Makalah Skenario 5

Click here to load reader

description

Blok 30

Transcript of Makalah Skenario 5

Etika Profesi Kedokteran Dan Hak PasienRichard Simak102011051Mahasiswa Fakultas Kedokteran UkridaFakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

PENDAHULUAN

Seorang dokter memiliki kewajiban yang sangat mulia yaitu berusaha memberikan pengobatan yang paling adekuat untuk pasien-pasiennya. Kewajiban ini senantiasa dilaksanakan oleh dokter dimanapun. Akan tetapi dalam melaksanakannya dokter tidak selalu mendapat persetujuan dari pasien, atau terkadang apa yang direncanakan dan dianjurkan dokter tidak dapat atau tidak mau dituruti oleh pasien, sekalipun apa yang dianjurkan dokter tersebut adalah pilihan terbaik untuk kesembuhan pasien tersebut. Pada kasus seperti pada scenario 5 diketahui seorang pasien berusia 62 tahun datang kerumah sakit dengan karsinoma kolon yang telah terminal.Pasien masih cukup sadar berpendidikan cukup tinggi.Ia memahami benar posisi kesehatanya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini.Ia juga memiliki pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya hanya memperpanjang penderitaannya saja.Oleh karena itu ia meminta kepada dokter apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa antibiotika, tanpa peralatan ICU dll), dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar.Namun ia tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan. Kasus pada scenario 5 tersebut adalah salah satu contoh dimana pasien memilih utntuk tidak mengikuti terapi yang lazim dilakukan. Pada kasus seperti itu terkadang dokter bingung apakah harus mengikuti kehendak pasien atau tetap menjalankan terapi yang seharusnya, oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kasus tersebut.

Etika Profesi Kedokteran

Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etik diperlukan empat kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules dibawahnya.Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah1 ;

Prinsip otonomi: yaitu prinsip moral menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self-determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent. Prinsip beneficence: iaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan sahaja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari sisi buruknya (mudharat). Prinsip non-maleficence: yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal juga sebagai primum non nocere atau above all do no harm. Prinsip justice: iaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).1

ASPEK HUKUMSanksi Hukum Pidana1,2

Pasal 359 KUHPBarangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain , diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

Pasal 360 KUHP1. Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan orang lain menderita luka berat,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun1. Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalankan jabatan atau perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah1,2

SANKSI HUKUM PERDATA

Pasal 1338 KUH Perdata1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.1. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.1. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikadbaik

Pasal 1365, 1366 dan 1370 KUHP Perdata dan UU Kesehatan 54 dan 55 mencantumkan mengenai sanksi terhadap kerugian yang disebabkan oleh kelalaian.

Pasal 1365 KUH PerdataTiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH PerdataSetiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya , tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalainnnya ataukurang hati hatinya

Pasal 1370 KUH PerdataDalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain ) dengan sengaja atau kurang hati hatinya seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau korban orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hakuntuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan .

Pasal 54 UU Kesehatan1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.1. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.1. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja MDTK ditetapkan oleh Keppres.

Pasal 53 Undang-Undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan(1) Tenagakesehatanberhakmemperolehperlindunganhukumdalammelaksanakantugas sesuai dengan profesinya.(2) Tenagakesehatan dalammelakukan tugasnyaberkewajiban untukmemenuhi standar profesi dan mengormati hak pasien.(3) Tenaga kesehatan,untukkepentingan pembuktian,dapatmelakukantindakanmedisterhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yangbersangkutan.(4) Ketentuan mengenai standarprofesi dan hak hak pasien sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2)ditetapkan denganPeraturan Pemerintah.

Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang KesehatanSetiap orang berhak atas ganti rugi akibatkesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

Pasal 344 KUHP membicarakan sanksi terkait euthanasia:

Pasal 344 KUHPBarang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang paling jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

KODE ETIK KEDOKTERANKewajiban Umum2

Pasal 7Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.(1) Pasal 7aSeorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.(2) Pasal 7cSeorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien(3) Pasal 7dSetiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Keterangannya:Segala perbuatan dokter terhadap pasien bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiannya. Dengan sendirinya ia harus mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia.

Hal ini berarti, menurut Kode Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan:

1. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)1. Mengakhiri kehidupan seseorang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).

Pada suatu saat seorang dokter mungkin mengalami penderitaan yang tidak tertahankan, seperti pada kasus ini, kanker dalam stadium terminal. Orang yang berpendirian pro euthanasia dalam butir c, akan mengajukan supaya pasien diberikan morfin dalam dosis letal supaya ia bebas dari penderitaan yang berat itu.Sebaliknya, mereka yang kontra euthanasia seperti masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam dan percaya ada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa berpendirian bahwa tindakan sedemikian rupa sama dengan pembunuhan.Maka dengan itu, dokter harus mengerahkan segala ilmu dan kemampuannya untuk meringankan dan memelihara hidup, akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien3,4

Pasal 10Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Penjelasan:1. Sikap

Bersikap tulus ikhlas sangat diperlukan dalam menolong pasien karena sikap ini memberika ketenangan dan kejernihan dalam berfikir dan teliti dalam bertindak. Ia juga dapat menenangkan pasien.

Apabila disertai dengan keramah tamahan dalam menyambut pasien, ia akan secara sukarela dan spontan menyerahkan dirinya untuk diperiksa dan bersikap terbuka untuk menjawab hal-hal yang perlu diketahui dokter dalam menunjang penegakan diagnosa dan terapi yang tepat.

1. Rujukan pasien

Seorang dokter umum atau spesialis harus mengetahui akan batas pengetahuan dan kemampuannya. Pada suatu ketika ia akan berada di perbatasan itu, maka pada saat itulah dokter yang ahli dalam penyakit yang sedang dihadapinya.

Sebaliknya di kota-kota besar dimana terdapat aneka ragam spesialis berpraktek, seorang dokter umum harus berusaha jangan menjadi perantara saja antara pasien dengan dokter spesialis. Dengan itu, tibalah kita pada seal konsultasi dan hubungan antara dokter umu dan dokter spesialis.

1. Konsultasi

Konsultasi ialah hal yang sangat penting dalam hubungan antara kolega/sejawat. Tidak jarang pada waktu itu terjadi kesalah-pahaman dan timbul perasaan tersinggung. Untuk memperkecil kemungkinan tersebut baiklah diperhatikan hal-hal berikut:

1. Usul untuk mengadakan konsultasi sebaiknya datang dari dokter yang pertama-tama menangani penyakitnya, terdorong oleh keinsyafan atas batas kemampuannya atau merasa pasien atau keluarganya menginginkan konsultasi. Sekiranya pasien mengutarakan keinginannya untuk konsultasi, adalah menjadi hak pasien untuk memilih konsulen yang ia kehendaki.1. Pemeriksaan oleh konsulen di rumah pasien sebaiknya dihadiri oleh dokter pertama yang terlebih dahulu memberikan keterangan dan pendapat pasien, agar setelah itu, mereka dapat melakukan pertukaran pendapat dan diskusi.

1. Pengiriman pasien ke tempat praktek spesialis harus disertai dengan surat keterangan yang diisi dalam sampul tertutup.1. Dokter spesialis konsulen mengirimkan kembali pasien disertai pendapatnya secara bertulis dalam sampul tertutup pula, kecuali jika telah disepakati bahwa konsulen akan meneruskan pengobatannya sampai sembuh. 1. Konsulen tidak dibenarkan untuk memberitahu pasien secara langsung atau tidak langsung kekeliruan yang dibuat oleh dokter pertama.1. Konsulen menetapkan dan menagih sendiri imbalan jasanya, kalau perlu setelah diskusi dengan dokter pertama.

Pasal 11Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Informed Consent2Informasi dalam lingkup medis sangat penting bagi memberi peluang kepada pasien untuk mengetahui tentang status sebenar kesehatan diri dan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Para professional dalam pelayanan kesehatan perlu meningkatkan perhatian terhadap pentingnya informed consent sebagai sebagian dari prosedur pengobatan atau clinical trial.Informed Consent adalah suatu persetujuan mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Persetujuan boleh dalam bentuk lisan maupun tertulis. Informed consent ini juga merupakan sebagian dari prosese komunikasi antara dokter-pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan. Formulir informed consent merupakan tanda bukti yang disimpan dalam arsip rekam medis pasien.

Dalam Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, telah diatur tentang Informed Consent ini pada Pasal 45 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang isinya antara lain:

1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.1. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.1. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:1. diagnosis dan tata cara tindakan medis.1. tujuan tindakan medis yang dilakukan.1. alternative tindakan lain dan resikonya.1. risikonya dan komplikasi yang mungkin terjadi.1. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan1. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

Dalam penjelasan atas UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut disebutkan bahwa pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.Jika sesuatu tindakan medis dilakukan tanpa izin pasien, ia digolongkan sebagai tindakan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault).Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, sebelum dimulai tindakan (1), persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan oleh yang memberi persetujuan dan pembatalan tersebut harus secara bertulis oleh yang memberi persetujuaan (2).

Elemen-elemen yang terdapat dalam informed consent adalah penjelasan mengenai:1. penyakit dan atau tindakan yang akan dilakukan.1. Harapan dari tindakan dan prognosisnya.1. Alternative tindakan dan tingkat harapan serta keberhasilannya.1. Resiko, komplikasi dan biaya.Dokter hanya boleh bertindak melebihi yang telah disepakati apabila gawat-darurat dan butuh waktu yang singkat.

Seperti yang terjadi dalam kasus ini pula, telah terjadinya informed consent antara dokter kepada pasien mengenai keadaan dirinya. Bila dokter tidak memberikan informed consent, maka dokter dapat dituduh telah lalai dalam menjalanakan tugasnya sebagai dokter. Dan bila telah terjadi kelalaian maka dokter harus bertanggung jawab atas tindakannya tersebut, dan keluarga pasien yang menuntut harus memiliki bukti kuat mengenai kelalaian sang dokter. Akan tetapi bila apa yang dintuntutkan ternyata sudah di informed consentkan, maka dokter tidak bisa dituntutHak pasienWMA telah mengeluarkan Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient (1991) yang menyatakan hak pasien adalah sebagai berikut:11. Hak memilih dokter secara bebas.2. Hak dirawat oleh dokter yang bebas dalam membuat keputusan klinis dan etis.3. Hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adekuat.4. Hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya.5. Hak untuk mati secara bermartabat.6. Hak untuk menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.

UU Kesehatan pula menyebutkan beberapa hak pasien yaitu:11. Hak atas informasi.2. Hak atas second opinion.3. Hak untuk memberi persetujuan atau menolak suatu tindakan medis.4. Hak untuk kerahasiaan.5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.6. Hak untuk memperoleh ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.Selain itu, UU Praktik Kedokteran menyatakan hak pasien sebagai berikut:51. Hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis (Pasal 45 ayat (3)). Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi diagnosis, tatacara tindakan, tujuan tindakan medis yang bakal dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.2. Hak untuk meminta pendapat dokter lain.3. Hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis.4. Hak untuk menolak tindakan medis.5. Hak untuk mendapatkan isi rekam medis.

KESIMPULAN

Seorang dokter dalam menjalankan profesinya sebagai dokter harus mengamalkan kode etik kedokteran dalam prakteknya sehari-hari. Pada pasien ini dimana dia meminta untuk diterapi minimal saja dan ingin meninggal dengan tenang, dokter dapat menggunakan prinsip otonomi, yaitu menghormati pilihan pasien untuk mendapatkan terapi seperti yang ia inginkan dan menghormati keinginan pasien untuk maninggal dengan tenang dan wajar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. 2. Safitry O. Kompilasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran. Jakarta : FKUI;20143. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1994. 17-84. World Medical Association. Medical Ethics Manual. 2nd Ed. 2009..5. Sagiran. Panduan Etika Medis. Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran Islam FK Universitas Muhammadiyah; 2006