Makalah perubahan sosial di dki

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang terletak di bagian timur dunia, negara yangbagian pulau-pulaunya termasuk dalam garis khatulistiwa berbatasan dengan dua benua danjuga dua samudra dikatakan oleh dunia sebagai tempat yang strategis untuk melakukankegiatan agraris dan maritim sehingga tumbuhan- tumbuhan yang dapat memakmurkan dapattumbuh subur disana. Karena terletak di garis khatulistiwa, Indonesia memiliki beragamcorak kebudayaan yang dimiliki oleh para penduduknya mulai dari bagia timur sampaidengan bagian barat. Beragam kebudayaan tersebut semakin bercorak lagi dengan kedatangan para pedagang-pedagang asing yang datang dari Asia dan Eropa, adanyakemungkinan perubahan sosial dapat terjadi di Indonesia, baik secara paksa ataupun kebudayaan tersebut dapat diterima oleh masyarakat. Untuk menganalisa secara ilmiah tentang gejala-gejala dan kejadian sosila budaya di masyarakat sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser kita memrlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik sosial (social dynamic). 1.2. Permasalahan 2.1 Proses Perubahan Sosial Budaya 2.2 Perubahan dan Fenomena Sosial di jakarta 2.3 Pembangunan Sosial Di Jakarta 1

Transcript of Makalah perubahan sosial di dki

Page 1: Makalah perubahan sosial di dki

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang terletak di bagian timur dunia, negara yangbagian

pulau-pulaunya termasuk dalam garis khatulistiwa berbatasan dengan dua benua danjuga dua

samudra dikatakan oleh dunia sebagai tempat yang strategis untuk melakukankegiatan agraris

dan maritim sehingga tumbuhan-tumbuhan yang dapat memakmurkan dapattumbuh subur

disana. Karena terletak di garis khatulistiwa, Indonesia memiliki beragamcorak kebudayaan

yang dimiliki oleh para penduduknya mulai dari bagia timur sampaidengan bagian barat.

Beragam kebudayaan tersebut semakin bercorak lagi dengan kedatangan para pedagang-

pedagang asing yang datang dari Asia dan Eropa, adanyakemungkinan perubahan sosial

dapat terjadi di Indonesia, baik secara paksa ataupun kebudayaan tersebut dapat diterima oleh

masyarakat.

Untuk menganalisa secara ilmiah tentang gejala-gejala dan kejadian sosila budaya di

masyarakat sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser kita memrlukan

beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses pergeseran

masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang

disebut dinamik sosial (social dynamic).

1.2. Permasalahan

2.1 Proses Perubahan Sosial Budaya

2.2 Perubahan dan Fenomena Sosial di jakarta

2.3 Pembangunan Sosial Di Jakarta

1

Page 2: Makalah perubahan sosial di dki

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Proses Perubahan Sosial Budaya

Konsep-konsep penting tersebut antara lain internalisasi (internalization) , sosialisasi

(socialization), dan enkulturasi (enculturation). Kemudian ada juga evolusi kebudayaan

(cultural evolution) yang mengamati perkembangan kebudayaan manusia dari bentuk yang

sederhana hingga bentuk yang semakin lama semakin kompleks. Serta juga ada difusi

(diffusion) yaiu penyebaran kebudayaan secara geografi, terbawa oleh perpindahan bangsa-

bangsa di muka bumi. Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh

warga suatu masyarakat, yaitu proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation).

Akhirnya ada proses pemabahruan atau inovasi (innovation), yang berhubungan erat dengan

penemuan baru (discovery dan invention)

1.      PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN SENDIRI

Proses internalisasi, adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu mulai

saaat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar

untuk mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu dan emosi yang membentuk kepribadiannya.

Perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian saat bayi dilahirkan adalah rasa puas

dan tak puas, yang menyebabkan ia menangis.

Proses sosialisasi, semua pola tindakan individu-individu yang menempati berbagai

kedudukan dalam masyarakatnya yang dikumpai seseorang dalam kehidupannya sehari-hari

sejak ia dilahirkan. Para individu dalam masyarakat yang berbeda-beda juga mengalami

proses sosialisasi yang berbeda-beda, karena proses itu banyak ditentukan oleh susunan

kebudayaan serta lingkungan sosial yang bersangkutan. Penelitian dilapangan telah dapat

menghasilkan pengumpulan bahan mengenai adat istiadat pengasuhan anak, kebiasaan-

kebiasaan dalam kehidupan seksual, dan riwayat hidup yang rinci dari sejumlah

individu.individu-individu yang mengalami berbagai hambatan dalam proses internalisasi,

sosialisasi atau enkulturasinya, sehingga individu seperti itu mengalami kesukaran dalam

menyesuaikan kepribadiannya dengan lingkungan sosial sekitarnya.

2.      PROSES EVOLUSI SOSIAL

Proses Mikroskopik dan Makroskopik Dalam Evolusi Sosial. Proses evolusi dapat dianalisa

secara mendetail(makroskopik) tetapi dapat dilihat secara keseluruhan, dengan hanya

memperhatikan perubahan-perubahan besar yang telah terjadi(makroskopik). Proses evolusi

sosial budaya secara makroskopik yang terjadi dalam suatu jangka waktu yang panjang,

dalam antropologi disebut ”Proses-proses pemberi arah”, atau directional proses.

2

Page 3: Makalah perubahan sosial di dki

Proses-proses berulang dalam evolusi sosial budaya. Dalam antropologi, perhatian terhadap

proses-proses berulang dalam evolusi sosial budaya baru timbul sekitar tahun 1920 bersama

dengan perhatian terhadap individu dalam masyarakat.

Dalam meneliti masalah ketegangan antara adat istiadat yang berlaku dengan kebutuhan yang

dirasakan oleh beberapa individu dalam suatu masyarakat, perlu diperhatikan dua konsep

yang berbeda, yaitu (1) kebudayaan sebagai kompleks dari komsep norma-norma,

pandangan-pandangan, dan sebagainya, yang bersifat abstrak (yaitu sistem budaya), dan (2)

kebudayaan sebagai serangkaian tindakan yang konkrit, dimana para individu saling

berinteraksi (yaitu sistem sosial). Kedua sistem tersebut sering saling bertentangan, dan

dengan mempelajari konflik-konfliks yang ada dalam setiap masyarakat itulah dapat

diperoleh pengertian mengenai dinamika masyarakat pada umumnya.

3.      PROSES DIFUSI

Penyebaran manusia. Ilmu paleoantropologi memperkirakan bahwa makhluk manusia yang

pertama hidup didaerah sabana beriklim tropis di Afrika Timur. Manusia sekarang telah

menduduki hampir seluruh muka bumi dengan berbagai jenis lingkungan iklim yang berbeda-

beda. Hal itu hanya mungkin terjadi dengan proses pengembangbiakan, migrasi, serta

adaptasi fisik dan sosial budaya, yang berlangsung beratus ratus ribu tahun lamanya.

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan. Bersama dengan penyebaran dan migrasi kelompok-

kelompok manusia, turut tersebar pula berbagai unsur kebudayaan. Sejarah dari proses

penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang disebut proses difusi itu merupakan salah satu

objek penelitian ilmu antropologi, terutama sub ilmu antropologi diakronik. Proses difusi dari

unsur-unsur kebudayaan antara lain diakibatkan oleh migrasi bangsa-bangsa yang berpindah

dari suatu tempat ketempat lajn dimuka bumi.

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan kelompok-

kelompok manusia atau bangsa-bangsa, tetapi karena unsur-unsur kebudayaan itu memang

sengaja dibawa oleh individu-individu tertentu, seperti para pedagang dan pelaut.

Bentuk difusi yang terutama mendapat perhatian antropologi adalah penyebaran unsur-unsur

kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan antara individu-individu dari berbagai

kelompok yang berbeda.

4.      AKULTURASI DAN ASIMILASI

Akulturasi. Proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan

tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur

asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan

hilangnya kepribadian kebudayaan itu.

3

Page 4: Makalah perubahan sosial di dki

Kalau masalah-masalah mengenai akulturasi kita ringkas, akan tampak 5 golongan masalah,

yaitu :

·     Masalah tentang metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu

proses akulturasi dalam suatu masyarakat.

·     Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah dan tidak mudah diterima

oleh suatu masyarakat.

·     Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan yang mudah dan tidak mudah diganti atau

diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing.

·     Masalah mengenai jenis-jenis individu yang tidak menemui kesukaran dan cepat diterima

unsur kebudayaan asing, dan jenis-jenis individu yang sukar dan lamban dalam

menerimanya.

·     Masalah mengenai ketegangan-ketegangan serta krisis-krisis sosial yang muncul akibat

akulturasi.

Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti sebaiknya memperhatikan

beberapa hal, yaitu :

·   Keadaan sebelum proses akulturasi dimulai.

·   Para individu pembawa unsur-unsur kebudayaan asing.

·   Saluran-saluran yang dilalui oleh unsusr-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam

kebudayaan penerima.

·   Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh.

·   Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.

Asimilasi. Adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan

latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif, sehingga

sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah

menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.

Dari berbagai proses asimilasi pernah diteliti, diketehui bahwa pergaulan intensif saja belum

tentu mengakibatkan terjadinya suatu proses asimilasi, tanpa adanya toleransi dan simpati

antara kedua golongan.

5.      PEMBARUAN (INOVASI)

Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan

modal serta penataan kembali dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru, sehingga

terbentuk suatu sistem produksi dari produk-produk baru. Suatu proses inovasi tentu

berkaitan penemuan baru dalam teknologi, yang biasanya merupakan suatu proses sosial

yang melalui tahap discovery dan invension.

Pendorong penemuan baru. Faktor-faktor yang menjadi pendorong bagi seorang individu

untuk memulai serta mengembangkan penemuan baru adalah (1) kesadaran akan kekurangan

dalam kebudayaan; (2) mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan; (3) sistem perangsang

4

Page 5: Makalah perubahan sosial di dki

bagi kegiatan mencipta. Penemuan baru sering kali terjadi saat ada suatu krisis masyarakat,

dan suatu krisis terjadi karena banyak orang merasa tidak puas karena mereka melihat

kekurangan-kekurangan yang ada di sekelilingnya.

Dengan demikian proses inovasi itu merupakan suatu proses evolulusi juga. Bedanya ialah

bahwa dalam proses inovasi para individu berperan secara aktif, sedangkan dalam proses

evolusi para individu itu pasif, bahkan seringkali negatif.

2.2 Perubahan Dan Fenomena Sosial

Logis sekali kalau contoh-contoh penerimaan per-ubahan paling besar bila unsurperubahan

itu merupakan akibat dari kebutuhan di dalam masyarakat itu sendiri.Ini dapatmerupakan

usaha suatu masyarakat, untuk beradaptasi secara ekonomis dengan revolusiteknologi yang

melanda seluruh dunia, meskipun dampak perubahan itu mungkin terasadalam masyarakat

seluruhnya.Perubahan peranan wanita di Afrika, atau sebenamya juga diAmerika Serikat,

dapat dianggap sebagai contoh perubahan seperti itu.Akan tetapi,perubahan sering

dipaksakan dari luar kebudayaan, biasanya oleh kolonialisme melaluipenaklukan.

Perubahan kebudayaan selain terjadi karena adanya mekanisme perubahan sepertiyang telah

dijelaskan di atas, bisa juga terjadi karena adanya perubahan secara paksa. Bentuk-bentuk

perubahan kebudayaan secara paksa adalah kolonialisme. Penaklukan, pemberontakandan

revolusi. Kolonilasme dan penaklukan biasanya ditandai oleh kemenangan militer

negarapenjajah/penakluk dan pemindahtanganan kekuasaan politik tradisional ke

tangankolonial/penakluk. Penduduk asli yang ditaklukkan tidak mampu menolak perubahan

yangdipaksakan. Kegiatan-kegiatan tradisional di bidang ekonomi, politik, agama, sosial

dibatasi

dan dipaksa untuk melakukan kegiatan-kegiatan baru yang cenderung

mengisolasikanindividu dan merusak integrasi sosialnya. Perubahan kebudayaan secara paksa

melaluikolonialisme dan penaklukan terjadi pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20.

Politikkolonilalisme dikembangkan oleh negara-negara, seperti Belanda, Portugal, Inggris,

Perancis,Spanyol dan Amerika serikat.Tidak mengherankan jika unsur-unsur budaya negara

penjajahsampai sekarang masih ditemukan dan diterapkan di negara-negara bekas jajahan.

Unsur-unsur bahasa, agama, system politik negara kolonial dapat ditemukan di negara

bekasjajahannya.

Apabila kolonialisme dan penaklukan merupakan bentuk perubahan kebudayaansecara paksa

yang berasal dari luar, maka pemberontakan dan revolusi dapat timbul daridalam masyarakat

itu sendiri.Pemberontakan dan revolusi muncul karena kondisi-kondisiyang dianggap kurang

menguntungkan bagi sebagian besar masyarakat. Kondisi yang dimaksud bisa berupa

ketidakadilan dalam distribusi (kekayaan/material dan kekuasaan),munculnya perasaan benci

pada kelompok yang dianggap sebagai penindas dan hilangnyakepercayaan penguasa.

Menurut Haviland (1988: 268) terdapat lima kondisi sebagai pencetustimbulnya

5

Page 6: Makalah perubahan sosial di dki

pemberontakan dan revolusi, yaitu: (1) hilangnya kewibawaan pejabat-pejabatyang

kedudukan-nya mantap, sering sebagai kegagalan politik luar negeri, kesulitankeuangan,

pemecatan menteri yang popular, atau perubahan kebijakan yang popular, (2)Bahaya

terhadap kemajuan ekonomi yang baru dicapai.Di Perancis dan Rusia, golonganpenduduk

(golongan profesi dan pekerja di kota-kota) yang nasib ekonominya mengalamiperbaikan

sebelumnya, tertimpa oleh kesulitan-kesulitan yang tidak terduga-duga, sepertitajamnya

kenaikan pangan dan pengangguran, (3) Ketidaktegasan pemerintah, sepertikebijaksanaan

yang tidak konsisten. Pemerintah yang demikian itu kelihatannya sepertidikendalikan dan

tidak mengendalikan peristiwa, (4) Hilangnya dukungan dari kelascendekiawan. Kehilangan

seperti itu oleh pemerintah-pemerintah prarevolusi di Perencis danRusia menyebab-kan

pemerintah kehilangan dukungan falsafahnya, yang menyebabkanmereka kehilangan

popularitas di lingkungan cendekiawan, (5) Pemimpin atau kelompokpemimpin yang

memiliki kharisma cukup besar untuk menggerakkan sebagian besar rakyat,melawan

pemerintah.

Kelima kondisi di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis

perubahankebudayaan melalui pemberontakan dan revolusi yang terjadi di Indonesia pada

tahun 1997-1998 (masa reformasi).Pada saat itu Presiden Soeharto, kabinet serta kroninya

sudahkehilangan kewibawaan di mata rakyatnya, karena dianggap gagal membenahi

persoalanekonomi politik yang terjadi.Tingkat inflasi yang tinggi, korupsi, kolusi dan

nepotisme yangmerajalela mengakibatkan kehidupan rakyat semakin sengsara. Rakyat

semakin tidak percayadengan rezim orde baru. Kalangan cendekiawan dan akademisi mulai

mencabut dukungannyaserta menuntut untuk segera mundur. Munculnya pemimpin-

pemimpin informal yangkharismatik, seperti Amin Rais, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri,

Hamengkubuwono Xyang memiliki pengaruh besar untuk menggerakkan rakyat. Dimotori

oleh gerakan mahasiswadan didukung oleh pemimpin karismatik, akhirnya terjadilah

perubahan besar-besaran diIndonesia yang diawali dengan mundurnya Soeharto dari jabatan

Presiden pada 21 Mei 1998

Salah satu produk sampingan kolonialisme adalah tumbuhnya antropologi terapan

dandigunakannya teknik dan pengetahuan antropologi untuk keperluan

"praktis”.Dengandemikian, tidak salah bila antropologi Inggris sering dipandang sebagai

"hamba" politikkolonial negara tersebut, karena mereka umumnya dipaksa menyediakan

informasi yangberguna untuk tetap mempertahankan kekuasaan pemerintahan kolonial di

daerah jajahannya.Di Amerika Serikat, para ahli antropologi dari abad-19 sangat

mendambakan kegunaandisiplin mereka, dan tidak jarang mereka turun tangan membantu

orang-orang IndianAmerika, tempat mereka bekerja. Awal abad ini, karya Franz Boas, yang

hampir seorang dirimelatih satu generasi ahli antropologi di Amerika Serikat, telah

membantu pemerintah untukmengubah politik imigrasi negara tersebut.Dalam tahun 1930-an

para ahli antropologimenanggapi sejumlah studi yang dilakukan di lingkungan industri dan

6

Page 7: Makalah perubahan sosial di dki

lembaga-lembagalainnya, untuk tujuan-tujuan terapan.Timbulnya Perang Dunia II timbullah

pekerjaan-pekerjaan khusus di bidang administrasi kolonial di luar perbatasan nenua

Amerika,khususnya di daerah Pasifik, yang dikerjakan oleh pegawai-pegawai yang telah

mendapatlatihan di bidang antropologi.

Timbulnya kebangkitan orang-orang Jepang untuk melawan tentara sekutu jugadisebabkan

oleh pengaruh dari para ahli antropologi dalam menentukan struktur pendudukanAmerika

Serikat. Eksperimen-eksperimen Amerika Utara yang dimaksudkan untuk memadu

kebudayaan kolonial dengan struktur pribumi dengan kekacauan yang sekecil mungkin,

jugatelah berhasil.Meskipun banyak di antara studi itu diakui memang untuk kepentingan

sandimiliter, akan tetapi itu semua juga bermanfaat untuk program pengembangan

ilmu pengetahuan.

Akan tetapi, seperti yang tercermin dalam beberapa kepustakaan awal tentanghubungan

antara bangsa-bangsa Eropa dengan kelompok-kelompok penduduk asli, tidakmengandung

pengertian antropologis dan sering tidak ada perikemanusiaan samasekali.Pertemuan antara

kolonialis dengan penduduk pribumi di beberapa tempat seringmengakibatkan kematian

besar-besaran, kesengsaraan yang memilukan, dan keruntuhankomunitas atau yang lebih

dikenal sebagai "kerusakan kebudayaan" (culture crash).Keruntuhan tradisi komunitas seperti

di atas yang ditandai dengan terjadinya khaos atauketidakstabilan sosial dan kecemasan

setiap individu, sering diikuti dengan terjadinyapendudukan kolonial.Ini samasekali tidak

berarti, bahwa masyarakat tradisional itu tidakmengenal bentrokan sebelum berhubungan

dengan peradaban lain, tetapi berarti bahwapertentangan-pertentangan tersebut dapat diatasi

melalui lembaga-lembaga kebudayaanya.

Kebudayaan asli pada awal-awal terjadinya pendudu-kan umumnya berantakan,karena

lembaga-lembaga tradisional yang diciptakan untuk mengatasi ketegangan ataupertentangan

diantara masyarakat pendukung sebuah kebudayaan tidak diperbolehkan olehpara penguasa

kolonial untuk menangani perubahan baru yang cepat dan tidak padatempatnya dalam

konteks sistem tradisional itu.Perubahan yang terlalu cepat dalam sistemnilai, misalnya,

menyebabkan bagian-bagian lain dari kebudayaan menjadi ketinggalan.

Kadang-kadang penduduk pribumi memperlihatkan kekuatan dan daya tahan yangbesar

dalam menghadapi dominasi Eropa, dimana mereka menemukan dan melakukan cara-cara

yang kreatif dan cerdik untuk mengkounternya.Penduduk yang dimaksud orang-

orangTrobriand yang berada di bawah pemerintahan kolonial Inggris. Para misionaris suatu

ketikamemperkenalkan sebuah permainan tradisional Inggris bernama “cricket” kepada

masyarakatTrobriand yang menjadi daerah jajahan negaranya. Akan tetapi, semua penduduk

berusahadan sepakat untuk membendung masuknya permainan Inggris secara utuh

denganmenjadikannya sebagai suatu pertandingan yang benar-benar bersifat

Trobriand.Tidak"primitif" dan juga tidak terlalu sesuai dengan bentuk aslinya di Inggris.Cr

icket ala Trobriand

7

Page 8: Makalah perubahan sosial di dki

yang kreatif ini disejajarkan dengan kegiatan-kegiatan yang khas, yang tetap

mempertahankanpentingnya pandangan-pandangan pokok dalam kebudayaan pribumi

itu.Semua orang yangberkepentingan dengan permainan itu kelihatan gembira dan bangga,

dan para pemainnyasama semangatnya untuk memamerkan siapakah diantara mereka itu

mampu mencetak nilai.Mulai dari mengecat mukanya sebagai tanda persiapan untuk bermain,

nyanyian tim yangmembawakan lagu-lagu yang bernada "kasar", tari-tarian rombongan yang

saling memberisemangat, tidak dapat diragukan lagi, bahwa setiap pemain bermain demi

kepentingannyasendiri, demi kemasyhuran timnya, dan demi ratusan gadis-gadis cantik yang

biasanyamenonton pertandingan itu.

Kasus-kasus akulturasi yang paling ekstrim biasanya terjadi sebagai akibat dari kemenangan

militer dan pemindahtanganan kekuasaan politik tradisional ke tangan parapenakluk, yang

tidak mengetahui apa-apa tentang kebudayaan yang mereka kuasai.Rakyatpribumi, yang

tidak mampu menolak perubahan-perubahan yang dipaksakan, karena kegiatan-kegiatan

tradisional mereka di bidan sosial, agama dan ekonomi juga turut dibatasi, sehinggamereka

dengan terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan baru yang cenderung mengisolasikanindividu

dan mengoyak-koyak integrasi sosialnya.Sistem perbudakan di Amerika Serikatpada masa

kolonialnya, merupakan contoh yang paling terkenal, yang memberi penjelasantentang

masalah hubungan antar-ras yang dahulu dikemas dalam istilah "inferioritas rasial."Perlu juga

saya kemukakan di sini, bahwa sistem perbudakan yang terjadi di Amerika padaawalnya

tidak hanya terjadi di Amerika Serikat saja, tetapi juga hingga ke negara-negarabagian,

seperti di daerah-daerah perkebunan di Kepulauan Karibia dan di daerah-daerahpantai

Amerika Selatan hingga ke bagian tenggara Amerika Serikat.Masaah-masalah rasialyang

diwarisi Amerika Serikat dari zaman perbudakan itu juga terdapat di daerah-daerahAmerika

yang pernah menjalankan praktek-praktek perbudakan.

2.2 Perubahan sosial yang terjadi di jakarta

Ribuan mata, beberapa bulan lalu, tertuju pada lautan laskar berjubah putih yang membanjiri

Stadion Utama Senayan Jakarta dalam sebuah perhelatan tabligh akbar. Laskar berjubah putih

itu tergabung di dalam kekuatan besar yang bernama Laskar Jihad. Di dalam tabligh akbar

tersebut mereka meneriakkan kegetiran atas tragedi yang sedang menimpa umat Islam di

Maluku, dan secara tegas mereka menyatakan kesiapan untuk terjun ke medan pertempuran

di sana. Mereka juga "menyerang" Presiden Abdurrahman Wahid yang mereka anggap telah

gagal mengemban tugas sebagai pemimpin umat Islam dan membiarkan negerinya terjebak

dalam permainan konspirasi Barat dengan Zionis Israel. Beberapa kali kelompok semacam,

bahkan yang berintikan mahasiswa, dengan memakai berbagai atribut khas mereka, turun ke

jalan-jalan berdemonstrasi menentang berbagai kebijakan Gus Dur, seperti usulan pencabutan

TAP MPR tentang pelarangan PKI. 

8

Page 9: Makalah perubahan sosial di dki

Belakangan mereka juga memprotes keras rencana kehadiran delegasi Israel di dalam

Konferensi Parlemen se-Dunia di Jakarta dan bertekad untuk memblokir mereka di bandara

dan tempat-tempat strategis lainnya; hal yang sebagian dipicu oleh penyerangan Israel yang

didukung oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya Amerika Serikat, atas umat Islam

Palestina. Di kota yang sama hari-hari ini hampir tiap minggu kelompok Front Pembela Islam

melakukan razia. Mereka mendatangi kafe-kafe, diskotik-diskotik, kasino-kasino, dan

tempat-tempat lainnya yang mereka tuduh sebagai sarang maksiat dan membubarkan

kegiatan di dalamnya tanpa bisa dirintangi secara berarti oleh petugas-petugas keamanan.

Razia-razia ini tidak jarang diwarnai oleh aksi-aksi pengrusakan dan penghancuran. Isyarat

tentang meningkatnya keberadaan kelompok yang menyebut diri mereka sebagai laskar di

panggung nasional bahkan secara jelas terlihat awal Agustus lalu dalam Kongres Nasional

Mujahidin pertama yang mengangkat tema "Penegakan Syariat Islam di Indonesia". Dalam

kongres tersebut terdapat kurang lebih dua ribu peserta yang mewakili berbagai kelompok

yang saat ini tengah menarik perhatian publik, seperti Laskar Santri, Laskar Mujahidin,

Kompi Badar, Brigade Taliban, dan Pasukan Komando Mujahidin. Beberapa tokoh penting

datang ke kongres tersebut, semisal Deliar Noer, Mansyur Suryanegara, Syahirul Alim, dan

Alawi Muhammad. Selama tiga hari mereka mendiskusikan satu tema sentral dengan

kesimpulan bahwa penegakan syariat Islam adalah hal yang mutlak untuk mengatasi berbagai

krisis dan kerusakan yang terjadi saat ini. Fenomena gerakan-gerakan yang membawa muatan

agama ini mencuat sejak terjadinya krisis multi-dimensi di negeri ini yang berakibat, di

antaranya, lengsernya rezim Soeharto. Sejak saat itu, keberadaan mereka di panggung politik

kenegaraan menjadi semakin tampak dan meningkat, baik secara kualitatif maupun

kuantitatif. Aksi-aksi mereka dibalut oleh rasa kekhawatiran yang mendalam terhadap

terjerambabnya Islam ke dalam bayang-bayang Barat sekuler, yang mereka yakini tengah

menjalankan agenda untuk menghancurkan umat Islam dengan berbagai cara. 

Gerakan-gerakan semacam itu, yang dalam penelitian ini akan disebut sebagai radikalisme

agama, mempunyai landasan ideologis yang relatif konservatif; namun, secara politik radikal

dan militan. Mereka mengklaim tengah menghidupkan kembali jalan Salafi, Manhaj Salafi,

dan berjuang mengembalikan supremasi syariat Islam untuk membawa umat Islam keluar

dari lilitan krisis. Laskar Jihad, misalnya, dinaungi oleh sebuah organisasi yang berlabel

Forum Komunikasi Ahlu Sunnah Wal-Jama'ah. Sementara laskar-laskar yang lain sebagian

besar berafiliasi ke pesantren-pesantren atau komunitas-komunitas keagamaan yang bergiat

di dalam alur faham keagamaan yang relatif sama. Namun demikian, mereka tidak segan-

segan untuk mengacung-acungkan senjata dan meneriakkan "Allahu Akbar" untuk membela

Islam yang, menurut mereka, tengah terjepit. Sebagai ibukota negara, Jakarta adalah kota di

mana kehadiran gerakan radikalisme agama paling dirasakan. Ia menjadi tempat di mana

aksi-aksi besar gerakan tersebut dipusatkan. Ia juga menjadi saksi di mana aksi-aksi

kekerasan dari gerakan semacam itu terjadi. 

9

Page 10: Makalah perubahan sosial di dki

Dari aspek politik, gaung dari aksi-aksi yang dijalankan di Jakarta memang terbukti jauh

lebih efektif daripada kota manapun di Indonesia, karena Jakarta merupakan pusat

pemerintahan, pusat kegiatan bisnis, dan lain-lainnya. Hal ini terutama didukung oleh

peliputan mass-media yang terpusat di Jakarta. Di samping itu, Jakarta adalah kota yang

paling menikmati dan sekaligus merasakan dampak dari proses modernisasi dan

pembangunan. Maka, dengan sendirinya masyarakat Jakarta menjadi masyarakat yang

langsung dan paling efektif bersentuhan dengan kedua proses itu. Fenomena radikalisme

agama jelas tidak bisa dilepaskan dari arus deras modernisasi dan pembangunan yang

dijalankan negara dalam rentang tiga puluh tahun terakhir. Sementara kolonisasi internal dari

negara dan penetrasi rasionalitas ekonomi dan administrasi ke dalam kehidupan sehari-hari,

dalam konteks modernisasi dan pembangunan itu, terus berlangsung. Negara tidak

memberikan ruang yang cukup bagi seluruh segmen masyarakat untuk mengekspresikan diri

dan kepentingan-kepentingan mereka. Ekspresi Islam politik, misalnya, cenderung

dimarginalisasi dan dihambat karena dianggap akan dapat mengganggu jalannya proses

modernisasi dan model pembangunan yang diterapkan. Sebagai konsekuensinya, muncul

kekecewaan dan rasa ketidakberdayaan yang mendalam dari berbagai segmen masyarakat.

Hal semacam ini turut dipercepat oleh meningkatnya proses globalisasi, ketika intensifikasi

hubungan sosial seluruh dunia telah mengaburkan batas-batas geografis, sosial, dan politik di

mana ketergantungan pada tatanan global dan intervensi lintas-budaya menjadi tidak

terelakkan. 

Proses ini mau tidak mau telah menyebabkan banyak orang merasakan kehilangan kontrol

atas kehidupan mereka. Ketika rasa kekecewaan dan ketidakberdayaan itu semakin

meningkat dalam ketersumbatan ruang partisipasi masyarakat di bawah hegemoni negara,

suatu perlawanan untuk merebut kembali ruang partisipasi itu tidak bisa dielakan. Dengan

berusaha merebut ruang partisipasi itu, rasionalitas komunikatif bisa dihadirkan kembali ke

ruang publik. Sementara itu, dalam konstelasi global, ketika nation-states modern tidak

mampu mengintegrasikan seluruh kekuatan masyarakat melalui kesejahteraan ekonomi dan

pemuka-pemuka agama melalui imbalan resmi terhadap kekuatan religius mereka,

perlawanan seringkali mengambil bentuk seruan untuk kembali kepada identitas dasar, di

mana massa yang tersingkirkan dan bagian-bagian masyarakat lainnya yang tidak puas bisa

merekonstruksi makna dan interpretasi baru terhadap kehidupan sosial sebagai alternatif

terhadap tatanan yang ada. Namun demikian, sejalan dengan meningkatnya proses

modernisasi dan globalisasi, kebijakan marginalisasi Islam politik tampaknya tidaklah bisa

dipertahankan terus-menerus oleh negara. Ada saat-saat ketika negara mengalami apa yang

disebut krisis legitimasi, yang semakin meluas sejak awal 1990-an. Krisis itu terjadi terutama

ketika janji-janji modernisasi dan pembangunan gagal dipenuhi oleh negara. Untuk mencegah

meluasnya krisis legitimasi itu, negara harus mencari pilar-pilar dukungan dan strategi baru.

Di antaranya, negara menjalankan jurus yang oleh Olivier Roy, seorang ilmuwan politik

10

Page 11: Makalah perubahan sosial di dki

Perancis, disebut "Islamisasi konservatif" (conservative Islamisation), yang terutama

diarahkan pada penonjolan simbol-simbol agama di dalam wacana publik dan kenegaraan

serta mengakomodasi kekuatan-kekuatan sosial-politik keagamaan. Bermunculanlah

organisasi-organisasi, isntitusi-institusi dan berbagai hal lainnya yang bersimbolkan Islam.

ICMI dibiarkan berkibar. Bank syariah didirikan di mana-mana sebagaimana halnya mesjid-

mesjid atas sponsor negara. Seketika terjadi pembalikan arah kesejarahan negara, dari

sebelumnya berwajah sekuler, di mana pemerintahan dan militer dikuasai oleh elite-elite

nasionalis "merah-putih", menjadi berwarna hijau, ketika banyak tokoh Islam naik ke

panggung politik nasional. 

Di belakang proyek Islamisasi konservatif yang dijalankan negara saat itu, terdapat banyak

kelompok yang menaruh harapan dan kemudian mengafiliasikan diri ke dalamnya, atau

paling tidak, merasa tengah menapaki arah yang sama. Hal semacam ini dipandang oleh

banyak kalangan sebagai hal yang sangat menjanjikan. Umat Islam yang selama ini dipaksa

bermain di pinggiran dan tidak diberikan banyak kesempatan dalam konstelasi politik

nasional, menemukan jalan untuk menaiki panggung politik, sosial, dan ekonomi nasional.

Kelompok-kelompok yang menaruh harapan tersebut datang dari berbagai segmen kekuatan

masyarakat. Mereka meyakini bahwa kini adalah waktu yang tepat untuk mengendalikan

panggung negara. Ke dalam barisan ini agaknya juga terdapat kelompok-kelompok yang

sebelum pertengahan 1980-an aktif menentang negara dan berjuang menyuarakan pendirian

negara Islam. Pada saat tertentu mereka bersikap keras menentang negara, dengan

mengobarkan teror, seperti gerakan Komando Jihad, pembajakan pesawat garuda, dan

pemboman Borobodur. Tetapi mereka sama sekali tidak berkutik menghadapi tindakan

represif dari negara. Puncak ketidakberdayaan itu terjadi ketika pemerintah memaksa seluruh

kekuatan sosial politik untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas. Untuk beberapa

saat setelah itu, perlawanan terhadap negara benar-benar surut. Kalaupun mereka bertahan,

mereka harus aktif di bawah tanah atau menyembunyikan wajah mereka yang sesungguhnya.

Ketika krisis terjadi, apa yang menjadi tujuan kelompok-kelompok yang berafiliasi ke dalam

gelombang besar Islamisasi sebagaimana digambarkan di atas, seketika menjadi buyar.

Banyak sub-segmen yang terdapat di dalamnya kehilangan harapan dan mengalami rasa

frustasi yang mendalam. Jalan yang sudah dirintis oleh mereka telah berbelok arah secara

drastis. Harapan untuk secara perlahan-lahan mengambil alih kendali politik nasional

menemukan jalan buntu. Sekalipun pemilu terakhir telah berusaha untuk mengakomodasi

seluruh kekuatan sosial-politik masyarakat melalui saluran yang semestinya, tetapi tidak

semua pihak merasa puas dan mendapatkan ruang keterwakilan mereka di panggung politik

yang ada. Mereka merasa terpinggirkan kembali di dalam arus besar reformasi yang telah

membawa Gus Dur ke kursi kepresidenan. Gerakan radikalisme agama yang kini tengah

menyeruak bisa dipandang sebagai perlawanan terhadap hegemoni negara dari segmen

masyarakat yang termarginalisasi dan terekslusi di dalam arus besar perubahan politik, sosial,

11

Page 12: Makalah perubahan sosial di dki

dan ekonomi. Atau tepatnya, segmen masyarakat yang harapan-harapan mereka pernah

dilambungkan tetapi seketika menjadi terhenti dengan terjadinya krisis multi-dimensi yang

menimpa negeri ini. Tujuannya tidak lain adalah untuk membuat suara-suara mereka yang

marginal bisa terdengar di ruang publik, sehingga jaringan makna yang telah hilang dalam

relasi kekuasaan yang hegemonik bisa mereka rebut kembali. Karena hegemoni bekerja

melalui wacana, maka gerakan radikalisme agama seringkali juga membuat wacana

tandingan, di antaranya dengan mengeritik ungkapan politik nasional sekuler dan

menawarkan alternatif terhadapnya. Roy telah menemukan fenomena serupa di banyak

negara Islam belakangan ini, yang disebutnya sebagai gejala "neo-fundamentalisme radikal"

(radical neo-fundamentalis). Gejala ini didefinisikannya sebagai sebuah gerakan yang

berusaha mengislamkan masyarakat dari level grass-root melalui penerapan hukum Islam

tanpa harus diformat dalam sebuah negara Islam. Ini terjadi sebagai akibat dari kegagalan

"Islamisme", gerakan Islam politik modern yang mengklaim berjuang untuk menciptakan

kembali sebuah masyarakat Islam yang sejati, tidak sekedar dengan mendesakkan berlakunya

syariat Islam, tetapi dengan menciptakan sebuah tatanan yang Islami melalui aksi-aksi politik

yang kadang-kadang revolusioner dan militan. Para pendukungnya melihat Islam tidak

sekedar agama, tetapi ideologi politik yang harus diintegrasikan ke dalam seluruh aspek

kehidupan masyarakat. Sekalipun Islamisme telah menemui kegagalan sejak 1980-an, tetapi

penentangan-penentangan dan kritisismenya terhadap negara, menurut Roy, berhasil

memaksa yang terakhir untuk mengintrodusir kebijakan Islamisasi konservatif-simbolik.

Kebijakan semacam ini ternyata tidaklah berhasil mengubur Islamisme, bahkan telah

memperluas konstituen-konstituen dan pendukung-pendukungnya. Ia hanya membungkam

gerakan itu untuk sementara, tapi tidak pernah bisa menguburnya. Meskipun satu hal, bahwa

target mereka semula untuk mendirikan negara Islam telah berlalu. Bagi mereka yang paling

penting syariat Islam harus ditegakkan. Dan inilah yang mesti tetap diperjuangkan. Beberapa

ciri yang ditunjukkan Roy mengenai gerakan neo-fundamentalisme radikal ini adalah, yang

pertama, mereka mengkombinasikan jihad politik dan militansi terhadap segala hal yang

beraroma Barat-sekuler dengan definisi Islam yang sangat konservatif. Mereka sangat

menentang musik, seni dan hiburan, serta kehadiran perempuan dalam ruang publik. 

Yang kedua, gerakan ini bersifat supra-nasional. Terdapat jaringan internasional di mana para

aktor gerakan ini dilatih dan dibekali dengan berbagai keterampilan militansi, di samping

disediakan dana untuk mendukung aksi-aksi mereka dalam ranah nasional masing-masing.

Yang ketiga, gerakan ini berusaha keras menunjukkan kegagalan "nation-state", yang diklaim

terjepit di antara solidaritas kebangsaan dan globalisasi.

12

Page 13: Makalah perubahan sosial di dki

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masyarakat manusia di manapun tempatnya pasti mendambakan kemajuan danpeningkatan

kesejahteraan yang optimal. Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasiltali temali

antara lingkungan alam, lingkungan sosial serta karakteristik individu.. Perjalanan panjang

dalam rentangan periode kesejarahan telah mengajak masyarakat manusia menelusuri

hakikatkehidupan dan tata cara kehidupan yang berkembang pesat hidup. Ruang gerak

perubahan itupun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti keluarga sampai

pada kejadian yang paling lengkap mencakup tarikan kekuatan kelembagaan dalam

masyarakat.

Perubahan sosial adalah suatu proses yang luas,lengkap yang mencakup suatu tatanan

kehidupan manusia. Perubahan sosial akan mempengaruhi segala aktivitas maupun orientasi

pendidikan yang berlangsung. Sebagai bagian dari pranata sosial, tentunya pendidikan akan

ikut terjaring dalam hukum-hukum perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat.

Sebaliknya, pendidikansebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala

pengetahuan tentunya menjadiagen penting yang ikut menentukan perubahan sosial

masyarakat ke depan.

B. SARAN

makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu saran yang sifatnya membangun

sangat kami harapkan.

13

Page 14: Makalah perubahan sosial di dki

DAFTAR PUSTAKA

Astrid S.Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, TK.Bica Cipta, 1979

Burhanuddin Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus

Tekhnologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: fajarinterpratama Offset, 2006

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 1995

Dahana O.P. dan Bhatnagar P.P. Education And Comunication For Defelopmen, New

Delhi: Oxford & IBH Publishing Co, 1980

14

Page 15: Makalah perubahan sosial di dki

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT 

yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini, Namun penulis menyadari makalah ini belum dapat dikatakan

sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga

selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW,

kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku

umatnya.

Makalah ini penulis membahas mengenai “PERUBAHAN SOSIAL DAN

PEMBANGUNAN YANG TERJADI DI JAKARTA”, dengan makalah ini penulis

mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.

Raha, Agustus 2013

Penyusun

15

Page 16: Makalah perubahan sosial di dki

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i   

Daftar Isi................................................................................................................. ii    

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A. Latar Belakang.............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.... ................................................................................... 2

2.1 Proses Perubahan Sosial Budaya................................................................. 2

2.2 Perubahan Dan Fenomena Sosial................................................................. 2

2.3 Perubahan Sosial yang terjadi di Jakarta.................................................... 8

BAB II PENUTUP................................................................................................... 13

A. Kesimpulan.................................................................................................. 13

B. Saran............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 14

16

Page 17: Makalah perubahan sosial di dki

MAKALAH PERUBAHAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN

YANG TERJADI DI JAKARTA

DISUSUN OLEH :NAMA : ZAMRIAJURUSAN : GEOGRAFI SEMESTER : II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARIKELAS RAHA

2013

17