein. Protein yang diperlukan
organisme dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan utama ialah pertama protein
sederhana yaitu protein yang apabila terhidrolisis hanya menghasilkan asam amino
dan kedua protein terkonjugasi, yaitu protein yang hidrolisis tidak hanya
menghasilkan asam amino tetapi menghasilkan juga komponen anorganik yang
disebut ”gugus prostetic” (Sumarno, 2002).
Di samping itu protein dapat dibedakan berdasarkan pada jenis ikatan
peptida antar molekul asam amino, yaitu protein primer, protein sekunder, protein
tertier dan protein kuaterner. Protein primer merupakan polimer asam amino yang
berbentuk rantai panjang, terdapat dalam sel hewan antara lain sebagai collagen
dan elastin. Protein sekunder adalah polimer asam amino rantai polipeptida yang
membentuk struktur helix seperti keratin yang terdapat dalam rambut, tanduk dan
wool. Protein tertier adalah polimer asam amino dalam bentuk globuler, seperti
yang terdapat dalam enzim, hormon dan protein pembawa oksigen (Lehninger,
1975, dan Linder, 1992)
Dari segi nutrisi, asam amino dapat dibedakan antara lain (i) asam amino
non esensial dan (ii) asam amino esensial. Asam amino non esensial adalah asam
amino yang dapat disediakan oleh tubuh organisme melalui proses biosintesa yang
rumit dari senyawa nitrogen yang terdapat dalam makanan, dan asam amino
esensial, adalah asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh, (Fennema 1976).
Untuk memenuhi kebutuhan protein, suatu organisme memerlukan
tambahan asam amino esensial yang diperoleh dari bahan pangan atau pakan yang
dikonsumsi. Banyak kelainan yang timbul terhadap manusia yang kekurangan
protein. Untuk meningkatkan kadar HB pada penderita anemia, diperlukan makanan
dengan gizi yang lebih baik, artinya perlu tambahan protein hewani maupun nabati,
walaupun pemberian susu untuk diminum sedikit menaikkan status tersebut
(Latupeirissa, dkk 2000). Kekurangan gizi memungkinkan ketahanan terhadap infeksi
lebih banyak dari pada orang bergizi baik, seperti infeksi saluran pernafasan bagian
atas (ISPA) dan infeksi pada kulit, dan ketahanan bagi penderita kurang gizi
waktunya sangat terbatas yang paling lama adalah 6 bulan, (Sihadi, 1998/1999).
Kekurangan gizi ternyata ada kaitannya kadar albumin dalam serum, Sya’bani
(1998), melaporkan para penderita kurang gizi ternyata jumlah pemasukan
proteinnya rendah lebih kurang 1.0 g/kg/hari. Pada hal kadar albumin mempunyai
waktu paro yang panjang disimpan dihati, hal senada dilaporkan oleh Lydia (1997),
bahwa kadar albumin yang rendah pada ginjal dapat mengurangi fungsi kemampuan
filtrasi darah oleh ginjal atau kemungkinan dapat menyebabkan gagal ginjal.
Sekurang-kurangnya, terdapat lima belas macam asam amino esensial yang
harus tersedia dalam makanan, yaitu fenilalanin, tirosin, isoleusin, lisin, metionin,
sistin, treonin, valin, triptofan, arginin, histidin, glisin, serin, asparagin, dan prolin.
Secara kimia, asam amino merupakan asam karboksilat dengan gugus amino - NH2
pada kedudukan , yang dapat dituliskan dalam formula sebagai berikut:
Berdasarkan polaritas gugus - R, asam amino dibedakan menjadi 4 golongan
yaitu (1) asam amino dengan gugus - R yang bersifat nonpolar, seperti alanin, leusin,
isoleusin, valin, prolin, fenilalanin, triptofan dan metionin, (2) asam amino dengan
gugus - R polar tidak bermuatan, seperti serin, treonin, tirosin, aspargin, glutamin,
sistein dan glisin, (3) asam amino dengan gugus - R bermuatan positif, seperti lisin,
arginin dan histidin, dan (4) asam amino dengan gugus - R bermuatan negatif,
seperti asam aspartat dan asam glutamat. (Bodanszky, 1993).
Hidrolisis rantai polipeptida yang sempurna dilakukan dengan asam HCl 6 N
berlebihan pada 100o sampai 120o C selama 10 sampai 24 jam dalam lingkungan
gas nitrogen. Triptofan tidak stabil dalam lingkungan asam, sehingga rusak dalam
hidrolisis asam. Dengan hidrolisis asam ini serin dan threonin akan mengalami
kerusakan sebagian, sedangkan asparagin dan glutamin akan terhidrolisa sempurna
menjadi asam aspartat dan asam glutamat dengan membebaskan ion amonium,
(Linder, 1992)
Penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan berbagai metode yang
mana bergantung dari jenis sample dan ketersediaan alat serta bahan. Metode yang
umum digunakan adalah metode Kjeldahl, Lowry dan Biuret (Patong, 2007).
Menurut Apriyanto, 1989 analisis protein dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis protein secara
kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi
Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sementara itu, analisis protein secara kuantitatif
terdiri dari metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode
spektrofotometri visible (Biuret), metode Bradford dan metode spektrofotometri UV
.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Penetapan Kadar Protein secara Kjehldahl
Lebih kurang 1 gram sampel protein dimasukkan kedalam labu
Kjehldahl, tambahkan 10 g natrium sulfat anhidrat dan 20 mL asam sulfat
pekat, kemudian dipanaskan sampai cairan jernih tak berwarna, setelah
didinginkan ditambahkan air suling 200 ml dan natrium hidroksida 45%
sampai bersifat basa terhadap kertas lakmus dan didestilasi. Destilat yang
mengandung ammonia ditampung dalam HCl 0,1N 100,0 ml. Destilasi
dihentikan bila destilat tidak bersifat basa lagi, kelebihan HCl dititrasi
kembali dengan natrium hidroksida 0,1 N. Penetapan serupa dilakukan
terhadap blanko.
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar
nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.
Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat
molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat
yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang
dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan,
dikonversi menjadi kadar protein dengan faktor konversi yang sesuai :
% Protein = F x %N.
2. Penetapan Kadar Protein dengan metode Lowry
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Lowry yaitu
dengan cara :
Larutan enzim sebanyak 0,3 mL ditambah 2 mL reagen Lowry C dikocok pelan
dan diinkubasi pada suhu kamar selama 10 menit. Campuran ditambah
reagen Lowry D dengan cepat kemudian diinkubasi selama 30 menit pada
suhu kamar dengan sesekali dikocok. Larutan diukur absorbansinya pada
gelombang optimum BSA kemudian kadar protein ditentukan dengan regresi
linier terhadap kurva standar BSA.
3. Penetapan Kadar Protein dengan Metode Bradford
a. Bahan yang digunakan adalah biakan bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus
sp. umur 18 jam dalam larutan kaldu nutrient yang ditambahkan 1% pati
tapioca yang kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm
selama 10 menit pada suhu 4°C. diperoleh supernatant yang kemudian
disebut dengan ekstrak enzim kasar (EEK)
b. Reagen Bradford dibuat dengan cara menimbang 0.01 g coomasie brilian
blue (CBB) G 250 yang kemudian dilarutkan dalam 5 ml etanol 95% (v/v),‐
lalu ditambahkan 10 ml asam fosfor 85% (v/v). Campuran dihomogenkan
(dikocok kuat) lalu disaring dengan kertas saring dan disimpan dalam
botol gelap dan suhu rendah. Stok pereaksi Bradford harus diencerkan 5
kali sebelum digunakan..
c. Larutan standar protein dibuat dengan menimbang 0,01 g BSA (bovine
serum albumin) yang kemudian dilarutkan dengan 10 ml H2O steril
sehingga diperoleh larutan stok BSA dengan konsentrasi 1000 ppm.
Larutan stok dengan konsentrasi 1000 ppm diencerkan dengan
melarutkan 0,5 ml larutan stok
ditambahkan 4,5 ml H2O steril sehingga diperoleh larutan stok BSA 100
ppm. Dari larutan stok tersebut dilakukan pengukuran terhadap standar
protein terlarut dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90
dan 100 ppm. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap standar protein
dengan menambahkan 0.1 ml seri larutan standar dengan 5 ml reagen
Bradford. Kemudian larutan divortex dan di inkubasi pada suhu ruang
selama 10 60 menit. Larutan ini memberikan warna biru dan dibaca pada‐
panjang gelombang 595 nm. Dengan menggunakan regresi linear, akan
didapatkan persamaan matematik untuk larutan standar protein yang
diperoleh dari nilai absorbansi standar, yang akan digunakan pada
pengukuran kadar protein terlarut.
d. Pengukuran protein terlarut. Pengukuran sampel dilakukan dengan cara
menambahkan 0,1 ml ekstrak enzim kasar dengan 5 ml reagen Bradford
divortex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 60 menit. Absorbansi‐
Larutan sampel protein dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Dengan
persamaan matematik dari kurva standar protein, akan didapatkan kadar
protein terlarut yang terkandung dalam larutan ekstrak enzim kasar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penetapan Protein Dengan Metode Kjehldahl
Pada percobaan ini di gunakan metode kjeldahl yang merupakan
metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino,
protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi
dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga
akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat,
amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Berdasarkan penelitian dan perhitungan kadar N Total secara
Kjehldahl dapat dilihat pada tabel berikut
N-total yang tertetapkan adalah jumlah dari N-non protein dan N-protein.
Sampel bahan makanan diatas digunakan oleh masyarakat luas sebagai
sumber protein karena kandungannya yang cukup tinggi. Susu sapi pada
umumnya terdiri dari ±86-90% air, 3-5% lemak, 3-4% protein, 4-5% laktosa.
Putih telur pada dasarnya adalah larutan protein dalam air dengan
konsentrasi ±12%. Kandungan protein dalam kedelai berkisar antara 32-46%
protein (Fennema, 1976). Informasi mengenai kandungan protein diatas
diperoleh dari konversi N-total dengan bilangan 6,25. Untuk jaringan
tanaman, informasi ini kurang tepat, karena disamping protein, jaringan
tanaman mungkin mengandung senyawa amina lain seperti asparagin dan
glutamin, juga senyawa nitrogen seperti purin, pirimidin, nukleosida,
nukleotida, betain, alkaloid, porfirin dan asam amino non protein.
1. Keuntungan :
Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih
merupakan metode standar dibanding metode lain.
Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik
membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar
protein.
2. Kerugian :
Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya,
karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda
karena susunan residu asam amino yang berbeda.
Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga
beberapa katalis.
Teknik ini membutuhkan waktu lama.
B. Penetapan Kadar Protein Metode Lowry
Pada percobaan ini, Penentuan kadar protein digunakan metoda Lowry
dengan menggunakan larutan standart protein kasein. Metoda ini dapat
mengukur kandungan protein sampel yang rendah. Warna biru yang terjadi oleh
pereaksi Folin Ciocalteu disebabkan reaksi antara pro-tein dengan ion kupri
( Cu++) dalam larutan alkalis dan terjadi reduksi garam fosfomolibdat
fosfotungstat oleh tirosin dan triptopan yang ada pada protein. Karena
kandungan kedua macam asam amino tersebut bervariasi pada berbagai
macam protein, maka intensitas warna yang ditimbulkan per miligram
proteinpun berbeda (Sudarmadji, 1984).
Hasil serapan yang diukur pada panjang gelombang 760 nm sebagai panjang
gelombang maksimum untuk kasein sebagai larutan standar protein.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar protein enzim kasar bromelin dari buah
nanas adalah 10,299 mg/mL.
C. Penetapan kadar protein metode Bradford
Metode Bradford adalah salah satu metode dalam penentuan kadar
protein suatu bahan. Prinsip kerja dari metode Bradford didasarkan pada
pengikatan secara langsung zat warna Coomassie Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh
protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik
(Tyrosine, tryptophan, dan phenylalanine) atau bersifat basa (Arginine, Histidine,
dan Leucin). Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (lmaks 465 nm),
sedangkan dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion
yang akan mengikat protein membentuk warna biru (lmaks 595 nm). Jumlah CCBG
yang terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan
pada protein.
Dari hasil pembacaan spektrofotometri larutan standar BSA maka diperoleh kurva
standar sebagai berikut.
Dari nilai absorbansi standar BSA, maka diperoleh kurva standar BSA dengan persamaan
regresi y = 1.445x + 0.258. Apabila absorbansi sampel adalah 0.360 dan 0.369 dari ekstrak
enzim kasar yang diperoleh dari biakan Bacillus sp. lalu dimasukkan ke dalam persamaan
regresi, maka rata rata kadar proteinnya adalah 0.074 mg/ml atau 74 ppm larutan EEK‐
sedangkan untuk ekstrak enzim kasar dari biakan Bacillus subtilis diperoleh absorbansi
sampelnya adalah 0.347 dan 0.350, maka rata rata kadar protein adalah 0.063 mg/ml atau‐
63 ppm larutan EEK. Oleh karena itu, dari hasil percobaan tersebut dapat diketahui bahwa
protein terlarut pada EEK dari biakan Bacillus sp. lebih banyak daripada protein terlarut
yang ada pada EEK dari biakan Bacillus subtilis.
Kesimpulan
1. Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan
secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri atas reaksi
Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi
Sakaguchi. Sementara itu, analisis protein secara kuantitatif terdiri dari metode
Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible
(Biuret), metode Bradford dan metode spektrofotometri UV
DAFTAR PUSTAKA
Amino, Majalah Farmasi Indonesia, 13(1):hal 34-43.
Bodanszky M., 1993,Chemistry of Peptide, Springer-Verlag, Berlin 47-52
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of
microorganisms quantities of protein in utilizing the principle of
protein dye binding‐ . Anal. Biochem 72:248 254. ‐
Lehninger., 1982., Dasar-Dasar Biokimia, Erlangga: Jakarta., hlm 248-249.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Sudarmadji, S., 1996, Analisa dan Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty,
Yogyakarta.
Tugas individu!!!
ANALISIS PROTEIN DALAM BAHAN MAKANAN
RETNO DWIWANRA R. UMAR081314016
C
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2012