makalah pleno

17
Anemia Defisiensi Besi pada Wanita X Usia 30 Tahun Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Kampus II, Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Anemia diartikan sebagai penurunan dari sel darah merah. Fungsi dari sel darah merah adalah untuk membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Hal ini dicapai dengan menggunakan hemoglobin ( Hb ), yang berupa sebuah protein tetramer terdiri dari heme dan globin. Anemia merusak kemampuan tubuh dalam pertukaran gas dengan mengurangi jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen dan karbon dioksida. Defisiensi zat besi didefinisakan sebagai penurunan jumlah besi zat besi didalam tubuh. Defisiensi zat besi terjadi ketika defisiensi zat besi yang cukup berat sehingga dapat menghambat proses eritropoiesis dan dapat menyebabkan anemia. Anemia adalah kelainan sel darah merah yang paling umum terjadi. Skenario: Ny. A 30 tahun datang ke poliklinik FK UKRIDA dengan keluhan lemas sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasa memberat terutama jika sedang beraktivitas. Pasien mengatakan tidak adanya riwayat demam, paparan radioaktif dan kencing bewarna seperti teh. Dikeluarga pasien tidak ada yang sakit 1

description

anemia def besi

Transcript of makalah pleno

Page 1: makalah pleno

Anemia Defisiensi Besi pada Wanita X Usia 30 Tahun

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kampus II, Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Anemia diartikan sebagai penurunan dari sel darah merah. Fungsi dari sel darah

merah adalah untuk membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbon dioksida dari

jaringan ke paru-paru. Hal ini dicapai dengan menggunakan hemoglobin ( Hb ), yang berupa

sebuah protein tetramer terdiri dari heme dan globin. Anemia merusak kemampuan tubuh

dalam pertukaran gas dengan mengurangi jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen

dan karbon dioksida.

Defisiensi zat besi didefinisakan sebagai penurunan jumlah besi zat besi didalam

tubuh. Defisiensi zat besi terjadi ketika defisiensi zat besi yang cukup berat sehingga dapat

menghambat proses eritropoiesis dan dapat menyebabkan anemia. Anemia adalah kelainan

sel darah merah yang paling umum terjadi.

Skenario: Ny. A 30 tahun datang ke poliklinik FK UKRIDA dengan keluhan lemas sejak 1

bulan yang lalu. Keluhan ini dirasa memberat terutama jika sedang beraktivitas. Pasien

mengatakan tidak adanya riwayat demam, paparan radioaktif dan kencing bewarna seperti

teh. Dikeluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini. Riwayat obsetri pasien G0P0A0,

dengan riwayat haid teratur.

Isi

Anamnesis

Dilihat dari gejalanya, pasien kemungkinan menderita anemia, oleh karena itu perlu

ditanyakan pertanyaan yang lebih rinci untuk mengetahui anemia jenis apakah itu.1

1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata

berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan

suatu sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di

bawah 7-8 g/dL.

1

Page 2: makalah pleno

2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi

gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi

tubuh.

3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa

karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat

pernah menderita penyakit yang kronis.

4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten

dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap,

pendarahan rektal, muntah “butiran kopi”.

5. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.

Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.

6. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien yang kita lakukan adalah:2,3

1. Tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, dan suhu. Tekanan

darah normal, nadi meningkat, frekuensi nafas normal atau sedikit meningkat, suhu

normal.

2. Inspeksi

Pada inspeksi akan ditemukan kulit pucat (muka, telapak tangan, konjungtiva, daun

telinga, telapak kaki);

- kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga

berbentuk seperti sendok (koilonikia);

- atrofi papil lidah dimana permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena

papil lidah menghilang;

- stomatitis angularis (keilosis) peradangan pada sudut mulut berwarna pucat

keputihan.

3. Palpasi

Palpasi abdomen tidak ditemukan adanya perbesaran organ.

4. Auskultasi

Terdengar peningkatan denyut jantung (takikardi) yang merupakan kompensasi.

2

Page 3: makalah pleno

Pemeriksaan Penunjang

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer

dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC

dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan

thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan

adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar

hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa

menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan.

Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,

poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan

mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada

kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.

2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-

blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.

3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat

>350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya

sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia

defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang

meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari

jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar

feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.

5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.

7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,

pemeriksaan ginekologi

Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja pada kasus ini adalah anemia defisiensi besi. ADB adalah anemia

yang terjadi akibat kekurangan zat besi. Keadaan ini disebabkan oleh pemasukan zat besi

yang tidak mencukupi kebutuhan, peningkatan ekskresi, gangguan absorbsi atau kebutuhan

tubuh akan zat besi meningkat. Peningkatan ekskresi dapat dijumpai pada perdarahan saluran

3

Page 4: makalah pleno

cerna, keganasan, ankilostomiasis, meno-methoragi, hemoglobinuria, hemosiderinuria dan

gangguan hemostasis. Gangguan absorbsi dapat terjadi pada aklorhidria, pasca gastrektomi,

malabsorbsi usus. Peningkatan kebutuhan akan zat besi terjadi pada masa pertumbuhan,

hamil dan menyusui.4

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi absorbsi zat besi dalam tubuh. Berbagai

keadaan yang meningkatkan absorbsi besi adalah besi dalam bentuk Fe2+ anorganik, suasana

asam (misalnya HCl, vit C), adanya bahan-bahan yang membantu kelarutan besi (misalnya

gula, asam amino), keadaan defisiensi besi adalah besi dalam bentuk Fe3+ organik, suasana

alkali (misalnya antasida, sekresi pankreas), adanya bahan yang menolong pengendapan Fe

(misalnya fosfat, fitat), kelebihan Fe dalam tubuh, infeksi dan aktivitas eritropoiesis yang

menurun.4

Patofisiologi

Pembentukan Heme. Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam

keadaan biasa (tidak ada anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum tulang), sumsum

tulang memproduksi 500 x109 sel dalam 24 jam. Hb merupakan unsur terpenting dalam

plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari : globin, protoporfirin, dan besi (Fe).

Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar

mitokondria. Besi didapat dari transferin. Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang

yang berinti adalah sel berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini

biasanya tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid. Pada

permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin. Gangguan dalam pengikatan besi

untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang

kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom).

Metabolisme besi. Heme yang kita dapatkan dari luar yaitu berasal dari makanan yang

kita makan, ada dua jenis zat besi dari makanan yaitu yang organik dan anorganik.

Duodenum adalah tempat absorbsi utama. Besi heme dari makanan diserap sel mukosa secara

langsung, sedangkan besi non-heme diangkut kedalam sel oleh musin di lumen dan

mobnilferrin disitosol. Sebagian besar besi yang diserap akan dikirimkan dengan segera ke

transferin plasma. Sisanya terikat pada ferritin plasma dan sebagian hilang bersama dengan

eksofoliasi sel mukosa. Bila tubuh mendapat sejumlah besi lagi, maka sebagian besar besi

yang diserap epitel duodenum akan terikat pada ferritin dan hilang pada eksogoliasi, pada

defisiensi besi, transfer ke transferin plasma ditingkatkan. Karena ferritin serum terutama

4

Page 5: makalah pleno

berasal dari pool penyimpanan besi, maka kadarnya merupakan indikator yang baik untuk

mengetahui kandungan besi dalam tubuh.5

Tahap defisiensi besi, yaitu:

1. Tahap pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan

berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi

protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi

non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya

kekurangan besi masih normal.

2. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron

limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang

eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun

dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC)

meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

3. Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi

yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan

penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik

yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia

defisiensi besi yang lebih lanjut.

Tabel 1. Tahapan anemia defisiensi besi.6

Ferritin Saturasi

Transferin

Hemoglobin

Tahap I Menurun Normal Normal

Tahap II Menurun Menurun Normal

Tahap III Menurun Menurun Menurun

Diagnosis Banding

Anemia pada penyakit kronik

5

Page 6: makalah pleno

Anemia pada penyakit kronik dikenal juga dengan nama seperti: sideropenic anemia

with reticulo-endothelial siderosis. Anemia yang terjadi pada penyakit infeksi tidak

saja terjadi pada infeksi kronik tapi juga bisa pada infeksi akut dan neoplasma.

Secara hematologi anemianya berbentuk normokrom normositik dengan kadar

hematokrit antara 30-40% dan timbul kira-kira 1-2 bulan pertama setelah terjadinya

proses inflamasi kronik. Berat rigan anemianya tergantung aktivitas proses inflamasi

yang terjadi. Apabila pemeriksaan disertai dengan penurunan kadar besi dalam serum

atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom mikrositik,

Sumsum tulang biasanya normal kadang-kadang ditemukan hipoplasia eritropoiesis

dan defek dalam hemoglobinisasi. Karakteristik anmia ini adalah berkurangnya

sederoblas dalam sumsum tulang sedangkan deposit besi dalam sistem

retikuloendotelial (RES) normal atau bertambah.6

Anemia sideroblastik.

Anemia sideroblasitik adalah suatu sindrom yang terdiri dari anemia hipokrom

mikrositer disertai dengan adanya cincin sideroblas dalam sumsum tulang. Cincin

sideroblas adalah eritroblas yang mengandung butir-butir besi yang terletak dalam

mitokondria dan dengan mudah dapat dilihat dalam sediaan tulang dengan pewarnaan

biru Prusia.6

Pemeriksaan laboratorium:

Derajat anemia dapat sedang sampai berat. Gambaran sediaan apus darah tepi

biasanya dimorfik dengan anisositosis dan poikilositosis yang hebat. Sering

ditemukan basophylic stipplin, target cell, serta Pappenheimer’s bodies pada eritrosit

pasien. Leukosit dan trombosit normal.

Pada sediaan apus sumsum tulang terlihat gambaran hiperplasia eritropoiesis dengan

gangguan maturasi > 40% terdiri dari ringed sideroblast. MCV, MCH, MCHC

semuanya dibawah nilai normal. Fe serum, % saturasi dan ferritin meingkat, tetapi

TIBC dapat normal atau menurun.6

Thalasemia

Merupakan kelainan sintesis hemoblobin yang diturunkan akibat pengurangan

produksi satu atau lebih rantai globin. Secara klinis dibagi menjadi 3 grup:

- Talasemia mayor sangat bergantung pada tranfusi

- Talasemia minor/karier tanpa gejala

- Talasemia intermedia

6

Page 7: makalah pleno

Tabel 2. Diagnosis Banding Anemia Mikrositik Hipokrom.7

Anemia

defisiensi besi

Turunan

talasemia trait

Anemia karena

penyakit kronis

Anemia

sideroblastik

Zat besi ↓ N ↓ ↑

TIBC ↑ N ↓ N

Feritin serum ↓ N ↑ ↑

Protoporfirin sel

darah

↑ N ↑ ↑ atau N

HbA2 ↓ ↑ N ↓

Catatan : ↑ = meningkat, ↓ = menurun, N = normal, TIBC = kapasitas ikat besi total

Epidemiologi

Diperkirakan penderita anemia defisiensi besi diseluruh dunia berjumlah kurang lebih

500 juta orang. Anemia defisiensi besi mengenai semua usia dan golongan ekonomi,

walaupun jumlah terbanyak terdapat pada anak dalam masa pertumbuhan, terutama dinegara

berkembang. Di Indonesia, ada perbedaan yang nyata antara desa dan kota. Berdasarkan hasil

penelitian didesa-desa pada provinsi Sumatera Barat; Jawa Tengah; dan Bali, 50% penduduk

yang menderita anemia disebabkan oleh defisiensi besi da 40% anemia defisiensi besi disertai

investasi cacing tambang. Di Amerika Serikat, prevalensi anemia defisiensi besi ditemukan

sebesar 0,2% pada laki-laki, 2,6% pada wanita yang belum menopause, dan 1,9% pada

wanita yang sudah menopause.

Etiologi

7

Page 8: makalah pleno

Keseimbangan negatif besi dan anemia yang terjadi kemudian dapat diakibatkan oleh

rendahnya asupan makanan, malabsorbsi, peningkatan kebutuhan, dan kehilangan darah

kronik.5

Asupan makanan yang rendah saja jarang menjadi penyebab defisiensi besi di

Amerika Serikat, karena asupan rata-rata per hari dari makanan sebesar 10-20 mg

melebihi angka kecukupan untuk laki-laki dan cukup adekuat untuk wamita.

Malabsorbsi dapat terjadi pada sprue dan p[enyakit seliak atau setelah gastrektomi

Peningkatan kebutuhan yang tidak tercukupi dari diet normal dapat terjadi pada

kehamilan dan pada bayi

Kehilangan darah secara kronik adalah penyebab utama anemia ini yang terpenting di

Barat; kehilangan darah dapat terjadi melalui traktus gastrointestinal (misalnya, ulkus

peptikum, ca kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang) atau dari traktus genitalia

wanita (menoragi, metoragi, ca).

Manfestasi Klinis

Pasien dengan anemia defisiensi besi bisa didapatkan gejala seperti:

Lemah, lesu, cepat lelah, mata kunang-kunang, telinga berdengung (tinitus)

Keram pada kaki saat menaiki tangga

Disfagia untuk makanan padat

Intoleransi dingin

Perburukan gejala komorbit dari penyakit jantung dan paru-paru

Menurunnya resistensi terhadap infeksi

Dalam pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan:

Gagal tumbuh pada bayi

Membran mukosa yang pucat (tidak spesifik)

Kuku yang berbentuk seperti sendok (koilonychia)

Lidah yang mengkilap dengan atrofi papil lidah

Fisura di tepi mulut (angular stomatitis)

Splenomegali (pada kasus berat, terus menerus, kasus yang tidak diterapi)

Pseudotumor cerebri (penemuan yang jarang pada kasus berat)

8

Page 9: makalah pleno

Gambar 1. Angular stomatitis . Gambar 2. Koilonychia.

Penatalaksanaan

Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah, dan

aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat

pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg.

Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus

3x200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis

dua sampai tiga kali normal.

Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous

succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tapi efektivitas dan efek samping hampir sama

dengan sulfas ferosus. Terdapat juga sediaan enteric coated yang dianggap memberikan efek

samping yang lebih rendah, tapi dapat mengurangi absorbsi besi. Preparat besi oral

sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tapi efek samping lebih sering dibandingkan

dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus

dapat diberikan saat makan atau setelah makan. Efek samping utama besi peroral adalah

gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15 sampai 20%, yang sangat mengurangi

kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk

mengurangi efek samping, besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100 mg.

Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan,

setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan

yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia

sering kambuh kembali. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat

vitammin C, tapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang

banyak mengandung besi.2

9

Page 10: makalah pleno

Untuk terapi nonmedika mentosanya kita dapat melakukan pembedahan untuk mengatasi

penyebab internal.

Pencegahan dan Edukasi

Mengingat tingginya pravelensi anemia defisiensi besi dimasyarakat, maka diperlukan suatu

tindakan yang terpadu. Tindakan pencegahan dapat berupa:

1. Pendidikan kesehatan

Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan

kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah terinfeksi cacing

tambang. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu

absorbsi besi.

2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling

sering dijumpai dinegara tropik. Pengobatan misal dengan pemberian anthelmentik

dan perbaikan sanitasi dapat membantu mengatasi masalah ini.

3. Suplementaasi besi yaitu pemberian besi secara profilaksis pada segmen penduduk

yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita.

4. Fortofikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan

makanan. Dinegara barat dilakukan dengan mencampur besi dengan tepung roti atau

bubuk susu dengan besi.

Prognosis

Prognosis baik jika penyakit penyebab aneia diketahui atau penyebab perdarahan juga

diketahui dan kemudia dapat diterapi dengan adekuat, gejala anemia dapat membaik dengan

pemberian preparat besi, vitamin C untuk mempermudah penyerapan besi dan nutrisi

makanan yang baik.

Kesimpulan

Hipotesis diterima dimana wanita 30 tahun tersebut menderita anemia defisiensi besi.

Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin dalam darah.

Sedangkan anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

10

Page 11: makalah pleno

penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya

mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Daftar pustaka

1. Anemia. Dalam: Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan

Fisik.Jakarta:Erlangga; 2003. h. 84-5.

2. Sudoyo,D Arua, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 2006. h.1131

3. Swartz M H. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC: 1995.h.145, 150

4. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SK, Santoso R. Penuntun patologi klinik:

hematologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida; 2009. hal. 108-38

11

Page 12: makalah pleno

5. Robbins, Cotran, Kumar. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi 5. Jakarta: EGC;

1999. h. 370-1

6. Anemia Sideroblastik dan Anemia Pada Penyakit Kronik. Dalam : Supandiman I.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi III. Jakarta : FK UI ; 2001. h.512-15

7. Anemia pada Penyakit Kronik. Dalam : Isselbacher, Braunwald, dkk. Harrison

Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam volume 4. Edisi 13. Jakarta : EGC ; 2000. h.

1929-31

12