Makalah ptkp1

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak penghasilan badan. PERPAJAKAN 1

description

FAISAL 085384505341

Transcript of Makalah ptkp1

Page 1: Makalah ptkp1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa

pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai

berbagai keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan

secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan

untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Dengan semakin berkembangnya

kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional, maka

penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga meningkat. Badan

atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini

merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak

penghasilan badan.

Tidak ada pengertian mengenai definisi penghasilan tidak kena pajak atau dalam

bahasa inggris disebut Personal Exempation. Namun karena PTKP hanya diberikan

kepada orang pribadi yang membutuhkan biaya hidup sehari-hari dan tidak diberikan

kepada Wajib Pajak Badan, maka PTKP dapat diartikan sebagai biaya hidup

minimal yang dibutuhkan orang pribadi atau perseorangan yang ditentukan UU PPh.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban, hak wajib

pajak badan dalam dan (PTKP) penghasilan tidak kena pajak.

.

PERPAJAKAN 1

Page 2: Makalah ptkp1

BAB II

PEMBAHASAN

1.2. Pengertian Badan

Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang

meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau

BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana

pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial

poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak

investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 

A. Wajib Pajak Badan

Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi

pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah

mendaftarkan diri untuk memproleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

B. Pajak Penghasilan Badan

Pada pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang

dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam tahun pajak.

PERPAJAKAN 2

Page 3: Makalah ptkp1

Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam

UU KUP.

Adapun subjek dari PPh Badan yaitu :

1.    Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia.

2.    Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak

dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia.

Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

C. Kewajiban Wajib Pajak Badan dalam Perpajakan

Berikut kewajiban dari Wajib Pajak Badan :

1.    Kewajiban mendaftarkan diri

Dalam hal ini mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

dan apabila wajib pajak badan melakukan kegiatan penyerahan barang kena pajak

dan atau jasa kena pajak atau ekspor barang kena pajak yang terutang PPN

berdasarkan UU PPN 1984, maka wajib pajak badan tersebut memiliki kewajiban

untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Untuk wajib pajak badan

atau pengusaha kecil yaitu selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan

atau JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam

PERPAJAKAN 3

Page 4: Makalah ptkp1

ratus juta rupiah) maka tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali

pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Jadi, apabila

peredaran brutonya lebih dari 600 juta maka wajib mengukuhkan diri menjadi PKP.

Pada pasal 2 ayat (4) UU KUP, “Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau

mengukuhkan PKP secara jabatan apabila WP atau PKP tidak melaksanakan

kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).

2.    Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan.

Sebagaimana terdapat pada pasal 28 ayat (1) UU KUP, yaitu WP orang pribadi yang

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP badan di Indonesia, wajib

menyelenggarakan pembukuan.

Pembukuan :

Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

mendapatkan data & informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban

atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan

penyerahan barang atau jasa yang terutang maupun yang tidak terutang PPN, yang

dikenakan PPN dengan tarif 0% (nol persen) dan yang dikenakan PPnBM, yang

ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan penghitungan

rugi/laba pada saat tahun pajak berakhir.

Ketentuan mengenai Pembukuan :

Pembukuan tersebut harus diselenggarakan dengan:

a.    memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha

yang sebenarnya,

b.    harus diselenggarakan di Indonesia, dengan menggunakan huruf latin, angka

Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam

bahasa asing yang diizinkan oleh Menkeu,

PERPAJAKAN 4

Page 5: Makalah ptkp1

c.    diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel

kas,

d.    perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat

persetujuan dari Dirjen Pajak.

Prinsip Taat Asas :

Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan

dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi.

Misalnya dalam penerapan : Stelsel pengakuan penghasilan; Tahun buku; Metode

penilaian persediaan; Metode penyusutan dan amortisasi.

3.    Kewajiban melakukan pemotongan dan pemungutan, diantaranya yaitu:

a.    Kewajiban pajak sendiri (seperti PPh Pasal 25/29);

b.    Kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak atas penghasilan orang

lain (misalnya: PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Final); dan

c.    Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang khusus berlaku

bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Jenis-jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Badan secara umum bisa

diuraikan sebagai berikut:

a.    PPh Pasal 21/Pasal 26

Yaitu PPh yang wajib dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,

atau kegiatan yang diterima atau diperoleh orang pribadi, sesuai dengan ketentuan

Pasal 21 UU PPh.

Wajib Pajak Badan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan

para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun penghasilan orang

pribadi lainnya, seperti tenaga ahli, yang dibayar atau terutang oleh perusahaan.

Dalam hal terdapat pembayaran penghasilan, yang termasuk objek PPh Pasal 21,

kepada orang pribadi yang berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong mengacu

pada ketentuan Pasal 26 UU PPh atau berdasarkan tax treaty.

Kewajiban PPh Pasal 21/Pasal 26 yang harus dilaksanakan, meliputi:

PERPAJAKAN 5

Page 6: Makalah ptkp1

SPT Masa PPh Pasal 21/26 pada setiap Masa Pajak

Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan disetor oleh Wajib

Pajak Badan, yang terutang pada setiap masa pajak. PPh Pasal 26 yang terutang atas

pembayaran kepada orang pribadi yang berstatus Wajib Pajak Luar Negeri juga

wajib dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21. Pada dasarnya, PPh Pasal 21 yang

dilaporkan dalam SPT Masa merupakan angsuran atau pajak dibayar di muka untuk

PPh Pasal 21 yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.

SPT Masa PPh Pasal 21 pada Akhir Tahun Pajak

Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dilunasi pada suatu

tahun pajak, termasuk PPh Pasal 26 yang terutang atas penghasilan orang pribadi

berstatus WP luar negeri. SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Akhir Tahun Pajak

sebenarnya merupakan penghitungan ulang atas PPh Pasal 21 yang telah dilaporkan

dalam SPT Masa PPh Pasal 21  untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember.

Bisa jadi, pada SPT Masa PPh Pasal 21 pada akhir tahun nantinya timbul kurang

bayar, atau lebih bayar, atau mungkin juga nihil (PPh Pasal 21 yang sudah disetor

sama dengan PPh Pasal 21 yang terutang).

b.    PPh Pasal 23

Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen, royalty, bunga, hadiah

dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21, sewa dan penghasilan

lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan jasa sehubungan dengan

jasa-jasa seperti jasa teknik, jasa manajeman, jasa konsultan, dan jasa lain, yang

ditetapkan dalam ketentuan Pasal 23 UU PPh.

c.    PPh Pasal 26

Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen; bunga; royalti; sewa dan

imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan

jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan; serta pensiun dan

pembayaran berkala lainnya yang diterima/diperoleh WP luar negeri. Ketentuan ini

diatur dalam Pasal 26 UU PPh.

PERPAJAKAN 6

Page 7: Makalah ptkp1

Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 26 sebaiknya tetap dilakukan secara

tersendiri, meskipun untuk pelaporannya digabungkan dengan PPh Pasal 21 atau

PPh Pasal 23, tergantung pada jenis objek pajaknya serta penerima penghasilannya;

1)   Jika objek pajaknya cenderung sama dengan PPh Pasal 21 dan penerima

penghasilannya adalah orang pribadi berstatus WP luar negeri, maka pelaporannya

melalui SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26;

2)     Jika penerima penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP luar negeri,

pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26.

 

d.    PPh Final

Yaitu PPh yang dipotong atas jenis penghasilan tertentu atau jenis usaha tertentu

yang diatur secara khusus (special treatment) melalui peraturan pemerintah.

Misalnya, PPh Final atas persewaan tanah dan atau bangunan. Jadi, seandainya

Wajib Pajak Badan menyewa gedung dari pihak lain untuk dipergunakan sebagai

kantor, maka Wajib Pajak Badan wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh

Final yang terutang atas sewa kantor tersebut.

e.    PPh Pasal 25

Yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar

sendiri oleh WP untuk setiap bulan. Besarnya PPh Pasal 25 yang wajib disetor setiap

bulan dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh beserta ketentuan

pelaksanaannya.

f.     PPh Pasal 29

Yaitu kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada

akhir tahun pajak, dengan memperhitungkan kredit pajak berupa angsuran PPh Pasal

25 yang telah disetor setiap bulan dan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak

lain.

g.    PPN

PERPAJAKAN 7

Page 8: Makalah ptkp1

Yaitu pemungutan pajak atas penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa

Kena Pajak) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam Daerah

Pabean, yang meliputi suatu masa pajak. Dalam hal BKP tergolong barang mewah,

terdapat Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang juga terutang sesuai

ketentuan UU yang berlaku.

4.    Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)

5.    Kewajiban membayar dan menyetorkan pajak

6.    Kewajiban membuat faktur pajak

7.    Kewajiban melunasi bea materai

8.    Kewajiban menaati pemeriksaan pajak

E. Hak Wajib Pajak Badan dalam Perpajakan

Adapun hak dari wajib pajak dalam perpajakan, yaitu :

1.  Hak untuk mendapat pembinaan dan pengarahan dari fiskus

2.  Hak untuk membetulkan, memperpanjang waktu penyampaian SPT

3.  Hak untuk mengajukan keberatan, banding dan gugatan serta peninjauan kembali

ke Mahkamah Agung

4.  Hak untuk memperoleh kelebihan pembayaran pajak

5.  Hak dalam hal wajib pajak dilakukan pemeriksaan

6.  Hak untuk mendapat fasilitas perpajakan

7.  Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak, menunda

penagihan pajak, dan memperoleh imbalan bungan dari keterlambatan pembayaran

kelebihan pajak oleh DJP

8.  Hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran

9.  Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang dikeluarkan sesuai

biaya fiskal.

F. Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan PPh Badan

PERPAJAKAN 8

Page 9: Makalah ptkp1

Saat terutang dari pajak penghasilan badan adalah pada saat badan atau perusahaan

tersebut sudah mendapat penghasilan atau laba. Pajak Penghasilan (PPh)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, pph badan harus dibayar paling lama

tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (angsuran

pajak).

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari libur termasuk

hari Sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari

kerja berikutnya. Hari libur nasional temasuk hari yang diliburkan untuk

penyelengaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama

secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pembayaran pajak dilakukan melaui Bank Persepsi atau bank Devisi Persepsi atau

Kantor Pos Persepsi dengan sistem pembayaran secara online. Pembayaran pajak

harus digunakan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana

administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.

Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain berfungsi sebagai bukti

pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran

yang berwenang atau apabila telah mendapat validasi. SSP atau sarana administrasi

lain dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan

Negara (NTPN).

Apabila pajak terutang untuk satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak

maka penyetoran kekurangan pajak yang terutang (pph pasal 29) harus dilunasi

selambat-lambatnya sebelum SPT Tahunan disampaikan. Sedangkan, untuk

pelaporan SPT, maksimal disampaikan pada akhir bulan keempat setelah tahun

pajak berakhir.

PERPAJAKAN 9

Page 10: Makalah ptkp1

G. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan

Terjadi perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya antara pembukuan komersil

dengan pembukuan menurut perpajakan. Berikut perbedaan diantara keduanya.

Beda Tetap (Permanent Difference)

1.  Menurut akuntasi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut

ketentuan Pajak Penghasilan bukan penghasilan.

Misal: dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam

negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang

didirikan dan berkedudukan di Indonesia.

2.  Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangakan menurut

ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan

pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan

penghasilan lainnya dalam menghitung PPh terutang.

Misal: penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong

PPh Final oleh Bank sebesar 20%.

3.  Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut

ketentuan PPh tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto (Pasal 9

UU PPh).

Misalnya :

a.  Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek

pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.

b.  Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura atau kenikmatan.

c.   Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.

d.  Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak

memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya: daftar nominatif biaya entertainment,

daftar nominatif atas penghapusan piutang).

Beda Sementara (Temporary Difference)

PERPAJAKAN 10

Page 11: Makalah ptkp1

Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi

komersial dengan ketentuan fiskal.

Misalnya yaitu :

a.  Metode penyusutan,

b.  Metode penilaian persediaan,

c.   Penyisihan piutang tak tertagih,

d.  Rugi-laba selisih kurs.

Pengertian Rekonsiliasi Fiskal

Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara

komersil dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi

fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan

wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan

perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh

Badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak

menurut komersial dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan (perpajakan).

Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun

pajak yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap

seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara

ringkas rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap :

1.  Wajib pajak yang memiliki penghasilan final

2.  Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak

3.  Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang

penghasilan (pasal 9 UU PPh)

4.  Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal)

tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal

5.  Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan

pendapatan yang telah dikenakan PPh final

PERPAJAKAN 11

Page 12: Makalah ptkp1

Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri

dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang

mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif

adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.

Berikut langkah-langkah penghitungan PPh Badan :

Jumlah penghasilan neto bruto xxxx

Biaya xxxx –

Penghasilan neto komersial xxxx

Koreksi fiskal:

Positif xxxx

Negatif (xxxx) +-

Penghasilan neto fiskal xxxx

Kompensasi kerugian xxxx –

Penghasilan kena pajak xxxx

PPh terutang xxxx

Kredit pajak:

Dipotong/dipungut pihak ketiga xxxx

Telah dibayar sendiri xxxx +

Jumlah kredit pajak xxxx –

Kurang/lebih bayar xxxx

Perhitungan PPh Terutang

a.    Tarif tertinggi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku sejak tahun pajak

2010.

b.    Wajib Pajak Badan dalan negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling

sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor

PERPAJAKAN 12

Page 13: Makalah ptkp1

diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu

lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah yang diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

c.    Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak

dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh.

d.    Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp

50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan

tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan atas

Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp

4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)

Fasilitas perpajakan diberikan untuk memberikan kemudahan bagi sektor-sektor

usaha tertentu dengan pertimbangan tertentu, misalnya daya saing, penyerapan

lapangan kerja dan perlindungan kepentingan umum. Adapun berbagai fasilitas dan

insentif perpajakan bagi wajib pajak badan, sebagai berikut :

1.    Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan tarif pajak

a.    Fasilitas tarif pasal 17 ayat (2B) UU PPh

Dimana fasilitas ini diberikan kepada WP Badan dalam negeri yang berbentuk

perseroan terbuka dan paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang

disetor, diperdagangkan dibursa efek Indonesia. Fasilitas bagi perseroan yang

memenuhi persyaratan dapat memperoleh tarif 5% lebih rendah dari tarif yang

berlaku.

b.    Fasilitas tarif pasal 31E ayat (1) UU PPh

Fasilitas ini diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran

bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat

fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh

Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto

sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)

PERPAJAKAN 13

Page 14: Makalah ptkp1

2.    Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan non tarif atau insentif

Fasilitas ini dapat berupa pajak dibebaskan, tidak dipungut, atau ditanggung

pemerintah.

a.    Fasilitas PPh untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu dan atau

didaerah-daerah tertentu.

Pihak yang berhak mendapat fasilitas ini adalah wajib pajak badan dalam negeri

berbentuk perseroan terbatas dan koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah

ada, serta melakukan penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang

telah ada pada bidang usaha tertentu dan daerah tertentu. Fasilitas yang diberikan

yaitu :

1)  Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang

dilakukan,

2)  Penyusutan dan maortisasi yang dipercepat,

3)  Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun,

4)  Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri

sebesar 10% atau tarif lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak

berganda yang berlaku.

b.    Fasilitas untuk PPN atau PPnBM

Dalam bidang PPN terdapat dua fasilitas yaitu pajak terutang tidak dipungut dan

pembebasan dari pengenaan pajak yang dapat berlaku sementara atau selamanya.

Jadi pihak-pihak yang memiliki usaha dan membantu kehidupan bangsa akan

mendapat fasilitas perpajakan. Misalnya kegiatan yang sifatnya untuk menyendiakan

alat-alat TNI, POLRI, dll. Dan kegiatan yang meningkatkan kecerdasan bangsa

seperti buku-buku pelajaran, dll.

3.    Fasilitas yang membutuhkan surat keterangan bebas (SKB)

SKB dapat diajukan oleh WP kepada kantor pajak yang terkait dengan kewajiban

PPh pasal 21, PPh pasal 22 misal atas impor emas batangan untuk ekspor emas

PERPAJAKAN 14

Page 15: Makalah ptkp1

batangan, PPh pasal 23 atas pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta

diskonto SBI, SKB terkait PPN.

4.    Fasilitas perpajakan terkait kondisi-kondisi tertentu

a.    Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak

Fasilitas ini berkaitan dengan pengembalian kelebihan pajak yang mana wajib pajak

yang memenuhi kriteria tertentu didahulukan daripada wajib pajak lainnya. Melalui

penelitian tanpa pemeriksaan dengan jangka waktu tiga bulan untuk PPh dan satu

bulan untuk PPN.

b.    Pengurangan PPh pasal 25 karena keadaan perubahan usaha

c.    Fasilitas perpajakan karena pengecualian terkait kondisi tertentu

2.1. Pengertian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

    Sebelum penghasilan dihitung sesuai Pasal 17 UU PPh, pengasilan selama setahun

tersebut harus dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurangan penghasilan neto yang

diperkenankan oleh undang-undang Nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan. PTKP hanya diberikan kepada Wajib Pajak

orang pribadi/perseorangan sesuai pasal 6 ayat (3) UU PPh.

    Tidak ada pengertian mengenai definisi penghasilan tidak kena pajak atau dalam

bahasa inggris disebut Personal Exempation. Namun karena PTKP hanya diberikan

kepada orang pribadi yang membutuhkan biaya hidup sehari-hari dan tidak diberikan

kepada Wajib Pajak Badan, maka PTKP dapat diartikan sebagai biaya hidup minimal

yang dibutuhkan orang pribadi atau perseorangan yang ditentukan UU PPh.

 

PERPAJAKAN 15

Page 16: Makalah ptkp1

A. Penjelasan PPh Pasal 7

    Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP telah diatur dalam Pasal 7 UU PPh yang

menjelaskan keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi

tanggungan sepenuhnya antara lain orang tua, mertua, anak kandung dan anak angkat.

Sedangkan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota

keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung

oleh Wajib Pajak.

    Menurut Surat Direktur Jendral Pajak No. S-112/PJ.41/1995 tanggal 29 Agustus 1995

dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengertian anak angkat bukan pengertian masyarakat sehari-hari, yaitu seorang

anak yang diakui dan diangkat sebagai anak, dan juga bukan anak angkat menurut

hukum perdata yang harus yang harus terlebih dahulu ada pengesahan hakim pengadilan

Negeri.

2. Pengertian anak angkat menurut UU PPh adalah :

Seseorang yang belum dewasa.

Yang tidak tergolong keluarga sedarah atau saudara semenda dalam garis lurus

dari Wajib Pajak.

Menjadi tanggungan sepenuhnya dari Wajib Pajak.

1. Pengertian dewasa adalah sudah berumur 18 tahun atau belum 18 tahun namun

sudah menikah.

2. Pengertian tanggungan sepenuhnya menurut UU PPh berdasarkan keadaan

sebenarnya, yaitu :

Tinggal bersama-sama dengan wajib Pajak.

Secara nyata tidak mempunyai penghasilan sendiri.

Tidak pula dibantu oleh anggota keluarga lainnya atau orang tuanya sendiri.

PERPAJAKAN 16

Page 17: Makalah ptkp1

1. Sedangkan kalau Wajib Pajak sekedar menyumbang, membantu, bertanggung

jawab dan sebagainya, tidak termasuk dalam menjadi tanggungan sepenuhnya.

B. Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak

    Ketentuan mengenai PTKP diatur dalam Pasal 7 UU PPh, yang salah satunya

memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan besarnya PTKP

tersebut dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi, moneter, dan pokok setiap

tahunnya.

    Menteri Keuangan telah beberapa kali mengubah besarnya PTKP tersebut dan

terakhir dengan peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.03/2005 tanggal 30

desember 2005 yang mulai berlaku 1 Januari 2006. Selanjutnya dengan adanya

amandemen UU PPh baru (UU No. 36 Tahun 2008), besarnya PTKP adalah sebagai

berikut :

Sebesar Rp. 15.840.000 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan

Tambahan untuk Wajib Pajak Kawin, sebesar Rp. 1.320.000

Tambahan untuk istri yang bekerja dan penghasilannya digabungkan dengan

pengasilan suami sebesar Rp 15.840.000

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam

garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling

banyak 3 orang untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1.320.000.

Besaran PTKP untuk masing-masing status Wajib Pajak dapat dilihat dalam tabel

berikut :

PERPAJAKAN 17

Page 18: Makalah ptkp1

BESARNYA PTKP BERDASARKAN STATUS WAJIB PAJAK

NO

. STATUS KODE JUMLAH

1. WP Tidak Kawin + 0 Tanggungan TK/- 15.840.000

2. WP Tidak Kawin + 1 Tanggungan TK/1 17.160.000

3. WP Tidak Kawin + 2 Tanggungan TK/2 18.480.000

4. WP Tidak Kawin + 3 Tanggungan TK/3 19.800.000

5. WP Kawin + 0 Tanggungan K/- 17.160.000

6. WP Kawin + 1 Tanggungan K/1 18.480.000

7. WP Kawin + 2 Tanggungan K/2 19.800.000

8. WP Kawin + 3 Tanggungan K/3 21.120.000

9. WP Kawin + Penghasilan Istri digabung + 0

Tanggungan K/I/- 33.000.000

10. WP Kawin + Penghasilan Istri digabung + 1

Tanggungan K/I/1 34.320.000

11. WP Kawin + Penghasilan Istri digabung + 2

Tanggungan K/I/2 35.640.000

12. WP Kawin + Penghasilan Istri digabung + 3 K/I/3 36.960.0

PERPAJAKAN 18

Page 19: Makalah ptkp1

Tanggungan

C. Ketentuan Penerapan PTKP

1. Penerapan PTKP tersebut ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun pajak

atau bagian tahun pajak sesuai Pasal 7 ayat (2) UU PPh.

Misal: pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak A berstatus kawin dengan tangungan 1

anak. Apabila pada tanggal 1 Januari 2009 tambah 1 anak, maka statusnya menjadi

kawin dengan tanggungan 2 anak sehingga besarnya PTKP Rp. 15.840.000 + Rp.

1.320.000 + Rp. 1.320.000 + Rp. 1.320.000 = Rp. 19.800.000

Namun apabila anak lahir tanggal 2 Januari s.d. 31 Desember 2009, maka tambahan

anak tidak dapat diakui sebagai tanggungan pada tahun 2009, namun baru diakui pada

tahun 2010.

2. PTKP bagi karyawati dihitung hanya untuk diri sendiri karena tambahan PTKP

untuk kawin dan tanggungan menjadi tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga.

Penambahan PTKP kawin dan tanggungannya bagi karyawati dapat diterapkan apabila

ada keterangan tertulis dari kelurahan yang menyebutkan suami tidak mempunyai

pekerjaan.

3. Status Wajib Pajak dapat terdiri atas :

TK/…= Tidak Kawin, ditambah dengan jumlah tanggungan anggota keluarga

(TK/0= tidak kawin tanpa tanggungan, TK/1 = tidak kawin dengan tanggungan 1

anggota keluarga dan seterusnya maksimal Tk/3)

K/…. = kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga (K/1)

s.d (K/3)

K/I/… = kawin, tambahan untuk istri (hanya seorang) yang penghasilanya

digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota

keluarga (K/I/1 s.d K/I/3)

PERPAJAKAN 19

Page 20: Makalah ptkp1

PH = Wajib Pajak Kawin yang melakukan perjanjian Tertulis Pemisahan Harta

dan Penghasilan.

HB/….. = Wajib Pajak Kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya

tanggungan anggota (HB/1 s.d HB/3)

D. Contoh Penghitungan

 

1. Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP Joko adalah

PTKP setahun :

Untuk Wajib Pajak Sendiri    Rp.    15.840.000

Tambahan WP Kawin    Rp.    1.320.000

Tambah 1 Anak    Rp.         1.320.000 +

Jumlah    Rp.    18.480.000

Tabel Tarif Pajak dan Besarnya PTKP Tahun Pajak 2010/2011

Submitted by Mas Ahmad on Friday, 18 Mar 2011

Warning : Artikel atau peraturan pajak ini dipublish beberapa saat/ waktu yang lalu 

sehingga mungkin saja saat ini sudah tidak relevan lagi, karena sifat pajak yang dinamis.

Berikut ini tabel tarif pajak PPh Pasal 17 serta besarnya PTKP (Penghasilan Tidak Kena

Pajak) untuk tahun pajak 2010 dan 2011

1.Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%

PERPAJAKAN 20

Page 21: Makalah ptkp1

Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15%

Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%

Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

   

Tarif Deviden 10%

Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari

tarif normal

Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut /potong(Untuk

PPh Pasal 23)

100% lebih tinggi

dari tarif normal

2. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tahun Tarif Pajak

2009 28%

2010 dan selanjutnya 25%

PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek 5% lebih rendah dari

yang seharusnya

Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 Pengurangan 50%

dari yang seharusnya

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak

No Keterangan Setahun

1. Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,-

2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-

3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya

digabung dengan penghasilan suami.

Rp. 15.840.000,-

4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda

dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang

diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap

Rp. 1.320.000,-

PERPAJAKAN 21

Page 22: Makalah ptkp1

keluarga

4. Tambahan tarif Lainnya

Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah = 10 %

Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling rendah = 5 %

Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling tinggi = 15 %

Atas ekspor barang kena pajak = 0 %

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah

Paling rendah = 10 %

Paling tinggi = 200 %

Atas ekspor barang kena pajak = 0 %

PERPAJAKAN 22

Page 23: Makalah ptkp1

BAB III

PENUTUP

3.3. Kesimpulan dan Saran

Wajib pajak badan dan pajak penghasilan badan merupakan bagian yang sangat

kompleks dalam perpajakan. Baik dari segi macam-macam usaha yang termasuk

badan dalam pengertian pajak maupun cara penghitungan pajak penghasilan itu

sendiri. Begitu juga dengan hak dan kewajiban dari wajib pajak badan.

Wajib pajak badan juga memiliki berbagai fasilitas yang diberikan dengan

ketentuan dan krietria tertentu agar memudahkan wajib pajak dalam menjalankan

kewajiban perpajakannya. Sehingga penerimaan negara disektor pajak menjadi

maksimal.

Dan PTKP apabila anak lahir tanggal 2 Januari s.d. 31 Desember 2009, maka

tambahan anak tidak dapat diakui sebagai tanggungan pada tahun 2009, namun baru

diakui pada tahun 2010. Namun karena PTKP hanya diberikan kepada orang pribadi

yang membutuhkan biaya hidup sehari-hari dan tidak diberikan kepada Wajib Pajak

Badan, maka PTKP dapat diartikan sebagai biaya hidup minimal yang dibutuhkan

orang pribadi atau perseorangan yang ditentukan UU PPh.

PERPAJAKAN 23