MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

22
1 Pokok-Pokok Pikiran Pemantapan Sistim Penyuluhan di Jawa Timur 1 ) Oleh : Prof. Dr. Ratya Anindita 2 ) Perubahan Paradigma Peranan Pembangunan Pertanian Doktrin yang menyatakan bahwa peranan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah merupakan akibat dari rate of return sektor pertanian yang lebih rendah dibanding sektor non pertanian ternyata tidak benar. Hasil penelitian di Negara OECD menemukan bahwa selama tahun 1960-1990 sektor pertanian mempunyai pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 4.3% dan sektor non pertanian rata-rata hanya sebesar 2.6%. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tidak hanya mengurangi kemiskinan di perdesaan secara lebih efektif, tetapi juga kemiskinan di perkotaan. Sektor non pertanian ternyata tidak mempunyai efek distribusi sehingga tidak mampu mengurangi kemiskinan di perkotaan. Hasil penelitian di 35 negara menghasilkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian sebesar 1% dapat menyumbangkan pertumbuhan ekonomi total sebesar 1.63%, sedangkan sektor non pertanian hanya sebesar 1,13%. Dengan demikian, sektor pertanian dapat dikatakan mempunyai efek pengganda yang relatif besar. Selama ini dalam berbagai analisis ekonomi dan kebijakan, perhitungan peranan sektor pertanian tidak pernah memasukkan peranan sektor terkait, seperti pemasaran, sektor input dan 1 Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penyuluhan di Kabupaten Malang, 4 Desember 2010 2 - Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Propinsi Jawa Timur - Guru besar Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Transcript of MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

Page 1: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

1

Pokok-Pokok Pikiran Pemantapan Sistim Penyuluhan di Jawa Timur1)

Oleh : Prof. Dr. Ratya Anindita2)

Perubahan Paradigma Peranan Pembangunan Pertanian

Doktrin yang menyatakan bahwa peranan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah merupakan akibat dari rate of return sektor pertanian yang lebih rendah dibanding sektor non pertanian ternyata tidak benar. Hasil penelitian di Negara OECD menemukan bahwa selama tahun 1960-1990 sektor pertanian mempunyai pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 4.3% dan sektor non pertanian rata-rata hanya sebesar 2.6%.

Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tidak hanya mengurangi kemiskinan di perdesaan secara lebih efektif, tetapi juga kemiskinan di perkotaan. Sektor non pertanian ternyata tidak mempunyai efek distribusi sehingga tidak mampu mengurangi kemiskinan di perkotaan.

Hasil penelitian di 35 negara menghasilkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian sebesar 1% dapat menyumbangkan pertumbuhan ekonomi total sebesar 1.63%, sedangkan sektor non pertanian hanya sebesar 1,13%. Dengan demikian, sektor pertanian dapat dikatakan mempunyai efek pengganda yang relatif besar.

Selama ini dalam berbagai analisis ekonomi dan kebijakan, perhitungan peranan sektor pertanian tidak pernah memasukkan peranan sektor terkait, seperti pemasaran, sektor input dan agro industri. Apabila sektor yang terkait dengan sektor pertanian tersebut diperhitungkan, maka peranan sektor pertanian akan menjadi relatif besar yaitu sekitar 35-45%.

Berdasarkan berbagai hasil penelitian di atas, para ahli dari World Bank dan FAO menyarankan perlu untuk melakukan re-thingking terhadap peranan dan strategi pembangunan pertanian karena umumnya pemerintah di negara berkembang termasuk Indonesia melakukan kebijakan yang diskriminatif terhadap sektor pertanian.

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Sesuai dengan Teori Pertumbuhan ekonomi (Solow Model), pertumbuhan ekonomi dapat terjadi apabila ada peningkatan Y (output). Pada persamaan (1), Y(output) dapat meningkat apabila ada terjadi perubahan positif terhadap tehnologi karena perubahan

1 Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penyuluhan di Kabupaten Malang, 4 Desember 20102- Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Propinsi Jawa Timur - Guru besar Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Page 2: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

2

modal dan tenaga kerja hanya mampu meningkatkan level produksi, sperti disajikan dengan model fungsi produksi yaitu:

Y = A* f(K,L) ………………(1)

Dimana : A = Tehnologi K = Modal L = jumlah tenaga kerja Y = output/hasil produksi

Model lain dari teori pertumbuhan dapat disajikan sbb:

Y = f(K, AL) …………………(2)

Dimana : K = Modal AL = human capital (tenaga kerja + tehnologi) Y = output/hasil produksi Pada model persamaan (2) menunjukkan bahwa semakin tinggi AL akan

meningkatkan produktifitas tenaga kerja pada akhirnya Y (output) dapat meningkat.Oleh sebab itu, secara teori (pendekatan yang sesuai dengan kenyataan) bahwa

pertumbuhan ekonomi terutama di sektor pertanian dapat tercapai apabila ada transfer tehnologi dan informasi kepada petani yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ataupun produktifitas`tenaga kerja. Tanpa ada perubahan tehnologi atau transfer tehnologi yang dilakukan penyuluh maka peningkatan pertumbuhan ekonomi (produksi) di sektor pertamian hanya mampu meningkatkan level produksi di sekitar fungsi produksi.

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup besar di sektor pertanian, pemerintah perlu melakukan berbagai kebijakan di sektor pertanian yaitu: kebijakan pemantapan sistim penyuluhan, kebijakan manajemen sumberdaya air (irigasi), kebijakan perkreditan, kebijakan teknologi dan lain-lain. Kebijakan sistim penyuluhan yang tepat, terutama kelembagaan di tingkat regional karena dengan kondisi pemerintahan yang bersifat desentralisasi, pemerintah daerah dianggap lebih mampu menangani penyuluhan, merupakan kebijakan paling utama yang dapat mempercepat transfer teknologi yang pada akhirnya akan mampu memacu pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian.

Pandangan Para Ahli Tentang Perubahan Sistim Penyuluhan

Perkembangan model penyuluhan pertanian

Model penyuluhan pertanian saat ini menjadi agenda pembangunan. Menurut Eicher (2007) hal ini diakibatkan kegagalam model penyuluhan Training & Visiting (Latihan dan Kunjungan/Laku) di Asia dan Afrika pada akhir tahun 80an dan awal tahun 90 an yang kemudian menjadi debat perlunya reformasi sistim penyuluhan dan munculnya model baru penyuluhan yaitu Farmer Field Schools (Sekolah Lapang).

Pada saat ini, reformasi penyuluhan di berbagai Negara termasuk di Indonesia terus dilakukan karena pentingnya peranan penyuluhan dalam pembangunan pertanian dan

Page 3: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

3

menolong petani kecil dalam memperbaiki produksi dan tingkat kehiduoannya (Eicher, 2007).

Pada awalnya, sistem informasi pengetahuan di sektor pertanian menunjukkan hubungan yang sederhana dan searah di antara pelaku yang terlibat di dalamnya yaitu peneliti, petani, sektor swasta, lembaga non pemerintah, perguruan tinggi dan penyuluh seperti yang ditunjukkan di Gambar 1. Sistim ini mungkin sesuai dengan kondisi dan permasalahan sektor pertanian pada waktu itu yang relatif tidak kompleks seperti kondisi dan permasalahan sektor pertanian saat ini.

Namun, paradigma AKIS sudah dikritik oleh karena visi nya yang linier dalam mentransfer teknologi ke petani berskala besar namun mengabaikan petani-petani yang terbatas lahan dan sumber dayanya, tidak memperhatikan masalah petani serta prioritas pemerintah dan peneliti perguruan tinggi. Oleh karena itu, debat konseptual sekarang telah bergeser dari paradigma AKIS ke sistem inovasi pertanian. Paradigma yang baru ini menekankan pada pentingnya inovasi dalam pembangunan sektor pertanian yang berarti menunjukkan pentingnya peran penelitian di bidang pertanian.

Di India, sejak pertanian menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, SAU (State Agricultural University) saat ini memperoleh 80 % dana dari pemerintah daerah dan 20 % dari pemerintah pusat melalui Dewan Penelitian Pertanian India.

Gambar 1. Sistem Informasi dan Pengetahuan Pertanian ( AKIS = Agriculture Knowledge Information System)

Page 4: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

4

Enam Model Penyuluhan Pertanian

Saat ini, ada enam model dasar penyuluhan pertanian dalam berbagai tahap pembangunan dan implementasinya di negara yang sedang berkembang. Selain mencoba untuk mengidentifikasi model penyuluhan yang paling sesuai untuk negara-negara tertentu, terdapat fakta bahwa model-model tersebut saat ini banyak digunakan di sebagian besar negara-negara di Asia dan Afrika (Davis 2006; Birner and Anderson 2007 and Birner et al 2006). Hampir di setiap negara yang sedang berkembang saat ini memiliki perusahaan pemerintah, NGO dan swasta (misalnya penyalur bibit dan pupuk) yang memberikan bimbingan penyuluhan kepada petani penggarap. Berikut ini penjelasan mengenai enam model penyuluhan yang digunakan di negara-negara sedang berkembang.

1) The national public extension model secara historis merupakan model penyuluhan paling dominan di seluruh dunia dan biasanya merupakan lembaga kunci di dalam dan bertanggung jawab kepada Kementerian Pertanian. Di Amerika Serikat, penyuluhan publik ditempatkan di dalam State Land Grant Universities. Biaya transaksi model Land Grant relatif rendah karena satu administratur yaitu Dekan Fakultas Pertanian bertanggung jawab atas koordinasi dan manajemen 3 (tiga) lembaga terkait: penelitian pertanian, penyuluhan dan pendidikan pertanian lanjutan. Meskipun model SAU India didasarkan pada Land Grant Model dari Amerika Serikat, SAU bertanggung jawab kepada departemen pertanian di masimg-masing wilayah dan dewan penelitian pertanian India.

2) The commodity extension and research model diperkenalkan oleh penguasa kolonial di Malaysia, Mali dan koloni lainnya yang mengekspor kapas, minyak goreng dan lain-lain (Ruttan 1982; Eicher 1989). Model ini menggabungkan penelitian dan penyuluhan dan model ini tetap digunakan di banyak negara hingga saat ini. Di Mali, sebagai contoh, petani penggarap kapas dilayani oleh sistem penelitian dan penyuluhan kapas yang dibiayai sendiri (swadaya) sementara model penyuluhan publik melayani petani-petani di luar zona kapas.

3) The Training and Visit (T&V) extension model (Latihan dan Kunjungan) dikenal di Turki pada awal tahun 70-an dan kemudian menyebar ke India dan seluruh Afrika dengan biaya Bank Dunia pada akhir tahun 70-an hingga 80-an. Model T&V telah terbukti tidak dapat berlanjut secara finansial (Anderson, Feder and Ganguly 2006). Meskipun demikian, beberapa negara (misalnya Zambia and Mali) saat ini masih menggunakan program penyuluhan T&V yang dimodifikasi. Indonesia baru saha memodifikasi model Laku (Latihan dan Kunjungan) ini

4) The NGO extension model. Pada tahun 90-an, banyak lembaga non pemerintah (NGO) yang berubah arah dari pemberi bantuan pangan dan bantuan kemanusiaan

Page 5: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

5

menjadi “agen pembangunan”. NGO membuat proyek pengembangan pangan dan di banyak negara Afrika pada tahun 1990 yang pada awalnya dibiayai oleh negara donor bilateral. Sebagai contoh, di Mozambique pada tahun 2005, NGO mempekerjakan 840 penyuluh yang relatif lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan 770 penyuluh publik (Gemo, Eicher and Teclemariam, 2005).

5) The private extension model sedang berkembang di negara-negara industri seperti Belanda, Selandia Baru, Amerika Serikat dan baru-baru ini berkembang di beberapa negara dengan pendapatan menengah seperti Chili serta negara-negara berpendapatan rendah seperti Uganda. Dengan private model, petani diharapkan untuk membayar sebagian dari biaya penyuluhan dengan harapan bahwa pengeluaran publik (pemerintah) untuk penyuluhan akan berkurang (Anderson and Crowder 2000). Tetapi ada sedikit bukti hingga saat ini bahwa petani kecil dapat “buy their way out of poverty” dengan membayar bimbingan penyuluhan. Beberapa peneliti mendokumentasikan privatisasi penyuluhan di Uganda tetapi penilaian tetap ditekankan pada ketersediaan keuangan untuk private extension (Anderson 2007). Di Indonesia, privatisasi penyuluhan tidak mungkin dilakukan secara total karena sebagian besar petani mempunyai skala usaha kecil.

6) The Farmer Field School (FFS) approach (model). Model ini muncul di Asia pada tahun 1980-an ketika petugas penyuluhan memberikan bimbingan kepada petani tentang penggunaan IPM (Integrated Pest Management) untuk mengontrol hama di area padi yang ditanam secara monokultur di Pilipina dan Indonesia (Feder, Murgai and Quizon 2004a; Gallagher et al. 2006). Model ini sangat efektif menurunkan hama hingga lebih dari 80 % dalam usahatani di kedua negara ini. Model FFS saat ini digunakan oleh sekitar 50 negara yang sedang berkembang. Tetapi peralatan petani bagi suatu sekolah lapang dilaporkan membatasi keberhasilan penyebaran teknologi baru ke petani lainnya. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa ada suatu kebutuhan untuk riset berkaitan dengan isu-isu berikut ini: Apakah sekolah lapang (field school) meningkatkan pengetahuan petani dalam jangka pendek, menengah atau panjang? Apakah peningkatan pengetahuan petani yang diperoleh dari sekolah ini mengarah pada meningkatnya hasil panen dan produktivitas pertanian? Mengapa menyebarnya teknologi dari petani-petani yang mengikuti sekolah lapang ke petani-petani yang berdekatan sangat terbatas? Akhirnya, apakah model ini dapat terus berlangsung masih diperhitungkan secara finansial?

Sekarang kita beralih kembali ke bahasan tentang muncul dan hilangnya model penyuluhan T&V dan perkembangan dari model Farmer Field School yang kini sedang diterapkan di tingkat daerah dan nasional di 50 sampai 70 negara sedang berkembang. Kita juga akan menyoroti munculnya model penyuluhan ATMA yang sedang berkembang dengan cepat di India dan menafsirkan peran China yang baru di dalam penyuluhan pertanian di Afrika.

Page 6: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

6

Umumnya, T&V Sistem gagal untuk diterapkan dalam skala yang lebih luas karena berbagai permasalahan yang menyertainya. Beberapa permasalahan tersebut di antaranya :1. Sistim T&V adalah rigid, top-down dan kebutuhan-kebutuhan petani dari basis sumber

daya yang berbeda tidak dipertimbangkan dengan seksama, 2. Keikutsertaan petani dalam pengambilan keputusan dalam aktivitas penyuluhan

pengelolaan usaha tani merupakan suatu mata rantai yang hilang, 3. Demonstrasi lapang diabaikan dalam rangka menyampaikan pesan kepada petani.

Demonstrasi-demonstrasi didasarkan pada fokus yang parsial dari sistem usaha tani, 4. Kebutuhan petani dengan sumber daya terbatas (miskin) tidak memperhatikan pada

ketersediaan kebutuhan primer dan kebutuhan dasar serta resource endowment tertentu,

5. Keterkaitan antara riset dan penyuluhan tidak diperbaiki seperti yang diharapkan, dan6. Transfer teknologi ke kontak tani tidak memberikan dampak kepada petani lainnya.

Sistem penyuluhan T&V merupakan suatu public good karena adanya kecenderungan menurunnya dana yang tersedia untuk jasa penyuluhan publik, NGO dan pihak swasta dalam rangka memberikan layanan kepada petani. Oleh karena itu peran pihak ketiga (organisasi petani/profesional) menjadi fokus perhatian sehingga pengguna teknologi dapat menerima tanggung jawab yang lebih besar dalam inovasi dan transfer teknologi. Akibatnya peran sektor publik akan semakin meningkat dengan makin terkonsentrasinya pada penyusunan kebijakan dan kegiatan pengatur.

Penyuluhan merupakan barang publik

Ekonomi kesejahteraan menyediakan suatu alat yang canggih untuk memahami tentang ekonomi insentif oleh berbagai agen yang menyediakan jasa penyuluhan. Berdasarkan prinsip excludability dan rivalry, berbagai tipe jasa penyuluhan dapat diklasifikasikan sebagai barang publik, barang private, barang toll atau common pool goods. Excludability terjadi ketika petani tidak bersedia membayar untuk jasa penyuluhan, dapat dikeluarkan dari manfaatnya, misalnya advis kegiatan usahatani tertentu. Rivalry terjadi ketika seorang petani dalam memperoleh advis tersebut mengurangi kesempatan petani lain, misalnya advis tentang teknologi usahatani komersial. Jasa lain dikatakan toll goods bila dicirikan oleh tingginya excludability dan rendahnya rivalry atau common pool good yang ditunjukkan dengan rendahnya excludability dan tingginya rivalry.

Oleh sebab itu, ada pembedaan materi penyuluhan yang diberikan kepada petani apabila penyuluhan adalah barang publik. Penyuluhan sebagai barang public berarti bahwa semua petani mampu mengakses dengan baik tanpa ada diskrimansi.

Page 7: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

7

Model Penyuluhan BaruModel penyuluhan di era reformasi dikembangkan dengan model ATMA

(Agricultural Technology Management Agency Model).

Gambar 2. Struktur Organisasi Agricultural Technology Management Agency

Salah satu kritik-kritik tentang sistem penyuluhan publik nasional adalah bahwa mereka sangat bersifat sentralisasi dan mereka menghalangi umpan balik dari klien-klien ke spesialis-spesialis penyuluhan, peneliti-peneliti, pembuat kebijaksanaan dan donatur. Desentralisasi penyuluhan ke pemerintah-pemerintah lokal dikembangkan dengan cepat di banyak negara-negara Amerika Latin pada tahun 1980 an dan 1990 an. Desentralisasi kini sedang berlangsung di Asia. Di India, desentralisasi sedang berusaha dicapai melalui suatu model penyuluhan baru yaitu Agricultural Technology Management Agency Model (ATMA), suatu organisasi otonomi yang pada awalnya disiapkan pada akhir tahun 1990 an dengan dukungan Bank Dunia (Singh, Swanson dan Singh 2006). ATMA model (Gambar 2) mengkombinasikan desentralisasi dengan fokus pada diversifikasi pertanian dan meningkatkan pendapatan usahatani dan tenaga kerja.

Sistim penyuluhan yang efektif telah berubah karena informasi yang diperoleh petani tidak selalu berasal dari penyuluh (lihat di lampiran) sehingga design system penyuluhan perlu diatur sedemikian rupa dapat semakin efektif.

Pengetahuan penyuluhan sebagai informasi diwujudkan sebagai input atau peralatan (misalnya peralatan usahatani atau bibit) atau informasi pertanian murni.

Page 8: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

8

ATMA (Argicultural Technology Management Agency) memastikan terjadinya diseminasi teknologi melalui desentralisasi fiskal dan administratif serta koordinasi antar departemen dengan bekerja sama dengan administrasi daerah, departemen lini, NGO, dan perwakilan petani lokal. Perwakilan stakeholder dipimpin oleh suatu lembaga pemerintah, yang menerapkan aktivitas penyuluhan menurut suatu rencana penyuluhan yang strategis untuk diseminasi teknologi (Gambar 2). Untuk meningkatkan capaian jasa penyuluhan yang melebih target, ATMA mendorong partnerships dengan penyedia jasa sektor swasta dan sektor ketiga di tingkat daerah dan tingkat di bawahnya.

Diseminasi teknologi di tingkat daerah, blok dan desa dilembagakan dalam ATMA. ATMA merupakan lembaga otonomi yang mengelola diseminasi teknologi, memfasilitasi desentralisasi perencanaan dan implementasi, dan mempromosikan koordinasi antar departemen dan demand-driven service provision di tingkat daerah, blok dan desa melalui kerja sama dengan lembaga administrasi daerah, departemen lini, NGO, perwakilan petani lokal. Sebagai lembaga otonomi, ATMA mempunyai keleluasan atas anggarannya sehingga fleksibel untuk bereaksi terhadap perubahan lingkungan dan teknologi. Di tingkat daerah, ATMA didukung oleh lembaga pemerintah dan komite manajemen. Dalam kerangka fungsional, lembaga pemerintah mengidentifikasi program-program dan prosedur-prosedur kegiatan riset dan penyuluhan untuk tingkat daerah, mereview kemajuan dan fungsi ATMA, dan menyetujui Rencana Riset dan Penyuluhan Strategis. Komite manajemen mengimplementasikan program riset dan penyuluhan tingkat daerah serta melakukan participatory rural appraisals untuk mengidentifikasi masalah dalam menerapkan Rencana Riset dan Penyuluhan Strategis. Di tingkat blok, program diimplementasikan melalui Farm Information and Advisory Center (FIAC). Lembaga ini merupakan lembaga operasional dari ATMA dan dioperasikan melalui Block Technology Team dari penyuluh teknis dan Farmer Advisory Committee (FAC). FAC melembagakan suatu platform yang mendorong interaksi di antara seluruh stakeholders kunci (termasuk petani dan staf departemen lini), sebagian melalui stimulasi pembentukan kelompok tani dan kelompok wanita yang berorientasi komoditas di tingkat blok dan tingkat desa.

Masalah Pengukuran Kinerja Model Penyuluhan

Salah satu masalah paling kompleks bagi pemerintah dan donatur adalah mengembangkan suatu kapasitas untuk mengukur kinerja dari model penyuluhan alternatif. Feder, Willett dan Zijp (2001) telah mengidentifikasi delapan masalah umum yang menjelaskan mengapa ada sangat banyak kerancuan tentang teknik-teknik pengukuran dan kinerja yang sesuai dari berbagai model penyuluhan yang ingin dicapai negara berkembang. Secara umum, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan dalam menetapkan atribut dampak (Difficulty in attributing impact): Menetapkan atribut dampak dari program penyuluhan merupakan suatu tugas yang menantang secara analitis karena tidak adanya informasi yang mendasari, tidak adanya

Page 9: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

9

kelompok kendali (control group) yang sesuai, dan penyimpangan sistemik dalam penempatan dan kontrak penyuluhan (Birkhaeuser, Evenson and Feder, 1991).

2. Skala dan Intensitas (Scale and Intensity): Biaya untuk mencapai area yang luas, tersebar secara geografis dan petani penggarap yang sangat kecil (gurem) adalah tinggi, terutama sekali berkaitan dengan tingginya tingkat buta huruf, terbatasnya akses ke media masa, dan tingginya biaya pengangkutan.

3. Ketergantungan pada lingkungan kebijakan yang lebih luas (Dependence on broader policy environment): Hasil dari upaya penyuluhan tergantung pada kebijakan-kebijakan di mana agen-agen dan para manajer mereka hanya mempunyai sedikit pengaruh (harga input dan output, kebijakan-kebijakan kredit, pasokan input, sistim pemasaran dan infrastruktur).

4. Interaksi dengan generasi pengetahuan (Interaction with knowledge generation): sistem penyuluhan dan riset publik sering kali bersaing dalam anggaran, tetapi lembaga riset sering kali mempunyai keunggulan karena status yang lebih tinggi, mutu manajemen lebih baik, dan keterkaitan dengan masyarakat ilmu pengetahuan yang global.

5. Tanggung jawab yang lemah (Weak accountability): Tanggung-jawab yang lemah (yang berkaitan dengan ketidak-mampuan untuk menetapkan atribut dampak) dicerminkan dalam rendahnya kualitas dan bimbingan berulang-ulang yang diberikan kepada para petani, dan berkurangnya upaya untuk berinteraksi dengan petani, dan belajar dari pengalaman mereka.

6. Komitmen dan dukungan politis yang lemah (Weak political commitment and support): Banyak donatur melaporkan bahwa proyek-proyek irigasi atau jalan nampaknya seringkali lebih menarik perhatian para politikus dibanding pembelanjaan untuk penyuluhan.

7. Tugas publik selain transfer pengetahuan (Public duties other than knowledge transfer): Pemerintah sering kali menggunakan kader-kader tingkat lapangan dari pegawai negeri yang telah ada di pedesaan untuk tugas-tugas bukan penyuluhan seperti mengumpulkan data statistik, mendistribusikan input bersubsidi, membantu dan mengumpulkan aplikasi pinjaman, dan kampanye pemilihan atas nama pihak penguasa nasional atau lokal.

8. Kerentanan keuangan (Financial un-sustainability): Ini dapat menyebabkan tidak berlanjutnya berbagai program investasi, tetapi ini menunjukkan bahwa pada kendala fiskal umum pada waktu itu, anggaran penyuluhan nampaknya lebih ditekan karena dukungan politis yang lemah (Feder, Willet and Zijp 2001).

Page 10: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

10

Kondisi Sistim Penyuluhan Setelah Era Reformasi

Pembangunan pertanian di Indonesia, khususnya di Jawa Timur tidak terlepas dari peranan penyuluhan pertanian. Sejak Pelita I, peranan penyuluhan pertanian melalui BIMAS dan berbagai program pertanian lainnya sangatlah menonjol terutama dengan dicapainya swasembada beras tahun 1984 melalui revolusi hijau, di mana penyuluhan mempunyai peranan besar dalam mendorong petani untuk menerapkan panca usahatani.

Pada saat ini, penyuluhan pertanian dihadapkan pada berbagai persoalan yaitu:

- Perubahan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi mengakibatkan terjadinya perubahan kelembagaan penyuluhan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Akan tetapi lemahnya kinerja sektor publik yang dicirikan oleh lemahnya komitmen politik dan dukungan pemerintah daerah terhadap agen penyuluhan yang berakibat pada rendahnya implementasi dan pendanaan, alokasi sumberdaya yang tidak sesuai dengan kebutuhan lokal, lemahnya hubungan antara pengeluaran publik dan hasil yang diharapkan. Hal ini diperparah dengan lemahnya sistim monitoring dan evaluasi dan kesulitan dalam mengukur dampak penyuluhan, lemahnya keterkaitan antara lembaga penyuluhan dan lembaga penghasil pengetahuan (lembaga penelitian dan perguruan tinggi) dan seringnya penyebaran staf penyuluhan ke lain tugas.

- Otonomi daerah yang sebetulnya lebih terfokus pada dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani belum berkembang karena kebijakan pemerintah yang memfokuskan pada pelayanan penyuluhan kepada petani mengalami kesulitan anggaran dan kinerja yang melemah.

- Sistim penyuluhan yang telah berjalan saat ini, telah banyak dikritik oleh berbagai kalangan karena dianggap tidak efisien, tidak efektif, tidak mempunyai tujuan dan motivasi yang jelas, tidak akuntabel terhadap kliennya (petani) dan ketinggalan teknologi yang relevan karena sistim dan kelembagaan di daerah belum tertata sesuai dengan harapan. Hal ini karena lembaga penyuluhan belum terbentuk dengan jelas sehingga kegiatan penyuluhan tidak dimonitoring dengan akuntabel. Sekedar informasi, reformasi penyuluhan di Cina sudah dilakukan sejak tahun 1949 dan kemudian pada tahun 1979 penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh pemerintah lokal sehingga produksi pertanian meningkat 4x lipat pada periode tersebut. Sedangkan di India, reformasi penyuluhan dimulai sekitar tahun 1990 hingga tahun 2000 dan saat ini penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh pemerintah daerah (lokal).

Page 11: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

11

Menuju Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Era Otonomi

Perubahan sistim penyuluhan di Era Otonomi didasarkan atas : - Salah satu tonggak untuk pelaksanaan revitalisasi penyuluhan adalah keluarnya

Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) No. 16 Tahun 2006 tanggal 18 Oktober 2006. UU SP3K merupakan payung hukum dalam melakukan revitalisasi penyuluhan yaitu upaya mendudukkan, memerankan, memfungsikan dan menata kembali penyuluhan agar terwujud satu kesatuan pengertian, satu kesatuan korps dan satu kesatuan arah serta kebijakan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha. Dalam UU SP3K tersebut dijelaskan pula perlu dibentuknya lembaga penyuluhan mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota sampai di tingkat desa. Di tingkat provinsi, dibentuk Badan Koordinasi Penyuluhan dan Komisi Penyuluhan.

- Menurut data Kementerian Pertanian, dari 33 provinsi di Indonesia, ada 5 provinsi (termasuk Jawa Timur) yang belum sepenuhnya membentuk Badan Koordinasi Penyuluhan. Di Jawa Timur, Badan Koordinasi Penyuluhan dan Komisi Penyuluhan memang sudah terbentuk tetapi belum memenuhi syarat yang ditetapkan melalui PP No. 43 tahun 2009 tentang pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan, di mana pemerintah daerah perlu menjamin adanya penyelengaraan penyuluhan.

- Sesuai INPRES No.1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional tahun 2010 disebutkan bahwa ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas pembangunan dilakukan salah satunya melalui pemantapan sistim penyuluhan yang ditargetkan selesai pada bulan Desember 2010 yaitu terselesaikannya kelembagaan penyuluhan sejumlah 245 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Dinas), gapoktan sejumlah 2830 kelompok, BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) model sejumlah 336 BPP dan persentase jumlah kegiatan yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan pertanian sebesar 30%.

- Berdasarkan Rencana Pembangungan Jangka Panjang (RPJP) Propinsi Jawa Timur 2005-2025 yang telah menetapkan visi sebagai pusat agrobisnis terkemuka, berdaya saing global dan berkelanjutan menuju Jawa Timur makmur dan berakhlak. Dengan Misi : (a). mengembangkan perekonomian modern Jawa Timur berbasis agro; (b) mewujudkan SDM yang handal, berakhlak mulia dan berbudaya; (c) mewujudkan kemudahan memperoleh akses untuk meningkatkan kualitas hidup; (d) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan buatan; (e) mengembangkan infrastruktur bernilai tambah tinggi dan (f) mengembangkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam mewujudkan visi dan misi RPJP Propinsi Jawa Timur 2005-2025, maka pada tanggal 17 Juli 2010 telah diresmikan pasar Induk Agribisnis Puspa Agro yang terbesar di Asia Tenggara sehingga membawa konsekuensi pentingnya pembangunan pertanian di Jawa Timur. Pembangunan pertanian sebagai prioritas utama dapat didorong pertumbuhan ekonominya dengan baik

Page 12: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

12

apabila unsur transfer pengetahuan dan teknologi kepada petani dapat dilakukan melalui sistim penyuluhan yang efektif dan efisien. Dengan demikian, penyuluhan merupakan salah satu prasyarat penting dalam membangun sektor pertanian, perikanan dan kehutanan di Jawa Timur sesuai dengan UU No. 16 tahun 2006 tentang SP3K.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka pemerintah daerah di Jawa Timur, baik di tingkat provinsi maupun tingkat kota/kabupaten seharusnya segera meningkatkan kinerja penyuluhan dengan memantapkan sistim penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di Jawa Timur.

Visi dan Misi PenyuluhanMisi penyuluhan dapat dijelaskan melalui beberapa alasan sebagai berikut:

- Otonomi daerah telah menjadi kenyataan. Pemerintah Daerah dituntut antara lain untuk memanfaatkan sumberdaya di daerahnya secara optimal, dalam arti kata mengumpulkan sumberdaya (dana) sebesar-besarnya dan secara bijak memanfaatkan dana tersebut bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat di daerah yang bersangkutan. Meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak (termasuk para petani) adalah misi utama otonomi daerah (Margono Slamet). Oleh sebab itu, penyuluhan pertanian bukan hanya sekedar bagaimana meningkatkan produksi pertanian tetapi lebih bermakna ke arah bagaimana meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya.

- Penyuluhan pertanian (termasuk kehutanan) tidak hanya sekedar untuk meningkatkan produksi pertanian, tetapi lebih diarahkan untuk mengembangkan manusia Indonesia, khususnya petani.

- Menurut Swanson et al. (1998), penyuluhan itu tidak hanya sekedar melakukan transfer teknologi tetapi juga melakukan pembangunan sumberdaya manusia, di mana pembangunan sumberdaya manusia mempunyai makna yang lebih luas dari hanya sekedar transfer teknologi. Selanjutnya Swanson dan Rajahlati (2010) menjelaskan bahwa penyuluhan pertanian saat ini cukup kompleks karena menyangkut berbagai masalah yang dihadapi petani mulai dari teknologi usahatani, perubahan iklim, pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal hingga bagaimana menangkap peluang pasar. Hal ini berarti juga bahwa menjadi penyuluh yang profesional tidaklah mudah karena permasalahan yang dihadapi petani semakin kompleks.

- Definisi formal penyuluhan pertanian berkembang dari waktu ke waktu mengiringi perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan masyarakat. Pada saat ini, definisi tersebut telah berkembang menjadi: “. . . . suatu sistem pemberdayaan terhadap para petani dan keluarganya melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan, agar mereka dapat melaksanakan fungsinya sebagai petani dengan baik dan meningkatkan harkat hidupnya serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya” (Swanson, 1984; Margono Slamet).

Page 13: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

13

- Definisi penyuluhan pertanian seperti disebutkan di atas bisa dikatakan sebagai usaha mencerdaskan kehidupan petani yang merupakan bagian dari kehidupan bangsa. Jadi penyuluhan pertanian merupakan bagian dari amanat konstitusi (UUD) yang merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah.

- Petani berhak mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan dirinya melalui penyuluhan pertanian dan kehutanan (mereka sudah berada di luar sistem pendidikan formal).

- Dalam kondisi yang ada sekarang, para petani kelihatan kurang berdaya dalam menghadapi kehidupannya agar dapat meningkatkan harkat dan kesejahteraannya.

- Berdasarkan uraian di atas maka kelembagaan penyuluhan yang mempunyai konsekuensi terhadap penyuluhan pertanian itu sendiri juga harus diselenggarakan secara professional, antara lain: lembaga independen yang mengakreditasi penyuluh pertanian maupun lembaga penyuluhan yang ada dan menyelengarakan penyuluhan yang professional dan akuntabel.

Oleh sebab itu, dengan berbagai pertimbangan dan alasan yang telah dikemukakan, maka lembaga penyuluhan di tingkat pemerintah daerah harus mempunyai visi meningkatkan kesejahteraan petani dengan misi antara lain : mampu melakukan penyuluhan secara profesional dalam rangka peningkatan produksi pertanian, mampu melakukan penyuluhan secara akuntabel, dan mampu melakukan pemberdayaan petani menuju petani yang sejahtera.

Tugas dan Fungsi Lembaga Penyuluhan

Sesuai dengan UU SP3K, maka lembaga penyuluhan ada di tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Di tingkat provinsi, lembaga penyuluhan adalah Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) yang diketuai oleh Gubernur dan mempunyai tugas:

a) melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi, advokasi kepada masyarakat dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi terkait, perguruan tinggi, dan sasaran penyuluhan;

b) menyusun kebijakan dan programa penyuluhan provinsi yang sejalan dengan kebijakan dan programa penyuluhan nasional;

c) memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan memberikan umpan balik kepada pemerintah daerah; dan

d) melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.

Di samping itu, Bakorluh dilaksanakan oleh sekretaris yang dijabat oleh pejabat setingkat eselon IIa dan dibantu oleh Komisi Penyuluhan dalam menyusun konsep dan strategi penyuluhan.

Sedangkan lembaga di tingkat kabupaten/kota adalah Badan Pelaksana Penyuluhan (Bapeluh) yang diketuai oleh pejabat setingkat eselon dua yang bertanggung jawab kepada bupati/walikota. Bapeluh mempunyai tugas:

a) menyusun programa penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan kabupaten/kota;

Page 14: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

14

b) melaksanakan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan;c) menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan,

dan pasar;d) memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku

usaha;e) memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya, dan

penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; danf) melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model

usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha.

Bapeluh dibantu oleh Komisi Penyuluhan di tingkat Kabupaten/Kota dalam menyusun konsep dan strategi penyuluhan.

Selain itu, pengaturan pelaksanaan penyuluhan yaitu pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan diatur dalam PP No. 43 tahun 2009.

KesimpulanBerdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa

penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan bagi petani merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Sistim penyuluhan sentralisasi sudah tidak mungkin dipertahankan dengan berubahnya sistim pemerintahan menjadi desentralisasi. Sistim penyuluhan yang terdesentralisasi mempunyai peranan penting dalam pembangunan daerah terutama di Jawa Timur (termasuk Kabupaten Malang) karena peranan sektor pertanian dalam perekonomian yang relative besar. Pemerintah daerah harus yakin bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui pembangunan pertanian (termasuk agribisnis) dimana penyuluhan mempunyai peranan cukup besar.

Oleh karena itu, sesuai dengan UU SP3K, Inpres No. 1 tahun 2010, pemerintah daerah diharapkan segera membentuk Badan Koordinasi Penyuluhan di tingkat provinsi dan Badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat kota/kabupaten. Menurut Inpres No. 1 tahun 2010, pembentukan lembaga penyuluhan setingkat SKPD menjadi prioritas`pembangunan tahun 2010 dan diharapkan dapat selesai pada akhir Desember 2010, dimana pengaturan pelaksanaan penyuluhan yaitu pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan diatur dalam PP No. 43 tahun 2009

Referensi:1. Burton E. Swanson; Robert P. Bentz; Andrew J. Sofranko. 1997. Improving

Agricultural extension. A Reference Manual Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome

2. Burton E. Swanson and Rikka Rajalahti. 2010. Strengthening Agricultural Extension and Advisory Systems: Procedures for Assessing, Transforming,and Evaluating Extension Systems. Agriculture and Rural Development Discussion Paper 45 The World Bank

3. Eicher, Carl K. 2007. Agricultural Extension In Africa And Asia. Literature Review Prepared For The World Aginfo Project, Cornell University, Ithaca, New York

4. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.

Page 15: MAKALAH SEMINAR PAK RATYA

15

5. Margono Slamet. Restrukturisasi & Reorientasi Penyuluhan Pertanian Untuk Revitalisasi Penyuluhan Pertanian . Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional

6. Nie Chuang, Burton E. Swanson, and Feng Yan China: Financing China’s Extension 7. Undang-Undang Republik Indonesia No 16 tahun 2006 Sistim Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 tahun 2009 tentang Pembiayaan,

Pembinaan, Dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Lampiran 1. Sumber Informasi Tehnologi Pertanian Modern bagi Rumah Tangga Petani di India, 2003.

Lampiran 2. Model Informasi yang diperoleh petani