makalah skillab

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum ditemukan vitamin yang larut dalam lemak, orang menduga bahwa lemak hanya berfungsi sebagai sumber energi. Vitamin yang larut dalam lemak biasanya ditimbun dalam tubuh dan karenanya tidak perlu disediakan setiap hari dalam makanan. Absorbsi vitamin larut lemak yang normal ditentukan oleh absorbsi normal dari lemak. Gangguan absorbsi lemak yang disebabkan oleh gangguan sistim empedu akan menyababkan gangguan absorbsi vitamin–vitamin yang larut lemak. Setelah diabsorbsi, vitamin ini dibawa ke hepar dalam bentuk kilomikron dan disimpan di hepar atau dalam jaringan lemak. Di dalam darah, vitamin larut lemak diangkut oleh lipoprotein atau protein pengikat spesifik (Spesific Binding Protein), dan karena tidal larut dalam air, maka ekskresinya lewat empedu, yang dikeluarkan bersama-sama feses. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam makalah ini kami akan membahas tentang defisiensi vitamin A dan permasalahannya. 1.3 Tujuan Mahasiswa mengerti dan memahami tentang : 1

Transcript of makalah skillab

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSebelum ditemukan vitamin yang larut dalam lemak, orang menduga bahwa lemak hanya berfungsi sebagai sumber energi. Vitamin yang larut dalam lemak biasanya ditimbun dalam tubuh dan karenanya tidak perlu disediakan setiap hari dalam makanan.Absorbsi vitamin larut lemak yang normal ditentukan oleh absorbsi normal dari lemak. Gangguan absorbsi lemak yang disebabkan oleh gangguan sistim empedu akan menyababkan gangguan absorbsi vitaminvitamin yang larut lemak. Setelah diabsorbsi, vitamin ini dibawa ke hepar dalam bentuk kilomikron dan disimpan di hepar atau dalam jaringan lemak. Di dalam darah, vitamin larut lemak diangkut oleh lipoprotein atau protein pengikat spesifik (Spesific Binding Protein), dan karena tidal larut dalam air, maka ekskresinya lewat empedu, yang dikeluarkan bersama-sama feses. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam makalah ini kami akan membahas tentang defisiensi vitamin A dan permasalahannya.1.3 TujuanMahasiswa mengerti dan memahami tentang :a. Pengertian umum vitaminb. Vitamin Ac. Permasalahan seputar defisiensi vitamin A

1.4 Manfaat a. Mahasiswa mengetahui tentang vitamin A dan seputar permasalahannyab. Dalam rangka melaksanakan tugas akhir semester yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Vitamin

2.1.1 TerminologyVitamin (bahasa Inggris: vital amine, vitamin) adalah sekelompok senyawa organik amina berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme, yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh.Nama ini berasal dari gabungan kata bahasa Latin vita yang artinya hidup dan amina (amine) Amine : istilah untuk zat organik yang saling tidak berhubungan .

2.1.2 pengertian Vitamine adalah Molekul organik yang didalam tubuh memeiliki fungsi yang sangat bervariasi,dibutuhkan didalam tubuh dalam jumlah sedikit(micronutrient)biasanya tidak disentesis dalam tubuh,jika dapat disintesis jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan. Vitamin dalam arti luas adalah senyawa organic, bukan karbohidrat lemak maupun protein,yang peranan vital untuk berjalannya fungsi tubuh yang normal, meskipun dibutuhkan dalam jumlah kecil.Vitamin adalah zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena berperan membantu proses metabolism tubuh yang normal. Beberpa vitamin tidak dapat dibuat tubuh dalam jumlah cukup, sehingga harus dilengkapi dari bahan pangan. Defisiensi vitamin tertentu akan menyebabkan berkembangnya sindrome yang spesifik untuk tiap-tiap vitamin.

2.1.3 KlasifikasiBiasanya vitamin digolongkan dalam 2 golongan, yaitu:1. Golongan yang larut dalam air, misal: vitamin B kompleks dan vitamin C2. Golongan yang larut dalam lemak, misal: vitamin A, D, E dan K.

2.2 Vitamin A2.2.1 PengertianVitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar (esensial). Vitamin A dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk prekusor (provitamin). Provitamin A terdiri dari , , dan - karoten. karoten merupakan pigmen kuning dan salah satu jenis antioksidan yang memegang peran penting dalam mengurangi reaksi berantai radikal bebas dalam jaringan. Struktur kimia karoten ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur kimia karoten

2.2.2 Struktur Kimia Vitamin AVitamin A terdiri dari 3 biomolekul aktif, yaitu retinol, retinal (retinaldehyde) dan retinoic acid (Gambar 2.2)

Gambar 2.2. Tiga biomolekul aktif vitamin A2.2.3 Sifat Vitamin ATumbuh-tumbuhan tidak mensintesis vitamin A, akan tetapi manusia dan hewan mempunyai enzim di dalam mukosa usus yang sanggup merubah karotenoid provitamin A menjadi vitamin A. Dikenal bentuk-bentuk vitamin A, yaitu bentuk alkohol, dikenal sebagai retinol, bentuk aldehid disebut retinal, dan berbentuk asam, yaitu asam retinoat.Retinol dan retinal mudah dirusak oleh oksidasi terutama dalam keadaan panas dan lembab dan bila berhubungan dengan mineral mikro atau dengan lemak. Retinol tidak akan berubah dalam gelap, sehingga bisa disimpan dalam bentuk ampul, di tempat gelap, pada suhu di bawah nol. Retinol juga sukar berubah, jika disimpan dalam tempat tertutup rapat, apalagi disediakan antioksidan yang cocok. Vitamin dalam bentuk ester asetat atau palmitat bersifat lebih stabil dibanding bentuk alkohol maupun aldehid. Secara kimia, penambahan vitamin E dan antioksidan alami dari tanaman bisa melindungi vitamin A dalam bahan makanan.Di dalam praktek, terutama dalam penyimpanan, vitamin A bersifat tidak stabil. Guna menciptakan kestabilannya, maka dapat diambil langkah-langkah, yaitu secara kimia, dengan penambahan antioksidan dan secara mekanis dengan melapisi tetesan-tetesan vitamin A dengan lemak stabil, gelatin atau lilin, sehingga merupakan butiran-butiran kecil. Melalui teknik tersebut, maka sebagian besar vitamin A bisa dilindungi dari kontak langsung dengan oksigen.

2.2.4 Fungsi Vitamin 1. PenglihatanVitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Di dalam mata, retinol (bentuk vitamin A yang terdapat di dalam darah) dioksidasi menjadi retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk rodopsin (suatu pigmen penglihatan). Rodopsin terdapat pada sel khusus di dalam retina mata yang dinamakan rod. Mata membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan dapat melihat dari ruangan dengan cahaya terang ke ruangan dengan cahaya remang-remang. Kecepatan mata untuk beradaptasi, berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk rodopsin. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki gangguan penglihatan tersebut.2. Pembentukan mukusMukus melindungi sel-sel epitel dari mikroorganisme dan partikel lain yang berbahaya. Di bagian atas saluran pernapasan, sel-sel epitel secara terus-menerus menyapu mukus keluar, sehingga benda-benda asing yang mungkin masuk akan terbawa keluar. Bila terjadi infeksi, sel-sel goblet akan mengeluarkan lebih banyak mukus yang akan mempercepat pengeluaran mikroorganisme tersebut. Kekurangan vitamin A menurunkan kemampuan sel-sel kelenjar memproduksi mukus dan akan digantikan oleh sel-sel epitel yang bersisik dan kering. Hal tersebut menyebabkan kulit menjadi kering dan kasar serta luka sukar sembuh. Membran mukosa yang tidak dapat mengeluarkan cairan mukus dengan sempurna akan mudah terserang bakteri (infeksi).3. Fungsi kekebalanVitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh manusia . Sistem kekebalan membantu mencegah atau melawan infeksi dengan cara membuat sel darah putih yang dapat menghancurkan berbagai bakteri dan virus berbahaya. Retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B, yaitu leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral.4. Pertumbuhan dan perkembanganVitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, sehingga berperan terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email gigi. Pada orang yang kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak-anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan pertumbuhan.

5. ReproduksiVitamin A dalam bentuk retinol dan retinal berperan pada proses reproduksi. Pembentukan sperma, pembentukan sel telur, dan perkembangan janin di dalam kandungan, semuanya membutuhkan vitamin A dalam bentuk retinol. Rendahnya status vitamin A saat hamil akan berdampak pada keguguran atau kesukaran dalam melahirkan. Kebutuhan vitamin A saat hamil meningkat untuk memenuhi kebutuhan janin dan persiapan menyusui.6. Pencegahan kankerKemampuan retinoid dalam memengaruhi perkembangan sel epitel dan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan, berpengaruh terhadap pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara, dan kantong kemih. Betakaroten bersama dengan vitamin E dan C telah berperan aktif sebagai antioksidan untuk mencegah berbagai kanker.

2.2.5 Sumber Vitamin AVitamin A banyak terkandung dalam minyak ikan. Vitamin A1 (retinal), terutama banyak terkandung dalam hati ikan laut. Vitamin A2 (retinol) atau 3-dehidro retinol, terutama terkandung dalam hati ikan tawar. Vitamin A yang berasal dari minyak ikan, sebagian besar ada dalam bentuk ester.Vitamin A juga terkandung dalam bahan pangan, seperti mentega (lemak susu), kuning telur, keju, hati, hijauan dan wortel. Warna hijau tumbuh-tumbuhan merupakan petunjuk yang baik tingginya kadar karoten. Buah-buahan berwarna merah dan kuning, seperti cabe merah, wortel, pisang, pepaya, banyak mengandung provitamin A, -karoten. Untuk makanan, biasanya vitamin A terdapat dalam makanan yang sudah difortifikasi (ditambahkan nilai gizinya). Angka kecukupan vitamin A rata-rata yang dianjurkan perorang perhari:

2.2.6 Metabolisme Vitamin AVitamin A dan -karoten diserap dari usus halus dan sebagian besar disimpan di dalam hati. Bentuk karoten dalam tumbuhan selain , adalah , -karoten serta kriptosantin. Setelah dilepaskan dari bahan pangan dalam proses pencernaan, senyawa tersebut diserap oleh usus halus dengan bantuan asam empedu (pembentukan micelle). Vitamin A dan karoten diserap oleh usus dari micelle secara difusi pasif, kemudian digabungkan dengan kilomikron dan diserap melalui saluran limfatik, kemudian bergabung dengan saluran darah dan ditransportasikan ke hati. Di hati, vitamin A digabungkan dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinil-palmitat. Bila diperlukan oleh sel-sel tubuh, retinil palmitat diikat oleh protein pengikat retinol (PPR) atau retinol-binding protein (RBP), yang disintesis dalam hati. Selanjutnya ditransfer ke protein lain, yaitu transthyretin untuk diangkut ke sel-sel jaringan. Vitamin A yang tidak digunakan oleh sel-sel tubuh diikat oleh protein pengikat retinol seluler (celluler retinol binding protein), sebagian diangkut ke hati dan bergabung dengan asam empedu, yang selanjutnya diekskresikan ke usus halus, kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui feses. Sebagian lagi diangkut ke ginjal dan diekskresikan melalui urine dalam bentuk asam retinoat.Karoten diserap oleh usus seperti halnya vitamin A, sebagian dikonversi menjadi retinol dan metabolismenya seperti di atas. Sebagian kecil karoten disimpan dalam jaringan adiposa dan yang tidak digunakan oleh tubuh diekskresikan bersama asam empedu melalui feses.

2.2.7 Defisiensi Vitamin A 2.2.7.1 Pengertian Defisiensi Vitamin ADefisiensi vitamin A adalah suatu keadaan dimana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang. Pada tahap awal ditandai dengan gejala rabun senja atau kurang dapat melihat pada malam hari. Gejala tersebut juga ditandai dengan menurunnya kadar serum retinol dalam darah (kurang dari 20 ug/dl). Pada tahap selanjutnya terjadi kelainan jaringan epitel dari organ tubuh seperti paru-paru, usus, kulit, dan mata. Gambaran yang khas dapat langsung terlihat pada mata.2.2.7.2 etiologi Konsumsi vitamin A dalam makanan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan tubuh dalam jangka waktu lama. Proses penyerapan makanan dalam tubuh terganggu karena infeksi cacing, diare, rendahnya konsumsi lemak, protein, dan seng (Zn). Terdapat gangguan konversi provitamin A menjadi vitamin A. Kerusakan hati.2.2.7.3 faktor risikoFaktor risiko Defisiensi vitamin AFaktor sosial ekonomi, budaya, & pelayanan kesehatan yang tidak mendukung :1. Kurang kesediaan pangan sumber vitamin A. 2. Kemampuan daya beli yang rendah. 3. Kurangnya pengetahuan. 4. Pola dan cara makan tidak seimbang. 5. Cakupan imunisasi dan cakupan distribusi kapsul vitamin A rendah. Faktor individu (biologis): 1) Anak dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) 2) Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun. 3) Anak yg tidak mendapat MP-ASI yg cukup baik mutu maupun jumlahnya. 4) Anak kurang gizi.5) Anak yang tidak pernah mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi. Faktor geografis:1) Sulitnya akses ke sarana pelayanan kesehatan. 2) Daerah tandus,sering paceklik.3) Keadaan darurat karena bencana alam, perang,& kerusuhan.

2.2.7.4 gejala klinis1. Buta senjaSalah satu tanda awal defisiensi vitamin A adalah buta senja, yaitu ketidakmampuan menyesuaikan penglihatan dari cahaya terang ke cahaya yang samar-samar. Buta senja ditandai dengan kesulitan melihat dalam cahaya remang atau senja hari. Ketidakcukupan konsumsi vitamin A menyebabkan simpanan dalam tubuh menipis, sehingga kadarnya di dalam darah menurun dan tidak mencukupi kebutuhan retina mata untuk pembentukan rodopsin(pigmen penglihatan).

2. Perubahan pada mataKornea mata dapat terpengaruh oleh kekurangan vitamin A. Tandatandanya antara lain kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata, sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea. Tanda-tanda ini diikuti dengan pemburaman serta pelepasan sel-sel epitel kornea, yang berakibat pada pelunakan dan pecahnya kornea. Mata juga dapat terkena infeksi. Gejala paling ringan disebut xerosis konjungtiva.Defisiensi lebih lanjut menyebabkan xerosis kornea, yaitu kornea menjadi kering dan kehilangan kejernihannya. Tahap akhir dari gejala mata yang terinfeksi adalah keratomalasia (kornea melunak dan dapat pecah), sehingga menyebabkan kebutaan total.3. InfeksiDefisiensi vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun, sehingga mudah terserang infeksi. Kekurangan vitamin A menyebabkan lapisan sel yang menutupi paru-paru tidak megeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme, bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan infeksi. Jika hal ini terjadi pada permukaan dinding usus halus, akan menyebabkan diare.Defisiensi vitamin A juga dapat menyebabkan perubahan pada permukaan saluran kemih dan kelamin, sehingga menimbulkan infeksi pada ginjal, kantong kemih, dan vagina. Defisiensi vitamin A pada anak-anak menyebabkan komplikasi pada campak yang berakhir dengan kematian. Karena itu, vitamin A disebut vitamin anti infeksi.4. Perubahan pada kulitDefisiensi vitamin A menyebabkan kulit kering dan kasar. Folikel rambut juga menjadi kasar dan mengeras. Karena itu, asam retinoat sering diusapkan ke kulit untuk menghilangkan kerutan pada kulit, jerawat, dan kelainan kulit lainnya. Kulit tampak kering dan bersisik seperti ikan terutama pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang. 5. Gangguan pertumbuhanDefisiensi vitamin A dapat menghambat pertumbuhan sel. Defisiensi vitamin A dapat menghambat fungsi sel-sel yang membentuk email gigi, mengakibatkan gigi mudah rusak.

2.2.7.5 Diagnosa Defisiensi vitamin A dapat di diagnosa berdasarkan gejala-gejala buta senja, kelainan mata (xeroftalmia, keratomalasia), kelaianan kulit dan kadar vitaminA atau kerotin dalam plasma yang rendah.

2.2.7.6 Pemeriksaan FisikPemeriksaan untuk defisiensi vitamin A dapat dilakukan dengan cara inspeksi dan memperhatikan gejala awal yang khas. a. buta senja Cara mendeteksi buta senja pada anak-anak:a. Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/menabrak benda didepannya, karena tidak dapat melihatb. Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan di tempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannyaPEMERIKSAAN ADAPTOMETRI GELAPPemeriksaan ke kurang an vitamin A dengan adaptometri gelap menggunakan alat iluminator yang dibuat di Laboratorium Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Iluminator terdiri dari dua lampu LED (light emitting diode) yang digunakan untuk pemeriksaan. Lampu pertama memancarkan cahaya kuning-hijau dengan panjang gelombang 572 nanometer. Lampu itu memiliki spesifi kasi 22 tingkatan rentang intensitas cahaya mulai dari -1,208 sampai dengan 1,286 log candela per meter persegi (log cd/m2). Sedangkan lampu kedua memancarkan cahaya kuning-merah dengan panjang gelombang 626 nanometer.CARA : Sebelum pemeriksaan, pasien menjalani binocular partial bleach, cahaya terang ditimpakan pada mata dengan menggunakan blitz kamera. Selanjutnya, pasien akan diminta untuk beradaptasi dengan kondisi gelap selama 10 menit di suatu ruangan yang telah dibuat gelap. Jendela-jendela yang ada di ruangan itu ditutup dengan menggunakan kain hitam. Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi seseorang yang berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf berukuran tinggi 10 sentimeter dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam pada kertas putih. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan meletakkan lampu kuning-hijau dengan wadah berbentuk corong di hadapan mata kiri. Bentuk corong tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menutup mata kiri.Sedangkan lampu kuning merah diarahkan dari sisi temporal atau samping mata kanan untuk memberikan iluminasi (datangnya cahaya ke suatu objek) yang mempermudah pengamatan respons pupil mata kanan.Pengamatan mata sebelah kanan itu dilakukan dengan bantuan lup 2,5 kali pembesaran. Saat pemeriksaan, perhatian subjek diarahkan pada suatu objek berluminasi yang diletakkan pada jarak enam meter.Pada mata kiri diberikan stimulus cahaya kuninghijau selama satu detik mulai dari intensitas terkecil. Intensitas stimulus dinaikkan bertahap mulai dari intensitas cahaya paling rendah dengan selang interval 10 detik hingga pupil (mata sebelahnya) memberikan respons mengecil yang dapat dilihat dengan jelas oleh pemeriksa. Pada dua pengujian berturut-turut, hasil yang didapat dicatat pada formulir data subjek. Pemeriksaan yang sama dilakukan pada mata kanan

b. Xeroftalmia Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa latin) berarti mata kering, karena terjadi kekeringan pada selaput selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.Pengertian mata sehat dapat diartikan sehat secara fisik maupun secara fungsi. Sehat secara fungsi adalah dapat melihat dengan baik tanpa memerlukan bantuan seperti kacamata. Sedangkan apabila sehat secara fisik terlihat keadaan mata dari luar baik-baik, namun demikian sehat secara fisik belum tentu sehat secara fungsi.Tetapi pada umumnya mata sehat dapat diketahui dari luar, dimana mata terlihat cerah dan bersinar. Untuk mengetahui apabila ada kelainan pada mata perlu pemeriksaan mata dari dekat yang memerlukan bantuan sinar senter atau lampu. Mata yang sehat dapat diketahui, apabila dari pemeriksaan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: Kornea benar-benar jernih & letaknya di tengah (simetris) antar kedua mata. Bagian yang putih benar-benar putih Pupil (orang-orangan mata) benar-benar terlihat hitam, jernih dan ada reflek cahaya, mengecil bila ada sinar. Kelopak mata dapat membuka dan menutup dengan baik Bulu mata teratur dan mengarah keluar Tidak ada secret atau kotoran pada mata Tidak ada benjolan pada kelopak mataDiagnosa Xeropthalmia1. Anamnesa, dilakukan untuk mengetahui faktor resiko tinggi yang menyebabkan anak rentan menderita xerofthalmia.a. Identitas penderita Nama anak Umur anak Jenis kelamin Jumlah anak dalam keluarga Jumlah anak balita dalam keluarga Anak keberapa Berat lahir: normal/ BBLRb. Identitas orangtua Nama ayah/ ibu Alamat / tempat tinggal Pendidikan Pekerjaan Status perkawinan

2. Keluhan penderitaa. Keluhan utamaIbu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari ( buta senja) atau ada kelainan pada matanya. Kadang-kadang keluhan utama tidak berhubungan dengan kelainan pada mata seperti demam.b. Keluhan tambahanTanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya?Upaya apa yang telah dilakukan untuk pengobatannya?

3. riwayat penyakit yang diderita sebelumnya apakah pernah menderita campak dalam waktu < tiga bulan? Apakah anak sering menderita diare dan atau ISPA? Apakah anak pernah menderita pneumonia? Apakah anak pernah menderita inferksi cacingan? Apakah anak pernah menderita tuberkulosis?

4. Kontak dengan pelayanan kesehatanTanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi, mendapat suplementasi kapsul vitamin A dosisi tinggi dan memeriksakan kesehatan baik diposyandu atau puskesma ( cek dalam buku KIA/KMS anak).

5. Riwayat pola makan anak Apakah anak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan Apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan. Sebutkan jenis-jenis frekuensi pemberiannya? Bagaimana cara memberikan makan pada anak : sendiri / disuapi ?

6. Pemeriksaan fisikDilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukan diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari:a. Pemeriksaan umumDilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xerofthalmia seperti: gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri dari: AntropometriPengukuran berat badan dan tinggi badan Penilaian status giziApakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk Pemeriksaaan matanya apakah ada tanda-tanda xerofthalmia Kelainan pada kulit: kering atau bersisik

b. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan mata untuk melihat tanda xerofthalmia dengan menggunakan senter yang terang. (bila ada,menggunakan loop).Gejala klinis defesiensi vitamin A pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG, 1996 sebagai berikut: Buta Senja (Hemeralopia, nyctalopia) XN Xerosis Konjunctiva XIA Xerosis Konjunctiva disertai bercak bitot XIB Xerosis Kornea X2 Keratomalasia atau Ulserasi Kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea X3A Keratomalasia atau Ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea X3B Jaringan Parut Kornea (Sikatriks/scar) XS Fundus Xeroftalmia dengan gambaran seperti cendol - XFXN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi keratomalasia.X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).Buta Senja = Rabut Senja = Rabun Ayam = XNTanda-tanda:

a. Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retinab. Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang- remang setelah lama berada di cahaya terangc. Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja. Xerosis Konjungtiva = XIA

Tanda-tanda:a. Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusamb. Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna kecoklatanXerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot = X1BTanda-tanda:a. Tanda-tanda xerosis konjunctiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.b. Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakatDalam Keadaan Berat: a. Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctivab Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerutc. Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik

Xerosis Kornea = X2

Tanda tanda:a. Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai korneab. Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasarc. Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan sistemik lain)Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3A, X3B

Tanda-tanda:a. Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkusb. Tahap X3A: bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan korneac Tanap X3B: bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan kornead. Keadaan umum penderita sangat buruke. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan peforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.Xeroftalmia Scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) korneaKornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

Xeroftalmia Fundus (XF)Dengan Ophalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol.

7. Pemeriksaaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa kekurangan vitamin A, bisa secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut resiko tinggi untuk menderita defesiensi vitamin A. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah serum retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA subklinis Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain yang dapat memperparah seperti pada: Pemeriksaan darah malaria Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan fungsi hati Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau TBC. Pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta pemeriksaan darah yang diperlukan untuk diagnosa pentakit penyerta Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumahsakit/ Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan saran alaboratorium.PEMERIKSAAN DARAHPemeriksaan kadar vitamin A dengan HPLCCara kerja:1. 260 uL serum ditambah 250 uL etenol ditambah 250 uL standart ( retinol asetat) ditambah 500 uL hexane, di vortex selama tiga menit kemudian di sentrifuge 10 menit dengan kecepatan 100rpm.2. Ambil cairan yang mengandung vitamin A3. Keringkan dengan nitrogen sampai kering4. Tambahkan metanol 250 uL kemudian di fortexPrinsip Retinol dibebaskan dari retinol dinding protein dengan menambahkan etanol, mengencerkan plasma dan mengekstrasi dengan hexan. Ekstranya dipisahkan dengan HPLC straight phase pada kolom gel silica. Deteksi dilakukan pada panjang gelombang yang sesuai. 20 ul komponen yang diperiksa diinjeksi kedalam infektor. Komponen yang diperiksa akan masuk alat ( infektor). Pelarut ( fase gerak) akan membawa komponen kedalam kolom. Sepanjang kolom terjadi distribusi komponen. Pelarut ( fase gerak) yang bersifat folar cenderung menarik komponen folar. Komponen yang telah dipisahkan dalam kolom dibawa ke detektor ( 330), konsentrasi dicatat oleh recorder. Komponen meninggalkan kolom dalam bentuk simetris dan digambarkan didalam kolom sebagai kurva yang berbentuk lonceng yang simetris. Setiap kurva keluar dari kolom dalam waktu yang tertentu ( waktu retensi= t) dihitung dari sejak infeksi sampai saat maksimum komponen meniggalkan kolom. Makin besar perbedaan waktu retensinya berarti makin mudah dipisahkan.Nilai rujukan: 20-233 ug/dL (0,84-8,1umol/L)

2.2.7.7 PengobatanHasil percobaan yang dilakukan beberapa tahun yang lalu di Bagian Ilmu Kesehtan Anak FKUI-RSCM Jakarta (Poeydan Harmanses, 1963) menunjukkan bahwa gejala defesiensi vitamin A menghilang dengan pemberian vitamin A sebanyak 100.000 SI sekaligus parental dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian vitamin A-D drops peroral. Untuk mereka yang dirawat di rumah sakit, dianjurkan tambahan 20.000 SI vitamin A parental setipa minggu. Salep mata yang mengandung antibiotika dapat diberikan beberapa kali sehari bilamana terdapat kelainan pada kornea.Cara baru pengobatan yang dianjurkan oleh WHO/ Unicef terhadap semua penderita xeroftalamin di atas 1 tahun ialah sebgai berikut: Segera setelah ditegakkan diagnosa diberikan vitamin A : 200.000 SI peroral atau 100.000 SI intramuskulus Pada hari kedua diberikan 200.000 SI peroral.Untuk bayi (di bawah 1 tahun) diberikan separuh dari dosis tersebut di atas. Untuk pemberian peroral dianjurkan menggunakan apreparat retinol yang terlarut dalam minyak, sedangkan untuk pemberian secara suntik diberikan preparat retinol water-miscible.Anjuran pada orang tua penderita untu memberikan lebih banyak bahan makanan yang mengandung banyak vitamin A atau provitamin A akan menghindarakan timbulnya kembali gejala defisiensi vitamin A.Selama kornea belum mengalami banyak perubahan, kelainan mata akibat defisiensi vitamin A akan menghilang setelah pengobatan. Jika sudah terjadi keratomalasia dan perforasi kornea, maka penyembuhannya tidak akan sempurna dan daya pengelihatan anak akan berkurang atau hilang sama sekali.

2.2.7.8 Pencegahan Berikan ASI Eksklusif kepada bayi sampai berumur 6 bulan dan ASI hingga berumur 2 tahun disertai dengan pemberian MP-ASI yang cukup dan berkualitas. Konsumsi makanan dgn gizi seimbang & kaya vitamin A dlm menu makanan sehari-hari. Cegah kecacingan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Mengobati penyaki penyebab serta penyerta Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A/ provitamin A secara terus menerus. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (>30 hari) 200.000 SI Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi.

KESIMPULANSeseorang yang menderita vitamin A disebabkan karena kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A atau intake makanan yang tidak cukup. defisiensi vitamin A dapat berlanjut menjadi masalah yang serius seperti rabun senja, xeropthalmia maupun kebutaan. hal ini dapat diketahui melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. keadaan defisiensi vitamin A dapat dicegah dengan mengkonsumsi vitamin A sesuai kebutuhan umur.

DAFTAR PUSTAKA Sumber :http://www.pediatrik.com/ Muray,k robert.2009,biokimia harper,jakarta:EGC Rahayu,dwi imbang,2007,klasifikasi,fungsi dan metabolisme vitamin,jakarat Departemen kesehatan RI derektorat jendral bina kesehatan masyarakat, deteksi dan tatalaksana kasus xerofthalmia: pedoman bagi tenaga kesehatan, jakarta: departemen kesehatan 2003.

22