Makalah PKL

53
MAKALAH PEMETAAN GEOLOGI DAERAH BANJARSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN BOBOTSARI, KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH Oleh : Willson Chani Simanjuntak H1F008004 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK JURUSAN TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

Transcript of Makalah PKL

Page 1: Makalah PKL

MAKALAH

PEMETAAN GEOLOGI DAERAH BANJARSARI DAN SEKITARNYAKECAMATAN BOBOTSARI, KABUPATEN PURBALINGGA

JAWA TENGAH

Oleh :

Willson Chani Simanjuntak

H1F008004

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

JURUSAN TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PURWOKERTO

2012

Page 2: Makalah PKL

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Geologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi pada umumnya

dan gejala-gejala yang ada didalamnya pada khususnya. Pengertian dari kata “bumi” bukan

berarti hanya fisik dari bumi saja yaitu material penyusun bumi dan bentuk dari bumi itu

sendiri, tetapi juga proses-proses yang terjadi pada bumi sebagai acuan berpikir akal sehat

(logika) terhadap terbentuknya bumi sampai sekarang. Proses-proses tersebut baik yang

terjadi di dalam maupun di permukaan bumi merupakan alasan dilakukannya suatu penelitian

sebagai suatu pembelajaran untuk mengetahui kehidupan yang pernah ada di bumi ini dan

evolusinya.

Pemetaan geologi adalah bagian dari pembelajaran dalam bentuk kegiatan pendataan

informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan

berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan

batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang

mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut. Untuk memperoleh data-data

geologi tersebut dibutuhkan pemahaman baik mengenai karakteristik batuan pada suatu

lapisan batuan dengan pemeriaan maupun gejala-gejala alam sebagai pengontrol rona muka

bumi.

Pada studi tertentu kegiatan pemetaan geologi ini dapat berguna untuk menentukan

suatu potensi-potensi yang ada di suatu daerah penelitin. Penentuan potensi ini dapat

diidentifikasi baik berdasarkan keberadaan batuan-batuan yang ada, maupun struktur

pengontrol untuk tersingkapnya suatu potensi geologi yang ada, misalnya rembesan minyak

bumi, mineral-mineral ekonomis, potensi mata air, bahkan potensi terhadap mitigasi tanah

longsor suatu daerah tertentu.

Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-

informasi pengamatan lapangan dan skala peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan

kerapatan data singkapan yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi

oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal dengan skala peta 1 :

25.000 sudah cukup memadai, pada tahap prospeksi dengan skala peta 1 : 10.000 dan pada

tahap penemuan pada umumnya akan semakin detail dengan skala peta geologi samapai 1 :

Page 3: Makalah PKL

2.500. Dalam kegiatan penelitian ini dilakukan suatu pengambilan data lapangan dengan

cakupan wilayah dan kerapatan kontur yang termasuk pada tahapan eksplorasi awal dengan

skala 1 :25.000.

I.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang menjadi acuan dalam pemahaman lebih lanjut

mengenai daerah penelitian agar tersampaikannya tujuan dari pembuatan makalah ini, antara

lain ;

1. Bagaimanakah kondisi geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi pada daerah

penelitian?

2. Bagaimanakah sejarah geologi daerah penelitian?

3. Potensi-potensi geologi yang terdapat didaerah penelitian?

I.3. Maksud dan Tujuan

Suatu kegiatan penelitian sudah seharusnya memiliki bentuk pernyataan terhadap

pelaksaan suatu pertanggungjawaban yang dibebankan baik berupa maksud maupun tujuan

dari kegiatan penelitian ini. Adapun maksud dari penelitian ini antara lain sebagai

pertanggungjawaban terhadap pemenuhan nilai dalam mata kuliah Praktek Kerja Lapangan

(PKL), dan dapat mengaplikasikan prinsip dan metode-metode yang telah dipelajari baik

dalam perkuliahan sebelumnya maupun yang sudah didapat dalam mata kuliah geologi

lapangan untuk pembuatan pemetaan geologi permukaan.

Bentuk lain dari suatu pernyataan seperti yang disebutkan diatas mencakup tujuan dari

kegiatan penelitian ini antara lain ;

1. Menentukan dan menggambarkan bentuk muka bumi daerah Banjarsari dan sekitarnya

sebagai akibat dari aktivitas geologi.

2. Menentukan dan menggambarkan suatu kenampakan penyebaran batuan yang

diidentifikasikan berdasarkan variasi litologi yang mengacu pada analisis stratigrafi

dengan kenampakan kolom stratigrafi dan kedudukan perlapisan batuan pada daerah

penelitian.

3. Melakukan analisis struktur geologi berdasarkan keberadaan shear fracture, tension,

breksiasi, microfold, gores garis (striasi), maupun kelurusan geomorfologi yang

terdapat pada daerah penelitian.

Page 4: Makalah PKL

4. Menentukan dan menggambarkan potensi-potensi geologi baik berupa potensi positif

(misalnya ; potensi mata air, potensi tanah merah dll) maupun potensi negative

(misalnya ; potensi tanah longsor, potensi banjir dll) yang terdapat di daerah penelitian

sebagai acuan untuk pengembangan lebih lanjut terhadap daerah banjarsari dan

sekitarnya.

I.4. Lokasi Penelitian

Daerah Banjarsari dan sekitarnya berada di wilayah Kecamatan Bobotsari, Kabupaten

Purbalingga- Jawa Tengah. Banjarsari terletak ± 15 km atau sekitar 25 menit ke arah utara

dari pusat kota Purbalingga.

Lokasi pemetaan yang berada di Purbalingga terletak pada koordinat 7° 16' 36” - 7°

18' 45” LS dan 109° 21' 55” - 109° 23' 35” BT atau dalam UTM 319700 oE – 322700 oE

dan 9191250 oN – 9195250 oN.

Pemetaan dilakukan dengan luasan daerah 4 x 3 km2. Di sebelah utara batas-batas

daerah pemetaan meliputi desa Limbasari di sebelah utara, desa Jambudesa di sebelah timur,

desa Gandasuli di sebelah selatan, serta desa Karangduren di sebelah barat. Akses menuju

daerah pemetaan ditempuh melalui kendaraan menuju pos-pos yang telah ditentukan, waktu

yang ditempuh dari kampus Teknik Unsoed – Purbalingga zona-zona± 25-35 menit.

Gambar 1.1. Peta administrasi kabupaten Purbalingga (sumber : Pemerintah provinsi Jawa

Tengah.go.id 2011

Page 5: Makalah PKL

1.5. Batasan Masalah

Suatu pemetaan satuan batuan didaerah penelitian dengan karakteristik geologi pada

formasi Tapak (Tpt) Banjarsari dan formasi Lava G. Slamet (Qvls) Pekuncen. Dengan

pendalaman stratigrafi berdasarkan korelasi ruang dan waktu geologi dalam konsep

lithostratigrafi yang didukung dengan bukti analisis laboratorium dan geomorfologi dengan

keberadaan struktur geologi yang mengontrol daerah penelitian yang terangkum dalam

pembahasan sejarah geologi pada daerah penelitian.

I.6. Hasil yang diharapkan

Pemetaan yang nantinya akan di lakukan di daerah Banjarsari dan sekitarnya, kec.

Bobotsari, kab.Purbalingga, Jawa Tengah, diharapkan nantinya dapat mengetahui satuan

batuan yang ada, struktur geologi yang ada, umur geologi menurut analisa mikropaleontologi,

sejarah geologi, serta potensi geologi daerah penelitian guna pengembangan berbasis

pembangunan daerah.

Gambar 1.2. Lokasi daerah penelitian (Sumber ; FrailBehind.com 2011)

berdasarkan peta topografi Bobotsari-karangmoncol

Page 6: Makalah PKL

1.7. Peneliti Terdahulu

Beberapa penulis terdahulu yang dijadikan sebagai acuan oleh penulis adalah :

1. R.W. Van Bemmelen, 1937, yang menuliskan hasil penelitian geologi di daerah

Karangkobar dengan judul Toleichting Bij Blad 66 (Karangkobar) dan dalam bukunya yang

berjudul The Geology of Indonesia, Vol. IA (1949) membahas urutan-urutan Stratigrafi

Pegunungan Serayu Utara.

2. P. Marks, 1957, yang menuliskan pembahasan mengenai statigrafi regional Pegunungan

Serayu Utara dalam buku Statigraphic Lexicon of Indonesia.

3. S. Asikin, Lukman K, dan Hengky Uneputty, 1987 menyusun laporan yang berjudul

Tatanan Stratigrafi dan Posisi Tektonik Cekungan Jawa Tengah Utara Selama Jaman Tersier.

Page 7: Makalah PKL

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

Untuk mengetahui dan memahami secara detail mengenai daerah penelitian

sebelumnya maka perlu diketahui geologi regionalnya sebagai acuan terhadap berbagai aspek

yang ada di daerah penelitian nantinya. Pemahaman awal terhadap Geologi regional meliputi

fisiografi, stratigrafi regional, dan struktur regional daerah Jawa bagian tengah.

II.1. Fisiografi

Indonesia merupakan zona pertemuan lempeng tektonik aktif di Dunia, ketiga

lempeng tersebut adalah lempeng Eurasia di sebelah timur, lempeng Pasifik di sebelah barat

dan lempeng Indo-Australia di sebelah Selatan.Interaksi lempeng tersebut adalah penunjaman

lempeng samudera ke bagian bawah kerak benua. Kerak samudera mempunyai densitas yang

lebih besar dan memungkinkan untuk menyusup ke bagian bawah lempeng benua

dikarenakan adanya gaya dorong yang berasal dari zona pemekaran samudera (spreading

centre). Pertemuan antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia merupakan salah

satu aktivitas tektonik di Indonesia yang membentuk pulau jawa.

1. Zona pantai utara jawa tengah mempunyai kesamaan dengan zona sepanjang pantai utara

jawa, menerus mulai dari ujung barat di Banten hingga ke Rembang di Jawa Tengah yang

kemudian muncul terputus-putus di Jawa Timur (Tuban dan Surabaya). Dataran ini

merupakan tempat akumulasi sedimen-sedimen Kuarter hasil erosi pegunungan di

selatannya.

2. Zona di Selatan dataran pantai utara Jawa tengah disebut sebagai Zona Pegunungan

Serayu Utara. Zona ini merupakan kemenerusan Zona Bogor di bagian barat yang

merupakan endapan-endapan laut tersier yang terlipat-lipat (Zona antiklinorium) dengan

beberapa intrusi Tersier akhir dan Kuarter.

3. Memanjang di bagian tengah Jawa Tengah adalah zona depresi tengah yang merupakan

kemenerusan zona bandung di bagian Barat, yang kemudian menerus sebagai Zona solo

kearah Timur. Di Jawa Tengah, zona ini mempunyai lebar terbatas yang diapit oleh

pegunungan Serayu utara dan Selatan.

4. Pegunungan Serayu Selatan adalah pegunungan lipatan yang dipisahkan oleh zona Depresi

Tengah dari pegunungan Serayu Utara. Pegunungan ini terangkat lebih tinggi dan tererosi

Page 8: Makalah PKL

lebih intensif sehingga memunculkan batuan dasarnya, yaitu kompleks mélange

Karangsambung di Kabupaten Kebumen, zona ini sebanding dengan pegunungan Bayah

di Jawa Barat.

5. Zona paling Selatan merupakan Zona dataran pantai selatan, dan merupakan suatu depresi

Jawa Tengah yang tergeser ke selatan. Zona ini merupakan suatu depresi yang sangat jauh

berbeda dengan daerah selatan di Jawa Barat dan Jawa Timur yang merupakan zona

pegunungan selatan dengan ciri suatu pleateau yang tererosi, namun demikian, diantara

dataran alluvial selatan, menyembul suatu pegunungan yang relative tersendiri dan

terpisah diantara dataran, dan dinamakan pegunungan karangbolong. Di Jawa bagian

Tengah , zona pegunungan Selatan yang dikenal pula sebagai zona yang didominasi oleh

formasi andesit Tua yang sangat mempengaruhi morfologi di Jawa Barat dan Timur, di

Jawa Tengah hanya muncul sebagai pegunungan kecil terisolir di kelilingi oleh dataran

alluvial disekitarnya.

Secara regional wilayah penelitian terletak di dalam zona fisiografi Pegunungan

Serayu Selatan bagian barat. Jalur ini memanjang dari Majenang sampai Pegunungan

Manoreh di daerah Kulon Progo (Van Bemmelen, 1949). Daerah kegiatan meliputi desa

Gandasuli, Pekuncen, Banjarsari, Lumpang, Karamalang. Secara administratif termasuk ke

dalam Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah dengan ibukota kabupaten di

Purwokerto. Kabupaten Purbalingga berbatasan di sebelah selatan dengan kabupaten

Kebumen, di sebelah barat dengan kabupaten Banyumas, di sebelah utara dengan kabupaten

Pemalang dan sebelah timur kabupaten Banjarnegara.

II.2. Stratigrafi Regional

Stratigrafi daerah Banjarsari dan sekitarnya yang merupakan bagian dari

cekungan Banyumas umumnya terdiri dari batuan sedimen yang termasuk kedalam beberapa

formasi batuan, yakni :

1. Formasi Halang (Tmph) : Batupasir andesit ,konglomerat tufaan dan napal bersisipan

batupasir di atas bidang perlapisan batupasir terdapat bekas bekas cacing Foramnifera

kecil menunjukan umur Miosen Akhir di lembar sebelahnya hingga Pliosen Tebal

sekitar 800m.

2. Anggota Batugamping Formasi Tapak : Lensa-lensa batugamping tak berlapis

berwarna kelabu kekuningan.

Page 9: Makalah PKL

3. Formasi Tapak (Tpt) : Batupasir berbutir kasar berwarna kehijauan dan konglomerat

setempat breksi andesit di bagian atas terdiri dari batupasir gampingan dan napal

berwarna hijau mengandung kepingan moluska Tebal sekitar 500m.

4. Batuan hasil Gunung api Tak Teruraikan (Qvs) : Breksi gunung api, lava dan tufa.

Penyebarannya membentuk suatu dataran dan perbukitan

5. Lava G.Slamet (Qvls) : lava andesit ,berongga,terutama di lereng Timur.

6. Endapan Lahar Gunung Slamet (Qls) : Lahar dengan bongkahan batuan gunungapi

bersusunan andesit – basalt, bergaris tengah 10 – 50 cm, dihasilkan oleh Gunung

Slamet Tua pada Kala Holosen. Sebarannya meliputi daerah datar.

7. Aluvium (Qa) : kerikil,pasir ,lanau dan lempung sebagai endapan sungai dan

pantai.Tanda-tanda titik –titik menunjukkan undak sungai.Tebal hingga 150 m.

Berdasarkan peta geologi Purwokerto-Tegal dengan urutan stratigrafi yang terlihat

dari kenampakan kolom stratigrafi oleh sumber Pusat Peneltian Dan Pengembangan Geologi

1996 (Djuri,dkk,1996) maka cakupan formasi batuan yang ada pada daerah penelitian

meliputi formasi lava G.Slamet (Qvls), lahar G.Slamet (Qls), dan formasi Tapak (Tpt).

II.3. Struktur Regional

Struktur geologi yang dijumpai adalah lipatan, sesar, dan kekar. Pada umumnya

struktur tersebut dijumpai pada batuan yang berumur Kapur hingga Pleosen. Di beberapa

tempat struktur lipatan dan sesar tercermin dan tampak jelas pada bentuk bentang alamnya

seperti yang terdapat di Karang Sambung. Di tempat lain bentuk struktur hanya dapat

diketahui dari pola bentuk sebaran batuan atau ditafsirkan dari pengukuran lapisan di

lapangan.

Struktur geologi sebagai akibat dari aktivitas tektonik yang terjadi di Pulau Jawa

sangat dipengaruhi oleh subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda.

Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra satelit, data

magnetik, data gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas) dapat disimpulkan bahwa

pada dasarnya di pulau Jawa ada 3 (tiga) arah/pola kelurusan struktur dominan dari yang

berumur tua sampai muda yaitu pola Meratus, pola Sunda, dan pola Jawa.

Arah yang pertama adalah arah Timurlaut-Baratdaya (NE-SW) yang disebut dengan

Pola Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola dominan yang

Page 10: Makalah PKL

berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994) terbentuk pada 80 sampai 53

juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).

Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang berarah

utara-selatan. Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan

Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola ini disebut dengan Pola Sunda. Pola Sunda berarah utara-

selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal).

Arah yang ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan berada di dataran

Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah barat-timur (E-W)

terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Baribis dan

sesar-sesar di dalam Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949op.cit. Pulunggono dan

Martodjojo, 1994).

Sujanto (1975) membuat peta pola struktur Jawa Tengah berdasarkan interpretasi Foto

ERTS-1 menyatakan bahwa pola umum struktur sesar di Jawa Tengah adalah barat laut-

tenggara dan timur laut-barat daya dan beberapa pola struktur sesar mempunyai arah barat-

timur.

Page 11: Makalah PKL

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Suatu kegiatan penelitian perlu dilakukan rangkaian atau tahapan-tahapan proses

dalam pelaksanaannya. Proses yang dilakukan dalam penelitian berkaitan dengan pemetaan

geologi meliputi metode survey yang berlaku baik metode pemetaan geologi permukaan

maupun pemetaan geologi bawah permukaan. Pada kegiatan penelitian ini dilakukan dengan

metode survey berupa pemetaan geologi permukaan. Metode survey yang dilakukan meliputi

pengambilan data mencakup data litologi, geomorfologi, struktur geologi, potensi geologi,

dan lain-lain.

III.1. Tahapan Persiapan

Dalam tahap persiapan yang dilakukan adalah dengan pembuatan proposal dan

melengkapi persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Selain pembuatan proposal kegiatan

serta persyaratan yang harus dipenuhi, pembuatan peta sebagai data lokasi penelitian juga

dibuat disini. Mencari peta dan data yang mendukung pemetaan tersebut mulai dikerjakan

dari bulan oktober.

III.2. Tahapan Pendahuluan Penelitian

Dalam tahap studi pendahuluan ini bertujuan untuk mempelajari geologi regional

(Jawa Tengah) secara umum dan khususnya geologi daerah penelitian meliputi data fisiografi,

stratigrafi, dan struktur geologi regional yang dapat diambil dari laporan-laporan berupa

paper-paper, studi referensi, dan data sekunder lainnya untuk mendapatkan gambaran umum

tentang daerah penelitian mengenai lokasi dan penyebaran batuan, hubungan stratigrafi antar

satuan batuan yang ada, serta stuktur geologi yang ada.

III.3. Peralatan yang digunakan

1. Peralatan Lapangan

Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan data lapangan antara lain ; Peta dasar skala 1 :

25.000, Peta Geologi Regional skala 1 : 100.000, Kompas geologi, GPS Garmin 76CSX, Palu

geologi, Loupe, Larutan HCl 0,1 N, Pita ukur 50 m dan 5 m, Kantong sample, Alat tulis (buku

Page 12: Makalah PKL

catatan lapangan, pensil, pensil warna, busur derajat, karet penghapus, dan lainnya), Kamera,

dan lainnya.

2. Peralatan Laboratorium

Alat-alat yang umumnya digunakan untuk analisis mikrofosil (dimiliki dan

dioperasikan oleh pihak laboratorium Tekmira Bandung dan laboratorium Petro Mineral

Bandung) adalah :

a) Lumpang besi dan mortir.

b) Hidrogen Peroksida (H2O2) dan Natrium Hidroksida (NaOH).

c) Ayakan Tyler 60, 80, dan 120 mesh.

d) Oven.

e) Cawan, tempat fosil, kuas, jarum, dan lem.

f) Mikroskop binokuler.

g) Alat tulis dan alat gambar.

h) Kamera.

Alat-alat yang digunakan untuk analisis petrografi sayatan tipis adalah :

a) Penyayat batuan (dimiliki dan dioperasikan oleh laboratorium Petro Mineral Bandung,

dan laboratorium Tekmira Bandung)

b) Mikroskop polarisasi dan lampu (dioperasikan oleh laboratorium Petro Mineral

Bandung, dan laboratorium Tekmira Bandung, dianalisis oleh peneliti di laboratorium

Tekmira dan laboratorium Petrografi Teknik Geologi Unsoed)

c) Komparator mika ataupun gips

d) Diagram klasifikasi petrografi batuan

e) Alat tulis dan alat gambar dan kamera

III.4. Pengambilan Data Lapangan

Pada tahap penelitian lapangan yang dilakukan adalah melakukan pengambilan data

lapangan berdasarkan peta lintasan yang telah direncanakan sebelumnya. Pengambilan data

ini berupa pengambilan contoh batuan atau sample yang selanjutnya akan dilakukan

penelitian atau dianalisis di laboratorium dan pengambilan data geologi seperti pengukuran

Strike/Dip perlapisan, pengukuran data struktur, plotting lokasi penelitian, pencatatan,

pengambilan foto dan pengamatan geomorfologi. Tahapan ini sangat penting untuk

Page 13: Makalah PKL

memperoleh data yang akan digunakan untuk menguji hipotesa dan interpretasi yang

dilakukan tahap sebelumnya.

Selain itu dalam tahap ini juga dilakukan pengukuran penampang stratigrafi.

Penampang stratigrafi merupakan gambaran urutan lapisan batuan secara vertikal dari daerah

yang dilakukan penelitian. Secara umum tujuan dari pengukuran penampang stratigrafi

adalah :

1. Mendapatkan data litologi detail dari urutan-urutan suatu satuan stratigrafi seperti

formasi, kelompok, anggota dan sebagainya.

2. Mendapatkan data ketebalan yang diteliti dari setiap satuan stratigrafi atau lapisan yang

menjadi objek penelitian.

3. Mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan urutan-

urutan sedimentasi serta kandungan jenis fosil dalam arah vertikal secara detail untuk

menafsirkan lingkungan pengendapan.

III.5. Tahap Analisis Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan analisis dan pengolahan data yang dilakukan di laboratorium.

Dalam analisis dan pengolahan data ini meliputi laboratorium dan studio pengolahan data.

Adapun analisis yang dilakukan pada tahap ini :

III.5.1. Analisis Geomorfologi

Analisis geomorfologi ini dilakukan dengan kombinasi acuan pengklasifikasian

bentuk muka bumi berdasarkan klasifikasi geomorfik Van Zuidam (1985) diantaranya

klasifikasi bentang alam, kelerengan dan pola aliran sungai dan klasifikasi Budi Brahmantyo,

2006.

Dalam penamaan dari tiap cakupan geomorfologi atau yang disebut “penamaan satuan

geomorfologi” disusun dengan tiga-empat kata dan diklasifikasikan berdasarkan geometri

atau bentuk (seperti dataran, lembah, bukit/perbukitan, punggungan, gunung/pegunungan)

kemudian genetik morfologi sebagai hasil rekaman dari struktur geologi yang telah terjadi

ataupun proses geologi lainnya (misalnya aktivitas vulkanik) seperti ; homoklin, sinklin,

antiklin, blok sesar) serta nama geografis cakupan daerah penelitian. Berikut merupakan

bagian-bagian dari pengklasifikasian oleh Van Zuidam (1985).

1. Morfografi

Page 14: Makalah PKL

Morfografi, berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan graphos yang

berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi. Aspek

morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi, berupa pengenalan bentuk

lahan, yang tampak dari tampilan kerapatan kontur, ketinggian absolut sehingga dapat

menentukan perbukitan atau pedataran. Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta

topografi atau foto udara, pola pengaliran berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur

geologi, kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Howard (1967, dalam Van Zuidam, 1988)

membagi pola pengaliran menjadi dua yaitu, pola pengaliran dasar dan pola genetik sungai.

Dalam hal ini Davis membagi menjadi 4 tipe genetik sungai, yaitu Konsekuen, Subsekuen,

Resekuen, dan Obsekuen. Keberadaan sungai – sungai tua yang pada saat ini memotong

semua struktur dan diduga menjadi arah kemiringan lereng pertama kali adalah sungai

Konsekuen. Selanjutnya Resekuen sama seperti konsekuen tetapi pada topografi yang baru,

Subsekuen mengikuti jurus lapisan batuan, sedangkan Obsekuen yang berlawanan dengan

kemiringan batuan maupun lereng. Adapun pembagian pola aliran sungai sebagai berikut :

1. Pola Dendritik : Perlapisan batuan sedimen yang relative datar atau peket batuan

kristalin yang tak seragam dan memiliki ketahanan terhadap pelapukan. Secara

regional daerah aliran memiliki kemiringan landau, jenis pola pengaliran membentuk

percabangan menyebar seperti pohon rindang.

2. Pola Parallel : Pada umumnya menunjukkan daerah yang berlereng sedang sampai

agak curam dan dapat ditemukan pada daerah bentuk lahan perbukitan yang

memanjang. Sering terjadi pola peralihan antara pola dendritic dengan parallel ata

trellis. Bentu lahan perbukitan yang memanjang dengan pola pengaliran parallel

mencerminkan perbukitan tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.

3. Pola Trellis : Batuan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip) atau terlipat.

Batuan vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan perbedaan

perlapukan yang jelas. Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi sepanjang

aliran subsekuen.

4. Pola Rectangular : Kekar atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki

perulangan lapisan batuan, dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak

menerus.

5. Pola Radial : Daerah vulkanik kerucut (kubah) intrusi dan sisa-sisa erosi.Pola

pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut sebagai pola pengaliran multiradial.

Page 15: Makalah PKL

6. Pola Anular : Struktur kubah kerucut, cekungan dan kemungkinan retas (stocks).

7. Pola Multibasinal : Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan prbedaan

penggerusan atau perataan batuan dasar. Merupakan daerah perakan tanah,

vulkanisme, pelarutan batugamping dan lelehan salju (permafrost).

2. Morfometri

Morfometri, merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai aspek

pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehinga klasifikasi kualitatif akan semakin tegas

dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng yang diperoleh kemudian

dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1985),

Dimana,

n = jumlah kontur yang memotong diagonal jaring

Ci = interval kontur (meter)

D = diagonal grid, Skala 1 : 25.000

3. Morfogenetik

Morfogenetik, adalah proses / asal – usul terbentuknya permukaan bumi, seperti

bentuklahan perbukitan/pegunungan, bentuk lahan lembah atau bentuk lahan pedataran.

Proses yang berkembang terhadap pembentukan permukaan bumi tersebut yaitu proses

eksogen dan proses endogen.

Berdasarkan penjelasan di atas dalam pengklasifikasian dan penamaan satuan

geomorfologi, khususnya dalam penamaan menurut morfogenetiknya hanya dijelaskan

mengenai hasil rekaman dari proses-proses baik eksogen maupun endogen secara umumnya

saja, dan kemudian untuk penjelasan lebih detail lagi dapat dijelaskan dalam klasifikasi

menurut Budi Brahmantyo, 2006.

III.5.2. Analisis Stratigrafi

Pada daerah penelitian analisa sementara dilakukan secara megaskopis. Pembagian

satuan batuan didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan

didasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat diamati dilapangan, meliputi jenis batuan,

keseragaman gejala litologi dan posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi Indonesia, pasal 15).

Page 16: Makalah PKL

Sedangkan penentuan batas penyebaran satuannya harus memenuhi persyaratan Sandi

Stratigrafi Indonesia 1996 : pasal 17.

Ada tiga macam sentuh stratigrafi, yaitu :

1. Selaras, yaitu sedimentasi berlangsung menerus tanpa gangguan dari satuan stratigrafi

yang berada di bawah lapisan tersebut.

2. Tidak selaras, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh pengangkatan.

3. Diasterm, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh erosi atau tidak

adanya pengendapan. Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang

paling dominan dalam satuan tersebut. Pengamatan terhadap litologi di lapangan

dilakukan secara megaskopis yang meliputi warna batuan baik warna segar maupun

warna lapuknya, ukuran butir, bentuk butir, kemas, pemilahan, kekerasan, mineral

tambahan, struktur sedimen, kandungan fosil dan lain-lain.

III.5.3. Analisis Data Biostratigrafi

Analisis biostratigrafi dilakukan untuk mengetahui umur dan lingkungan pengendapan

batupasir dan batulempung daerah penelitian. Penentuan umur relatif batuan sedimen daerah

penelitian dilakukan dengan menggunakan zona selang, dimana kehadiran organisme

penunjuk digunakan sebagai batas kisaran umur relatif sebagaimana yang tercantum dalam

Sandi Stratigrafi Indonesia (1996, Pasal 38).

Kemudian untuk menentukan umur didasarkan pada biozonasi Blow (1969)

lingkungan pengendapan didasarkan pada Tipsword et al. (1966 dalam Pringgoprawiro, 1999)

dan didukung dari perhitungan Pelagic Rasio menurut Grimsdale dan van Morkhoven (1955

dalam Pringgoprawiro, 1999) dan Bollie dan Saunders (1985).

III.5.4. Analisis Data Petrografi

Suatu penamanaan batuan berdasarkan karakteristik penyusun batuan tersebut

dilakukan berdasarkan klasifikasi batuan beku, menurut Williams (1982) dan klasifikasi

batuan sedimen klastik Pettijohn (1975) serta batuan sedimen karbonat menurut Dunham

(1982).

III.5.5. Analisis Struktur Geologi

Perlu dilakukan interpretasi topografi untuk melihat indikasi struktur geologi yang

meliputi interpretasi Citra Landsat, kerapatan garis kontur, kelurusan sungai, kelurusan

punggungan, pola pengaliran sungai dan sebagainya. Semua indikasi yang telah ditemukan

direkonstruksikan bersamaan dengan rekonstruksi pola jurus batuan yang akan menghasilkan

Page 17: Makalah PKL

jenis, arah dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut yang kemudian

dituangkan dalam Peta Pola Jurus. Untuk umurnya ditarik berdasarkan kesebandingan

regional atau berdasarkan umur satuan litologi yang dilaluinya. Kenampakan sebagai hasil

proses structural geologi yang dihasilkan meliputi, lipatan, kekar (Hobs, 1976, dalam

Haryanto, 2003), dan sesar menurut Anderson, 1951 dalam Sitter, 1956, Moody dan Hill

(1959 dalam Asikin, 1977), dan Rickard (1972 dalam Haryanto, 2003).

II.5.6. Analisis Sejarah Geologi

Analisis sejarah geologi bertujuan untuk menguraikan suatu seri kejadian

geologi yang disusun secara berurutan berdasarkan kejadiannya, dimulai dari yang pertama

terbentuk hingga yang terakhir ataupun yang sekarang sedang terjadi.

III.6. Tahap Pembuatan Peta

Peta dibuat berdasarkan data pengamatan geologi permukaan beserta analisisnya. Peta

tersebut terdiri dari beberapa peta yang merupakan modifikasi terhadap peta dasar. Peta yang

dibuat diantarannya:

1. Peta Geologi

Dapat dilihat pada LAMPIRAN A

2. Peta Geomorfologi

Dapat dilihat pada LAMPIRAN B

3. Peta Lintasan Geologi

Dapat dilihat pada LAMPIRAN C

4. Peta Potensi Sumberdaya Geologi

Dapat dilihat pada LAMPIRAN D

III.7. Tahap Penyajian Laporan

Tahap akhir dari pelaksanaan pemetaan geologi lanjut adalah penyusunan laporan

yang dilakukan dalam dua proses penulisan, yaitu :

1. Pembuatan laporan yang meliputi bab satu, dua, dan tiga, dilakukan sebelum

pelaksanaan pekerjaan di lapangan sebagai data untuk keperluan pengajuan proposal

PKL (Praktek Kerja Lapangan).

2. Pembuatan laporan yang meliputi bab empat, lima, dan enam yang menguraikan

tentang hasil pemetaan, pembahasan, dan kesimpulan, lampiran berupa analisis

laboratorium, peta lintasan, peta geomorfologi berdasarkan Standar Nasional Indonesia

Penyusunan Peta Geomorfologi nomor 13-6185-1999 ICS 07.060, dan peta geologi

Page 18: Makalah PKL

berdasarkan Standar Nasional Indonesia Penyusunan Peta Geologi nomor 13-4691-

1998 ICS 07.060, kolom stratigrafi serta peta potensi sumberdaya dan bencana geologi.

Laporan ini dibuat sesudah melakukan pekerjaan lapangan.

III.8. Diagram Alir Penelitian

Studi KepustakaanPenyusunan Proposal PKL

Analisis Peta Geologi, Peta Topografi dan Citra Satelit

TAHAP PERSIAPAN

PembuatanPeta Geologi

TAHAP PENYUSUNAN

LAPORAN PKL

Pembuatan Kolom

Stratigrafi

Pembuatan Peta Geomorfologi

Pembuatan Peta Lintasan

Analisis Petrografi

TAHAPAN PENGOLAHAN DATA

Analisis Micropaleontologi

TAHAPAN ANALISIS LABORATURIUM

Analisis Struktur Geologi

PengamatanGeomorfologi

Survey Akhir Lokasi

Penelitian

Pengukuran Kedudukan, Analisis Sebaran dan Pengambilan Contoh

Batuan

TAHAP PENGAMBILAN DATA

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian

Page 19: Makalah PKL

BAB 1VGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

4.1 GEOMORFOLOGI4.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi

Analisis kondisi geomorfologi daerah Banjarsari dan sekitarnya berdasarkan

pada pengamatan peta kontur, citra Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM), dan

pengamatan langsung di lapangan, menunjukkan bentang alam bergelombang yang relatif

rendah, terdiri dari perbukitan dan lembah. Titik tertinggi yaitu ± 233 mdpl berada di bagian

utara (desa Watutumpang), sedangkan titik terendah yaitu ± 120 mdpl berada di bagian

selatan (desa Banjarsari).

4.1.2 Analisis Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai

Pada daerah Banjarsari dan sekitarnya memiliki sungai-sungai dengan pola aliran

paralel dan dendritik karena terdiri atas batuan dengan resistensi seragam dan pada

kemiringan (Howard, 1967 op.cit. Bloom, 1998). Terdapat dua sungai besar yang membagi

dua zona pada daerah penelitian (Gambar 4.1), yaitu sungai Klawing dan sungai Tuntung

yang pada bertemu menjadi satu aliran sungai yang disebut sungai Klawing. Sungai-sungai

tersebut tergolong dalam jenis sungai menuju tua pada tahapan geomorfiknya, terlihat dari

bentuk sungai yang berbentuk “U”, erosi lateral lebih dominan, dan memilki dataran banjir

yang cukup luas dan juga memiliki arah aliran yang searah dengan kemiringan lereng awal

dan struktur utama sehingga digolongkan ke dalam sungai dengan tipe genetik konsekuen

(Davis, 1875) (Gambar 4.2). Menurut Davis, sungai – sungai dewasa-tua yang saat ini

memotong semua struktur dan diidentifikasikan tercipta pada saat pertama kali terbentuk

adalah sungai konsekuen. Sungai Balamoyang yang berada di bagian utara daerah penelitian

bertipe genetik resekuen, Berdasarkan tahapan geomorfiknya sungai ini tergolong dalam jenis

sungai stadia dewasa terlihat dari bentuk dinding sungai yang berbentuk relatif “U”, memiliki

karakteristik arus sungai yang kecil sampai tenang, serta material bawaan atau fragmen

lepasan yang relatif berukuran kerikil sampai kerakal. Pada cabang sungai Brakas yang

berada di bagian timur laut daerah penelitian memiliki arah aliran yang sejajar dengan jurus

lapisan batuan sehingga digolongkan ke dalam sungai dengan tipe genetik subsekuen (Davis,

1875), dan pada bagian selatan daerah penelitian terdapat sungai pedondong yang memilki

tipe aliran sungai yang sama dengan arah kemiringan lereng awal yaitu bertipe konsekuen

(Davis, 1875). Pada bagian barat daerah penelitian terdapat sungai Dawuban yang mengalir

Page 20: Makalah PKL

dari barat ke timur juga terdapat sungai dengan tipe aliran yang sama seperti pada sungai

pedondong.

4.1.3 Satuan Geomorfologi

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan penulis mengklasifikasikan cakupan

geomorfologi daerah penelitian menurut kombinasi klasifikasi Van Zuidam (1985) dan Budi

Brahmantyo (2006) menjadi tiga satuan geomorfologi berdasarkan karakteristik

morfologinya yang dikontrol oleh faktor litologi, struktur, maupun proses-proses geomorfik

seperti pelapukan, pelarutan, erosi, dan pengendapan. Ketiga satuan geomorfologi tersebut

antara lain adalah Satuan Perbukitan Homoklin Lumpang, Satuan Perbukitan Aliran Lahar

Pekuncen, dan Satuan Dataran Aluvial Banjarsari. Keunikan dalam pembagian satuan

geomorfologi daerah penelitian ini yaitu keberadaan dari suatu satuan batuan yang telah

diklasifikasikan mewakili cakupan satuan geomorfologi daerah penelitian pula.

Gambar 4.1. Peta geomorfologi daerah banjarsari dan sekitarnya

Page 21: Makalah PKL

4.1.3.1 Satuan Perbukitan Homoklin Lumpang

Penamaan morfometri “Perbukitan” satuan ini berdasarkan kenampakan topografi berupa

tinggian-tinggian dengan titik tinggi berbeda-beda (dengan kemiringan lereng 18 – 23%)

yang memiliki arah kemiringan lapisan batuan penyusun relatif sama yaitu “Homoklin”

N95oE/45oSE sebagai acuan penamaan morfogenesanya.

Satuan ini meliputi 45% daerah penelitian, yang ditandai dengan warna ungu sesuai

kaidah aspek genetik bentuk asal lahan struktural pada peta geomorfologi (Van Zuidam,

1985). Satuan ini mempunyai ketinggian minimum pada titik 100 mdpl dan ketinggian

maksimum pada titik 234 mdpl dengan kemiringan batuan berkisar 35o-45o. Litologi pada

satuan ini terdiri dari batulempung dan batupasir berukuran butir sedang. Stadia sungai pada satuan

geomorfolgi ini tergolong kedalam sungai dewasa, terlihat dari sungai yang ada pada satuan

geomorfologi ini relatif lebar berbentuk “U” (Gambar 4.4), dengan tebing relatif landai yang terdiri

dari batuan dasar.

Tipe genetik sungai pada satuan ini didominasi oleh tipe resekuen karena searah

dengan kemiringan batuan pada level topografi akhir (Davis, 1875) yang ada pada daerah

penelitian dan juga subsekuen karena arah aliran sungainya searah dengan arah jurus batuan

serta konsekuen yang pola alirannya searah dengan arah kemiringan lereng yang pertama kali

terbentuk. Pola aliran sungai pada satuan geomorfologi ini adalah parallel.

4.1.3.2 Satuan Perbukitan Aliran Lahar Pekuncen

Penamaan morfometri “Perbukitan” pada satuan ini mengacu pada kenampakan

topografi berupa tinggian dengan titik tinggi yang berbeda-beda (kemiringan berkisar 15o –

20o), sedangkan untuk penamaan morfogenesanya mengacu pada batuan penyusun yang

merupakan batuan hasil aktivitas volkanik berupa aliran lahar yang berasal dari G.Slamet.

Adapun penamaan “Aliran Lahar” secara lebih detail berdasarkan klasifikasi Budi

Brahmantyo (2006).

Satuan ini meliputi 35% daerah penelitian, yang ditandai dengan warna coklat sesuai

kaidah aspek genetik pada peta geomorfologi (Van Zuidam, 1985).Satuan ini mempunyai

ketinggian minimum pada titik 90 mdpl dan ketinggian maksimum pada titik 227 mdpl.

Litologi pada satuan ini terdiri dari satuan. Stadia sungai pada satuan geomorfolgi ini

tergolong ke dalam sungai muda, dimana sungai yang ada pada satuan geomorfologi ini relatif sempit

berbentuk huruf “V” (Gambar 4.15), dengan tebing terjal yang terdiri dari batuan dasar. Tipe

Page 22: Makalah PKL

genetik sungai pada satuan ini didominasi oleh tipe konsekuen yang pola alirannya searah

dengan arah kemiringan lereng yang pertama kali terbentuk. Pola aliran sungai pada satuan

geomorfologi ini adalah rectangular.

4.1.3.3 Satuan Dataran Aluvial Banjarsari

Satuan ini meliputi 20% daerah penelitian, yang ditandai dengan warna coklat sesuai

kaidah aspek genetik pada peta geomorfologi (Van Zuidam, 1985).Satuan ini mempunyai

ketinggian minimum pada titik 80 mdpl dan ketinggian maksimum pada titik 90 mdpl.

Daerah penelitian dicirikan oleh pola kotur yang sangat renggang yang menunjukkan

bahwa daerah penelitian merupakan dengan slope yang sangat landai yaitu sekitar 0o – 2o

(Kategori “Dataran” menurut Van Zuidam, 1985). Stadia sungai pada satuan geomorfolgi ini

tergolong kedalam sungai dewasa-tua, dimana sungai yang ada pada satuan geomorfologi ini

relatif lebar berbentuk huruf “U”, berkembangnya proses meandering pada bagian selatan

sungai Klawing . ketebalan mencapai tebal 1,5 meter.

Page 23: Makalah PKL

4.2 STRATIGRAFI

Gambar 4.2. Kolom stratigrafi umum(Tanpa Skala) daerah penelitian

Page 24: Makalah PKL

4.2.1 Satuan Batulempung

4.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan batulempung meliputi 45% dari luas daerah penelitian ditandai dengan warna

hijau pada Peta Geologi (Lampiran A). Penyebarannya dimulai dari bagian tengah hingga

bagian timur daerah penelitian dengan pola penyebaran berarah W-E. Jurus atau penyebaran

lapisan dari satuan ini umumnya berarah W-E antara N80oE-N95oE dengan kemiringan yang

relatif miring, berkisar antara 15-40°. berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, tebal

satuan ini mencapai >1550 meter.

4.2.1.2 Ciri Litologi

Satuan batulempung ini tersusun atas batulempung, batupasir berukuran sedang-halus,

dan batugamping (wackstone). Pembentukkan dari batulempung sisipan batupasir tersebut

tersusun berulang secara selaras dan kemudian terjadi penebalan lapisan dan perubahan

ukuran butir yang semakin besar pada batupasir ke arah selatan pada daerah penelitian, namun

masih tetap didominasi oleh lapisan batulempung. Pada bagian utara pada satuan

batulempung ini terdapat litologi batugamping yang keberadaannya pada dua lokasi saja dan

tidak menerus.

Secara megaskopis, ciri litologinya adalah batulempung berukuran butir (<1/256mm),

berwarna abu – abu kecoklatan, britle, dan karbonat kuat sampai lemah dengan kenampakan

kondisi lapuk sedang.

Analisis microskopis pada satuan batulempung ini dilakukan dengan conto sampel

batuan yang diambil pada stasiun pengamatan WL3.22 dan WL3.33.

Berdasarkan analisis petrografi sampel WL3.22 (batulempung) batuan ini dinamakan

Wackestone (klasifikasi Dunham, 1962) berada pada umur Miosen Tengah (N14-15) dan di

lingkungan pengendapan Neritik Tengah (30-100 m). Sedangkan pada conto sampel WL3.33

pada litologi batupasir diatas dinamakan Wackestone (klasifikasi Dunham, 1962) berada

pada umur Miosen Akhir (N15-16) di lingkungan pengendapan Neritik Tengah (30-100 m),

selain itu juga terdapat hasil analisis fosil pada batulempung (sampel WL3.28) berada pada

umur Miosen Akhir (N17-18) di lingkungan pengendapan Neritik Tepi (0-30 m).

4.2.1.4 Lingkungan Pengendapan

Analisis mikrofosil foraminifera kecil bentonik yang terdapat pada conto batuan di

pada stasiun WL3.22, WL3.28, dan WL3.33 menunjukkan bahwa satuan batulempung

Page 25: Makalah PKL

diendapkan pada lingkungan Neritik Tengah-Neritik Tepi atau pada lingkungan laut dangkal

hingga transisi awal.

4.2.1.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan satuan ini dengan satuan di bawahnya tidak dapat diketahui karena tidak

tersingkap di daerah penelitian, sedangkan hubungan dengan satuan breksi yang berada di

atasnya adalah tidak selaras dengan kontak berupa keberadaan breksi dengan tebal sekitar 1-

1,5 meter menempel pada dinding batulempung sisipan batupasir yang telah memiliki

kemiringan (dip) ke arah selatan.

4.2.2 Satuan Breksi

4.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi yang meliputi 35% dari luas daerah penelitian ditandai oleh warna

coklat pada Peta Geologi (Lampiran A). Penyebaran satuan ini berada di utara-selatan satuan

breksi hingga batas kontak ketidakselarasan (angular unconformity) dengan satuan aluvial di

bagian tengah daerah penelitian, dengan pola penyebaran secara horizontal cenderung ke arah

selatan. Perhitungan ketebalan satuan tidak dilakukan pengukuran penampang stratigrafi

dikarenakan pada litologi ini tidak dijumpai kedudukan batuan dan berada di atas satuan

batulempung secara horizontal. Namun, berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, tebal

satuan ini mencapai <150 meter.

4.2.2.2 Ciri Litologi

Satuan ini terdiri dari 2 litologi yaitu breksi monomik (terdiri dari satu jenis fragmen

batuan berukuran kerikil sampai kerakal dan aliran lahar.

Secara umum ciri megaskopis breksi ini yang diamati di lapangan terdiri dari breksi

monomik, warna coklat kehitaman, fragmen andesite (abu-abu), memiliki matriks berupa

pasir sedang-kasar, bentuk bulat tanggung, serta memiliki kemas terbuka. Pada fragmen

breksi ini telah mengalami masa transportasi yang cukup jauh dilihat dari kenampakan

permukaan fragmen yang telah mulai membulat tanggung.

Berdasarkan hasil analisis petrografi pada conto sampel WL2.11 dengan penjabaran

berdasarkan matriks dan fragmen pada breksi didapat matriks dengan penamaan petrografi

yaitu Lithic Arenite (klasifikasi Pettijohn, 1975). Dan Fragmen dengan penamaan

petrografis Andesite (klasifikasi William, 1982). Pada bagian selatan satuan breksi ini

terdapat litologi aliran lahar yang pelamparannya tidak terpetakan dikarenakan sedikitnya

singkapan yang ditemukan dan dibatasi oleh batas kapling yang telah ditentukan, Namun

Page 26: Makalah PKL

adapun penjelasan mengenai hasil analisis pada conto sampel WL1.3 pada litologi ini antara

lain ; penamaan petrografi yaitu Pyroxene Andesite (klasifikasi Williams, 1982).

4.2.3.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Pada satuan batuan ini tidak dapat diketahui umur absolutnya dikarenakan tidak

ditemukannya bukti fosil baik plantonik sebagai penentu umur batuan maupu bentonik

sebagai penentu lingkungan pengendapan dari batuan ini.

Penentuan umur dan lingkungan pengendapan hanya dapat dijelaskan berdasarkan

klasifikasi peneliti terdahulu terhadap penentuan formasi batuan suatu wilayah tertentu yang

mencakup daerah penelitian. Satuan ini tergolong dalam cakupan formasi aliran lahar

G.Slamet berdasarkan karakteristik litologinya dan formasi ini dihasilkan oleh Gunung

Slamet Tua pada Kala Holosen (Djuri,dkk,1996) dengan lingkungan pengendapan darat.

4.2.3.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan satuan ini dengan satuan di atasnya yaitu satuan alluvial adalah tidak

selaras dengan kontak berdasarkan batas pertemuan satuan breksi dengan endapan dataran

banjir berupa dataran persawahan.

4.2.4 Satuan Endapan Aluvial

4.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan endapan aluvial yang meliputi 20% dari luas daerah penelitian ditandai dengan

warna abu-abu pada Peta Geologi (Lampiran A). Penyebaran satuan ini berada di sepanjang

sungai besar dan sebagian sungai kecil yang berada di bagian selatan daerah penelitian dalam

arah N-S. Satuan ini tersingkap dengan baik terutama di sepanjang S. Klawing dan S.

Tuntung. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketebalan satuan ini

diperkirakan > 5 meter.

4.2.4.2 Ciri Litologi

Satuan Endapan Aluvial tersusun oleh material lepas-lepas hasil pelapukan batuan

yang lebih tua. Material lepas tersebut berukuran kerikil hingga bongkah, bongkah berbentuk

menyudut tanggung-membundar, terdiri dari fragmen-fragmen yang didominasi oleh batuan

beku dan batuan sedimen, antara lain batulempung, batupasir, dan andesit.

4.2.4.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Satuan Endapan Aluvial berumur Resen karena proses pengendapannya masih terus

berlangsung hingga sekarang dan pada lingkungan darat berupa sungai. tepatnya pada Sungai

Klawing dan Tuntung di selatan satuan.

Page 27: Makalah PKL

4.2.4.4 Hubungan Stratigrafi

Tidak diperoleh data umur berkaitan dengan hubungan stratigrafi satuan ini dengan

yang lainnya, karena Satuan Endapan Fluvial tidak memiliki kesebandingan stratigrafi

dengan satuan-satuan resmi yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya. Hubungan satuan

ini dengan satuan di bawahnya adalah tidak selaras, ditandai oleh terbentuknya bidang

atau permukaan erosional.

4.3 STRUKTUR GEOLOGI

Pola struktur geologi yang berkembang di daerah Banjarsari dan sekitarnya termasuk

ke dalam Pola Jawa. Pola kelurusan bukit dan lembah pada citra SRTM (Gambar 4.27) yang

menunjukkan bahwa pola kelurusan yang dominan adalah Barat laut – Tenggara ( N3110E –

N3200E). Berdasarkan peta interpretasi Citra SRTM juga menunjukkan adanya pola kelurusan

lain di daerah Banjarsari yaitu berarah Timur laut – Barat daya ( N210E – N300E).

Struktur geologi yang berkembang di daerah Banjarsari dan sekitarnya terdiri dari

sesar-sesar mendatar berarah NW-SE. Bukti-bukti awal yang dapat dijadikan sebagai acuan

adalah hasil analisis kelurusan dari peta kontur dan citra SRTM untuk menginterpretasikan

keberadaan jalur zona lemah yang berkembang di daerah penelitian. Data lapangan yang

diperoleh menunjukkan adanya struktur-struktur tersebut antara lain berupa zona hancuran,

data kekar gerus (shear fracture), breksiasi (zona hancuran)/kelurusan sungai, dan kedudukan

lapisan beserta sebarannya.

Gambar 4.3. Peta interpretasi kelurusan citra SRTM

Page 28: Makalah PKL

Data-data yang diambil dari lapangan tersebut kemudian diolah dengan menggunakan

perangkat lunak Dips. Penamaan sesar dilakukan berdasarkan klasifikasi ganda (Rickard,

1973 op.cit. Harsolumakso, 1997). Penamaan struktur diambil dari nama sungai, desa, atau

bukit tempat ditemukannya bukti jalur sesar tersebut.

Sesar Menganan Turun Banjat

Sesar Menganan Turun Banjat berada di bagian utara-barat daerah penelitian,

memanjang dari ujung barat laut - hingga tenggara dengan arah umum NW-SE.

Hasil pengolahan data shear fracture berdasarkan klasifikasi Rickard (1972) dengan

mengkombinasikan besar kemiringan bidang sesar dengan besar sudut pitch. Hasil kinematika

menunjukan pergerakan dominan sesar tesebut adalah sesar strike slip (sesar Geser) dengan

besar pitch 180. Selain itu, hasil analisis kinematika arah tegasan menunjukkan arah tegasan

dominannya adalah berarah utara – selatan (N-S).

Berdasarkan hasil analisa struktur dengan data kekar, arah kelurusan sungai, maupun

interpretasi arah tegasan (N-S) yang ada maka dapat ditemukan arah gores garis sebagai

lintasan pergerakan sesar yang diinterpretasikan sebagai dominan sesar geser (Strike slip)

berupa Sesar Menganan Turun. Penentuan jenis sesar ini ditentukan berdasarkan klasifikasi

Rickard (1972) dengan Acuan sebagai berikut :

1. Pitch sebesar 18o,

2. Netslip N28OE/272ONW

3. Bidang sesar N117OE/40OSW

4. σ1 sebesar N297oE/53ONE,

5. σ2 sebesar N160OE/20OSW,

6. σ3 sebesar N28OE/35OSE.

Keberadaan sesar dibuktikan dengan adanya gaya yang bekerja (N-S sampai NE-SW)

terhadap kenampakan morfologi-morfologi yang terbentuk pada daerah penelitian.

4.4 SEJARAH GEOLOGI

Sejarah geologi daerah Banjarsari dan sekitarnya terkait dengan bentukan

geomorfologi daerah penelitian merupakan suatu rekaman dari hasil proses-proses geoogi

yang terjadi secara menerus dengan acuan skala waktu geologi. Urutan dari proses geologi

yang dimodelkan oleh penulis pada daerah penelitian terhitung sejak awal Kala Miosen

Tengah hingga Resen. Pada daerah penelitian ditempati oleh Formasi Tapak, kemudian secara

tidak selaras diatasnya hadir Formasi Lahar G.Slamet dan Lava G.Slamet.

Page 29: Makalah PKL

Pada awal Kala Miosen Tengah (N15), daerah penelitian merupakan paparan (Neritik

Tengah) dan berdasarkan referensi regional pada keberadaan Formasi Tapak yang ada

menyatakan bahwa pada waktu ini terjadi proses pengangkatan (Djuri,dkk,1996), ditandai

dengan diendapkannya satuan batulempung karbonatan sampai keterdapatan batugamping

setempat secara lateral pada saat proses pengangkatan berlangsung. Proses pengangkatan pada

kala Miosen Tengah hingga Miosen Akhir terjadi sampai batas lingkungan pengendapan

Neritik Tepi. Pada selang waktu yang panjang dari pembentukan satuan batulempung pada

Formasi Tapak hingga diendapkannya satuan breksi secara tidak selaras diatasnya, terjadi

proses pengangkatan lanjutan mencapai suatu perubahan lingkungan pengendapan yaitu

lingkungan Darat (Gambar 4.32). Rekaman Geomorfologi yang terbentuk akibat proses

pengangkatan dengan arah gaya N-S dan pengaruh struktur geologi yang bekerja menjadi

bukti pembentukkan kemiringan lapisan satuan batulempung.

Pada kala pleistosen mulai berkembang proses pergerakan lempeng yang

menyebabkan munculnya gaya endogen sehingga menyebabkan terdeformasinya suatu

lapisan batuan membentuk suatu perlipatan-perlipatan dan juga jalur-jalur sesar. Pada kala ini,

di daerah penelitian terjadi sesar dengan arah tegasan N-S berdasarkan kelurusan-kelurusan

morfologi yang mengacu pada pola struktur Jawa (N-S).

Pergerakan lempeng yang terus berkembang terbukti bahwa pada kala Holosen dengan

lingkungan pengendapan darat, kemudian terjadi aktivitas volkanik yang berasal dari

G.Slamet menghasilkan material-material piroklastik berupa aliran lava dan lahar mengikuti

pola aliran horisontal diatas satuan batulempung pada Formasi Tapak tersebut. Proses

pelapukan yang intensif kemudian membuat suatu aliran lahar dari aktivitas volkanik tersebut

pecahan-pecahan batuan (Andesit). Pecahan-pecahan tersebut kemudian tertransport cukup

jauh (tekstur fragmen/pecahan yang mulai membundar) dan terendapkan secara tidak selaras

(angular unconfirmity) membentuk breksi (Gambar 4.34) diatas satuan batulempung.

Ketidakselarasan yang terjadi dibuktikan dengan keberadaan kontak satuan batulempung yang

telah memiliki kedudukan batuan dengan satuan breksi diatasnya membentuk sudut

(Angular). Dan proses akhir pada kala Resen yang terjadi pada daerah penelitian adalah

diendapkannya endapan alluvial (Gambar 4.35) juga secara tidak selaras diatas satuan

batulempung dan breksi. Struktur geologi yang terjadi pada daerah penelitian sebagai akibat

dari pergerakan lempeng mengakibatkan terbentuknya struktur sesar-sesar geser. Struktur

Page 30: Makalah PKL

sesar yang terjadi pada daerah penelitian terdapat pada kelurusan sungai di desa Banjat berupa

sesar dekstral turun banjat (Lampiran A).

Berdasarkan proses-proses pengendapan material-material klastik maupun piroklastik

diatas dengan kehadiran struktur geologi yang mengontrol rona bentuk muka bumi pada

daerah penelitian, maka dapat dilihat secara keseluruhan kenampakan geomorfologi daerah

penelitian.

4.5 POTENSI GEOLOGI

Potensi geologi merupakan kondisi dari suatu lingkungan yang memiliki sumber daya

belum terdeteksi baik atau buruknya yang kemudian dipandang dari sisi ilmu geologi dapat

dilakukan suatu pengembangan dan pemberdayaan dari sumber daya tersebut. Secara umum

potensi geologi dalam suatu daerah penelitian dibedakan menjadi dua kategori yaitu potensi

geologi positif dan negatif. Kategori yang pertama adalah potensi geologi yang dapat

menimbulkan bencana alam yang bersifat ancaman untuk lingkungan sekitar maupun manusia

itu sendiri yang disebut potensi geologi negatif, seperti pada daerah penelitian berupa bencana

alam tanah longsor (Amblesan) dan banjir. Sedangkan kategori yang kedua lebih bersifat

positif karena dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan warga sekitar, pada derah

penelitian seperti pemanfaatan air untuk kebutuhan sehari-hari warga, dan pemanfaatan tanah

merah yang sangat berguna untuk menambah penghasilan warga sekitar.

4.5.1 Potensi Sumber Daya Geologi

4.5.1.1 Mata air

Titik-titik mata air ini terletak pada batuan breksi yang berkarakteristik kemas terbuka,

memiliki matriks pasir sedang – kasar dan secara keseluruhan, kondisi batuan telah

mengalami proses pelapukan yang cukup kuat ditandai dengan keberadaan vegetasi yang

cukup merata di atas batuan tersebut dan fragmen-fragmen batuan yang mulai lepas. Pada

daerah penelitian, keberadaan mata air ini digunakan sebagai tampungan sumber air bersih

yang kemudian dapat diolah untuk kebutuhan sehari-hari oleh warga setempat.

4.5.1.2 Pemanfaatan Soil

Pada daerah penelitian, tanah merah berada di bagian utara tepatnya di desa Brakas

bagian selatan (LAMPIRAN D). Tanah merah bila mengalami tekanan, maka ia akan segera

padat, merapat, massive, dan stabil. Sehingga tanah merah identik dengan tanah urugan

karena cocok sebagai bahan stabilisasi tanah yang tugasnya meredam ketidakstabilan di suatu

Page 31: Makalah PKL

tempat. Selain digunakan sebagai tanah urugan, tanah merah ini juga digunakan sebagai

bahan bangunan yang oleh warga dimanfaatkan untuk membuat batubata.

4.5.2 Potensi Rawan Bencana Geologi

Zona dengan simbol geologi salah satunya merupakan zona rawan bencana longsor,

dimana pada zona tersebut mempunyai pola kelerengan yang cukup terjal dengan

karakteristik batuan dasar yang mendukung dan terdapat zona rawan banjir pada sungai besar

di daerah penelitian, hal diatas menunjukan daerah tersebut harus dilakukan mitigasi bencana

geologi untuk meminimalisir dampak bancana geologi, seperti dilakukan penyuluhan

mengenai bencana geologi dan dilakukan mitigasi struktural pada daerah dengan kelerengan

yang terjal.

4.5.2.1 Bencana Tanah Longsor

Daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring merupakan daerah

rawan terjadi gerakan tanah. Kelerengan dengan kemiringan lebih dari 20o memiliki potensi

untuk bergerak atau longsor, namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring punya potensi

untuk longsor tergantung dari kondisi geologi yang bekerja pada lereng tersebut (Khadiyanto,

2010).

Pada daerah penelitian zona rawan bencana longsor di perbukitan Karanglo Dua

bagian utara daerah penelitian mencakup beberapa lokasi dengan karakteristik batuan yang

sama yaitu keterdapatan batupasir berukuran butir sedang – kasar dan di bawahnya

batulempung pada kemiringan 35-40o dan keduanya telah mengalami proses pelapukan yang

cukup intensif (Gambar 4.39). Menurut interpretasi penulis terhadap keberadaan dua litologi

di atas merupakan fakta kemungkinan terjadinya bencana longsor, karena dalam hal ini

batupasir dengan karakteristik butirnya dan kondisi yang lapuk akan lebih mudah bergerak

pada kondisi kemiringan batuan yang cukup terjal dan didukung oleh hadirnya lapisan

batulempung di bawahnya sebagai bidang gelincir. Adapun analisis terhadap jenis longsor

pada daerah penelitian merupakan jenis longsor translasi yaitu suatu pergerakan massa tanah

dan batuan pada bidang gelincir pada kemiringan lereng relative rata sampai bergelombang

landau. Menurut Van Zuidam (1983) daerah perbukitan dengan kemiringan yang curam

berpotensi mengalami tanah longsor. Gerakan tanah akibat material yang lepas serta tidak

adanya dinding penahan untuk menanggulangi bencana longsor menjadi faktor yang

mempercepat terjadinya gerakan tanah. Adapun mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan

membangun dinding penahan pada lereng-lereng yang relatif terjal dan perlunya kesadaran

Page 32: Makalah PKL

bagi warga sekitar untuk memelihara keberadaan vegetasi yang ada sebagai penahan

persediaan air tanah pengontrol.

4.5.2.2Bencana Banjir

Pada Lampiran D zona dengan simbol berwarna biru muda merupakan zona rawan

bencana banjir, dimana bentuk rupa bumi dari wilayah tersebut relatif datar dan berada pada

dataran randah, dan merupakan daerah yang di aliri beberapa sungai.

Potensi bencana ini bisa terjadi di daerah aliran sungai terutama sungai Klawing dan

Tuntung yang terdapat di bagian tengah - selatan daerah penelitian. Sungai Klawing sebagai

sungai dengan stadia dewasa - tua memiliki bagian - bagian yang memungkinkan terjadinya

proses sedimentasi yaitu bagian sungai yang tingkat erosi lateralnya mulai berkurang dan

intensitas pengendapannya bertambah karena berkurangnya energi transportasi. Oleh karena

itu, potensi ini bisa terjadi di daerah sekitar Sungai Klawing.

Page 33: Makalah PKL

BAB V

KESIMPULAN

1) Daerah Banjarsari dan sekitarnya merupakan daerah yang cukup datar dengan

karakteristik pola kontur renggang yang dominan membentuk bentang alamnya seperti

saat ini.

2) Berdasarkan analisa peta topografi, peta citra udara dan pengamatan langsung

dilapangan, daerah pengamatan di bagi menjadi dua satuan geomorfologi, Penamaan

satuan geomorfolgi ini paling sedikit mengikuti prinsip tiga kata, atau paling banyak

empat kata bila ada kekhususan, yang terdiri dari bentuk / geometri / morfologi,

genesa morfologis/ dan morfografi (geografi) daerah penelitian.

Penamaan satuan geomorfologi pada wilayah pemetaan dareah Banjarsari dan

sekitarnya merunut pada kombinasi klasifikasi (Van Zuidam, 1985) dan Budi

Brahmantyo, 2006.

Satuan geomorfologi pada wilayah pengamatan ini adalah sebagai berikut :

Satuan Perbukitan Homoklin Lumpang

Satuan Perbukitan Aliran Lahar Pekuncen

Satuan Dataran Alluvial Banjarsari

3) Satuan batuan pada daerah pengamatan ini di bagi menjadi tiga satuan batuan, dimana

satuan batuan tersebut di kelompokan berdasarkan karakteristik batuan, arah atau jurus

dan kemiringan batuan, serta interpretasi dan penafsiran berdasarkan data lapangan

yang didapatkan, dimana satuan batuan berurutan dari tua-muda yaitu satuan

batulempung, satuan breksi, dan satuan endapan aluvial.

4) Berdasarkan hasil analisa fosil maka disimpulkan umur batuan pada daerah

pengamatan ini adalah berkisar antara N15-N18 atau pada kala miosen tengah-pliosen

awal dengan lingkungan pengendapan pada zona neritik tengah-neritik tepi.

5) Berdasarkan analisa kinematika maka disimpulkan sesar yang terjadi dan didapatkan

pada daerah pengamatan ini yaitu sesar menganan turun Banjat.

6) Berdasarkan hasil dari pengamatan pada daerah penelitian, maka dapat disimpulkan

bahwa daerah penelitian ini mempunyai potensi dibidang penambangan bahan galian

golongan C, yaitu tanah merah yang dimanfaatkan untuk pembuatan batubata, serta

Page 34: Makalah PKL

potensi untuk pengelolaan air bersih dari singkapan air tanah yang ada untuk

pengembangan dibidang pertanian maupun untuk keperluan kehidupan sehari-hari.

7) Daerah pengamatan mempunyai pola-pola kontur yang cukup bervariasi, dimana pola-

pola kontur tersebut diinterpretasikan sebagai pengaruh dari aktivitas tektonik

terhadap kemiringan lapisan dan karakteristik hubungan antarlapisan batuan , hal ini

mengakibatkkan daerah penelitian memiliki beberapa potensi rawan bencana geologi

seperti banjir dan longsor, maka dari itu disarankan untuk dilakukannya mitigasi

bencana geologi pada daerah penelitian untuk mengurangi dampak bencana geologi.

Page 35: Makalah PKL

DAFTAR PUSTAKA

Asikin S, Handoyo A, Prastistho B, Gafoer S. 1992. Geologi Lembar Banyumas,

Jawa Tengah. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Asikin, Sukendar. 1977.Dasar - Dasar Geologi Struktur. Bandung : ITB.

Asikin, Sukendar. 2006 . Geologi Struktur Indonesia. Bandung : Lab. Geologi

Dinamis-Geologi ITB.

Bemmelen, R. W. Van. 1949. The Geology of Indonesia, col. I A : General

Geology of Indonesia and Adjacement Archipelago. Martinus Nijhoff. The

Hague.

Blow, W.H. 1969. Late Middle Eocene to Recent Planktonik Foraminiferal.

Biostratigraphy. Geneva : ICPM.

Bolli, H.M. dan Saunders. J.B. 1985. Low Latitude Planctonic Foraminifers.

Cambridge University Press.

Chabibie.A, dkk.2005. Buku Panduan Praktikum Geomorfologi.

Semarang : Undip.

Djuri, M, dkk. 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa Skala

1 : 100.000. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Endarto, Danang.2005. Pengantar Geologi Dasar. UNS Press: Surakarta

Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia.

Indonesia : Ikatan Ahli Geologi Indonesia.

Lobeck, A.K., 1953. Geomorphology, an Introduction to the Study of

Landscape. McGrawHill, New York.

Pettijohn, F.J. 1975. Sedimentary Rocks And Row. Harper: New York

Pringgoprawiro, Harsono & Rubiyanto Kapid.1999. Foraminifera-Pengenalan

Mikrofosil dan Aplikasi Biostratigrafi. Bandung:ITB.

Pulunggono A dan Martodjojo S. 1994. Perubahan Tektonik Paleogen-Neogen

Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceeding Geologi dan

Geoteknik Pulau Jawa.

Standar Nasional Indonesia. Penyusunan Peta Geologi. 13-4691-1998 ICS 07.060.

Standar Nasional Indonesia.Penyusunan Peta Geomorfologi.13-6185-1999 ICS

07.060.

Page 36: Makalah PKL

Suharwanto, J.Soesilo.1993. Petrografi Batuan Beku, Metamorf, dan

Sedimen. Yogyakarta : FTM UPN ”Veteran”.

Sukamto, R, dkk. 1996. Peta Geologi Indonesia Skala 1 : 5.000.000.

Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Suryono, Sugeng.S.2002. Buku Panduan Ekskursi Geologi Regional.

Yogyakarta : UGM.

Suyatno.Y, Dr.Ir. Yustinus. 2002. Petrografi. Bandung : ITB.

Williams, Howell et.al. 1955. Petrography – An Introduction to the Study of Rocks in Thin

Section. San Francisco: W.H. Freeman and Company.

Zuidam, Van. R.A. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorfologic

Mapping. Smits Publishers The Hague Netherland. 442h.

Sumber – Sumber Lain:

http://waterforgeo.blogspot.com/2011/03/geologi-pulau-jawa.html .

Kamis,13 Maret 2012. 20:33:11

http://www.scribd.com/doc/22454753/Metode-Survey.

Kamis, 21 Maret 2012. 20:50:15