makalah pleno.doc
Transcript of makalah pleno.doc
Pendahuluan
Tubuh manusia dapat bertahan tanpa makanan selama beberapa minggu, dan tanpa
air tubuh manusia dapat bertahan selama beberapa hari. Namun semua manusia
membutuhkan suplai oksigen dalam sel- sel tubuhnya terumata di otak dan jantung. Sistem
pernapasan manusia akan mengangkut udara yang mengandung oksigen menuju darah dan
untuk mengganti gas- gas buangan hasil metabolisme. Paru- paru termasuk didalam sistem
pernapasan. Ada bermacam- macam jenis pernapasan. Yang pertama adalah pernapasan
selular, adalah sejumlah peristiwa biokimia dimana energi kimia dari makanan yang kita
makan akan diproses untuk menjadi energi yang akan digunakan dalam proses metabolisme
didalam tubuh kita. Kedua, respirasi eksternal yang merupakan bentuk pertukaran gas
dimana oksigen dari paru- paru berpindah ke dalam darah, dan karbon dioksida dan air dari
dari darah ke paru- paru. Ketiga, respirasi internal adalah proses dimana sel- sel tubuh
melakukan pertukaran karbondioksida dan oksigen dalam darah. Dalam melaksanakan
kegiatan raspirasi ini ada dua proses mekanik yang harus dilakukan yaitu proses ventilasi
atau bernapas. Kedua proses tersebut merupakan proses yang akan menggerakan udara ke
dan dari paru- paru. Ventilasi meliputi dua proses yaitu inspirasi dan ekspirasi. Fungsi utama
dari sistem respirasi adalah untuk pertukaran oksigen dan carbon dioksida, namun selain itu
ada juga fungsi- fungsi lainnya. Seperti saat kita berbicara, menangis, maupun tertawa.
Paru- paru berperan penting dalam memproduksi suara.1 via
Struktur Makroskopik Saluran Pernafasan
Organ- organ yang menyusun sistem respirasi secara anatomis dapat dijelaskan sebagai
demikian:2
Nasi (Hidung)
Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Terdapat nares anterior
yang menghubungkan rongga hidung atau cavum nasi dengan dunia luar dan akan
bermuara menuju vestibulum nasi. Cavum nasi dilapisi selaput lendir yang sangat
kaya pembuluh darah, dan berhubungan dengan pharynx dan selaput lendir pada
sinus yang mempunyai lubang yang berhubungan dengan rongga hidung. Septum
nasi memisahkan cavum nasi menjadi dua. Struktur tipis ini terdiri dari tulang keras
dan tulang rawan, dapat membengkok ke satu sisi lain, dan kedua sisinya dilapisi
1
oleh membran mukosa. Di bagian posterior septum nasi, terdapat os ethmoidale di
superior dan vomer di inferiornya.
Rongga hidung terdiri atas tiga region, yakni
o Vestibulum
Vestibulum hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat di
sebelah dalam nares. Vestibulum ini dilapis oleh kulit yang mengandung bulu hidung,
berguna untuk menahan aliran partikel yang terkandung di dalam udara yang
dihisap.
o Penghidu
Region penghidu berada di sebelah cranial; dimulai dari atap rongga hidung
meluas sampai setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada
dihadapan concha tersebut.
o Pernafasan, bagian rongga hidung selebihnya.
Dinding lateral hidung terdapat tiga elevasi yakni:
a. concha superior
b. concha media
c. concha inferior.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum. Sedangkan atap
cavum nasi terdiri atas 3 daerah yang sesuai dengantulang yang membentuk atap
tersebut, yakni region sphemoidalis, ethmoidalis, dan frontonasal. Membrana
mukosa olfactorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan,
mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau yaitu nervus olfactorius.
Gambar 1: Cavum Nasi
2
Pharynx
Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesophagus sebatas tulang rawan cricoid. Terletak di
belakang larynx (laryngopharyngeal). Di sebelah dorsal dan lateral pharynx terdapat
jaringan penyambung longgar yang menempati spatium peripharyngeal.
Pharynx dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
Nasopharynx (Epipharyx)
Nasopharynx berada di sebelah dorsal hidung dan sebelah cranial palatum molle.
Nasopharyngx dan oropharyx berhubungan melalui isthmus pharyngeum yang
dibatasi oleh tepi pallatum molle dan dinding posterior pharynx. Sewaktu proses
menelan dan berbicara isthmus pharyngeum tertutup oleh elevasi pallatum molle
dan pembentukan lipatan Passavant di dinding dorsal pharynx. Pada masing-masing
dinding lateral nasopharynx dijumpai ostium pharyngeal tuba auditivae, yakni di
seblah dorsal dan caudal ujung posterior concha nasalis inferior.
Oropharynx (Mesopharyx)
Oropharynx terbentang mulai dari palatum molle sampai tepi atas epiglottis atau
setinggi corpus vertebra cervical 2 dan 3 bagian atas. Di sebelah ventral
berhubungan dengan cavum oris melalui isthmus oropharyngeum dan berhadapan
dengan aspek pharyngeal lidah. Pada tiap sisi arcus palatopharyngeus dan arcus
palatoglossus membentuk sinus tonsillaris yang berbentuk sgitiga dan berisi tonsila
palatina.
Laryngopharynx (hipopharynx)
Laryngopharynx membentang dari tepi
cranial epiglottis sampai tepi inferior
cartilago cricoidea atau mulai setinggi
bagian bawah corpus vertebra cervical
3 sampai bagian atas vertebra cervical
6. Ke arah caudal dilanjutkan sebagai
oesophagus. Di dinding anterior
terdapat pintu masuk ke dalam larynx Gambar 2: Pharynx
(Aditus laryngis) dan di bawah aditus
3
laryngis ini terdapar permukaan posterior cartilago arytaenoidea dan cartilago
cricoidea.
Larynx
Larynx menghubungkan faring dengan trakea. Larynx sebagian besar dilapisi oleh
epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Larynx merupakan tabung
pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh 9 kartilago yang terdiri atas:
1. Cartilago tidak berpasangan
o Cartilago thyreoidea
Cartilago thyreoidea merupakan tulang rawan larynx terbesar,
terdiri atas dua lamina persegi empat yang tepi anteriornyua menyatu
kea rah inferior, membentuk sebuah sudut yang menonjol, yang dikenal
dengan promnentia laryngea (adam’s apple) yang pada laki-laki lebih
besar.
o Cartilago cricoidea
Cartilago cricoidea, berbentuk semu cicin stempel, membentuk
bagian inferior larynx. Masing-masing sisi cartilago cricoidea, di batas
antar lamina dan arcus, bersendi dengan cornu inferius cartilago
thyreoidea. Tepi inferior cartilago cricoidea bergabubg dengan cincin
pertama tulang rawan trakea melalui lig. Cricotrcleale. Di sebelah
posterior, tepi superior lamina bersendi dengan basis cartilago
arytaenoidea.
o Epiglotis adalah cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas
dibelakang dasar lidah. Epiglotis ini melekat pada bagian belakang V
cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan ke belakang dari
bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk
batas jalan masuk larynx.
2. Cartilago berpasangan
o Cartilago arytaenoidea
Cartilago arytaenoidea, terletak di bagian belakang larynx,
sebelah superolateral lamina cartilago cricoidea. Berbentuk pyramid
4
dengan tiga permukaan, dua pocessus, sebuah basis dan apex.
Permukaan anterolateral mempunyai dua lekukan; pada lekukan yang
atas melekat lig. Ventriculare, lekukan yang bawah melekat M. vocalis
dan M. cricoarytaenoideus.
o Cartilago corniculatum
Cartilago corniculatum terletak di sebelah posterior, dalam plica
aryepiglottica. Bersandar pada apex cartilago arytaenoidea.
o Cartilago cueniforme
Cartilago cueniforme berada dalam plica aryepigottica.
3. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring
o Pasangan bagian atas adalah lipatan ventricular (pita suara semua)
yang tidak berfungsi saat produksi suara
o Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada
cartilago thyroidea, cartilago cricoidea, dan cartilago arytenoidea.
Gambar 3: Larynx
Trachea
Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5
cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di
belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan
corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata thoracicae V dan bercabang
menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 cincin terbuka yang
terbentuk dari tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkarannya di sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
5
Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrae thoracicae V, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis
sel yang sama. Bronchi (jamak) berjalan ke bawah dan menyamping, ke arah hilus
pulmonalis. Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang
kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama di
bawah arteri, disebut bronchus lobus inferior. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing
dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi
beberapa cabang yang berjalan ke lobus pulmo atas dan bawah.
Cabang utama bronchus principalis dextra et sinistra bercabang menjadi bronchus
lobaris sesuai dengan banyak lobus yang ada di pulmo dextra ataupun sinistra, kemudian
menjadi lobus segmentalis sesuai dengan banyak segmen yang ada. Percabangan ini
berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronchiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronchiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchiolus terminalis
berfungsi utama sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas pulmo.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas asinus terdiri dari bronchiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.
Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir pulmo, asinus memiliki tangan kira-kira 0,5-1 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai saccus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding
yang dinamakan pori-pori kohn.
Pulmo
Pulmo terdapat dalam rongga thorax kiri dan kanan. Pulmo memilki :
1. Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung
4. Basis, berhadapan dengan diafragma
6
Pulmo dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi dan mencegah uap-uap H2O
yang ada di alveolus saling tarik-menarik. Pulmo kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus
superior, medius dan inferior sedangkan pulmo kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior
dan inferior dan satu lingula pulmo sebagai bakal lobus media yang tidak sempurna. Tiap
lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap
pulmo mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas
untuk tempat permukaan/pertukaran gas. Pulmo mendapat suplai darah dari arteri
pulmonalis dan arteri bronchialis yang bercabang-cabang sesuai segmennya. Serta
diinnervasi oleh saraf parasimpatis melalui nervus vagus dan simpatis melalui truncus
simpaticus. Tekanan darah pulmoner adalah sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi pulmo adalah
karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang
kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan parsial, maka suplai oksigen dan pengeluaran
zat-zat sisa metabolisme dapat berlangsung bagi semua sel.1erik
Struktur Mikroskopik Saluran Pernapasan3
Sistem pernapasan mencakup paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan tempat
pertukaran gas dengan lingkungan luar. Alat mekanisme ventilasi terdiri dari rongga toraks,
otot interkostal, diafragma dan komponen elastik serta kolagen paru, penting untuk
pergerakan udara melalui paru. Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi dua daerah
utama yaitu bagian konduksi yang terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis; dan bagian respirasi (tempat berlangsungnya
pertukaran gas) yang terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli.
Bagian konduksi mempunyai dua fungsi utama yaitu menyediakan sarana bagi udara yang
keluar masuk paru dan mengoksidasikan udara yang dihirup tersebut. Untuk menjamin
kelangsungan pasokan udara yang kontinu, adanya kombinasi tulang rawan, serat elastin
dan kolagen, serta otot polos memberikan bagian konduksi ini sifat kaku dan fleksibilitas
serta terjadinya peregangan bila diperlukan.1 limanto
7
- Rongga Hidung
Rongga hidung terdiri dari dua struktur yaitu vestibulum di luar dan fossa nasalis di
dalam.
- Vestibulum
Vestibulum adalah bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung. Kulit
luar hidung memasuki nares (cuping hidung) dan berlanjut ke dalam vestibulum. Di sekitar
permukaan dalam nares, terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, selain
rambut pendek tebal atau vibrisia, yang menahan dan menyaring partikel-partikel besar dari
udara inspirasi. Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih
menjadi epitel respirasi sebelum memasuki fossa nasalis.
- Fossa Nasalis
Di dalam tengkorak terletak dua bilik kavernosa yang dipisahkan oleh septum nasi
oseosa. Dari masing-masing dinding lateral keluar tiga tonjolan bertulang mirip rak yang
dikenal sebagai konka. Di antara konka superior, media, dan inferior, hanya konka media
dan inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi (epitel bertingkat toraks bersilia bersel
goblet). Konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah-celah sempit yang
terjadi akibat adanya konka memudahkan pengkondisian udara inspirasi dengan menambah
luas permukaan epitel respirasi dan dengan menimbulkan turbulensi aliran udara. Hasilnya
adalah bertambahnya kontak antara aliran udara dan lapisan mukosanya. Di dalam lamina
propia konka terdapat pleksus vena besar (badan pengembang / swell bodies). Selain
badan-badan pengembang, rongga hidung memiliki sistem vaskular yang rumit dan luas.
Pembuluh-pembuluh besar membentuk jalinan-jalinan rapat dekat periosteum, dan dari
tempat ini, cabang-cabang pembuluh meluas ke permukaan. Darah dari belakang mengalir
ke depan dalam arah yang berlawanan dengan aliran udara inspirasi, akibatnya udara yang
masuk dihangatkan secara efisien oleh sistem arus balik.
- Alat penghidu
Kemoreseptor olfaktorius terletak pada epitel olfaktorius yaitu daerah khusus
membran mukosa konka superior yang terletak di atap rongga hidung. Epitel ini merupakan
epitel bertingkat silindris yang terdiri atas 3 jenis sel antara lain :
8
1. Sel penyokong
Sel ini memiliki apeks silindris yang lebar dan basis yang lebih sempit. Pada
permukaan bebasnya terdapat mikrovili yang terendam dalam selapis cairan.
Kompleks tautan yang berkembang baik mengikat sel-sel penyokong pada sel-sel
olfaktori di sebelahnya. Sel-sel ini mengandung pigmen kuning muda yang
menimbulkan warna mukosa olfaktorius ini.
2. Sel basal
Berukuran kecil, bentuknya bulat atau kerucut dan membentuk suatu lapisan pada
basis epitel.
3. Sel olfaktorius
Sel ini berada di antara sel penyokong dan basal, merupakan neuron bipolar yang
dapat dibedakan dari sel-sel penyokong oleh letak intinya yang terletak di bawah inti
sel penyokong. Apeksnya (dendrit) memilki daerah yang meninggi dan melebar,
tempat 6-8 silia berasal. Silia ini sangat panjang dan nonmotil, dan berespon
terhadap zat pembau dengan membangkitkan suatu potensial reseptor. Akson
aferen dari neuron bipolar ini bergabung dalam berkas kecil yang mengarah ke
susunan saraf pusat, tempat akson tersebut bersinaps dengan neuron dari lobus
olfaktorius otak. Lamina propia di epitel olfaktorius memliki kelenjar bowman yang
sekretnya menghasilkan suatu medium cair di sekitar sel-sel olfaktorius yang mampu
membersihkan silia, yang memudahkan akses zat pembau yang baru.
- Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila, sphenoid,
dan etmoid. Sinus-sinus ini dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan sedikit
mengandung sel goblet. Lamina propianya mengandung sedikit kelenjar kecil dan menyatu
dengan periosteum di bawahnya. Sinus paranasal berhubungan langsung dengan rongga
hidung melalui lubang-lubang kecil. Mukus yang dihasilkan di dalam rongga-rongga ini
terdorong ke dalam hidung sebagai akibat dari aktivitas sel-sel epitel bersilia.
- Nasofaring
9
Nasofaring adalah bagian pertama faring, yang berlanjut sebagai orofaring ke arah
kaudal, yaitu bagian oral dari organ ini. Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian
yang berkontak dengan palatum molle.
- Laring
Laring adalah tabung yang tidak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea.
Di dalam lamina propia, terdapat sejumlah tulang rawan laring. Tulang rawan yang lebih
besar (tiroid, krikoid, kebanyakan aritenoid) merupakan tulang rawan hialin. Tulang rawan
yang lebih kecil (epiglotis, kuneiformis, kornikulata, dan ujung aritenoid) merupakan tulang
rawan elastin. Selain berfungsi sebagai penyokong (menjaga agar jalan napas terbuka),
tulang rawan ini berfungsi sebagai katup untuk mencegah masuknya makanan atau cairan
yang ditelan ke dalam trakea. Selain itu, juga berfungsi sebagai alat penghasil suara untuk
fungsi fonasi.
- Epiglotis
Epiglotis terjulur keluar dari tepian laring, meluas ke dalam faring dan memiliki
permukaan lingual dan laringeal. Seluruh permukaan lingual dan bagian apikal permukaan
laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng. Pada permukaan laringeal di dekat basis
epiglotis, epitelnya beralih menjadi epitel bertingkat sillindris bersilia. Di bawah epitel
terdapat kelenjar campur mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk 2 pasang lipatan yang meluas ke dalam
lumen faring. Pasangan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis), yang ditutupi
epitel respirasi yang di bawahnya terdapat banyak kelenjar serosa di dalam lamina propia.
Pasangan lipatan bawah membentuk pita suara sejati. Berkas-berkas serat elastin yang
berjalan paralel, membentuk ligamentum vokalis, berada di dalam pita suara, yang ditutupi
epitel berlapis gepeng. Sejajar dengan ligamen terdapat berkas otot rangka, yaitu muskulus
vokalis yang mengatur ketegangan lipatan beserta ligamennya. Jika udara dipaksa masuk di
antara lipatan-lipatan ini, otot-otot tersebut akan membantu terbentuknya suara dengan
frekuensi berbeda.
- Trakea
Trakea dilapisi mukosa respirasi khas. Di dalam lamina propia terdapat 16-20 cincin
tulang rawan hialin berbentuk huruf C yang menjaga agar lumen trakea tetap terbuka dan
10
terdapat banyak kelenjar seromukosa yang menghasilkan mukus yang lebih cair. Ujung
terbuka dari cincin tulang rawan ini terdapat di permukaan posterior trakea. Ligamen
fibroelastin dan berkas otot polos terikat pada periosteum dan menjembatani kedua ujung
bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen tersebut mencegah distensi berlebihan dari
lumen, sedangkan otot polosnya untuk pengaturan lumen.
Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea ditimbulkan pada refleks batuk.
Lumen trakea yang mengecil akibat kontraksi meningkatkan kecepatan aliran udara
ekspirasi, yang membantu membersihkan jalan napas.
- Epitel Respirasi / Epitel Trakea
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia bersel
goblet yang dikenal sebagai epitel respirasi. Epitel respirasi yang khas terdiri dari 5 jenis sel :
1. Sel silindris bersilia.
Sel ini adalah sel yang terbanyak. Setiap sel memiliki kurang lebih 300 silia pada
permukaan apikalnya. Di bawal silia, selain badan-badan basal, terdapat banyak
mitokondria kecil yang menyediakan ATP untuk pergerakan silia.
2. Sel goblet mukosa.
Sel ini merupakan sel yang terbanyak kedua. Bagian apikal sel-sel ini mengandung
droplet mukus yang terdiri atas glikoprotein.
3. Sel sikat (brush cells).
Sel ini mempunyai mikrovili pada permukaan apikalnya yang berbentuk seperti sikat.
Sel sikat mempunyai ujung saraf aferen pada permukaan basalnya dan dipandang
sebagai reseptor sensorik.
4. Sel basal (pendek).
Sel ini bulat dan kecil yang terletak di atas lamina basal namun tidak meluas sampai
ke permukaan lumen epitel. Sel ini diduga merupakan sel induk generatif yang
mengalami mitosis dan berkembang menjadi jenis sel lain.
5. Sel granul kecil.
Sel ini mirip sel basal kecuali bahwa sel ini memiliki banyak granul berdiameter 100-
300 nm dengan bagian pusat yang padat.
- Percabangan Bronkus
11
Gambar 4: Trakea
Trakea bercabang menjadi dua bronkus primer yang memasuki paru di hilus. Di setiap
hilus, arteri masuk, dan vena beserta pembuluh limfe keluar. Setelah memasuki paru,
bronkus primer berjalan ke bawah dan ke luar, memberikan tiga cabang bronkus di paru
kanan dan dua buah di paru kiri, dan masing-masing memasok sebuah lobus paru. Bronkus
lobaris ini bercabang terus menjadi bronkus yang lebih kecil dengan bagian ujung cabangnya
disebut bronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru dan bercabang-cabang
menjadi 5-7 bronkiolus terminalis.
Bronkus primer biasanya memiliki tampilan histologik yang serupa dengan trakea.
Makin ke arah bagian respirasi akan tampak penyederhanaan (secara bertahap) susunan
histologis baik pada epitel maupun pada lamina propia di bawahnya.
- Bronkus
Setiap bronkus primer bercabang secara dikotom sebanyak 9-12 kali, dan masing-
masing cabang makin mengecil sehingga tercapai diameter sekitar 5 mm. Kecuali susunan
tulang rawan dan otot polosnya, mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa
trakea. Tulang rawan bronkus lebih tidak teratur daripada tulang rawan trakea. Di bawah
epitel, dalam lamina propia bronkus tampak adanya lapisan otot polos yang terdiri atas
anyaman berkas otot polos yang tersusun menyilang. Berkas otot polos menjadi lebih jelas
terlihat di dekat bagian respirasi. Lamina propia juga banyak mengandung serat elastin dan
banyak mengandung kelenjar serosa dan mukosa, dengan saluran yang bermuara ke lumen
bronkus. Banyak terdapat limfosit di dalam lamina propia dan di antara sel-sel epitel.
12
Terdapat juga kelenjar getah bening dan terutama banyak dijumpai di tempat percabangan
bronkus.
- Bronkiolus
Bronkiolus adalah jalan napas intralobular berdiameter 5 mm atau kurang, tidak
memiliki tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya; hanya terdapat sebaran sel
goblet di dalam epitel segmen awal. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah
epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai
menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang
lebih kecil. Epitel bronkiolus terminalis juga mengandung sel clara. Sel-sel ini tidak memiliki
silia, memiliki granul sekretori di dalam apeksnya dan diketahui menyekresi protein yang
melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif dan inflamasi.
Bronkiolus juga memperlihatkan daerah-daerah spesifik yang disebut badan
neuroepitel. Badan ini dibentuk oleh kumpulan 80-100 sel yang mengandung granul
sekretoris dan menerima ujung saraf kolinenrgik. Badan ini fungsinya belum diketahui, tapi
mungkin merupakan kemoreseptor yang bereaksi terhadap perubahan komposisi gas dalam
jalan napas.
Lamina propia bronkiolus sebagian besar terdiri dari serat elastin dan otot polos.
Otot-otot bronki dan bronkioli berada di bawah kendali n. vagus dan susunan saraf simpatis.
- Bronkiolus Respiratorius
Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronkiolus
respiratorius yang berfungsi sebagai daerah
peralihan antara bagian konduksi dan bagian
respirasi dari sistem pernapasan. Mukosa bronkiolus
respiratorius secara struktural identik dengan
mukosa bronkiolus terminalis kecuali dindingnya
yang diselingi banyak alveolus. Bagian bronkiolus
respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid
bersilia dan sel clara, tetapi pada tepi muara
alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel-sel Gambar 5: Bronkiolus Respiratorius
13
alveolus gepeng (sel alveolus tipe I). Makin ke distal, jumlah alveolusnya makin banyak, dan
jarak di antaranya makin pendek. Di antara alveolus, epitel bronkiolusnya terdiri dari epitel
kuboid bersilia, akan tetapi silia tidak dapat dijumpai di bagian yang lebih distal. Otot polos
dan jaringan ikat elastik terdapat di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
- Duktus Alveolaris
Makin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam dinding
bronkiolus makin banyak sampai dinding tersebut seluruhnya ditempati muara tersebut,
dan saluran napas tersebut disebut duktus alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus dilapisi
oleh sel alveolus gepeng yang sangat halus. Dalam lamina propia yang mengelilingi tepian
alveolus terdapat anyaman sel otot polos. Otot polos tidak dijumpai lagi pada ujung distal
duktus alveolaris. Matriks serat elastin dan kolagen merupakan satu-satunya penunjang bagi
duktus dan alveolinya. Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium, yang berhubungan
dengan sakus alveolaris. Dua atau lebih dari sakus alveolaris berasal dari setiap atrium.
Banyak serat elastin dan retikulin membentuk jalinan rumit yang mengelilingi muara atrium,
sakus alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin memungkinkan alveolus mengembang
sewaktu inspirasi dan berkontraksi pasif
selama ekspirasi. Serat retikulin
berfungsi sebagai penunjang yang
mencegah pengembangan yang
berlebihan dan pengrusakan pada
kapiler-kapiler halus dan septa alveolar
yang tipis. Gambar 6:
Duktus Alveolaris
- Alveolus
Alveolus merupakan penonjolan mirip kantung yang berdiameter sekitar 200 µm di
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab
atas struktur berongga di paru. Secara struktural, alveolus menyerupai kantung kecil yang
terbuka pada satu sisinya (mirip sarang lebah). Jumlah alveoli yang ada di paru sekitar 300
14
juta. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk mempermudah dan memperlancar difusi
antara lingkungan luar dan dalam. Umumnya, setiap dinding yang terletak di antara dua
alveolus yang bersebelahan, yang disebut septum atau dinding interalveolar. Satu septum
interalveolar terdiri dari dua lapis epitel gepeng, dengan kapiler, fibroblast, serat elastin dan
retikulin, matriks, dan sel jaringan ikat di antara kedua lapisan tersebut.
Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh tiga unsur yang secara
kolektif disebut sebagai sawar darah-udara yaitu lapisan permukaan dan sitoplasma sel
alveolus, lamina basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel, dan sitoplasma sel
endotel. Tebal keseluruhan dari ketiga lapisan ini bevariasi dari 0,1 sampai 1,5 µm.
Selain itu, ada beberapa jenis sel yang berada di dinding alveolus/ septum
interalveolaris antara lain:
1. Sel alveolar tipe I / sel alveolus gepeng
Sel ini merupakan sel yang sangat tipis yang melapisi permukaan alveolus. Sel tipe I
menempati 97% dari permukaan alveolus ( 3% sisanya ditempati sel tipe II). Organel-
organel seperti kompleks golgi, retikulum endoplasma, dan mitokondria berkumpul
di sekitar inti, yang mengurangi tebalnya sawar darah-udara sehingga sebagian besar
daerah sitoplasma hampir bebas dari organel. Fungsi utama sel ini adalah
membentuk sawar dengan ketebalan minimal yang dapat dilalui gas dengan mudah.
2. Sel alveolar tipe II
Sel ini tersebar di antara sel-sel tipe I. Sel ini berbentuk bundar yang biasanya
berkelompok dengan jumlah 2 atau 3 di sepanjang permukaan alveolus di tempat
pertemuaan dinding alveolus yang membentuk sudut. Secara histologi, sel tipe II
mempunyai ciri sitoplasma bervesikel yang khas dan berbusa. Vesikel ini disebabkan
oleh badan lamela yang tetap terpelihara dan terdapat dalam jaringan. Struktur ini
berdiameter 1-2 µm, mengandung lamel konsentris yang dibatasi oleh suatu
membran. Badan lamel ini juga membentuk lapisan surfaktan paru yang dapat
menurunkan tegangan permukaan alveolus.
3. Sel alveolar fagosit
Sel ini disebut juga sel debu atau makrofag debu, ditemukan di dalam septum
interalveolar dan sering terlihat di dinding alveoli dan lumen alveolus. Sel ini berasal
15
dari monosit darah dengan intinya bulat dan bekerja memfagosit debu,
mikroorganisme, dan benda asing yang ikut masuk ke dalam alveoli saat inspirasi.
4. Sel endotel kapiler
Sel ini sangat tipis dan sulit dibedakan dengan sel tipe I. Lapisan endotel kapiler
bersifat kontinu dan tidak bertingkap. Berkumpulnya inti dan organel lain pada satu
tempat menyebabkan sisa daerah sel menjadi sangat tipis sehingga efisiensi
pertukaran gas meningkat. Ciri utama sitoplasma di bagian sel yang tipis adalah
banyaknya vesikel pinositisik (berperan dalam pergantian surfaktan dan
pembuangan partikel kontamina kecil dari permukaan luar).
- Pori-pori Alveolus
Septum interalveolar mengandung pori-pori berdiameter 10-15 µm, yang
menghubungkan alveoli yang bersebelahan, yang disebut sebagai stigma alveolaris. Pori-
pori ini menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral
udara bila sebuah bronkus tersumbat.
Fungsi dan mekanisme sistem respirasi
Sistem respirasi pada manusia memiliki fungsi yaitu untuk menyediakan oksigen
untuk darah dan membuang karbondioksida dari dalam tubuh. Sistem respirasi sendiri
terdiri dari atas sistem paru-oaru dan sistem saluran yang mengubungkan jaringan paru-
paru dengan lingkungan luar. Biasanya sistem paru dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu
bagian konduksi, terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring,trakea, bronki,bronkiolus; dan
bagian respirasi yang terdiri atas alveoli dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas
antara udara dan darah hanya terjadi dalam alveoli, suatu struktur seperti kantong yang
memebentuk sebagian besar paru-paru. Bagian konduksi memiliki 2 fungsi utama: (1)
menyediakan saluran dimana udara dapat mengalir ke dan dari paru-paru. (2) memlihara
udara yang diinspirasi, sehingga sebelum udara masuk paru-paru, udara
dibersihkan,dibasahi dan dihangatkan pada rongga hidung.3elsa
Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :
1. Ventilasi
2. Difusi
3. Transportasi
16
Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini
terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari
paru-paru). Ventilasi terjadi karena perubahan tekanan intrapulmonal, saat inspirasi
tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer
akan terhisap ke dalam paru-paru ini terjadi karena otot otot respirasi kontraksi. Sebaliknya
pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara
akan tertiup keluar dari paru-paru ini karena otot antar tulang rangka maupun otot
diafragma relaksasi.
Gambar 7: Mekanisme pernapasan
perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax
akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi
dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi
elevasi dari tulang-tulang costae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax
(rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan
intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax
akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah
ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam
karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan
muskulusabdominis.
17
Ventilasi dipengaruhi oleh : Kadar oksigen pada atmosfer, Kebersihan jalan nafas, Daya
recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru, pusat pernafasan.
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh.
Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.
Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah.Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial. Difusi terjadi
melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengan
ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak
dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila
dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida
akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas
tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara
alveoli dan kapiler paru. Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit
untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas
difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka
kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi
kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi
karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi
1200-1500 ml/menit. Proses difusi sendiri dipengaruhi oleh ; ketebalam membran respirasi,
koefisien difusi, luas permukaan membran respirasi, dan perbedaan tekanan parsial.
18
Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme
ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan
Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 % karbondioksida
larut dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65
– 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat). Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan
oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen
yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 –
20 kali lipat. Transport gas dipengaruhi oleh cardiac output, jumlah eritrosit, aktivitas, dan
hematokrit darah. Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi
gas pada sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih
rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan
parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh
sel sebagai sisa metabolisme. 4
Fungsi Sistem Pernpasan
Namun selain berfungsi dalam pernapasan, sistem pernapasan memiliki fungsi
nonrespirasi, yaitu:6
1. Organ pembau, dalam hal ini merupakan kinerja hidung yang merupakan bagian dari
sistem pernapasan.
2. Mengeluarkan air dan panas. Dimana udara dari atmosfer yang dihirup akan
dilembabkan dan dihangatkan oleh jalan napas sebelum udara dikeluarkan.
Pelembaban udara inspirasi dilakukan agar dinding alveolus tidak kering sebab udara
tidak dapat berdifusi melalui membran yang kering.
3. Meningkatkan aliran balik vena atau pompa respirasi. Dimana saat melewati rongga
dada, sistem vena yang mengembalikan darah ke jantung dari bagian bawah
terpajan tekanan subatmosfer. Namun karena sistem vena ditungkai dan di
abdomen mendapat tekanan atmosfer normal, terjadi gradien tekanan eksternal
antara vena-vena bawah atau vena-vena yang terpengaruh tekanan atmosfer dan
vena-vena dada yang terpengaruh tekanan subatmosfer. Perbedaaan tekanan ini
19
menyebabkan darah dalam vena-vena bawah terpompa ke vena-vena dada sehingga
arus balik vena meningkat.
4. Memelihara keseimbangan asam dan basa normal
5. Mempertahankan tubuh dari invasi asing
6. Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, dan menginaktifkan berbagai bahan
yang melewati sirkulasi paru.
Tes Fungsi Paru
Gambar 8: Spirometri
Tes fungsi paru terdiri atas :
1. Tes Ventilasi digunakan alat SPIROMETER, PEAK FLOW METER (Mini Wright Peak
Flow Meter), Bodyplethysmograph.
2. Tes Kapasitas Diffuse dengan alat Alveol-Diffusion Tester.
3. Uneven Ventilation dengan Capnograph.
Instrument/peralatan-peralatan diatas termasuk peralatan utama/induk, namun untuk
operasional masih memerlukan alat-alat pendukung lainnya, seperti X-Y Recorder.7,8
Volume dan Kapasitas Paru
Volume :
20
Volume dan napas (tidal) adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi
setiap kali bernapas normal, besarnya kira-kira 500 ml pada rata-rata orang dewasa
muda.
Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah
dan di atas volume alur napas normal dan biasanya mencapai 3000 ml.
Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara ekstra yang dapat diekspirasi oleh
ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alur napas normal, jumlah normalnya adalah
sekitar 1100 ml.
Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada pada atau dalam paru
setelah ekspirasi paling kuat. Volume ini besarnya kira-kira 1200 ml.
Kapasitas Paru
Kapasitas inspirasi sama dengan volume alur napas ditambah volume cadangan
inspirasi, ini adalah jumlah udara kira-kira 3500 ml yang dapat dihirup oleh seseorang,
dimulai pada tingkatan ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah
maksimum.
Kapasitas residu fungsional sama dengan volume volume cadangan ekspirasi
ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir
ekspirasi normal kira-kira 2300 ml.
Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alur napas
dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan
sseseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian
mengeluarkan sebanyak-banyaknya kira-kira 4600 ml.
Kapasitas paru total adalah volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan
sebesar mungkin dengan inspirasi paksa kira-kira 5800 ml, jumlah ini sama dengan kapasitas
vital ditambah volume residu.7-9
Asidosis dan Alkalosis
Penggolongan asidosis dan alkalosis adalah sebagai berikut:10
21
1. Asidosis metabolik
Kadar garam B+HCO3- pada kesetimbangan Henderson- Haselbach, menurun.
Penurunan tersebut terjadi karena garam B+HCO3- dipergunakan untuk
menanggulangi kelebihan asam- asam organik produk metabolisme jaringan tubuh
misalnya asam laktat, asam piruvat, asam asetoasetat, beta-OH butirat. Selain
menurunnya kadar garam bikarbonat kandungan asam karbonat juga mneingkat.
Untuk mengkompensasinya sistem dapar (H2CO3) akan melepaskan H+ ke sistem
dapar lainnnya dan diharapkan kandungan garam bikarbonat lebih ditingkatkan.
2. Alkalosis metabolik
Garam bikarbonat mengalami peningkatan pada perbandingan Handerson-
Hasselbach. Kompensasi oleh sistem dapar darah dengan cara garam bikarbonat
yang meningkat berusaha menerima ion H+ dari sistem dapar lainnya untuk
meningkatkan asam karbonat, sambil menurunkan garam bikarbonat.
3. Asidosis respiratorik
H2CO3 pada kesetimbangan Haderson- Hasselbach meningkat disebabkan karena
peningkatan p CO2. Oleh sistem dapar darah peningkatan kandungan H2CO3 dalam
plasma segera diubah dalam sel darah merah dengan bantuk enzim karbonat
anhidrase, menjadi HCO3- yang kemudian dikeluarkan kembali dalam plasma untuk
meningkatkan garam bikarbonat pada kesetimbangan Handerson- Hasselbach.
Gerahakan ion HCO3- diimbangi dengan gerakan ion Cl yang arahnya berlawanan
(chloride shift).
4. Alkalosis respirasi
Kadar H2CO3 menurun disebabkan oleh gangguan sistem paru- paru. Berakibat
peningkatan pada rasio kesetimbangan Handerson- Hasselbach. Kompensasinya
dilakukan dengan memasukkan kelebihan ion HCO3- kedalam sel darah merah untuk
diubah menjadi H2CO3atas bantuan enzim karbonat anhidrase. H2CO3yang terbentuk
segera dikeluarkan kemabli dalam plasma, maka HHCO3 pada kesetimbangan
Handerson- Hasselbach dapat ditingkatkan.
Kesimpulan
22
Terjadinya sesak nafas pada seseorang dapat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungannya. Dimana jika keadaan lingkungan berdesak-desakan dimungkinkan jumlah
Oksigen yang diperlukan oleh tubuh berkurang dalam lingkungan dan tidak terjadi proses
respirasi yang baik dalam tubuh karena jumlah oksigen di udara luar jumlahnya lebih sedikit
daripada yang dibutuhkan oleh tubuh untuk proses respirasi normal.
Daftar Pustaka
1. Carola R, Harley JP, Noback CR. Human anatomy and physiology. US: McGraw-Hill
Inc; 2006.
2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2007.
3. Junqueira LC. Histologi dasar : teks dan atlas. Edisi ke-10. Jakarta : EGC, 2007.h.335-
353.
4. Mescher AL. Junqueira’s Basic histology, 12th ed. New york:McGrawHill; 2010
5. Asih Y. Anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Jakarta: EGC; 2007
6. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC;2003.h.267-377
7. Husin E. Sistem Respirasi. Fisiologi. Jakarta: FK UKRIDA; 2011.
8. Ganong W F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 4th ed. Jakarta: EGC; 1995.
9. Guyton & Hall. Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta: EGC; 1997.
10. Hardjasasmita P.Ikhtisar biokimia dasar A.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2004.
23