Makalah Sosialisasi Politik

22
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.................................................... ............................................1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................... .............2 B. BATASAN MASALAH........................................... ............................3 C. LANDASAN TEORI............................................. .............................3 BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP SOSIALISASI POLITIK........................................... ..........5 B. FUNGSI SOSIALISASI POLITIK........................................... ...........6 C. MEKANISME SOSIALISASI POLITIK........................................... ...6 D. PERKEMBANGAN SOSIALISASI POLITIK.....................................8 1

description

Memuat konten pembahasan sosialisasi politik

Transcript of Makalah Sosialisasi Politik

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................................2

B. BATASAN MASALAH.......................................................................3

C. LANDASAN TEORI..........................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP SOSIALISASI POLITIK.....................................................5

B. FUNGSI SOSIALISASI POLITIK......................................................6

C. MEKANISME SOSIALISASI POLITIK..............................................6

D. PERKEMBANGAN SOSIALISASI POLITIK.....................................8

E. SOSIALISASI POLITIK DALAM MASYARAKAT............................10

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN.................................................................................13

B. SARAN...........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Partai politik lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta keikutsertaan dalam proses politik, maka partai politik telah lair secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah dipihak lain. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri.

Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara barupun partai-partai politik sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai. Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak untuk menentukan siapa saja yang akan menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Di negara-negara totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pada pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai tujuan itu, partai politik merupakan alat yang baik.[footnoteRef:1] [1: Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1977). hlm. 161]

Politik adalah sebuah sistem yang terdiri dari seperangkat unsur/elemen/komponen maupun sub sistem yang saling interrelasi, interaksi, interdependensi sehingga merupakan suatu totalitas, entitas yang utuh, terpadu dan mempunyai fungsi maupun output tertentu. Semua itu tentunya memiliki tujuan akhir dengan jalan internal maupun eksternal.

Politik sebagai suatu sistem memiliki pengertian dan batasan-batasan, batasan yang kita kenal tersebut diantaranya oleh David Eston yang terdiri dari tiga komponen yaitu : (1) The political system allocates value (by means of politics) ; (2) Its allocation are authoritative; and (3) its authoritative allocation are binding on the society as a whole.[footnoteRef:2] Pengertian atau batasan yang dikemukakan oleh David Eston diatas menyatakan bahwa sistem politik adalah merupakan alokasi daripada nilai-nilai, dalam pengalokasian dari nilai-nilai tadi bersifat paksaan atau dengan kewenangan, dan pengalokasian yang bersifat paksaan tadi mengikat masyarakat sebagai suatu keseluruhan.[footnoteRef:3] Lebih jauh David Eston menyatakan pula bahwa sistem politik dapat diperkenalkan sebagai seperangkat interkasi yang diabstraksikan dari seluruh tingkah laku sosial, melalui nilai-nilai tersebut dialokasiakn secara otoratif kepada masyarakat.[footnoteRef:4] [2: Gabriel A. Almond and James S. Coleman, The Politics of The Develoving Areas, (New York: Princeton University, 1960). hlm. 6] [3: Haryanto, Sistem Politik Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1982). hlm. 2] [4: David Easton, A Framework For Political Analysis, (New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited, 1978). hlm. 3]

Oleh karena itu sosialisasi politik merupakan salah satu fungsi dari sistem politik yang harus dan wajib untuk dilakukan. Sosialisasi politik ini memiliki fungsi untuk menetapkan dan memelihara sistem politik itu sendiri. Dengan kata lain proses ini dilakukan untuk mendapatkan orientasi politik individu maupun masyarakat secara umum.

B. BATASAN MASALAH

1. Bagaimana konsep sosialisasi politik?

2. Bagaimana perkembangan sosialisasi politik?

3. Bagaimana sosialisasi dalam masyarakat?

C. LANDASAN TEORI

Menurut Dennis Kavanagh sosialisai politik adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan sebuah proses dimana seseorang mempelajari dan menegmbangkan orientasi politiknya.[footnoteRef:5] Pengertian sosialisasi diatas mengandung maksud bahwa sosialisasi politik merupakan suatu proses dimana seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik yang dilakukan dengan berbagai cara di masyarakat. Sosialisasi politik merupakan pewarisan nilai-nilai politik dari satu generasi ke generasi lain, disosialisasikan melalui agen-agen sosialisasi. Sosialisasi politik ini berperan dalam mengubah pertahanan dan bentuk budaya politik. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam melakukan sosialisasi politik di masyarakat yakni : [5: Dennis Kavanagh, Political Culture, (London: The Macmillan Press Ltd., 1974). hlm. 28]

1. Sosialisasi itu berjalan secara terus menerus selama hidup seseorang. Sikap-sikap terbentuk selama masa kanak-kanak yang berlanjut hingga dewasa dalam upaya pemahaman politik.

2. Sosialisasi politik dapat berwujud transmisi dan pengajaran yang langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi politik secara langsung kalau melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik secara eksplisit.[footnoteRef:6] [6: Gabriel A. Almond, Political Socialization and Culture, (Boston: Little, Brown and Company, 1974). hlm. 34]

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP SOSIALISASI POLITIK

Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff dalam bukunya menyebutkan bahwa sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik dalam beberapa hal merupakan konsep kunci sosiologi politik. [footnoteRef:7] [7: Michael Rush & Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005). hlm. 25]

Tiga definisi awal mengenai sosialisasi :

1. Pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku yang menanamkan pada individu keterampilan-keterampilan, motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peran-peran yang sekarang atau tengah diantisipasikan sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.

2. Segenap proses yang mana individu yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterimakan olehnya sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.

3. Komunikasi dengan dan dipelajari dari manusia lainnya dengan siapa individu itu secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum.

David Easton dan Jack Dennis dalam pembuatan dalih untuk suatu definisi netral mengenai sosialisasi politik, menyajikan suatu definisi yang efektif dan pendek. Mereka berdua mendefinisikan sosialisasi politik secara sederhana sebagai berikut :

Suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.

Bagaimana orientasi dan tingkah laku politik itu diperoleh serta hasilnya tetap merupakan bahan permasalahan penyelidikan.

B. FUNGSI SOSIALISASI POLITIK

Menurut Rush dan Althoff fungsi sosialisasi adalah sebagai berikut :

a. Melatih individu.

Sosialisasi politik melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik yang berlaku di dalam sebuah sistem politik. Misalnya di Indonesia menganut ideologi negara yaitu Pancasila. Oleh sebab itu sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi diberlakukan pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Ini merupakan proses pelatihan individu yang dilakukan oleh negara terhadap warga negaranya. Pelatihan ini memungkinkan individu untuk menerima atau melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah, mematuhi hukum, melibatkan diri dalam politik, ataupun memilih dalam pemilihan umum.

b. Memelihara sistem politik.

Selain untuk melatih individu, sosialisasi politik juga bertujuan untuk memelihara sistem politik dan pemerintahan yang resmi.

C. MEKANISME SOSIALISASI POLITIK

Transmigrasi nilai-nilai, pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan, sikap politik dan harapan politik kepada individu atau kelompok orang tertentu dilakukan melalui beberapa cara, antara lain :

a. Imitasi

Peniruan atau imitasi merupakan mekanisme sosialisasi yang paling dikenal oleh umat manusi. Apa yang dikenal dan dipahami oleh manusia. Apa yang dikenal dan dipahami pertama kali dalam hidup seorang anak manusia didapatkan melalui proses peniruan. Proses peniruan merupakan suatu transmisi awal terhadap nilai-nilai, pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan, sikap, dan harapan, termasuk dalam aspek politik dari kehidupan anak-anak oleh orang dewasa, terutama orang tua dalam keluarga.[footnoteRef:8] [8: Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Kencana, 2011). hlm. 166]

b. Instruksi.

Perintah atau instruksi merupakan penyampaian sesuatu yang berisi amar atau keputusan oleh orang atau pihak yang memiliki kekuasaan (ordinat) kepada orang yang tunduk atau dipengaruhi orang yang memiliki kekuasaan (subordinat) untuk dilaksanakan.[footnoteRef:9] Melalui instruksi, seorang individu diberitahu oleh orang lain mengenai posisinya di dalam sistem politik, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana, dan untuk apa. [9: Ibid. hlm. 168]

c. Motivasi

Melalui cara ini, individu langsung belajar dari pengalaman untuk membandingkan pendapat dan tingkah sendiri dengan tingkah orang lain. Dapat saja seorang individu yang besar dari keluarga yang beragama secara puritan, ketika besar ia bergabung dengan kelompok-kelompok politik yang lebih bercorak sekuler.[footnoteRef:10] Motivasi ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lingkungan dan pendidikan sehingga seseorang dari kecil dididik dengan kebiasaan tertentu akan berubah ketika sudah besar dan bertemu dengan lingkungan baru dan mengenyam pendidikan yang beragam. [10: M. Setiadi, Elly, dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Kencana, 2013). hlm. 173]

d. Diseminasi

Diseminasi politik sering dilakukan oleh para anggota legislatif dan aparat birokrasi untuk memberi tahu atau menyebarluaskan informasi tentang suatu agenda politk.[footnoteRef:11] [11: Damsar, Op. Cit. hlm. 169]

D. PERKEMBANGAN SOSIALISASI POLITIK

Sosialisasi anak-anak.

Masa kanak-kanak dan masa remaja. Bagaimana caranya anak-anak secara berangsur-angsur menyadari satu lingkungan yang lebih besar? Bagaimana caranya mereka itu semakin bertambah tanggap dalam mereaksi situasi-situasi khusus dan bagaimana seluruh pandangan mereka menjadi semakin berpautan dan semakin total, sedangkan sebelum itu masih bersifat terpotong-potong dan terbatas? Easton dan Dennis mengutarakan empat tahap dalam sosialisai politik diri pada anak-anak :

1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orangtua anak, presiden dan polisi

2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan eksternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.

3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik dan mereka yang impersonal, seperti Kongres, Mahkamah Agung, dan pemilu.

4. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini sehingga gambaran yang diidealisir mengenai pribadi-pribadi khusus seperti presiden atau seseorang anggota kongres telah dialihkan kepada kepresidenan dan kongres.

Robert Lane mensugesti bahwa terdapat tiga kepercayaan politik yang dapat diletakkan di dalam keluarga :

a. Dengan indoktrinasi terbuka (overt) dan indoktrinasi tertutup (Covert)

b. Dengan jalan menempatkan anak dalam satu konteks sosial khusus

c. Dengan jalan membentuk kepribadian anak.

Sosialisasi Orang Dewasa

Sosialisasi politik selama kehidupan orang dewasa belum banyak diteliti orang, sekalipun terdapat beberapa pembuktian yang muncul dari studi-studi-studi mengenai tingkah laku pemilihan atau elektoral, kesadaran kelas, pengaruh dari situasi-situasi kerja dan perkembangan ideologi. Walaupun demikian setidak-tidaknya adalah mungkin untuk mensugestikan bahwa bidang-bidang mengenai sosialisasi orang dewasa itu adalah penting.

Justru seperti halnya anak yang diantarkan secara bertahap kepada kontak dengan dunia di sekitar dirinya setahap demi setahap, demikian pula halnya dengan para remaja dan perubahan dari masa remaja menjadi dewasa, menunjukkan adanya suatu tahap lainnya yang penting dalam sosialisasi politik.

Pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap yang diperoleh seseorang selama masa kanak-kanak dan masa remaja akan diperbandingkan dengan pengalaman dan kehidupan semasa dewasa. Semua itu dapat diperkokoh, dirusak atau diubah oleh pengalaman, maka mensugestikan kebalikannya adalah sama dengan mengemukakan tingkah laku politik yang statis. Apabila proses sosialisasi orang dewasa tersebut cenderung memperkokoh tingkah laku masa kanak-kanak dan masa remaja, mungkin tingkat perubahan mungkin hanya terbatas pada bertambahnya konservatisme dengan semakin bertambah usia. Akan tetapi apabila terjadi konflik maka bisa berlangsung perubahan-perubahan radikal dalam tingkah laku politik sebagai akibatnya. Konflik sedemikian itu bisa mempunyai akar-akarnya sejak sosialisasi politik pada usia yang sangat muda, akan tetapi bisa juga berlangsung karena pengalaman-pengalaman sosialisasi di kemudian harinya.

E. SOSIALISASI POLITIK DALAM MASYARAKAT

1. SOSIALISASI POLITIK DALAM MASYARAKAT TOTALITER

Hanya dengan jalan membentuk kembali secara radikasi, ajaran, organisasi, dan pendidikan anak-anak muda, kita akan mampu menjamin bahwa hasilnya akan merupakan kreasi dari suatu masyarakat yang tidak akan sama dengan masyarakat lama, yaitu Masyarakat Komunis V.I.Lenin. Secara langsung tak langsung, semua pemerintah berusaha untuk mensosialisasikan para anggota masyarakat sampai derajat-derajat yang berbeda, dengan jalan mengontrol informasinya, akan tetapi dalam masyarakat totaliter pengontrolan tersebut meliputi segala-segalanya.

Satu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua Rusia, nilai-nilai itu adalah :

Tradisi : terutama agama, namun juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargan dan tradisi pada umumnya.

Prestasi : ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran materiil, mobilitas sosial.

Pribadi : kejujuran, ketulusan, keadilan, kemurahann hati.

Penyesuaian diri : bergaul dengan baik , menjauhkan diri dari kericuhan, keamanan dan ketentraman.

Intelektual : belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.

Poloitik : sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayan-kepercayaan berkaitan dengan pemerintah.[footnoteRef:12] [12: Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosisologi Politik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005). hlm. 95]

2. SOSIALISASI POLITIK DALAM MASYARAKAT PRIMITIF

Dalam masyarakat primitif peranan sosialisasi pasa umumnya tampak paling jelas, khususnya dalam masyarakat yang tengah atau telah cukup lama berdiri untuk menegakkan tradisi-tradisi kemasyarakatan yang kuat, yang menetapkan struktur dan peranan-peranan masyarakat. Betapapun juga, proses sosialisasi pada masyarakat primitif banyak sekali bedanya, walaupun mereka, seperti yang telah diperlihatkan oleh Le Vine, memiliki ciri-ciri umum tertentu yang sama.

Le Vine menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya barat-daya, kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak tersentralisir dan sifatnya patriakis.[footnoteRef:13] [13: Ibid. hlm. 101]

3. SOSIALISASI POLITIK DALAM MASYARAKAT BERKEMBANG

Vine mengemukakan bahwa ada 3 faktor penting dalam sosialisai ditengah masyarakat-masyarakat berkembang :

Pertumbuhan penduduk dinegara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka untuk memodernisir keluarga tradisional lewat industrialisasi dan pendidikan.

Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada yang disebut belaknagan ini, namun si ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi dini dari anak.

Adalah mungkin bahwa pengaruh urbanisasi yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menyumbangkan nilai-nilai tradisional, paling sedikitnya secara parsial juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai kedalam daerah-daerah perkotaan, khusunya dengan pembentukan komunitas-komunitas kesukuan dan etnis didaerah-daerah ini. [footnoteRef:14] [14: Ibid. hlm. 108]

Bukti yang disajikan mengenai sosialisai politik, mengsugestikan bahwa beberapa proses sedemikian itu memang perlu, bahwa mungkin tidak bisa dihindari. Tidak ada pemutusan hubungan dengan masa lalu yang lebih sempurna. Suatu elemen kesinambungan akan tetap ada, sekalipun telah menghasilkan perubahan-perubahan yang fundamental dan bisa menjangkau masa jauh. Dalam uasahanya untuk melupakan masa lampaunya, betapapun berbedanya masa depan itu dengan masa yang telah lewat, masayarakat itu akan tetap dipengaruhi oleh masa lalunya. Oleh karena itu sosialisasi politik jelas erat sekali terlibat dalam proses perubahan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam melakukan sosialisasi politik terhadap anak, perlu diperhatikan bahwa untuk tahap awal berikan anak pemahaman berupa pengenalan yang kemudian dilanjutkan dengan perkembangan. Pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap yang diperoleh seseorang selama masa kanak-kanak dan masa remaja akan diperbandingkan dengan pengalaman dan kehidupan semasa dewasa.

Dalam masyarakat totaliter, kontrol sosialisasi politik dipegang dan dikontrol secara menyeluruh oleh pemerintah. Dalam masyarakat primitif peranan sosialisasi pada umumnya tampak paling jelas, khususnya dalam masyarakat yang tengah atau telah cukup lama berdiri untuk menegakkan tradisi-tradisi kemasyarakatan yang kuat, yang menetapkan struktur dan peranan-peranan masyarakat. Sedangkan dalam masyarakat berkembang sosialisasi politik dapat terlihat sangat jelas terlibat dalam setiap proses perubahan atau perkembangan masyarakat.

B. SARAN

Dalam melakukan sosialisasi politik terhadap anak-anak, kita lebih cenderung menggunakan mekanisme imitasi, dalam melakukan cara imitasi perlu diperhatikan bahwa anak sangat mudah mengikuti apa yang diketahui dan dilihatnya, sehingga dalam melakukan sosialisasi politik hendaklah dilakukan dengan benar dan tidak menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma.

Untuk fase remaja sangat diharapkan untuk menyaring informasi politik agar tidak mudah terdoktrin oleh pendapat-pendapat politik yang menyimpang. Karena pada fase remaja dapat dikatakan fase yang sangat rentan.

DAFTAR PUSTAKA

Almond, Gabriel A. and Coleman, James S., The Politics of The Develoving Areas, New York: Princeton University, 1960

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1977.

Easton, David. A Framework For Political Analysis, New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited, 1978.

Haryanto, Sistem Politik Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1982.

Kavanagh, Dennis. Political Culture, London: The Macmillan Press Ltd., 1972.

Rush, Michael and Althoff, Philip. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005.

14