Makalah Penyuluhan Khu
Transcript of Makalah Penyuluhan Khu
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai
lebih dari 95.000 km dan juga memiliki lebih dari 17.504 pulau. Keadaan tersebut
menjadikan Indonesia termasuk kedalam Negara yang memiliki kekayaan
sumberdaya perairan yang tinggi dengan sumberdaya hayati perairan yang sangat
beranekaragam. Keanekaragaman sumberdaya perairan Indonesia meliputi
sumberdaya ikan maupun sumberdaya terumbu karang. Terumbu karang yang
dimiliki Indonesia luasnya sekitar 7000 km2 dan memiliki lebih dari 480 jenis
karang yang telah berhasil dideskripsikan. Luasnya daerah karang yang ada
menjadikan Indonesia sebagai Negara yang memiliki kenekaragaman ikan yang
tinggi khususnya ikan-ikan karang yaitu lebih dari1.650 jenis spesie ikan
Kekayaan sumberdayahayati perairan Indonesia yang tinggi akan sangat
bermanfaat jika dilakukan pemanfaatan secara optimal dan bertanggung jawab.
Pemanfaatan sumberdayahati perairan ini dapat dilakukan melalui proses
penangkapan yang bertanggung jawab. Penangkapan ikan yang dilakukan adalah
proses pemanfaatan sumberdaya perikanan yang bersifat ekonomis dari perairan
secara bertanggung jawab. Dalam melakukan proses penangkapan, nelayan harus
mengikuti peraturan yang berlaku. Salah satu peraturan yang
mengatur mengenai kegiatan penangkapan adalah Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF) yaitu prinsip-prinsip tatalaksana perikanan yang
bertanggungjawab. Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional
mengenai pola perilaku bagi praktek penangkapan yang bertanggung jawab dalam
pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin
terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif
sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian.
1
Proses pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia khususnya untuk
ikan-ikan karang saat ini banyak yang tidak sesuai dengan Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF). Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya
kebutuhan dan permintaan pasar untuk ikan-ikan karang serta persaingan yang
semakin meningkat. Keadaan tersebut menyebabkan nelayan melakukan kegiatan
eksploitasi terhadap ikan-ikan karang secara besar-besaran dengan menggunakan
berbagai cara yang tidak sesuai dengan kode etik perikanan yang bertanggung
jawab. cara yang umumnya digunakan oleh nelayan adalah melakukan illegal
fishing yang meliputi pemboman, pembiusan, dan penggunaan
alat tangkap trawl. Semua cara yang dilakukan oleh nelayan ini semata-mata
hanya menguntungkan untuk nelayan dan memberikan dampak kerusakan bagi
ekosistem perairan khususnya terumbu karang.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Penyuluhan dan komunikasi perikanan
“Kerusakan ekosistem perairan khususnya terumbu karang akibat illegal fishing”
adalah sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui Dampak dari Illegal Fishing terhadap
ekosistem perairan terutama terumbu karang .
2. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui apa saja Illegal Fishing itu dan jenis
kerusakan yang dihasilkannya.
3. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana kekinian masalah tersebut dan
solusi yang pernah diajukan.
4. Agar mahasiswa/i dapat turut memberikan solusinya terhadap masalah yang
dibahas.
2
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari gagasan ini agar dapat tercipta sistem
penangkapan ikan yang baik tanpa merusak ekosistem perairan terutama terumbu
karang. Dan dapat mengubah pola pikir nelayan yang hanya ingin untung tapi
tidak peduli pada ekosistem perairan terutama terumbu karang yang justru sangat
berpengaruh pada perkembangan ikan di perairan.Sehingga pada akhirnya
perairan dapat terjaga dan hasil tangkapan nelayan dapat lebih melimpah.
3
II. PEMBAHASAN
2.1 Terumbu Karang dan Fungsinya
Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang
terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar
CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis
hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan
oleh organisme karang (filum Scnedaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria
Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3.
Arah perkembangan terumbu organik dikontrol oleh keseimbangan
ketiga faktor yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis. Jika ketiga faktor
seimbang, terumbu berkembang secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan
dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan terbentuk terumbu pelataran bergoba.
Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh kondisi batimetri akan terbentuk
terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak membentuk lagun yang
benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir. Sedangkan terumbu
paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak simetris, di
mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan
menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu
dinding berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya
terumbu dinding garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat.
Terumbu karang dapat berkembang dan membentuk suatu pulau kecil.
Dari lima jenis pulau yaitu Pulau Benua (Continental Islands), Pulau Vulkanik
(Volcanic Islands), Pulau Daratan Rendah (Low Islands) , Pulau Karang Timbul
(Raised Coral Islands), dan Pulau Atol (Atolls), dua yang terakhir terbentuk dari
terumbu karang. Di sisi lain, dari sepuluh jenis bentuklahan terumbu karang
adalah salah satunya. Bentuklahan (landforms) ini adalah bentuklahan organik
yaitu berupa binatang. Bentuk lain yang berhubungan dengan terumbu karang
adalah bentuklahan karst, yaitu terbentuk melalui proses karstifikasi pada batuan
4
kalsium karbonat. Namun bentuklahan karst ini terbentuk secara alami melalui
proses eksogenik dan endogenik dan berlangsung pada skala besar. Sedangkan
terumbu karang terbentuk secara organik dan relatif perlahan sehingga lebih
dimungkinkan adanya campur tangan manusia dalam pertumbuhannya. Hasil
identifikasi bentuklahan mencerminkan karakteristik fisik lahan dan untuk
mendapatkannya dengan melalui analisis geomorfologis. Geomorfologi adalah
studi yang mendeskripsi bentuklahan dan proses-proses yang menghasilkan
bentuklahan serta menyelidiki hubungan timbal-balik antara bentuklahan dan
proses-proses tersebut dalam susunan keruangan.
Trumbu karang mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan
laut.Fungsi-fungsi tersebut diantaranya:
1. Sebagai Spawning Ground dan Nursery Ground. Secara alami, terumbu
karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan
pemijahan, peneluran,pembesaran anak, makan dan mencari makan (feeding &
foraging), terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis
penting.
2. Sebagai pelindung sempadan pantai, dan ekosistem pesisir lain
(padang lamun dan hutan mangrove) dari terjangan arus kuat dan gelombang
besar.
2.2 Kegiatan dan Dampak dari Illegal Fishing
Illegal fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh
nelayan tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan
bertanggung jawab Illegal fishing termasuk kegiatan mall praktek dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran
hukum. Kegiatan illegal fishing umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya
perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak
yang kurang baik, baik ekosistem perairan akan tetapi memberikan keuntungan
5
yang besar bagi nelayan. Dalam kegiatan panangkapan yang dilakukan nelayan
dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan oleh nelayan
khususnya nelayan traditional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya ikan-ikan
karang yang banyak digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing karena kegiatan
penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk
nelayan tersebut dampak berdampak kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan
yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk
kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat
merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman,
penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl
pada daerah yang karang.
2.2.1 Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara
yang sering digunakan oleh nelayan traditional didalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-ikan
karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat
memberikan akibat yang kurang baik baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap
maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan
peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan
efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di
sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan
merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak
berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.
Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan
menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan gunungan
serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya. Selain memberi dampak yang
buruk untuk karang, kegiatan penangkapan dengan menggunkan bahan peledak
juga berakibat buruk untuk ikan-ikan yang ada. Ikan-ikan yang ditangkap dengan
menggunakan bahan meledak umumnya tidak memiliki kesegaran yang sama
6
dengan ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap ramah
lingkungan.
Walaupun demikian adanya, nelayan masih tetap menggunakan bahan peledak
didalam melakukan kegiatan penangkapan karena hasil yang mereka peroleh
cendrung lebih besar dan cara yang dilakukan untuk melakukan proses
penangkapan tergolong mudah.
2.2.2 Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan beracun
Selain penggunaan bahan peledak didalam penangkapan ikan diderah
karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah dengan menggunakan
obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun yang umum dipergunakan
dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium atau potassium
sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias
dan hidup memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak
dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan
untuk memperoleh ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang
masih hidup kan tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak
yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini
dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut
dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Disamping
mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif
bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang
yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.
Indikatornya adalah karang mati.
7
2.2.3 Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl
Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah
penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan
kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan.
Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang dapat dilihat pada kasus yang
terjadi di perairan Bagan Siapi-Api Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo
Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagaimana telah kita ketahui bersama,
penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena
alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah
lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Nelayan
di sulawesi Utara cendrung tidak memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap
melakukan proses penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl. Alat
yang umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat
besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai
dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat
tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut.
Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke
dasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau secara terus menerus
menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini
dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga
tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain
hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada
daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa
jarring. Jarring yang tersangkut akann menjadi patah dan akhirnya menghambat
pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut maka
ekosistem karang akan mengalami kerusakan secara besar-besaran dan berakibat
pada punahnya ikan-ikann yang berhabitat pada daerah karang tersebut.
8
2.3 Beberapa Contoh Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia
Kerusakan
karang akibat penggunaan bahan beracun khususnya dengan menggunakan
sianida dapat dilihat dari kasus pulau Panambungan di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 di ketahui bahwa
di pulau Panambungan secara umum terumbu karangnya berada dalam kondisi
rusak. Kerusakan ini diakibatkan oleh penggunaan bahan beracun pada saat
melakukan kegiatan penangkapan. Keadaan ini diperkuat lagi karena sebagian
wilayah pulau ini tidak berpenghuni sehingga tidak adanya pengawasan dan
memberikan ruang gerak kepada nelayan untuk melakukan penangkapan illegal
fishing secara leluasa.
Kendari, 19 Januari 2011 – Tingkat kerusakan terumbu karang dan padang
lamun di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara memperihatinkan karena telah
mencapai tingkat kerusakan 40 persen. Kepala Bidang Pengawasan Dinas
Kelautan dan Perikanan Sultra Ridwan Bolu di Kendari, mengatakan tingginya
kerusakan terumbu karang dan padang lamun terjadi karena penangkapan ikan
yang tidak ramah lingkungan.
Informasi dari instansi terkait di beberapa daerah pesisir utara jawa
menyebutkan. Kabupaten Batang, kawasan terumbu karang Kretek.
Berdasarkan hasil survei, persentase tutupan karang keras yang masih hidup
hanya sebesar 6%. Karang yang dijumpai pada transek hanya satu jenis, yaitu
Porites lobata, dengan bentuk pertumbuhan massive (batu bulat besar) dan
submassive Suara Merdeka, 2008).
Dari Rembang Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) ‘Tirto Mulyo’
memrediksi sekitar 180 hektar terumbu karang di perairan Rembang sudah
rusak. “Sisanya hanya sekitar 30 hektar terumbu karang yang masih baik,”.
Tiga terumbu karang di wilayah perairan Kendal kondisinya rusak parah.
Yakni di Karang Kelop, Karang Rome-rome, dan Karang Tandes. Ketiga
9
terumbu karang itu berada di lepas pantai sejauh 3 mil dari arah Desa
Jungsemi, Kec Kangkung. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kab.
Rembang drh. Khumaidi, ketiga terumbu karang itu luasnya sekitar 7 hektar.
Kondisi terumbu karang di P. Panjang Kabupaten Jepara, termasuk dalam
kondisi rusak. Hasil ini menunjukkan penurunan dari penelitian yang dilakukan
oleh Haryono (2001) dan Lutfi (2003). Penelitian yang dilakukan oleh Haryono
pada tahun 2001 menunjukkan kondisi terumbu karang di P. Panjang dalam
keadaan baik dengan persentase penutupan karang sebesar 49,46%, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Lutfi (2003) menunjukkan penurunan dengan
penutupan karang hidup yang hanya sebesar 19,08 %. Hal ini mengindikasikan
bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Panjang mengalami penurunan dari
tahun ke tahun.
Pulau air di reklamasi oleh PT Siti Tanjung lenkap dengan boulevard dan
dermaganya. Diperkirakan, luas Pulau Air setelah direklamasi, meningkat dua
kali lipat dari luas semula. Inilah yang menyebabkan terumbu karang di sekitar
pulau tersebut menjadi rusak. Untuk pembuatan gerbang raksasa, PT Siti
Tanjung, setidaknya telah mengeruk lahan 12 ribu meter persegi dengan
kedalaman keruk dua meter. Akibat dari pembangunan tersebut setidaknya,
Indonesia akan kehilangan 10 hektar lahan terumbu karang yang merupakan
nursery dan feeding ground bagi banyak populasi organisme laut dan terancam
kepunahan bagi spesies yang di kategorikan langka.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Biota Laut Ambon dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Augy Syahailatua, mengatakan
saat ini tinggal 10 persen terumbu karang di wilayah perairan Maluku yang
masih bagus. Sedangkan sisanya rusak.
Sekitar 50 persen terumbu karang di Provinsi Bangka Belitung (Babel) rusak
akibat sedimentasi lumpur yang berasal dari aktivitas penambangan timah di
perairan provinsi kepulauan berpenduduk 1,2 juta jiwa tersebut. Ketua Tim
10
Eksplorasi Terumbu Karang, Universitas Bangka Belitung (UBB), Indra
Ambalika di Pangkalpinang, menjelaskan kerusakan terjadi akibat terumbu
karang tertutup lumpur terkait kegiatan kapal isap dan tambang inkonvensional
(TI) apung yang terus menyedot timah di wilayah perairan.
2.4 Solusi Yang Telah Diajukan Dalam Jangka Panjang Yaitu COREMAP
COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program), atau
Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang, adalah program jangka
panjang yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk
melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu
karang serta ekosistem terkait di Indonesia, yang pada gilirannya akan menunjang
kesejahteraan masyarakat pesisir.
Pentahapan
COREMAP pada awalnya direncanakan untuk 15 tahun, yang terdiri dari tiga
tahap, yang berturut-turut mempunyai tujuan sebagai berikut:
Tahap I, Tahap Inisiasi (1998 – 2001): untuk menetapkan landasan kerangka
kerja sistem nasional terumbu karang;
Tahap II, Tahap Akselerasi (2001 – 2007): untuk menetapkan sistem
pengelolaan terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas;
Tahap III, Tahap Pelembagaan (2007 – 2013): untuk menetapkan sistem
pengelolaan terumbu karang yang andal dan operasional, dengan pelaksanaan
terdesentralisasi, dan telah melembaga.
Setelah COREMAP dimulai kemudian terjadi perubahan besar dalam tata
pemerintahan di Indonesia, dimana pemenrintahan yang sebelumnya mempunyai
kewenangan yang sangat sentralistik menjadi terdesentralisasi. Sebagai akibatnya,
11
implementasi program juga harus disesuaikan, dengan perubahan pentahapan
sebagai berikut:
Tahap I, Tahap Inisiasi (1998 – 2004);
Tahap II , Tahap Desentralisasi dan Akselerasi (2004 – 2009)
Tahap III, Tahap Pelembagaan (2010 – 2015).
Tujuan dan Kegunaan
Agar pengelolaan sumberdaya dapat terlaksana dengan baik, maka
dibutuhkan sebuah rencana pengelolaan yang merupakan perwujudan dari rencana
Pemerintah Desa dan masyarakat yang sejalan dengan strategi Pembangunan
Daerah. Pembuatan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang sebagai salah satu
kegiatan pada program COREMAP II bertujuan untuk :
1. Memberikan arahan yang jelas dalam pengelolaan sumberdaya desa, agar
sasaran pengelolaan dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan.
2. Mendukung program Pemerintah Desa dan Daerah dalam meletakkan dasar
pembangunan
3. Menumbuh kembangkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam membuat
rencana, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan
sumberdaya terumbukarang serta sumberdaya lainnya secara mandiri dan
berkelanjutan.
Kegunaan dari kegiatan pembentukan Rencana Pengelolaan Terumbu
Karang ini adalah;
1. Menjadi acuan pelaksanaan pembangunan desa khususnya dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan
2. Sebagai dasar dalam upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pada
masyarakat desa disamping peningkatan kelembagaan ditingkat desa, baik
yang telah lama terbentuk maupun lembaga yang baru dibentuk
12
3. Sebagai pendukung dalam upaya percepatan peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa khususnya
Visi Program
Apa yang diharapkan setelah program ini berakhir:
Kekayaan terumbu karang dan ekosistem terkait dapat dilestarikan;
Masyarakatpesisir mencapai keseimbangan antara lingkungan hidup dan
kesejahteraan mereka;
Masyarakat pesisir telah berdaya untuk melindungi sendiri lingkungan mereka;
Masyarakat pesisir tidak lagi terasing dari pembangunan;
Kesadaran dan perilaku masyarakat semakin baik terhadap terumbu karang;
Orang luar dapat menghargai apa yang telah dilakukan masyarakat untuk
melindungi terumbu karang;
Terciptanya pendekatan kerjasama dan partisipasi antara masyarakat, LSM,
dan Pemerintah, untuk mencapai tujuan bersama;
Perilaku destruktif (seperti pemboman) telah merupakan masa lalu;
Nelayan telah dapat memanen ikan tak jauh dari pantai, tak perlu lagi berlayar
jauh untuk itu;
Anak-anak dapat bermain di pantai yang indah.
2.5 Langkah Strategis yang Seharusnya Dilakukan
COREMAP memang memiliki tujuan dan visi program yang sangat baik
dalam menjaga ekosistem terumbu karang. Tapi akar masalah yang sebenarnya
yang terletak pada nelayan sendiri seakan belum bisa ditangani dengan maksimal.
Yaitu masalah dasar pola pikir nelayan, ketidaktahuan, dan yang paling utama
adalah kesejahteraan. Nelayan sering tetap tidak peduli walau dilakukan
13
penyuluhan akibat mengutamakan kesejahteraan mereka. Dan mereka terlihat
semakin leluasa akibat walau ada peraturan dan hukum mereka tetap bisa leluasa
melakukan aksinya dan pemasokan bahan baku alat tangkap ilegal itu tetap
dengan mudah nelayan dapat peroleh. Pragram ini selayaknya akan sukses bila
pemerintah atau penyelengara program ini dapat lebih dekat dan mengenal kondisi
nelayan masa kini. Dan juga perlu memperoleh dukungan dari penegak hukum
dan dukungan dari perhatian pemerintah.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kegiatan illegal fishing baik
secara internal maupun secara eksternal. Faktor-faktor yang menyebabkan
kegiatan ini dapat terjadi meliputi adanya pelaku kegiatan yang didasari karena
kurangnya kesadaran akan pentingnya sumberdaya perikanan, adanya pasokan
bahan baku khususnya untuk kegiatan pemboman dan kegiatan pembiusan,
Lemahnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki nelayan tentang kerugian
yang ditimbulkan akibat illegal fishing, kemiskinan masyarakat nelayan,
lemahnya hukum tentang perikanan, dan kurangnya armada perikanan yang
dimiliki.
Dari kesemua faktor penyebab terjadinya kegiatan illegal fishing,
kesadaran masyarakat dan kurangnya pemahaman serta pengetahuan masyarakat
tentang illegal fishing merupakan faktor penyebab yang paling utama. Sebelum
memecahkan faktor-faktor yang lain kedua faktor ini terlebih dahulu perlu
ditangani karena merupakan dasar dari terjadinya kegiatan illegal fisnhing. apabila
kedua penyebab diatas dapat teratasi maka akan dengan sendirinya nelayan
menghentikan kegiatan illegal fishing dan berpindah ke kegiatan penangkapan
yang ramah lingkungan. Tapi tetap tidak akan bertahan lama jika masalah
kesejahteraan nelayan tidak segera ditangani. Oleh sebab itu sangat membutuhkan
campur tangan pemerinta karena memang sudah seharusnya begitu.
14
Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang meliputi empat
hal yaitu :
1. Kemiskinan masyarakat dan ketiadaan matapencaharian alternatif
2. ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna
3. lemahnya penegakan hukum (law enforcement) dan
4. kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam
mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan
khususnya terumbu karang.
Umumnya Semua faktor yang ada harus segera dicarikan pemecahan
yang baik sehingga kegiatan illegal fishing yang terjadi dapat cepat teratasi
dan tidak lagi merusak keadaan ekosistem perairan terutama kehidupan ekosistem
karang. Apabila faktor tersebut tidak diatasi dengan baik maka diperkirakan dalam
beberapa tahun kedepan akan terjadi kerusakan ekosistem perairan secara besar-
besaran khususnya daerah karang yang berdampak pada turunnya produktifitas
dari perikanan tangkap khususnya pada daerah karang.
Antisipasi yang dapat dilakukan terhadap illegal fishing :
Dalam menanggulangi permasalahan illegal fishing yang ada sehingga
tidak berkelanjutan dan menyebabkan kerusakan yang berdampak besar maka
diperlukan solusi yang tepat untuk menekan terjadinya kegiatan tersebut seperti:
1. peningkatan kesadaran masyarakat nelayan akan bahaya yang ditimbulkan dari
illegal fishing.
2. peningkatan pemahaman dan pengetahuan nelayan tentang illegal fishing.
3. melakukan rehabilitasi terumbu karang.
4. membuat alternatife habitat karang sebagai habitat ikan sehingga daerah karang
alami tidak rusak akibat penangkapan ikan.
5. mencari akar penyebab dari masing-masing masalah yang timbul dan
mencarikan
solusi yang tepat untuk mengatasinya.
15
6. melakukan penegakan hukum mengenai perikanan khususnya dalam hal
pemanfaatan
yang bertanggung jawab.
7. meningkatkan pengawasan dengan membuat badabn khusus yang menangani
dan
bertanggung jawab terhadap kegiatan illegal fishing.
Dari ketujuh solusi yang dapat dilakukan, hal yang paling mendasar
untuk diatasi adalah peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat nelayan
mengenai illegal. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan dilakukannya
penyuluhan ke wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di sekolah daerah
pesisir. Agar betul-betul bisa langsung menyerang akar permasalahan dan
menanamkan kesadaran sejak awal untuk menjaga terumbu karang. Tapi
penyuluhan itu tidak akan dapat bertahan lama jika akar dari semua masalah itu
tidak segera di selesaikan yaitu faktor kemiskinan.
Penanganan nyata lain untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang
yang marak dilakukan oleh lembaga pemerintah, swasta maupun lembaga
swadaya masyarakat adalah dengan membudidayakan terumbu karang, yakni
dengan pemasangan terumbu karang buatan (artificial reef) yang diprakarsai oleh
Departemen Kelautan Perikanan. Konservasi terumbu karang adalah hal yang
mutlak, dan tidak dapat ditawar ataupun ditunda karena waktu tumbuh karang
yang lama dan manfaatnya yang begitu besar untuk biota laut terutama ikan,
karenanya bila hasil tangkapan nelayan tidak ingin menurun maka secara
bersama-sama masyarakat harus melindungi kawasan terumbu karang. Untuk itu
diharapkan nelayan atau siapapun juga tak lagi melakukan penangkapan ikan
dengan cara yang merusak. Lebih baik lagi jika sikap tak merusak itu lahir dari
kesadaran sendiri. Meskipun proses penyadaran ini memerlukan waktu, namun
harus dilakukan secara terus menerus oleh semua pihak.
16
Tapi semua solusi di atas masih kurang maksimal karena pemerintah
yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami
dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu karang
dan lemahnya penegakan hukum (law enforcement). Tapi kita tidak bisa terus
menunggu hal ini berubah kita semua harus turun tangan terutama yang peduli.
Kita dapat turut mengawasi penegakan hukum, mengawasi jika terjadi
pengerusakan terumbu karang, dan terus menyuarakan dan bertukar pikiran
dengan nelayan akan betapa pentingnya terumbu karang terhadap hasil tangkapan
ikan mereka nanti.
17
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan
Dengan meningkatkan kesadaran nelayan maka pemikiran nelayan akan
terbuka dan nelayan akan mengerti betapa merugikannya melakukan kegiatan
illegal fishing dalam proses penangkapan ikan khususnya pada daerah karang
sehingga kegiatan penangkapan tersebut dapat beralih menjadi penangkapan yang
ramah lingkungan dan menjadikan ekosistem perairan khususnya ekosistem
terumbu karang tempat dimana dilakukannya proses penangkapan dapat lestari.
Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan dilakukannya penyuluhan ke
wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di sekolah daerah pesisir. Agar betul-
betul bisa langsung menyerang akar permasalahan dan menanamkan kesadaran
sejak awal untuk menjaga terumbu karang.
Walau kesadaran sudah tercipta tapi tetap tidak akan bertahan lama jika
masalah kesejahteraan nelayan tidak segera ditangani. Oleh sebab itu sangat
membutuhkan campur tangan pemerintah karena memang sudah seharusnya
begitu.Dengan adanya bantuan pemerintah yang tepat sasaran maka peningkatan
kesejahteraan nelayan sudah tidak jadi sekedar impian lagi tapi dapat diwujudkan.
Sekarang tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan illegal fishing pada ikan-ikan karang khususnya untuk memperbaiki
daerah karang yang rusak adalah dengan melakukan transpalasi karang ataupun
pembuatan terumbu karang buatan. Terumbu karang buatan adalah suatu struktur
yang dibangun untuk menyediakan lingkungan, habitat, sumber makanan, tempat
pemijahan dan asuhan, serta perlindungan pantai sebagaimana halnya terumbu
karang alam.
Karena pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal
dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan
khususnya terumbu karang dan lemahnya penegakan hukum (law enforcement).
18
Tapi kita tidak bisa terus menunggu hal ini berubah kita semua harus turun tangan
terutama yang peduli. Kita dapat turut mengawasi penegakan hukum, mengawasi
jika terjadi pengerusakan terumbu karang, dan terus menyuarakan dan bertukar
pikiran dengan nelayan akan betapa pentingnya terumbu karang terhadap hasil
tangkapan ikan mereka nanti. Dengan Terlaksananya semua hal di atas pasti akan
memberikan dampak nyata pada nelayan dan kelestarian terumbu karang walau
mungkin tidak dalam waktu singkat untuk menyelesaikan masalah ini
sepenuhnya.
III.2 Saran
Sebaiknya untuk menghindari pengrusakan terumbu karang yang
berkelanjutan, maka pemerintah ataupun orang-orang yang melindungi ekosisten
laut khususnya terumbu karang harus sering bahkan rutin untuk melakukan
penyuluhan pada masyarakat-masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil agar
mereka mengetahui pentingnya menjaga ekosistem laut khususnya terumbu
karang dan tidak melakukan penangkapan yang mengakibatkan kerusakan karang
sehingga ikan-ikan yang hidup di terumbu karang bisa memijah dan bertelur, serta
menjaga keindahan terumbu karang agar dapat di jadikan sebagai tempat atau
lokasi pariwisata khususnya menyelam dan sangat berdampak positif serta
menjadi nilai ekonomi yang menguntungkan bagi masyarakat di sekitarnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://wwwhendraadesyaputrayahoocoid-tugas.blogspot.com/2008/03/
dampak-kerusakan-terumbu-karang.html
http://rudikiswantoro.blogspot.com/2010/05/kerusakan-terumbu-karang-
di-pesisir.html
http://ekoper.wordpress.com/2010/09/16/terumbu-karang-indonesia/
http://www.perikanan budidaya.kkp.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=212:selamatkan-terumbu-
karang&catid=149:iptek&Itemid=146
http://hileud.com/terumbu-karang-sehat-di-maluku-tersisa-10-persen.html
http://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/05/11/kerusakan-ekosistem-
perairan-terumbu-karang-akibat-cara-penangkapan-yang-ilegal/
20