makalah pgj semester 6
Transcript of makalah pgj semester 6
BAB 1
PROSEDUR DISAIN
I.1. Lingkup Perkerjaan Perencanaan Geometrik
Dalam pekerjaan perencanaan geometrik jalan arteri primer, terdapat 5 tahap perkerjaan
secara berurutan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Melengkapkanan data dasar.
2. Identifikasi lokasi jalan.
3. Penetapan kriteria perencanaan.
4. Penetapan alinyemen jalan yang optimal
5. Pengambaran detail perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah.
I.2. Data Dasar
Untuk suatu perencanaan geometrik, dibutuhkan beberapa data dasar yang dijadikan
acuan perkerjaan. Data-data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Peta topografi berkontur yang akan menjadi peta dasar perencanaan jalan, dengan
skala tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misalnya 1:2.500 dan 1:5.000).
Perbedaan tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih 5 meter.
2. Peta geologi yang memuat informasi daerah labil dan daerah stabil.
3. Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan.
4. Peta jaringan jalan yang ada.
I.3. Identifikasi Lokasi Jalan
Setelah mengetahui data-data yang akan dijadikan acuan perkerjaan, tetapkan:
1. Kelas medan jalan.
2. Titik awal dan akhir perencanaan.
3. Pada peta dasar perencanaan, identifikasi daerah-daerah yang layak dilintasi jalan
berdasarkan struktur mekanik tanah, struktur geologi, dan pertimbangan lainnya yang
dianggap perlu.
I.4. Kriteria Perencanaan
1. Tetapkan:
a. Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan klasifikasi menurut fungsi jalan;
b. Kendaraan Rencana
c. VLHR dan VJR.
d. Kecepatan Rencana, VR.
2. Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kecenderungan perkembangan transportasi di masa yang akan datang sehingga jalan
yang dibangun dapat memenuhi fungsinya selama umur rencana yang diinginkan.
I.5. Penetapan Alinyemen Jalan
Aliynemen jalan yang optimal diperoleh dari satu proses iterasi pemilihan alinyemen.
1. Dengan menggunakan data dasar, dibuat beberapa alternatif alinyemen horizontal
(lebih dari satu) yang dipandang dapat memenuhi kriteria perencanaan (I.5.1).
2. Setiap alternatif alinyemen horizontal dibuat alinyemen vertikal dan potongan
melintangnya (I.5.2 dan I.5.3).
3. Semua alternatif alinyemen dievaluasi (I.5.4) untuk memilih alternatif yang paling
efisien.
I.5.1. Alinyemen Horizontal
1. Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:
a. Jari jari minimum lengkung horizontal.
b. Kelandaian jalan maksimum.
c. Panjang maksimum bagian jalan yang lurus
d. Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
2. Dengan memperhatikan kriteria perencanaan dan Rumija (I.5.3), pada peta dasar
perencanaan, rencanakan alinyemen horizontal jalan untuk beberapa alternatif
lintasan.
3. Pada setiap gambar alternatif alinyemen, bubuhkan "nomor station", disingkat Sta.
Dan ditulis Sta.XXX+YYY, di mana XXX adalah satuan kilometer dan YYY
satuan meter. Penomoran Sta. ditetapkan sebagai berikut:
a. Pada bagian jalan yang lurus Sta. dibubuhkan untuk setiap 50 m.
b. Pada bagian jalan lengkung Sta. dibubuhkan untuk setiap 20 m.
c. Penulisan Sta. pada gambar dilakukan disebelah kiri dari arah kilometer kecil
ke kilometer besar.
I.5.2. Alinyemen Vertikal
1. Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:
a. Jari jari lengkung vertikal minimum.
b. Kelandaian jalan maksimum.
c. Panjang jalan dengan kelandaian tertentu yang membutuhkan lajur pendakian.
d. Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
2. Dengan memperhatikan kriteria perencanaan, rencanakan gambar alinyemen
vertikal untuk semua alternatif alinyemen horizontal. Gambar alinyemen vertikal
berskala panjang 1:1.000 dan skala vertikal 1:100.
3. Setiap alinyemen perlu diuji terhadap pemenuhan jarak pandang sesuai ketentuan.
I.5.3. Potongan Melintang
1. Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:
a. Lebar lajur, lebar jalur, dan lebar bahu jalan.
b. Pelebaran jalan di tikungan untuk setiap tikungan.
c. Rumaja, Rumija, dan Ruwasja.
2. Rencanakan gambar potongan melintang jalan dengan skala horizontal 1:100 dan
skala vertikal 1:10. Gambar potongan melintang dibuat untuk setiap titik Sta.
3. Potongan melintang jalan beserta alinyemen horizontal serta alinyemen vertikal
digunakan untuk menghitung volume galian, timbunan, dan pemindahan material
galian dan timbunan.
I.5.4. Pemilihan Alinyemen yang Optimal
1. Perencanaan untuk beberapa alternatif bertujuan mencari alinyemen jalan yang
paling efisien yaitu alinyemen dengan kriteria sebagai berikut:
a. Alinyemen terpendek.
b. Semua kriteria perencanaan harus dipenuhi. Jika tidak ada alternatif alinyemen
yang memenuhi kriteria perencanaan, maka kriteria perencanaan harus
dirubah.
c. Memiliki pekerjaan tanah yang paling sedikit atau paling murah. Yang
dimaksud pekerjaan tanah di sini melingkupi volume galian, volume
timbunan, dan volume perpindahan serta pengoperasian tanah galian dan
timbunan.
d. Memiliki jumlah dan panjang jembatan paling sedikit atau paling pendek atau
paling murah.
2. Pada alternatif yang paling efisien, perlu dievaluasi koordinasi antara alinyemen
horizontal dan alinyemen vertikal (II.7.5). Perubahan kecil pada alinyemen
terpilih ini dapat dilakukan, tetapi jika perubahan alinyemen tersebut
menyebabkan penambahan pekerjaan tanah yang besar maka proses seleksi
alinyemen perlu diulang.
I.6. Penyajian Rencana Geometrik
1. Bagian-bagian perencanaan yang disajikan meliputi:
a. Gambar alinyemen horizontal jalan pada peta topografi berkontur.
b. Gambar alinyemen vertikal jalan.
c. Diagram superelevasi.
d. Gambar potongan melintang jalan untuk setiap titik Sta.
e. Diagram pekerjaan tanah (mass diagram)
f. Bagian bagian lain yang dianggap perlu.
BAB IIKRITERIA PERENCANAAN
II.1. KLASIFIKASI JALAN
II.1.1 Klasifikasi menurut fungsi jalan
Lokasi Jalan : Jalan luar kota.
Daerah di Luar Kota adalah daerah lain selain daerah perkotaan. Jalan Antar Kota
adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi dengan ciri-ciri tanpa
perkembangan yang menerus pada sisi mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun
mungkin terdapat perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau
perkampungan.
Klasifikasi jalan : Jalan Arteri.
Jalan Arteri adalah Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
II.1.2 Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi jalan : Jalan Kelas I.
Fungsi Kelas Muatan Sumbu Teberat,
MST (ton)
Ateri I
II
IIIA
>10
10
8
Kolektor III A
III B
8
8
Tabel II.1 Klasifikasi menurut kelas jalan
Berdasarkan tabel II.1 atau Pasal 11, PP. No.43/1993. Manual Direktorat Jenderal Bina
Marga No. 038/TBM/1997, tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 4.
Untuk Muatan Sumbu Terberat sebesar > 10 Ton, dengan fungsi jalan sebagai jalan arteri di
kategotikan sebagai jalan Kelas I.
II.1.3 Klasifikasi menurut medan jalan
Klasifikasi jalan : Datar (Notasi D).
Analisis medan jelan berdasarkan kemiringan jalan melintang dengan panjang damija 27 m.
Annailis diambil melalui 10 data dari titik yang berbeda-beda.
Data ke- Δh Δs Δh/ Δs
1 1.1 27 0.040741
2 1 270.037037037
3 1.4 270.014814815
4 0.28 270.01
5 0.47 270.01037037
6 0.32 270.017407407
7 0.36 270.011851852
8 0.95 270.013333333
9 1.95 270.075925926
10 1.17 270.072222222
∑ 0.303704
Rata-rata 0.03037
Medan 2.19
Tabel 1. Perhitunga Analisis Medan Jalan
Berdasarkan tabel II.2. Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997,
tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 4. Untuk kemiringan medan
rata-rata < 3% (Datar) dikategorikan sebagai jalan dengan notasi D.
No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan
(%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan G > 25
Tabel II.2 Klasifikasi menurut medan jalan
II.2 KRITERIA PERENCANAANII.2.2 Kendaraan RencanaII.2.2 Satuan Mobil PenumpangII.2.3 Volume Lalu Lintas Rencana
II.2.4 Kecepatan Rencana Kecepatan rencana : 90 km/jam
FungsiKecepatan Rencana, Vr, km/jam
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
Tabel II.6 Kecepatan Rencana, Vr, sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan
Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak kecepatan
yang dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya dengan aman dan
nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping
jalan yang tidak berarti.
Berdasarkan tabel II.6. Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997, tentang
tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 11. Untuk jalan berbukit dengan
fungsi jalan sebagai jalan arteri, kecepatan rencana (VR) sebesar 90 km/jam.
II..3 PENAMPANG MELINTANG
Lebar perkerasan jalan : 2x7 meter(14 meter;2 jalur;2 arah)
Lebar bahu jalan : 2 meter
Elivasi melintang perkerasan : 2%
Elevasi melintang bahu : 4%
Dimensi saluan drainase Lebar : 1 meter
Tinggi : 1 meter
Tebal perkerasan jalan : 60 cm
II.4 Bagian-Bagian Jalan
II.4.1 Daerah Manfaat Jalan
II.4.2 Ruang Milik Jalan
Lebar Ruang Milik Jalan : 27 m
II.5. Spesifikasi Dimensi Drainase
Drainase Permukaan adalah sistem drainase yang berkaitan dengan pengendalian aliran
air permukaan. Sistem drainase permukaan pada konstruksi jalan raya pada umumnya
berfungsi untuk :
Mengalirkan air hujan/air secepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan
selanjutnya dialirkan lewat saluran samping; menuju saluran pembuang akhir.
Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran disekitar jalan masuk
ke daerah perkerasan jalan.
Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air.
Dalam perencanaan jalan antar kota kali ini sistem drainase permukaan yang digunakan
adalah melalui kemiringan melintang pada permukaan perkerasan dan bahu jalan, serta
adanya selokan samping pada ruang milik jalan.
Fungsi selokan samping antara lain :
Menampung dan membuang air yang berasal dari permukaan jalan.
Menampung dan membuang air yang berasal dari daerah pengaliran sekitar
jalan.
Penentuan dimensi saluran samping berdasarkan Petunjuk Desain Drainase Permukaan
Jalan Bina Marga no. 008/T/BNKT/1990, halaman 12, sub-bab Penyederhanaan Desain
Penampang Saluran Samping untuk jenis saluran samping tanpa pasangan; Ketentuan-
ketentuan untuk menentukan dimensi saluran samping tanpa pasangan :
a. Luas minimum penampang saluran samping tanpa pasangan adalah 0,50 m2.
b. Tinggi minimum saluran (T) adalah 50 cm.
Gambar x. Penampang Saluran
Berdasarkan asumsi-asumsi untuk mendapatkan debit air (Q) dan ketentuan – ketentuan
umum untuk menentukan dimensi saluran samping tanpa pasangan, maka dapat
dihitung penampang saluran samping. Selanjutnya pada tabel berikut didapat
berdasarkan pada harga lebar dasar saluran (D) 50 cm dan kemiringan dasar saluran 1 :
1.
Dengan asumsi kemiringan saluran mengikuti desain elevasi permukaan jalan sebesar
1%, didapatkan dimensi penampang yaitu :
Tinggi = 50 cm
Lebar = 60 cm
Kemiringan dasar 1:1
BAB III
JARAK PANDANG
Berdasarkan RSNI T-14-2004, jarak pandang (Jr) adalah jarak di sepanjang tengah-
tengah suatu jalur dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang
dapat dilihat oleh pengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan
yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut
dengan aman.
III.1. Jarak Pandang Henti (Jh)
Berdasarkan RSNI T-14-2004, jarak pandang henti adalah jarak pandangan
pengemudi ke depan untuk berhenti dengan aman dan waspada dalam keadaan biasa,
didefinisikan sebagai jarak pandangan minimum yang diperlukan oleh seorang
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya
halangan didepannya. Jarak pandang henti diukur berdasarkan anggapan bahwa tinggi
mata pengemudi adalah 108 cm dan tinggi halangan adalah 60 cm diukur dari
permukaan jalan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh.
Berdasarkan tabel II.10. Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No.
038/TBM/1997, tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 21.
Jarak pandang henti (Jh) paling minimun untuk kecepatan rencana (VR) 90 km/jam
adalah sebesar 175 m.
a) Jarak Tanggap (Jht)
Jarak tanggap adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi
menginjak rem.
T(waktu tanggap) = 2.5 detik
Jht=V R
3,6×T ;T=2.5 detik
¿ 903,6
× 3=62.5 m
b) Jarak Pengereman (Jhr)
Jarak pengereman adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti
Jhr=(V R /3,6)2
2. g . f; f =035
¿(90 /3,6)2
2. 9,8 . 0,35=91.11 m
Jadi, jarak pandang henti (Jh) = Jht + Jhr = 62.5 m + 91.1 m = 153.6 m.
III.2. Jarak Pandang Mendahului (Jd)
Jarak pandang mendahului jarak yang memungkinkan suatu kendaraan
mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut
kembali ke lajur semula. Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.
Berdasarkan tabel II.11. Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No.
038/TBM/1997, tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 22.
Jarak pandang mendahului (Jd) paling minimum untuk kecepatan rencana (VR) 100
km/jam adalah sebesar 670 m. Atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus II.2:
Jd=d1+d2+d3+d4
d1 = jarak selama waktu tanggap
d1=0,278. T 1(V R−m+a .T 1
2 )T 1=2,12+0,026. V R
¿2,12+0,026 (90)
¿4,46 detik
a=2,052+0,0036. V R
¿2,052+0,0036 (90 )
¿2,376 km j /am2
m=10 km / jam2
d1=0,278. 4,46(90−10+ 2,376 .4,462 )=105.76 m
d2 = jarak selama mendahului
d2=0,278. V R .T 2
T 2=6,56+0,048 .V R
¿6,56+0,048 (90 )
¿10,88 detik
d2=0,278. 90 . 10,88
¿272,21 m (dibulatkan menjadi 316 m)
d3 = jarak antara kendaraan yang berlawanan
d3 = 70 m
d4 = jarak tempuh kendaraan yang berlawanan
d4=23
. d2
¿ 23
.272,21
¿181,48m (dibulatkan menjadi 211 m)
Jadi, jarak pandang menyiap (Jd) = d1 + d2 + d3 + d4
Jd = 105,76 m + 272.21 m + 70 m + 181,48 m = 629,45 m
BAB IV
ALINYEMEN HORIZONTAL
Alinyemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan). Perencanaan geometri pada tikungan bertujuan untuk mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR.
Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan harus
diperhitungkan. Jenis jalan yang akan dirancang merupakan jalan arteri sekunder kelas jalan
II dimana kecepatan rencana (VR) sebesar 90 km/jam dengan friksi jalan sebesar 0,14.
Desain jalan yang akan dibangun merupakan tikungan gabungan berbalik arah, maka
syarat yang harus dipenuhi ialah :
R1 > R2
R1/R2 ≥ 2/3
Setelah dilakukan perhitungan dengan metode trial and error maka didapatkan :
R1 = 495 m; dengan e = 0,02
R2 = 330 m; dengan e = 0,10
IV.1. Tikungan
1. Superelevasi
Berdasarkan Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997, tentang
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, halaman 27, sub-bab 11.6.3.
tentang tikungan, poin 2 tentang superelevasi; Superelevasi adalah suatu kemiringan
melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan VR. Nilai superelevasi
maksimum ditetapkan 10%.
2. Jari-jari tikungan
Berdasarkan Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997, tentang
tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, halaman 28, tabel II.16; Panjang
jari-jari paling minimum untuk kecepatan rencana (VR) 90 km/jam (menggunakan
interpolasi) adalah sebesar 290 m. Atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Rmin=V R
2
127 .(emax+ f )
¿ 902
127 .(10 %+0,14)
¿265.75 m
Maka jari-jari minimum (R) diambil 270 m.
3. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan merupakan lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus
jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R. Jenis lengkung ini berfungsi
mengantisipasi perubahan alinyemen jalan dari bentuk lurus (R =∞) sampai bagian
lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika
kendaraan mendekati maupun meninggalkan tikungan.
a. Tingkat Perubahan Kelandaian Jalan (re)
Berdasarkan Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997,
tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, halaman 28, sub-bab
11.6.3. tentang tikungan, poin 4 tentang lengkung peralihan; Tingkat perubahan
kelandaian melintang jalan maksimum (re-max) untuk kecepatan rencana 90
km/jam (VR > 80 km/jam) adalah sebesar 0,025 m/m/detik.
b. Pengecekan Lengkung Peralihan
Panjang lengkung vertikal ditentukan berdasarkan tingkat pencapaian perubahan
kelandaian, dengan rumus :
Ls = ¿¿ = (0.1−0.02)90
3,6 . 0.025 = 80 meter
IV.2. Perencanaan Tikungan Pertama
Kecepatan rencana (VR) : 90 km/jam
Superelevasi Maksimum (emax) : 10 %
Superelevasi Normal (en) : 2 %
Jari-jari (R) minimum : 280 m
Perubahan kelandaian melintang (re) maksimum : 0,025 m/m/detik
Desain:
Jari-jari (R) : 495 m
Superelevasi (e) : 2 %
Perubahan kelandaian melintang (re) : 0,025 m/m/detik
Sudut Tikungan (β) : 65°
Menghitung komponen tikungan
Karena lengkung peralihan digunakan, maka lintasan tikungan bergeser ke sebelah dalam. Besar pergeseran yang terjadi adalah :
p= Ls2
24 R= 802
24 . 270=0.987 m
karena p = 98.7 cm > 25 cm maka lengkung berbentuk spiral-circle-spiral
Komponen Lengkung Peralihan
Absis pada garis tangen, atau jarak dari titik TS ke SC dihitung dengan:
Xs=Ls(1− Ls2
40 Rc2 )=80⋅(1−802
40⋅2802 )=79 . 84 m
Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, atau jarak tegak lurus ke titik SC
pada lengkun, dapat dihitung dengan:
Sudut lengkung spiral, dapat dihitung dengan:
Pergeseran tangen terhadap spiral, dapat dihitung dengan:
Absis dari p pada garis tangen spiral, dapat dihitung dengan:
Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST, dapat dihitung dengan:
Jarak dari titik PI ke busur lingkaran, dapat dihitung dengan:
Jarak dari titik PI ke busur lingkaran, dapat dihitung dengan:
Maka panjang busur total adalah:
IV.3. Perencanaan Tikungan Kedua
Kecepatan rencana (VR) : 90 km/jam
Superelevasi (e) Maksimum : 10 %
Superelevasi Normal (en) : 2 %
Jari-jari (R) minimum : 330 m
Perubahan kelandaian melintang (re) maksimum : 0,025 m/m/detik
Design:
Jari-jari (R) : 330 m
Superelevasi (e) : 2 %
Perubahan percepatan (c) : 0,4 m/s3
Perubahan kelandaian melintang (re) : 0,025 m/m/detik
Sudut Tikungan (Δ) : 70°
Menghitung komponen tikungan
Karena kemiringan jalan (superelevasi) > 2%, maka lengkung yang digunakan adalah
spiral circle spiral (SCS).
Besarnya panjang lengkung peralihan, dihitung dengan mengambil nilai terbesar
dari tiga persaman berikut:
1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan:
Ls=V R
3,6. T= 90
3,6. 3=75 m
2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal:
Ls=0,022V R
3
R .C−2,727
V R. eC
¿0,022903
270 .1−2,727
90 .0,0961
=35,784 m
3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian:
Ls=( em−en ) .V R
3,6 .r e
Ls=(0,1−0,02 ) .90
3,6 .0,025
¿80 m
Maka nilai Ls diambil sebesar 80 m, yaitu perhitungan panjang lengkung spiral
berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal.
Sudut lengkung spiral, dapat dihitung dengan:
θs=Ls .90π .R
=80 .90π .270
=8,5 °
Pergeseran tangen terhadap spiral, dapat dihitung dengan:
p= Ls2
6 . Rc−Rc (1−cosθs)
¿ 802
6 .270−270 (1−cos8,5 )
¿0,987 m
Absis dari p pada garis tangen spiral, dapat dihitung dengan:
k=Ls− Ls3
40 . R2−R sin θs
¿80− 803
40 .2702−270sin 8,5
¿39,95 m
Total tangent
Tt=( R+ p ) tan∆2
+k
¿ (270+0,987 ) tan6030
+k
¿630 m
Jarak pergeseran lengkung dari PI
Et=(R+ p)
cos12
∆−R
¿55,2 m
Jarak dari titik PI ke busur lingkaran, dapat dihitung dengan:
Lc= θc360
×2. π . R
¿ 43360
×2. π .330
¿247,7 m