MAKALAH PLENO 18

31
BAB I PENDAHULUAN Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1) obstruksi salur reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan; 2) inflamasi saluran na peningkatan respons saluran terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). st napas ini memberikan ge!ala"ge!ala asma seperti batuk# mengi# dan sesak napas. $ saluran napas pada asma dapat ter!adi secara bertahap# perlahan"lahan# dengan pengobatan tetapi dapat pula ter!adi mendadak# sehingga menimbulk bernapas yang akut. %era!at obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas# dipengaruhi oleh edema dinding bronkus# produksi mukus# kontraksi dan hipertrofi bronkus. %iduga baik obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai ran didasari oleh inflamasi saluran napas. Rumusan Masalah Kasus 1 &eorang perempuan berusia 2' tahun datang ke % *& karena sesak napas se!ak + ! sebelum masuk *&. ,eluhan disertai batuk se!ak - hari lalu disertai dahak ber a tidak demam# dan nyeri dada# sesak terutama 3 bulanan ini# namun keluhan ini sem memburuk. &esak terutama saat suasana dingin dan berdebu. %alam 1 bulan terakhir -/ sesak saat dini hari. 0elum pernah berobat untuk keluhan sesak nap merokok se!ak usia 22 tahun. $ada pemeriksaan fisik tampak sakit sedang# kesadaran compos mentis. $emeriksaan vital tekanan darah 11 ' mm # denyut nadi: 4'/ menit# frekuensi na suhu: 3+ o 5# thorak: 6nspeksi: retraksi interkostal# simetris dalam keadaan statis Auskultasi: ekspirasi meman!ang# hee7ing 8 8# ronkhi " ". 1

description

asma

Transcript of MAKALAH PLENO 18

BAB IPENDAHULUAN

Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1) obstruksi saluran napas yang reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan; 2) inflamasi saluran napas; 3) peningkatan respons saluran terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Ostruksi saluran napas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.Rumusan MasalahKasus 1Seorang perempuan berusia 28 tahun datang ke UGD RS karena sesak napas sejak 6 jam sebelum masuk RS. Keluhan disertai batuk sejak 4 hari lalu disertai dahak berwarna putih, tidak demam, dan nyeri dada, sesak terutama 3 bulanan ini, namun keluhan ini semakin memburuk. Sesak terutama saat suasana dingin dan berdebu. Dalam 1 bulan terakhir sudah 4x sesak saat dini hari. Belum pernah berobat untuk keluhan sesak napasnya. Riwayat merokok sejak usia 22 tahun.Pada pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 110/80 mmHG, denyut nadi: 98x/menit, frekuensi napas: 28x/menit, suhu: 36oC, thorak: Inspeksi: retraksi interkostal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis, Auskultasi: ekspirasi memanjang, wheezing +/+, ronkhi -/-.

BAB IIISI

AnamnesisAnamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal.Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:1. Identitas pasien2. Riwayat penyakit sekarang3. Riwayat penyakit dahulu4. Riwayat kesehatan keluarga5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budayaIdentitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya diteluskan secara singkat berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar. Misalnya badan panas sejak 3 hari yang lalu.1Riwayat Penyakit SekarangSesak1. Apakah pasien sesak saat istirahat, beraktivitas, atau berbaring mendatar (ortopnea) ?2. Apakah keadaan tersebut kronis atau muncul secara tiba-tiba ? 3. Apakah disertai mengi atau stridor ?

Batuk 1. Apakah batuk kering atau produktif ? Jika produktif, apa warna sputum ? apakah hijau dan purulen ?2. Apakah batuk berdarah (hemoptisis) ? Apakah berkarat (pneumonia) atau merah muda dan berbusa (edema paru) ?3. Apakah terjadi pada musim atau merupakan gejala yang baru timbul ?Nyeri DadaKapan dimulainya ? Seperti apa nyerinya ? Di mana dan menjalar ke mana ? Apakah diperberat/berkurang dengan bernapas, perubahan posisi, pergerakan ? Adakah nyeri dada setempat ?Adakah demam, menggigil, penurunan berat badan, malaise, keringat malam, limfadenopati, atau ruam kulit ?Riwayat Penyakit Dahulu1. Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan ? Asma ? penyakit paru Obstruktif Kronis (PPOK) ? TB atau terpajan TB ?2. Bagaimana pernapasan pasien mengenai keadaannya dan kepatuhan pada terapi ?3. Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas ?4. Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi ?5. Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks ?Obat-obatanObat apa yang sedang dikonsumsi pasien ? apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan obat? adakah respons terhadap terapi terdahulu ? Apakah pasien mengkonsumsi tablet, inhaler, nebuliser, atau oksigen ?Alergi Adakah alergi obat atau antigen lingkungan ?MerokokApakah pasien saat ini merokok ? Apakah pasien oernah merokok ? Jika ya, berapa banyak ?Riwayat Keluarga dan SosialPernahkah pasien terpajan abses, debu, atau toksin lain ? Apa pekerjaan pasien ? Adakah riwayat masalah pernapasan dalam keluarga ? Apakah pasien memelihara hewan ?

Gambar 1. Anamnesis dan Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisikInspeksiInspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.1. Kelainan dinding dadaKelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider nevi, ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.2. Kelainan bentuk dada.Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar dari diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu: Dada paralitikum dengan ciri-ciri dada kecil, diameter sagital pendek; sela iga sempit, iga lebih miring, angulus costae 900, terdapat pada pasien dengan bronkitis kronis, PPOK. Kifosis dengan ciri-cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah anterior. Kelainan ini akan terlihat jelas bila pemeriksaan dilakukan dari arah lateral pasien. Skoliosis cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior. Pectus excavatum cirinya dada dengan tulang sternum yang mencekung. Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) cirinya dada dengan tulang sternum menonjol ke depan.3. Frekuensi pernapasanFrekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14 kali per menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipneu, misalnya pada pneumonia, anksietas, asidosis. 4. Jenis pernapasan Torakal misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis umum. Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut. Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak). Pada perempuan sehat umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut perempuan berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK. Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukan adanya gangguan pada daerah tersebut. Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia.

5. Pola pernapasan Pernapasan normal: irama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti. Takipnea: napas cepat dan dangkal. Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam. Pernapasan cheyne stokes: irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea (pernafasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi karena terlambatnya reseptor klinis medula otak terhadap pertukaran gas. Pernapasan biot (ataxic breathing): jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam hal frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat pada cedera otak. Bentuk kelainan irama pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini basanya merupakan pertanda yang kurang baik. Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang dalam. PalpasiPalpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis. 1. Palpasi dalam keadaan statis.Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah: Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru seperti kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah submandibula dan kedua aksila. Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum. Posisi mediastinum dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea dan apeks jantung. Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan dengan jari tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tremor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain.

2. Palpasi dalam keadaan dinamis.Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan unutk menilai ekspansi paru serta pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan inspirasi maksimal. Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya kelainan pada sisi tersebut. untuk menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masing-masing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan sedikit diangkat ke atas sehingga bergerak bebas saat bernafas. Pada saat pasien menarik napas dalam keadaan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut. Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta menyebut angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan secara bertahap tactile fremitus secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada paru bagian depan maupun belakang. Pada saat pemeriksaan kedua telapak tangan harus disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini dilaporkan ebagai normal, melemah, atau mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif)PerkusiBerdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam yaitu: Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat pada paru yang normal Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi jauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial, pneumotoraks, dan bula yang besar Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya adanya infiltrat/konsolidasiDalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru. AuskultasiAuskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui sitem trakeobronkial. Suara napas pokok yang normal terdiri dari: Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di mana fase inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru. Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bisa didaptkan pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula. Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda. Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung. Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni. Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah trakea. Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.

Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat didengar pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial tidak akan terdengar karena getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena dihambat oleh udara yang terdapat dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal misalnya pneumonia di mana alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang atau menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik akan menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada sehinggadapat terdengar sebagai suara napas bronkovesikular (bila hanya sebagian alveoli yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveoli terisi infiltrat).

Suara nafas tambahan terdiri dari: Ronki basah (crakels atau rales): suara nafas yang terputus-putus, bersifat nonmusical, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi menjadi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus, sedangkannyang halus lagi berasal dari alveoli yang disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama dapat didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema paru). Rongki kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma. Bunyi gesekan pleura (pleural friction rub): terjadi karena pleura parietal dan viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura yang meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien digoyang-goyangkan. Biasanya didaptkan pada pasien dengan hidropneumotoraks. Pneumothorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara di antara kedua lapisan pleura yang menyelimuti jantung.2

Pemeriksaan Penunjang a. SpirometriCara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler dan nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP1 sebanyak 12% (atau 200 ml) menunjukkan diagnosa asma. Tetapi respons yang kurang dari 12% tidak berarti bukan asma. Hal-hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. Demikian pula respons terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, oleh karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang disebutkan di atas mungkin diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta, teofilin, dan bahkan kortikosteroid untuk jangka waktu pengobatan 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda, misalnya beberapa hari atau beberapa bulan kemudian.Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Kegunaan spirometri pada asma dapat disamakan dengan tensimeter penatalaksanaan hipertensi atau glukometer pada diabetes melitus. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksan spirometrinya menunjukkan obstruksi. Hal ini mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan asma dan bahkan bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi penyalit paru obstruktif kronik.1b. Uji Provokasi BronkusJika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling sedikit 10%. Akan halnya uji provokasi dengan alergen, hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap alergen yang diuji.c. Pemeriksaan Eosinofil TotalJumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkhitis kronik. Pemeriksan ini juga dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukkan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma.

d. Pemeriksaan radiologi asma bronkial Keadaan klinis yang ditandai dengan penyempitan dari bronchus/ bronchioles yang bersifat kadang-kadang (paroxysmal) dan reversible Biasanya karena proses alergi Pada gambaran rontgen foto kadang-kadang tidak ditemukan kelainan yang mencolok, kecuali adanya hyperaerasi kedua paru. Selama serangan asma, paru tampak mengalami hiperinflasi dan ditemukan bercak-bercak infiltrate yang konsisten dengan atelektasia segmental Paru sangat mengembang dan penuh udara, dapat dijumpai daerah atelektasis kecil2

Gambar 1 : makroskopik sinar X-ray pada pasien asmae. Pemeriksaan sputumSputum eusinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronchitis kronik. Jumlah eusinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma.3,4f. Uji Kulit (Skin Test)Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh, uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.3,4g. Pemeriksaan darah 4 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

Working DiagnosisWorking diagnosis (diagnosis kerja) adalah perempuan berusia 28 tahun menderita asma bronkial.Asma adalah penyakit paru dengan karakterisitik obstruksi saluran napas yang reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, adanya inflamasi saluran napas, dan peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan. Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh odem dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.3Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Padariwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya seperti rhinitis alergi, dermatitis atopic, membantu diagnosis asma. Gejala asma sering timbul pada malam hari, tetapi dapat pula muncul sembarang waktu. Adakalanya gejala lebih sering terjadi pada musim tertentu. Yang perlu diketahui adalah factor-faktor pencetus serangan. Dengan mengetahui factor pencetus, kemudian menghindarinya, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah. Factor- factor pencetus pada asma yaitu :31. Infeksi virus saluran napas: influenza2. Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang3. Pemajanan tehadap iritan asap rokok, minyak wangi4. Kegiatan jasmani: lari5. Ekspresi emosional takut, marah, frustasi6. Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti inflamasi non steroid 7. Lingkungan kerja: uap zat kimia8. Polusi udara: asap rokok9. Pengawet makanan: sulfit10. Lain-lain, misalnya haid, kehamilan, sinusitisAsthma Bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu 3,4 Ekstrinsik (alergik)Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti : debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asthma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya faktor predisposisi genetik terhadap alergi, oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Intrinsik (non alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti : udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan, emosi. Serangan Asthma ini lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi Bronkhitis Kronik dan Emfisema. Asthma GabunganBentuk Asthma yang paling umum. Asthma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi dan non alergiDifferential DiagnosisBRONKITIS KRONIKBronkitis kronik didefinisikan sebagai riwayat klinis batuk produktif selama 3 bulan setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Dispnea dan obstruksi saluran napas, seiring dengan elemen reversibilitas, terjadi secara intermiten atau terus-menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang sama, proses patologis yang predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan mukosa dan hipersekresi mukus sehinggan terjadi obstruksi difus. Pada bronkitis kronik, terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun tidak ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat dikaitkan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran napas. Gambaran patologis utama adalah perdangan saluran napas, terutama saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar mukosa saluran napas besarm disertai peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas oleh mukus tersebut. Mukosa saluran napas biasanya disebuki oleh sel radnag, termasuk leukosit polimorfonukleus dan limfosit. Peradangan mukosa dapat secara substansial mempersempit lumen bronkus. Akibat peradangan kronik, lapisan normal epitel kolumnar berlapis semua bersilia sering diganti oleh bercak-bercak metaplasia skuamosa. Tanpa adanya epiterl bronkus bersilia normal, fungsi pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau bahkan lenyap sama sekali. hipertrofi dan hiperplasia kelenjar submukosa merupakan gambaran yang mencolokm dengan kelenjar yang sering membentuk lebih dari 50% ketebalan dinding bronkus. Hipersekresi mukus menyertai hiperplasia kelenjar mukosa, yang semakin mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos bronkus sering dijumpai, dan hiperresponsivitas dapat dijumpai terhadap rangsang bronkokonstriktor non-spesifik (termasuk histamin dan metakolin). Bronkiolus sering disebuki oleh sel radang dan mengalami distorsi, disertai oleh fibrosis peribronkus. Penyumbatan oleh mukus dan obstruksi lumen saluran napas halus sering ditemukan. Tanpa adanya proses lain yang menimpa, misalnya pneumonia, parenkim paru untuk pertukaran gas, yang terdiri atas unit-unit respiratorik terminal, umumnya tidak mengalami kerusakan. Hasil kombinasi proses-proses diatas adalah obstruksi saluran napas kronik dan gangguan pembersihan sekresi saluran napas.Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronkitis kronik berpengaruh besar pada ventilasi dan pertukaran gas. Obstruksi dengan eaktu ekspirasi memanjang menimbulkan hiperinflasi. Perubahan hubungan ventilasi-perfusi mengenai daerah-daerah dengan rasio V/Q yang tinggi dan rendah. Yang terakhir ini terutama bertanggung jawab menyebabkan hipoxemia istirahat yang lebih jelas dijumpai pada bronkitis kronik dibandingkan pada emfisema.5-7Manifestasi klinis Batuk produktif Mengi Ronkhi kasar inspirasi dan ekspirasi Takikardia (sering terjadi pada hipoxemia) Polisitemia (oleh karena hipoxemia kronik)

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.8Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien biasanya memiliki gejala bronkitis kronis dan emfisema, tetapi triad klasik juga termasuk asma (seperti terlihat pada gambar di bawah).9

Gambar 2. Venn diagram dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Obstruktif penyakit paru-paru kronis adalah gangguan di mana subset dari pasien mungkin memiliki fitur dominan dari bronkitis kronis, emfisema, atau asma. Hasilnya adalah obstruksi aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.9

BRONKIEKTASISBronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.Sesudah seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas pengobatan infeksi berulang yang terjadi. Kalau penyakitnya luas atau pengobatannya tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak menyenangkan.Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat menjadi sangat menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul infeksi berulang, nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam keadaan yang sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif yaitu terjadi amilodosis.Manifestasi KlinisGejala dan tandas klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.Keluhan-keluhanBatuk. Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri utama lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari, sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchiectasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 lapisan. a) Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mukus, b) lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah), dan c) lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.Hemoptisis. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai yang paling ringan sampai perdarahan yang cukup banyak yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal dari peredaran darah sistemik).Sesak napas (Dispnea). Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronik yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang-kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.Demam berulang. Bronkektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang).10EMFISEMAProses patologis utama pada emfisema dianggap sebagai proses perusakan berkelanjutan yang terjadi akibat keridakseimbangan jejas oksidan dan aktivitas proteolitik lokal akibat defisiensi inhibitor protease. Berbagai oksidan, baik yang endogen maupun eksogen, dapat menghambat fungsi protektif normal inhibitor protease sehingga terjadi destrus jaringan yang progresif.Berbeda dari bronkitis kronik, emfisema adalah penyakit yang bukan terutama mengenai saluran napas tetapi parenkim paru disekitarnya. Konsekuensi fisiologisnya adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik terminal dan hilangnya jaringan kapiler alveolus serta yang sangat penting struktur-struktur penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkan paru kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa recoil elastis yang normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat topangan. Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala obstruktif dan temuan fisiologis yang khas.Gambaran patologis emfisema adalah gambaran kerusakan progresif unit-unit respiratorik terminal atau parenkim paru di sebelah distal dari bronkiolus terminal. Peradangan salaruan, jika terjadi, akan minimal, meskipun dapat terlihat hiperplasia kelenjar mukosa di saluran napas penghubung yang besar. Interstisium unit-unit respiratorik mengandung beberapa sel radang, tetapi temuan utama adalah hilangnya dinding alveolus dan membesarnya ruang-ruang udara. Kapiler alveolus juga lenyap, yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas difusi dan hipoksemia progresif, terutama saat berolahraga.Kerusakan alveolus tidak merata di semua kasis emfisema. Berbagai carian anatomis telah dilkaporkan berdasarkan pola kerusakan unit respiratorik terminal. Pada emfisema sentrisinar, kerusakan berpusat di tengah unit respiratorik terminal, dengan bronkiolis respiratorius dan duktus alveolaris yang relatif tidak terkena. Pola ini paling sering berkaitan dengan kebiasaan merokok. Emfisema panasinar adalah kerusakan unit-unit respiratorik terminal secara umum disertai pelebaran ruang udara difus. Pola ini biasanya, meskipun tidak khas, dijumpai pada defisiensi inhibitor 1-protease.10,11Gagal Jantung (CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.12Di negara negara berkembang , penyebab tersering adalah :1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi.2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik). 3. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung. 4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.5. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis; tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.9PatofisiologiJika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner. Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator. Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.13Patofisiologi AsmaObstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi) sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paru) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut : 1). Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.6

Gambaran KlinisGambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek dan bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan seanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberika gejala terhadap faktor pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang pada khir minggu. Pada pasien yang gejalanya yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.DiagnosisDiagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau ras berat di dada. Tetapi, kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya seperti rhinitis alergi, dermatitis atopil membantu diagnosis asma. Gejala asma sering timbul pada malam hari, tetpai dapat pula sembarang waktu. Ada kalanya gejal lebih sering terjadi pada musim tertentu. Yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus. Dengan mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindari, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah. Faktor-faktor pencetus pada asam, yaitu:1. Infeksi saluran napas: influenza.2. Pemajanan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang.3. Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi.4. Kegiatan jasmani: lari.5. Ekspresi emosional takut, marah, frustasi.6. Obat-obat aspirin, penyekat beta, antiinflami non steroid.7. Lingkungan kerja: uap zat kimia.8. Polusi udara: asap rokok.9. Pengawet makanan: sulfit.10. Lain-lain, misalnya haid, kehamilan, sinusitis.Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain, yaitu pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati ada yang hilang sendiri. Tetapi, membiarkan pasien asama dalam serangan tanpa obat selain tidak etis, juga dapat membahayakan nyawa pasien. Gejala asma juga sangat bervariasi dari satu individu ke individu lain. Dan bahkan bervariasi pada individu sendiri, misalnya gejala pada malam hari lebih sering muncul dari siang hari.1EtiologiAda beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.71. Faktor predisposisiGenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.72. Faktor presipitasia. AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasanex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi Ingestan, yang masuk melalui mulutex: makanan dan obat-obatan Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulitex: perhiasan, logam dan jam tangan7

a. Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.7b. StressStress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.7c. Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.7d. Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.7EpidemiologiPrevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota lainnya di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.1

Penatalaksanaan Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak. 14Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya adalah : a. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma : Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna. Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu bisa kambuh lagi. Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan jangka panjang secara teratur. b. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan, seperti : Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda dan spora jamur. Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu. Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan. Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab. Infeksi saluran pernafasan. Pemakaian narkoba atau napza serta merokok. Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan. Stres fisik atau kelelahan. Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas.14c. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan dan mengurangi serangan : Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat individual). Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es. Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza. Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan. Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan lembab. Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis. Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek. Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis maupun obat profilaksis. Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum air hangat guna membantu pengenceran dahak. Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di lingkungan dengan temperatur hangat.14d. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat obatan yang diberikan oleh dokter : Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus. Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan. Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak. Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya infeksi saluran nafas. e. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan. f. Mengetahui kapan self treatment atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan segera mencari pertolongan dokter.

Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti : 1. Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres, padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama. 2. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan. 3. Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minum obat bila sesak nafas berkurang atau hilang. Medika MentosaPENGOBATAN SIMPTOMATIK- Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah :a. Mengatasi serangan asma dengan segera.b. Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.c. Mencegah serangan berikutnya.

- Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik di Puskesmas adalah : a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta) Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Obat ini tersedia di Puskesmas dalam kemasan ampul 2 cc. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000 injeksi subcutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal 0,25 cc. Bila belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 x tiap15-30 menit. Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg. Aktif dan efektif diberikan peroral. Salbutamol. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg dan 4 mg. Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping minimal. Dosis : 3-4 x 0,05-0,1 mg/kg BB b. Bronkodilator golongan teofilin Teofilin. Obat ini tidak tersedia di Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV. Aminofilin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul. Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8 jam kemudian , bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB c. Kortikosteroid. Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya dipakai dalam keadaan pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus). Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering off. Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason (Medlinux,2008) d. Ekspektoran. Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian yang ada di Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), Glyseril guaiakolat (GG) e. Antibiotik Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.

PencegahanTujuan utama pengobatan asma pada anak adalah:1. Mencegah anak mengalami gejala yang lebih berat dan berkepanjangan. 2. Memelihara fungsi paru-paru senormal mungkin 3. Agar anak dapat beraktifitas normal. 4. Mencegah serangan asma berulang 5. Mengurangi jumlah kunjungan darurat ke rumah sakit, dan 6. Memberikan pengobatan dengan hasil terbaik dan efek samping seminimal mungkin.Pengobatan terbagi menjadi dua kategori. Kategori pertama bertujuan untuk mengontrol asma dalam jangka panjang dan biasanya digunakan setiap hari untuk mencegah timbulnya serangan asma. Obat dalam kategori ini meliputi kortikosteroid inhaler, kromolin atau nedokromil inhaler, bronkhodilator kerja panjang, teofilin, dan antagonis leukotrin.Kategori kedua adalah obat-obat yang berguna untuk menyembuhkan secara cepat gejala asma yang timbul. Obat tersebut adalah bronkhodilator kerja singkat dan kortikosteroid sistemik. Ipratropium dapat digunakan bersama dengan bronkhodilator inhaler jika terjadi serangan asma atau gejala asma memburuk.Umumnya, dokter akan memulai terapi tingkat tinggi lebih dahulu, kemudian menurunkannya ke tingkat yang lebih rendah yang masih efektif mencegah serangan asma dan membuat anak dapat hidup normal.15

KomplikasiBerbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :16 Status asmatikus Atelektasis Hipoksemia Pneumothoraks Emfisema Deformitas thoraks Gagal nafasPrognosisAsma bronkial bila segera diketahui dan mendapatkan penanganan optimal, maka akan mengurangi frekuensi serangan dan akan meningkatkan kualitas hidup, jadi prognosanya akan lebih baik.

BAB IIIPENUTUPKesimpulanAsma bronkial adalah peradangan kronis saluran napas dengan banyak sel dan elemen sel yang berperan, yang menyebabkan hambatan aliran udara dan meningkatnya airway hyperresponsiveness, yang menimbulkan episode berulang dari wheezing, sesak napas, dada terasa sesak dan batuk terutama pada malam hari atau pada pagi dini hari. Episode gejala respirasi tersebut biasanya terkait dengan obstruksi jalan napas yang menyeluruh yang seringkali reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Untuk mengetahui diagnosis pasti bahwa penyakit yang diderita pasien adalah asma bronchial haruslah kita melakukan berbagai pemeriksaan dari mulai anamnesa, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan asma bronkial adalah dengan cara memberikan pendidikan/edukasi kepada penderita dan keluarga. Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik adalah bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik/agonis betas), bronkodlator golongan teofilin, kortikosteroid, ekspektoran, dan antibiotik. Prognosa pada asma bronkial umumnya bila segera dengan adekuat adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.2. TePas E, Umetsu D. imunologi dan alergi. Nelson esensi pediatric.ED IV.EGC. 2002. Jakarta. hal 341-3503. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Interna publishing.2009.4. Sundaru,Heru,Sukamto.Asma Bronkial Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h.404.5. Penyakit pernapasan bawah. Diunduh dari: http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=486. Junaidi I,dr. Penyakit paru dan saluran napas. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta.2010.7. Ward J, Leach R, Wiener C. Asma. Et A Glance system respirasi. ED II. Erlangga. Jakarta.20088. Gleadle J.Pengambilan anamnesis. At a glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga. 2005. Jakarta.9. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, et al. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI ; 200110. McPhee SJ, Ganong WF. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed. Jakarta: EGC; 2007.h.253-60.11. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta: EGC;2009.h.120-2.12. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2008.h.571-86.13. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bisang penyakit dalam. Jakarta: EGC; 1999.h.43-51.14. Neal, MJ. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. 2005.15. Riyanto B, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. V. Jakarta. 2009.16. Dacre Jane, Kopelman Peter. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2004

13