Makalah Referat Semester 5

download Makalah Referat Semester 5

of 58

Transcript of Makalah Referat Semester 5

BAB IPENDAHULUAN1.1Latar belakangCekungan Sabah Timur Laut telah terbukti menghasilkan minyak dan gas. Cekungan tersebut terbagi menjadi dua cekungan, yaitu Subcekungan Sabah Tengah dan Subcekungan Sandakan. Kedua Subcekungan tersebut memiliki sistem petroleum aktif (Walker, 1993; Graves and Swauger, 1997; Chan, 2008 dalam Mustapha dan Abdullah, 2013). Eksplorasi mengenai keberadaan minyak di Cekungan Sabah hingga kini masih terus dilaksanakan untuk dapat menemukan lokasi sumur minyak yang baru.Mustapha dan Abdullah (2013) mengevaluasi potensi batuan induk pada sub-cekungan Sandakan yaitu pada Formasi Sebahat dan Ganduman, Dent Peninsula, Sabah Timur Malaysia. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui potensi batuan induk dalam menghasilkan hidrokarbon.Namun, data yang diberikan untuk evaluasi batuan induk tersebut masih perlu disempurnakan mengingat interpretasi yang sudah ada tidak sepenuhnya mutlak benar adanya. Dalam makalah ini, penulis menganalisis kembali data yang ada sehingga dapat diperoleh interpretasi yang semakin mendekati keadaan sebenarnya. Penulis menganalisis bahwa terdapat kesalahan metode dalam pengambilan data dalam evaluasi batuan induk Formasi Sebahat dan Ganduman oleh Mustapha dan Abdullah (2013) yang akan dibahas selanjutnya pada bab pembahasan.Melalui studi dari beberapa literatur, penulis mencoba memberikan gambaran yang lebih baik mengenai analisis batuan induk dan metode yang seharusnya digunakan dalam pengambilan data evaluasi batuan induk pada Formasi Sebahat dan Ganduman. 1.2 TujuanPenelitian ini dilakukan untuk menganalisis potensi dan karakteristik batuan induk Formasi Sebahat dan Formasi Ganduman, Dent Penisula, Sabah, Malaysia.1.3Rumusan masalahBerdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, rumusan masalah yang penulis ajukan antara lain berupa:1. Analisis hasil evaluasi potensi batuan induk Formasi Sebahat dan Ganduman, Dent Penisula, Sabah, Malaysia.2. Analisis karakteristik batuan induk pada Formasi Sebahat dan Ganduman, Dent Penisula, Sabah, Malaysia.

1.4 Ruang Lingkup KajianPengertian dari ruang lingkup adalah Batasan. Ruang lingkup juga dapat dikemukakan pada bagian variabel-variabel yang diteliti, populasi atau subjek penelitian, dan lokasi penelitian. Pada penelitian kali ini, penulis membatasi ruang lingkup kajian sebagai berikut:1. Formasi Sebahat dan Ganduman, Dent Penisula, Sabah, Malaysia.2. Potensi dan karakteristik batuan induk Formasi Sebahat dan Ganduman3. Penentuan potensi dan karakteristik batuan induk dengan metode analisis petrografi, reflektansi vitrinit, rock eval pyrolisis, dan pyrolisis gas cromatography4. Analisis kematangan, kekayaan dan tipe material organik dari batuan induk Formasi Sebahat dan Ganduman.1.5Metode pengumpulan dataMetode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode studi literatur, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber tertulis. Literatur utama yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah makalah yang berjudul Evaluasi Petroleum Batuan Induk Formasi Sebahat dan Ganduman, Dent Penisula, Malaysia. Selain dari referensi utama, penyusunan makalah ini juga dilengkapi informasi-informasi yang berasal dari literatur lain seperti buku maupun jurnal-jurnal yang saling menunjang satu sama lainnya.1.6Sistematika penulisanPenulisan makalah ini terbagi menjadi lima bab. Bab pertama, merupakan bab pendahuluan, berisi latar belakang, tujuan, rumusan masalah, lingkup kajian, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan dalam penyusunan makalah ini. Bab kedua membahas tentang geologi regional dari Dent Penisula, Sabah Malaysia yang merupakan lokasi penelitian makalah ini. Bab ketiga merupakan landasan teori, yang membahas mengenai geokimia batuan induk, metode analisis lanjut dari geokimia batuan induk. Bab keempat berisis pembahasan tentang bagaimana sistem minyak bumi dari hasil analisis geokimia batuan induk. Bab kelima merupakan kesimpulan hasil pembahasan yang dipaparkan dalam makalah ini.

BAB IIGEOLOGI REGIONAL2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak pada onshore Dent Peninsula yang berada pada timur laut Pulau Borneo, Sabah ,Malaysia. Dent Peninsula terletak diantara Laut Sulu dan Laut Celebes.

Gambar 2.1 Lokasi pengambilan sampel batuan induk Formasi Sebahat dan Ganduman, Dent Peninsula, Sabah, Malaysia (Mustapha dan Abdullah, 2013).Studi evaluasi batuan induk ini difokuskan pada Formasi Sebahat dan Ganduman. Sebanyak 32 sampel handspecimen dari singkapan dipilih dari singkapan Formasi Sebahat dan Formasi Ganduman. Lokasi ini berada pada Subcekungan Sandakan yang terletak pada bagian timur laut dari Cekungan Sabah . Lokasi pengambilan sambel dapat dilihat pada gambar 2.1.2.2 Gambar 2.2 Peta lokasi Cekungan Sabah Timur Laut (Jia, 2007)Cekungan Sabah Timur LautCekungan Sabah Timur Laut terletak di bagian timur laut Pulau Borneo. Cekungan ini terbagi menjadi dua cekungan, yaitu Subcekungan Sabah tengah dan sub-Cekungan Sandakan. Sub-Cekungan Sandakan terbentang dari barat daya Laut Sulu hingga ke daerah perbatasan maritim Filipina dan Malaysia (lihat gambar 2.2) .sub-Cekungan Sandakan ini memiliki luas sekitar 40000 km2 dan mengandung sedimen deltaik neogen sekitar 8000m2. Sub-Cekungan Sandakan dibentuk oleh struktur antiklin dengan penunjaman berarah utara-selatan (Leong, 1999 dalam Jia, 2007).2.3 Tektonik

Berdasarkan rekonstruksi sejarah tektonik pada sub-Cekungan Sandakan oleh Balaguru (2009), area ini mengalami deformasi pada awal Miosen oleh gaya kompresi berarah utara-selatan yang berhubungan dengan pembukaan laut Cina Selatan. Penunjaman busur vulkanik berarah utara-selatan dari subduksi Laut Sulawesi.Laut Cina Selatan berhenti mengalami rifting (pemekaran) pada pertengahan Miosen. Pada saat itu, sebaliknya pada bagian tenggara Laut Sulu mengalami pemekaran back- arc basin , dengan penujaman berarah timur laut membentuk kerak samudera Laut Sulu dan cekungan Sabah mengalami pemanjangan ke arah barat daya hingga ke daratan pedalaman Sabah.

Menurut Balaguru (2009), perubahan utama asal-usul sedimen teradi pada akhir pertengahan Miosen dengan berhentinya pemekaran Laut Sulu. Pada pertengahan Miosen, terjadi kolisi mikrokontinen dari blok Filipina dan Australia dan terjadinya uplift pulau Borneo, yang sebelumnya merupakan busur kepulauan gunung api . Pada Miosen Akhir , gaya kompresi perlahan-lahan menutup pemekaran Laut Sulu , proses ini berlanjut hingga hari ini. Pada lepas pantai Cekungan Sandakan , gaya kompresi ini mengakibatkan pembentukan beberapa formasi berarah timur laut, yang diaktifkan kembali oleh pertumbuhan sesar.2.4 Gambar 2.3 Stratigrafi Cekungan Sabah Timur Laut, Sabah, Malaysia (Modifikasi setelah Lim, 1985, dan Leong dan Azlina, 1999, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013).StratigrafiSuksesi stratigrafi pada daerah Dent Penisula dapat dilihat pada gambar 2.3. Kelompok Dent diendapkan secara tidak selaras dengan kontak ireguler dari Kelompok Segama yang dibentuk oleh litologi berupa batuan vulkanik dan piroklastik dari Formasi Tungku, batuan tuf dari Formasi Libung dan batuan pecahan melange dari Formasi Ayer (Hutchison, 2005, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013). Umur Formasi Ayer berdasarkan data dari keterdapatan fosil foraminifera memiliki kisaran umur dari Miosen Awal hingga Miosen Tengah (Hailed dan Wong 1965, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013). Formasi Tungku berumur Miosen Akhir hingga Pliosen. Terdapat kesamaan dan kecocokkan umur antara Formasi Libong dan Formasi Tungku berdasarkan kumpulan fosil foraminiferanya, yaitu beruur Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi yang berada di bagian bawah dari Kelompok Dent terdiri dari Formasi Sebahat yang didominansi oleh batulempung berwarna abu-abu hingga abu-abu gelap dengan sisipan napal, batupasir argillaceous dan konglomerat (Hailed dan Wong 1965, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013). Litologi utama dari Formasi ini adalah batulempung yang tebal dengan sisipan lapisan batulanau tersementasi baik dan terdapat fosil calcareous yang banyak (Noad, 1998, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013). Formasi Sebahat secara umum memiliki besar dip 20 hingga 30 derajat ke arah timur (Ismail, 1994, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013). Umur dari Formasi Sebahat berkisar dari Miosen Akhir hingga Pliosen berdasarkan kandungan fosil foraminiferanya (Hailed an Wong, 1965, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013).Formasi Ganduman berada diatas Formasi Sebahat. Formasi Ganduman dibagi menjadi dua subunit berdasarkan kandungan batupasirnya (Ismail, 1994, dalam Mustapha dan Abdullah, 2012), yaitu lower Ganduman yang didominasi fasies batupasir dan upper Ganduman yang didominansi fasies batulempung. Kemudian, Formasi Ganduman ini memiliki kisaran umur Pliosen berdasarkan kandungan fosil foraminiferanya. Formasi Togopi berada di bawah formasi Ganduman didominansi oleh batugamping (Noad, 1998, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013). Haile dan Wong (1965, dalam Mustapha dan Abdullah, 2013) melaporkan bahwa Formasi Togopi ini terdiri dari batugamping dengan kandungan koral, batupasir gampingan, batulempung dan napal dengan kemiringan perlapisan adalah 3 hingga 10 derajat. Berdasarkan kumpulan fosil, hailed dan Wong (1965, dalam Mustapha dan Abdullah,2013) menyatakan bahwa Formasi Togopi berumur Pliosen hingga Pleitosen.

BAB IIITEORI DASAR3.1 Batuan IndukMenurut Subroto (2012) batuan induk merupakan batuan sedimen berbutir halus yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan hidrokarbon.Waples (1985) mengklasifikasikan batuan induk menjadi 3 jenis, yaitu:1. Effective source rock (batuan induk efektif )2. Possible source rock (mungkin batuan induk)3. Potential source rock (batuan induk potensial)Definisi batuan induk efektif adalah batuan induk yang telah membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon. Mungkin batuan induk adalah batuan sedimen yang belum pernah dievaluasi potensinya, tetapi mempunyai kemungkinan membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon. Batuan induk potensial adalah batuan sedimen belum matang yang mempunyai kemampuan membentuk dan mngeluarkan hidrokarbon jika kematangannya bertambah tinggi.

3.2 Metode Analisis Batuan IndukEvaluasi potensi batuan induk harus mencakup tiga jenis analisis data, yaitu kuantitas atau kekayaan, tipe dan kematangaan material organik yang hadir dalam batuan (Subroto,2012).

3.2.1 Metode Analisis Kekayaan Material OrganikMenurut Subroto (2012), perhitungan jumlah kandungan material organik berupa karbon pada suatu batuan dapat dinilai melalu nilai TOC (Total Organic Carbon). Teknik yang banyak dilakukan untuk menilai kandungan TOC (Total Organic Carbon) pada batuan induk adalah dengan menggunakan alat penganalisis karbon, yaitu Leco Carbon Anlyzer dan Rock Eval Pyrolisis.

Gambar 3.1. Diagram skematik penganalisis karbon, Leco Carbon Analyzer (Waples, 1985 dalam Subroto, 2012)Metode dengan menggunakan alat Leco Carbon Anlyzer memiliki teknik yang cukup sederhana, yaitu dengan membakar 6 sampel yang berbentuk bubuk dan bebas mineral karbonat pada temperatur tinggi dengan bantuan oksigen (Subroto,2012).

Semua karbon organik dirubah menjadi karbon dioksida lalu diperangkap dalam alat tersebut dan dilepaskan menuju detektor ketika pembakaran sudah usai. Jumlah karbon dioksida yang didapat sama dengan jumlah karbon organik di dalam batuan. Jumlah karbon organik didalam batuan karbonat harus dihilangkan dalam sampel dengan asam klorida sebelum pembakaran karena mineral karbonat juga terurai selama pembakaran dan menghasilkan karbon dioksida (Subroto,2012).

Cara yang kedua adalah dengan menggunakan teknik Rock eval pyrolisis. Teknik ini menggunakan dekomposisi material organik dengan pemanasan dalam kondisi tidak ada oksigen. Pirolisis digunakan untuk mengetahui kekayaan dan kematangan suatu batuan induk (Espitalie et al., 1977).

Gambar 3.2. Diagram skematik rock eval pyrolisis (Waples, 1985, dalam Subroto, 2012)

Rock-Eval Pyrolisis(REP)adalah analisa komponen hidrokarbon pada batuan induk dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram. Pemanasan ini memisahkan komponen organik bebasdan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk (Waples,1985, dalam Subroto, 2012).

Tahap pertama, 100 mg sampel dipanaskan secara perlahan tanpa adanya oksigen dari temperatur awal 3000C hingga 5500C. Pirolisis bukanlah suatu pembakaran, tidak adanya oksigen mengindikasikan bahwa hanya terjadi reaksi penguraian termal (Subroto, 2012). Selama pemanasan ini, ada dua hidrokarbon yang dikeluarkan dari sampel batuan. Hidrokarbon yang pertama adalah hidrokarbon yang sudah ada dalam batuan. Hidrokarbon ini sama dengan bitumen yang diekstraksi dengan menggunakan pelarut. Detektor pada alat Rock-Eval akan merekam hal ini dan mencatatnya sebagai S1. Tahap ini disebut sebagai tahap evaporasi.

Pada tahap kedua, pemanasan berlanjut dari temperatur 3000C hingga 5500C. Pada tahap ini aliran hidrokarbon yang sudah ada sebelumnya dalam batuan mulai berkurang. Pada temperatur sekitar 3500C jenis hidrokarbon kedua mulai muncul. Hidrokarbon kedua ini disebut S2, merupakan hidrokarbon yang terbentuk dari kerogen di dalam Rock-Eval akibat penguraian termal kerogen. S2 ini dianggap sebagai indikator kemampuan kerogen dalam menghasilkan hidrokarbon pada saat ini (Subroto, 2012). Ketika temperatur mencapai puncak, kerogen mulai mengalami maturasi dan dinilai sebagai puncak S2 atau biasa disebut Tmax.

Tahap ketiga yaitu pengeluaran CO2 akibat pendinginan pada pirolisis dimana temperatur menurun dari 3900C hingga 3000C. Karbon dioksida ini ditangkap oleh suatu perangkap selama pirolisis berlangsung dan kemudian dilepas kepada detektor kedua lalu dicatat sebagai S3 setelah proses pengukuran hidrokarbon selesai.

Analisis rock eval pyrolisis menghasilkan beberapa parameter-parameter, yaitu :

a. S1 (Free Hydrocarbon) S1 merupakan representasi dari hidrokarbon dari hidrokarbon yang sudah berada dalam batuan selama proses sedimentasi ditambah hidrokarbon yang sudah terkumpul di bawah permukaan (Gani,2011). Nilai S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk insitu karena kematangan termal maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain.

b. S2 (Pyrolisable Hydrocarbon) S2 merepresentasikan jumlah hidrokarbon yang terbentuk pada temperatur maksimalnya (Gani,2011). S2 menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan secara alamiah. Nilai S2 menyatakan potensi material organik dalam batuan yang dapat berubah menjadi minyak.

c. S3 S3 merupakan jumlah oksigen yang terdapat pada kerogen dengan melihat jumlah CO2 yang terbentuk selama proses pirolisis terjadi(Gani,2011).

d. Tmaks (Temperatur Maksimum) Nilai Tmaks ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk. Harga Tmaks yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material organik. Kerogen Tipe I akan membentuk hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi temperatur yang sama. Harga Tmaks sebagai indikator kematangan memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya tidak dapat digunakan untuk batuan memiliki TOC kurang dati 0,5 dan HI kurang dari 50. Harga Tmaks dapat menunjukkan tingkat kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan sebenarnya pada batuan induk yang mengandung resinit yang umum terdapat dalam batuan induk dengan kerogen tipe II (Peters, 1986).

Kombinasi parameter parameter yang dihasilkan oleh Rock-Eval Pyrolisis dapat dipergunakan sebagai indikator jenis serta kualitas batuan induk, antara lain :

Potential Yield PY (Potential Yield) menunjukkan jumlah hidrokarbon dalam batuan baik yang berupa komponen volatil (bebas) maupun yang berupa kerogen. Satuan ini dipakai sebagai penunjuk jumlah total hidrokarbon maksimum yang dapat dilepaskan selama proses pematangan batuan induk dan jumlah ini mewakili generation potential batuan induk.

PI (Production Index) Nilai PI (Production Index) menunjukkan jumlah S1 terhadap jumlah total hidrokarbon yang hadir. PI (Production Index) dapat digunakan sebagai indikator tingkat kematangan batuan induk. PI meningkat karena pemecahan kerogen karena S2 berubah menjadi S1.

HI (Hydrogen Index) Dalam penentuan tipe material organik, ada dua parameter yang digunakan yaitu diagram dari Indeks Hidrogen (HI) dan rasio S2/S3. Nilai HI dihitung dengan rumus:

Nilai HI merepresentasikan total hidrokarbon bebas, yang erat kaitannya dengan komposisi dasar dalam kerogen. Sementara itu, rasio S2/S3 menunjukkan tipe kerogen berhubungan dengan produksi hidrokarbon yang membentuk gas.

OI (Oxygen Index) Parameter yang lain yaitu Indeks Oksigen (OI) dihitung dengan rumus :

Nilai ini menunjukkan jumlah CO2 yang dihasilkan dari kerogen selama pirolisis Rock-eval. OI direpresentasikan sebagai mg CO2/g TOC dan diperkirakan berhubungan dengan kandungan oksigen dalam kerogen (Tissot dan Welte, 1984, dalam Muljana dkk., 2012). Sementara itu, S3 adalah puncak ketiga dalam analisis rock-eval ditunjukkan dalam mg CO2/g batuan.

Untuk dapat menentukan apakah suatu batuan dapat menghasilkan hidrokarbon, maka batuan tersebut harus mencapai nilai minimum TOC (Total Organic Carbon). Waples (1985) mengklasifikasikan nilai TOC melalui Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Implikasi batuan induk terhadap nilai TOC (Waples,1985)TOC %Implikasi Batuan Induk

2Kemungkinan berpotensi baik sampai sangat baik

Sedangkan Peters dan Casa (1994) mengklasifikasikan nilai TOC melalui tabel 3.2. Peters dan Casa mengklasifikasikan nilai TOC khusus pada batuan induk yang belum matang.

Tabel 3.2 Implikasi batuan induk terhadap nilai TOC (Peters dan Cassa,1994)PotensiTOC(%)S1S2Bitumen (ppm)HC (ppm)

Kurang2400

3.2.2 Analisa Kualitas Material Organik

Untuk menganalisis kualitas material organik, metode yang dapat digunakan adalah dengan pirolisis, dan analisa petrografi. Metode yang digunakan dalam analisa pirolisis adalah dengan mengklasifikasikan tipe kerogen adalah normalisasi nilai S2 dan S3 sehingga menghasilkan nilai HI (Indeks Hidrogen) dan nilai OI (Indeks Oksigen). Waples (1985) mengklasifikasikan nilai HI dalam penentuan tipe kerogen dan hasil produk batuan induknya Perbandungan HI dan OI dituangkan dalam grafik modifikasi van krevelen yang membagi area grafik menjadi tiga tipe kerogen (Gambar 3.3). Perbandungan HI dan OI digunakan untuk menentukan kualitas batuan induk yang belum matang. Nilai indeks hidrogen dan oksigen akan berubah seiring tingkat kematangan batuan induk. Oleh karena itu, perbandingan ini tidak akan representatif untuk batuan induk yang sudah matang terhadap kualitas kerogen asalnya. Untuk menentukan batuan induk yang belum matang, analisis sebaiknya menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh Peters dan Cassa (1994). Klasifikasi tipe batuan induk oleh Peter dan Cassa dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.3.Tipe batuan induk berdasarkan indeks hidrogen (Waples, 1985)HI (Hydrogen Index)Produk utamaKuantitas relatif

600MinyakSangat banyak

Tabel 3.3.Diagram van Krevelen yang telah dimodifikasi menunjukkan jalur evolusi kerogen dengan menggunakan indeks hidrogen dan indeks oksigen Waples (1985)Tabel 3.4 Tipe batuan induk berdasarkan indeks hidrogen (Peters dan Cassa, 1994)Tipe kerogenHIS2/S3H/CProduk utama

I>600>15>1,5Minyak

II300-60010-151,2-1,5Minyak

II/III200-3005-105-10Minyak/Gas

III50-2001-510-20Gas

IV