makalah pgj semester 6

24
BAB 1 PROSEDUR DISAIN I.1. Lingkup Perkerjaan Perencanaan Geometrik Dalam pekerjaan perencanaan geometrik jalan arteri primer, terdapat 5 tahap perkerjaan secara berurutan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut: 1. Melengkapkanan data dasar. 2. Identifikasi lokasi jalan. 3. Penetapan kriteria perencanaan. 4. Penetapan alinyemen jalan yang optimal 5. Pengambaran detail perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah. I.2. Data Dasar Untuk suatu perencanaan geometrik, dibutuhkan beberapa data dasar yang dijadikan acuan perkerjaan. Data-data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Peta topografi berkontur yang akan menjadi peta dasar perencanaan jalan, dengan skala tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misalnya 1:2.500 dan 1:5.000). Perbedaan tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih 5 meter. 2. Peta geologi yang memuat informasi daerah labil dan daerah stabil. 3. Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan. 4. Peta jaringan jalan yang ada.

Transcript of makalah pgj semester 6

Page 1: makalah pgj semester 6

BAB 1

PROSEDUR DISAIN

I.1. Lingkup Perkerjaan Perencanaan Geometrik

Dalam pekerjaan perencanaan geometrik jalan arteri primer, terdapat 5 tahap perkerjaan

secara berurutan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Melengkapkanan data dasar.

2. Identifikasi lokasi jalan.

3. Penetapan kriteria perencanaan.

4. Penetapan alinyemen jalan yang optimal

5. Pengambaran detail perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah.

I.2. Data Dasar

Untuk suatu perencanaan geometrik, dibutuhkan beberapa data dasar yang dijadikan

acuan perkerjaan. Data-data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Peta topografi berkontur yang akan menjadi peta dasar perencanaan jalan, dengan

skala tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misalnya 1:2.500 dan 1:5.000).

Perbedaan tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih 5 meter.

2. Peta geologi yang memuat informasi daerah labil dan daerah stabil.

3. Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan.

4. Peta jaringan jalan yang ada.

I.3. Identifikasi Lokasi Jalan

Setelah mengetahui data-data yang akan dijadikan acuan perkerjaan, tetapkan:

1. Kelas medan jalan.

2. Titik awal dan akhir perencanaan.

3. Pada peta dasar perencanaan, identifikasi daerah-daerah yang layak dilintasi jalan

berdasarkan struktur mekanik tanah, struktur geologi, dan pertimbangan lainnya yang

dianggap perlu.

Page 2: makalah pgj semester 6

I.4. Kriteria Perencanaan

1. Tetapkan:

a. Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan klasifikasi menurut fungsi jalan;

b. Kendaraan Rencana

c. VLHR dan VJR.

d. Kecepatan Rencana, VR.

2. Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan pertimbangan

kecenderungan perkembangan transportasi di masa yang akan datang sehingga jalan

yang dibangun dapat memenuhi fungsinya selama umur rencana yang diinginkan.

I.5. Penetapan Alinyemen Jalan

Aliynemen jalan yang optimal diperoleh dari satu proses iterasi pemilihan alinyemen.

1. Dengan menggunakan data dasar, dibuat beberapa alternatif alinyemen horizontal

(lebih dari satu) yang dipandang dapat memenuhi kriteria perencanaan (I.5.1).

2. Setiap alternatif alinyemen horizontal dibuat alinyemen vertikal dan potongan

melintangnya (I.5.2 dan I.5.3).

3. Semua alternatif alinyemen dievaluasi (I.5.4) untuk memilih alternatif yang paling

efisien.

I.5.1. Alinyemen Horizontal

1. Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:

a. Jari jari minimum lengkung horizontal.

b. Kelandaian jalan maksimum.

c. Panjang maksimum bagian jalan yang lurus

d. Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.

2. Dengan memperhatikan kriteria perencanaan dan Rumija (I.5.3), pada peta dasar

perencanaan, rencanakan alinyemen horizontal jalan untuk beberapa alternatif

lintasan.

3. Pada setiap gambar alternatif alinyemen, bubuhkan "nomor station", disingkat Sta.

Dan ditulis Sta.XXX+YYY, di mana XXX adalah satuan kilometer dan YYY

satuan meter. Penomoran Sta. ditetapkan sebagai berikut:

a. Pada bagian jalan yang lurus Sta. dibubuhkan untuk setiap 50 m.

b. Pada bagian jalan lengkung Sta. dibubuhkan untuk setiap 20 m.

Page 3: makalah pgj semester 6

c. Penulisan Sta. pada gambar dilakukan disebelah kiri dari arah kilometer kecil

ke kilometer besar.

I.5.2. Alinyemen Vertikal

1. Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:

a. Jari jari lengkung vertikal minimum.

b. Kelandaian jalan maksimum.

c. Panjang jalan dengan kelandaian tertentu yang membutuhkan lajur pendakian.

d. Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.

2. Dengan memperhatikan kriteria perencanaan, rencanakan gambar alinyemen

vertikal untuk semua alternatif alinyemen horizontal. Gambar alinyemen vertikal

berskala panjang 1:1.000 dan skala vertikal 1:100.

3. Setiap alinyemen perlu diuji terhadap pemenuhan jarak pandang sesuai ketentuan.

I.5.3. Potongan Melintang

1. Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:

a. Lebar lajur, lebar jalur, dan lebar bahu jalan.

b. Pelebaran jalan di tikungan untuk setiap tikungan.

c. Rumaja, Rumija, dan Ruwasja.

2. Rencanakan gambar potongan melintang jalan dengan skala horizontal 1:100 dan

skala vertikal 1:10. Gambar potongan melintang dibuat untuk setiap titik Sta.

3. Potongan melintang jalan beserta alinyemen horizontal serta alinyemen vertikal

digunakan untuk menghitung volume galian, timbunan, dan pemindahan material

galian dan timbunan.

I.5.4. Pemilihan Alinyemen yang Optimal

1. Perencanaan untuk beberapa alternatif bertujuan mencari alinyemen jalan yang

paling efisien yaitu alinyemen dengan kriteria sebagai berikut:

a. Alinyemen terpendek.

b. Semua kriteria perencanaan harus dipenuhi. Jika tidak ada alternatif alinyemen

yang memenuhi kriteria perencanaan, maka kriteria perencanaan harus

dirubah.

c. Memiliki pekerjaan tanah yang paling sedikit atau paling murah. Yang

dimaksud pekerjaan tanah di sini melingkupi volume galian, volume

Page 4: makalah pgj semester 6

timbunan, dan volume perpindahan serta pengoperasian tanah galian dan

timbunan.

d. Memiliki jumlah dan panjang jembatan paling sedikit atau paling pendek atau

paling murah.

2. Pada alternatif yang paling efisien, perlu dievaluasi koordinasi antara alinyemen

horizontal dan alinyemen vertikal (II.7.5). Perubahan kecil pada alinyemen

terpilih ini dapat dilakukan, tetapi jika perubahan alinyemen tersebut

menyebabkan penambahan pekerjaan tanah yang besar maka proses seleksi

alinyemen perlu diulang.

I.6. Penyajian Rencana Geometrik

1. Bagian-bagian perencanaan yang disajikan meliputi:

a. Gambar alinyemen horizontal jalan pada peta topografi berkontur.

b. Gambar alinyemen vertikal jalan.

c. Diagram superelevasi.

d. Gambar potongan melintang jalan untuk setiap titik Sta.

e. Diagram pekerjaan tanah (mass diagram)

f. Bagian bagian lain yang dianggap perlu.

Page 5: makalah pgj semester 6

BAB IIKRITERIA PERENCANAAN

II.1. KLASIFIKASI JALAN

II.1.1 Klasifikasi menurut fungsi jalan

Lokasi Jalan : Jalan luar kota.

Daerah di Luar Kota adalah daerah lain selain daerah perkotaan. Jalan Antar Kota

adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi dengan ciri-ciri tanpa

perkembangan yang menerus pada sisi mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun

mungkin terdapat perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau

perkampungan.

Klasifikasi jalan : Jalan Arteri.

Jalan Arteri adalah Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan

jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

II.1.2 Klasifikasi menurut kelas jalan

Klasifikasi jalan : Jalan Kelas I.

Fungsi Kelas Muatan Sumbu Teberat,

MST (ton)

Ateri I

II

IIIA

>10

10

8

Kolektor III A

III B

8

8

Tabel II.1 Klasifikasi menurut kelas jalan

Berdasarkan tabel II.1 atau Pasal 11, PP. No.43/1993. Manual Direktorat Jenderal Bina

Marga No. 038/TBM/1997, tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 4.

Untuk Muatan Sumbu Terberat sebesar > 10 Ton, dengan fungsi jalan sebagai jalan arteri di

kategotikan sebagai jalan Kelas I.

II.1.3 Klasifikasi menurut medan jalan

Klasifikasi jalan : Datar (Notasi D).

Page 6: makalah pgj semester 6

Analisis medan jelan berdasarkan kemiringan jalan melintang dengan panjang damija 27 m.

Annailis diambil melalui 10 data dari titik yang berbeda-beda.

Data ke- Δh Δs Δh/ Δs

1 1.1 27 0.040741

2 1 270.037037037

3 1.4 270.014814815

4 0.28 270.01

5 0.47 270.01037037

6 0.32 270.017407407

7 0.36 270.011851852

8 0.95 270.013333333

9 1.95 270.075925926

10 1.17 270.072222222

∑ 0.303704

Rata-rata 0.03037

Medan 2.19

Tabel 1. Perhitunga Analisis Medan Jalan

Berdasarkan tabel II.2. Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997,

tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 4. Untuk kemiringan medan

rata-rata < 3% (Datar) dikategorikan sebagai jalan dengan notasi D.

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan

(%)

1 Datar D <3

2 Perbukitan B 3-25

3 Pegunungan G > 25

Tabel II.2 Klasifikasi menurut medan jalan

II.2 KRITERIA PERENCANAANII.2.2 Kendaraan RencanaII.2.2 Satuan Mobil PenumpangII.2.3 Volume Lalu Lintas Rencana

Page 7: makalah pgj semester 6

II.2.4 Kecepatan Rencana Kecepatan rencana : 90 km/jam

FungsiKecepatan Rencana, Vr, km/jam

Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70-120 60-80 40-70

Kolektor 60-90 50-60 30-50

Lokal 40-70 30-50 20-30

Tabel II.6 Kecepatan Rencana, Vr, sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan

Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang dipilih sebagai dasar

perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak kecepatan

yang dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya dengan aman dan

nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping

jalan yang tidak berarti.

Berdasarkan tabel II.6. Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997, tentang

tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 11. Untuk jalan berbukit dengan

fungsi jalan sebagai jalan arteri, kecepatan rencana (VR) sebesar 90 km/jam.

II..3 PENAMPANG MELINTANG

Lebar perkerasan jalan : 2x7 meter(14 meter;2 jalur;2 arah)

Lebar bahu jalan : 2 meter

Elivasi melintang perkerasan : 2%

Elevasi melintang bahu : 4%

Dimensi saluan drainase Lebar : 1 meter

Tinggi : 1 meter

Tebal perkerasan jalan : 60 cm

II.4 Bagian-Bagian Jalan

II.4.1 Daerah Manfaat Jalan

II.4.2 Ruang Milik Jalan

Lebar Ruang Milik Jalan : 27 m

II.5. Spesifikasi Dimensi Drainase

Page 8: makalah pgj semester 6

Drainase Permukaan adalah sistem drainase yang berkaitan dengan pengendalian aliran

air permukaan. Sistem drainase permukaan pada konstruksi jalan raya pada umumnya

berfungsi untuk :

Mengalirkan air hujan/air secepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan

selanjutnya dialirkan lewat saluran samping; menuju saluran pembuang akhir.

Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran disekitar jalan masuk

ke daerah perkerasan jalan.

Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air.

Dalam perencanaan jalan antar kota kali ini sistem drainase permukaan yang digunakan

adalah melalui kemiringan melintang pada permukaan perkerasan dan bahu jalan, serta

adanya selokan samping pada ruang milik jalan.

Fungsi selokan samping antara lain :

Menampung dan membuang air yang berasal dari permukaan jalan.

Menampung dan membuang air yang berasal dari daerah pengaliran sekitar

jalan.

Penentuan dimensi saluran samping berdasarkan Petunjuk Desain Drainase Permukaan

Jalan Bina Marga no. 008/T/BNKT/1990, halaman 12, sub-bab Penyederhanaan Desain

Penampang Saluran Samping untuk jenis saluran samping tanpa pasangan; Ketentuan-

ketentuan untuk menentukan dimensi saluran samping tanpa pasangan :

a. Luas minimum penampang saluran samping tanpa pasangan adalah 0,50 m2.

b. Tinggi minimum saluran (T) adalah 50 cm.

Gambar x. Penampang Saluran

Berdasarkan asumsi-asumsi untuk mendapatkan debit air (Q) dan ketentuan – ketentuan

umum untuk menentukan dimensi saluran samping tanpa pasangan, maka dapat

dihitung penampang saluran samping. Selanjutnya pada tabel berikut didapat

berdasarkan pada harga lebar dasar saluran (D) 50 cm dan kemiringan dasar saluran 1 :

1.

Page 9: makalah pgj semester 6

Dengan asumsi kemiringan saluran mengikuti desain elevasi permukaan jalan sebesar

1%, didapatkan dimensi penampang yaitu :

Tinggi = 50 cm

Lebar = 60 cm

Kemiringan dasar 1:1

BAB III

JARAK PANDANG

Berdasarkan RSNI T-14-2004, jarak pandang (Jr) adalah jarak di sepanjang tengah-

tengah suatu jalur dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang

dapat dilihat oleh pengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan

yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut

dengan aman.

III.1. Jarak Pandang Henti (Jh)

Berdasarkan RSNI T-14-2004, jarak pandang henti adalah jarak pandangan

pengemudi ke depan untuk berhenti dengan aman dan waspada dalam keadaan biasa,

didefinisikan sebagai jarak pandangan minimum yang diperlukan oleh seorang

pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya

Page 10: makalah pgj semester 6

halangan didepannya. Jarak pandang henti diukur berdasarkan anggapan bahwa tinggi

mata pengemudi adalah 108 cm dan tinggi halangan adalah 60 cm diukur dari

permukaan jalan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh.

Berdasarkan tabel II.10. Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No.

038/TBM/1997, tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 21.

Jarak pandang henti (Jh) paling minimun untuk kecepatan rencana (VR) 90 km/jam

adalah sebesar 175 m.

a) Jarak Tanggap (Jht)

Jarak tanggap adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi

melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi

menginjak rem.

T(waktu tanggap) = 2.5 detik

Jht=V R

3,6×T ;T=2.5 detik

¿ 903,6

× 3=62.5 m

b) Jarak Pengereman (Jhr)

Jarak pengereman adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan

kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti

Jhr=(V R /3,6)2

2. g . f; f =035

¿(90 /3,6)2

2. 9,8 . 0,35=91.11 m

Jadi, jarak pandang henti (Jh) = Jht + Jhr = 62.5 m + 91.1 m = 153.6 m.

III.2. Jarak Pandang Mendahului (Jd)

Jarak pandang mendahului jarak yang memungkinkan suatu kendaraan

mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut

Page 11: makalah pgj semester 6

kembali ke lajur semula. Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi

adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.

Berdasarkan tabel II.11. Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No.

038/TBM/1997, tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, Hal 22.

Jarak pandang mendahului (Jd) paling minimum untuk kecepatan rencana (VR) 100

km/jam adalah sebesar 670 m. Atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus II.2:

Jd=d1+d2+d3+d4

d1 = jarak selama waktu tanggap

d1=0,278. T 1(V R−m+a .T 1

2 )T 1=2,12+0,026. V R

¿2,12+0,026 (90)

¿4,46 detik

a=2,052+0,0036. V R

¿2,052+0,0036 (90 )

¿2,376 km j /am2

m=10 km / jam2

d1=0,278. 4,46(90−10+ 2,376 .4,462 )=105.76 m

d2 = jarak selama mendahului

d2=0,278. V R .T 2

T 2=6,56+0,048 .V R

¿6,56+0,048 (90 )

¿10,88 detik

d2=0,278. 90 . 10,88

¿272,21 m (dibulatkan menjadi 316 m)

d3 = jarak antara kendaraan yang berlawanan

d3 = 70 m

d4 = jarak tempuh kendaraan yang berlawanan

Page 12: makalah pgj semester 6

d4=23

. d2

¿ 23

.272,21

¿181,48m (dibulatkan menjadi 211 m)

Jadi, jarak pandang menyiap (Jd) = d1 + d2 + d3 + d4

Jd = 105,76 m + 272.21 m + 70 m + 181,48 m = 629,45 m

Page 13: makalah pgj semester 6

BAB IV

ALINYEMEN HORIZONTAL

Alinyemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga

tikungan). Perencanaan geometri pada tikungan bertujuan untuk mengimbangi gaya

sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR.

Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan harus

diperhitungkan. Jenis jalan yang akan dirancang merupakan jalan arteri sekunder kelas jalan

II dimana kecepatan rencana (VR) sebesar 90 km/jam dengan friksi jalan sebesar 0,14.

Desain jalan yang akan dibangun merupakan tikungan gabungan berbalik arah, maka

syarat yang harus dipenuhi ialah :

R1 > R2

R1/R2 ≥ 2/3

Setelah dilakukan perhitungan dengan metode trial and error maka didapatkan :

R1 = 495 m; dengan e = 0,02

R2 = 330 m; dengan e = 0,10

IV.1. Tikungan

1. Superelevasi

Berdasarkan Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997, tentang

Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, halaman 27, sub-bab 11.6.3.

tentang tikungan, poin 2 tentang superelevasi; Superelevasi adalah suatu kemiringan

melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima

kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan VR. Nilai superelevasi

maksimum ditetapkan 10%.

2. Jari-jari tikungan

Berdasarkan Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997, tentang

tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, halaman 28, tabel II.16; Panjang

jari-jari paling minimum untuk kecepatan rencana (VR) 90 km/jam (menggunakan

interpolasi) adalah sebesar 290 m. Atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Rmin=V R

2

127 .(emax+ f )

Page 14: makalah pgj semester 6

¿ 902

127 .(10 %+0,14)

¿265.75 m

Maka jari-jari minimum (R) diambil 270 m.

3. Lengkung Peralihan

Lengkung peralihan merupakan lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus

jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R. Jenis lengkung ini berfungsi

mengantisipasi perubahan alinyemen jalan dari bentuk lurus (R =∞) sampai bagian

lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada

kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika

kendaraan mendekati maupun meninggalkan tikungan.

a. Tingkat Perubahan Kelandaian Jalan (re)

Berdasarkan Manual Direktorat Jenderal Bina Marga No. 038/TBM/1997,

tentang tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, halaman 28, sub-bab

11.6.3. tentang tikungan, poin 4 tentang lengkung peralihan; Tingkat perubahan

kelandaian melintang jalan maksimum (re-max) untuk kecepatan rencana 90

km/jam (VR > 80 km/jam) adalah sebesar 0,025 m/m/detik.

b. Pengecekan Lengkung Peralihan

Panjang lengkung vertikal ditentukan berdasarkan tingkat pencapaian perubahan

kelandaian, dengan rumus :

Ls = ¿¿ = (0.1−0.02)90

3,6 . 0.025 = 80 meter

IV.2. Perencanaan Tikungan Pertama

Kecepatan rencana (VR) : 90 km/jam

Superelevasi Maksimum (emax) : 10 %

Superelevasi Normal (en) : 2 %

Page 15: makalah pgj semester 6

Jari-jari (R) minimum : 280 m

Perubahan kelandaian melintang (re) maksimum : 0,025 m/m/detik

Desain:

Jari-jari (R) : 495 m

Superelevasi (e) : 2 %

Perubahan kelandaian melintang (re) : 0,025 m/m/detik

Sudut Tikungan (β) : 65°

Menghitung komponen tikungan

Karena lengkung peralihan digunakan, maka lintasan tikungan bergeser ke sebelah dalam. Besar pergeseran yang terjadi adalah :

p= Ls2

24 R= 802

24 . 270=0.987 m

karena p = 98.7 cm > 25 cm maka lengkung berbentuk spiral-circle-spiral

Komponen Lengkung Peralihan

Absis pada garis tangen, atau jarak dari titik TS ke SC dihitung dengan:

Xs=Ls(1− Ls2

40 Rc2 )=80⋅(1−802

40⋅2802 )=79 . 84 m

Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, atau jarak tegak lurus ke titik SC

pada lengkun, dapat dihitung dengan:

Sudut lengkung spiral, dapat dihitung dengan:

Pergeseran tangen terhadap spiral, dapat dihitung dengan:

Absis dari p pada garis tangen spiral, dapat dihitung dengan:

Page 16: makalah pgj semester 6

Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST, dapat dihitung dengan:

Jarak dari titik PI ke busur lingkaran, dapat dihitung dengan:

Jarak dari titik PI ke busur lingkaran, dapat dihitung dengan:

Maka panjang busur total adalah:

IV.3. Perencanaan Tikungan Kedua

Kecepatan rencana (VR) : 90 km/jam

Superelevasi (e) Maksimum : 10 %

Superelevasi Normal (en) : 2 %

Jari-jari (R) minimum : 330 m

Perubahan kelandaian melintang (re) maksimum : 0,025 m/m/detik

Design:

Jari-jari (R) : 330 m

Superelevasi (e) : 2 %

Perubahan percepatan (c) : 0,4 m/s3

Page 17: makalah pgj semester 6

Perubahan kelandaian melintang (re) : 0,025 m/m/detik

Sudut Tikungan (Δ) : 70°

Menghitung komponen tikungan

Karena kemiringan jalan (superelevasi) > 2%, maka lengkung yang digunakan adalah

spiral circle spiral (SCS).

Besarnya panjang lengkung peralihan, dihitung dengan mengambil nilai terbesar

dari tiga persaman berikut:

1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan:

Ls=V R

3,6. T= 90

3,6. 3=75 m

2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal:

Ls=0,022V R

3

R .C−2,727

V R. eC

¿0,022903

270 .1−2,727

90 .0,0961

=35,784 m

3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian:

Ls=( em−en ) .V R

3,6 .r e

Ls=(0,1−0,02 ) .90

3,6 .0,025

¿80 m

Maka nilai Ls diambil sebesar 80 m, yaitu perhitungan panjang lengkung spiral

berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal.

Sudut lengkung spiral, dapat dihitung dengan:

θs=Ls .90π .R

=80 .90π .270

=8,5 °

Pergeseran tangen terhadap spiral, dapat dihitung dengan:

p= Ls2

6 . Rc−Rc (1−cosθs)

¿ 802

6 .270−270 (1−cos8,5 )

¿0,987 m

Page 18: makalah pgj semester 6

Absis dari p pada garis tangen spiral, dapat dihitung dengan:

k=Ls− Ls3

40 . R2−R sin θs

¿80− 803

40 .2702−270sin 8,5

¿39,95 m

Total tangent

Tt=( R+ p ) tan∆2

+k

¿ (270+0,987 ) tan6030

+k

¿630 m

Jarak pergeseran lengkung dari PI

Et=(R+ p)

cos12

∆−R

¿55,2 m

Jarak dari titik PI ke busur lingkaran, dapat dihitung dengan:

Lc= θc360

×2. π . R

¿ 43360

×2. π .330

¿247,7 m